PENENTUAN DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) DALAM CPO MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBLE
DI PT.SOCFINDO NEGERI LAMA
LAPORAN TUGAS AKHIR
TIKA MELINDA SITINJAK 192401071
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
PENENTUAN DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) DALAM CPO MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBLE
DI PT.SOCFINDO NEGERI LAMA
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya
TIKA MELINDA SITINJAK 192401071
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
PERNYATAAN ORISINALITAS
PENENTUAN DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) DALAM CPO MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBLE
DI PT.SOCFINDO NEGERI LAMA
LAPORAN TUGAS AKHIR
Saya menyatakan bahwa laporan tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, 28 Mei 2022
Tika Melinda Sitinjak 192401071
i
ii
PENENTUAN DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) DALAM CPO MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBLE
DI PT.SOCFINDO NEGERI LAMA
ABSTRAK
DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) adalah rasio perbandingan absorbansi pada range visible dan absorbansi pada range UV yang diperlukan untuk menentukan kualitas CPO. Untuk mengetahui nilai DOBI dilakukan penelitian dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Dari hasil penelitian diperoleh nilai DOBI dalam CPO dengan menggunakan pelarut n-heksan 2,43 ppm.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut nilai DOBI dalam CPO yang diperoleh memenuhi standart mutu kualitas DOBI yang baik sesuai PORAM (Palm Oil Refiners Association Of Malaysia).
Kata Kunci : Absorbansi, CPO, DOBI, Spektrofotometri
iii
DETERMINATION OF DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) IN CPO USING UV-VISIBLE SPECTROPHOTOMETRY
IN PT. SOCFINDO NEGERI LAMA
ABSTRACT
DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) is the ratio of the ratio of absorbance in the visible range and absorbance in the UV range needed to determine the quality of CPO. To determine the value of DOBI, a study was conducted using the UV-Vis Spectrophotometer tool. From the results of the study obtained DOBI values in CPO using n-hexane solvent 2.43 ppm. Based on the results of these observations, the DOBI value in the CPO obtained meets the Dobi quality standards for good quality according to PORAM (Palm Oil Refiners Association Of Malaysia).
Keywords : Absorbance CPO, DOBI, Spectrophotometry
iv
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan laporan Tugas Akhir ini dengan judul Penentuan Dobi (Deterioration Of Bleachability Index) dalam CPO (Crude Palm Oil) Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis di PT.Socfindo Negeri Lama.
Penyusunan Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan gelar Ahli Madya pada program studi Diploma 3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan Tugas Akhir ini , penulis banyak mendapatkan motivasi, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua penulis Alm. Rudi Valentin Sitinjak dan Ibu tersayang Delpi Simbolon, serta Kakak Novalia Sitinjak S.Pd yang telah memberikan kasih sayang, doa serta dukungan baik secara moral maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Bapak Prof. Dr. Pina Barus, MS selaku Dosen Pembimbing.
3. Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.
4. Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Program Studi D-III Kimia.
5. Bapak Agung Pratama, S.Si, M.Si selaku Sekretaris Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU.
6. Seluruh Dosen dan Pegawai Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU.
7. Bapak Mester Tigor Pasaribu selaku Kepala Laboratorium yang telah membimbing selama PKL di PT. SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) UNIT KEBUN NEGERI LAMA.
8. Rekan-rekan mahasiwa Program Studi D-III Kimia FMIPA USU angkatan 2019.
9. Sahabat penulis Desi, Gaby, Gabriela, Arta, Sindi, Dan Jean yang selalu memberi motivasi dan dukungan.
v Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih memiliki kekurangan dalam materi dan cara penyajian dengan kata lain masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 28 Mei 2022
Tika Melinda Sitinjak
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN
PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
DAFTAR SINGKATAN x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit 4 2.2 Varietas Kelapa Sawit 5 2.3 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit 6 2.4 Minyak Kelapa Sawit 7 2.4.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit 7 2.4.2 Sifat Fisika-Kimia Minyak Sawit 8 2.4.3 Mutu Minyak Sawit 8 2.4.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit 8 2.4.5 Manfaat Kelapa Sawit 8 2.5 DOBI (Deterioration Of Bleachibilty Index) 9 2.5.1 Penyebab DOBI (Deterioration Of Bleachibilty 10 Index) Rendah
2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Nilai DOBI 11 2.6 Spektrofotometri UV-Visible 11 2.6.1 Tipe-tipe Spektrofotometri UV-Visible 12 2.6.2 Pemanfaatan Spektrofotometer UV-Visible 13 2.6.3 Komponen-Komponen Spektrofotometer 13
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat 14
3.2 Alat dan Bahan 14
3.2.1 Alat 14
3.2.2 Bahan 14
3.3 Prosedur Percobaan 14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Penelitian 16 4.1.1 Data Hasil Analisa DOBI 16
4.2 Perhitungan 16
vii 4.2.1 Kadar DOBI 16
4.3 Pembahasan 17
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 19 5.2 Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 21
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Nomor Judul
Tabel
2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung 5
dan Daging Buah 2.2 Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah 6
2.3 Sifat Fisika-Kimia Minyak Sawit 8
2.4 Mutu Minyak Sawit 8
4.1 Hasil Analisa DOBI 18
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Nomor Judul
Lampiran
1 Spesifikasi Standar Crude Palm Oil (CPO) oleh Palm Oil 21 Refiners Association of Malaysia
2 Alat 22
3 Bahan 23
x
DAFTAR SINGKATAN
CPO = Crude Palm Oil
DOBI = Deteration Of Bleachability Index SNI = Standar Nasional Indonesia TBS = Tandan Buah Segar
PORAM = Palm Oil Refiners Association of Malaysia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Benua Afrika.
Kelapa sawit banyak dijumpai di hutan hujan tropis Negara Kamerun, Pantai Gading, Ghana, Liberia, Nigeria, Sierra Leone, Togo, Angola, dan Kongo.Kelapa sawit mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1848 oleh pemerintah Belanda. Saat itu, tanaman kelapa sawit dianggap sebagai salah satu jenis tanaman hias. Kebun Raya Bogor (botanical garden) yang dahulu bernama Buitenzorg menanam empat tanaman kelapa sawit, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Belanda (Lubis dan Widanarko,2011).
Minyak sawit adalah minyak nabati yang diperoleh dari buah (mesocarp) kelapa sawit.Minyak sawit banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan (edible oil) karena memiliki sifat fungsional spesifik yang menjadikannya penting dalam berbagai produk pangan.
Minyak sawit kaya dengan micronutrient dan sebagai sumber Vitamin E yang potensial, terutama dalam bentuk tokoferol tokotrienol. Kedua unsur nutrisi ini dapat berperan sebagai antioksidan alami dan melindungi sel-sel dari proses kerusakan.
Minyak sawit mengandung karotenoid, yang berfungsi sebagai antioksidan dan sumber Vitamin A bagi tubuh. Dengan kandungan fitosterol, minyak sawit secara ilmiah dapat membantu menurunkan kolesterol (Adiarso et al,2019).
Pengolahan kelapa sawit menghasilkan banyak produk yang dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Buah kelapa sawit dalam pengolahannya menghasilkan dua jenis minyak, yaitu yang berasal dari daging buah (mesocarp) dan berwarna merah dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar, serta minyak yang berasal dari inti kelapa sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Selain minyak, buah kelapa sawit juga. menghasilkan padatan berupa sabut, cangkang (tempurung), dan tandan buah kosong kelapa sawit.
Minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan minyak goreng lain. Selain bisa diolah menjadi minyak sawit merah, minyak sawit
2
memiliki kandungan asam linoleat rendah, sehingga minyak goreng sawit memiliki stabilitas panas (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak goreng sawit bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng tidak cepat tengik. Untuk kebutuhan pangan, prospek minyak goreng sawit bisa menyalip minyak nabati lainnya.
Pengolahan kelapa sawit untuk menghasilkan CPO dimulai dari penanganan bahan baku atau tandan buah segar (TBS) pada saat pemanenan hingga di pabrik.
Setelah tiba di pabrik, TBS selanjutnya melalui serangkaian tahapan pengolahan.
Secara garis besar proses pengolahan TBS hingga menjadi CPO yaitu melalui proses pengukusan, perontokan (pemipilan), pelumatan (pencacahan), ekstraksi minyak, dan klarifikasi (Soraya,2013).
Pengukuran parameter mutu proses dan produk dilakukan melalui pengambilan sampel dan pengujian di laboratorium. Beberapa parameter mutu dari CPO meliputi kadar asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acids (FFA), kadar air (moisture), tingkat kemudahan dalam pemucatan atau deterioration of bleachability index (DOBI), nilai karoten, kadar kotoran (dirt), dan juga nilai rendemennya (Nugroho,2019).
DOBI merupakan salah satu parameter mutu CPO untuk mengukur tingkat kerusakan minyak yang disebabkan oleh oksidasi, nilai DOBI rendah mengindikasikan naiknya kandungan produk oksidasi sekunder (Hasibuan,2016).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis memilih menganalisa DOBI dalam CPO untuk melengkapi tugas akhir penulis yang berjudul “Penentuan DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) Dalam CPO Menggunakan Spektrofotometri UV-Visible Di PT. SOCFINDO Negeri Lama”
1.2 Permasalahan
Apakah DOBI telah memenuhi standart mutu yang ditentukan?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah DOBI telah memenuhi standart mutu yang ditentukan.
3
1.4 Manfaat Penelitian
Dapat mengetahui DOBI telah memenuhi standart mutu yang ditentukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari daerah tropis di Afrika barat.
Keberadaan kelapa sawit di Indonesia bermula dari tahun 1848 yaitu dengan dibawanya dua bibit kelapa sawit dari daerah Mauritius dan dua lainnya dari Hortus Botanicus (Belanda) oleh pemerintah Hindia Belanda yang kemudian ditanam sebagai tanaman hias di Kebun Raya Bogor. Perkembangan revolusi industry menimbulkan ledakan permintaan akan minyak nabati. Hal ini memicu para produsen untuk menggenjot produksi minyak nabati. Salah satu yang potensial adalah minyak sawit dari daerah tropis. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menggiatkan perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit pertama berada di Deli, Sumatra Utara dan Aceh dengan luas perkebunan mencapai 5000 ha. Pada awal abad ke-20, perkebunan kelapa sawit di Hindia Belanda berkembang sangat pesat (Nugroho,2019).
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing yang berkuasa di Indonesia, termasuk Belanda.
Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.
Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi.Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton (Fauzi et al,2012)
5
2.2 Varietas Kelapa Sawit
Berikut ini beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
Varietas Deskripsi
Dura a. Tempurung tebal (2-8 mm)
b. Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung c. Daging buah relatif tipis, yaitu
35-50%
d. Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah
e. Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina
Pisifera f. Ketebalan tempurung sangat
tipis, bahkan hampir tidak ada g. Daging buah tebal, lebih tebal
dari daging buah Dura h. Daging biji sangat tipis
i. Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan
Tenera j. Hasil dari persilangan Dura
dengan Pisifera
k. Tempurung tipis (0,5-4 mm) l. Terdapat lingkaran serabut di
sekeliling tempurung
m. Daging buah sangat tebal (60- 96% dari buah)
n. Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil
Macro carya o. Tempurung tebal sekitar (5 mm)
p. Daging buah sangat tipis
6
Tabel 2.2 Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah
Varietas Warna buah muda Warna buah masak
Nigrescens Ungu kehitam-hitaman Jingga kehitam-hitaman
Virescens Hijau Jingga kemerahan, tetapi
buah tetap hijau
Abescens Keputih-putihan Kekuning-kuningan dan
ujungnya ungu kehitaman
2.3 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar,batang,dan daun, sedangkan bagian generatif merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bungan dan buah.
1. Bagian vegetatif a. Akar
Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing, dan berwarna putih atau kekuningan.
b. Batang
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan.
Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm.
c. Daun
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat.
7
2. Bagian generatif a. Bunga
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bungan betina terdapat dalam satu tanaman dan masing- masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengan bunga lebih kecil, sedangkan bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah lebih besar.
b. Buah
Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai dari penanaman di biji kecambah di pembibitan. Namun, jika dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5 tahun. Buah berbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan (Fauzi et al,2008).
2.4 Minyak Kelapa Sawit
Minyak sawit adalah minyak nabati yang diperoleh dari buah (mesocarp) kelapa sawit. Minyak sawit banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan (edible oil) karena memiliki sifat fungsional spesifik yang menjadikannya penting dalam berbagai produk pangan (Adiarsoet al,2019).
2.4.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Minyak sawit tersusun atas asam lemak tak jenuh dan asam lemak jenuh.
Minyak sawit juga mengandung kandungan minor yang bermanfaat seperti beta karoten atau provitamin A, antioksidan, dan provitamin E (Tokoferol atau Tokotrienol) yang sangat diperlukan dalam proses metabolisme, serta untuk kesehatan tubuh manusia (Soraya,2013).
8
2.4.2 Sifat Fisika-Kimia Minyak Sawit
Kelarutan, titik cair, titik didih (boiling point), bobot jenis, indeks bias, titik nyala. Beberapa sifat fisiko-kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada tabel
Tabel 2.3 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit
Bobot jenis pada suhu kamar
0,900 0,900 – 0,913
Indeks bias 40ºC 1,4564 – 1,4585 1,495 – 1,415
Bilangan Iod 48 – 56 14 – 20
Bilangan penyabunan 196 – 205 244 – 254
Sumber : (Ketaren, 1986).
2.4.3 Mutu Minyak Sawit Tabel 2.4 Mutu Minyak Sawit
Mutu biasa Mutu khusus Asam lemak bebas, % (sebagai palmitat) 2,7 2,2
Air, % 0,1 0,08
Kotoran, % 0.01 0,005
Bilangan peroksida, m.e./kg 0,5
Besi, ppm 5
Sumber: (Mangoensoekarjo, 2008)
2.4.4 Faktor- faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit
Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor- faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya penanganan paska panen, atau kesalahan selama proses pemerosesan dan pengangkutannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu adalah kadar air, kadar kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida atau pemucatan. Faktor-faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat dan sebagainya. Semua faktor-faktor ini perlu dianalisa untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit (PS, 1997).
2.4.5 Manfaat Kelapa Sawit
Berikut ini beberapa manfaat minyak kelapa sawit di antaranya:
a. Bahan Baku Makanan
9
Minyak kelapa sawit dapat diolah menjadi bahan makanan seperti mentega, lemak untuk masakan(shortening),bahan tambahan cokelat, bahan baku es krim, pembuatan asam lemak, vanaspari, bahan baku berbagai industri ringan, dan makanan ternak.
b. Bahan Baku Kosmetika dan Obat-obatan
Krim, shampo, lotion, dan vitamin A adalah beberapa produk yang berasal dari minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit jauh lebih mudah diserap kulit dibandingkan dengan jenis minyak lain.
c. Bahan Baku Industri Berat dan Ringan
Pada industri kulit, minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan pelembut dan pelunak. Minyak kelapa sawit juga digunakan pada industri tekstil karena mudah dibersihkan. Sebagai pelumas, minyak kelapa sawit cukup baik digunakan karena tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi.
Minyak kelapa sawit digunakan sebagai “cold rolling” dan “fluxing agent”
pada industri kawat dan perak dan sebagai bahan flotasi pada pemisahan biji tembaga dan kobalt. Pada industri ringan, minyak kelapa sawit dijadikan salah satu bahan baku pembuatan sabun, semir sepatu, lilin, deterjen, dan tinta cetak.
d. Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang dibuat dari minyak nabati atau lemak hewani. Biodiesel minyak sawit merupakan biodiesel yang dibuat dengan cara esterifikasi dan atau transesterifikasi minyak sawit dan alkohol rantai pendek.
e. Pemanfaatan Limbah
Limbah yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit antara lain janjang kosong, limbah cair, limbah solid (padatan), dan cangkang (Pardamean,2008).
2.5 DOBI (Deterioration Of Bleachibilty Index)
DOBI (Deterioration Of Bleachibilty Index) merupakan salah satu parameter untuk menentukan kualitas minyak sawit. DOBI didapat pada rasio perbandingan absorbansi pada range visible dan absorbansi pada range UV. DOBI adalah index
10
derajat kepucatan minyak dengan penurunan daya pemucatan akibat rusaknya karotenoid yang mengalami oksidasi dalam buah. Rusaknya karotenoid disebabkan oleh suhu tinggi yang berasal dari proses oksidasi yang terjadi sejak panen (Pahan, 2008).
Bilangan DOBI merupakan gambaran kerusakan minyak akibat proses oksidasi yang terjadi sejak panen lalu dilajutkan pada proses pengolahan, penimbunan, dan pemompaan ke kapal tanker angkut. Kerusakan kualitas tersebut akan berperan pada proses pengolahan lanjutan di industri hilir. Perubahan kualitas minyak selama proses dipengaruhi oleh sistem pengolahan dan peralatan yang digunakan (Pahan, 2012).
Nilai DOBI merupakan indeks daya pemucatan CPO yang berguna pada proses rafinasi untuk menentukan jumlah bleaching earth yang digunakan dalam waktu proses pengolahannya. Selain itu, DOBI juga dapat menjadi salah satu parameter untuk mengukur tingkat kerusakan minyak yang disebabkan oleh oksidasi.
Rendahnya nilai DOBI mengindikasikan naiknya kandungan produk oksidasi sekunder ( Hasibuan, 2016).
Hal ini membuat nilai DOBI menjadi rendah. Rendahnya nilai DOBI dapat menyulitkan minyak untuk dimurnikan (Siew, 2000).
2.5.1 Penyebab DOBI (Deterioration Of Bleachibilty Index) Rendah
Nilai DOBI tinggi akan diperoleh jika buah yang diolah di PKS adalah buah tepat matang, karena kadar karoten yang dikandungnya juga tinggi. Pada buah mentah nilai DOBI rendah karena kadar karoten juga rendah sedangkan pada buah lewat matang nilai DOBI rendah karena kadar ALB tinggi,bahwa kadar karoten pada CPO sangat tergantung pada bahan tanaman dan dipengaruhi oleh pengolahan di PKS karena karoten mudah terdegradasi oleh panas (Hasibuan, 2016).
Masalah lain yang dianggap sebagai penyebab rendahnya angka DOBI pada CPO adalah parameter kualitas CPO yang masih berpatokan pada asam lemak bebas (ALB) yang terkandung dalam CPO maksimum 5 %. Angka 5 % ini sesuai dengan spesifikasi persyaratan mutu pada SNI Crude Palm Oil (CPO) No. SNI 01-0016- 1998 yang disahkan pada tahun 1998. Dasar pengukuran CPO yang berbeda dengan
11
pasar internasional menyebabkan terjadinya potongan harga atau diskon pada CPO asal Indonesia (Sekjen Deptan, 2004).
2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Nilai DOBI
Rendahnya nilai DOBI pada CPO dapat disebabkan oleh beberapa faktor khususnya pada pengolahan buah dan minyak. Pada proses pengolahan yang perlu diperhatikan adalah:
1. Kematangan buah 2. Waktu pengolahan buah 3. Kondisi proses pengolahan 4. Kontaminasi CPO
5. Penyimpanan
Rendahnya nilai DOBI pada CPO juga dapat disebabkan pleh tertundanya pengoalahan buah sawit. Penundaan ini dapat terjadi karena buah tidak segera diangkut ke PKS (buah menginap/restan) yang disebabkan oleh infrastruktur yang buruk dan musim hujan, proses di PKS terhenti karena adanya kerusakan peralatan dan buah yang diterima berlebih dari kapasitas olah menyatakan bahwa penundaan waktu pengolahan buah sawit menyebabkan nilai DOBI menurun (Hasibuan, 2016).
2.6 Spektrofotometri UV-Visible
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan electron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan (Dacriyanus, 2004).
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrument spektrofotometer. Radiasi ultraviolet jauh (100-190 nm) tidak dipakai, sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorpsi oleh udara. Ada kalanya spektrofotometer UV-Vis yang beredar
12
diperdagangkan memberikan rentang pengukuran panjang gelombang 190-1100 nm.
Hal ini perlu diperhatikan lebih seksama sebab diatas panjang gelombang 780 nm merupakan daerah radiasi infra merah. Oleh sebab itu pengukuran diatas panjang gelombang 780 nm harus dipakai detektor dengan kualitas sensitif terhadap radiasi infra merah (Mulja, 1995).
Spektrofotometer terdiri atas spektrofotometer dan fotometer.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Noviyanto, 2020).
Hukum yang mendasari spektrofotometri UV-Visible adalah : Hukum Lambert-Beer
Lambert (1760) dan Beer (1852) menyatakan bahwa “banyaknya sinar yang diserap oleh suatu molekul berbanding lurus dengan panjang lintasan sinar dan konsentrasi zat yang disinari”. Adapun rumus dari hukum lambert-beer adalah:
A = ɛ.b.c atau A = a.b.c Hubungan antara a dan ɛ ialah:
ɛ = 𝑎. 𝑀𝑟 Keterangan:
A = absorbansi
ɛ = absorptivitas molar (𝐿. 𝑐𝑚−1. 𝑚𝑜𝑙−1) a = absorptivitas (𝐿. 𝑐𝑚−1. 𝑔−1)
b = panjang lintasan (cm)
c = konsentrasi molekul relatif (𝑔. 𝑚𝑜𝑙−1)
2.6.1 Tipe-tipe Spektrofotometri UV-Visible
Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometri, yaitu:
a. Single-beam instrument , dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam
13
instrument mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata.
b. Double-beam instrument mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar (Suhartati, 2013).
2.6.2 Pemanfaatan Spektrofotometer UV-Visible
Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain:
1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.
2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.
2.6.3 Komponen-Komponen Spektrofotometer
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:
1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolfram.
2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.
3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah tampak menggunakan kuvet kaca atau kuvet kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat.
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Noviyanto, 2020).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2022 di PT.
SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) Unit Kebun Negeri Lama.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
No Nama Ukuran Merk
1. Beaker Glass 50 ml Pyrex
2. Kuvet 10 mm Merck
3. Labu Ukur 25 ml Pyrex
4. Neraca Analitik - Sartorius
5. Spatula - -
6. Spektrofotometri UV – Visibel - Prove 300 M
3.2.2 Bahan
1. CPO (Crude Palm Oil) 2. n–heksana
3.3 Prosedur Percobaan
1. Disediakan sampel yaitu minyak CPO (Crude Palm Oil)
2. Ditimbang sampel sebanyak 0,10 gram menggunakan neraca analitik 3. Dimasukkan kedalam labu ukur 25 ml
4. Dilarutkan n-heksana sampai garis batas atas 5. Kemudian dihomogenkan
6. Disediakan 2 buah kuvet, dimana pada kuvet pertama berisi pelarut n-heksana sebagai larutan Blanko dan kuvet kedua berisi sampel yang akan dianalisa.
7. Dimasukkan kedalam kuvet
15
8. Dinyalakan alat Spektrofotometri Prove 300, Kemudian dikalibrasi alat Spektrofotometri Prove 300
9. Pada layar, dipilih menu absorbansi 10. Ditekan tombol Blank Zero
11. Dimasukkan kuvet pertama untuk menguji larutan Blanko 12. Diukur serapan pada λ269 nm dan λ446 nm
13. Dikeluarkan kuvet 14. Dicatat hasil absorbansi
15. Diulangi percobaan yang sama pada kuvet kedua yaitu sampel CPO (Crude Palm Oil)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Penelitian 4.1.1 Data Hasil Analisa DOBI Tabel 4.1 Hasil Analisa DOBI
No Tanggal
Berat Sampel (gram)
Absorbansi
ᶺ
446Absorbansi
ᶺ
269DOBI ppm
1. 17-01-2022 0.1085 0.612 0.253 2.42
2. 18-01-2022 0.1090 0.610 0.250 2.44
3. 19-01-2022 0.1093 0.618 0.252 2.45
4. 20-01-2022 0.1097 0.610 0.251 2.43
Rata – rata 2,43
4.2 Perhitungan 4.2.1 Kadar DOBI
DOBI = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 446 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 269
Dimana:
Absorbansi 446λ : besar absorbansi pada panjang gelombang 446 Absorbansi 269λ : besar absorbansi pada panjang gelombang 269
1.Tanggal 17-01–2022
DOBI = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 446 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 269
= 0.612
0.253
= 2.42 ppm
17
2. Tanggal 18-01-2022
DOBI = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 446 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 269
= 0.610
0.250
= 2.44 ppm
3.
Tanggal 19-01-2022DOBI = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 446 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 269
= 0.618
0.252
= 2.45 ppm
4. Tanggal 20-01-2022
DOBI = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 446 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 269
= 0.610
0.251
= 2.43 ppm
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari tabel 4.1 bahwa nilai DOBI dalam CPO adalah 2.43 ppm. Memasukkan DOBI dalam analisa memberikan sebuah indikasi baik bagi proses pengolahan CPO. DOBI itu sendiri merupakan angka perbandingan angka serapan adsorben terhadap asam lemak bebas. Apabila dihubungkan dengan aspek kualitas berdasarkan DOBI, ada 5 kelas minyak sawit mentah (CPO). CPO dengan angka DOBI < 1,68 termasuk kedalam CPO yang memiliki kualitas yang buruk. Sementara itu CPO dengan angka DOBI antara 1,78 – 2,30 memiliki mutu yang kurang baik. Kemudian CPO dengan angka DOBI 2,30 – 2,92 mengidentifikasikan bahwa CPO ini memiliki mutu cukup baik. Angka DOBI 2,93 – 3,23 memperlihatkan indikasi CPO dengan mutu baik. DOBI yang tinggi akan membuat lebih baik harga jual CPO di pasaran dosmetik dan internasional.
Disamping itu pula menunjukkan proses pengolahan dari kebun-pabrik-refineri berlangsung dengan baik.
18
Pada analisa DOBI yang dilakukan diperoleh nilai DOBI minyak kelapa sawit mentah (CPO) yaitu 2.43 telah memenuhi standar mutu parameter DOBI menurut Palm Oil Refiners Association of Malaysia ( PORAM).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dimana nilai DOBI dalam CPO adalah 2.43 ppm, dimana memenuhi standar mutu CPO Internasional menurut PORAM yaitu 2.31 minimum.
5.2 Saran
Diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan pelarut dan sampel yang sama tetapi menggunakan metode yang lain.
20
DAFTAR PUSTAKA
Adiarso, Ismariny, Jaizuluddin M, Socia P, 2019. Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Jakarta.
Dacriyanus, 2004. Analisa Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. CV.
Andalas University Press. Padang.
Fauzi Y, Yustina EW, Iman S, Rudi H,, 2008. Kelapa Sawit: Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta
Fauzi Y, Yustina EW, Iman S, Rudi HP, 2012. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Hasibuan HA, 2016. Deterioration Of Bleachability Index Pada Crude Palm Oil:
Bahan Review Dan Usulan Untuk SNI 01-2901-2006. Jurnal Standardisasi, 18 (1): 24 – 33.
Ketaren, S, 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. UI Press.
Jakarta
Lubis dan Widanarko, 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. PT AgroMedia Pustaka.
Jakarta.
Mangoensoekarjo, S, 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Mulja, M., Suharman, 1995.Analisis Instrumental. Universitas Airlangga. Surabaya.
Nugroho, 2019. Teknologi Agroindustri Kelapa Sawit. University Press.
Banjarmasin.
Noviyanto, F, 2020. Penetapan Kadar Ketoprofen Dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis. CV.Media Sains Indonesia. Jawa Barat.
Pahan, I, 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit.Penebar Swadaya. Jakarta.
Pardamean, M, 2008. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun Dan Pabrik Kelapa Sawit. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Siew, WL, 2000. Analysis Of Palm and Palm Kernel Oils. Malaysia Palm Oil Board.
Kuala Lumpur.
Soraya, N, 2013. Mengenal Produk Pangan Dari Minyak Sawit. PT Penerbit IPB Press. Bogor.
Suhartati, T, 2013. Dasar-Dasar Spektrofotometri UV-Vis Dan Spektrometri Massa Untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Aura CV. Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung.
[Deptan] Buletin Standarisasi dan Akreditasi Infomutu, Pusat Standarisasi Akreditasi dan Sekretaris Jenderal, 2004. Infomutu. Ed Mei.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1. Spesifikasi Standar Crude Palm Oil (CPO) oleh Palm Oil Refiners Association of Malaysia
Keterangan Kualitas
ALB (sebagai palmitat) 5 % maksimum
Air dan Kotoran 0,25 % maksimum
Nilai Yodium 36 – 50 maksimum
DOBI 2.31 minimum
Karotin 500 ppm minimum
22
Lampiran 2. Alat Neraca Analitik
Kuvet
Labu Ukur
Spektrofotometri UV-Visible
23
Lampiran 3. Bahan
CPO (Crude Palm Oil) N-Heksan