• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Bioekivalensi Tablet Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape Dibandingkan Dengan Tablet Metoklopramid Merek Dagang Pada Hewan Kelinci Secara KCKT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Bioekivalensi Tablet Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape Dibandingkan Dengan Tablet Metoklopramid Merek Dagang Pada Hewan Kelinci Secara KCKT"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

UJI BIOEKIVALENSI TABLET METOKLOPRAMID

BAHAN TAMBAHAN SARI TAPE DIBANDINGKAN

DENGAN TABLET METOKLOPRAMID MEREK

DAGANG PADA HEWAN KELINCI SECARA KCKT

SKRIPSI

OLEH:

DESY SUSANTI

NIM 081501007

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI BIOEKIVALENSI TABLET METOKLOPRAMID

BAHAN TAMBAHAN SARI TAPE DIBANDINGKAN

DENGAN TABLET METOKLOPRAMID MEREK

DAGANG PADA HEWAN KELINCI SECARA KCKT

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatra Utara

OLEH

DESY SUSANTI

NIM 081501007

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI BIOEKIVALENSI TABLET METOKLOPRAMID BAHAN

TAMBAHAN SARI TAPE DIBANDINGKAN DENGAN

TABLET METOKLOPRAMID MEREK DAGANG PADA

HEWAN KELINCI SECARA KCKT

OLEH:

DESY SUSANTI

NIM 081501007

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: Juli 2012

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. rer. Nat. Efendy D. P, S.U., Apt.

NIP 195409091982011001 NIP 195306191983031001

Pembimbing II, Prof. Dr. Karsono, Apt.

NIP 195409091982011001

Prof. Dr. M.T. Simanjuntak, M.Sc., Apt. Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.

NIP 195212041980021001 NIP 195504241983031003

Drs. Rasmadin Muktar, M.S., Apt. NIP 194909101980031002

Medan, Juli 2012 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW

sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang berjudul

“Uji Bioekivalensi Tablet Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape

Dibandingkan dengan Tablet Metoklopramid Merek Dagang pada Hewan Kelinci

Secara KCKT” dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio

Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan izin fasilitas sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan. Ucapan terimakasih juga kepada Bapak Prof. Dr.

Karsono, Apt., dan bapak Prof. Dr. M.T. Simanjuntak, M.Sc., Apt., selaku

pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, kesabaran dan petunjuk

serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan

terimakasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. rer. nat. Efendy De Lux Putra,

S.U., Apt., bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan bapak Drs.

Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt., selaku penguji yang telah memberi kritik dan

saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda

(5)

dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus serta

pengorbanan baik materi maupun non-materi dan kakak tersayang Anita Tanjung

dan adik tersayang Yuliana Sari serta seluruh keluarga yang slalu mendoakan dan

memberikan semangat. Spesial untuk teman-teman, abang dan kakak angkatan

2008 dan 2007, terima kasih untuk perhatian, semangat, doa, dan kebersamaannya

selama ini dan seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak

tercantum namanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis

menerima kritik dan saran demi kesempurnaah skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat

bagi kita semua.

Medan, Juli 2012

Penulis,

(6)

UJI BIOEKIVALENSI TABLET METOKLOPRAMID BAHAN TAMBAHAN SARI TAPE DIBANDINGKAN DENGAN TABLET METOKLOPRAMID MEREK DAGANG PADA HEWAN KELINCI

SECARA KCKT

ABSTRAK

Masalah ketersediaan hayati zat aktif suatu obat timbul sejak adanya ketidaksetaraan terapetik diantara sediaan bermerek dagang yang mengandung zat aktif yang sama dan dalam bentuk sediaan yang sama, serta diberikan dengan dosis yang sama.

Metoklopramid adalah suatu obat yang berkhasiat antiemetik yang digunakan dalam klinis. Obat ini bekerja di sistem saraf pusat dan lambung, dan memblok reseptor dopamine di CTZ (Chemoreseptor Trigerzone). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bioekivalensi dari tablet metoklopramid yang diformulasi dengan bahan tambahan sari tape dan metoklopramid merek dagang (Primperan®).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental di laboratorium menggunakan alat ukur kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan mengukur kadar metoklopramid dalam plasma. Fase gerak yang digunakan untuk mengukur kadar metoklopramid dalam plasma kelinci adalah asam asetat glacial dalam air : metanol/asetonitril (60 : 40) dan laju alir 1 ml/menit. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Cross Over Design yang dianalisa dengan uji T menggunakan program SPSS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan tablet metoklopramid yang diformulasi dengan bahan tambahan sari tape memiliki = 1,868 mcg/ml,

= 61,80 menit dan AUC = 1007,37 mcg/ml menit. Sedangkan untuk metoklopramid merek dagang (Primperan ) memiliki = 1,37 mcg/ml,

= 74,57 menit dan AUC = 745,23 mcg/ml menit. Dari hasil ini diketahui bahwa metoklopramid bahan tambahan sari tape tidak bioekivalen dengan tablet metoklopramid merek dagang (Primperan®), di mana p < 0,05.

(7)

BIOEQUIVALENCE TEST OF METOCLOPRAMIDE TABLET WITH ADDITIVES FERMENTED GLUTINOUS RICE EXTRACT COMPARED

WITH BRAND METOCLOPRAMIDE ON RABBITS BY HPLC

ABSTRACT

Active matter bioavailability term of drugs began since existence of therapeutic un-equivalence between brand preparation containing the same active ingredient in the same preparation, and the same dose.

Metoclopramide is an antiemetic drug which has been in clinical. It has actions both on the central nervous system and the gut, and exhibits the properties of a dopamine reseptor antagonist in CTZ (Chemoreseptor Trigerzone). Intention of this research was to know bioequivalence of metoclopramide tablet in rabbit and knew bioequivalence metoclopramid tablet of fermented glutinous rice extract and (Primperan®) brand metoclopramide.

Research was done by using experimental method in laboratory applied HPLC (High Performance Liquid Chromatography) by determining

metoclopramide in plasma. Mobile phase that used to measure plasma levels of metoclopramide is acetic acid glacial in water : MeOH/acetonitrile (60:40) and flow rate of 1 ml/min. The study was using Cross Over Design method and applied T-test analysis with SPSS.

The result showed that metoclopramide of fermented glutinous rice extract had = 1.868 mcg/ml, = 61.80 min and AUC = 1007.37 mcg/ml.min. while primperan® had = 1.37 mcg/ml, = 74.57 min and AUC = 745.23 mcg/ml.min. From the result known that metoclopramide of fermented glutinous rice extracts un-equivalence with (Primperan®) brand metoclopramide (p < 0.05).

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Konsep Penelitian... ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .... ... 5

2.1 Metoklopramid HCl ... 5

2.1.1 Tinjauan Umum ... ... 5

2.1.2 Farmakologi ... ... 6

2.1.3 Efek Samping dan Interaksi Obat ... ... 6

(9)

2.2.1 Liberasi (Pelepasan) ... ... 7

2.2.2 Disolusi (Pelarutan) ... ... 7

2.2.3 Absorpsi (Pelarutan) ... ... 7

2.3 Bioavailabilitas ... ... 9

2.3.1 Faktor-faktor dalam Bioavailabilitas Obat ... ... 10

2.3.2 Parameter-parameter Bioavailabilitas ... ... 11

2.4 Bioekivalensi ... ... 13

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... ... 13

2.5.1 Prinsip KCKT ... ... 14

2.5.2 Jenis KCKT ... 15

2.5.3 Fase Gerak ... ... 15

2.5.4 Fase Diam ... ... 16

2.5.5 Elusi Gradien dan Isokratik ... 16

2.5.6 Instrumen KCKT ... ... 17

2.5.6.1 Wadah Fase Gerak ... ... 17

2.5.6.2 Pompa ... ... 18

2.5.6.3 Tempat Injeksi Sampel ... ... 18

2.5.6.4 Kolom ... ... 18

2.5.6.5 Detektor ... ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

3.2 Alat-alat ... 20

3.3 Bahan-bahan ... 21

(10)

3.5 Pembuatan Fase Gerak... .... 21

3.6 Pencampuran Fase Gerak... 22

3.7 Penyiapan Alat KCKT... 22

3.8 Penentuan Perbandingan Fase Gerak dan Laju Alir... 22

3.9 Bahan-bahan yang digunakan pada formulasi tablat Metoklopramid bahan tambahan sari tape... ... 23

3.10 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan... ... ... 23

3.10.1 Hewan Percobaan ... ... 23

3.10.2 Penyiapan Plasma ... ... 23

3.10.3 Penetuan Kurva Kalibrasi ... ... 24

3.10.4 Penetapan Kadar Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape dan Metoklopramid Merek Dagang dalam Plasma Kelinci .... ... 24

3.11 Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

4.1 Penentuan Kurva Kalibrasi Metoklopramid HCl ... 28

4.2 Penentuan Kadar Metoklopramid HCl ... ... 29

4.3 Penentuan Parameter Bioavailabilitas ... .... 31

4.4 Analisis Data ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... .. 37

5.1 Kesimpulan ... ... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... ... 38

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pemberian Metoklopramid pada Kelinci Metode Cross over ... 24

2. Penentuan Kurva Kalibrasi Metoklopramid dalam Plasma ... 28

3. Nilai Konsentrasi Rata-rata ± Standart Deviasi Terhadap

Waktu Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape (BTS)

dan Primperan® ... 30

4. Nilai Rata-rata Parameter Ketersediaan Hayati ± SD ... 32

5. Data Perhitungan Bioekivalensi Obat ... 35

6. Data Statistik Pengujian Metoklopramid Bahan Tambahan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Konsep Penelitian ... 4

2. Rumus Bangun Metoklopramid HCl ... ... 5

3. Instrumen Dasar KCKT ... ... 17

4. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Metoklopramid BPFI dengan konsentrasi 100 mcg/ml dalam plasma, dengan fase gerak (a) Campuran 1% Asam asetat glasial dalam Air dan, (b) Campuran Asetonitril-methanol (3,7 : 1),

dimana a : b = 60:40 ... 27

5. Kurva Kalibrasi Metoklopramida HCl dalam Plasma ... 28

6. Nilai Kadar Rata-rata Terhadap Waktu Tablet Metoklopramid BTST (Bahan Tambahan Sari Tape) dan Primperan® dalam Plasma Kelinci Jantan secara per Oral, masing – masing

n = 6 ekor ... 31

7. Konsentrasi Maksimum (Cmaks) Tablet Metoklopramid BTST (Bahan Tambahan Sari Tape) dan Primperan® dalam Plasma

Kelinci ... 32

8. Waktu Konsentrasi Mencapai Puncak (Tmaks) Tablet Metoklopramid BTST (Bahan Tambahan Sari Tape) dan

Primperan® dalam Plasma Kelinci ... 33

9.Area Dibawah Kurva (AUC) Tablet Metoklopramid BTST (Bahan Tambahan Sari Tape) dan Primperan®

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sertifikat Pengujian Metoklopramid HCl BP ... 40

2. Hasil Orientasi Menentukan Perbandingan Fase Gerak

dengan Menggunakan Alat KCKT ... 41

3. Plasma yang Diperoleh Secara KCKT ... 44

4. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi ... 45

5. Pengambilan Plasma Untuk Kurva Kalibrasi

Metoklopramid HCl ... 47

6. Pembuatan Kurva Kalibrasi Metoklopramid HCl ... 48

7. Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian

Tablet Metoklopramid HCl ... 50

8. Kadar Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape (BTST) dalam Plasma Pada Kelinci Jantan Setiap Waktu

Pengambilan ... 51

9. Gambar Konsentrasi (c) vs Waktu (t) Metoklopramid BTST (Bahan Tambahan Sari Tape) Pada Plasma Kelinci,

n=6 ... 52

10. Kadar Metoklopramid Merek Dagang (Primperan®) dalam Plasma Pada Kelinci Jantan Setiap Waktu

Pengambilan ... 53

11. Gambar Konsentrasi (c) vs Waktu (t) Metoklopramid Merek Dagang (Primperan®) Pada Plasma Kelinci,

n=6 ... 54

12. Parameter Bioavailabilitas Tablet Metoklopramid (BTST) Bahan Tambahan Sari Tape pada 6 Kelinci Jantan dengan

Dosis 10 mg ... 55

13. Parameter Bioavailabilitas Tablet Metoklopramid

Merek Dagang (Primperan®) pada 6 Kelinci Jantan dengan

(14)

14. Contoh Perhitungan Parameter Bioavailabilitas Secara

Manual ... 57

15. Contoh Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 59

16. Data Statistik Kadar Metoklopramid BTST dan Primperan® dalam Plasma Tiap Waktu Pengambilan pada 6 ekor Kelinci Menggunakan Statistik Independent T-Test ... 62

17. Data Statistik Parameter Bioavailabilitas Metoklopramid BTST dan Primperan® Menggunakan Statistik Independent T-Test ... 77

18. Formula Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape ... 82

19. Gambar Alat yang Digunakan Pada KCKT ... 83

20. Gambar Alat Tambahan Untuk Penentuan Bioavailabilitas ... 86

(15)

UJI BIOEKIVALENSI TABLET METOKLOPRAMID BAHAN TAMBAHAN SARI TAPE DIBANDINGKAN DENGAN TABLET METOKLOPRAMID MEREK DAGANG PADA HEWAN KELINCI

SECARA KCKT

ABSTRAK

Masalah ketersediaan hayati zat aktif suatu obat timbul sejak adanya ketidaksetaraan terapetik diantara sediaan bermerek dagang yang mengandung zat aktif yang sama dan dalam bentuk sediaan yang sama, serta diberikan dengan dosis yang sama.

Metoklopramid adalah suatu obat yang berkhasiat antiemetik yang digunakan dalam klinis. Obat ini bekerja di sistem saraf pusat dan lambung, dan memblok reseptor dopamine di CTZ (Chemoreseptor Trigerzone). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bioekivalensi dari tablet metoklopramid yang diformulasi dengan bahan tambahan sari tape dan metoklopramid merek dagang (Primperan®).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental di laboratorium menggunakan alat ukur kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan mengukur kadar metoklopramid dalam plasma. Fase gerak yang digunakan untuk mengukur kadar metoklopramid dalam plasma kelinci adalah asam asetat glacial dalam air : metanol/asetonitril (60 : 40) dan laju alir 1 ml/menit. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Cross Over Design yang dianalisa dengan uji T menggunakan program SPSS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan tablet metoklopramid yang diformulasi dengan bahan tambahan sari tape memiliki = 1,868 mcg/ml,

= 61,80 menit dan AUC = 1007,37 mcg/ml menit. Sedangkan untuk metoklopramid merek dagang (Primperan ) memiliki = 1,37 mcg/ml,

= 74,57 menit dan AUC = 745,23 mcg/ml menit. Dari hasil ini diketahui bahwa metoklopramid bahan tambahan sari tape tidak bioekivalen dengan tablet metoklopramid merek dagang (Primperan®), di mana p < 0,05.

(16)

BIOEQUIVALENCE TEST OF METOCLOPRAMIDE TABLET WITH ADDITIVES FERMENTED GLUTINOUS RICE EXTRACT COMPARED

WITH BRAND METOCLOPRAMIDE ON RABBITS BY HPLC

ABSTRACT

Active matter bioavailability term of drugs began since existence of therapeutic un-equivalence between brand preparation containing the same active ingredient in the same preparation, and the same dose.

Metoclopramide is an antiemetic drug which has been in clinical. It has actions both on the central nervous system and the gut, and exhibits the properties of a dopamine reseptor antagonist in CTZ (Chemoreseptor Trigerzone). Intention of this research was to know bioequivalence of metoclopramide tablet in rabbit and knew bioequivalence metoclopramid tablet of fermented glutinous rice extract and (Primperan®) brand metoclopramide.

Research was done by using experimental method in laboratory applied HPLC (High Performance Liquid Chromatography) by determining

metoclopramide in plasma. Mobile phase that used to measure plasma levels of metoclopramide is acetic acid glacial in water : MeOH/acetonitrile (60:40) and flow rate of 1 ml/min. The study was using Cross Over Design method and applied T-test analysis with SPSS.

The result showed that metoclopramide of fermented glutinous rice extract had = 1.868 mcg/ml, = 61.80 min and AUC = 1007.37 mcg/ml.min. while primperan® had = 1.37 mcg/ml, = 74.57 min and AUC = 745.23 mcg/ml.min. From the result known that metoclopramide of fermented glutinous rice extracts un-equivalence with (Primperan®) brand metoclopramide (p < 0.05).

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Beberapa obat dibuat dan dipasarkan oleh lebih dari satu pabrik farmasi.

Dari studi biofarmasetik memberi fakta yang kuat bahwa metode formulasi

dengan nyata mempengaruhi bioavaibilitas obat tersebut (Shargel dan Yu, 2005).

Istilah ketersediaan hayati zat aktif suatu obat timbul sejak adanya

ketidaksetaraan terapetik diantara sediaan bermerek dagang yang mengandung zat

aktif yang sama dan dalam bentuk sediaan yang sama, serta diberikan dengan

dosis yang sama. Berbagai kejadian (zat aktif menjadi tidak aktif atau menjadi

toksik) merupakan sebab ketidaksetaraan tersebut. Dari data kadar zat aktif dalam

darah dapat diketahui ketersediaanhayati dan manfaat dari dosis obat yang

diberikan (Aiache, 1993).

Alasan utama dilakukan studi bioekivalensi oleh karena produk obat yang

dianggap ekivalen farmasetik tidak memberikan efek terapetik yang sebanding

pada penderita. Studi bioekivalensi berguna dalam membandingkan bioavaibilitas

suatu obat dari berbagai produk obat. Apabila produk–produk obat dinyatakan

ekivalensi, maka efek terapetik dari produk-produk obat ini dianggap sama

(Shargel dan Yu, 2005). Dengan ini efektifitas pengobatan akan dicapai dengan

baik. Selain itu, ketersediaan hayati juga menekankan tentang pembatasan atau

pengaturan dan pemakaian obat agar keamanan (safety) pemakaian obat dapat

dijamin, dan terhindar dari pengaruh toksik atau efek yang tidak diinginkan.

(18)

darah untuk mampu memberikan respon klinik yang sesuai baik zat aktif tunggal

maupun kombinasi beberapa zat aktif dari suatu bentuk obat (Anonim, 2006).

Absorbsi sistemik suatu obat dari saluran cerna atau tempat ekstravaskuler

yang lain bergantung pada bentuk sediaan, anatomi, dan fisiologi tempat absorbsi.

Faktor–faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan

lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ketempat absorbsi

mempengaruhi laju dan jumlah absorbsi obat (Shargel dan Yu, 2005).

Metoklopramid adalah suatu obat yang berkhasiat memperkuat motilitas

dan pengosongan lambung, khasiat antidopamin di pusat dan perifer, serta kerja

langsung terhadap otot polos. Maka zat ini sering digunakan sebagai gangguan

peristaltik lemah dan setelah pembedahan. Selain itu obat ini berdaya kuat

antiemetik sentral berdasarkan blockade reseptor dopamine di CTZ

(Chemoreseptor Trigerzone). Oleh karena itu, metoklopramid digunakan pada

mual/muntah, termasuk akibat radioterapi dan pada migrain (Tjay dan Rahardja,

2002).

Mual dan muntah dapat merupakan manifestasi dari beragam kondisi,

termasuk kehamilan, mabuk perjalanan, obstruksi gastrointestinal, ulkus

peptikum, keracunan obat, gagal ginjal, dan hepatitis. Dalam kemoterapi kanker,

mual dan muntah yang disebabkan oleh obat-obat kemoterapi dapat terjadi ketika

pasien kembali menjalani pengobatan sebelum agen kemoterapi diberikan

(Katzung, 2004)

Sari tape padat memiliki rasa manis dan sedikit asam dan larut bila

diletakan di atas

(19)

bila diletakan di atas lidah. Oleh karena sifatnya dapat larut dalam air juga dapat

digunakan sebagai bahan disintegran dan karena rasanya yang manis dapat

digunakan sebagai penyamaran rasa yang enak dimulut (Bhowmik, et al., 2009).

Oleh karena itu, peneliti tertarik memeriksa bioekivalensi pada tablet

metoklopramid dengan bahan tambahan sari tape dan dibandingkan dengan

metoklopramid merek dagang yang terdapat dipasaran.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah penelitian ini

adalah apakah tablet metoklopramid yang diformulasikan dengan bahan

tambahan sari tape bioekivalen terhadap metoklopramid merek dagang yang

terdapat di pasaran?

1.3Hipotesa

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesa

dalam penelitan ini adalah sediaan tablet metoklopramid dengan bahan tambahan

sari tape bioekivalen dengan metoklopramid merek dagang yang terdapat di

pasaran.

1.4Tujuan Penelitan

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

apakah sediaan tablet metoklopramid dengan bahan tambahan sari tape

(20)

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan farmasi khususnya biofarmasi dan informasi mengenai bioekivalensi

tablet metoklopramid dengan bahan tambahan sari tape dan metoklopramid merek

dagang yang terdapat dipasaran.

1.6Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini:

Variable Bebas Variabel Terikat Parameter

X1 = Metoklopramida HCl

Dengan Bahan Tambahan -

Sari Tape Kadar obat

-dalam darah - AUC

X2 = Metoklopramida HCl Merek Dagang

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metoclopramidi Hydrochloridum

2.1.1 Tinjauan umum

Gambar 2. Rumus bangun Metoclopramidi Hydrochloridum

Rumus molekul: C14H22ClN3O2.HCl.H2O

Nama kimia: 4-Amino-5-kloro-N-[2-(dietilamino)etil-o-anisamida

monohidroklorida, monohidrat [54143-57-6]

Berat molekul: 354,28

Pemerian: Serbuk hablur, putih atau praktis putih; tidak berbau atau praktis

tidak berbau.

Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol; agak sukar

larut dalam klorofom; praktis tidak larut dalam eter.

(22)

2.1.2 Farmakologi

Mual dan muntah mempunyai banyak penyebab, termasuk obat-obatan

(misalnya sitotoksik, opioid, anastetik, digoksin), penyakit vestibular, gerakan

provokatif (misalnya mabuk laut), migren dan kehamilan. Lebih mudah untuk

mencegah muntah daripada menghentikannya bila muntah sudah terjadi. Oleh

karena itu, bila memungkinkan antiemetik sebaiknya diberikan sesaat sebelum

stimulus emetik (Neal, 2005).

Metoklopramida HCl berkhasiat antiemetik kuat berdasarkan blokade

reseptor dopamin di CTZ (chemoreceptor Trigger Zone). Di samping itu, zat ini

juga memperkuat pergerakan dan pengosongan lambung. Efektif pada jenis

muntah akibat kemoterapi dan migrain. Reabsorpsinya dari usus cepat, mulai

kerjanya dalam 20 menit (Tjay dan Rahardja, 2002)

2.1.3 Efek samping dan interaksi obat.

Efek samping yang terpenting adalah sedasi dan gelisah. Efek samping

lainnya berupa gangguan lambung dan usus serta gangguan ekstrapiramidal,

terutama pada anak kecil. Interaksi obat, obat-obat seperti digoksin yang terutama

diserap di lambung akan mengurangi reabsorpsinya bila diberikan bersamaan

dengan metoklopramida (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.2 Fase Biofarmasetik

Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia

formulasi obat terhadap bioavaibilitas obat. Bioavaibilitas menyatakan kecepatan

(23)

Fase biofarmasetik melibatkan seluruh unsur-unsur yang terkait mulai saat

permberian obat hingga terjadinya penyerapan zat aktif. Peristiwa tersebut

tergantung pada cara pemberian dan bentuk sediaan. Fase biofarmasetik dapat

diuraikan dalam tiga tahap utama yaitu liberasi (pelepasan), disolusi (pelarutan)

dan absorpsi (penyerapan) (Aiache, 1993).

2.2.1 Liberasi (Pelepasan)

Apabila pasien menerima obat berarti ia mendapat zat aktif yang

diformulasi dalam bentuk sediaan dan dosis tertentu. Proses pelepasan zat aktif

dari bentuk sediaan tergantung pada jalur pemberiaan dan bentuk sediaan serta

dapat terjadi secara cepat. Pelepasan zat aktif dipengaruhi oleh keadaan

lingkungan biologis dan mekanisme pada tempat pemasukan obat, misalnya gerak

peristaltik usus, hal ini penting untuk bentuk sediaan yang keras atau yang kenyal

(tablet, supo sitoria dan lain-lain). Tahap pelepasan ini dapat dibagi dalam dua

tahap yaitu tahap pemecahan dan peluruhan, misalnya untuk sebuah tablet

(Aiache, 1993).

2.2.2 Disolusi (Pelarutan)

Setelah terjadi pelepasan, maka tahap kedua adalah pelarutan zat aktif.

Tahap kedua ini merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan

(Aiache, 1993).

2.2.3 Absorpsi (Penyerapan)

Absorpsi atau penyerapan suatu zat aktif adalah masuknya

molekul-molekul obat ke dalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah

(24)

berada dalam bentuk terlarut. Tahap ini merupakan bagian dari fase biofarmasetik

dan tahap awal dari fase farmakokinetika.

Penyerapan zat aktif bergantung pada berbagai parameter, terutama sifat

fisikokimia molekul obat. Dengan demikian proses penyerapan zat aktif terjadi

apabila sudah dibebaskan dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan biologis

(Aiache, 1993).

Menurut Shargel dan YU (2005) pada umumnya produk obat mengalami

absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses. Proses itu meliputi:

1. Disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat.

Sebelum absorpsi terjadi, suatu produk obat padat harus mengalami

disintegrasi ke dalam partikel–partikel kecil melepaskan obat.

2. Pelarutan obat dalam media “aqueous”

Pelarutan merupakan proses di mana suatu bahan kimia atau obat

menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologik pelarutan

obat dalam media “aqueous” merupakan suatu bagian penting sebelum

kondisi absorpsi sistemik.

3. Absorpsi melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik.

Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan suatu

organ, obat tersebut harus melewati berbagai membrane sel. Pada

umumnya, membrane sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak

sebagai membrane lipid semipermeabel. Banyak obat mengandung

substituen lipofilik dan hidrofilik. Obat–obat yang lebih larut dalam lemak

lebih mudah melewati membrane sel daripada obat yang kurang larut

(25)

Obat dalam Pelepasan dengan partikel pelarutan obat absorbsi obat produk obat cara penghancuran obat dalam dalam

padat larutan tubuh

Menurut Siswandono dan Soekardjo (2000) Adapun faktor–faktor yang

mempengaruhi proses absorpsi obat di saluran cerna antara lain:

• Bentuk sediaan obat, meliputi ukuran partikel bentuk sediaan, adanya bahan-bahan tambahan dalam sediaan.

• Sifat kimia fisika obat, misalnya: bentuk garam, basa, amorf, kristal.

• Faktor biologis, seperti: gerakan saluran cerna, luas permukaan saluran cerna, waktu pengosongan lambung, banyaknya pembuluh

darah dalam usus, aliran (perfusi) darah dari saluran cerna.

• Faktor-faktor lain, seperti: usia, interaksi obat dengan makanan, interaksi obat dengan obat lain, penyakit tertentu.

2.3 Bioavailabilitas

Bioavailabilitas menunjukkan suatu pengukuran laju dan jumlah obat

yang aktif terapetik yang mencapai sirkulasi umum. Studi bioavailabilitas

dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah disetujui maupun terhadap

obat dengan efek terapetik yang belum disetujui FDA (Food Drug Administration)

untuk dipasarkan. Bioavalabilitas digunakan untuk menggambarkan fraksi dari

dosis obat yang mencapai sirkulasi sistemik yang merupakan salah satu bagian

dari aspek farmakokinetik obat. Defenisi tersebut diartikan bahwa obat yang di

(26)

melalui rute pemberian lain (seperti melalui oral) bioavalibilitasnya berkurang

(karena absorpsi yang tidak sempurna dan metabolisme lintas pertama) (Shargel

dan Yu, 2005).

Bioavailabilitas relatif adalah ketersediaan dalam sistemik suatu produk

obat dibandingkan terhadap suatu standar yang diketahui. Availabilitas suatu

formulasi obat dibandingkan terhadap availabilitas formula standar, yang biasanya

berupa suatu larutan dari obat murni, dievaluasi dalam studi “cross over”.

Availabilitas relatif dari dua produk obat yang diberikan pada dosis dan rute

pemberian yang sama dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

Availabilitas relatif =

Jika dosis yang diberikan berbeda, suatu koreksi untuk dosis yang dibuat, seperti

dalam persamaan berikut:

Availabilitas relatif =

2.3.1 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Bioavailabilitas Obat

Menurut Anonim (2006), Faktor-faktor yang mempengaruhi

bioavailabilitas obat antara lain:

1) Sifat Fisikokimia Obat

• Ukuran partikel

• Luas permukaan obat

• Kelarutan obat

• Bentuk kimia obat, yaitu garam, bentuk anhydrous atau hidrous

• Lipofilisitas

(27)

2) Faktor Formulasi

Untuk merancang suatu produk obat yang akan melepaskan obat

aktif dalam bentuk yang paling banyak berada dalam sistemik, farmasis

harus mempertimbangkan: (1) jenis produk obat; (2) sifat bahan tambahan

dalam produk obat; (3) sifat fisikokimia obat itu sendiri (Shargel dan Yu,

2005).

Untuk obat yang diberikan secara oral, bioavailabilitasnya

mungkin kurang dari 100% karena :

•Obat diabsorpsi tidak sempurna

•Eliminasi lintas pertama (First-Pass Elimination), Obat diabsorpsi menembus dinding usus, darah vena porta mengirimkan obat ke

hati sebelum masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Obat dapat

dimetabolisme di dalam dinding usus atau bahkan di dalam darah

vena porta. Hati dapat mengekskresikan obat ke dalam empedu.

•Laju absorpsi

2.3.2. Parameter–parameter Bioavailabilitas.

a. T maksimum ( ) yaitu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat

disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi

obat maksimum setelah pemberian obat. Pada absorpsi obat adalah

terbesar, dan laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi obat. Absorpsi

masih berjalan setelah tercapai, tetapi pada laju yang lebih lambat.

Harga menjadi lebih kecil (berarti sedikit waktu yang diperlukan

untuk mencapai konsentrasi plasma puncak) bila laju absorpsi obat

(28)

= log

b. Konsentrasi plasma puncak ( ) menunjukkan konsentrasi obat

maksimum dalam plasma setelah pemberian secara oral. Untuk beberapa

obat diperoleh suatu hubungan antara efek farmakologi suatu obat dan

konsentrasi obat dalam plasma (Shargel dan Yu, 2005).

=

c. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan dibawah kurva (grafik) yang

menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu.

AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk

bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan

kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya

tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak dan

bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Waldon, 2008).

AUC

0-∞

= AUC

0-t

+ AUC

t-∞

AUC

0-t

=

2

1 n

n C

C +

( t

n

- t

n-1

)

dan

AUC

t-∞

=

el tn

K C

2.4 Bioekivalensi

Alasan utama dilakukan studi bioekivalensi oleh karena produk obat yang

(29)

pada penderita. Persyaratan bioekivalensi diberlakukan oleh FDA atas dasar

sebagai berikut (Shargel dan Yu, 2005):

1. Adanya fakta dari percobaan klinik atau pengamatan pada penderita

yang menyatakan berbagai produk obat tidak memberi efek terapik

yang sebanding.

2. Adanya fakta dari studi bioekivalensi menyatakan bahwa

produk-produk tersebut bukan merupakan produk-produk obat yang bioekivalen.

3. Adanya fakta bahwa produk-produk obat memperhatikan rasio terapik

yang sempit dan konsentrasi efektif minimum dalam darah, serta

penggunaannya secara aman dan efektif memerlukan dosis yang

cermat dan memerlukan pemantauan pada penderita.

2.5. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh

kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang

sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara

kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran

(Ditjen POM, 1995).

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk

analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah

bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan (Rohman,

2007).

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa

(30)

(impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap

(nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar

senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan

protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat

dan lain-lain (Rohman, 2007).

Menurut De Lux Putra (2007) kelebihan KCKT antara lain:

− Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran

− Resolusinya baik

− Mudah melaksanakannya

− Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

− Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis

− Dapat digunakan bermacam-macam detektor

− Kolom dapat digunakan kembali

− Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif

− Waktu analisis umumnya singkat

− Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar

− Ideal untuk molekul besar dan ion. 2.5.1 Prinsip KCKT

Kromatografi merupakan tekhnik pemisahan yang mana solut atau zat-zat

terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini

melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh

distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair

(31)

operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom,

kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).

2.5.2 Jenis KCKT

Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik

tergantung pada polaritas relative fase diam dan fase gerak. Berdasarkan pada

kedua pemisahan ini, seringkali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase

normal dan KCKT fase terbalik. Kromatografi fase terbalik merupakan kebalikan

dari kromatografi fase normal. Kromatografi fase terbalik menggunakan fase diam

yang bersifat nonpolar, dan fase geraknya yang relatif lebih polar daripada fase

diam (Rohman, 2007).

2.5.3 Fase Gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih

polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya

polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada

fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut

(Rohman, 2007).

Menurut Johnson dan Stevenson (1991) fase gerak harus:

- Murni, tanpa cemaran

- Tidak bereaksi dengan kemasan

- Sesuai dengan detektor

(32)

- Harganya wajar

2.5.4 Fase Diam

Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak

digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang

rendah, sedang maupun tinggi (Watson, 2008).

2.5.5 Elusi Gradien dan Isokratik

Menurut De Lux Putra (2007) elusi pada KCKT dapat dibagi menjadi dua

sistem yaitu:

1. Sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam

atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap

selama elusi).

2. Sistem elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase

gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi

fase gerak berubah-ubah selama elusi).

Elusi gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fase gerak

selama suatu analisis kromatografi berlangsung. Digunakan untuk meningkatkan

resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran

polaritas yang luas. Pengaruh yang menguntungkan dari elusi gradien adalah

memperpendek waktu analisis senyawa-senyawa yang secara kuat ditahan di

(33)

Gambar 3. Instrumen dasar KCKT. (sumber: McMaster, 2007). 2.5.6 Instrumen KCKT

Instrumen KCKT terdiri dari wadah fase gerak (reservoir), pompa

(pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (column), detektor (detector) dan

perekam (recorder) (McMaster, 2007).

Sampel diinjeksikan ke dalam injektor KCKT menggunakan vial

autosampler sebanyak 10 µ l secara otomatis, kemudian melewati kolom.

Didalam kolom terjadi pemisahan karena adanya perbedaan elusi dan diatur oleh

adanya fase gerak dan fase diam (Oktadesil silika atau C18). Setelah dari kolom

masuk ke detektor yang mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang

keluar dari kolom. Detektor yang digunakan adalah detektor photodiode-array

(PDA) pada panjang gelombang 273 nm. Rekorder yang dihubungkan ke detektor

akan menangkap sinyal elektronik dari detektor dan memplotkannya ke dalam

kromatogram.

2.5.6.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert) terhadap fase gerak.

(34)

tandon harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk

kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit (Munson, 1991)

2.5.6.2 Pompa

Pompa digunakan untuk menggerakkan fase gerak melalui kolom. Pompa

yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat harus

inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas,

baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu

memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan

kecepatan alir 3 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk

menghindari hasil yang menyimpang pada detektor (Watson, 2008).

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah

untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat,

reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan (Watson, 2008).

2.5.6.3 Tempat Injeksi Sampel

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam

fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi

dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal (Rohman, 2007).

2.5.6.4 Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis

tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom

dapat dibagi menjadi dua kelompok :

a. Kolom analitik: diameter khas adalah 2–6 mm. Panjang kolom tergantung

(35)

adalah 50–100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, umumnya 10 –

30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan

panjang kolom 25–100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada

temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama

untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom

tergantung pada mode KCKT yang digunakan (De Lux Putra, 2007).

2.5.6.5 Detektor

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut

(Rohman, 2007):

• Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel

• Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil

• Stabil dalam pengoperasiannya

• Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Tahap

penelitian meliputi penyiapan bahan, perlakuan, pemberian obat kepada hewan

percobaan, pengambilan darah, darah yang didapat divorteks dan disentrifuge

sehingga menjadi plasma. Selanjutnya menginjeksikan plasma pada alat

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Parameter yang dilihat adalah luas

area dari plasma sehingga didapat besarnya kadar dari metoklopramida.

3.1 Waktu dan tempat penelitian.

Penelitian ini dilakuka n di Laboratorium Biofarmasi dan di Laboratorium

Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara pada tanggal 20 Februari

2012 sampai tanggal 25 April 2012.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan hewan,

beaker gelas (oberol), neraca analitis, mat pipet (oberol), pipet tetes, tabung

sentrifugasi, rak tabung, gelas ukur (oberol), alat vortex, alat sentrifuga si, spuit 1

ml, spuit 3 ml, labu tentukur (oberol), mikrotube, indikator universal, satu unit alat

KCKT (Agilent 1120 Compact LC), kolom ODS C-18, wadah solven (oberol),

vial (agilent), animal box, pompa vakum (Gast DO), sonikator (branson), kertas

membran filter cellulosa nitrate 0,45 μm (whatman), kertas membran filter nylon

0,45 μm (whatman), penyaring PTFE (polytetraflouroethylen) 0,2 μm (whatman )

(37)

3.3 Bahan

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu asam asetat

glasial, asetonitril, metanol, aquabidestillata, metoklopramid HCl BP (PT. Kairos

Tritunggal), trikloroasetat (TCA) 20% dan heparin.

3.4 Pembuatan Larutan Baku

3.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Metoklopramid

Ditimbang seksama 10,0 mg metoklopramid BP, dimasukkan ke dalam

labu tentukur 10 ml, ditambahkan aquabides hingga larut dan dicukupkan sampai

10 ml. Maka didapat larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/ml.

3.4.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II Metoklopramid

Dari larutan induk baku I, dipipet 1 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu

tentukur 10 ml, dicukupkan dengan aquabides hingga 10 ml. Maka didapat larutan

dengan konsentrasi 100 mcg/ml.

3.4.3 Pembuatan Larutan Induk Baku III Metoklopramid

Dari larutan induk baku II, dipipet 1 ml , lalu dimasukkan ke dalam labu

tentukur 10 ml, dicukupkan dengan aquabides hingga 10 ml. Maka didapat larutan

dengan konsentrasi 10 mcg/ml.

3.5 Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan terdiri dari larutan asam asetat glacial 1%

dalam aquabidest dan larutan metanol-asetonitril (1 : 3,7), di mana larutan asam

asetat glasial dan campuran metanol-asetonitril berbanding 60 : 40. (Munson,

(38)

3.6 Pencampuran Fase Gerak

Dipipet asam asetat glasial 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur dan

dicukupkan dengan aquadest hingga 500 ml, dicek pH (pH = 4), lalu disaring

dengan menggunakan membrane filter cellulose nitrat 0,45 µm. Kemudian

sebanyak 185 ml asetonitril dan 50 ml metanol atau dengan perbandingan 3,7 : 1

dicampur, lalu disaring dengan menggunakan membrane filter nylon 0,45 µ m.

Masing-masing fase gerak disonikasi selama 30 menit.

3.7 Penyiapan Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Alat kromatografi yang telah dirangkai sedemikian rupa dihidupkan.

Dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan kolom Agilent XDB-C18,

laju alir 1 ml/menit, detector PDA pada panjang gelombang 273 nm. Pompa yang

digunakan mode perbandingan berubah-ubah dalam waktu tertentu dengan sistem

elusi gradien.

Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak

dibiarkan mengalir selama lebih kurang 30 menit sampai diperoleh garis tanda

yang datar sehingga menandakan sistem tersebut telah stabil. Sehingga KCKT

siap untuk digunakan.

3.8 Penentuan Perbandingan Fase Gerak dan Laju Alir sistem KCKT

Larutan metoklopramid baku dengan konsentrasi 10 mcg/ml diinjeksikan

sebanyak 10 ul kedalam sistem KCKT menggunakan campuran fase gerak Asam

(39)

perbandingan campuran asam asetat glasial dalam air dan campuran

metanol/asetonitril adalah 60 : 40, dengan laju alir yang tetap 1 ml per menit.

3.9 Bahan-bahan yang digunakan pada formulasi tablet Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape.

Metoklopramid HCl Baku Pabrik (PT. Kairos Tritunggal), Sari tape padat

(Brem), corn starch, avicel, LH-11, aspartam, Mg. stearat, dan talkum. Tablet

metoklopramid bahan tambahan sari tape diperoleh dari Penelitian Disertasi Drs.

Samran, M.Si., Apt.

3.10 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan

3.10.1 Hewan Percobaan

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci jantan

dengan berat 1,5-2 kg, yang telah dikondisikan terhadap lingkungan dan

makanannya selama 1 minggu dan diberi makanan kangkung dan wartel selama

penelitian berlangsung. Kelinci yang diambil darahnya adalah kelinci yang telah

diberi tablet metoklopramid bahan tambahan sari tape dan tablet metoklopramid

merek dagang (Primperan secara peroral. Waktu pengambilan darah adalah 10

menit setelah pemberian obat.

3.10.2 Penyiapan Plasma

Kelinci dipuasakan minimal 8 jam sebelum percobaan. Ditimbang dan

dibersihkan bulu telinganya hingga bersih. Ambil darah 2 ekor kelinci jantan

masing-masing lebih kurang 5 ml, dibagi dalam 4 tabung yang telah berisi 2 tetes

(40)

3000 rpm selama 10 menit. Diambil masing-masing supernatan dan digunakan

sebagai blanko dan kurva kalibrasi.

3.10.3 Penentuan Kurva Kalibrasi

Larutan induk baku III dengan konsentrasi 10 mcg/ml, dipipet sebanyak

0,05 ml, 0,1 ml, 0,15 ml, 0,2 ml dan 0,25 ml setara dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5;

2; dan 2,5 mcg/ml. Masing–masing dimasukkan ke dalam vial dan dicukupkan

dengan plasma 1 ml. Diukur kadarnya dengan menggunakan alat KCKT dengan

menyuntikkan supernatan sebanyak 10 µl.

3.10.4 Penetapan Kadar Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape dan Metoklopramid merek dagang dalam Plasma Darah Kelinci

Pengujian dilakukan dengan metode Cross Over Design menggunakan 6

kelinci. Pemberian metoklopramid pada hewan kelinci dengan metode ini dapat

dilihat pada Tabel 1.

Table 1. Pemberian Metoklopramid pada kelinci dengan metode Cross Over Design.

PERLAKUAN I

Istirahat

Selama

1 minggu

PERLAKUAN II

KELINCI SEDIAAN KELINCI SEDIAAN

1 A 1 B

2 A 2 B

3 A 3 B

4 B 4 A

5 B 5 A

6 B 6 A

Keterangan:

A = Tablet Metoklopramid 10 mg dengan Bahan Tambahan Sari Tape

[image:40.595.118.498.471.702.2]
(41)

Prosedur penentuan konsentrasi metoklopramid dalam plasma :

1. Kelinci dipuasakan selama lebih kurang 8 jam.

2. Diambil 1 ml darah kelinci dan digunakan sebagai blanko

3. Diberikan sediaan tablet metoklopramid secara per oral.

4. Dibilas spuit dengan heparin dan diambil 1 ml darah kelinci melalui vena

marginal setelah 10 menit pemberian obat, kemudian 20, 30, 45, 60, 90,

120, 180, 300, dan 420 menit.

5. Dimasukkan kedalam tabung sentrifuge yang telah berisi 2 tetes heparin.

6. Ditambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml lalu divorteks hingga homogen

7. Disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit untuk diambil

supernatannya, dan masing-masing disaring dengan menggunakan

membrane filter PTFE 0,2 um.

8. Diukur kadarnya menggunakan alat KCKT dengan menyuntikkan

supernatan sebanyak 10 ul.

3.11 Analisis Data

Data hasil penelitian yang diperoleh, kemudian ditentukan parameter

bioavailabilitanya, yaitu , , dan AUC. Untuk mengetahui apakah harga

variansinya sama besarnya atau tidak, maka dilakukan uji pendahuluan untuk

hipotesis (Jones, 2002).

H0: σ12 = σ22 H1: σ12 ≠ σ22

Pengujian Hipotesi

(42)

dibandingkan dengan nilai kritis: f α/2 , v1, v2

Bila f hitung < f kritis (diterima), maka harga kedua variansi tersebut

adalah sama, maka uji selanjutnya dalam membedakan dua rata-rata

menggunakan uji t. H0 : µ1 = µ2 H1: µ1 ≠ µ2

Pengujian hipotesis t = (y1y2 /s 1/r1 +1/r2

s =

/

1

/

2

/

(

1 2

2

)

2 1 2 2 1 2 2 1 1 1 2 1 2 2 \ 1 1

+









+





= − − =

r

r

r

y

y

r

y

y

r i i r i i r i r i i i atau:

s =

nilai t hasil pengujian statistik ini kemudian dibandingkan dengan nilai kritis

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan perbandingan fase gerak 1% asam asetat glasial dalam air dan

campuran asetonitril-MeOH (metanol) (3,7 : 1) dilakukan terlebih dahulu sebelum

dilakukan penetapan kadar metoklopramid dalam plasma pada panjang

gelombang 273 nm. Setelah fase gerak diperoleh kemudian ditentukan laju alir,

waktu tambat dan tekanan kolom yang optimal. Hasil orientasi menentukan

perbandingan fase gerak terlampir pada Lampiran 2, halaman 41. Kemudian

dilakukan penyuntikan larutan plasma yang ditambah dengan larutan

metoklopramid BP dengan konsentrasi 100 mcg/ml sebanyak 10 µ l ke dalam

sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan perbandingan fase

gerak yang terdiri dari: (a) Campuran 1% asam asetat glasial dalam air dan, (b)

campuran asetonitril-metanol (3,7 : 1), di mana a : b = (60:40) dan laju alir 1

[image:43.595.118.513.498.678.2]

ml/menit diperoleh waktu tambat 1,7 seperti yang tertera pada Gambar 4.

(44)

4.1. Penentuan Kurva Kalibrasi Metoklopramid HCl

Kurva kalibrasi metoklopramid dalam plasma dengan hasil seperti yang

[image:44.595.142.484.196.402.2]

tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Penentuan kurva Kalibrasi Metoklopramid dalam plasma.

Data Konsentrasi (mcg/ml) Luas Area

1 0.0000 0.0000

2 0.5000 42.2830

3 1.0000 68.4420

4 1.5000 86.7360

5 2.0000 114.0300

6 2.5000 134.8500

Dari Tabel 2 selanjutnya digambarkan kurva kalibrasi metoklopramid

seperti yang tertera pada Gambar 5.

[image:44.595.118.505.488.706.2]
(45)

Kadar (konsentrasi) metoklopramid dapat dihitung menggunakan

persamaan berikut Y = 51.8734 X + 9.5484 yaitu dengan mensubtitusikan harga Y

(luas area sampel) maka didapat harga X (kadar sampel). Data perhitungan

persamaan regresi dari kurva kalibrasi Metoklopramid HCl dapat dilihat pada

Lampiran 4, halaman 45.

4.2. Penentuan Kadar Metoklopramid HCl

Berdasarkan kromatogram dan kurva kalibrasi hasil penyuntikan

metoklopramid BP, selanjutnya dilakukan penyuntikan dari plasma 6 ekor kelinci

jantan yang telah diberi tablet metoklopramid bahan tambahan sari tape (BTST)

dan metoklopramid merek dagang (Primperan®) secara per oral dengan rentang

waktu pemberian tablet metoklopramid BTST dan metoklopramid merek dagang

(Primperan®) yaitu 1 minggu, maka dapat diketahui nilai kadar rata-rata ± SD

(standard deviasi) seperti yang terlihat pada Tabel 3. Data dan kadar rata-rata

(46)
[image:46.595.180.511.151.497.2]

Tabel 3. Nilai Kadar Rata-rata ± Standard Deviasi Terhadap Waktu Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape (BTST) dan Primperan® dalam Plasma Kelinci

Waktu

(menit)

Kadar (mcg/ml) ± SD

Metoklopramid BTST Primperan®

10 0.91702 ± 0.079 0.66876 ± 0.082

20 1.11178 ± 0.181 0.81483 ± 0.152

30 1.43976 ± 0.114 0.99764 ± 0.038

45 1.76276 ± 0.122 1.23424 ± 0.252

60 1.90516 ± 0.175 1.54821±0.267

90 1.76063 ± 0.229 1.39065±0.316

120 1.56884 ± 0.272 1.23840±0.266

180 1.36235 ± 0.239 1.00584 ± 0.049

300 1.11083 ± 0.195 0.77121 ± 0.134

420 0.93360 ± 0.762 0.65665 ± 0.413

Hasil dari Tabel 3 dapat digambarkan konsentrasi rata-rata (C) lawan

waktu (t) tablet metoklopramid BTST (Bahan Tambahan Sari Tape) dan

(47)

Gambar 6. Nilai Konsentrasi (kadar) Rata-rata Terhadap Waktu Tablet Metoklopramid BTST (Bahan Tambahan Sari Tape) dan Primperan® dalam Plasma Kelinci Jantan secara per Oral, masing – masing n = 6 ekor.

4.3 Penentuan Parameter Bioavailabilitas (Ketersediaan Hayati)

Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 3, selanjutnya digunakan untuk

menentukan parameter ketersediaan hayati (Bioavailabilitas) tablet

metoklopramid bahan tambahan sari tape dan tablet Primperan dengan metode

manual seperti yang tertera pada Tabel 4. Data dan contoh perhitungan dapat

dilihat pada Lampiran 12, halaman 55 dan Lampiran 14, halaman 57.

Adapun parameter dalam penentuan ketersedian hayati untuk data plasma

(Shargel dan Yu, 1995) adalah:

a. Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak

b. Konsentrasi plasma puncak

[image:47.595.113.513.110.347.2]
(48)
[image:48.595.99.514.133.308.2]

Tabel 4. Nilai Rata-rata Parameter Ketersedian hayati ± Standar Deviasi Masing – masing Tablet.

Sedian Tablet

Rata - rata ± SD

Tmaks (menit)

Cmaks (mcg/ml) AUC (mcg/ml. menit)

Metoklopramid BTST 61,80±6,22 1.87±0,23 1007.37±86,53

Primperan 74,57±22,13 1.37±0,27 745,23±116,61

DariTabel 4 dapat diperoleh grafik parameter ketersediaan hayati masing

– masing tablet dalam plasma , seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 7. Konsentrasi Maksimum (Cmaks) Rata-rata Tablet Metoklopramid BTST (Bahan Tambahan Sari Tape) dan Primperan® dalam Plasma Kelinci.

[image:48.595.115.509.409.640.2]
(49)
[image:49.595.118.507.82.305.2]

Gambar 8. Waktu Konsentrasi Obat Mencapai Puncak (Tmaks) Rata-rata Tablet Metoklopramid BTST (Bahan Tambahan Sari Tape) dan Primperan® dalam Plasma Kelinci.

[image:49.595.115.502.400.619.2]
(50)

4.4 Analisis Data

Hasil penelitian dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa konsentrasi maksimum

( ) dari tablet metoklopramid BTST (1,87 mcg/ml) lebih besar dibandingkan

dengan tablet Primperan® (1,37 mcg/ml). Adapun waktu yang diperlukan untuk

mencapai konsentrasi tertinggi ) dari tablet metoklopramid BTST (61,80

menit) lebih cepat dibandingkan dengan tablet Primperan® (74,58 menit). Jika

dilihat dari nilai AUC yang diperoleh dengan menggunakan rumus trapesium

jumlah (kadar) obat yang diabsorpsi didalam darah pada tablet metoklopramid

BTST (1007,37 mcg/ml menit) lebih besar dibanding dengan tablet Primperan®

(745,23 mcg/ml menit). Hal ini kemungkinan dikarenakan bahan tambahan sari

tape padat pada tablet metoklopramid memiliki sifat larut dalam air, sehingga

tablet metoklopramid yang diformulasi dengan sari tape padat ini lebih cepat larut

dan diabsorpsi sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi

tertinggi ) lebih cepat dan kadar tertinggi ( ) serta jumlah (kadar) obat

yang diabsorpsi didalam darah (AUC) lebih besar dibanding tablet Primperan®.

(Bhowmik, et al., 2009).

Untuk mengetahui apakah sedian metoklopramid yang diformulasi dengan

bahan tambahan sari tape bioekivalen dengan tablet metoklopramid merek dagang

yang terdapat di pasaran (Primperan ®) adalah dengan menggunakan parameter:

Bioavailabilitas Relatif (BR):

Adapun syarat dari kedua obat dikatakan ekivalen adalah jika:

(51)

0,8 <

>

1,25

0,8 <

>

1,25 [image:51.595.257.381.83.164.2]

Maka hasil perhitungan tersebut dapat dilihat dari tabel 5 dibawah ini :

Tabel 5. Data perhitungan Bioekivalensi Obat

BR

1,39 0,82 1,38

Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa bioavailabilitas

relative (BR) lebih besar dari 1,25, lebih besar dari 0,8 dan lebih

besar dari 1,25. Berdasarkan hasil tersebut maka kedua sedian dikatakan tidak

bioekivalen. Hal ini seperti yang dijelaskan sebelumnya yaitu bahan tambahan

sari tape padat pada tablet metoklopramid memiliki sifat larut dalam air, sehingga

tablet metoklopramid yang diformulasi dengan sari tape padat ini lebih cepat larut

dan diabsorpsi sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi

tertinggi ) lebih cepat dan kadar tertinggi ( ) serta jumlah (kadar) obat

yang diabsorpsi didalam darah (AUC) lebih besar dibanding tablet Primperan®.

Oleh karena itu terdapat perbedaan yang signifikan dari kedua tablet tersebut.

Data dianalisis dengan Independent Sample T-Test menggunakan program

SPSS. Tabel pengujian parameter ketersediaan hayati metoklopramid BTST dan

[image:51.595.192.432.235.298.2]
(52)
[image:52.595.104.513.139.363.2]

Tabel 6. Data Statistik Pengujian Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape dan Primperan®

Perlakuan N Rata-rata Std.Deviasi Rata-rata

Std.Eror

Signifikan

Metoklopramid BTST

Primperan

6 1,868

1,365 0,24 0,26 0,096 0.11 0,006 0,006 Metoklopramid BTST Primperan

6 61,80

74,58 6,22 22,13 2,54 9,03 0,203 0,224

AUC Metoklopramid BTST

Primperan

6 1007.377

745,23 86,53 112,61 35,33 45,97 0,001 0,001

Hasil data statistik dapat dilihat bahwa hanya Tmaks dari kedua sediaan

yang menunjukkan nilai signifikan lebih besar dari 0,05 (p>0,05), sedangkan

Cmaks dan AUC lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Berdasarkan hal tersebut maka

terdapat perbedaan diantara tablet Metoklopramid BTST dan Primperan®. Ini

berarti bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat perbedaan yang signifikan

(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa sedian tablet Metoklopramid

bahan tambahan sari tape memiliki = 1,868 mcg/ml, = 61,80 menit

dan AUC = 1007,377 mcg/ml menit. Sediaan tablet metoklopramid merek dagang

yang terdapat dipasaran (Primperan®) memilki = 1,365 mcg/ml ,

= 74,58 menit dan AUC = 745,23 mcg/ml menit. Berdasarkan data yang

diperoleh dapat disimpulkan bahwa sediaan metoklopramid bahan tambahan sari

tape tidak bioekivalen dengan metoklopramid merek dagang (Primperan®) di

mana hasil yang ditunjukkan pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa bioavailabilitas

relative (BR) lebih besar dari 1,25, lebih besar dari 0,8 dan lebih

besar dari 1,25.

5.2Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian

penetapan kadar metoklopramid bahan tambahan sari tape secara in vivo

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2006). Ketersediaan Hayati Obat. Tanggal Akses Juli 2008. http//www.Portalkalbe.com

Aiache, J.M. (1993). Farmasetika 2-Biofarmasi. Edisi ke II. Penerjemah: Widji Soeratri. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 11, 12, 13, 14, 104.

Bhowmik, D., Chiranjib, B., Krishnakanth, dan Margret, R. (2009). Fast Dissolving Tablet: An Overview. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. 1(1): 1-5

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi ke IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 555, 556, 1009, 1010, 1011.

De Lux Putra, E. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara-Medan. Halaman 82-88.

Jones, D.S. (2002). Statistik Farmasi. Penerjemah: Hesty Utami Ramadaniati dan Harrizul Rivai. Jakarta: EGC. Halaman 218-221.

Johnson, E.L. dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 236.

Katzung, B. (2001). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi ke VIII. Penerjemah: Bagian Farmakologi FKUA. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 36.

McMaster, M.C (2007). HPLC A Practical User’s Guide, Edisi ke II, New Jersey: John Wiley and Sons Inc. Halaman 106.

Munson, J.W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 46 dan 96.

Neal, M.J. (2005). At at Glance Farmakologi Medis. Edisi ke V. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 66 dan 67.

Shargel, L., dan Yu, A.B.C. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Cetakan Kedua. Penerjemah: Sitti Sjamsiah. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 137, 160 – 186 dan 201.

Siswandono dan Soekardjo, B. (2000). Kimia Medisinal. Edisi kedua. Surabaya: Airlangga Universitas Press. Halaman 32 dan 33.

(55)

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi ke V. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Halaman 254, 263, 264, 296, 309, 313.

Waldon, D.J. (2008). Pharmacokinetics and Drug Metabolism. Cambridge: One Kendall Square. Halaman 86-89.

(56)
(57)

Lampiran 2. Hasil Orientasi Menentukan Perbandingan Fase Gerak dengan Menggunakan Alat KCKT

2.1. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Metoklopramid BP dengan konsentrasi 10 mcg/ml, fase gerak (a) Campuran 1% Asam asetat glasial dalam Air dan, (b) Campuran Asetonitril-methanol (3,7 : 1), dimana a : b = 60:40.

(58)

2.3. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Metoklopramid BP dengan konsentrasi 10 mcg/ml, fase gerak (a) Campuran 1% Asam asetat glasial dalam Air dan, (b) Campuran Asetonitril-methanol (3,7 : 1), dimana a : b = 50:50.

2.4. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Metoklopramid BP dengan

(59)

2.5. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Metoklopramid BP dengan

konsentrasi 10 mcg/ml dalam plasma , fase gerak (a) Campuran 1% Asam asetat glasial dalam Air dan, (b) Campuran Asetonitril-methanol (3,7 : 1), dimana a : b = 50:50.

2.6. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Metoklopramid BP dengan

(60)
(61)

Lampiran 4. Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi Metoklopramid BP yang diperoleh secara KCKT

Data X Y X2 Y2 XY

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 0,5000 42,2830 0,2500 1787,8521 21,1415

3 1,0000 68,4420 1,0000 4684,3074 68,4420

4 1,5000 86,7360 2,2500 7523,1337 130,1040

5 2,0000 114,0300 4,0000 13002,8409 228,0600

6 2,5000 134,8500 6,2500 18184,5225 337,1250

Total 7,5000 446,3410 13,7500 45182,6565 784,8725

Rataan 1,2500 74,3902 2,2917 7530,4428 130,8121

y = ax + b

51,8734

b = y – ax

b =

74,3902

51,8734 (1,2500)
(62)

b = 9,5484

r = 0,9913

Jadi, persamaannya didapat :

(63)

Lampiran 5. Pengambilan Plasma Untuk Kurva Kalibrasi Metoklopramid HCl

Kelinci

Dipuasakan minimal 8 jam sebelum percobaan

Ditimbang

Dicukur bulu telinganya hingga bersih

Diambil darah lebih kurang 10 ml

Dimasukkan kedalam 5 tabung yang telah berisi 2 tetes heparin

Ditambahkan 2 ml TCA 20%

Divorteks hingga homogen

Disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit

Diambil supernatannya

(64)

Lampiran 6. Pembuatan Kurva Kalibrasi Metoklopramid HCl

Metoklopramid HCl

Ditimbang sebanyak 10 mg

Dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml

Ditambahkan Aquabidest hingga larut dan cukupkan sampai garis tanda

Larutan Metoklopramid HCl

(LIB I)

(1000mcg/ml)

Dipipet sebanyak 1 ml

Dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml

Ditambahkan Aquadest hingga larut dan cukupkan hingga garis tanda

Larutan Metoklopramid HCl

(LIB II)

(100 mcg/ml)

Dipipet sebanyak 1 ml

Dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml

Ditambahkan Aquadest hingga larut dan cukupkan hingga garis tanda

Larutan Metoklopramid HCl

(LIB III)

(65)

Lampiran 6. (lanjutan)

Larutan Metoklopramid HCl

(LIB III)

(10 mcg/ml)

Dipipet sebanyak 0,05 ml, 0,1 ml, 0,15 ml, 0,2 ml dan 0,25 ml

Diencerkan dengan plasma hingga 1 ml

Diinjekkan ke alat KCKT pada panjang gelombang 273 nm

(66)

Lampiran 7. Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian Tablet Metoklopramid HCl

Kelinci

Dipuasakan minimal 8 jam sebelum percobaan

Ditimbang

Dicukur bulu telinganya hingga bersih dan diambil 1 ml darah untuk blanko

Diberikan Tablet Metoklopramid HCl dengan dosis 10 mg secara peroral

Dibilas spuit dengan heparin dan diambil darah sebanyak 1 ml pada waktu 10 menit setelah pemberian obat, kemudian 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 300, dan 420 menit

Dimasukkan kedalam tabung sentrifuge yang telah berisi 2 tetes heparin

Cuplikan Darah

Ditambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml

Divorteks hingga homogeny

Disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit

Diambil supernatan

Diukur pada alat KCKT pada panjang gelombang 273 nm

(67)

Lampiran 8. Kadar Metoklopramid Bahan Tambahan Sari Tape (BTST) dalam Plasma Pada Kelinci Jantan Setiap Waktu Pengambilan Sampel

waktu (menit)

Hewan Uji

Rata-rata Kadar ± SD

(mcg/ml)

I II III IV V VI

Area Kadar Area Kadar Area Kadar Area kadar Area Kadar Area Kadar

10 58.55643 0.94476 58.47541 0.94320 63.35810 1.03733 57.20463 0.91870 52.88734 0.83548 52.22290 0.82267 0.91702±0.079

20 60.88715 0.98969 79.34096 1.34544 79.34090 1.34543 60.88014 0.98956 61.52069 1.00191 61.35101 0.99864 1.11178±0.181

30 79.96545 1.35748 87.75655 1.50767 85.17495 1.45791 91.21939 1.57443 86.57891 1.48497 74.70572 1.25608 1.43976±0.114

45 95.59378 1.65876 110.25919 1.94147 98.95189 1.72349 107.49596 1.88820 96.16418 1.66975 97.46774 1.69488 1.76276±0.122

60 110.73630 1.95067 122.64136 2.18017 112.44984 1.98370 96.01249 1.66683 103.82399 1.81742 104.58865 1.83216 1.90516±0.175

90 90.10239 1.55290 115.25043 2.03769 116.18242 2.05566 90.10239 1.55290 97.46774 1.69488 96.16418 1.66975 1.76063±0.22

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2. Rumus bangun Metoclopramidi Hydrochloridum
Table 1.  Pemberian Metoklopramid pada kelinci dengan metode Cross Over Design.
Gambar 4.  Kromatogram hasil penyuntikan larutan Metoklopramid BP dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah modifikasi penetapan kadar ibuprofen dalam tablet yang beredar di pasaran secara KCKT menggunakan kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), fase gerak

Tujuan penelitian ini adalah menetapkan kadar domperidone dalam tablet generik dan nama dagang secara KCKT serta melakukan uji validasi terhadap metode yang digunakan.. Metode

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah metode KCKT dapat digunakan dalam penetapan kadar parasetamol, salisilamida, dan kafein dalam tablet dan juga

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kesadaran merek, kesan kualitas, dan asosiasi merek terhadap keyakinan konsumen dalam membeli minuman sari

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah metode KCKT dapat digunakan dalam penetapan kadar parasetamol, salisilamida, dan kafein dalam tablet dan juga

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar metronidazol dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik secara Spektrofotometri Fourier Transform

Berdasarkann uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui kecepatan adopsi program fasilitasi pendaftaran HKI merek dagang di Bandung, (2)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kesadaran merek, kesan kualitas, dan asosiasi merek terhadap keyakinan konsumen dalam membeli minuman sari