PENENTUAN NILAI DOBI (Deterioration Of Bleachibility Index) DALAM CPO PADA PT. PP. LONDON SUMATERA INDONESIA Tbk.
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
TUGAS AKHIR
Oleh :
ASRIL SITORUS 062410003
PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
PENENTUAN NILAI DOBI(Deterioration Of Bleachibility Index) DALAM CPO PADA PT. PP. LONDON SUMATERA INDONESIA Tbk.
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Diploma III
Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh :
Asril Sitorus 062410003
Medan, 26 mei 2009
Disetujui Oleh :
Pembimbing
Drs. Fathur Rahman H,MSi. Apt. NIP 130 872 281
Disahkan Oleh : Dekan,
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang mana berkat Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Tugas Akhir ini berjudul : Penentuan Nilai DOBI ( Deterioration Of
Bleachibility Index ) Dalam CPO pada PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk.
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi
persyaratan menyelesaikan Pendidikan Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan pada
Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini penulis Telah banyak mendapatkan
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu penulis juga ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt . Selaku dekan Fakultas farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App. Sc. Apt. selaku pengelola PKL
Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan.
3. Bapak Fathur Rahman H,Msi. Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan serta saran sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Bapak pimpinan PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk. Dolok POM dan
Ibu Siti Hawa selaku pimpinan QCTL PT. PP. London Sumatera Indonesia
Sei merah Tanjung Morawa.
5. Bapak Rusden Pandiangan ST, selaku pembimbing lapangan yang telah
6. Keluarga besar penulis yang banyak mendukung dan Adinda Siti Aisyah yang
telah memberikan banyak bantuan serta do’a untuk terselesaikannya Tugas
Akhir ini.
7. Teman-teman seperjuangan selama PKL Bayu, Rini, dan Widya yang telah
banyak memberikan dukungan dalam menyelesaikan Tugas akhir ini.
8. Semua teman – teman mahasiswa program Diploma III Analis Farmasi
angkatan 2006, terima kasih atas bantuan dan dukungannya dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Adinda tercinta yang selalu menjadi motifasi semangat penulis hingga
terselesaikannya tugas Akhir ini.
Secara khusus penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terimakasih yang tak
terhingga kepada ibunda tersayang (Siti Fatimah) dan ayahanda (Syahrial Sitorus) yang
tercinta serta adinda-adinda Yusnizar, Saiful bahri dan Siti Rahmawati yang selama ini
telah memberikan dorongan moril dan materil serta nasehat-nasehat selama penulis
menjalani perkuliahan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir ini.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.
Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua,
Amin.
Medan, 26 Mei 2009
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BABI. PENDAHULUAN... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.permasalahan ... 4
1.3. Tujuan ... 4
1.4. Manfaat ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Varietas kelapa sawit ... 5
2.2. Minyak kelapa sawit ... 7
2.3. Klaasifukasi Minyak kelapa Sawit ... 8
2.4. Komposisi Minyak Kelapa Sawit ... 9
2.5. Standar Mutu Kelapa Sawit ... 10
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit ... 12
2.7. Manfaat Minyak Kelapa Sawit ... 12
2.7.2. MInyak Sawit Untuk industri Non Pangan ... 14
2.7.3. Minyak Sawit Sebagai Bahan Bakar alternatif ... 15
2.8. DOBI (Deterioration Of Bleachibility Index) ... 15
BAB III. METODOLOGI ... 21
3.1. Alat dan Bahan ... 21
3.1.1 Alat – alat ... 21
3.1.2. Bahan – bahan ... 21
3.2. Prosedur Kerja ... 21
3.2.1. Persiapan Sampel ... 22
3.2.2. Prosedur ... 22
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
4.1. Hasil ... 23
4.2. Pembahasan ... 23
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 26
5.1. Kesimpulan ... 26
BAB I PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Awal mulanya, di Indonesia, kelapa sawit sekedar berperan sebagai tanaman hias
langka di Kebun Raya Bogor, dan sebagai tanaman penghias jalanan atau perkarangan.
Itu terjadi mulai tahun 1848 hingga beberapa puluh tahun sesudahnya. Ketika itu, tahun
1848, pemerintah kolonial belanda mendatangkan empat batang bibit kelapa sawit dari
Mauritius dan Amsterdam (masing-masing mengirimkan dua batang) yang kemudian
ditanam di Kebun Raya Bogor. Selanjutnya hasil anaknya dipindahkan ke Deli, Sumatera
Utara. Di tempat ini, selama beberapa puluh tahun, kelapa sawit yang telah
berkembangbiak hanya berperan sebagai tanaman hias di sepanjang jalan di Deli
sehingga potensi yang sesungguhnya belum kelihatan.
Pemerintah Kolonial Belanda, yang tahu lebih banyak tentang segi ekonomis kelapa
sawit, berupaya menarik minat masyarakat terhadap pengusahaan tanaman kelapa sawit.
Tercatat beberapa percobaan penanaman kelapa sawit yang disertai kegiatan penyuluhan
dilakukan di Muara Enim (tahun 1869), Musi Hulu (tahun 1870), dan di Belitung (tahun
1890). Hasilnya ternyata belum memuaskan, asyarakat perkebunan masih ragu-ragu
terhadap prospek ekonomis perkebunan kelapa sawit, juga terhadap cara pemrosessan
kelapa sawit menjadi minyak sawit. Alhasil, kelapa sawit tetap belum beranjak dari peran
yang telah disebutkan diatas.
Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) merupakan salah satu dari beberapa tanaman
dikenal terdiri dari empat macam tipe atau varietas, yaitu tipe macrocarya, dura, tenera,
dan pisifera. Masing-masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung. Warna daging
buah ialah putih kuning diwaktu masih muda dan berwarna jingga setelah buah menjadi
matang. Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang
dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40%. Minyak kelapa
sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Minyak kelapa
sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit
(Palm Kernel Oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil kelapa sawit (Palm Kernel
Meal atau Pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah
mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah
dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter lebih kurang 8 mm. Selain
itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.
PT.PP. London Sumatera Indonesia Tbk, didirikan pada tahun 1906 dengan nama
Horison & Crosfield Ltd. Perusahan ini pada mulanya merupakan bekas Concessic
berdasarkan perjanjian antara Zelfbestur tanah jawa dengan beberapa perusahan Rubber
Company Ltd. Yang disyahkan dengan ketetapan Resident Sumatera timur. Dalam rangka
konversi Undang-undang Pokok Agraria (UU No.5 Tahun 1960), bahwa Hak concessic
tersebut dikonversi menjadi Hak Guna Usaha (HGU) sebagaimana ditegaskan dalam
surat menteri Araria tertanggal 1 maret 1962 No.Ka.13/7/1.
Berdasarkan agreement antara pemerintah R.I. dengan Horrison dan Crosfield
Ltd. dan anak perusahaannya tertanggal 20 Maret 1968 tentang kepemilikan dan
penguasaan perkebunan tersebut oleh pemerintah R.I. dikembalikan kepada pemiliknya
dengan kesanggupan pemerintah memberikan Hak Guna Usaha (HGU) selama 30 (tiga
puluh) tahun, terhitung sejak tanggal 4 april 1968 dan berakhir pada tanggal 31 desember
1998.
Bahwa PT.PP. London Sumatera Indonesia didirikan dengan Akte Notaris Raden
Kadiman di Jakarta tanggal 18 desember 1962 No. 93 dan akte perubahan tanggal 9
september 1963 No. 20 adalah Badan Hukum Indonesia telah mendapatkan pengesahan
dari menteri Kehakiman R.I sesuai dengan surat penetapan tanggal 14 maret 1963
No.C2.3943.HT.01.04. Tahun 1996 setelah didaftarkan pada panitia Pengadilan Negeri
Medan tanggal 19 oktober 1963 masing-masing dibawah No.170/1993 dan No.171/1963.
Untuk memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) yaitu terhitung mulai tanggal 1 januari
1999 dan berakhir masa berlakunya sampai dengan tanggal 31 desember 2003 dan 2004.
Untuk selanjutnya guna melanjutkan usaha Lonsum Tbk, telah memperpanjang HGU
terhitung 01 januari 1999 dan berakhir masa berlakunya 31 desember 2009.
Tuntutan pasar akan CPO (Crude Palm Oil) di masa sekarang dan yang akan datang
cenderung menginginkan kualitas yang lebih baik, tidak saja dari komponen mayor
kelapa sawit seperti lemak dan minyak alam yang terdiri atas trigliserida, digliserida dan
monogliserida, asam lemak bebas, moisture, pengotoran dan terdiri dari komponen minor
seperti β-karoten vitamin β, iodine, dan sebagainya. Pasca ditetapkan standarisasi β
-karoten terhadap CPO impor antara 500 hingga 2.500 ppm oleh Direktorat Bea India
sejak Agustus 2003 berimbas pada penurunan secara drastis ekspor Sumatera Utara akan
CPO. India telah menahan masuk CPO dari Indonesia dengan alasan kandungan β
-karoten (provitamin A) komoditas tersebut dibawah standar baru yang ditetapkan negara
kelapa sawit melakukan usaha-usaha pengembangan bahan tanaman kelapa sawit yang
dapat memenuhi standar tersebut (Donald, 2006).
1.2PERMASALAHAN
Harga CPO Indonesia dipasar internasional mengalami penurunan harga yang
signifikan. Penurunan harga ini terjadi akibat menurunnya angka indeks derajat
kepucatan ( DOBI = deoteration of bleachability index), harga CPO Indonesia dipasar
Internasional selalu mendapat potongan harga sampai 500 rupiah per kg hal ini
disebabkan karena CPO Indonesia tidak memenuhi standar DOBI yang ditetapkan oleh
Codex Allimentariurs Commision yaitu Angka DOBI minimal untuk CPO adalah 2,8 .
1.3. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui nilai DOBI (Deterioration Of
Bleachibility Index) pada CPO di PT. PP. London Sumatera Indonesia Tbk, Dolok Palm
Oil Mill.
1.4. MANFAAT
Hasil percobaan ini bermanfaat untuk mengetahui kualitas CPO sehingga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 VARIETAS KELAPA SAWIT
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu
dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna
kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut ternyata dikenal juga beberapa varietas
unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan
produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain. Berdasarkan ketebalan
tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit, yaitu :
1. Dura
Tempurung cukup tebal antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada
bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap
buah bervariasi antara 35 – 50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan
minyak yang rendah.
Dari empat pohon induk yang tumbuh di Kebun Raya Bogor, varietas ini
kemudian menyebar ketempat lain, antara lain ke negara Timur Jauh. Dalam persilangan,
varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina.
2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya
tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat
tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain.
fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan.
Penyerbukan silang antara Pisifera dan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan
Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam diperkebunan-perkebunan pada saat ini.
Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm, dan terdapat
lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60
– 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi
ukuran tandannya relative lebih kecil.
4. Macro Carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.
5. Diwikka - Wakka
Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah.
Diwikka-Wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, diwikka-wakkapisifera, dan
diwikka-wakkatenera. Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan terakhir ini jarang
dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia (Donald, dkk, 2003).
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase
atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada
varietas Tenera yaitu sekitar 22 – 24 %, sedangkan pada varietas Dura antara 16 – 18 %.
Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu saja yang mengandung rendemen minyak tinggi
sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang utama. Sehingga tidak mengherankan
jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas Tenera
2.2. MINYAK KELAPA SAWIT
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) dapat menghasilkan dua jenis minyak,
yakni minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang diekstraksi dari mesokrap buah kelapa
sawit, dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) diekstraksi dari biji atau inti kelapa
sawit.
Minyak kelapa sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui
ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus yang berwarna kuning sampai
merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang yang disebabkan oleh kandungan asam
lemak jenuh yang tinggi. Dengan adanya air dan serat halus tersebut menyebabkan
minyak kelapa sawit mentah tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan pangan
maupun non pangan (Naibaho, 1988).
Minyak sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki susunan
dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak
sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri nonpangan seperti
kosmetik dan farmasi, bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan
bakar.
Manfaat minyak sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri bahan
pangan dan industri nonpangan (Fauzi, 2007).
Agar minyak sawit menjadi bisa dimakan (edible), maka unsur-unsur trigliserida
harus dipisahkan dari unsur-unsur non-trigliserida. Unsur-unsur non-trigliserida yang
larut dalam minyak seperti asam lemak bebas (FFA), karoten, serta antioksidan dapat
dipisahkan secara kimiawi, sementara unsur non-trigliserida yang tidak larut dalam
Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis
karena merupakan bahan baku pembuatan minyak makan. Sementara minyak makan
merupakan salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak
makan di dalam dan di luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peraanan
komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa (pahan, 2006).
2.3. KLASIFIKASI MINYAK KELAPA SAWIT
Pengklasifikasian minyak kelapa sawit sudah dimulai empat abad lalu, dan
menurut nama buahnya Elaeis guineensis dapat dipecah menjadi beberapa
varietas-varietas yaitu:
1. Nigrescens
Warna buah lembayung atau violet sampai hitam waktu muda, dan berubah
menjadi kuning atau orange sesudah matang.
2. Virescnes
Warna buah hijau ketika muda, dan berubah menjadi merah kuning sesudah
matang.
3. Albesnes
buah keputih-putihan ketika muda, dan berubah menjadi kekuning-kuningan
2.4. KOMPOSISI MINYAK KELAPA SAWIT
Minyak kelapa sawit tersusun atas lemak dan minyak alam yang terdiri atas
trigliserida, digliserida dan monogliserida, asam lemak bebas, moisture, pengotor dan
komponen-komponen minor bukan minyak / lemak yang secara umum disebut dengan
senyawa yang tidak dapat disabunkan (sekjen deperindag, 2007).
Disamping komponen utama penyusun minyak kelapa sawit berupa asam lemak
jenuh dan tak jenuh (stearin dan olein), juga terdapat komponen minor yang terdapat pada
minyak kelapa sawit dalam jumlah kecil. Minyak kelapa sawit mengandung sekitar 1%
komponen minor diantaranya: karoten, vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), sterol,
posfolipid, glikolipid, terpen dan hidrokarbon alifatik. Kegunaan yang terpenting dari
karoten dan vitamin E adalah memberikan kontribusi sifat fisiologis yang penting pada
tubuh (Choo Yen, 1994).
No Senyawa Konsentrasi (ppm)
1 Karotenoid 500-700
2 Tokoperol dan Tokotrienol 600-1.000
3 Sterol 326-527
4 Phospholipid 5-130
5 Triterpen Alkohol 40-80
6 Metil Sterol 40-80
7 Squalen 200-500
8 Alkohol Alifatik 100-200
9 Hidrokarbon Alifatik 50
Tabel 1. Komponen minor dari minyak kelapa sawit (Tan, 1981)
Minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) dan inti minyak kelapa sawit (Kernel Palm
Oil) merupakan susunan dari fatty acids,esterified, serta glycerol yang masih banyak
lemaknya. Didalam keduanya tinggi serta penuh akan fatty acids, antara 50% dan 80%
dari masing-masingnya. Minyak kelapa sawit mempunyai 16 nama carbon yang penuh
sebagian besar berisikan lauric acid. Minyak kelapa sawit sebagian besarnya tumbuh
berasal alamiah untuk tocotrienol, bagian dari vitamin E. Minyak kelapa sawit
didalamnya banyak mengandung vitamin K dan magnesium (sekjen deperindag, 2007).
2.5. STANDAR MUTU MNYAK KELAPA SAWIT
Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama,
benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak kelapa
sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan
mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu
sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi
standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam
tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang
digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing- masing berbeda.
Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih
Diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak
faktor. Faktor- faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan
pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan (sekjen deperindag,
2007).
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang 0,1 persen dan
kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah
mungkin (kurang lebih 2 persen), bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah
dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam
Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek
kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak,
kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan
kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality)
mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat
pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA.
Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 %
-22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah) (sekjen
deperindag, 2007).
Minyak sawit hasil ekstraksi ini masih merupakan bentuk kasar sehingga dinamai
CPO yang mengandung bahan-bahan lain (impurities), ALB, Phosphatides, zat warna, zat
pembau, air dan lai-lain. CPO berupa minyak kental berwarna kuning jingga
kemerah-merahan yang mengandung FFA 5% dan provitamin E (800-900 ppm) (PT. International
Contact Business System, 2000).
2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU MINYAK SAWIT
Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu menginginkan
minyak sawit yang benar–benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab
minyak sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan baku dalam industi non pangan saja,
tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula tidak semua pabrik
minyak kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang
minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih
dimurnikan dengan sentrifugasi.
Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor –
faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan paska panen, atau
kesalahan selama proses pemerosesan dan pengangkutannya. Faktor – faktor yang
mempengaruhi mutu adalah kadar air, kadar kotoran, asam lemak bebas, bilangan
peroksida dan daya pemucatan. Faktor–fakor lain adalah titik cair, kandungan gliserida
padat dan sebagainya. Semua faktor–faktor ini perlu dianalisa untuk mengetahui mutu
minyak kelapa sawit (PS, 1997).
2.7 PEMANFAATAN MINYAK KELAPA SAWIT
Minyak sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki susunan
dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak
sawit sebagai sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri nonpangan seperti
kosmetik dan farmasi, bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan
bakar.
Manfaat miinyak sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri bahan
pangan dan industri nonpangan (Fauzi, 2007).
1.Minyak Sawit Untuk Industri Pangan
Menurut standard Badan Kesehatan Dunia (WHO) konsumsi perkapita minyak
dan lemak makanan minimal sebanyak 12 kg per tahun. Konsumsi minyak san lemak
Negara berkembang konsumsi minyak dan lemak makanan per kapita masih jauh di
bawah Negara-negara maju. Indonesia, misalnya, kini setidaknya membutuhkan 3 juta
ton minyak dan lemak sawit guna memenuhi konsumsi sebanyak sekitar 230 juta
penduduk. Jadi, konsumsi minyak dan lemak sawit per kapita Indonesia berkisar 12-13
kg per tahun dan angka ini sudah setara standard WHO (Fauzi, 2007).
Agar minyak sawit menjadi bisa dimakan (edible), maka unsur-unsur trigliserida
harus dipisahkan dari unsure-unsur non-trigliserida. Unsur-unsur non-trigliserida yang
larut dalam minyak seperti asam lemak bebas (FFA), karoten, serta antioksidan dapat
dipisahkan secara kimiawi, sementara unsur non-trigliserida yang tidak larut dalam
minyak dapat langsung dipisahkan melalui proses filtrasi bertingkat (Hadi, 2007).
Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak
sawit maupu n minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, refinasi, dan hidrogenasi.
Produksi CPO di Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein
cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan
domestic sebagai pelengkap minyak goreng (Fauzi, 2007).
Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan
dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening, dan bahan untuk
membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keungulan
dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui
berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu,
kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goring yang terbuat
dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah
makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak sawit tidak cepat tengik (Fauzi,
2007).
.
2. Minyak Sawit Untuk Industri Nonpangan
Secara umum 90% minyak sawit digunakan sebagai minyak dan lemak makanan,
sisanya 10% dikonsumsi industri oleokimia dan farmasi. Produk nonpangan yang
dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit diproses melalui hidrolisis (splitting)
untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin (Fauzi, 2007).
3. Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif (palm biodisel)
Indonesia dan Malaysia adalah Negara produsen minyak sawit di dunia juga telah
mengembangkan biodisel dari minyak sawit (palm biodisel) tetapi pengembangannya
belum komersial. Palm biodisel mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan
minyak bumi (petroleum diesel) sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel
atau dicampur dengan petroleum diesel. Palm biodiesel merupakan bahan bakar yang
lebih bersih dan lebih mudah ditangani karena tidak mengandung sulfur dan senyawa
benzene yang karsinogenik (Anonim, 2007).
2.8. DOBI (Deterioration Of Bleachibility Index).
DOBI (Deterioration Of Bleachibility Index) atau data index pemucat merupakan
perbandingan dari kandungan karoten dan produk oksidasi skunder pada CPO. Nilai
DOBI yang rendah mengindikasikan naiknya kandungan produk oksidasi skunder
bleaching Earth sehingga sulit dipucatkan karena produk-praduk karotenoid telah
teroksidasi sehingga sulit dipucatkan (Warta PPKS, 2008).
Karoten dalam minyak sawit bereaksi dengan asam kuat dalam kondisi tanpa adanya air menghasilkan kation hijau-biru. Perubahan warna hijau-biru yang dilihat
sebagian pada proses pemucatan karena keberadaan kation – kation ini. Menurut Sarier
dan Guiler, penyerapan karoten disebabkan asam aktif yang terdapat dalam tanah
montmorillonit menyerap pada bagian permukaan kation karoten.
Hasil dari beberapa reaksi oksidasi β-karoten dengan senyawa peroksida sendiri
atau dengan katalis adalah berbagai senyawa metal oksida (dan katalis metal oksida).
Reaksi oksidasi molekul ini mempengaruhi sebuah faktor elektron dan sebuah faktor
stereokimia. Walaupun demikian, oksidasi β-karoten dengan molekul oksigen tak dapat
dipisahkan dari reaksivitas molekul β-karoten. Karena molekul β-karoten lebih kecil dari
ukuran molekul oksigen maka relatif tidak bereaksi dengan oksigen dibandingkan dengan
radikal peroksida.
Beberapa literatur menyatakan bahwa panas dapat mengakibatkan degradasi β -karoten dan perubahan kimia pada CPO. Pada temperatur ruangan atau sampai
temperatur 100oC, umumnya diterima bahwa degradasi β-karoten oleh oksidasi. Pada
temperatur yang lebih tinggi, konsentrasi oksigen menjadi tidak penting dari pada efek
dari panas. Sebenarnya β-karoten tidak stabil pada temperatur yang tinggi, dan data
literatur menunjukkan bahwa lebih dari 90% β-karoten rusak karena panas dalam gliserol
atau parafin cair pada 210oC selama 5 menit. Kehilangan terbesar dari β-karoten pada
minyak sawit ketika dipanaskan sampai 160, 180, and 200oC dan dipertahankan
Kandungan minyak sawit pada mesokarp buah sawit yang telah masak merupakan
salah satu sumber karotenoid atau karoten yang terkaya pada tanaman (500-700 ppm)
(Choo, et al,1993). Karotenoid, termasuk diantaranya β-Caroten pada minyak sawit
mentah berada pada kondisi bebas dan terlarut sehingga pemanfaatannya (melalui
absorbsi) oleh tubuh dapat dilakukan dengan baik (Parker, 1996). Selain itu, karoten
tersebut dalam bentuk trans isomer sehingga lebih mudah dikonversikan menjadi vitamin
A dibandingkan dengan jenis karoten yang berbentuk cis isomer (Johnson et al., 1996).
Istilah karoten digunakan untuk menunjuk ke beberapa zat yang berhubungan
yang memiliki formula C40H56. Karoten adalah
penting unt
buah dan sayur lainnya. Dia berperan dalam fotosintesis dengan menyalurkan energi
cahaya yang dia serap ke
Deterioration Of Bleachability Index ( DOBI) bukan merupakan salah satu dari
spesifikasi mutu. Bagaimanapun, kebanyakan dari para pembeli CPO menginginkan
produk yang telah mengalami proses penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO
(Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil). Bleachibilitas atau daya pemucatan yang
baik akan menjadi suatu indikator dari " kesiapan CPO untuk digunakan".
Analisa kadar air, pengotoran dan asam lemak bebas sendiri tidak cukup untuk
membuktikan mutu dari CPO. DOBI dalam analisanya dapat memperlihatkan suatu
indikasi yang baik dari status oxidative dari CPO setelah CPO di produksi (Gee Keck
Seng (M) Berhad, 2005).
Produsen CPO di eropa menggunakan pengalaman mereka dalam test pemucatan
Malaysia telah mengadopsi dasar-dasar prosedur yang lebih ilmiah yang dikembangkan
oleh PORIM. Prosedur ini dikenal dengan nama The Deterioration Of Bleachibility Index
atau biasa disebut test DOBI.
Test DOBI melibatkan pengukuran serapan ultraviolet dari minyak yang telah
dilarutkan dengan suatu pelarut dengan dua panjang gelombang pengukuran yang
berbeda. Yang pertama kali diukur adalah jumlah karoten dalam larutan yang belum
berubah bentuk (karoten mudah rusak karena teroksidasi oksigen). Pengukuran lainnya di
tujukan untuk mengukur konsentrasi produk-produk oksidative tertentu dari asam lemak
bebas pada CPO. Perbandingan dari pengukuran pertama dan kedua itu adalah indikator
yang sensitif untuk melihat jumlah oksidasi secara luas pada CPO. PORAM menetapkan
nilai DOBI minimal 2,30 sebagai standar ( Anonim, 2006).
Masalah lain yang dianggap sebagai penyebab rendahnya angka DOBI CPO
adalah parameter kualitas CPO yang masih berpatokan pada asam lemak bebas (ALB)
yang terkandung pada CPO maksimum 5 %. Angka 5 % ini sesuai dengan spesifikasi
persyaratan mutu pada SNI Crude Palm Oil (CPO) No. SNI 01-0016-1998 yang disahkan
pada tahun 1998. Dasar pengukuran mutu CPO yang berbeda dengan pasar internasional
menyebabkan terjadinya potongan harga atau diskon pada CPO asal Indonesia (Sekjen
Deptan, 2004).
DOBI itu sendiri merupakan angka perbandingan angka serapan absorben
terhadap asam lemak bebas. Apabila dihubungkan dengan aspek kualitas berdasarkan
DOBI, ada 5 kelas minyak sawit mentah (CPO). CPO dengan angka DOBI <1,68,
termasuk kedalam CPO yang memiliki kualitas yang buruk. Sementara itu CPO dengan
angka DOBI 2,30 – 2,92 mengindikasikan bahwa CPO ini memiliki mutu cukup baik.
Angka DOBI 2,93 – 3,23 memperlihatkan indikasi CPO dengan mutu baik. Dan Angka
DOBI diatas 3,24 berarti CPO memiliki kualitas yang sangat baik. Sementara itu
kebanyakan negara tujuan ekspor menetapkan angka DOBI CPO yang dapat diterima
harus memiliki angka DOBI lebih besar atau sama dengan 2,8. Angka DOBI minimal 2,8
yang diminta oleh pedagang CPO dunia diambil dari ketentuan dalam Codex
Allimentariurs Commision. Pada kenyataannya sampai saat ini, CPO Indonesia rata rata
memiliki angka DOBI dibawah 2,8. Dan nilai ini dianggap nilai yang kurang baik
(Sekjen Deptan, 2004).
DOBI adalah perbandingan nilai absorbansi spectrophotometri pada gelombang
446 nm dengan gelombang 269 nm. Metoda ini dikembangkan oleh Dr. P. A. T.
Swoboda dari Palm Oil Research Institute of Malaysia (sekarang dikenal dengan nama
Malaysia Palm Oil Board) (Gee Keck Seng (M) Berhad, 2005).
Keuntungan utama pemilihan metode spektrofotometri bahwa metode ini
memberikan metode sangat sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil
(Anonim, 1979).
Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya
oleh suatu sistem kimia itu sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi,
demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang gelombang
tertentu (Underwood, 1986).
Dalam ilmu kefarmasian spektrofotometri digunakan untuk menganalisis kadar
obat. Spektrofotometri dapat mengindikasikan bahwa setiap obat harus dapat bekerja
digunakan adalah suatu molekul obat dapat menyerap ultraviolet dan cahaya tampak
dengan kemungkinan bahwa elektron molekul obat akan tereksitasi ke tingkat energi
yang tinggi. bertujuan untuk menetukan kadar obat secara spekrofotometri serapan pada
daerah ultraviolet dan cahaya tampak
Spektrofotometri yang paling sering digunakan dalam industri farmasi adalah
spektrofotometri ultra violet dan juga cahaya tampak. Salah satu aplikasi dari
spektrofotometri ultra violet adalah penetapan kadar yang memiliki peranan penting
untuk melakukan penentuan kuantitatif bahan baku dan sediaan obat. Penentuan kadar
dilakukan dengan mengukur absorbsi maksimum dari kurva absorbsi. Jika penetuan
kadar sangat rendah atau senyawa mula-mula mengabsorbsi dibawah 200 nm, maka
sering kali senyawa ini terlebih dahulu diubah menjadi suatu senyawa yang berwarna
melalui reaksi kimia dan absorbsi ditentukan dalam daerah tampak.
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi
radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia peka,
gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan
sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya putih.
BAB III METODOLOGI
Prosedur penetuan nilai DOBI ( Deterioration Of Bleachibility Index) dilakukan
menurut prosedur yang tertera pada STANDAR OPERATING PROCEDURE PT. PP.
London Sumatera Indonesia Tbk, Dolok Palm Oil Mill, Prosedur ini digunakan dengan
Spektrofotometer ultraviolet cahaya tampak UV-1700B Shimadzu.
3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan adalah:
• Labu Ukur 100 ml,
• Neraca Analitis,
• Pipet Tetes,
• Beaker Glass,
• Spektrofotometer UV-Visible 1700B Shimadzu.
• Penangas air.
3.1.2 Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah:
• CPO (Crude Palm Oil), produksi PT. PP. London Sumatera
Indonesia Tbk, Dolok Palm Oil Mill.
Prosedur kerja
Persiapan Sampel
Dicairkan sampel pada temperatur 60°C-70°C dan dihomogenkan sebelum
diambil untuk bagian test.
Prosedur
• Ditimbang seksama 0,1 gram sampel.
• Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml.
• Dilarutkan sampel dengan beberapa mililiter Iso-oktan p.a sampai garis tanda.
• Diukur nilai DOBI dengan memakai DOBI test yang terdapat dalam
Spektrofotometer UV-Visible 1700B Shimadzu. pada panjang gelombang 446
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil
Tabel nilai DOBI dari CPO (Crute Palm Oil)
kuvert Nilai DOBI
1 2,84
2 2,89
3 2,82
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian DOBI dari Spektrofotometer UV-Visible 1700B
Shimadzu nilai DOBI yang terdapat dalam CPO (Crude Palm Oil) adalah 2,85.
berdasarkan ketentuan pedagang CPO dunia, Codex Allimentariurs Commision
menetapkan angka DOBI CPO yang dapat diterima harus memiliki angka DOBI lebih
besar atau sama dengan 2,8. Nilai DOBI yang terdapat dalam CPO pada PT. PP. London
Sumatera Tbk memenuhi persyaratan yang terdapat dalam Codex Allimentariurs
Commision.
Masalah utama yang terjadi selama proses blechibilitas dan pada beberapa kondisi
pengujian DOBI adalah kesulitan ketika akan memucatkan minyak. Salah satu cara
metode analisa sederhana yang diajukan sebagai suatu metode relevan untuk pengujian
nilai Deterioration of Bleachability Index (DOBI). Prosedurnya adalah uji
spectrophotometri kadar logam dari minyak kelapa kasar dengan suatu zat pelarut. Rasio
kelapa sawit kasar, sementara dengan nilai 2 - 3 menunjukkan suatu keadaan yang masih
dapat diterima karena proses pengolahan pabrik kelapa sawit.. Minyak dengan nilai
DOBI kurang dari 2 menunjukkan kondisi minyak dibawah normal setelah diproduksi
atau dengan kata lain diproses dengan cara yang buruk Aktivitas lipoxygenase adalah
salah satu penyebab yang mungkin untuk mengoksidasikan minyak yang menyebabkan
terjadinya masalah ketika minyak akan dipucatkan Oksidasi dari minyak selama proses
pemanasan mungkin menjadi faktor lain (W.L. Slew dan N. Mohamad, 1992).
Menurut beberapa literatur rendahnya angka DOBI terjadi akibat rendahnya
efisiensi proses dan teknologi minyak sawit mentah (CPO). Rendahnya efisiensi
pengolahan dan teknologi terjadi akibat sistim teknologi dan perangkat mesin dalam
pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit masih menggunakan acuan sistim
teknologi lama. Akibatnya banyak buah sawit yang tersisa pada proses perontokan atau
proses pemisahan secara mekanis antara sawit dan tandannya.
Angka DOBI CPO dari PTPN adalah 2,5 – 2,6. Bila dibandingkan dengan
malaysia, yang rata rata CPOnya memiliki angka 3,maka didunia internasional mutu CPO
Indonesia kurang baik (Sekjen Deptan, 2004).
Hal utama yang paling penting untuk dilakukan adalah menyesuaikan spesifikasi
mutu CPO dalam SNI Crude palm Oil dengan standar Codex. Apabila dunia perdagangan
CPO internasional menghendaki standar mutu CPO diukur dengan angka DOBI
(deoteration of bleachability index) bukan dengan persentase Asam lemak Bebas,
sebaiknya Dilakukan revisi pada spesifikasi mutu CPO. Revisi ini penting dilakukan
mengingat SNI Crude Palm Oil, digunakan sebagai acuan memproduksi Crude palm Oil
dengan pembinaan terhadap produsen Crude Palm Oil untuk menerapkan proses produksi
Crude Palm Oil yang dapat menjamin tercapainya angka DOBI yang standar. Apabila
diperlukan Inovasi teknologi produksi CPO, sebaiknya inipun dilakukan. Tanpa
penyesuaian teknologi mendapatkan CPO yang memiliki angka DOBI yang standar,
revisi SNI akan menjadi sia-sia. Sia-sia karena yang diinginkan oleh SNI tidak akan dapat
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penentuan nilai DOBI dalam CPO (Crude Palm Oil) pada PT.
PP. London Sumatera Tbk yang ditentukan secara Spektrofotometer UV-Visible(1700B
Shimadzu) di dapat nilai DOBI sebesar 2,85 nilai DOBI yang diperoleh itu memenuhi
persyaratan yang terdapat dalam Codex Allimentariurs Commision yaitu lebih besar atau
sama dengan 2,8.
5.2. Saran
Disarankan untuk dilakukan pengujian DOBI dari sampel yang bersumber dari
PKS (Pabrik Kelapa Sawit) lain dari seluruh Indonesia, sehingga dapat diketahui nilai
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005, Deterioration Of Bleachability Index (DOBI).. Warta. PPKS. No.3.
Vol.13.
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Ed. III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Ed. IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Anonim, 2006, Understanding Oil And Fats Global Oil And Fats Magazine VOl 35
Anonim, 2007, Gambaran Sekilas Industri kelapa Sawit, Sekjen Deperindag,
Deperindag, Jakatra
Buletin Standarisasi dan Akreditasi Infomutu, PSA Deptan, Sekjen Deptan, Edisi mei
2004.
Darnoko., 2005, Minyak Sawit dan Kandungan Karoten, Jurnal Agrotek 5 (2005).
Fauzi, Y., 2006, Kelapa Sawit, Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis
Usaha dan Pemasaran, Penebar Swadaya. Jakarta.
Gee Keck Seng (M) Berhad, 2005. “Use of the Deterioration Of Bleachability Index
(DOBI) to Characterise the Quality of Crude Palm Oil” Masai, Johore,
Malaysia.
International Contact Business System., 2000, Study Tentang Produksi Peasaran
Konsumsi dan Investasi Minyak Kelapa Sawit Indonesia, ICBS Inc.
Iyun, Pahan., 2006,Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agrobisnis Dari
Hulu ke Hilir. Cetakan pertama, Penebar Swadaya, Jakarta.
Karrer, P. dan Jucker, E., 1950. Carotenoid. Elservier Publishing.
Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Cetakan
Pertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar KImia Analitik, UI Prees, Jakarta.
May, Choo Yuen., 1994. Palm Oil Carotenoids Food and Nutrition Bulletin, 15(2).
Naibaho., 1988, Pemisahan Karotena (Provitamin A) Minyak Sawit Dengan Metode
Adsorpsi, Disertasi S-3. FPS. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
PT.PP.London Sumatera Indonesia Tbk. (2005). Standar Operating Procedure.Dolok
POM, limapuluh.
Sastrosayono, S, 2003, Budidaya Kelapa Sawit, Penerbit Agromedia Pustaka,
Purwokerto.
Siahaan, Donald, dkk., 2003, Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, PPKS, Medan.
Tim Penulis, PS, 1997, Kelapa Sawit Usaha Budidaya dan Pemanfaatan Hasil dan
Tan B.K., 1981, Malaysian Palm Oil Chemical and Physical Characteristics, PORIM
Technology.
Underwood, A.L dan R.A. Day, JR. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Warta PPKS, 2008, vol.16, PPKS
W.L. Slew dan N. Mohamad, 1992, Palm Oil Research Institute of Malaysia, Bandar