• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Nilai Dobi (Deterioration Of Bleachibility Index) Dalam Cpo Pada pt. Pp. London sumatera indonesia tbk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penentuan Nilai Dobi (Deterioration Of Bleachibility Index) Dalam Cpo Pada pt. Pp. London sumatera indonesia tbk"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN NILAI DOBI (Deterioration Of Bleachibility Index) DALAM CPO PADA PT. PP. LONDON SUMATERA INDONESIA Tbk.

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

TUGAS AKHIR

Oleh :

ASRIL SITORUS 062410003

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENENTUAN NILAI DOBI(Deterioration Of Bleachibility Index) DALAM CPO PADA PT. PP. LONDON SUMATERA INDONESIA Tbk.

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Diploma III

Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Asril Sitorus 062410003

Medan, 26 mei 2009

Disetujui Oleh :

Pembimbing

Drs. Fathur Rahman H,MSi. Apt. NIP 130 872 281

Disahkan Oleh : Dekan,

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang mana berkat Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini berjudul : Penentuan Nilai DOBI ( Deterioration Of

Bleachibility Index ) Dalam CPO pada PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk.

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi

persyaratan menyelesaikan Pendidikan Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan pada

Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini penulis Telah banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu penulis juga ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt . Selaku dekan Fakultas farmasi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App. Sc. Apt. selaku pengelola PKL

Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan.

3. Bapak Fathur Rahman H,Msi. Apt. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, arahan serta saran sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak pimpinan PT. PP. London Sumatera Indonesia, Tbk. Dolok POM dan

Ibu Siti Hawa selaku pimpinan QCTL PT. PP. London Sumatera Indonesia

Sei merah Tanjung Morawa.

5. Bapak Rusden Pandiangan ST, selaku pembimbing lapangan yang telah

(4)

6. Keluarga besar penulis yang banyak mendukung dan Adinda Siti Aisyah yang

telah memberikan banyak bantuan serta do’a untuk terselesaikannya Tugas

Akhir ini.

7. Teman-teman seperjuangan selama PKL Bayu, Rini, dan Widya yang telah

banyak memberikan dukungan dalam menyelesaikan Tugas akhir ini.

8. Semua teman – teman mahasiswa program Diploma III Analis Farmasi

angkatan 2006, terima kasih atas bantuan dan dukungannya dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Adinda tercinta yang selalu menjadi motifasi semangat penulis hingga

terselesaikannya tugas Akhir ini.

Secara khusus penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terimakasih yang tak

terhingga kepada ibunda tersayang (Siti Fatimah) dan ayahanda (Syahrial Sitorus) yang

tercinta serta adinda-adinda Yusnizar, Saiful bahri dan Siti Rahmawati yang selama ini

telah memberikan dorongan moril dan materil serta nasehat-nasehat selama penulis

menjalani perkuliahan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir ini.

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

pembaca.

Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua,

Amin.

Medan, 26 Mei 2009

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BABI. PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.permasalahan ... 4

1.3. Tujuan ... 4

1.4. Manfaat ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Varietas kelapa sawit ... 5

2.2. Minyak kelapa sawit ... 7

2.3. Klaasifukasi Minyak kelapa Sawit ... 8

2.4. Komposisi Minyak Kelapa Sawit ... 9

2.5. Standar Mutu Kelapa Sawit ... 10

2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit ... 12

2.7. Manfaat Minyak Kelapa Sawit ... 12

(6)

2.7.2. MInyak Sawit Untuk industri Non Pangan ... 14

2.7.3. Minyak Sawit Sebagai Bahan Bakar alternatif ... 15

2.8. DOBI (Deterioration Of Bleachibility Index) ... 15

BAB III. METODOLOGI ... 21

3.1. Alat dan Bahan ... 21

3.1.1 Alat – alat ... 21

3.1.2. Bahan – bahan ... 21

3.2. Prosedur Kerja ... 21

3.2.1. Persiapan Sampel ... 22

3.2.2. Prosedur ... 22

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1. Hasil ... 23

4.2. Pembahasan ... 23

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

5.1. Kesimpulan ... 26

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Awal mulanya, di Indonesia, kelapa sawit sekedar berperan sebagai tanaman hias

langka di Kebun Raya Bogor, dan sebagai tanaman penghias jalanan atau perkarangan.

Itu terjadi mulai tahun 1848 hingga beberapa puluh tahun sesudahnya. Ketika itu, tahun

1848, pemerintah kolonial belanda mendatangkan empat batang bibit kelapa sawit dari

Mauritius dan Amsterdam (masing-masing mengirimkan dua batang) yang kemudian

ditanam di Kebun Raya Bogor. Selanjutnya hasil anaknya dipindahkan ke Deli, Sumatera

Utara. Di tempat ini, selama beberapa puluh tahun, kelapa sawit yang telah

berkembangbiak hanya berperan sebagai tanaman hias di sepanjang jalan di Deli

sehingga potensi yang sesungguhnya belum kelihatan.

Pemerintah Kolonial Belanda, yang tahu lebih banyak tentang segi ekonomis kelapa

sawit, berupaya menarik minat masyarakat terhadap pengusahaan tanaman kelapa sawit.

Tercatat beberapa percobaan penanaman kelapa sawit yang disertai kegiatan penyuluhan

dilakukan di Muara Enim (tahun 1869), Musi Hulu (tahun 1870), dan di Belitung (tahun

1890). Hasilnya ternyata belum memuaskan, asyarakat perkebunan masih ragu-ragu

terhadap prospek ekonomis perkebunan kelapa sawit, juga terhadap cara pemrosessan

kelapa sawit menjadi minyak sawit. Alhasil, kelapa sawit tetap belum beranjak dari peran

yang telah disebutkan diatas.

Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) merupakan salah satu dari beberapa tanaman

(8)

dikenal terdiri dari empat macam tipe atau varietas, yaitu tipe macrocarya, dura, tenera,

dan pisifera. Masing-masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung. Warna daging

buah ialah putih kuning diwaktu masih muda dan berwarna jingga setelah buah menjadi

matang. Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang

dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40%. Minyak kelapa

sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Minyak kelapa

sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit

(Palm Kernel Oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil kelapa sawit (Palm Kernel

Meal atau Pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah

mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah

dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter lebih kurang 8 mm. Selain

itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.

PT.PP. London Sumatera Indonesia Tbk, didirikan pada tahun 1906 dengan nama

Horison & Crosfield Ltd. Perusahan ini pada mulanya merupakan bekas Concessic

berdasarkan perjanjian antara Zelfbestur tanah jawa dengan beberapa perusahan Rubber

Company Ltd. Yang disyahkan dengan ketetapan Resident Sumatera timur. Dalam rangka

konversi Undang-undang Pokok Agraria (UU No.5 Tahun 1960), bahwa Hak concessic

tersebut dikonversi menjadi Hak Guna Usaha (HGU) sebagaimana ditegaskan dalam

surat menteri Araria tertanggal 1 maret 1962 No.Ka.13/7/1.

Berdasarkan agreement antara pemerintah R.I. dengan Horrison dan Crosfield

Ltd. dan anak perusahaannya tertanggal 20 Maret 1968 tentang kepemilikan dan

penguasaan perkebunan tersebut oleh pemerintah R.I. dikembalikan kepada pemiliknya

(9)

dengan kesanggupan pemerintah memberikan Hak Guna Usaha (HGU) selama 30 (tiga

puluh) tahun, terhitung sejak tanggal 4 april 1968 dan berakhir pada tanggal 31 desember

1998.

Bahwa PT.PP. London Sumatera Indonesia didirikan dengan Akte Notaris Raden

Kadiman di Jakarta tanggal 18 desember 1962 No. 93 dan akte perubahan tanggal 9

september 1963 No. 20 adalah Badan Hukum Indonesia telah mendapatkan pengesahan

dari menteri Kehakiman R.I sesuai dengan surat penetapan tanggal 14 maret 1963

No.C2.3943.HT.01.04. Tahun 1996 setelah didaftarkan pada panitia Pengadilan Negeri

Medan tanggal 19 oktober 1963 masing-masing dibawah No.170/1993 dan No.171/1963.

Untuk memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) yaitu terhitung mulai tanggal 1 januari

1999 dan berakhir masa berlakunya sampai dengan tanggal 31 desember 2003 dan 2004.

Untuk selanjutnya guna melanjutkan usaha Lonsum Tbk, telah memperpanjang HGU

terhitung 01 januari 1999 dan berakhir masa berlakunya 31 desember 2009.

Tuntutan pasar akan CPO (Crude Palm Oil) di masa sekarang dan yang akan datang

cenderung menginginkan kualitas yang lebih baik, tidak saja dari komponen mayor

kelapa sawit seperti lemak dan minyak alam yang terdiri atas trigliserida, digliserida dan

monogliserida, asam lemak bebas, moisture, pengotoran dan terdiri dari komponen minor

seperti β-karoten vitamin β, iodine, dan sebagainya. Pasca ditetapkan standarisasi β

-karoten terhadap CPO impor antara 500 hingga 2.500 ppm oleh Direktorat Bea India

sejak Agustus 2003 berimbas pada penurunan secara drastis ekspor Sumatera Utara akan

CPO. India telah menahan masuk CPO dari Indonesia dengan alasan kandungan β

-karoten (provitamin A) komoditas tersebut dibawah standar baru yang ditetapkan negara

(10)

kelapa sawit melakukan usaha-usaha pengembangan bahan tanaman kelapa sawit yang

dapat memenuhi standar tersebut (Donald, 2006).

1.2PERMASALAHAN

Harga CPO Indonesia dipasar internasional mengalami penurunan harga yang

signifikan. Penurunan harga ini terjadi akibat menurunnya angka indeks derajat

kepucatan ( DOBI = deoteration of bleachability index), harga CPO Indonesia dipasar

Internasional selalu mendapat potongan harga sampai 500 rupiah per kg hal ini

disebabkan karena CPO Indonesia tidak memenuhi standar DOBI yang ditetapkan oleh

Codex Allimentariurs Commision yaitu Angka DOBI minimal untuk CPO adalah 2,8 .

1.3. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui nilai DOBI (Deterioration Of

Bleachibility Index) pada CPO di PT. PP. London Sumatera Indonesia Tbk, Dolok Palm

Oil Mill.

1.4. MANFAAT

Hasil percobaan ini bermanfaat untuk mengetahui kualitas CPO sehingga

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 VARIETAS KELAPA SAWIT

Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu

dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna

kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut ternyata dikenal juga beberapa varietas

unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan

produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain. Berdasarkan ketebalan

tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit, yaitu :

1. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada

bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap

buah bervariasi antara 35 – 50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan

minyak yang rendah.

Dari empat pohon induk yang tumbuh di Kebun Raya Bogor, varietas ini

kemudian menyebar ketempat lain, antara lain ke negara Timur Jauh. Dalam persilangan,

varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina.

2. Pisifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya

tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat

tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain.

(12)

fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan.

Penyerbukan silang antara Pisifera dan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.

3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan

Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam diperkebunan-perkebunan pada saat ini.

Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm, dan terdapat

lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60

– 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi

ukuran tandannya relative lebih kecil.

4. Macro Carya

Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.

5. Diwikka - Wakka

Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah.

Diwikka-Wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, diwikka-wakkapisifera, dan

diwikka-wakkatenera. Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan terakhir ini jarang

dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia (Donald, dkk, 2003).

Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase

atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada

varietas Tenera yaitu sekitar 22 – 24 %, sedangkan pada varietas Dura antara 16 – 18 %.

Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu saja yang mengandung rendemen minyak tinggi

sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang utama. Sehingga tidak mengherankan

jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas Tenera

(13)

2.2. MINYAK KELAPA SAWIT

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) dapat menghasilkan dua jenis minyak,

yakni minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang diekstraksi dari mesokrap buah kelapa

sawit, dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) diekstraksi dari biji atau inti kelapa

sawit.

Minyak kelapa sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui

ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus yang berwarna kuning sampai

merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang yang disebabkan oleh kandungan asam

lemak jenuh yang tinggi. Dengan adanya air dan serat halus tersebut menyebabkan

minyak kelapa sawit mentah tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan pangan

maupun non pangan (Naibaho, 1988).

Minyak sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki susunan

dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak

sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri nonpangan seperti

kosmetik dan farmasi, bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan

bakar.

Manfaat minyak sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri bahan

pangan dan industri nonpangan (Fauzi, 2007).

Agar minyak sawit menjadi bisa dimakan (edible), maka unsur-unsur trigliserida

harus dipisahkan dari unsur-unsur non-trigliserida. Unsur-unsur non-trigliserida yang

larut dalam minyak seperti asam lemak bebas (FFA), karoten, serta antioksidan dapat

dipisahkan secara kimiawi, sementara unsur non-trigliserida yang tidak larut dalam

(14)

Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis

karena merupakan bahan baku pembuatan minyak makan. Sementara minyak makan

merupakan salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak

makan di dalam dan di luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peraanan

komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa (pahan, 2006).

2.3. KLASIFIKASI MINYAK KELAPA SAWIT

Pengklasifikasian minyak kelapa sawit sudah dimulai empat abad lalu, dan

menurut nama buahnya Elaeis guineensis dapat dipecah menjadi beberapa

varietas-varietas yaitu:

1. Nigrescens

Warna buah lembayung atau violet sampai hitam waktu muda, dan berubah

menjadi kuning atau orange sesudah matang.

2. Virescnes

Warna buah hijau ketika muda, dan berubah menjadi merah kuning sesudah

matang.

3. Albesnes

buah keputih-putihan ketika muda, dan berubah menjadi kekuning-kuningan

(15)

2.4. KOMPOSISI MINYAK KELAPA SAWIT

Minyak kelapa sawit tersusun atas lemak dan minyak alam yang terdiri atas

trigliserida, digliserida dan monogliserida, asam lemak bebas, moisture, pengotor dan

komponen-komponen minor bukan minyak / lemak yang secara umum disebut dengan

senyawa yang tidak dapat disabunkan (sekjen deperindag, 2007).

Disamping komponen utama penyusun minyak kelapa sawit berupa asam lemak

jenuh dan tak jenuh (stearin dan olein), juga terdapat komponen minor yang terdapat pada

minyak kelapa sawit dalam jumlah kecil. Minyak kelapa sawit mengandung sekitar 1%

komponen minor diantaranya: karoten, vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), sterol,

posfolipid, glikolipid, terpen dan hidrokarbon alifatik. Kegunaan yang terpenting dari

karoten dan vitamin E adalah memberikan kontribusi sifat fisiologis yang penting pada

tubuh (Choo Yen, 1994).

No Senyawa Konsentrasi (ppm)

1 Karotenoid 500-700

2 Tokoperol dan Tokotrienol 600-1.000

3 Sterol 326-527

4 Phospholipid 5-130

5 Triterpen Alkohol 40-80

6 Metil Sterol 40-80

7 Squalen 200-500

8 Alkohol Alifatik 100-200

9 Hidrokarbon Alifatik 50

Tabel 1. Komponen minor dari minyak kelapa sawit (Tan, 1981)

Minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) dan inti minyak kelapa sawit (Kernel Palm

Oil) merupakan susunan dari fatty acids,esterified, serta glycerol yang masih banyak

lemaknya. Didalam keduanya tinggi serta penuh akan fatty acids, antara 50% dan 80%

dari masing-masingnya. Minyak kelapa sawit mempunyai 16 nama carbon yang penuh

(16)

sebagian besar berisikan lauric acid. Minyak kelapa sawit sebagian besarnya tumbuh

berasal alamiah untuk tocotrienol, bagian dari vitamin E. Minyak kelapa sawit

didalamnya banyak mengandung vitamin K dan magnesium (sekjen deperindag, 2007).

2.5. STANDAR MUTU MNYAK KELAPA SAWIT

Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama,

benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak kelapa

sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan

mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu

sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi

standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam

tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang

digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing- masing berbeda.

Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih

Diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak

faktor. Faktor- faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan

pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan (sekjen deperindag,

2007).

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang 0,1 persen dan

kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah

mungkin (kurang lebih 2 persen), bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah

dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam

(17)

Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek

kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak,

kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan

kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality)

mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat

pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA.

Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 %

-22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah) (sekjen

deperindag, 2007).

Minyak sawit hasil ekstraksi ini masih merupakan bentuk kasar sehingga dinamai

CPO yang mengandung bahan-bahan lain (impurities), ALB, Phosphatides, zat warna, zat

pembau, air dan lai-lain. CPO berupa minyak kental berwarna kuning jingga

kemerah-merahan yang mengandung FFA 5% dan provitamin E (800-900 ppm) (PT. International

Contact Business System, 2000).

2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU MINYAK SAWIT

Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu menginginkan

minyak sawit yang benar–benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab

minyak sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan baku dalam industi non pangan saja,

tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula tidak semua pabrik

minyak kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang

(18)

minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih

dimurnikan dengan sentrifugasi.

Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor –

faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan paska panen, atau

kesalahan selama proses pemerosesan dan pengangkutannya. Faktor – faktor yang

mempengaruhi mutu adalah kadar air, kadar kotoran, asam lemak bebas, bilangan

peroksida dan daya pemucatan. Faktor–fakor lain adalah titik cair, kandungan gliserida

padat dan sebagainya. Semua faktor–faktor ini perlu dianalisa untuk mengetahui mutu

minyak kelapa sawit (PS, 1997).

2.7 PEMANFAATAN MINYAK KELAPA SAWIT

Minyak sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki susunan

dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak

sawit sebagai sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri nonpangan seperti

kosmetik dan farmasi, bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan

bakar.

Manfaat miinyak sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri bahan

pangan dan industri nonpangan (Fauzi, 2007).

1.Minyak Sawit Untuk Industri Pangan

Menurut standard Badan Kesehatan Dunia (WHO) konsumsi perkapita minyak

dan lemak makanan minimal sebanyak 12 kg per tahun. Konsumsi minyak san lemak

(19)

Negara berkembang konsumsi minyak dan lemak makanan per kapita masih jauh di

bawah Negara-negara maju. Indonesia, misalnya, kini setidaknya membutuhkan 3 juta

ton minyak dan lemak sawit guna memenuhi konsumsi sebanyak sekitar 230 juta

penduduk. Jadi, konsumsi minyak dan lemak sawit per kapita Indonesia berkisar 12-13

kg per tahun dan angka ini sudah setara standard WHO (Fauzi, 2007).

Agar minyak sawit menjadi bisa dimakan (edible), maka unsur-unsur trigliserida

harus dipisahkan dari unsure-unsur non-trigliserida. Unsur-unsur non-trigliserida yang

larut dalam minyak seperti asam lemak bebas (FFA), karoten, serta antioksidan dapat

dipisahkan secara kimiawi, sementara unsur non-trigliserida yang tidak larut dalam

minyak dapat langsung dipisahkan melalui proses filtrasi bertingkat (Hadi, 2007).

Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak

sawit maupu n minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, refinasi, dan hidrogenasi.

Produksi CPO di Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein

cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan

domestic sebagai pelengkap minyak goreng (Fauzi, 2007).

Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan

dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening, dan bahan untuk

membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keungulan

dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui

berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu,

kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goring yang terbuat

dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah

(20)

makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak sawit tidak cepat tengik (Fauzi,

2007).

.

2. Minyak Sawit Untuk Industri Nonpangan

Secara umum 90% minyak sawit digunakan sebagai minyak dan lemak makanan,

sisanya 10% dikonsumsi industri oleokimia dan farmasi. Produk nonpangan yang

dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit diproses melalui hidrolisis (splitting)

untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin (Fauzi, 2007).

3. Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif (palm biodisel)

Indonesia dan Malaysia adalah Negara produsen minyak sawit di dunia juga telah

mengembangkan biodisel dari minyak sawit (palm biodisel) tetapi pengembangannya

belum komersial. Palm biodisel mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan

minyak bumi (petroleum diesel) sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel

atau dicampur dengan petroleum diesel. Palm biodiesel merupakan bahan bakar yang

lebih bersih dan lebih mudah ditangani karena tidak mengandung sulfur dan senyawa

benzene yang karsinogenik (Anonim, 2007).

2.8. DOBI (Deterioration Of Bleachibility Index).

DOBI (Deterioration Of Bleachibility Index) atau data index pemucat merupakan

perbandingan dari kandungan karoten dan produk oksidasi skunder pada CPO. Nilai

DOBI yang rendah mengindikasikan naiknya kandungan produk oksidasi skunder

(21)

bleaching Earth sehingga sulit dipucatkan karena produk-praduk karotenoid telah

teroksidasi sehingga sulit dipucatkan (Warta PPKS, 2008).

Karoten dalam minyak sawit bereaksi dengan asam kuat dalam kondisi tanpa adanya air menghasilkan kation hijau-biru. Perubahan warna hijau-biru yang dilihat

sebagian pada proses pemucatan karena keberadaan kation – kation ini. Menurut Sarier

dan Guiler, penyerapan karoten disebabkan asam aktif yang terdapat dalam tanah

montmorillonit menyerap pada bagian permukaan kation karoten.

Hasil dari beberapa reaksi oksidasi β-karoten dengan senyawa peroksida sendiri

atau dengan katalis adalah berbagai senyawa metal oksida (dan katalis metal oksida).

Reaksi oksidasi molekul ini mempengaruhi sebuah faktor elektron dan sebuah faktor

stereokimia. Walaupun demikian, oksidasi β-karoten dengan molekul oksigen tak dapat

dipisahkan dari reaksivitas molekul β-karoten. Karena molekul β-karoten lebih kecil dari

ukuran molekul oksigen maka relatif tidak bereaksi dengan oksigen dibandingkan dengan

radikal peroksida.

Beberapa literatur menyatakan bahwa panas dapat mengakibatkan degradasi β -karoten dan perubahan kimia pada CPO. Pada temperatur ruangan atau sampai

temperatur 100oC, umumnya diterima bahwa degradasi β-karoten oleh oksidasi. Pada

temperatur yang lebih tinggi, konsentrasi oksigen menjadi tidak penting dari pada efek

dari panas. Sebenarnya β-karoten tidak stabil pada temperatur yang tinggi, dan data

literatur menunjukkan bahwa lebih dari 90% β-karoten rusak karena panas dalam gliserol

atau parafin cair pada 210oC selama 5 menit. Kehilangan terbesar dari β-karoten pada

minyak sawit ketika dipanaskan sampai 160, 180, and 200oC dan dipertahankan

(22)

Kandungan minyak sawit pada mesokarp buah sawit yang telah masak merupakan

salah satu sumber karotenoid atau karoten yang terkaya pada tanaman (500-700 ppm)

(Choo, et al,1993). Karotenoid, termasuk diantaranya β-Caroten pada minyak sawit

mentah berada pada kondisi bebas dan terlarut sehingga pemanfaatannya (melalui

absorbsi) oleh tubuh dapat dilakukan dengan baik (Parker, 1996). Selain itu, karoten

tersebut dalam bentuk trans isomer sehingga lebih mudah dikonversikan menjadi vitamin

A dibandingkan dengan jenis karoten yang berbentuk cis isomer (Johnson et al., 1996).

Istilah karoten digunakan untuk menunjuk ke beberapa zat yang berhubungan

yang memiliki formula C40H56. Karoten adalah

penting unt

buah dan sayur lainnya. Dia berperan dalam fotosintesis dengan menyalurkan energi

cahaya yang dia serap ke

Deterioration Of Bleachability Index ( DOBI) bukan merupakan salah satu dari

spesifikasi mutu. Bagaimanapun, kebanyakan dari para pembeli CPO menginginkan

produk yang telah mengalami proses penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO

(Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil). Bleachibilitas atau daya pemucatan yang

baik akan menjadi suatu indikator dari " kesiapan CPO untuk digunakan".

Analisa kadar air, pengotoran dan asam lemak bebas sendiri tidak cukup untuk

membuktikan mutu dari CPO. DOBI dalam analisanya dapat memperlihatkan suatu

indikasi yang baik dari status oxidative dari CPO setelah CPO di produksi (Gee Keck

Seng (M) Berhad, 2005).

Produsen CPO di eropa menggunakan pengalaman mereka dalam test pemucatan

(23)

Malaysia telah mengadopsi dasar-dasar prosedur yang lebih ilmiah yang dikembangkan

oleh PORIM. Prosedur ini dikenal dengan nama The Deterioration Of Bleachibility Index

atau biasa disebut test DOBI.

Test DOBI melibatkan pengukuran serapan ultraviolet dari minyak yang telah

dilarutkan dengan suatu pelarut dengan dua panjang gelombang pengukuran yang

berbeda. Yang pertama kali diukur adalah jumlah karoten dalam larutan yang belum

berubah bentuk (karoten mudah rusak karena teroksidasi oksigen). Pengukuran lainnya di

tujukan untuk mengukur konsentrasi produk-produk oksidative tertentu dari asam lemak

bebas pada CPO. Perbandingan dari pengukuran pertama dan kedua itu adalah indikator

yang sensitif untuk melihat jumlah oksidasi secara luas pada CPO. PORAM menetapkan

nilai DOBI minimal 2,30 sebagai standar ( Anonim, 2006).

Masalah lain yang dianggap sebagai penyebab rendahnya angka DOBI CPO

adalah parameter kualitas CPO yang masih berpatokan pada asam lemak bebas (ALB)

yang terkandung pada CPO maksimum 5 %. Angka 5 % ini sesuai dengan spesifikasi

persyaratan mutu pada SNI Crude Palm Oil (CPO) No. SNI 01-0016-1998 yang disahkan

pada tahun 1998. Dasar pengukuran mutu CPO yang berbeda dengan pasar internasional

menyebabkan terjadinya potongan harga atau diskon pada CPO asal Indonesia (Sekjen

Deptan, 2004).

DOBI itu sendiri merupakan angka perbandingan angka serapan absorben

terhadap asam lemak bebas. Apabila dihubungkan dengan aspek kualitas berdasarkan

DOBI, ada 5 kelas minyak sawit mentah (CPO). CPO dengan angka DOBI <1,68,

termasuk kedalam CPO yang memiliki kualitas yang buruk. Sementara itu CPO dengan

(24)

angka DOBI 2,30 – 2,92 mengindikasikan bahwa CPO ini memiliki mutu cukup baik.

Angka DOBI 2,93 – 3,23 memperlihatkan indikasi CPO dengan mutu baik. Dan Angka

DOBI diatas 3,24 berarti CPO memiliki kualitas yang sangat baik. Sementara itu

kebanyakan negara tujuan ekspor menetapkan angka DOBI CPO yang dapat diterima

harus memiliki angka DOBI lebih besar atau sama dengan 2,8. Angka DOBI minimal 2,8

yang diminta oleh pedagang CPO dunia diambil dari ketentuan dalam Codex

Allimentariurs Commision. Pada kenyataannya sampai saat ini, CPO Indonesia rata rata

memiliki angka DOBI dibawah 2,8. Dan nilai ini dianggap nilai yang kurang baik

(Sekjen Deptan, 2004).

DOBI adalah perbandingan nilai absorbansi spectrophotometri pada gelombang

446 nm dengan gelombang 269 nm. Metoda ini dikembangkan oleh Dr. P. A. T.

Swoboda dari Palm Oil Research Institute of Malaysia (sekarang dikenal dengan nama

Malaysia Palm Oil Board) (Gee Keck Seng (M) Berhad, 2005).

Keuntungan utama pemilihan metode spektrofotometri bahwa metode ini

memberikan metode sangat sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil

(Anonim, 1979).

Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya

oleh suatu sistem kimia itu sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi,

demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang gelombang

tertentu (Underwood, 1986).

Dalam ilmu kefarmasian spektrofotometri digunakan untuk menganalisis kadar

obat. Spektrofotometri dapat mengindikasikan bahwa setiap obat harus dapat bekerja

(25)

digunakan adalah suatu molekul obat dapat menyerap ultraviolet dan cahaya tampak

dengan kemungkinan bahwa elektron molekul obat akan tereksitasi ke tingkat energi

yang tinggi. bertujuan untuk menetukan kadar obat secara spekrofotometri serapan pada

daerah ultraviolet dan cahaya tampak

Spektrofotometri yang paling sering digunakan dalam industri farmasi adalah

spektrofotometri ultra violet dan juga cahaya tampak. Salah satu aplikasi dari

spektrofotometri ultra violet adalah penetapan kadar yang memiliki peranan penting

untuk melakukan penentuan kuantitatif bahan baku dan sediaan obat. Penentuan kadar

dilakukan dengan mengukur absorbsi maksimum dari kurva absorbsi. Jika penetuan

kadar sangat rendah atau senyawa mula-mula mengabsorbsi dibawah 200 nm, maka

sering kali senyawa ini terlebih dahulu diubah menjadi suatu senyawa yang berwarna

melalui reaksi kimia dan absorbsi ditentukan dalam daerah tampak.

Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi

radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia peka,

gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan

sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya putih.

(26)

BAB III METODOLOGI

Prosedur penetuan nilai DOBI ( Deterioration Of Bleachibility Index) dilakukan

menurut prosedur yang tertera pada STANDAR OPERATING PROCEDURE PT. PP.

London Sumatera Indonesia Tbk, Dolok Palm Oil Mill, Prosedur ini digunakan dengan

Spektrofotometer ultraviolet cahaya tampak UV-1700B Shimadzu.

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat

Adapun alat-alat yang digunakan adalah:

• Labu Ukur 100 ml,

• Neraca Analitis,

• Pipet Tetes,

• Beaker Glass,

• Spektrofotometer UV-Visible 1700B Shimadzu.

• Penangas air.

3.1.2 Bahan-bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah:

CPO (Crude Palm Oil), produksi PT. PP. London Sumatera

Indonesia Tbk, Dolok Palm Oil Mill.

(27)

Prosedur kerja

Persiapan Sampel

Dicairkan sampel pada temperatur 60°C-70°C dan dihomogenkan sebelum

diambil untuk bagian test.

Prosedur

• Ditimbang seksama 0,1 gram sampel.

• Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml.

• Dilarutkan sampel dengan beberapa mililiter Iso-oktan p.a sampai garis tanda.

• Diukur nilai DOBI dengan memakai DOBI test yang terdapat dalam

Spektrofotometer UV-Visible 1700B Shimadzu. pada panjang gelombang 446

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

Tabel nilai DOBI dari CPO (Crute Palm Oil)

kuvert Nilai DOBI

1 2,84

2 2,89

3 2,82

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian DOBI dari Spektrofotometer UV-Visible 1700B

Shimadzu nilai DOBI yang terdapat dalam CPO (Crude Palm Oil) adalah 2,85.

berdasarkan ketentuan pedagang CPO dunia, Codex Allimentariurs Commision

menetapkan angka DOBI CPO yang dapat diterima harus memiliki angka DOBI lebih

besar atau sama dengan 2,8. Nilai DOBI yang terdapat dalam CPO pada PT. PP. London

Sumatera Tbk memenuhi persyaratan yang terdapat dalam Codex Allimentariurs

Commision.

Masalah utama yang terjadi selama proses blechibilitas dan pada beberapa kondisi

pengujian DOBI adalah kesulitan ketika akan memucatkan minyak. Salah satu cara

metode analisa sederhana yang diajukan sebagai suatu metode relevan untuk pengujian

nilai Deterioration of Bleachability Index (DOBI). Prosedurnya adalah uji

spectrophotometri kadar logam dari minyak kelapa kasar dengan suatu zat pelarut. Rasio

(29)

kelapa sawit kasar, sementara dengan nilai 2 - 3 menunjukkan suatu keadaan yang masih

dapat diterima karena proses pengolahan pabrik kelapa sawit.. Minyak dengan nilai

DOBI kurang dari 2 menunjukkan kondisi minyak dibawah normal setelah diproduksi

atau dengan kata lain diproses dengan cara yang buruk Aktivitas lipoxygenase adalah

salah satu penyebab yang mungkin untuk mengoksidasikan minyak yang menyebabkan

terjadinya masalah ketika minyak akan dipucatkan Oksidasi dari minyak selama proses

pemanasan mungkin menjadi faktor lain (W.L. Slew dan N. Mohamad, 1992).

Menurut beberapa literatur rendahnya angka DOBI terjadi akibat rendahnya

efisiensi proses dan teknologi minyak sawit mentah (CPO). Rendahnya efisiensi

pengolahan dan teknologi terjadi akibat sistim teknologi dan perangkat mesin dalam

pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit masih menggunakan acuan sistim

teknologi lama. Akibatnya banyak buah sawit yang tersisa pada proses perontokan atau

proses pemisahan secara mekanis antara sawit dan tandannya.

Angka DOBI CPO dari PTPN adalah 2,5 – 2,6. Bila dibandingkan dengan

malaysia, yang rata rata CPOnya memiliki angka 3,maka didunia internasional mutu CPO

Indonesia kurang baik (Sekjen Deptan, 2004).

Hal utama yang paling penting untuk dilakukan adalah menyesuaikan spesifikasi

mutu CPO dalam SNI Crude palm Oil dengan standar Codex. Apabila dunia perdagangan

CPO internasional menghendaki standar mutu CPO diukur dengan angka DOBI

(deoteration of bleachability index) bukan dengan persentase Asam lemak Bebas,

sebaiknya Dilakukan revisi pada spesifikasi mutu CPO. Revisi ini penting dilakukan

mengingat SNI Crude Palm Oil, digunakan sebagai acuan memproduksi Crude palm Oil

(30)

dengan pembinaan terhadap produsen Crude Palm Oil untuk menerapkan proses produksi

Crude Palm Oil yang dapat menjamin tercapainya angka DOBI yang standar. Apabila

diperlukan Inovasi teknologi produksi CPO, sebaiknya inipun dilakukan. Tanpa

penyesuaian teknologi mendapatkan CPO yang memiliki angka DOBI yang standar,

revisi SNI akan menjadi sia-sia. Sia-sia karena yang diinginkan oleh SNI tidak akan dapat

(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penentuan nilai DOBI dalam CPO (Crude Palm Oil) pada PT.

PP. London Sumatera Tbk yang ditentukan secara Spektrofotometer UV-Visible(1700B

Shimadzu) di dapat nilai DOBI sebesar 2,85 nilai DOBI yang diperoleh itu memenuhi

persyaratan yang terdapat dalam Codex Allimentariurs Commision yaitu lebih besar atau

sama dengan 2,8.

5.2. Saran

Disarankan untuk dilakukan pengujian DOBI dari sampel yang bersumber dari

PKS (Pabrik Kelapa Sawit) lain dari seluruh Indonesia, sehingga dapat diketahui nilai

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005, Deterioration Of Bleachability Index (DOBI).. Warta. PPKS. No.3.

Vol.13.

Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Ed. III. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Ed. IV. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta.

Anonim, 2006, Understanding Oil And Fats Global Oil And Fats Magazine VOl 35

Anonim, 2007, Gambaran Sekilas Industri kelapa Sawit, Sekjen Deperindag,

Deperindag, Jakatra

Buletin Standarisasi dan Akreditasi Infomutu, PSA Deptan, Sekjen Deptan, Edisi mei

2004.

Darnoko., 2005, Minyak Sawit dan Kandungan Karoten, Jurnal Agrotek 5 (2005).

Fauzi, Y., 2006, Kelapa Sawit, Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis

Usaha dan Pemasaran, Penebar Swadaya. Jakarta.

Gee Keck Seng (M) Berhad, 2005. “Use of the Deterioration Of Bleachability Index

(DOBI) to Characterise the Quality of Crude Palm Oil” Masai, Johore,

Malaysia.

(33)

International Contact Business System., 2000, Study Tentang Produksi Peasaran

Konsumsi dan Investasi Minyak Kelapa Sawit Indonesia, ICBS Inc.

Iyun, Pahan., 2006,Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agrobisnis Dari

Hulu ke Hilir. Cetakan pertama, Penebar Swadaya, Jakarta.

Karrer, P. dan Jucker, E., 1950. Carotenoid. Elservier Publishing.

Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Cetakan

Pertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia,

Jakarta.

Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar KImia Analitik, UI Prees, Jakarta.

May, Choo Yuen., 1994. Palm Oil Carotenoids Food and Nutrition Bulletin, 15(2).

Naibaho., 1988, Pemisahan Karotena (Provitamin A) Minyak Sawit Dengan Metode

Adsorpsi, Disertasi S-3. FPS. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

PT.PP.London Sumatera Indonesia Tbk. (2005). Standar Operating Procedure.Dolok

POM, limapuluh.

Sastrosayono, S, 2003, Budidaya Kelapa Sawit, Penerbit Agromedia Pustaka,

Purwokerto.

Siahaan, Donald, dkk., 2003, Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, PPKS, Medan.

Tim Penulis, PS, 1997, Kelapa Sawit Usaha Budidaya dan Pemanfaatan Hasil dan

(34)

Tan B.K., 1981, Malaysian Palm Oil Chemical and Physical Characteristics, PORIM

Technology.

Underwood, A.L dan R.A. Day, JR. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Penerbit

Erlangga. Jakarta.

Warta PPKS, 2008, vol.16, PPKS

W.L. Slew dan N. Mohamad, 1992, Palm Oil Research Institute of Malaysia, Bandar

Gambar

Tabel nilai DOBI dari CPO (Crute Palm Oil)

Referensi

Dokumen terkait

PRESENTASI HASIL AKHIR DESAIN YANG HARUS MEMENUHI SEMUA KRITERIA KELULUSAN PERANCANGAN

Up to High School 0% Up to Bachelor Degree 96% Masters and Doctorate 4%. Up to High School Up to Bachelor Degree Masters

Menimbang : bahwa dengan telah diselenggarakannya Perlombaan Desa Kabupaten Bantul Tahun 2014 sebagai forum penilaian dan kompetisi sehat dalam pelaksanaan program

Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP(Hospital Acquired Pneumonia) atau VAP(Ventilator Associated Pneumonia) pada pasien dengan onset dini

Setelah amandemen, Kedudukan DPR diperkuat sebagai lembaga legislatif dan fungsi serta wewenangnya lebih diperjelas seperti adanya peran DPR dalam pemberhentian presiden,

Pembuatan website yang berbasis multimedia ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : Perancangan, Pembentukan Elemen, Pengujian dan Analisa. Website ini dibangun dengan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut huruf a dipandang perlu menetapkan Keputusan Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Payakumbuh tentang

Pada penulisan ilmiah ini akan diterapkan sebuah sistem jaringan area lokal yang diatur oleh kebijakan yang dibuat yang disesuaikan dengan keperluan mengkondisikan lingkungan kerja