• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

77

LAMPIRAN

HASIL WAWANCARA PADA PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO)

Narasumber : Bapak Fadillah Haryono, S.H.,M.H Hari/Tanggal : Sabtu, 16 Mei 2015

1. Apa yang menjadi latar belakang perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Maxsteer Dyrynusa perdana?

Jawab : Yang menjadi latar belakang perjanjian tersebut adalah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KP. 255 Tahun 2007, tanggal 12 Juni 2007 tentang Penetapan Lokasi Kegiatan Anchorage PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) di Perairan Nipah Selat Singapura maka PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) menjalin kerjasama dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana dan kerjasama tersebut dituangkan ke dalam sebuah Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah Nomor : B.VIII-121/TPI-US.12 Jo. Nomor : 046/MDP-Pelindo I/PKS/XI/2012. 2. Apakah pengertian dari ShipTransit Anchorage?

Jawab : Ship Transit Anchorage merupakan suatu kegiatan kepelabuhanan seperti kegiatan pemindahan langsung muatan, gas, cair, ataupun padat dari suatu kapal ke kapal lain. Kegiatan tersebut dilakukan di tengah laut dengan menggunakan kapal sebagai tempat untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang.

(2)

Jawab : Pelaksanaan perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah pada awalnya merupakan suatu kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana. Selanjutnya PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana menjalin kerjasama dengan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang kemudian disebut sebagai Nipah Transit Anchorage Area (NTAA). Dengan terjalinnya kerjasama ini, kegiatan pemasaran beralih menjadi pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchoarge. Prosedur operasi pelaksanaan kerjasama mengacu kepada Standard Operation Procedure berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor : PU.60/1/19/DJPL-08 tanggal 02 Juni 2008 tentang Prosedur Operasional Tetap (Standard Operation Procedure) Pengelolaan dan Pengoperasian Nipah Transit Anchorage Area (NTAA) di Perairan Nipah Selat Singapura.

4. Apakah pernah terjadi sengketa antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana?

(3)

79

dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana juga turut mendukung kelancaran pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut.

5. Bagaimana penyelesaian sengketa bila terjadi suatu sengketa antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana? Jawab : Jika terjadi sengketa atau perselisihan yang sehubungan dengan

pelaksanaan perjanjian kerjasama maka PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana terlebih dahulu diselesaikan dengan cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Segala perselisihan atau permasalahan akan dibahas secara bersama dengan musyawarah atau dengan diskusi terlebih dahulu melalui arbitrase agar menemukan jalan keluar untuk kemudian mencapai mufakat. Apabila tidak ditemukan penyelesaiannya maka diselesaikan melalui pengadilan. Berdasarkan waktu yang telah diperjanjikan selama 30 (tiga puluh) hari, apabila para pihak tidak ditemukan persesuaian pendapat atau mufakat atau dengan kata lain, upaya penyelesaian di luar pengadilan tidak berjalan dengan lancar, misalnya ketika salah satu pihak tidak ada yang mau mengakui kesalahan atau kelalaiannya sehingga tidak mau membayar ganti rugi barulah digunakan jalan penyelesaian melalui proses hukum. Di mana para pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahannya dan diteruskan ke pengadilan negeri, dan kedudukan hukum yang telah disepakati oleh para pihak adalah di Pengadilan Negeri Batam.

(4)

Jawab : contohnya:

a. Jika PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang melakukan sebuah pemasaran kepada sebuah kapal asing dan kapal tersebut setuju untuk menggunakan jasa kepelabuhanan di perairan NTAA serta biaya penggunaan jasa kepelabuhanan di perairan NTAA adalah sebesar $10.000. Berdasarkan komposisi sebagaimana terdapat dalam bagan 1 di atas, besaran pembagian hasil yang diperoleh oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah sebesar $9.000 selaku pihak pertama yang mendapatkan bagian 90% dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana mendapatkan bagian sebesar $1.000 selaku pihak kedua yang mendapatkan bagian 10%.

b. Jika PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana yang melakukan penundaan terhadap sebuah kapal asing di perairan NTAA dan biaya dari kegiatan penundaan di perairan NTAA sebesar $20.000. Berdasarkan komposisi sebagaimana terdapat dalam bagan 1 di atas, besaran pembagian hasil yang diperoleh oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah sebesar $16.000 selaku pihak pertama yang mendapatkan bagian 80% dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana mendapatkan bagian sebesar $4.000 selaku pihak kedua yang mendapatkan bagian 20%.

7. Bagaimana skema dari kegiatan yang dilakukan di perairan NTAA? Jawab : Skema kegiatan di perairan NTAA :

Pendaftaran/ Pembayaran Awal

Pengoperasian Pembayaran

(5)

81

Penjelasan skema berdasarkan skema di atas:

4. Pihak Agen Kapal menghubungi salah satu pihak antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) atau PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana. Dalam hal ini agen tersebut akan menghubungi pihak yang telah melakukan penawaran. Dalam tahap ini agen tersebut akan mendaftarkan kapal yang akan menggunakan jasa kepelabuhanan di perairan NTAA dan melakukan pembayaran atas jasa yang akan digunakan nantinya.

5. Kapal yang telah didaftarkan akan berlabuh pada jadwal yang telah di tetapkan. Pada tahap ini, kapal tersebut akan melakukan kegiatan yang telah didaftarkan mulai dari kegiatan pemanduan, penundaan dan kegiatan lain sesuai dengan keperluan dari kapal tersebut.

6. Proses pembayaran akhir merupakan tahap akhir dari kegiatan di perairan NTAA. Walaupun pada saat pendaftaran kapal sudah dilakukan pembayaran, namun pada saat itu belum dapat dipastikan jumlah jasa yang akan digunakan secara pasti, maka dilakukan pembayaran akhir pada saat kapal tersebut sudah siap melakukan kegiatan di perairan NTAA. Adapun pembayaran akhir tersebut dilakukan oleh agen kapal melalui pembayaran ke bank yang telah ditentukan.

8. Apa sanksi yang diberikan bila tidak melunasi pembayaran atau tidak mengikuti aturan?

(6)

kapal tersebut akan di black list atau dilarang untuk berlabuh di perairan Nipah.

Medan, 16 Mei 2015 Narasumber,

(7)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku :

Adiwibowo, Sunarto, 2009, Hukum Kontrak Terapeutik di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Badrulzaman, Mariam Darus, dkk , 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta.

Bosse, Syahrial, 2001, Pengelolaan Pelabuhan di Indonesia, Corporate Secretary, Jakarta.

Budiono,Herlien, 2011, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Ikthasar Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta.

Fuady,Munir, 2000, Arbitrase, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

___________,2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung.

___________, 2002, Perbuatan Melawan Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung. ___________, 2014, Konsep Hukum Perdata, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Gultom,Elfrida, 2006, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk

Meningkatkan Ekonomi Nasional, Rajawali Pers, Jakarta.

___________, 2007, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. H.S, Salim , 2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika,

Jakarta.

___________, 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

___________, 2004, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika , Jakarta.

Hernoko, Agus Yudha, 2013, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Karisma Putra Utama, Jakarta.

(8)

1233 Sampai 1456 BW), Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Muljadi ,Kartini dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

___________, 2006, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Purba, Hasim, 2005, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Raharjo, Satjipto, 2006, Ilmu Hukum Cetakan Keenam, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Referensi Kepelabuhanan Seri 4, 2000, Perencanaan dan Pembangunan Pelabuhan, Pelabuhan Indonesia.

___________ 5, 2000, Sumber Daya Manusia Pelabuhan,Pelabuhan Indonesia. Santiago, Faisal, 2012, Pengantar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta. Satrio, J., 2012, Wanprestasi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Doktrin dan Yurisprudensi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Subekti , R., 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata Cetakan ke-31, Intermasa, Jakarta.

Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.

Suyono, R. P, 2001, Shipping: Pengangkutan International Ekspor Impor melalui Laut, Seri Bisnis International keenam, Jakarta.

Syahmin, 2006, Hukum Kontrak Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tutik,Titik Triwulan, 2008, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional,

Kencana, Jakarta.

(9)

75

B. Kamus :

Balai Pustaka, 2003,Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III, Jakarta.

C. Undang-undang :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhananan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 1999 Tentang Angkutan Di Perairan, Pasal 44 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

D. Internet :

http://www.negarahukum.com/hukum/perjanjian-perikatan-kontrak.html diakses pada 6 mei 2015

http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_sewa_guna_usaha diakses pada 15 Mei 2015

http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_anjak_piutang diakses pada 15 Mei 2015

http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_modal_ventura diakses pada 15 Mei 2015

Profil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), http://portal.inaport1.co.id diakses pada tanggal 2Mei 2015

https://blogdenni.wordpress.com/2011/07/06/persekutuan-perdatafirma-dan-cv/ diakses pada 15 Mei 2015

http://www.pengertianpengertian.com/2011/12/pengertian-jual-beli.html diakses pada 15 Mei 2015

http://yukalaw.blogspot.com/2012/02/sewa-beli-perjanjian-untukmelakukan.html diakses pada 15 Mei 2015

http://vanbanjarechts.wordpress.com/2013/01/01/teori-mengenai-kesepakatan-kehendak-dan-dasar-mengikatnya/

(10)
(11)

BAB III

KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

PENGELOLAAN DAN PENGOPERASIAN SHIP TRANSIT ANCHORAGE

DI PERAIRAN NIPAH

A. Profil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Maxsteer Dyrynusa

Perdana

1. Profil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero)52

PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan merupakan perusahaan yang bergerak menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhananan. PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) didirikan berdasarkan peraturan pemerintah No. 56 tahun 1991 dengan akta notaris Imas Fatimah SH No. 1 tanggal 01 Desember 1992 sebagaimana dimuat dalam tambahan berita negara RI No. 8612 tahun 1994, beserta perubahan terakhir sebagaimana telah diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia tanggal 02 Januari 1999 No. 1. Nama lengkap perusahaan adalah PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) disingkat PT. Pelabuhan I. Pada masa penjajahan Belanda Perseroan ini diberi nama Haven Badrift. Selanjutnya setelah kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 s/d 1950 Perseroan berstatus sebagai jawatan pelabuhan. Pada tahun 1960 s/d 1969 jawatan pelabuhan berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara dengan status Perusahaan Negara Pelabuhan disingkat dengan nama PN Pelabuhan.

Pada periode 1969 s/d 1983 PN Pelabuhan berubah menjadi Lembaga Penguasa Pelabuhan dengan nama Penguasahaan Pelabuhan disingkat BPP. Pada

52Profil PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero), http://portal.inaport1.co.id, diakses pada

(12)

tahun 1983 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1983 Badan Penguasahaan Pelabuhan diubah menjadi Perusahaan Umum Pelabuhan disingkat PERUMPEL.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1991 PERUMPEL I berubah status menjadi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) berkedudukan dan berkantor pusat di Medan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2001 kedudukan tugas, dan kewenangan Menteri Keuangan selaku pemegang saham pada Persero atau Perseroan Terbatas di ahlikan kepada Menteri BUMN. Visi dan misi perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah sebagai berikut :

a. Visi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) :

“Menjadi nomor satu di bisnis kepelabuhananan di Indonesia.” b. Misi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) :

“Menyediakan jasa kepelabuhananan yang terintegrasi, berkualitas dan bernilai tambah untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah.

Maksud dan tujuan Perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) sesuai anggaran dasar perusahaan adalah melakukan usaha di bidang penyelenggaraan dan pengusahaan jasa kepelabuhananan, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan atau mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.

(13)

49

a. Penyedia dan atau pelayanan kolam-kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas dan tempat berlabuhnya kapal;

b. Penyedia dan atau pelayanan jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan(pilotage) dan penundaan kapal;

c. Penyedia dan atau pelayanan dermaga dan fasilitas lain untuk bertambat, bongkar muat peti kemas, curah cair, curah kering (general cargo), dan kendaraaan;

d. Penyedia dan atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, multi purpose, penumpang, dan pelayaran rakyat;

e. Penyedia dan atau pelayanan gudang-gudang dan lapangan penumpukan dan tangki tempat penimbunan barang-barang, angkutan bandar, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;

f. Penyedia dan atau pelayanan tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan, industri dan gedung-gedung atau bangunan yang berhubungan dengan kepentingan kelancaran angkutan multi moda; g. Penyedia dan atau pelayanan listrik, air minum, dan instalasi limbah

serta pembuangan sampah;

h. Penyedia dan atau pelayanan jasa pengisian bahan bakar minyak untuk kapal dan kendaraan di lingkungan pelabuhan;

i. Penyedia dan atau pelayanan kegiatan konsilidasi dan distribusi barang termasuk hewan;

j. Penyedia dan atau pelayanan jasa konsultansi, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kepelabuhananan;

k. Pengusahaan dan pelayanan depo peti kemas dan perbaikan, cleaning, fumigasi, serta pelayanan logistic.53

Selain kegiatan utama tersebut, PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) juga melakukan kegiatan usaha lain yang dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan dan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan meliputi yaitu :

a. Jasa angkutan;

b. Jasa persewaan dan perbaikan fasilitas dan peralatan;

53

(14)

c. Jasa perawatan kapal dan peralatan di bidang kepelabuhananan;

d. Jasa pelayanan alih muat dari kapal (Ship to Ship Transfer) termasuk jasa ikutan lainnya;

e. Properti di luar kegiatan utama kepelabuhananan; f. Fasilitas pariwisata dan perhotelan;

g. Jasa konsultan dan surveyor kepelabuhananan; h. Jasa komunikasi dan informasi;

i. Jasa konstruksi kepelabuhananan; j. Jasa forwarding atau ekpedisi; k. Jasa kesehatan;

l. Perbekalan dan catering;

m.Tempat tunggu kendaraan bermotor dan shuttle bus; n. Jasa penyelaman (salvage);

o. Jasa tally atau pencatatan pergerakan peti kemas; p. Jasa pas pelabuhan;

q. Jasa timbangan.54

Wilayah kerja usaha PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darusallam (NAD), Sumatera Utara dan Kepulauan Riau (Kepri). Pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah Cabang Pelabuhan Belawan, Dumai, Belawan International Container Terminal, Tanjung Pinang, Lhokseumawe, Pekan Baru, Tanjung Balai Karimun, Sibolga, Tembilahan, Malahayati, Tanjung Balai Asahan, Kuala Tanjung, Sungai Pakning, Batam, Gunung Sitoli.55

2. Profil PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

PT. Maxteer Dyrynusa Perdana merupakan perusahaan yang didirikan berdasarkan akta pendirian atau anggaran dasar yang dibuat dihadapan notaris Dr. H. Teddy Anwar, S.H., SpN Nomor 18 Tanggal 09 November 2001 dan telah mendapat pengesahan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor : C-03523 HT.01.01.TH.2002, tanggal 04 Maret 2002 yang seluruhnya telah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dengan akta yang dibuat oleh notaris Sri Sulastri Anggraini, S.H.,M.H.,

54

Ibid.

55

(15)

51

Nomor : 02, Tanggal 01 Oktober 2009 yang telah mendapat persetujuan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor : AHU-06261.AH.01.02. Tahun 2010 Tanggal 05 Februari 2010 yang telah dirubah lagi dengan akta yang telah dibuat oleh notaris Sri Sulastri Anggraini S.H.,M.H Nomor : 16, Tanggal 24 Februari 2011 yang telah mendapatkan persetujuan Mentri Hukum HAM Republik Indonesia Nomor : AHU-14577.AH.01.02. Tahun 2011 Tanggal 23 Maret 2011, dengan akta terakhir yang dibuat oleh notaris Sri Sulastri Anggraini S.H.,M.H Nomor : 25, Tanggal 15 Oktober 2011, dengan penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan nomor: AHU-AH.01.10-33742, Tanggal 21 Oktober 2011.

PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana berkedudukan di Ruko Harbourbay Blok F6 Batam, Indonesia. PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana merupakan Nipah Transit Operator yang bertindak sebagai pihak yang memberikan tempat untuk kapal-kapal melakukan aktivitas. Salah satu tugas PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana adalah memastikan kapal yang berlabuh aman untuk melakukan kegiatan dan memberikan tempat yang efisien untuk jangkar. Adapun jenis usaha atau kegiatan pelayanan usaha yang diberikan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana adalah:

a. Penyedia atau pelayanan sumber daya manusia untuk wilayah Nipah, Batam;

b. Penyedia atau pelayanan operasi sumber daya manusia; c. Penyedia atau pelayanan kapal patroli;

d. Penyedia atau pelayanan peralatan kantor;

e. Penyedia atau pelayanan Vessel Traffic Information System (VTIS )/ Radar;

f. Penyedia atau pelayanan tower elektronik dan peralatan radio; g. Penyedia atau pelayanan sistem generator;

h. Penyedia atau pelayanan pengisian bahan bakar minyak.56

56 Profil PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana, http://maxsteer-nipah-anchorage.com, diakses

(16)

B. Ruang Lingkup, Bentuk, dan Jangka Waktu Perjanjian Kerjasama

Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan

Nipah Menurut Hukum

1. Ruang Lingkup Dalam Perjanjian

Ship Transit Anchorage merupakan suatu kegiatan kepelabuhanan seperti kegiatan pemindahan langsung muatan, gas, cair, ataupun padat dari suatu kapal ke kapal lain. Kegiatan tersebut dilakukan di tengah laut dengan menggunakan kapal sebagai tempat untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang.

Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal, terdiri dari kegiatan stevedoring atau cargodoring, dan receiving atau delivery:

a. Cargodoring adalah jasa pekerjaan mengeluarkan dari slink (ex tackle) dari lambung kapal di atas mengangkut dari dermaga, ke dan menyusun di dalam gudang Lini I atau penumpuka atau sebaliknya;

b. Receiving atau delivery adalah pekerjaan dari mengambil timbunan atau tempat penumpukan di gudang Lini I atau lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan rapat di pintu darat lapangan penumpukan atau sebaliknya.57

Kapal-kapal yang menggunakan perairan transfer area ini, umumnya kapal berukuran besar seperti kapal VLCC (Very Large Crude Carrier) berjenis tanker, dengan kapasitas volume atau Gross Register Tonnage (GRT) diatas 100.000, dapat juga disebut sebagai kapal induk (mother vessel).58

Berdasarkan Pasal 4 perjanjian kerjasama Nomor: B.VIII-121/TPI-US.12 jo. Nomor: 046/MDP-Pelindo I/PKS/XI/2012 tentang perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah (di

57 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut,

Angkutan Darat, dan Angkutan Udara, USU Press, Medan, 2006, hlm. 26. 58

(17)

53

lampirkan), adapun ruang lingkup dalam perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transitt Anchorage di perairan Nipah, yaitu :

a. Pengelolaan, pengoperasian dan pemaksimalan pemanfaatan perairan Nipah Transit Anchorage Area selanjutnya disebut NTAA untuk kegiatan Ship to Ship Transfer dan kegiatan lainnya dengan titik koordinat geografis di perairan Nipah Selat Singapura sebagai berikut : 1) 010 _09,4‟ N

1030 _36,6‟ E 2) 010 _09,1‟ N 1030 _38,6‟ E 3) 010 _05,5‟ N 1030 _40,8‟ E 4) 010 _04,5‟ N 1030 _38,9‟ E 5) 010 _06,8‟ N 1030 _35,0‟ E

b. Kegiatan dan pelayanan yang diberikan adalah pengusahaan jasa pemasaran, koordinasi pengamanan, pemanduan, penundaan, peralatan dan jasa lainnya bagi kapal-kapal yang melaksanakan kegiatan Ship to Ship Transfer dan kegiatan lainnya di perairan NTAA yaitu pencucian kapal (tank cleaning), pencampuran bahan (blending), pengisian minyak-minyak atau air bersih (bunker), dan berlabuh jangkar sambil menunggu perintah (laid up / ship chander), supply logistik, floating repair, waiting order, bunkering, garbage.

2. Bentuk dan Jangka Waktu Kerjasama

(18)

Berdasarkan Perjanjian antara PT. Pelabuhan Indonesia I (PERSERO) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana dalam Pasal 5 perjanjian kerjasama Nomor: B.VIII-121/TPI-US.12 jo. Nomor: 046/MDP-Pelindo I/PKS/XI/2012 tentang kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah, adapun bentuk kerjasama dalam perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah, yaitu :

1) Kerjasama ini berbentuk kerjasama operasi yaitu para pihak secara bersama mengoperasikan perairan NTAA dengan melaksanakan hak dan kewajiban;

2) Prosedur operasi pelaksanaan kerjasama mengacu pada Surat Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Laut Nomor : PU.60/1/19/DJPL-08 tanggal 02 Juni 2008 tentang Prosedur Operasi Tetap (Standard Operation Procedure) Pengelolaan dan Pengoperasian Nipah Transit Anchorage Area (NTAA) di Perairan Nipah Selat Singapura.59

Perjanjian kerjasama operasi (KSO) pada dasarnya merupakan perjanjian equitability dengan unsur justice serta fairness. Makna equitability menunjukkan suatu hubungan kesetaraan, tidak berat sebelah dan adil antara hak dan kewajiban.60

Apabila salah satu pihak wanprestasi maka undang-undang membebani tanggung jawab kepada pihak yang melakukan wanprestasi untuk

59 Ibid.

60

(19)

55

memberikan suatu ganti rugi, sehingga kedudukan keseimbangan para pihak dalam perjanjian dapat terwujud.61

Makna keseimbangan berdasarkan beberapa pendapat sarjana yaitu Sutan Remy Sjahdeini, Mariam Darus Badrulzaman, Sri Gambir Melati Hatta, serta Ahmadi Miru memberi makna asas keseimbangan sebagai keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak. Tujuan dari asas keseimbangan ini adalah hasil akhir yang menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam menentukan hak dan kewajibannya.62

Oleh karena itu, apabila terdapat posisi yang tidak seimbang di antara para pihak maka hal ini harus ditolak karena akan berpengaruh terhadap substansi maupun maksud dan tujuan dibuatnya suatu perjanjian kerjasama operasi (KSO) tersebut.63

b. Jangka Waktu Kerjasama

Berdasarkan Perjanjian antara PT. Pelabuhan Indonesia I (PERSERO) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana dalam Pasal 6 perjanjian kerjasama Nomor: B.VIII-121/TPI-US.12 jo. Nomor: 046/MDP-Pelindo I/PKS/XI/2012 tentang kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah, adapun jangka waktu kerjasama dalam perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transitt Anchorage di perairan Nipah, yaitu :

1) Perjanjian kerjasama ini berlaku selama 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal 11 November 2012 sampai dengan 10 November 2014;

61I Gede Abdhi Prabawa, Jurnal Hukum Kajian Hukum Terhadap Perjanjian Build, Operate

and Transfer untuk Melindungi Hak Milik atas Tanah dalam rangka menunjang Sektor Pariwisata, http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/440,

diakses pada 19Mei 2015.

62

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 79.

63

(20)

2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini akan diperpanjang menjadi 5 (lima) tahun setelah adanya persetujuan dari Dewan Komisaris Pihak Pertama dan dituangkan ke dalam addendum;

3) Pihak pertama dan pihak kedua dapat memperpanjang kerjasama ini berdasarkan kesepakatan Para Pihak dengan mengacu pada ketentuan dan peraturan yang berlaku.

C. Hak dan Kewajiban PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT.

Maxsteer Dyrynusa Perdana Dalam Perjanjian Kerjasama

Perjanjian menciptakan hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang membuatnya. Hal itu juga berlaku pada Perjanjian Kerjasama antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana.

Suatu perjanjian yang mengikat para pihak yang bersangkutan tentu akan menimbulkan hubungan hukum yang melahirkan suatu hak dan kewajiban, di mana satu pihak berhak untuk memperoleh atau mendapat suatu prestasi, dan pihak yang lain wajib untuk melaksanakan atau memberikan suatu prestasi.

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya.

(21)

57

melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang.64

Pelaksanaan perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah, PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang harus dilaksanakan. Adapun hak dan kewajiban antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana, yaitu :

1. Hak dan kewajiban PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero).

Hak PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dalam Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah terdapat dalam Pasal 7 di mana PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) sebagai pihak pertama adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan kegiatan pemasaran dengan pihak ketiga / lainnya dalam rangka meningkatkan pasar di area NTAA dan mendapatkan kompensasi atas kegiatan pemasaran tersebut dengan kompensasi bagi hasil (sharing) berdasarkan pendapatan operasi kerjasama;

b. Melaksanakan pengawasan pengendalian operasi dan administrasi kerjasama;

c. Mendapatkan bagi hasil atas pelaksanaan operasi pelayanan jasa kepelabuhanan di area perairan NTAA;

d. Membantu dalam merencanakan pelaksanaan operasi pelayanan jasa kepelabuhanan di area perairan NTAA;

e. Menerima laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan jasa kepelabuhanan dari pihak kedua;

f. Memungut jasa labuh sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.65

64Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum Cetakan Keenam, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,

hlm. 53-54.

65

(22)

Sedangkan kewajian PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dalam Pasal 7 Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah di mana PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) sebagai pihak pertama adalah sebagai berikut:

a. Membantu pihak kedua dalam melaksanakan kegiatan operasi dan administrasi pelayanan jasa kepelabuhanan;

b. Melakukan evaluasi pelaksanaan operasi kerjasama yang bertugas dalam rangka pelaksanaan pengawasan operasi dan administrasi kerjasama;

c. Menempatkan personil pelaksana operasi kerjasama yang bertugas dalam rangka pelaksanaan pengawasan operasi dan administrasi kerjasama;

d. Membantu Pihak Kedua dalam melakasanakan pengurusan perairan wajib pandu atau pandu luar biasa di perairan NTAA dan perjanjian lainnya yang dibutuhkan dalam rangka peningkatan dan penyelenggaraan jasa kepelabuhanan di perairan NTAA.

2. Hak dan Kewajiban PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana.

Hak PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana dalam Pasal 7 Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah di mana PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana sebagai pihak kedua adalah sebagai berikut:

(23)

59

b. Mendapatkan fasilitas untuk kemudahan / kelancaran pelaksanaan kegiatan pelayanan jasa kepelabuhanan di area perairan NTAA.

Sedangkan kewajiban PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana dalam Pasal 7 Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah di mana PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana sebagai pihak kedua adalah sebagai berikut:

a. Melakasanakan kegiatan operasi dan administrasi pelayanan jasa kepelabuhanan di area perairan NTAA;

b. Melaksanakan pengurusan wajib pandu atau pandu luar biasa di perairan NTAA dan perizinan lainnya yang dibutuhkan dalam rangka peningkatan penyelengaraan jasa kepelabuhanan di area perairan NTAA;

c. Melaksanakan koordinasi pengamanan kepada instansi berwenang guna menjamin keamanan dan kelancaran kapal-kapal yang melakukan kegiatan di perairan NTAA;

(24)

e. Menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk terlaksananya pelayanan jasa kepelabuhanan di area NTAA dengan menyediakan minimal VTIS, Buoy (5 buah), Patrol Boat (2 buah), Tower, Oil Boom, Genset (3 unit), bangunan (kantor) dan infrastruktur penunjang serta fasilitas lainnya yang dibutuhkan;

f. Melaksanakan perawatan terhadap aset operasi;

g. Seluruh biaya yang timbul atas pelaksanaan kegiatan yang meliputi pengadaan sarana dan prasarana, perawatan, dan biaya operasi lainnya menjadi beban pihak kedua;

h. Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan menjaga kelestarian lingkungan di area perairan NTAA sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku;

(25)

BAB IV

PERJANJIAN KERJASAMA PENGELOLAAN DAN

PENGOPERASIAN SHIP TRANSIT ANCHORAGE DI PERAIRAN

NIPAH

A. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Dan Pengoperasian Ship

Transit Anchorage Di Perairan Nipah Antara PT. Pelabuhan Indonesia I

(Persero) Dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KP. 255 Tahun 2007, tanggal 12 Juni 2007 tentang Penetapan Lokasi Kegiatan Anchorage PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) di Perairan Nipah Selat Singapura maka PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) menjalin kerjasama dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana dan kerjasama tersebut dituangkan ke dalam sebuah Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah Nomor : B.VIII-121/TPI-US.12 Jo. Nomor : 046/MDP-Pelindo I/PKS/XI/2012.

Dan berdasarkan perjanjian tersebut maka para pihak dalam perjanjian memiliki tugas dan kewajiban yang berbeda. Di mana pihak pertama atau PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) berkewajiban sebagai pengawas operasi dan administrasi kerjasama sedangkan pihak kedua atau PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana berkewajiban sebagai pengelola atau pelaksana kegiatan operasi dan administrasi pelayanan jasa kepelabuhanan di area perairan NTAA.

(26)

Dyrynusa Perdana. Selanjutnya PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana menjalin kerjasama dengan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang kemudian disebut sebagai Nipah Transit Anchorage Area (NTAA). Dengan terjalinnya kerjasama ini, kegiatan pemasaran beralih menjadi pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchoarge.66

Prosedur operasi pelaksanaan kerjasama mengacu kepada Standard Operation Procedure berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor : PU.60/1/19/DJPL-08 tanggal 02 Juni 2008 tentang Prosedur Operasional Tetap (Standard Operation Procedure) Pengelolaan dan Pengoperasian Nipah Transit Anchorage Area (NTAA) di Perairan Nipah Selat Singapura.

Pembagian hasil dari kerjasama ini diatur di dalam Pasal 9 ayat (1) perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage. Pembagian hasil tersebut dibagi berdasarkan prestasi yang dilakukan oleh para pihak. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) tersebut pembagian hasilnya dibagi berdasarkan komposisi sebagai berikut :

Bagan 1. Besaran bagi hasil berdasarkan pendapatan operasi kerjasama.

No. Jasa Pelayanan Pelaksana

Bagi Hasil Pihak

Pertama

Pihak Kedua

1. Pemasaran

Pihak Kedua 20% 80%

Pihak Pertama 90% 10%

66

(27)

63

2.

Peningkatan Stabilitas Operasi

Pihak Kedua 20% 80%

3. Pemanduan Pihak Pertama 90% 10%

4. Penundaan

Pihak Pertama 100% -

Pihak Kedua 20% 80%

5. Peralatan dan Lainnya

Pihak Pertama 100% -

Pihak Kedua 20% 80%

Bagan 1 di atas di terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah antara PT. Pelabuhan Indonesia dan PT. Maxsteer Dyrinusa Perdana.

Berdasarkan pembagian tersebut dapat dilihat bahwa di dalam pelaksanaan kerjasama tersebut, kedua belah pihak mendapatkan besaran bagi hasil yang berbeda. Di mana pihak yang melaksanakan kegiatan operasi mendapatkan komisi yang lebih besar. Agar kedua belah pihak mendapatkan keuntungan yang seimbang, maka kedua belah pihak menyetujui pembagian berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan suatu kegiatan operasi dan hasilnya akan dibagi berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui.

(28)

adalah sebesar $10.000. Berdasarkan komposisi sebagaimana terdapat dalam bagan 1 di atas, besaran pembagian hasil yang diperoleh oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah sebesar $9.000 selaku pihak pertama yang mendapatkan bagian 90% dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana mendapatkan bagian sebesar $1.000 selaku pihak kedua yang mendapatkan bagian 10%.

Jika PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana yang melakukan penundaan terhadap sebuah kapal asing di perairan NTAA dan biaya dari kegiatan penundaan di perairan NTAA misalnya sebesar $20.000. Berdasarkan komposisi sebagaimana terdapat dalam bagan 1 di atas, besaran pembagian hasil yang diperoleh oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah sebesar $16.000 selaku pihak pertama yang mendapatkan bagian 80% dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana mendapatkan bagian sebesar $4.000 selaku pihak kedua yang mendapatkan bagian 20%.

Tarif yang diberlakukan atas jasa kepelabuhanan, peralatan dan jasa lainnya adalah tarif sebagaimana yang berlaku oleh pihak pertama dan untuk tarif jasa lainnya yang belum diatur dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pengguna jasa. Penyesuaian tarif juga dapat dilakukan berdasarkan usulan oleh pihak kedua. Pembayaran biaya disesuaikan dengan bentuk pelayanan kapal dengan ketentuan kapal luar negeri membayar dengan mata uang dollar ($) sedangkan kapal dalam negeri membayar dengan mata uang rupiah (Rp). 67

Pada kegiatan tersebut terdapat kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh salah satu pihak saja yang tidak dapat dilakukan oleh pihak lain, yaitu :

1. Kegiatan pemanduan, kegiatan pemanduan hanya dapat dilakukan oleh pihak pertama atau oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) sebagaimana

67

(29)

65

diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang dituangkan dalam Pasal 84 butir (c) yang menyebutkan bahwa untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab, otoritas pelabuhan mempunyai wewenang mengatur lalu lintas kapal ke luar masuk pelabuhan melalui pemanduan kapal.

2. Kegiatan peningkatan stabilitas operasi, kegiatan peningkatan stabilitas operasi dilakukan oleh pihak kedua atau oleh PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana sebagaimana diatur dalam perjanjian kerjasama yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (3) butir (d) yang mengatakan bahwa pihak kedua berkewajiban melaksanakan pemasaran dan mengembangkan pasar untuk meningkatkan kegiatan jasa kepelabuhanan.

Pembayaran bagi hasil atas kegiatan usaha yang dilakukan, dibayar oleh pengguna jasa melalui bank yang ditunjuk oleh para pihak dengan membuka rekening bersama (escrow account). Uang yang masuk di dalam rekening tersebut akan dibagi oleh pihak bank berdasarkan komposisi yang diatur di dalam Pasal 9 ayat (1) Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage sebagaimana tertera pada bagan 1 dan uang tersebut akan di transfer ke rekening masing-masing pihak pada akhir bulan.

(30)

kemudian di paraf oleh pihak pertama (PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang selanjutnya diteruskan ke pengguna jasa untuk melakukan pembayaran ke rekening bank yang ditunjuk.

Berdasarkan hasil wawacara dengan Bapak Fadillah Haryono selaku Legal Staff PMO PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero). Adapun skema dari kegiatan yang dilakukan di perairan NTAA, adalah :

Bagan 2. Skema kegiatan di perairan NTAA

Sumber : Hasil wawancara dengan Bapak Fadillah Haryono S.H.,M.H selaku Legal Staff PMO PT.Pelabuhan Indonesia I (Persero). Penjelasan skema berdasarkan skema di atas:

1. Pihak Agen Kapal menghubungi salah satu pihak antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) atau PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana. Dalam hal ini agen tersebut akan menghubungi pihak yang telah melakukan penawaran. Dalam tahap ini agen tersebut akan mendaftarkan kapal yang akan menggunakan jasa kepelabuhanan di perairan NTAA dan melakukan pembayaran atas jasa yang akan digunakan nantinya.

2. Kapal yang telah didaftarkan akan berlabuh pada jadwal yang telah di tetapkan. Pada tahap ini, kapal tersebut akan melakukan kegiatan yang telah didaftarkan mulai dari kegiatan pemanduan, penundaan dan kegiatan lain sesuai dengan keperluan dari kapal tersebut.

3. Proses pembayaran akhir merupakan tahap akhir dari kegiatan di perairan NTAA. Walaupun pada saat pendaftaran kapal sudah dilakukan

Pendaftaran/

Pembayaran Awal

(31)

67

pembayaran, namun pada saat itu belum dapat dipastikan jumlah jasa yang akan digunakan secara pasti, maka dilakukan pembayaran akhir pada saat kapal tersebut sudah siap melakukan kegiatan di perairan NTAA. Adapun pembayaran akhir tersebut dilakukan oleh agen kapal melalui pembayaran ke bank yang telah ditentukan.68

Bagi kapal-kapal yang tidak mengikuti aturan yang telah ditentukan pada saat pengoperasian dan atau tidak melunasi pembayaran akhir, maka kapal tersebut akan di black list atau dilarang untuk berlabuh di perairan Nipah.69

B. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama Pengelolaan

dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Menurut

Hukum

Para pihak yang sehari-hari mengurus kegiatan dalam penyelenggaraan pelabuhan dapat mencapai suatu prestasi yang terbesar, mereka harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan sesuatu tugas tertentu yang telah diberikan. Hal ini berarti dalam membicarakan tugas pihak pelaksana kegiatan penyelenggaraan pelabuhan diperlukan pemahaman tentang tanggung jawabnya.70

Tanggung jawab sudah menjadi bagian kehidupan dari manusia dimana setiap manusia pasti memiliki tanggung jawab, walaupun tanggung jawab setiap orang berbeda-beda. Tanggung jawab dapat diartikan sebagai perwujudan akan kesadaran tentang kewajibannya dalam berbuat sesuatu.

Tanggung jawab berarti kewajiban seorang individu untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang ditugaskan sebaik mungkin, sesuai dengan kemampuannya. Tanggung jawab dapat berlangsung terus atau dapat terhenti apabila telah selesai melaksanakan tugas tertentu.

68Ibid.

69Ibid.

70

Elfrida Gultom (II), Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk Meningkatkan

(32)

Wewenang dan tanggung jawab mempunyai tingkat yang sama. Wewenang seseorang memberikan kekuasaan untuk membuat dan menjalankan keputusan yang telah ditetapkan dan tanggung jawab menimbulkan kewajiban untuk melaksanakan tugas dengan jalan menggunakan wewenang yang ada.71

Perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana merupakan suatu perikatan tanggung renteng di mana segala permasalahan yang timbul ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Hal ini dikarenakan di dalam pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana bekerja sebagai satu kesatuan. Bekerja dengan cara saling membantu antara pihak pertama dengan pihak kedua untuk pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage.

Namun para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerjasama operasi ini dapat bebas dari tanggung jawab apabila terjadi suatu keadaan memaksa atau kahar atau force majeur. Force majeur adalah suatu keadaan di mana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk. Kalau halangan itu sudah bisa diduga atau sepatutnya sudah diperhitungkan oleh debitur, semua itu harus ditanggung oleh debitur.72

71Ibid., hlm. 120-121.

72

(33)

69

Adanya peristiwa yang dikategorikan sebagai force majure membawa konsekuensi (akibat hukum), sebagai berikut :

1. Kreditur tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi; 2. Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai;

3. Debitur tidak wajib membayar ganti rugi; 4. Risiko tidak beralih kepada debitur;

5. Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan dalam perjanjian timbal balik; 6. Perikatan dianggap gugur. 73

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Nomor: B.VIII-121/TPI-US.12 jo. Nomor: 046/MDP-Pelindo I/PKS/XI/2012 yang dimaksud dengan keadaan darurat/force majure dalam perjanjian ini adalah :

1. Bencana alam, termasuk tetapi tidak terbatas pada gempa bumi, banjir, tsunami, badai, tornado, kilat, tanah longsor, dan kondisi yang merugikan; 2. Perang, perseteruan (apakah dinyatakan atau tidak), serangan oleh suatu

negara asing, pemberontakan, revolusi, konflik bersenjata atau tindakan militer, perang saudara, terorisme atau kerusakan pada masyarakat madani dan sabotase;

3. Pemberontakan, pemogokan umum, kerusuhan yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;

4. Kebakaran yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan perjanjian dan membahayakan jiwa orang banyak ;

5. Kontaminasi, Radioaktif, Radiasi, Ioniasi yang dihasilkan dari sampah B3, pembuangan bahan-bahan B3, ledakan atau peristiwa-peristiwa sejenisnya yang membahayakan harta benda orang lain, massa atau komponen nuklir; 6. Penyakit menular, Kelaparan yang mengakibatkan terganggunya

pelaksanaan perjanjian dan membahayakan jiwa orang banyak;

7. Peraturan atau kebijakan pemerintah yang merubah, melarang atau menghapuskan perjanjian ini di mana peristiwa tersebut adalah di luar kemampuan pihak yang terkena untuk mengatasi sehingga mengakibatkan tertundanya dan atau terhambatnya dan atau terhalangnya pihak yang terkena untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban pada waktunya berdasarkan perjanjian ini.

73

(34)

Pembebasan tanggung jawab karena terjadinya keadaan kahar atau force majeur, tidak akan mengurangi dan atau membebaskan pihak yang terkena keadaan kahar atau force majeur tersebut dari kewajiban-kewajibannya melainkan hanya membebaskan pihak yang terkena keadaan kahar tersebut dari segala sanksi, denda, ataupun ganti rugi yang timbul akibat keadaan kahar tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban dari pihak yang terikat dalam perjanjian. Sesuai dengan yang tertulis dalam Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu, “Bahwa debitur tidak harus mengganti biaya, bunga, kerugian.” Sehingga dalam hal force majeur, para pihak yang terikat dalam perjanjian tidak mempunyai tanggung jawab apapun untuk mengganti kerugian.

C. Penyelesaian Sengketa Perjanjian Kerjasama Antara PT. Pelabuhan

Indonesia I (Persero) dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana

Sebuah sengketa dapat timbul jika salah satu pihak merasa haknya telah dilanggar oleh pihak lain dan pihak yang dirasa melanggar haknya tidak mau melakukan ganti rugi atau mengakuinya. Secara garis besar terdapat 2 cara penyelesaian sengketa, yaitu :

1. Penyelesaian sengketa non litigasi (di luar Peradilan)

(35)

71

a. Mediasi : suatu proses negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan bagi kedua belah pihak74

b. Konsiliasi : penyelesaian sengketa para pihak, melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak. Perbedaannya pada mediasi, mediator berwenang menyarankan jalan keluar atau proposal penyelesaiana sengketa yang bersengkutan, sedangkan pihak konsiliator tidak ada kewenangan untuk itu.75

c. Negosiasi : sebagai suatu proses tawar meenawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah terjadi diantara para pihak.76

d. Arbitrase : merupakan suatu badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Orang yang ditunjuk dan dipilih oleh para pihak atau oleh Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase untuk menyelesaikan sengketa dinamakan arbiter. Arbiter ini dapat memberikan keputusan yang mengikat para pihak. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat (Pasal 60 UU No.30 Tahun 1999)77

2. Penyelesaian sengketa litigasi (melalui jalur Peradilan)

Apabila salah satu pihak merasa di rugian oleh pihak lain, sedangkan telah dilakukan penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi (di luar pengadilan) namun tidak menemukan titik damai antara kedua belah pihak, maka salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat mengambil langkah pengajuan gugatan ke peradilan. Langkah ini merupakan langkah terakhir yang diambil ketika sebelumnya telah mengadakan negosiasi, mediasi, konsiliasi maupun arbitrase. Dalam hal ini, keputusan hakim adalah keputusan yang sangat mengikat dan

74Munir Fuady (III), Perbuatan Melawan Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, hlm.

47.

75Sunarto Adiwibowo, Hukum Kontrak Terapeutik di Indonesia, Pustaka Bangsa Press,

Medan, 2009, hlm. 149.

76

Munir Fuady (IV), Arbitrase, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 42.

77

(36)

menentukan kedudukan yang benar dan salah antara pihak yang menggugat dan tergugat.

Mengenai penyelesaian sengketa atau perselisihan dalam perjanjian kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah Nomor : B.VIII-121/TPI-US.12 jo. Nomor : 046/MDP-Pelindo I/PKS/XI/2012, Pasal 17 berbunyi :

a. Seluruh perselisihan yang timbul karena perjanjian ini seperti keabsahan, interpretasi atau pelaksanaan atau pelanggaran atas setiap ketentuan, akan ditafsirkan dan diinterpretasikan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia;

b. Segala perselisihan yang timbul karena perjanjian ini akan diselesaikan para pihak secara musyawarah untuk mufakat dan apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal di mana gagalnya penyelesaian melalui musyawarah maka masing-masing pihak dapat mengajukan penyelesaian perselisihan secara pasti melalui Pengadilan Negeri Batam; Dengan kata lain, bahwa jika terjadi sengketa atau perselisihan yang sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama maka antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana memilih penyelesaian dengan cara, yaitu :

1. Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan

Segala perselisihan atau permasalahan akan dibahas secara bersama dengan musyawarah atau dengan diskusi terlebih dahulu melalui arbitrase agar menemukan jalan keluar untuk kemudian mencapai mufakat.

(37)

73

Berdasarkan waktu yang telah diperjanjikan selama 30 (tiga puluh) hari, apabila para pihak tidak ditemukan persesuaian pendapat atau mufakat atau dengan kata lain, upaya penyelesaian di luar pengadilan tidak berjalan dengan lancar, misalnya ketika salah satu pihak tidak ada yang mau mengakui kesalahan atau kelalaiannya sehingga tidak mau membayar ganti rugi barulah digunakan jalan penyelesaian melalui proses hukum. Di mana para pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahannya dan diteruskan ke pengadilan negeri, dan kedudukan hukum yang telah disepakati oleh para pihak adalah di Pengadilan Negeri Batam.

Berdasarkan hasil wawancara penulis, selama berlangsungnya perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di Perairan Nipah sejauh ini tidak pernah terjadi sengketa di antara para pihak, sebaliknya dalam pelaksanaan kerjasama ini memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik bagi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) maupun PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana dikarenakan kondisi market atau pasar yang memadai, di samping itu dengan tersedianya pelayanan prima baik dari segi operasi maupun keuangan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana juga turut mendukung kelancaran pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut.78

78

(38)

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage di perairan Nipah pada awalnya merupakan suatu kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh PT. Maxsteer Dyrynusa yang kemudian beralih menjadi pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchoarge setelah menjalin kerjasama dengan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang kemudian disebut sebagai Nipah Transit Anchorage Area (NTAA). Pelaksanaan perjanjian kerjasama ini dimulai dari tahap pendaftaran yang diikuti dengan pembayaran awal, pengoperasian kegiatan pelabuhan, dan tahap akhir dari pelaksanaan perjanjian ini adalah pembayaran akhir kepada pihak bank oleh agen kapal.

2. Pengelolaan dan pengoperasian Ship Transit Anchorage antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan PT. Maxsteer Dyrynusa Perdana bekerja sebagai satu kesatuan sehingga bentuk tanggung jawab antara kedua belah pihak yang melakukan kerjasama merupakan tanggung jawab tanggung renteng, yaitu segala permasalahan yang timbul ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Namun para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerjasama operasi ini dapat bebas dari tanggung jawab apabila terjadi suatu keadaan memaksa atau kahar atau force majeur.

(39)

75

baik. Namun, apabila para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam menyelesaikan perselisihan tersebut maka permasalahannya akan diselesaikan ke Pengadilan Negeri Medan.

B. SARAN

1. Sebaiknya para pihak mencantumkan bentuk tanggung jawab dari masing-masing pihak ke dalam sebuah pasal yang lebih terperinci, untuk menghindari terjadinya sengketa dikemudian hari.

2. Sebaiknya para pihak mencantumkan waktu berlaku dan berakhirnya perjanjian secara jelas dan terperinci, untuk menghindari perbedaan penafsiran di antara para pihak tentang waktu berakhirnya perjanjian kerjasama tersebut.

(40)

A. Pengertian Perjanjian dan Unsur-Unsur Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan yang menciptakan kewajiban pada salah satu pihak dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan pada debitur dalam perjanjian, memberikan hak pada pihak kreditur dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut.

Dalam hal debitur tidak melaksanakan perjanjian tersebut, maka kreditur berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian yang belum dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan secara bertentangan, dengan atau tidak disertai dengan penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh kreditur.13

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.14 Istilah perjanjian sering disebut juga dengan persetujuan, yang berasal dari bahasa Belanda yakni overeenkomst. Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.”15

13

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja (I), Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.91.

14Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesia Edisi Ketiga, Balai

Pustaka Jakarta, 2005, hlm. 458.

15

(41)

17

Para Sarjana Hukum di Indonesia memakai istilah yang berbeda-beda untuk perjanjian. Menurut Munir Fuady, istilah perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau agreement dalam bahasa Inggris.16 Achmad Ichsan memakai istilah verbintenis untuk perjanjian, sedangkan Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia memakai istilah overeenkomst untuk perjanjian.17

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang selanjutnya disebut Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelik Wetboek) menyebutkan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Ada beberapa kelemahan dari pengertian perjanjian yang diatur dalam ketentuan di atas yang membuat pengertian perjanjian menjadi luas, seperti yang dinyatakan oleh Mariam Darus Badrulzaman (dkk) dalam bukunya Kompilasi Hukum Perikatan bahwa:

“Definisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah tidak lengkap dan terlalu luas, tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan-perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang Hukum Perdata Buku III, perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materil, dengan kata lain dengan uang.”18

Menurut Muhammad Abdul Kadir, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengandung kelemahan karena:

16Munir Fuady (I), Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2001, hlm. 2.

17Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta,

2008, hlm. 197.

18

(42)

a. Hanya menyangkut sepihak saja. Dapat dilihat dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikatkan” sifatnya hanya sepihak, sehingga perlu dirumuskan “kedua pihak saling mengikatkan diri” dengan demikian terlihat adanya konsensus antara pihak-pihak, agar meliputi perjanjian timbal balik. b. Kata perbuatan “mencakup” juga tanpa consensus. Pengertian

“perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa atau tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya digunakan kata “persetujuan”.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Hal ini disebabkan mencakup janji kawin (yang diatur dalam hukum keluarga), padahal yang diatur adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan. d. Tanpa menyebutkan tujuan. Rumusan Pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata tidak disebut tujuan diadakannya perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri tidak jelas untuk maksud apa. 19

Berdasarkan alasan yang dikemukankan di atas, maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Menurut Kamus Hukum, perjanjian adalah persetujuan, pemufakatan antara dua orang pihak untuk melaksanakan sesuatu. Kalau diadakan tertulis juga dinamakan kontrak. Menurut doktrin (teori lama), yang disebut perjanjian adalah hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dari definisi di atas, telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban).

Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori baru tersebut

19

Damang, Perjanjian, Perikatan dan Kontrak, http://www.negarahukum.com/hukum/perj

(43)

19

tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan-perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya.20

Beberapa Sarjana Hukum juga memberikan definisi mengenai perjanjian antara lain sebagai berikut:

a. Menurut R. Subekti

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan perikatan.21

b. Menurut Syahmin AK

Perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.22

c. Yahya Harahap

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak atau sesuatu untuk memperoleh prestasi atau sekaligus kewajiban pada pihak lain untuk menunaikan kewajiban pada pihak lain untuk memperoleh suatu prestasi.

d. Wirjono Prodjodikoro

Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

e. Abdul Kadir Muhammad

Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang pihak atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.23

Dari beberapa pengertian di atas, tergambar adanya beberapa syarat perjanjian, antara lain:

a. Adanya pihak-pihak yang sekurang-kurangnya dua orang.

20Salim H.S (I), Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2002,

hlm.161.

21R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata Cetakan ke-31, Intermasa, Jakarta, 2003, hlm. 5. 22Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 140. 23

(44)

Pihak-pihak yang dimaksud disini adalah subyek perjanjian yang dapat berupa badan hukum dan manusia yang cakap untuk melakukan perubahan hukum menurut undang-undang. Dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana salah satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu orang atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut juga dapat terdiri dari satu atau lebih badan hukum.24

b. Adanya persetujuan atau kata sepakat.

Persetujuan atau kata sepakat yang dimaksudkan adalah konsensus antara para pihak terhadap syarat-syarat dan obyek yang diperjanjikan. c. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan yang ingin dicapai dimaksudkan disini sebagai kepentingan para pihak yang akan diwujudkan melalui perjanjian. Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian secara “sukarela” mengikatkan diri untuk menyertakan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa dia telah berjanji atau mengikatkan diri, dengan jaminan atau tanggungan berupa harta kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat perjanjian harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian.

d. Adanya prestasi atau kewajiban yang akan dilaksanakan.

Prestasi yang dimaksud adalah sebagai kewajiban bagi pihak-pihak untuk melaksanakannya sesuai dengan apa yang disepakati. Perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain, ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu orang atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas prsetasi tersebut.25

e. Adanya bentuk tertentu.

Bentuk tertentu yang dimaksudkan adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus jelas bentuknya agar dapat menjadi alat pembuktian yang sah bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Untuk beberapa perjanjian tertentu, yaitu bentuk tertulis sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian, bentuk tertulis tidaklah semata-mata hanya merupakan pembuktian saja, tetapi juga syarat untuk adanya perjanjian itu.26

f. Adanya syarat-syarat tertentu

24Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja (I),Op.Cit., hlm. 92. 25

Ibid.,hlm. 2. 26

(45)

21

Syarat-syarat tertentu yang dimaksud adalah substansi perjanjian sebagaimana yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian. Berdasarkan pada beberapa pengertian perjanjian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam suatu perjanjian minimal harus terdapat dua pihak, di mana kedua belah pihak saling bersepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu. Di mana dalam kesepakatan itu, satu pihak wajib melaksanakan sesuai dengan yang telah disepakati, dan pihak yang satunya berhak mendapatkan sesuai dengan apa yang telah disepakati.

2. Unsur-Unsur Perjanjian.

Suatu perjanjian lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau unsur esensial dalam suatu perjanjian. Penekanan tentang unsur yang esensial tersebut karena selain unsur yang esensial masih dikenal unsur lain dalam suatu perjanjian.27 Dalam suatu perjanjian dikenal tiga unsur yaitu:

a. Unsur essensialia dalam perjanjian

Unsur essensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur essensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi, atau pengertian dari sebuah perjanjian.28

Unsur essensialia adalah unsur yang harus ada dalam suatu perjanjian, dan tanpa keberadaan unsur tersebut maka perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi beda dan karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak. Oleh karena itu, unsur essensialia ini pula yang seharusnya menjadi pembeda antara suatu perjanjian dengan perjanjian lainnya, dan karenanya memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda pula antara satu dengan yang lain. Misalnya harga jual beli merupakan essensialia yang harus ada pada perjanjian jual beli. Artinya tanpa dijanjikan adanya harga maka jual beli bukanlah perjanjian jual beli melainkan mungkin perjanjian lain yang berbeda. Dengan kata lain, apabila oleh para pihak dikatakan adanya jual beli tanpa menyebutkan

27Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai

1456 BW), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm.63. 28

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kriteria –kriteria tersebut, PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan telah menetapkan dengan jelas mana pengeluaran yang harus dikapitalisasi dan pengeluaran yang

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan akuntansi aktiva tetap pada PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) BICT telah sesuai dengan prinsip

Pelabuhan Indonesia I (PERSERO) Belawan International Container Terminal dengan Koperasi Karyawan Pelabuhan I Kantor Pusat, setiap pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keabsahan perjanjian perpanjangan kerja sama yang telah ditandatangani oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dengan pihak

Pelabuhan Indonesia I (Persero) Belawan International Container Terminal dan Koperasi Karyawan Pelabuhan I Kantor Pusat sesuai dengan asas-asas hukum perjanjian, hak dan

Dari Evaluasi atas pelaksanaan Penerapan GCG Tahun 2020 PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero), dapat disimpulkan bahwa PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) telah melaksanakan

Setelah mengetahui dan memahami setiap tugas yang diberikan berikut ini adalah spesifikasi tugas yang dilaksanakan selama kerja praktek darat Penulis di PT Pelabuhan Indonesia Persero

20 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 4.1.1 Manfaat dari tugas yang dilaksanakan selama praktek darat PRADA di PT Pelabuhan Indonesia 1 Cabang Dumai Persero Dari uraian yang telah