• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap Ekosentrik, Antroposentrik Dan Apatis Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik Pada Masyarakat kota Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sikap Ekosentrik, Antroposentrik Dan Apatis Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik Pada Masyarakat kota Medan."

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

SIKAP EKOSENTRIK, ANTROPOSENTRIK DAN APATIS

TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP

BIOFISIK PADA MASYARAKAT KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

FAHMI ANANDA

041301119

(2)

GANJIL, 2009/2010

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Sikap Ekosentrik, Antroposentrik, dan Apatis Terhadap Pencemaran

Lingkungan Hidup Biofisik Pada Masyarakat Kota Medan

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diaujukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saa sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai denga peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juni 2009

FAHMI

NIM : O41301119

(3)

Sikap Ekosentrik, Antroposentrik, dan Apatis Terhadap Pencemaran

Lingkungan Hidup Biofisik Pada Masyarakat Kota Medan

Fahmi dan Ari Widianta, S.Psi, Psi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui deskripsi sikap ekosentrik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup pada biofisik pada masyarakat kota medan. Individu yang berpandangan ekosentrik menilai bahwa perlindungan terhadap lingkungan dilakukan untuk kepentingan lingkungan itu sendiri, sehingga mereka berpendapat bahwa lingkungan memang patut mendapatkan perlindungan karena nilai-nilai intrinsik yang dikandungnya. Individu yang berpandangan antroposentrik berpendapat bahwa lingkungan perlu dilindungi karena nilai yang terkandung dalam lingkungan sangat bermanfaat terhadap kelangsungan hidup manusia Sedangkan apatis adalah ketidakpedulian terhadap permasalahan-permasalahan lingkungan. Sikap terhadap lingkungan hidup dipengaruhi oleh faktor keprbadian, variabel demografis dan sistem nilai yang dianut.

Penelitian ini melibatkan 400 orang masyarakat Kota Medan sebagai subjek penelitian. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah setiap orang yang tinggal di Wilayah kota Medan yang ditunjukkan dengan kepemlikan terhadap kartu Tanda Penduduk Kota Medan yang menempati 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability dengan metode incidental sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan uji korelasi pearson product moment. Alat ukur yang digunakan adalah skala sikap siswa terhadap program pengembangan diri dalam KTSP dengan reliabilitas alpha cronbach = 0.912 dan skala motivasi berprestasi dengan reliabilitas alpha cronbach = 0.825 yang dirancang sendiri oleh peneliti.

(4)

Hasil penelitian dengan menggunakan korelasi pearson product moment menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.000 hal ini berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara sikap siswa terhadap program pengembangan diri dalam KTSP dengan motivasi berprestasi.

Kata kunci : Sikap Ekosentrik, Antroposentrik ,Apatis, Lingkungan Hidup, Biofisik,

Kota Medan

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Yesus Kristus yang telah memberikan kekuatan fisik dan pikiran kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal penelitian ini:

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A (K) selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Rika Eliana, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan memberikan petunjuk, saran serta semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi. 3. Para dosen penguji skripsi, kak Ridhoi E., M.Si dan ibu Ika Sari Dewi

S.Psi yang bersedia memberikan waktu untuk menguji, memberi kritik, dan saran kepada peneliti.

4. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Psikologi USU.

(5)

Tasya, Fenny, Tantri, Sonya ’dua-dua’ dan semua mahasiswa angkatan 2004 yang selalu mendukungku.

6. Bang Yandi, Herty dan Priska untuk dukungan moral dan doa yang telah diberikan.

7. Detektif Lee, Raja P.S., dan bang Achmad yang dapat memberikan

refreshing dan penguasaan motorik halus selama ini (”ada imbang?”).

8. Pak ’Yal, Ari, bang Endang, bang Averow, bang Ihsan, bang Boy, bu Hartini, bang Ronal yang juga telah memberikan bantuan, dukungan, kritik, dan saran sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Para senior dan juniorku di Fakultas Psikologi USU.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini memiliki manfaat bagi banyak pihak.

Medan, Juni 2009 Peneliti,

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ..viii

DAFTAR GAMBAR... .. x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

(7)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Big Five Personality...15

1. Definisi Big Five Personality ...15

2. Tipe-Tipe Kepribadian Big Five Personality...17

B. Coping Stres ...20

1. Definisi Coping Stress...20

2. Faktor-Faktor Coping Stress...22

3. Fungsi Coping Stress ...24

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping Stress...26

C. Direktorat Reserse Kriminal ... 27

1. Pengertian dan Fungsi Reserse Kriminal... 27

2. Struktur Organisasi Direktorat Reserse Kriminal ... 28

D. Kaitan Antara Tipe Kepribadian Big Five Personality dan Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan. 32 E. Hipotesa Penelitian... 35

(8)

A. Variabel Penelitian... 38

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 42

1. Populasi dan Sampel ... 42

2. Metode Pengambilan Sampel ... 43

3. Jumlah Sampel Penelitian ... 43

D. Metode Pengumpulan Data ... 43

1. Alat Ukur yang Digunakan... 43

2. Validitas Alat Ukur ... 41

3. Uji Daya Beda Item ... 48

4. Reliabilitas Alat Ukur ... 49

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 54

1. Persiapan Penelitian... 54

2. Pelaksanaan Penelitian... 54

F. Metode Analisa Data... 55

(9)

1. Usia Subjek Penelitian ... 58

2. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 59

3. Tingkat Pendidikan Subjek Penelitian ... 59

4. Suku Subjek Penelitian ... 60

B. Hasil Penelitian ... 61

1. Hasil Uji Asumsi Penelitian... 61

a. Uji Normalitas... 61

b. Uji Linieritas ... 62

c. Autokorelasi... 63

2. Hasil Utama Penelitian ... 64

3. Hasil Tambahan Penelitian ... 68

a. Gambaran Coping Stress pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan ... 68

b. Gambaran Kepribadian Big Five Personality pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan ... 70

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN A.Kesimpulan ... 79

1.Hasil Utama ... 79

(10)

B.Diskusi... 81

C.Saran... 89

1.Saran Metodologis ... 89

2.Saran Praktis ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

DAFTAR TABEL Tabel 1 Karakteristik Sifat-Sifat Five Factor Model Dengan Skor Tinggi Dan Rendah... 17

Tabel 2 Cara Penilaian Inventori Kepribadian dan Skala Coping Stress ...40

Tabel 3 Blue-print Inventori Kepribadian dan Skala Coping Stress Sebelum Uji Coba ... 40

Tabel 4 Item-Item yang Gugur padaUji Coba... 45

Tabel 5 Perubahan Nomor Item Inventori Kepribadian dan Skala Coping Stress Setelah Uji Coba... 46

Tabel 6 Blue-print Skala Coping Stress dan Inventori Kepribadian yang Digunakan pada Penelitian... 48

(11)

Tabel 8 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 9 Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akhir .. 53

Tabel 10 Penyebaran Subjek Berdasarkan Suku... 54

Tabel 11 Hasil Uji Normalitas ... 55

Tabel 12 Hasil Uji Lineieritas Big Five Personality Dengan Coping Stress ...56

Tabel 13 Hasil Uji Autokorelasi ... 57

Tabel 14 Hasil Uji Regresi... 58

Tabel 15 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Coping Stress

62

Tabel 16 Kategorisasi Data Variabel Coping Stress...62

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1Stressors In Occupations ...2

(12)

Sikap Ekosentrik, Antroposentrik, dan Apatis Terhadap Pencemaran

Lingkungan Hidup Biofisik Pada Masyarakat Kota Medan

Fahmi dan Ari Widianta, S.Psi, Psi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui deskripsi sikap ekosentrik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup pada biofisik pada masyarakat kota medan. Individu yang berpandangan ekosentrik menilai bahwa perlindungan terhadap lingkungan dilakukan untuk kepentingan lingkungan itu sendiri, sehingga mereka berpendapat bahwa lingkungan memang patut mendapatkan perlindungan karena nilai-nilai intrinsik yang dikandungnya. Individu yang berpandangan antroposentrik berpendapat bahwa lingkungan perlu dilindungi karena nilai yang terkandung dalam lingkungan sangat bermanfaat terhadap kelangsungan hidup manusia Sedangkan apatis adalah ketidakpedulian terhadap permasalahan-permasalahan lingkungan. Sikap terhadap lingkungan hidup dipengaruhi oleh faktor keprbadian, variabel demografis dan sistem nilai yang dianut.

Penelitian ini melibatkan 400 orang masyarakat Kota Medan sebagai subjek penelitian. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah setiap orang yang tinggal di Wilayah kota Medan yang ditunjukkan dengan kepemlikan terhadap kartu Tanda Penduduk Kota Medan yang menempati 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability dengan metode incidental sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan uji korelasi pearson product moment. Alat ukur yang digunakan adalah skala sikap siswa terhadap program pengembangan diri dalam KTSP dengan reliabilitas alpha cronbach = 0.912 dan skala motivasi berprestasi dengan reliabilitas alpha cronbach = 0.825 yang dirancang sendiri oleh peneliti.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah

Bumi kini semakin tua dan renta, selama jutaan tahun bahkan lebih bumi telah menopang semua bentuk kehidupan. Pada usianya yang semakin tua, bumi pun semakin menderita menanggung beban pencemaran, polusi, kerusakan dan perubahan (degradasi). Kirom (2007) mengatakan bahwa dari waktu ke waktu kualitas lingkungan terus menurun. Kondisi ini terjadi di seluruh permukaan bumi, bumi kini hari ke hari semakin rusak dan berbahaya bagi bumi itu sendiri serta manusia yang tinggal didalamnya.

(14)

permukaan bumi. Banyak sudah dampak yang terjadi akibat ulah tangan-tangan jahil manusia yang merusak alam. Bencana alam (murni akibat proses alamiah) dan bencana lingkungan (ekses perubahan lingkungan akibat ulah manusia) semakin sering terjadi. Tidak peduli di Asia, Afrika, Australia, Antartika (Kutub Selatan), Arktik (Kutub Utara), Eropa dan pulau-pulau yang tersebar di semua belahan bumi (Zaman, 2008).

Sangat miris melihat kondisi lingkungan yang semakin hari semakin memprihatinkan. Setiap detik pencemaran berlangsung, perusakan hutan melaju, kepunahan spesies senantiasa terjadi dan iklim pun berubah perlahan tapi pasti. Sebuah ancaman yang nyata pun sudah diumumkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu bahaya pemanasan global dan perubahan iklim dunia (Zaman, 2008). Kalangan ilmuwan mengatakan rata-rata temperature dunia akan meningkat berkisar antara 1,8 dan 4,0 derajat celcius pada abad ini (Inggris mengkaji penggurangan karbon sampai 80%, 2008).

(15)

Masalah lingkungan kini telah mewarnai kehidupan manusia, masalah ini telah menjadi isu global yang menjadi perhatian bangsa-bangsa di dunia. Hal ini dikarenakan, kehidupan makhluk di bumi sesungguhnya saling terkait satu dengan yang lainnya baik tumbuh-tumbuhan, binatang, maupun manusia, saling berkait dalam satu keutuhan lingkungan hidup. Artinya apabila terjadi gangguan terhadap salah satu jenis makhluk, maka terjadilah gangguan terhadap lingkungan hidup secara keseluruhan (Zaman, 2005).

(16)

Hubungan antara lingkungan sosial dan lingkungan alam akan melahirkan masalah-masalah lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup adalah masalah yang menyangkut hidup dan masa depan manusia. Dengan demikian pengelolaan lingkungan hidup secara manusiawi merupakan syarat ekologis bagi masa depan kehidupan di bumi ini (Susilo, 2003). Percepatan pembangunan di satu sisi dan perilaku manusia disisi lain sering berseberangan satu sama lain yang menjadi korban pasti adalah alam (Wardhana, 2008).

Penelitian tentang lingkungan pada dasarnya adalah pengetahuan tentang mutu lingkungan. Secara sederhana kualitas lingkungan hidup diartikan sebagai keadaan lingkungan yang dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi kelangsungan hidup manusia di suatu wilayah (Pustekkom, 2008). Kualitas lingkungan hidup ini berkaitan dengan kemampuan lingkungan untuk memberikan daya dukung yang optimal bagi kelangsungan hidup manusia di suatu wilayah. Kualitas lingkungan ini dicirikan antara lain dari suasana yang membuat orang betah atau kerasan tinggal ditempatnya sendiri. Berbagai keperluan hidup terpenuhi dari kebutuhan dasar atau fisik seperti makan minum, perumahan sampai kebutuhan rohani atau spiritual seperti pendidikan, rasa aman, ibadah dan sebagainya (Pustekkom, 2008).

(17)

mempengaruhi satu sama lain. Komponen biotik merupakan makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia, sedangkan komponen abiotik terdiri dari benda-benda mati seperti tanah, air, udara, dan cahaya matahari (Pustekkom, 2008).

Melihat dari definisi tentang lingkungan hidup biofisik yang berkenaan dengan komponen biotik (makhluk hidup) dan abiotik (benda mati) serta definisi lingkungan hidup yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup maka yang dimaksud pada banyak penelitian tentang pencemaran lingkungan hidup adalah merupakan hal yang sama dengan penurunan kualitas lingkungan hidup biofisik. Perlu diketahui bahwa istilah lingkungan dan lingkungan hidup, lingkungan hidup biofisik atau lingkungan hidup manusia seringkali digunakan silih berganti dalam pengertian yang sama (Wikipedia, 2008). Selanjutnya dalam penelitian ini akan digunakan istilah lingkungan hidup biofisik.

(18)

Fakta yang menunjukkan bahwa tingkat kerusakan lingkungan hidup biofisik sudah sangat tinggi dan cenderung makin meninggi, relatif mudah untuk ditemukan. Berita tentang terjadinya pencemaran lingkungan hidup biofisik, baik pencemaran udara, air maupun tanah dengan segala aspek yang terdapat didalamnya sering ditemukan baik di dalam media massa cetak maupun media elektronik. Fenomena mengindikasikan bahwa kerusakan lingkungan hidup biofisik sudah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Mengingat bahwa pembangunan merupakan aktifitas utama dari setiap Negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warganya, dapat dikatakan bahwa kerusakan lingkungan hidup biofisik sudah merupakan bagian yang tidak dapat dihindarkan dari kegiatan pembangunan (Wardhana, 2007).

(19)

Report, 2000). Diperkirakan pada tahun 2010, sebanyak 30 kota di Asia akan memiliki jumlah penduduk lebih di atas 5 juta jiwa. Artinya persoalan-persoalan lingkungan pada sepuluh tahun mendatang akan banyak muncul di daerah perkotaan (Sardiyoko, 2008).

Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang. Pada sensus penduduk 2000 menunjukkan data jumlah penduduk perkotaan di Indonesia telah mencapai lebih dari 85 juta jiwa, dengan laju kenaikan sebesar 4,40 persen per tahun selama kurun 1990-2000. Jumlah itu kira-kira hampir 42 persen dari total jumlah penduduk. Laju kenaikan penduduk di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan Semarang berkisar antara 0,16 sampai dengan 0,90 persen per tahun pada kurun waktu 1990-2000 (Firman, 2005).

Mengikuti kecenderungan tersebut, dewasa ini diperkirakan bahwa jumlah penduduk perkotaan telah melampaui 100 juta jiwa, dan kini hampir setengah jumlah penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan (Firman, 2005). Pertumbuhan ini tentu saja berdampak sangat luas pada upaya perencanaan dan pengelolaan pembangunan lingkungan hidup biofisik perkotaan dan masyarakat perkotaan adalah salah satu unsur penting dalam penjagaan kualitas lingkungan hidup biofisik ini.

(20)

Pembangunan yang berlangsung beberapa dasawarsa ini, selain memberikan dampak pada peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga telah menimbulkan berbagai persoalan lingkungan. Fakta menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perkotaan di Indonesia semakin lama semakin memprihatinkan, yang ditandai dengan semakin menurunnya kualitas lingkungan di beberapa daerah khususnya pengelolaan lingkungan perkotaan, misalnya meningkatnya pencemaran udara, pencemaran air, kebisingan dan sebagainya.(Azmil, 2008)

Menurut Westra (dalam Farhati, 1995) sikap dan perilaku seseorang dalam mengambil keputusan terhadap lingkungan hidup biofisik merupakan kunci utama dalam usaha peningkatan kualitas lingkungan. Hal ini dapat dilihat dengan model Curriculum Development Program Theory of Action oleh Westra (dalam Farhati, 1995). Pada model ini ditunjukkan tahap-tahap mulai dari kesadaran sampai dengan perbaikan lingkungan hidup biofisik. Sehingga tampak dengan jelas pentingnya sikap seseorang terhadap persoalan lingkungan hidup biofisik. Gambar 1 : Curriculum Development Program

(21)

Pada Model di atas terlihat bahwa sikap seseorang akan mempengaruhi kualitas lingkungan hidup biofisik. Pada Masyarakat umum, terlebih masyarakat perkotaan yang individualis sering kali memandang bahwa kebutuhan dan kepentingannya diatas segalanya dalam kehidupan ini.

Indonesia dengan 33 propinsi yang ada kini terdapat 91 kota. Salah satu kota yang termasuk kota besar di Indonesia adalah Medan,

Kepekaan dan pemahaman yang luas tentang lingkungan hidup biofisik, pengertian

yang lebih mendalam tentang substansi hubungan antara manusia dengan

Timbulnya kepedulian lingkungan dalam diri individu, diiringi tumbuhnya kemampuan

problem-solving terhadap permasalahan

Keputusan individu yang memperhitungkan faktor lingkungan hidup biofisik.

Keputusan individu yang berdampak negatif terhadap lingkungan hidup

biofisik mulai berkurang.

Kualitas Lingkungan Hidup Biofisik Meningkat

(22)

Kota Medan menjadi kota dengan jumlah penduduk yang dalam sensus terakhir tahun 2005 mencapai 2.036.018 jiwa dengan kepadatan penduduknya pada 7.681/km² (Berita Pemko Medan, 2008).

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265.10 km2) atau 3.6 % dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota atau kabupaten lainnya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar (Pemerintah Kota Medan, 2008)

Berikut Data Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2001 – 2005

Tahun Jumlah

Penduduk

Laju Pertumbuhan

Penduduk

Luas Wilayah (km2)

Kepadatan Penduduk

(Jiwa / km2)

2001 1.926.052 1.17 265.10 7.267

2002 1.963.086 1.94 265.10 7.408

2003 1.993.060 1.51 265.10 7.520

2004 2.006.014 0.63 265.10 7.567

2005 2.036.018 1.50 265.10 7.681

(23)

Berdasarkan data di atas dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, salah satu masalah yang harus diantisipasi oleh masyarakat kota medan adalah menyempitnya luas lahan yang ada sehingga berpeluang menjadi tidak seimbang dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada (Pemerintah Kota Medan, 2008).

Pada kenyataannya menurut Bapedalda Sumut (2008) kerusakan lingkungan di Indonesia termasuk Sumut dan Kota Medan khususnya saat ini sudah diambang batas, akibat kesadaran masyarakat atau bangsa ini untuk memelihara lingkungan masih jauh. Secara nyata kondisi ini menuju kepada sikap apatis dari masyarakat yang ditunjukkan dengan tidak adanya kesadaran untuk memilihara lingkungan.

(24)

Melihat dari sudut motivasi yang mendasari hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup biofisik Thompson dan Barton (1994) mengatakan paling tidak ada tiga motif atau nilai yang mendasari dukungan individu terhadap permasalahan lingkungan hidup biofisik, yaitu ekosentrik (ecocentric), antroposentrik (anthropocentric) dan apatis.

Individu yang berpandangan ekosentrik menilai bahwa perlindungan terhadap lingkungan dilakukan untuk kepentingan lingkungan itu sendiri, sehingga mereka berpendapat bahwa lingkungan memang patut mendapatkan perlindungan karena nilai-nilai intrinsik yang dikandungnya. Individu yang berpandangan antroposentrik berpendapat bahwa lingkungan perlu dilindungi karena nilai yang terkandung dalam lingkungan sangat bermanfaat terhadap kelangsungan hidup manusia Sedangkan apatis adalah ketidakpedulian terhadap permasalahan-permasalahan lingkungan (Thompson dan Barton, 1994).

Thompson dan Barton (1994) menyatakan bahwa ekosentrik dan antroposentrik menunjukkan sikap yang positif terhadap lingkungan hidup biofisik, perbedaannya adalah pada alasan sikap tersebut.

(25)

terlibat dalam kegiatan konservasi lingkungan. Sebaliknya individu yang memiliki sikap antroposentrik cenderung memiliki perhatian yang kurang terhadap permasalahan lingkungan hidup biofisik dan jarang terlibat dalam kegiatan konservasi atau perlindungan lingkungan, perhatian mereka terhadap lingkungan lebih disebabkan karena kepentingan dirinya. Individu yang memilki sikap apatis memiliki kecendrungan tidak mengadakan konservasi terhadap lingkungan hidup biofisik.

Pelestarian lingkungan jika kemudian dilihat dalam kaca mata agama sangatlah sejalan, karena filosofis penciptaan manusia adalah sebagai pemimpin, artinya manusia harus tampil dalam memanajemen alam tanpa harus merusaknya (Gunawan, 2005) Agama dan budaya yang diyakini, dianut, dan diterapkan oleh masyarakat dapat memainkan peran penting dalam upaya perlindungan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari. Posisi agama dan budaya menjadi salah satu modal dasar untuk mendukung upaya konservasi lingkungan hidup biofisik dan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) secara berkelanjutan (WWF, 2008).

(26)

Menurut Westra (1990) sikap terhadap lingkungan dipengaruhi oleh faktor keprbadian, variabel demografis dan sistem nilai yang dianut. Usia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi sikap terhadap lingkungan dalam hal variabel demografis dimana Westra (dalam Farhati, 1995) mengatakan individu yang berpendidikan tinggi, pemuda, dan lokasi tempat tinggal dalam hal ini penduduk kota cenderung memiliki perhatian yang lebih besar terhadap permasalahan lingkungan dibandingkan dengan individu yang memiliki ciri sebaliknya. Secara spesifik jika dilihat dari usia sebagian besar penduduk Kota Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun dengan persentasi masing-masingnya 41% dan 37,8% dari total penduduk (Berita Pemko Medan, 2008).

Melihat fenomena diatas penelitian ini ingin mengungkap bagaimana gambaran sikap ekosentik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan.

I.B. Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran sikap ekosentik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan.

(27)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang Psikologi Sosial dan bermanfaat menjadi salah satu sumber informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut masalah yang berkaitan dengan sikap masyarakat Kota Medan terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak di bawah ini :

a. Masyarakat Umum

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk masyarakat secara umum agar agar lebih mendapatkan gambaran mengenai sikap penduduk kota Medan terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan yang diteliti. Kategori yang dimaksud berupa sikap ekosentrik, sikap antroposentrik, dan sikap apatis. Serta bagaimana fenomena sikap ekosentrik, antroposentrik, dan apatis masyarakat Kota Medan terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik ini muncul, apakah disebabkan perbedaan etnis, pendidikan, atau usia.

b. Kementrian Negara Lingkungan Hidup

(28)

apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki atau mempertahankan sikap masyarakat Kota Medan dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup biofisik. c. Lembaga-lembaga Pemerhati lingkungan dan LSM

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam hal data sikap ekosentik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan kepada lembaga- lembaga pemerhati dan penyelamat lingkungan. Untuk kemudian melakukan intervensi pada komunitas (masyarakat) sehingga terbentuk sikap yang sesuai dari masyarakat, terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan

I.D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(29)

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang Sikap, Masyarakat Kota Medan dan Lingkungan hidup biofisik. Bab III Metode penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Berisikan gambaran subjek penelitian, hasil penelitian utama, dan hasil penelitian tambahan.

Bab V Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Berisikan kesimpulan hasil penelitian, diskusi, dan saran-saran untuk pihak-pihak terkait dan penelitian selanjutnya.

BAB II

(30)

II.A. Sikap

II.A.1. Definisi Sikap

Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi sosial. Sikap merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai aspek dunia sosial serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka individu terhadap isu, ide, orang lain, kelompok sosial dan objek (Baron, 2004)

Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menetukan kecendrungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang kita hadapi, bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh ingatan akan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2005).

(31)

suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Para ahli Psikologi sosial mengklasifikasikan pemikiran tentang sikap, dalam dua pendekatan. Pendekatan yang pertama memandang sikap sebagai kombinasi reaksi aktif, perilaku, dan kognitif terhadap suatu objek (Breckler, 1984; Katz &Stotland, 1959; Rajecki, 1982; dalam Brehm & Kassin, 1990; dalam Azwar, 2005). Di sini Secord dan Bacman (1964) membagi sikap menjadi tiga komponen yaitu Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap Pendekatan kedua ialah pendekatan yang timbul karena adanya ketidakpuasan atas penjelasan mengenai inkonsistensi yang terjadi diantara ketiga komponen kognitif, afektif, dan perilaku dalam membentuk sikap (Brehm & Kassian, 1990).

(32)

seringkali mempengaruhi tingkah laku individu terutama terjadi saat sikap yang dimiliki kuat dan mantap (Baron, 2004).

Berdasarkan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek

II.A.2. Komponen Sikap

Sikap dibagi menjadi tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari

pengetahuan. Komponen afektif, adalah komponen yang

berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap (dalam Azwar, 2005)

(33)

Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

II.A.3. Pembentukan Sikap

Sikap terbentuk dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Sikap dibentuk sepanjang perkembangan hidup manusia. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, seseorang membentuk sikap tertentu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain. Melalui interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 2005).

II.A.4. Fungsi Sikap

(34)

memiliki fungsi harga diri (self-esteem function) yang membatu individu mempertahankan atau meningkatkan perasaan harga diri. Ketiga, sikap berfungsi sebagai motivasi untuk menimbulkan kekaguman atau motivasi impresi (impression motivation function).

II.A.5. Nilai, Kepercayaan, Sikap

Nilai (value) dan Opini atau pendapat sanagt erat berkaitan dengan sikap, bahkan kedua konsep tersebut seringkali digunakan dalam definisi-definisi mengenai sikap. Nilai merupakan disposisi yang lebih luas dan sifatnya lebih mendasar. Nilai berakar lebih dalam dan karenanya lebih stabil dibandingkan sikap individu. Jadi, nilai bersifat lebih mendasar dan stabil sebagai bagian dari cirri kepribadian, sikap bersifat evaluative dan berakar pada nilai yang dianut dan terbentuk dalam kaitannya dengan suatu objek.

II.A.6. Sikap dan Perillaku

(35)

Kedua, teori perilaku terencana menyatakan keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif, dan pada control perilaku yang dihayati. Sikap terhadap sutu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.

II.A.7.Konsistensi Sikap-Perilaku

Sikap merupakan suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. Potensi reaksi itu akhirnya dinytakan dalam bentuk reaksi perilaku yang konsisten atau sesuai apabila individu dihadapkan pada stimulus sikap.

(36)

determinan-determinan yang sangat berpengaruh terhadap konsistensi antara sikap dengan pernytaannya dan antar pernytaan sikap dan perilaku.

Sikap seharusnya dipandang sebagai suatu predisposisi untuk berprilaku yang akan tampak actual hanya bila kesempatan untuk menyatakannya terbuka luas. Mann(1969) mengatakan bahwa sekalipun sikap merupakan predisposisi evaluative yang banyak menetukan bagaimann individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi oleh berbagai factor eksternal lainnnya. Pada dasarnya, sikap memang lebih bersifat pribadi sedangkan tindakan atau kelakuan lebih bersifat umum atau social, karena itu tindakan lebih peka terhadap tekanan-tekan sosial.

II.A.8. Perubahan Sikap

Proses perubahan sikap selalu dipusatkan pada cara-cara manipulasi atau pengendalian situasi dan lingkungan untuk menghasilkan perbahan sikap ke arah yang dikehendaki. Dasar-dasar manipulasi diperoleh dari pemamahaman mengenai organisasi sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan proses perubahan sikap.

(37)

pengaruh dari orang lain atau dari kelompok lain dikarenakan individu berharap untuk memperolah reaksi atau tanggapan positif dari pihak lain tersebut. Identifikasi terjadi saat individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggap individu sebagai bentuk hubungan yang menyenangkan antara individu dengan pihak lain termaksud. Internalisasi terjadi saat individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menurut pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dipercayai individu dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya (Azwar, 2005).

(38)

III.B. Sikap Ekosentrik, Antroposentrik, dan Apatis Terhadap Pencemaran

Lingkungan Hidup Biofisik

III.B.1 Definsi Sikap Ekosentrik, Antroposentrik, dan Apatis Terhadap

Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik

Thompson dan Barton (1994) yang menyatakan paling tidak ada tiga sikap yang mendasari dukungan individu terhadap permasalahan lingkungan yaitu ekosentrik (ecocentric), antroposentrik (anthropocentric) dan apatis (apatic).

1. Ekosentrik

Individu yang bersikap ekosentrik memandang bahwa perlindungan terhadap lingkungan dilakukan untuk kepentingan lingkungan itu sendiri, oleh karenanya mereka berpendapat bahwa lingkungan memang patut mendapat perlindungan karena nilai-nilai intrinsik yang dikandungnya.

(39)

ekosentrik percaya bahwa alam memilki dimensi spiritual dan nilai intrinsic yang dapat mereka rasakan selama mereka hidup.

2. Antroposentrik

Antroposentrik adalah kecenderungan untuk memandang alam sebagai suatu sumber yang bisa dimanfaatkan (expendable) untuk kepentingan manusia. Konsep ini menggunakan kesejahteraan manusia sebagai alasan utama dari setiap tindakannya.

Individu dengan sikap antoposntrik berpendapat bahwa lingkungan perlu dilindungi karena nilai yang terkandung dalam lingkungan sangat bermanfaat terhadap kelangsungan hidup manusia. Individu dengan sikap ini cenderung memilki perhatian yang kurang terhadap permasalahan lingkungan dan jarang melakukan kegiatan konservasi lingkungan. Perhatian mereka terhadap lingkungan lebih disebabkan karena kepentingan dirinya.

3. Apatis

Apatis adalah ketidakpedulian terhadap permasalahan-permasalahan lingkungan. Orang yang memiliki sikap apatis terhadap lingkungan memiliki kecenderungan tidak mengadakan konservasi terhadap lingkungan.

(40)

dan Apatis Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap, terutama terhadap lingkungan, menurut Westra (dalam Farhati, 1995) adalah kepribadian, variabel demografis, dan sistem nilai yang dianut.

a. Kepribadian.

Terdapat beberapa faktor kepribadian yang mempengaruhi perhatian seseorang terhadap lingkungan antara lain locus of control (apakah ia lebih dipengaruhi oleh self-nya atau diarahkan oleh orang lain), konsistensi kognitif yang tinggi (dimana seseorang akan berusaha untuk meminimalkan ketidaksesuaian dengan nilai-nilai, sikap dan perilakunya), serta kemapuan berfikir intergratif yang tinggi (seeorang akan memiliki pandangan yang jauh kedepan dengan kemampuan mengintegrasikan berbagai macam hal).

b. Variabel Demografis.

Westra (dalam Farhatin, 1995) mengatakan individu yang berpendidikan tinggi, pemuda, penduduk kota cenderung memiliki perhatian yang lebih besar terhadap permasalahan lingkungan dibandingkan dengan individu yang memiliki ciri sebaliknya.

(41)

Perbedaan nilai yang dianut seseorang akan mempengaruhi penilaian seseorang terhadap sesuatu. Nilai-nilai tentang lingkungan yang ditanamkan oleh orang tua terhadap anaknya akan mempengaruhi pandangan anak tersebut terhadap lingkungan di sekitarnya.

II.C. Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik

II.C.1 Definisi Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik

(42)

kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU RI No. 23 tahun 1997).

Lingkungan Hidup biofisik adalah lingkungan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Komponen biotik merupakan makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia, sedangkan komponen abiotik terdiri dari benda-benda mati seperti tanah, air, udara, cahaya matahari. Kualitas lingkungan biofisik dikatakan baik jika interaksi antar komponen berlangsung seimbang (Pustekkom, 2005).Istilah lingkungan dan lingkungan hidup, lingkungan hidup biofisik atau lingkungan hidup manusia seringkali digunakan silih berganti dalam pengertian yang sama (Wikipedia, 2008).

(43)

yang lebih baik, menjadi keadaan seimbang, dapat mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan, bahkan dapat mencegah terjadinya pencemaran (Lutfi, 2008).

Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 1997 Pencemaran lingkungan hidup biofisik adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke lingkungan biofisik oleh kegiatan langsung atau tidak langsung manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu

II.C.2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup

Biofisik

Faktor-faktor penyebab terjadinya pencemaran lingkungan dari hasil perbuatan manusia meliputi (Lutfi, 2008) :

1. Faktor Industrialisasi. 2. Faktor Urbanisasi.

3. Faktor Kepadatan Penduduk. 4. Faktor Cara Hidup.

5. Faktor Perkembangan Ekonomi.

(44)

II.C.3. Komponen Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik

Komponen pencemaran lingkungan hidup biofisik menurut

Pustekkom, 2005 terdiri dari :

1. Komponen biotik yaitu merupakan makhluk hidup a. Hewan

b. Tumbuhan c. Manusia

2. Komponen abiotik yaitu benda-benda mati a. Tanah

b. Air c. Udara

d. Cahaya matahari.

(45)

II.D. Masyarakat Kota Medan

II.D.1. Definisi Masyarakat Perkotaan

Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain) yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut (Bintarto, 2008).

Bintarto (2008) mengatakan Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik. Berdasarkan fungsi dan karakteristiknya maka definisi sebuah Kota (city) adalah permukiman; berpenduduk relatif besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non agraris, kepadatan penduduk relatif tinggi; tempat sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan individualistis. (Bintarto, 2008).

(46)

administratifnya, yang berupa daerah pinggiran sekitarnya (daerah suburban). Sebuah Kota secara fisik paling sedikit terdiri dari 4 kecamatan.

Kota Menurut UU No.32 tahun 2004 ditinjau dari jumlah penduduknya dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Kota Besar (penduduk > 700 ribu jiwa);

2. Kota Sedang (penduduk > 200 - < 700 ribu jiwa); 3. Kota Kecil (penduduk < 200 ribu jiwa)

Masyarakat perkotaan adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut dalam suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya (Bintarto, 2008).

II.D.2. Ciri Masyarakat Perkotaan

Ciri-ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan menurut Poplin (dalam Bintarto, 2008) yaitu :

1. Perilaku heterogen

2. Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan 3. Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi

(47)

6. Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular 7. Individualisme

II.D.3. Masyarakat Kota Medan

Masyarakat Kota Medan adalah Setiap individu yang bertempat tinggal di Wilayah kota Medan yang ditunjukkan dengan kepemlikan terhadap kartu Tanda Penduduk Kota Medan yang terbagi menjadi 21

kecamatan dan 151 kelurahan.

Kecamatan Medan Deli mempunyai penduduk terbanyak, disusul kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di kecamatan Medan Baru, Medan Maimun dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi diperoleh di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur. (Berita Pemko Medan, 2008).

II.E. Pertanyaan Penelitian

(48)

1. Bagaimana gambaran sikap ekosentik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan ?

2. Bagaimana gambaran sikap ekosentik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan ditinjau dari variabel demografis, dalam hal ini usia dan pendidikan dan kepadatan daerah tempat tinggal ?

BAB III

METODE PENELITIAN

(49)

1. Bagaimana gambaran sikap ekosentik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan ?

2. Bagaimana gambaran sikap ekosentik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan ditinjau dari variabel demografis, dalam hal ini usia dan pendidikan dan kepadatan daerah tempat tinggal ?

BAB III

METODE PENELITIAN

(50)

karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran sikap manusia tehadap pencemaran lingkungan hidup biofisik.

Dalam penelitian jenis ini, data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, pengujian hipotesa, maupun membuat prediksi dan mempelajari implikasi (Hadi, 2000).

III. A. Variabel Penelitian

Adapun variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sikap ekosentris, sikap antroposentrik, dan sikap apatis masyarakat Kota Medan terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik.

III.B. Definisi operasional

III.B.1. Sikap Ekosentrik, Sikap Antroposentrik, dan Sikap Apatis

Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik Pada

(51)

III.B.1.a. Sikap Ekosentrik

Sikap yang memandang bahwa perlindungan terhadap alam demi kepentingan alam itu sendiri dan nili interinsik yang terkandung didalamnya, sikap ekosentrik menujukkan dukungan terhadap permasalahan lingkungan karena merasa bahwa alam patut mendapat perlindungan bukan karena pertimbangan-pertimbangan ekonomis.

Semakin tinggi skor subjek pada skala sikap ekosentrik, makin kuat kecendrungan sikap ekosentrik terhadap lingkungan hidup biofisik yang dimilikinya.

III.B.1.b. Sikap Antroposentrik

Sikap antroposentrik cenderung untuk memandang alam sebagai suatu sumber yang bisa dimanfaatkan (expendable) untuk kepentingan manusia. Perhatian mereka terhadap lingkungan lebih disebabkan karena kepentingan dirinya

Semakin tinggi skor subjek pada skala sikap antoposntrik, makin kuat kecendrungan sikap antroposntrik terhadap lingkungan hidup biofisik yang dimilikinya.

(52)

Sikap apatis adalah sikap tidak peduli terhadap permasalahan-permasalahan lingkungan.

Semakin tinggi skor subjek pada skala sikap aptais, makin kuat kecendrungan sikap apatis terhadap lingkungan hidup biofisik yang dimilikinya.

III.C. Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik

Pencemaran lingkungan hidup biofisik adalah penurunan kualitas atau perusakan lingkungan hidup karena masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke lingkungan hidup biofisik oleh kegiatan langsung atau tidak langsung manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu.

Indikator pencemaran dilihat dari komponen biotik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan makhluk hidup berupa kerusakan terhadap tumbuh-tumbuhan, kepunahan hewan dan ancaman kehidupan manusia. Serta komponen abiotik yaitu benda-benda mati berupa kerusakan tanah, pencemaran air, pencemaran udara dan bahaya sinar matahari dalam hal pemansan global.

(53)

Setiap individu yang bertempat tinggal di Wilayah kota Medan yang ditunjukkan dengan kepemlikan terhadap Kartu Tanda Penduduk Kota Medan yang terbagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan.

III.E. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian atau populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkiatan dengan masalah penelitian (Path Analysi, bu dina). Pada penelitian ini populaisnya adalah masyarakat kota Medan Sedangkan sampel merupakan sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Medan yang berada pada rentang usia remaja dan dewasa, dengan pendidikan minimal SMU berasal dari wilayah yang termasuk dalam 21 kecamatan yang ada.

III.E.1.Karakteristik Populasi

(54)

1. Masyarakat Kota Medan

Pemilihan Masyarakat Kota Medan adalah karena masyarakat Medan memenuhi syarat sebagai masyarakat perkotaan yang menurut Bintarto (2008) cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan individualistis dengan strata sosial ekonomi yang heterogen, serta kepadatan penduduk yang tinggi dan juga merupakan kota besar karena berpenduduk >700 ribu jiwa (dalam UU No.32 tahun 2004).

Kepadatan penduduk juga merpakan hal yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup biofisik.

World Bank (2000) melaporkan Salah satu masalah yang mengakibatkan kemerosotan lingkungan hidup biofisik terjadi pada negara-negara berkembang adalah pertumbuhan dan konsentrasi penduduk di kota-kota besar yang pesat.

2. Berada pada masa dewasa.

Menurut Hurlock (2002) masa dewasa dibagi atas tiga kelompok usia. Dalam penelitian ini hanya diambil pada dua masa dewasa yaitu dewasa awal (18-40 tahun) dan dewasa madya (40-60 tahun). Pengambilan populasi pada dewasa dilakukan karena sikap secara tepat terlah terbentuk pada masa ini.

(55)

3. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan minimal Sekolah Menengah Umum (SMU), Diploma, dan Sarjana. Individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memiliki perhatian yang lebih besar terhadap permasalahan lingkunga hidup biofisik dibandingkan dengan individu pada tingkat pendidikan yang lebih rendah

(Westra, dalam Farhati 1995).

III.E.2.Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel atau sampling menurut Kerlinger (dalam Hadi, 2000) berarti mengambil suatu bagian dari populasi atau semesta itu. Teknik Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2000).

(56)

paut yang erat dengan ciri-ciri atau karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Hanya individu-individu yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang diselidiki (Hadi, 2000).

III.E.3. Jumlah Sampel Penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan jumlah populasi yang ada dengan menggunakan rumus yang diformulasikan oleh Yamane (dalam Sukandarrumidi, 2006) yaitu :

n=_____N____ 1+NE*

Dengan keterangan : n = jumlah sampel N= jumlah poulasi

E= margin of error

Berdasarkan jumlah populasi yang diketahui berdasarkan data sensus tahun 2005 berjumlah 2.036.019 jiwa, maka dapat ditentukan jumlah sampel sebagai berikut :

n = ____N____ 1+NE

(57)

1 + (2.036.018) (0.05)*

n= 399.92, pembulatan menjadi 400 jiwa

Mengikuti formula di atas, maka didapat jumlah sampel dalam penelitian adalah 400 orang subjek.

III.F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala. Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif, kognitif dan konatif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 1999).

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala sikap ekosentrik, antroposentrik, dan aptis terhadap lingkungan hidup yang dikemukan oleh Thompson dan Barton (1994) dengan terlebih dahulu diadaptasi dan mendapat penambahan oleh peneliti karena mengingat kondisi subjek penelitian yang berbeda dengan yang dilakukan oleh Thompson dan Barton (1994), blue print

penelitian disajikan sebagai berikut.

(58)

Distribusi Aitem Skala Sikap Ekosentrik, Antroposentrik dan Apatis

Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik sebelum uji coba

No Komponen Kognitif Afektif Konatif Total

1 Sikap Ekosntrik 6 6 5 17

2 Sikap Antroposentris 8 5 4 17

3 Sikap Apatis 7 4 5 16

[image:58.612.126.560.161.323.2]

Total 21 15 14 50

Tabel 2

Blue Print Skala Sikap Ekosentrik, Antroposentrik dan Apatis Terhadap

Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik sebelum uji coba

No Komponen Kognitif Afektif Konatif Total

1 Sikap Ekosntrik 8,17,20,33,43,46 1,12,27,32,38,47 9,11,22,31,40 17

2 Sikap Antroposentris 4,16,25,28,35,44, 48,50

3,14,23,34,39 5,13,19,41 17

3 Sikap Apatis 6,15,26,29,36,45, 49

2,18,24,42 7,10,21,30,37 16

(59)

Penyusunan skala sikap ekosentrik, antroposentrik, dan apatis dibuat seluruhnnya dalam pernyataan fovourable (mendukung) dengan bentuk self rating scale. Skor untuk masing-masing butir bergerak dari 1 sampai 8. Semakin tinggi skor subjek pada skala sikap ekosentris, makin kuat kecendrungan sikap ekosentrik terhadap lingkungan hidup biofisik yang dimilikinya. Semakin tinggi skor subjek pada skala sikap antoposntris, makin kuat kecendrungan sikap antroposntris terhadap lingkungan hidup biofisik yang dimilikinya. Semakin tinggi skor subjek pada skala sikap aptais, makin kuat kecendrungan sikap apatis terhadap lingkungan hidup biofisik yang dimilikinya.

III. G. Validitas & Relibilitas Alat Ukur

III.G.1 Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi alat ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.

(60)

(profesional judgement) dari dosen pembimbing dalam proses telaah soal baik dari isinya maupun validitas muka (face validity). Tes yang memiliki face validity yang tinggi akan memancing motivasi individu yang dites untuk menghadapi tes tersebut dengan bersungguh-sungguh. Motivasi ini merupakan aspek penting dalam setiap prosedur tes. content validity (validitas isi) yaitu validitas yang menujukkan sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes itu. Construct validity yang digunakan dala penelitian ini menggunaka teknik Confirmatory Factor Analysis Model (CFA Model) Model pengukuran ini menujukkan sebuah varibel laten diukur oleh satu atau lebih variabel-variabel teramati. CFA digunakan atas alasan bahwa variabel-variabel teramati adalah indikator-indikator tidak sempurna dari variabel laten atau konstruk tertentu yang mendasarinya. Model pengukuran ini memodelkan hubungan antara variabel laten dengan varibel-variabel teramati hubungan tersebut bersifat reflektif, dimana variabel-variabel teramati merupakan refleksi dari variable laten terkait. Penetapan variabel-variabel teramati yang merefleksikan sebuah variabel laten dilakukan berdasarkan substansi dari penelitian yang dialkukan. Kemudian model pengukuran berusaha untuk mengkonfirmasi apakah variabel-variabel teramtai tersebut memang merupakan ukuran/refleksi dari sebuah variabel laten.

Pengukuran dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis

(61)

ukuran goodness of fit 0,82 (dalam penelitian ini dapat disebut sebagi keseusaian aitem dalam mengukur sikap) sebagai berikut :

Ukuran GOF Tingkatan Nilai Keteranga

n

Goodness of fit 0.82

Statistic Chi-square Semakin kecil semakin baik 0.0 good fit Root Mean Square

Error of Approximation (RMSEA)

RMSEA 0.08 adalah good fit, sedang RMSEA < 0.05 adalah close fit

0.060 good fit

Non-Normed Fit Index (NNFI)

TLI 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 TLI<0.90 adalah marginal fit

0.82 marginal fit

Adjusted goodness of fit index

AGFI 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 AGFI<0.90 adalah marginal fit

0.8 marginal fit

Setelah dilakukan pengujian tehadap 50 aitem kemudian ditetapkan batas kritikal berdasarkan nilai Standardized Loading Factor

(62)

dihapuskan dari model. Igbaria et.al (dalam Wijanto, 2008) mengatakan jika ada nilai muatan faktor standar < 0.50, tetapi masih > 0.30 maka variabel yang terkait bisa dipertimbangkan untuk tidak dihapus. Wijanto (2008) mengatakan penggunaan batas kritikal sepenuhnya terserah kepada peneliti, dengan mempertimbangkan teori atau substansi yang mendasari model, banyaknya variabel teramati yang tersisa setelah penghapusan dan reliabilitas model yang terkait.

Peneliti dalam penelitian mendapat hasil jika menggunakan standar muatan faktor > 0.50 terdapat 22 aitem yang diterima, jika menggunakan muatan faktor > 0.30 maka didapati 37 aitem yang ditermia. Berdasarkan pertimbangan kesimbangan jumlah aitem serta komponen yang menyusun aitem serta karakteristik sampel yang dihadapi maka, peneliti menggunakan 25 aitem dengan nilai muatan faktor standar > 0.30. dengan blue print sebagai berikut

Tabel 3

Distribusi Aitem Skala Sikap Ekosentrik, Antroposentrik dan Apatis

Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik setelah uji coba

No Komponen Kognitif Afektif Konatif Total

1 Sikap Ekosntrik 4 1 3 8

2 Sikap Antroposentris 5 1 3 9

(63)
[image:63.612.126.561.253.417.2]

Total 12 5 8 25

Tabel 2

Blue Print Skala Sikap Ekosentrik, Antroposentrik dan Apatis Terhadap

Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik setelah uji coba

No Komponen Kognitif Afektif Konatif Total

1 Sikap Ekosntrik 6,14,20,23 16 2,8,17 8

2 Sikap Antroposentris 11,13,21,24,25 9 3,5,18 9

3 Sikap Apatis 12,15,22 4,10,19 1,7 8

Total 12 5 8 25

III.G. 2. Reliabilitas

(64)

Reliabilitas model yang baik adalah Construct Relaibility 0.70 dan Variance Exctracted 0.50. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan di dapati nilai construct reliability = 0.993 dan nilai variance extracted = 0.626.

III. H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

III. H. 1. Tahap Persiapan

Pada tahapan ini hal-hal yang dilakukan peneliti adalah :

a. Pembuatan alat ukur

Pada tahapan ini maka peneliti mempersiapkan alat ukur sebanyak 50 item yang berupa skala self rating. skala sikap ekosentrik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik dibuat seluruhnnya dalam pernyataan fovourable

(mendukung) dengan bentuk self rating scale. Skor untuk masing-masing butir bergerak dari 1 sampai 8 Skala dibuat dalam bentuk buku di mana di samping pernyataan telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban

(65)

Untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria sampel yang hendak diteliti, maka peneliti melakukan survey awal melihat bagaiman kemudian skala ini bias disebar

c. Uji coba alat ukur

Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 27 April-2Mai 2009 dengan memberikan skala sikap ekosentrik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada 350 mahasiswa/mahasiswi Fakultas Psikologi USU

d. Revisi Alat Ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 316 orang mahasiswa/mahasiswi Fakultas Psikologi USU, peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala skala sikap ekosentrik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer LISREL 8.5 version. Setelah diketahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya, peneliti mengambil aitem-aitem tersebut untuk dijadikan skala sikap ekosentrik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik. Skala inilah yang digunakan peneliti dalam mengambil data untuk penelitian.

(66)

Setelah diujicobakan, maka selanjutnya peneliti melakukan pengambilan data kepada 400 orang sampel dengan memberikan alat ukur berupa skala sikap ekosentrik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik yang dilakukan pada tanggal 12 Mei – 29 Mei 2009.

III. H. 3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh hasil skor orientasi nilai pada masing-masing subjek, maka untuk pengolahan data selanjutnya, diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS for windows 15.0 version

III. I. Metode Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisa dengan analisa statistik. Pertimbangan penggunaan statistik dalam penelitian ini adalah:

1. Statistik bekerja dengan angka-angka. 2. Statistik bersifat objektif.

3. Statistik bersifat universal, artinya dapat digunakan hampir pada semua bidang penelitian. (Hadi, 2000)

(67)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai keselruhan hasil penelitian. Pembahasan pada bab ini dimulai dengan gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis data penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang ingin dilihat dari penelitian ini.

IV.A Gambaran Subjek Penelitian

Subjek penelitian berjumlah 402 orang masyarakat Kota Medan, dimana laki-laki ada sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang. Berdasarkan hal tersebut didapatkan gambaran umum subjek penelitian berdasrakan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, suku, dan kepadatan wilayah tempat tinngal.

IV.A.1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin.

(68)
[image:68.612.125.512.172.322.2]

Tabel

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin N % dari total N

Laki-laki 159 39.75 %

Perempuan 241 60.25 %

Total 400 100 %

Berdasarkan data pada tabel dapat dilihat bahwa jumlah subjek laki-laki 159 orang (39.75%) dan perempuan adalah 241 orang (60.25%) tidak seimbang dimana jumlah subjek perempuan lebih banyak yang berjumlah sebanyak 241 orang dan laki-laki 159 orang.

IV.A.2. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Tingkatan Usia

Subjek dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan 4 pengelompokan kategori usia yaitu: 18-28 tahun, 29-39 tahun, 40-50 tahun, dan > 51 tahun dengan penyebaran sebagai berikut :

Tabel

(69)

Tingkatan Kelas N % dari total N

18-28 tahun 295 73.75 %

29-39 tahun 81 20.25 %

40-50 tahun 19 4.75 %

51 tahun 5 1.25 %

Total 400 100 %

Tabel menunjukkan bahwa subjek penelitian yang paling banyak menjadi subjek penelitian berdasarkan tingkatan usia adalah subjek pada masa kategori usia 18-28 tahun sebanyak 295 orang (73.75%), kemudian subjek pada kategori usia 29-39 tahun sebanyak 81 orang (20.25%), kemudia subjek pada lategori usia 40-50 tahun sebanyak 19 orang (4.75%) dan yang paling sedikit subjek pada usia > 51 tahun sebanyak 5 orang (1.25%).

IV.A.3. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Tingkatan Pendidikan

[image:69.612.127.510.103.326.2]
(70)
[image:70.612.127.510.172.458.2]

Tabel

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkatan Usia

Tingkatan Kelas N % dari total N

SMU/SMK/STM 192 48 %

Diploma-1 4 1 %

Diploma-2 11 2.75 %

Diploma-3 58 14.5 %

Strata-1 123 30.75 %

Strata-2 12 3 %

Total 400 100 %

(71)

orang (2.75%) dan yang paling sedikit subjek pada tingkatan pendidikan terakhir D-1 sebanyak 4 orang (1%).

IV.A.4. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Suku Bangsa

[image:71.612.127.510.393.713.2]

Subjek dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan 7 suku bangsa yaitu: Batak, Melayu, Jawa, Tionghoa, Minang, Aceh, dan Campuran dengan penyebaran sebagai berikut :

Tabel

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku Bangsa

Suku Bangsa N % dari total N

Batak 101 25.25 %

Melayu 48 12 %

Jawa 119 29.75 %

Tionghoa 12 3 %

Minang 47 11.75 %

Aceh 33 8.25 %

Campuran 40 10 %

(72)

Tabel menunjukkan bahwa subjek penelitian yang paling banyak menjadi subjek penelitian berdasarkan suku bangsa adalah subjek dengan suku bangsa Jawa sebanyak 119 orang (29.75%), kemudian subjek dengan suku bangsa Batak sebanyak 101 orang (25.25%), kemudian dengan suku bangsa Melayu 48 orang (12%), kemudian dengan suku bangsa Minang 47 orang (11.75%), kemudian dengan suku bangsa Campuran 40 orang (10%), kemudian dengan suku bangsa Aceh 33 orang (8.25%) dan yang paling sedikit subjek dengan suku bangsa Tionghoa sebanyak 12 orang (3%).

IV.A.5. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Kepadatan

Wilayah Tempat Tinggal menurut Data Statistik.

[image:72.612.127.510.633.704.2]

Subjek dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan 3 kategori kepadatan yaitu: daerah dengan kepadatan tinggi, kepadatan sedang, dan kepadatan rendah dengan penyebaran sebagai berikut :

Tabel

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Kepadatan

Tingkatan Kelas N % dari total N

(73)

Kepadatan Sedang 266 66.5 %

Kepadatan Rendah 10 2.5 %

Total 400 100 %

Tabel menunjukkan bahwa subjek penelitian yang paling banyak menjadi subjek penelitian berdasarkan tingkatan kepadatan adalah subjek yang tinggal di dearah dengan kepadatan sedang sebanyak 266 orang (66.5%), Kemudian subjek yang tinggal di dearah dengan kepadatan tinggi sebanyak 124 orang (31%) dan yang palin sedikit subjek yang tinggal di dearah dengan kepadatan rendah sebanyak 10 orang (2.5%)

IV.A.6. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Kepadatan

Wilayah Tempat Tinggal menurut Subjek.

[image:73.612.127.509.108.214.2]

Subjek dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan 3 kategori kepadatan yaitu: daerah kurang padat, daerah padat, dan daerah sangat padat, dewasa tengah, dan dewasa madya dengan penyebaran sebagai berikut :

Tabel

(74)

Tingkatan Kelas N % dari total N

Kurang Padat 71 17.75 %

Padat 283 70.75 %

Sangat Padat 46 11.5 %

Total 400 100 %

Tabel menunjukkan bahwa subjek penelitian yang paling banyak menjadi subjek penelitian berdasarkan kepadatan yang dirasa subjek adalah subjek pada daerah padat sebanyak 283 orang (70.75%) , kemudian subjek pada daerah kurang padat sebanyak 71 orang (17.75), dan yang paling sedikit subjek pada daerah sangat padat sebanyak 46 orang (11.5%).

IV.B Hasil Penelitian Utama

IV. B. 1. Uji Asumsi

IV.B.1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas dalam

penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov Z yang

[image:74.612.127.510.106.284.2]
(75)

Tujuan penelitian ini adalah ingin menggambarkan bagaimana sikap ekosentrik, sikap antroposentrik, dan sikap aptis masyarakat terhadap pencemarang lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan.

IV.C. Hasil Tambahan

Bagaimana gambaran sikap ekosentik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan ditinjau dari variabel demografis, dalam hal i

Gambar

Tabel 2
Tabel 2
Tabel
Tabel  menunjukkan bahwa subjek penelitian yang paling banyak
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan pemerintah dan dinas kesehatan dapat melakukan promosi kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan pengobatan sendiri

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan, pengetahuan tentang pengaruh gaya kepemimpinan, lingkungan kerja dan motivasi berpengaruh

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan bahan bacaan atau referensi untuk memperluas wawasan dalam penerapan ilmu psikologi khususnya psikologi sosial

bagi peneliti; penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sehubungan dengan pengaruh partisipasi anggaran dan komitmen organisasi terhadap kinerja

6 Bagi peneliti, penelitian ini diharapakan dapat menjadi salah satu sarana untuk menambah wawasan maupun pengetahuan peneliti dalam bidang manajemen sumber daya manusia, khususnya

Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diterima dalam perkuliahan khususnya Manajemen Sumber Daya Manusia yang terkait

Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti dengan bidang kajian yang sama sebagai suatu acuan dan menambah pengetahuan tentang pengaruh rasio

Manfaat Praktis 1 Bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bekal pengalaman dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti yang terkait dengan perkembangan sosial