SPEKTROFOTOMETRI UV
KARYA ILMIAH
YENI NATALIA SIRAIT
102401059
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SPEKTROFOTOMETRI UV
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya
YENI NATALIA SIRAIT
102401059
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENENTUAN NILAI DOBI (Deterioration Of Bleachability Index)
PADA MINYAK SAWIT MENTAH (Crude Palm Oil) DENGAN
SPEKTROFOTOMETRI UV
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2013
Dengan segala hormat pujian dan rasa syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih setiaNya dan anugerahNya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Karya ilmiah ini disusun guna melengkapi salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma-3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Adapun judul yang diangkat dalam Karya Ilmiah ini adalah” PENENTUAN NILAI DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) PADA MINYAK SAWIT MENTAH (Crude Palm Oil)
DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV. Dalam penulisan Karya Ilmiah ini, banyak
pihak-pihak yang membantu penulis mulai dari tahap perencanaan, penyusunan hingga penyelesaian Karya Ilmiah ini. Untuk itu, penulis kiranya tidak lupa untuk menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada:
1. Keluarga tercinta Bapak (O. Sirait) dan Mama (R. Sinaga) yang telah mendidik dan memberikan semangat,doa dan dukungan moral serta material kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS, sebagai Ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS, selaku Dosen Pembimbing Karya Ilmiah serta seluruh Staff pengajar Studi Diploma 3 Kimia FMIPA USU yang telah memberikan ilmu selama penulis mengikuti perkuliahan.
3. Buat saudara-saudaraku yaitu Esta Sirait, Vina Sirait, Kak Intan, Riwaldi, Dian, Fitrya Sibarani dan semua sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan doa dan penghiburan
4. Buat rekan-rekan mahasiswa Program Studi Diploma 3 Kimia Industri FMIPA USU stambuk 2010.
5. Buat teman-teman kelompok PKL Mistrumayanti Sitepu, Fitrya Novi Sibarani, Febri Maihendra terima kasih atas kerjasamanya.
SPEKTROFOTOMETRI UV
ABSTRAK
ABSTRACT
DOBI is one indicator of the quality of CPO, which DOBI is the ratio of the absorbance at the visible range (446 nm) and UV absorbance in the range (269 nm) are needed to determine the quality of the CPO. CPO is the quality of the initial requirement to produce a high quality end product. Writing scientific papers aimed to determine the value of DOBI on CPO obtained from some of the PT. SOCFINDO. DOBI average value obtained from the analyzed CPO is 2.74. DOBI value obtained partially meets the standards and some do not meet quality standards. CPO processing that goes well will produce oil with appropriate quality standards (PORAM) is to DOBI (2.8 min).
Halaman
BAB 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Kelapa Sawit 4
2.4.1.4. Stasiun pencacahan (digester) dan Pengempaan (presser) 15
2.4.1.5. Stasiun Pemurnian 16
2.5. Peranan DOBI dalam Penentuan Harga Minyak Sawit 18
2.5.1. Deterio Indeks Pemutihan (DOBI) dan Hubungannya dengan Kualitas CPO 20
2.5.2. Penyebab-penyebab DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) yang rendah 23
2.5.3. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memastikan CPO mempunyai kualitas tinggi 23
2.6. Spektrofotometri UV-Vis 24
3.3.2. Penentuan DOBI dalam CPO 30
3.3.3. Persiapan Alat 30
BAB 4 Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil 32
4.1.1. Data Percobaan
4.1.2. Perhitungan 33
4.2. Pembahasan 34
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 35
5.2. Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
Nomor Judul Halaman Tabel
2.1. Komposisi beberapa asam lemak dalam tiga jenis minyak nabati 7
2.2. Nilai sifat fisiko-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit 10
2.3. Standar Mutu 11
2.4. Nilai DOBI dari Minyak sawit selama diolah 19
2.5. Hubungan DOBI dengan kualitas 20
2.6. PORIM (Palm Oil Riset Institute Of Malaysia) tentang hubungan 20
dengan kualitas
Nomor Judul Halaman Gambar
SPEKTROFOTOMETRI UV
ABSTRAK
ABSTRACT
DOBI is one indicator of the quality of CPO, which DOBI is the ratio of the absorbance at the visible range (446 nm) and UV absorbance in the range (269 nm) are needed to determine the quality of the CPO. CPO is the quality of the initial requirement to produce a high quality end product. Writing scientific papers aimed to determine the value of DOBI on CPO obtained from some of the PT. SOCFINDO. DOBI average value obtained from the analyzed CPO is 2.74. DOBI value obtained partially meets the standards and some do not meet quality standards. CPO processing that goes well will produce oil with appropriate quality standards (PORAM) is to DOBI (2.8 min).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit adalah tanaman palm yang dapat menghasilkan minyak
(Elaeiagunensis JACQ). Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang penting
di Indonesia. Komoditas kelapa sawit tersebut termasuk komoditas yang mendapatkan
perhatian khusus untuk meningkatkan ekspor non migas. Sekitar 90% minyak sawit
yang diperdagangkan dipasaran dunia digunakan untuk pangan seperti minyak goreng
(RBDP Olein), margarin (RBDP Stearin ) dan sebagainya.
(Ketaren, 1986)
Dewasa ini, pengolahan minyak kelapa sawit dilaksanakan oleh pabrik-pabrik
kelapa sawit berkapasitas besar yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan besar, baik
PT Perkebunan Nusantara (PTPN) maupun Perusahaan Perkebunan Besar Swasta
(PBS). Pengolahan kelapa sawit bertujuan untuk memperoleh minyak kelapa sawit
mentah (CPO,Crude Palm Oil) dan inti (kernel) yang kualitasnya baik. Untuk
mengantisipasi hal ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah
berhasil mengembangkan Mini Palm Oil Milling Plant (MPOP) yang dapat mengolah
tandan buah segar menjadi minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan selanjutnya
mengolah CPO menjadi minyak goreng. MPOP yang dikembangkan berkapasitas 5 ton
TBS per jam untuk kebun kelapa sawit seluas 1.000 ha, kapasitas 10 ton TBS per jam
untuk kebun kelapa sawit seluas 2.000 ha, dan kapasitas 15 ton TBS per jam untuk
Produk turunan CPO selain minyak goreng kelapa sawit juga dapat
menghasilkan margarin, shortening, vanaspati (vegetable ghee), es krim, bakery fats,
instans noodle, sabun dan detergen, biscuits cream fats, chocolate, textiles oils, dan
biodiesel. Khusus untuk biodiesel, permintaan terhadap produk ini pada beberapa tahun
mendatang akan semakin meningkat, terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan di
beberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan energi yang bisa digunakan
kembali. (Hartanto, 2003)
Minyak sawit yang berkualitas baik sangat menunjang perdagangan sehingga
berpengaruh pada perdagangan ekspor. Beberapa bulan terakhir, harga CPO (Crude
Palm Oil) mengalami penurunan harga yang signifikan dipasar Internasional. Penurunan
harga ini terjadi akibat rendahnya angka indeks derajat kepucatan (DOBI, deoteration
of bleachability index). Angka DOBI minimal pada CPO adalah 2,8 karena tidak
terpenuhinya angka standar DOBI, harga CPO Indonesia dipasar Internasional selalu
dipotong 500 rupiah per kg sehingga mengakibatkan kerugian akibat potongan harga
tersebut. Masalah lain yang dituding menjadi biang keladi rendahnya angka DOBI
dalam CPO adalah parameter kualitas CPO yang masih berpatokan pada asam lemak
bebas yang terkandung pada CPO maksimum 5% bukan berdasarkan pada DOBI.
Angka ini sesuai dengan spesifikasi persyaratan mutu pada SNI Crude Palm Oil (CPO)
SNI No 01–0016–1998 yang disahkan pada tahun 1998.
Oleh karena itu DOBI salah satu faktor penentu minyak sawit, maka dalam hal ini saya
Index) pada Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil) dengan Spektrofotometri
UV.
1.2. Permasalahan
Yang menjadi permasalahan dalam penulisan karya ilmiah adalah bagaimana
cara menentukan nilai DOBI dari minyak sawit mentah (CPO) dengan menggunakan
spektrofotometri UV.
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menentukan kadar DOBI
dalam CPO.
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini dapat memberikan informasi kepada
konsumen tentang perlunya nilai DOBI dan bagaimana menentukan nilai DOBI pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit, didasarkan atas bukti-bukti fosil, sejarah dan linguistik yang ada
diyakini berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya ini, kelapa sawit (yang pada saat
lalu dibiarkan tumbuh liar di hutan-hutan) sejak awal telah dikenal sebagai tanaman
pangan yang penting. Oleh penduduk setempat kelapa sawit telah diproses secara amat
sederhana menjadi minyak dan tuak sawit.
Di luar benua Afrika, kelapa sawit mulai diperhitungkan sebagai tanaman
komoditas (penghasil produk dagangan). Sejak revolusi industri bersaing keras di
Eropa. Saat itu di Eropa bermunculan Industri atau pabrik (antara lain industri sabun
dan margarin) yang membutuhkan bahan mentah/baku untuk operasionalnya. Minyak
sawit dan minyak inti sawit yang muncul kemudian adalah dua produk yang antara lain
dibutuhkan untuk bahan mentah /baku tersebut. Jadilah minyak (dan minyak inti sawit)
dibutuhkan oleh pasar Eropa (Tim Penulis PS, 1992).
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu
yang termasuk dalam family palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani
Elaion atau minyak, sedangkan nama species Guinensis berasal dari Guinea yaitu
tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit
pertama kali di pantai Guinea.
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan
curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 220C - 320C. Daerah penanaman kelapa
Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Negara penghasil kelapa sawit selain
Indonesia adalah Malaysia, Amerika Tengah dan Nigeria. (Ketaren,1986)
2.2. Varietas Kelapa Sawit
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa
sawit,yaitu :
1. Dura
a. Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm
b. Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung
c. Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50%
d. Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah
e. Dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk betina
2. Pisifera
a. Ketebalan tempurung sangat tipis bahkan hampir tidak ada
b. Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah dura
c. Daging biji sangat tipis
d. Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dipakai sebagai
pohon induk jantan
3. Tenera
a. Hasil persilangan dura dan pisifera
b. Tempurung tipis (0,5-4 mm)
c. Terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung
e. Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil
4. Marco carya
Tempurung tebal sekitar (5 mm), sedang daging buahnya tipis sekali
5. Diwikka-wakka
Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah.
Dwikka-wakka dapat dibedakan menjadi Diwikka-wakkadura, Diwikka-wakka
psifera dan Diwikka-wakka tenera. Perbedaan ketebalan daging buah kelapa
sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak yang
dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu
sekitar 22 – 24%, sehingga tidak heran jika lebih banyak perkebunan yang
menanam kelapa sawit dari varietas Tenera. (Mangoensoekarjo, 2003)
2.3. Minyak Kelapa Sawit
Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia.
Berbagai industri baik pangan maupun non pangan, banyak yang menggunakannya
sebagai bahan baku. Berdasarkan kegunaan dan peranan minyak sawit itu, maka mutu
dan kualitasnya harga sebab sangat menentukan harga dan komoditas. (Tim Penulis,
2000)
2.3.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Seperti minyak sawit yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H,
yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam
miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat. Fraksi cair tersusun dari asam
lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan linoleat (11%).
Tabel 2.1. Komposisi beberapa asam lemak dalam tiga jenis minyak nabati
Asam
Sumber : Majalah Sasaran No.4 Th.I, 1986
Perbedaan jenis asam lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak yang
membentuk trigliserida dalam minyak sawit dan minyak inti sawit kedua jenis minyak
tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam suhu
kamar bersifat setengah padat, sedangkan pada suhu yang sama minyak inti sawit
berbentuk cair. Kandungan minor minyak sawit berjumlah kurang lebih 1%, antara lain
terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, dan fosfolipida. Dua unsur yang
disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih dibandingkan unsur
yang lain karena kedua unsur itu diketahui meningkatkan kemantapan minyak terhadap
oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan kedua unsur dalam suatu jenis minyak
antara 360-620 ppm, sedangkan kadar kolesterol yang terkandung hanya sekitar 10 ppm
atau sebesar 0,001% dari CPO. (Tim Penulis, 2000)
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikarp dan 20 persen buah
yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 persen.
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.
Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dari minyak dari jenis
tenera kurang lebih 500-700 ppm; kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh
penanganan selama produksi. (Ketaren, 1986).
Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari
gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk umum tidak
berbeda trigliseridanya, hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Disebut minyak jika
berbentuk cair dan lemak jika bentuknya padatan. Trigliserida adalah senyawa kimia
yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3 molekul asam lemak.
CH2- OH R1 – COOH CH2 – COOR1
CH – OH + R2 – COOH CH – COOR2 + 3H2O
CH2 -OH R3 – COOH CH – COOR3
Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air
Gambar 2.1. Reaksi Trigliserida Minyak/Lemak
Asam – asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak sama.
Sifat trigliserida akan tergantung pada perbedaan asam-asam lemak yang bergabung
untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam-asam lemak ini bergantung pada
memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air.
Semakin panjang rantai asam-asam lemak, akan menyebabkan titik leleh yang lebih
tinggi. Titik leleh juga tergantung pada derajat ketidakjenuhan. Asam-asam yang tidak
jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah dibadingkan dengan asam-asam lemak
jenuh yang memiliki panjang rantai serupa. Minyak jika dihidrolisis akan menghasilkan
3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis secara
kimia sebagai berikut.
CH2 – COOR1 CH2 – OH
CH – COOR2 + H2O CH – COOR2 + R1COOH
CH2 – COOR3 CH2 – COOR3
Trigliserida Air Digliserida FFA
Gambar 2.2.Reaksi Hidrolisis Minyak/Lemak
Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi merupakan
gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak yang berbeda.
Asam lemak bebas yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah kecil dan sebagian
besar terikat dalam ester. Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam
lemak yang menyusunnya. Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah
besar asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair rendah. Secara alamiah, asam
lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1 – C8 berbentuk cair, sedangkan jika
lebih dari C8 akan berbentuk padat. Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati
jenuh dengan atom karbon lebih dari C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen
yang dikandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang
merupakan bahan vitamin A. (Pahan, I. 2012)
2.3.2. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,
kelarutan, titik cair dan polimorphisme, titik didih (boiling point), titik pelunakan,
slipping point, shot melting point; bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity
point), titik asap, titik nyala dan titik api.
Tabel 2.2. Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit
Bobot Jenis pada suhu kamar
0,900 0,900-0,913
Indeks bias D 400C 1,4565-1,4585 1,495-1,415
Bilangan Iod 48-56 14-20
Bilangan Penyabunan 196-205 244-254
Warna minyak ditentukan adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses
pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau
kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor
dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak
berantai pendek akibat kerusakan minyak. Bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan
oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran
suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang
2.3.3. Standar Mutu
Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang
bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standart mutu yaitu: kandungan
air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan
peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan
gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat
dan bilangan penyabunan. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air
kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen. Kandungan asam
lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang) bilangan peroksida
di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna
hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.
Tabel 2.3. Standar mutu SPB (Special Price Bleach)
Kandungan SPB Ordinary
Asam Lemak Bebas (%) 1-2 3-5
Tokoferol ppm 800 400-600
Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan
gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat
dan bilangan penyabunan. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air
lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang) bilangan peroksida
di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna
hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan
kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen. Kandungan asam lemak bebas serendah
mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang) bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari
warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau,
jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.
(Ketaren, 1986)
Standar mutu pabrik harus lebih baik daripada standar mutu perdagangan
Internasional karena makin baik mutu yang dihasilkan pabrik akan memberi
kemungkinan lebih baik pula sesampainya ditempat tujuan negara pengimpor.
(Setyamidjaja, 2000)
2.3.4. Keunggulan Minyak Sawit
Dewasa ini laju perkembangan pemasaran minyak sawit cukup menanjak. Di
antara jajaran minyak nabati utama di dunia, antara lain minyak kedelai, minyak bunga
matahari, lobak, zaitun, dan kelapa hibrida munculnya minyak sawit dalam pemasaran
dengan cepat dan pesat mampu mengisi dan bersaing dengan minyak nabati yang lain.
Keberadaannya mampu mendesak pemasaran minyak kedelai. Melihat kemampuannya
dalam merebut pasaran dunia dengan cepat, tentunya ada hal-hal khusus yang menjadi
keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati yang lain. Keunggulan
1. Produktivitas minyak per ha lebih tinggi yaitu 3,14 ton, dibandingkan kedelai
0,34 ton, lobak 0,51 ton, bunga matahari 0,53 ton dan kelapa 0,57 ton.
2. Sosok tanamannya cukup tangguh, terutama jika terjadi perubahan musim bila
dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lain yang umumnya berupa
tanaman semusim .
3. Keluwesan dan keluasan dalam keragaman kegunaan baik bidang pangan
maupun non pangan. Selain dalam keragaman kegunaan, di antara minyak nabati
sifat interchangable-nya cukup menonjol.
Sifat unggul yang dimiliki minyak sawit saat ini mampu menjamin daya saing
minyak sawit, baik dalam harga, kelanggengan, pangadaan, dan keanekaragaman
penggunaannya. (Tim Penulis, 2000)
2.4. Pengolahan Kelapa Sawit
Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang
berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol
yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan ke pabrik sampai
dihasilkannya minyak sawit dan hasil-hasil samping.
2.4.1. Stasiun Utama
Tandan buah segar (TBS) diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak
dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah
jadi. Minyak mentah atau crude palm oil (CPO) dan inti (kernel) harus diolah lebih
2.4.1.1.Stasiun Penerimaan Buah
a. Jembatan Timbang
Penimbangan dilakukan 2 kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke
pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar. Selisih
timbangan saat truk masuk dan keluar, diperoleh berat bersih TBS yang masuk ke
pabrik.
b. Loading ramp
TBS yang telah ditimbang di jembatan timbang selanjutnya dibongkar di
loading ramp dengan menuang (dump) langsung dari truk. Loading ramp merupakan
suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi pelat besi berjarak 10 cm dengan
kemiringan 450. Kisi-kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa pasir,
kerikil, dan sampah yang terikut dalam TBS. Loading ramp dilengkapi pintu-pintu
keluaran yang digerakkan secara hidrolis sehingga memudahkan dalam pengisian TBS
ke dalam lori untuk proses selanjutnya. Setiap lori dapat dimuat dengan 2,50 – 2,75 ton
TBS (lori kecil) dan 4,50 ton TBS (lori besar).
2.4.1.2. Stasiun rebusan Tandan Buah Segar (TBS)
Lori-lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik
menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer.
Sterilizer yang banyak digunakan umumnya yaitu bejana tekan horizontal yang bisa
dengan uap pada temperatur sekitar 1350 C dan tekanan 2,0 – 2,8 kg/cm2. Proses
perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil
yang optimal.
Tujuan perebusan
a. Menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid
(FFA)
b. Memudahkan pemipilan
c. Penyempurnaan dalam pengolahan
d. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit
2.4.1.3. Stasiun pemipilan (stripper)
TBS yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan ke alat
pemipil dengan bantuan hoisting crane atau transfer carriage. Proses pemipilan terjadi
akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar
sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari
tandannya. Bagian dalam dari pemipil, dipasang batang-batang besi perantara sehingga
membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari pemipil. Brondolan
yang keluar dari bagian bawah pemipil dan ditampung oleh sebuah screw conveyor
untuk dikirim ke bagian digesting dan pressing.
2.4.1.4. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser)
Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian
pengadukan/pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan/pencacahan
berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah di bagian
dalamnya. Lengan-lengan pencacah ini diputar oleh motor listrik yang dipasang di
bagian atas dari alat pencacah (digester). Putaran lengan-lengan pengaduk berkisar
25-26 rpm. Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk
pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging
buah dengan kerugian sekecil-kecilnya. Brondolan yang telah mengalami pencacahan
dan keluar melalui bagian bawah digester sudah berupa bubur. Pada pabrik kelapa sawit
umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak
dari daging buah. Selama proses pengempaan berlangsung, air panas ditambahkan ke
dalam screw press. Hal ini bertujuan untuk pengenceran (dillution) sehingga massa
bubur buah yang di kempa tidak terlalu rapat. Jika massa bubur buah terlalu rapat maka
akan dihasilkan cairan dengan viskositas tinggi yang akan mempersulit proses
pemisahan sehingga mempertinggi kehilangan minyak. Jumlah penambahan air berkisar
10 – 15% dari berat TBS yang diolah dengan temperatur air sekitar 900 C. Proses
pengempaan akan menghasilkan minyak kasar dengan kadar 50% minyak, 42% air, dan
8% zat padat.
2.4.1.5.Stasiun pemurnian
a.Tujuan Pemurnian
Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari
pembersihan/pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas
sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak. Minyak kasar yang
diperoleh dari hasil pengempaan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen)
untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki
penampung minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil
tank dipanaskan hingga mencapai temperatur 95 – 1000 C. Menaikkan temperatur
minyak kasar sangat penting yaitu untuk memperbesar perbedaan berat jenis antara
minyak, air dan sludge sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan.
Selanjutnya, minyak dari COT dikirim ke tangki pengendap (continous settling
tank/clarifier tank).
Di clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena
proses pengendapan. Minyak dari clarifier tank selanjutnya akan dikirim ke oil tank,
sedangkan sludge dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih
mengandung minyak. Pengolahan sludge umumnya menggunakan alat yang disebut
decanter yang menghasilkan 3 fase, yaitu light phase, heavy phase, dan solid. Light
phase merupakan fase cairan dengan kandungan minyak yang cukup tinggi. Oleh karena
itu, fase ini harus segera dikembalikan ke COT dan siap untuk diproses kembali. Heavy
phase merupakan fase cairan dengan sedikit kandungan minyak sehingga fase ini
dikirim ke bak fat pit untuk kemudian diteruskan ke kolam limbah. Akumulasi dari
Heavy phase yang tertampung pada fat pit juga menghasilkan minyak. Minyak ini
dikirim ke COT untuk diproses kembali. Solid merupakan padatan dengan kadar
minyak maksimum 3,5% dari berat sampel. Solid yang dihasilkan ini selanjutnya
diaplikasikan ke kebun sebagai pupuk.
b.Proses pemurnian MKS
Ada tiga metode yang dilakukan dalam pemurnian minyak kasar di PKS,
yaitu:
1. Metode pengendapan (settling) pemisahan minyak dan air karena terjadi
pengendapan bagian yang lebih berat. Minyak berada dilapisan atas karena berat
jenisnya lebih kecil
2. Metode pemusingan (centrifuge) yaitu pemisahan dengan cara memusingkan
minyak kasar sehingga bagian yang lebih berat akan terlempar lebih jauh akibat
adanya gaya sentrifugal
3. Metode pemisahan biologis yaitu pemecahan molekul-molekul minyak sebagai
akibat dari proses fermentasi (Pahan, 2012).
2.5. Peranan DOBI dalam Penentuan Harga Minyak Sawit
Minyak kelapa sawit mengandung zat warna, seperti karoten dan turunannya yang
memberikan warna merah-kuning pada minyak. Warna tersebut kurang disukai
konsumen. Terlebih lagi, hal ini dikarenakan reaksi pada temperatur tinggi dapat
mengubah karoten menjadi senyawa yang berwarna kecokelat-cokelatan dan larut
dalam minyak sehingga semakin sukar untuk dipucatkan (kemampuan untuk dipucatkan
semakin berkurang). Penurunan daya pemucatan ini disebut DOBI (Deterioration
Bleachability of Index). Dalam industri hilir, pemucatan minyak kelapa sawit dapat
dilakukan dengan proses absorpsi dan dengan reaksi kimia. Proses absorpsi dilakukan
dengan menggunakan bahan bleaching clay (floridin dan kaolin), bleaching carbon,
oksidasi menggunakan peroksida, dikromat, dan klorin. Bilangan DOBI merupakan
gambaran kerusakan minyak akibat proses oksidasi yang terjadi sejak panen lalu
dilajutkan pada proses pengolahan, penimbunan, dan pemompaan ke kapal tanker
angkut. Kerusakan kualitas tersebut akan berperan pada proses pengolahan lanjutan di
industri hilir. Perubahan kualitas minyak selama proses dipengaruhi oleh sistem
pengolahan dan peralatan yang digunakan.
Tabel 2.4. Nilai DOBI dari minyak sawit selama diolah
No Stasiun Pengolahan Nilai DOBI
1 Oil gutter 3,47 – 3,65
Sistem pengolahan yang tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan produk
yang berkualitas rendah dan daya saing yang rendah. Semakin lama minyak diproses,
nilai DOBI-nya akan menurun. Recycle minyak harus diminimalkan dan dilarang karena
akan menurunkan nilai DOBI. Hal yang harus dilakukan yaitu menurunkan losses
sehingga tidak akan banyak minyak kotor (parit) yang tersedia untuk di recycle. (Pahan,
2012)
DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) merupakan indeks derajat
kepucatan minyak sawit. Rendahnya efisiensi pengolahan dan tehnologi terjadi akibat
sistem tehnologi dan perangkat mesin menggunakan acuan sistem tehnologi lama,
akibatnya banyak buah sawit yang tersisa pada pengolahan perontokan atau proses
pemisahan secara mekanis antara antara sawit dan tandannya. DOBI yang tinggi akan
membuat lebih baik harga jual CPO dipasaran domestik dan Internasional. Di samping
baik. Adanya sinergi ini menunjukkan kualitas tim kerja terjaga dengan baik. Semuanya
bermuara pada nilai jual perusahaan sebagai perusahaan mengedepankan kualitas
standar internasional.
Tabel 2.5. Hubungan DOBI dengan kualitas
DOBI Kualitas
2.5.1. Deterio Indeks Pemutihan (DOBI) dan Hubungannya dengan
Kualitas CPO
Komoditas Crude Palm Oil (CPO) telah menjadi komoditas primadona domestik
dan ekspor Indonesia yang mengalami peningkatan kualitas dari tahun ke tahun, baik
dari segi mutu free fatty acid (FFA), moisture dan impurities (M dan I). DOBI adalah
bagian yang banyak dilupakan padahal parameter kualitas yang sama. Selain dari FFA,
M dan I sendiri tidak cukup untuk mewakili kualitas CPO. Memasukkan DOBI dalam
analisa memberikan sebuah indikasi baik bagi proses pengolahan CPO dari estate ke
akhir pengolahan (mill) ke refinery. DOBI adalah perbandingan numerik dari
spektrofotometri penyerapan larutan zat dalam pelarut pada 446 nm dengan 269 nm.
Metode ini pertama kali dilakukan oleh Dr. P.A.T. Swoboda dari Palm Oil Research
Institute of Malaysia (sekarang menjadi Malaysian Palm Oil Board). Metodenya adalah
melarutkan palm oil ke dalam heksana dan kemudian ditentukan penyerapannya dengan
Tabel 2.6. PORIM (Palm Oil Riset Institute Of Malaysia) tentang hubungan DOBI dengan kualitas
DOBI Kualitas
< 1,68 Minyak sawit endapan atau
equivalennya
1,76 – 2,30 Kurang
2,36 – 2,92 Cukup
2,99 – 3,24 Baik
>3,24 Terbaik
DOBI itu sendiri merupakan angka perbandingan angka serapan absorben
terhadap asam lemak bebas, apabila dihubungkan dengan aspek kualitas berdasarkan
DOBI, ada 5 kelas minyak sawit mentah (CPO) dengan angka DOBI < 1,68, termasuk
ke dalam CPO yang memiliki kualitas yang buruk.
Sementara itu CPO dengan angka DOBI antara 1,78 - 2,30 memiliki mutu yang kurang
baik. CPO dengan angka DOBI 2,30 – 2,92, mengindikasikan bahwa CPO ini memiliki
mutu yang cukup baik. Angka DOBI 2,93 – 3,23 memperlihatkan indikasi CPO dengan
mutu baik. Angka DOBI diatas 3,24 berarti CPO memiliki kualitas yang sangat baik.
Kebanyakan negara tujuan ekspor menetapkan angka DOBI CPO yang dapat diterima
harus memiliki angka DOBI lebih besar atau sama dengan 2,8. Angka DOBI minimal
2,8 yang diminta oleh pedagang CPO dunia, diambil dari ketentuan dalam Codex
Allimentariurs Commision. Pada kenyataannya sampai saat ini, CPO Indonesia rata-rata
pakar minyak sawit menyatakan bahwa rendahnya angka DOBI terjadi akibat rendahnya
efisiensi proses dan tehnologi minyak sawit mentah (CPO). Dibandingkan dengan
Malaysia kualitas minyak mentah sawit Indonesia telah tertinggal jauh. Rendahnya
efisiensi pengolahan dan tehnologi terjadi akibat sistem teknologi dan perangkat mesin
dalam pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit masih menggunakan acuan
sistem tehnologi lama. Akibatnya banyak buah sawit yang tersisa pada proses
perontokan atau proses pemisahan secara mekanis antara sawit dan tandannya.
(http:/
2.5.2. Penyebab –penyebab DOBI (Deterioration Of Bleachability Index)
yang rendah
Adapun penyebab-penyebab DOBI yang rendah antara lain adalah :
a. Tingginya persentase buah berwarna hitam (kurang matang) dan terlalu matang
b. Tertundanya proses pengolahan, terutama pada saat musim hujan dan efeknya
tertundanya pengangkutan buah sawit ke pabrik, sehingga menyakibatkan restan
di kebun
c. Kontaminasi CPO dengan kondensat rebusan
d. Kontaminasi CPO dengan oksidasi di oil sludge
e. Waktu perebusan buah yang panjang dan suhu tinggi
f. Pemanasan CPO lebih (>550C) di storage tank dengan waktu yang panjang
Sebab-sebab lain yang berhubungan dengan kasus diatas adalah tertundanya
proses sementara akibat machinery breakdown yang berpengaruh tertundanya proses
Tandan buah yang berwarna hitam mempunyai DOBI yang sangat rendah. Tandan buah
dengan kematangan yang tinggi mempunyai minyak dengan DOBI yang sangat tinggi.
Minyak yang diambil dari buah hitam mempunyai DOBI < 1,5, sedangkan tandan buah
dengan kematangan yang tinggi mempunyai DOBI >3,5.
indonesia.com/index. Php/ inovasi/ 80-dobi-salah-satu-parameter-kualitas
crude-palm-oil)
2.5.3. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memastikan CPO
mempunyai kualitas tinggi
1. Mengawasi sistem panen dan transportasi
Panen perlu mendapat pengawasan yang efektif karena perlakuan yang kurang
baik dapat menyebabkan luka pada daging buah dan pembusukan buah. Hal ini
akan menurunkan kualitas produk minyak sawit yang dikenal dengan penurunan
nilai DOBI.
2. Menghindari pemakaian uap kering pada perebusan buah
Uap kering mempunyai temperatur lebih tinggi dibandingkan uap jenuh pada
tekanan yang sama. Pemakaian uap kering akan menyebabkan proses oksidasi
pada asam lemak tidak jenuh atau senyawa yang terkandung dalam minyak dan
membentuk polimer yang sangat sulit diserap pada proses pemucatan.
3. Menghindari pemakaian uap langsung pada stasiun pemurnian
Produksi uap yang rendah sering menimbulkan gangguan pemanasan dalam
proses pengolahan. Produksi uap yang rendah mendorong operator untuk
diperhatikan bahwa oksidasi sangat mudah terjadi pada stasiun pemurnian
karena di dalam cairan tersedia logam pro-oksidan.
4. Menghindarkan pemanasan yang berlebihan di unit pengolahan
Kegagalan penurunan kadar air pada minyak dengan alat vacuum dryer sering
diatasi dengan menaikkan temperatur pada oil tank yang dapat menyebabkan
penurunan DOBI. Hal ini perlu dihindari agar kualitas minyak dapat
dipertahankan.
5. Mengendalikan penimbunan
Pemanasan minyak pada tangki timbun PKS yang jaraknya jauh dari pelabuhan
biasanya dilakukan pada temperature tinggi dengan memperhitungkan bahwa
minyak tersebut tiba di tangki pelabuhan pada temperature di atas titik cair.
Kualitas minyak dalam penimbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan
kondisi tangki timbun.
(Pahan, 2012)
2.6. Spektrofotometri UV-Visible
Pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet (panjang
gelombang 190 nm – 380 nm) atau pada daerah cahaya tampak (panjang gelombang
380 nm – 780 nm. Spektrum pada daerah ultraviolet dan daerah cahaya tampak dari
suatu zat tidak khas, tetapi sangat cocok untuk penetapan kuantitatif. Alat
spektrofotometer pada dasarnya terdiri dari sumber sinar monokromator (tempat sel
untuk zat yang diperiksa), detektor (penguat arus), dan alat ukur atau pencatat.
tunggal maupun ganda. Sel serap yang digunakan untuk pengukuran pada daerah
ultraviolet dibuat dari silica, sedang untuk pengukuran pada daerah sinar tampak dibuat
dari kaca. Sel serap dengan tebal 1 cm banyak digunakan. Sel serap yang yang akan
digunakan untuk larutan uji dan larutan blangko harus mempunyai transmitan yang
sama jika masing-masing berisi pelarut. Harga transmitan yang tidak sama harus
dilakukan koreksi seperlunya. Kebersihan sel serap harus mendapat perhatian secara
khusus.
Sel dicuci dengan cairan pembersih, dibilas dengan air kemudian pelarut organik
yang mudah menguap agar cepat kering. Larutan uji tidak boleh di dalam sel lebih lama
daripada yang diperlukan untuk pengukuran. Sel jangan dipegang pada permukaan yang
dilewati sinar. Penyimpangan dari ketentuan dapat disebabkan oleh adanya variasi alat
atau akibat adanya perubahan fisika kimia. Spektrofotometer secara teratur harus
dikalibrasi baik terhadap skala panjang gelombang, maupun terhadap skala fotometer.
Identifikasi zat secara spektrofotometri pada daerah ultraviolet pada umumnya
dilakukan dengan menggambarkan spektrum serapan larutan zat dalam pelarut, untuk
menetapkan letak serapan maksimum atau minimum. Spektrum serapan dari zat yang
diperiksa kadang-kadang perlu dibandingkan dengan pembanding kimia yang sesuai.
Dalam hal ini pembanding kimia tersebut dikerjakan dengan cara yang sama dan
diukur dengan kondisi yang sama dengan zat yang diperiksa. Pada daerah ultraviolet
identifikasi dapat pula dilakukan dengan menghitung harga perbandingan serapan pada
2 maksimum. Dengan cara ini dapat dihindari kesalahan yang disebabkan pengaruh alat
dan tidak diperlukan larutan pembanding. Penetapan kadar dapat dilakukan dengan
disiapkan dengan cara yang sama. Dalam hal ini pengukuran serapan mula-mula
dilakukan terhadap larutan pembanding kemudian terhadap larutan zat yang diperiksa.
(Panitia Farmakope Indonesia, 1979).
Panjang gelombang dari cahaya tampak yaitu radiasinya dapat dilihat berkisar
antara 400 nm (sinar violet) dan 750 nm (sinar merah). Panjang gelombang diantaranya
memberikan warna biru , hijau, kuning, oranye, dan warna -warna lain. Radiasi UV tak
terlihat oleh mata, tetapi dapat menyebabkan luka bakar (misalnya luka bakar karena
matahari); panjang gelombangnya dari 100 nm-400 nm. Spektrum UV atau cahaya
tampak, panjang gelombang dibuat diagram dengan absorpsi, yaitu logaritma dari
perbandingan antara intensitas radiasi sinar yang masuk sampel (I0 ) dengan radiasi sinar
yang keluar (I).
A = logI₀
I
Apabila harga intensitas suatu cahaya yang keluar dari sampel (I) lebih kecil
dibandingkan dengan yang masuk (I0) berarti foton yang diabsorpsi oleh sampel
memiliki harga I yang makin kecil, semakin banyak yang diabsorpsi, maka harga
serapannya (absorban) besar.
Tabel 2.7. Gelombang yang diserap dan warna yang dipantulkan
Gelombang yang diserap Warna yang dipantulkan (yang terlihat)
400 (violet) Hijau kuning
450 (biru) Oranye
510 (hijau) Purple
590 (oranye) Biru
640 (merah) Hijau biru
Radiasi UV dan cahaya tampak tidak mempengaruhi bentuk getaran dari ikatan
kovalen. Elektron-elektronnya akan mengabsorpsi foton dan akan pindah dari orbital
molekul yang sudah penuh ke orbital molekul dengan energi lebih tinggi yang belum
terisi. Panjang gelombang dari radiasi UV dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh
suatu senyawa tergantung dari berapa banyak energi yang diperlukan untuk
memindahkan elektron dalam senyawa tersebut. Molekul-molekul yang semua
elektronnya memerlukan energi yang tinggi untuk berpindah hanya mengabsorpsi
radiasi gelombang yang pendek. Jumlah konjugasi yang cukup biasanya memiliki
senyawa yang berwarna, yaitu senyawa yang mengabsorpsi gelombang cahaya tampak
dan memantulkan sisa gelombang dari cahaya tampak tersebut pada mata kita.
(Fessenden, 2010)
Hubungan antara absorpsi radiasi dan panjang lintasan melewati medium yang
menyerap mula-mula dirumuskan oleh Bouger (1729), meski kadang-kadang dikaitkan
kepada Lambert (1768). Suatu medium pengabsorpsi yang homogen seperti suatu
larutan kimia terbagi dalam lapisan-lapisan yang sama tebalnya. Suatu berkas radiasi
monokromatik (yakni radiasi dengan panjang gelombang tunggal) diarahkan menembus
medium itu, ternyata bahwa tiap lapisan menyerap fraksi radiasi yang sama besar.
Penemuan Bouger dapat dirumuskan secara matematis dimana P0 adalah daya radiasi
masuk dan P daya yang keluar dari suatu lapisan medium sebesar b satuan
�₁�� =d� �
dan mengintegralkan di antara P0 dan P serta 0 dan b:
-
∫
��� �
�� =k1
∫ ��
�
0
-(ln P – ln P0) = k1b
ln P0 – ln P = k1b
Tanda minus menandakan bahwa daya itu berkurang karena pengabsorpsian.
Berkurangnya daya radiasi per ketebalan satuan dari medium yang menyerap adalah
berbanding lurus dengan daya radiasi itu. Biasanya persamaan ditulis dengan logaritma
basis – 10, dengan mudah mengubah tetapan ini:
���
��� =k
1b
Pernyataan verbal persamaan ini adalah daya radiasi yang diteruskan berkurang
secara eksponensial dengan pertambahan secara aritmatik tebalnya medium
pengabsorpsi. Lambang PO dan P direkomendasikan untuk daya radiasi masuk dan
diteruskan. Bentuk log (P/PO ) disebut absorbans dan diberi lambang A. Istilah lain
literatur adalah ekstingsi (ekstinction), rapatan optic (optical density), dan absorbansi
BAB III
BAHAN DAN METODOLOGI
3.1. Alat-alat
1. Spektrofotometer 10 UV Genesys
2. Cuvet quarts volume 10 mm
3. Timbangan analitis kapasitas ± 200 g
4. Labu ukur volume 25 mL
Sampel yang diperlukan untuk analisa DOBI dan β-karoten adalah sampel CPO.
Sebelum dilakukan analisa sampel maka terlebih dahulu dipersiapkan dengan cara
pemanasan sampel CPO diatas hot plate agar CPO yang menggumpal atau fase
padatnya mencair dan homogen sehingga mudah dalam melakukan penimbangan dan
diperoleh hasil yang maksimum. Jika larutan konsentrasi tinggi, cairkan dengan
memipet 2 mL larutan ke dalam labu ukur 10 mL dan dilarutkan sampai garis batas.
nm. Pencairan demikian lebih baik untuk sampel yang memiliki harga DOBI yang
tinggi.
3.3.2. Penentuan DOBI dalam CPO
1. Dimasukkan beberapa larutan blanko (pelarut organik misalnya n-heksana)
dalam masing-masing kuvet
2. Dihidupkan alat spektrofotometer dan dibiarkan stabil
3. Diukur absorbansi pada λ 269 nm dan 446 nm
4. Diambil nilai absorbansi yang terkecil sebagai larutan blanko dan nilai yang
terbesar sebagai tempat sampel
5. Ditimbang 0,1 g CPO dalam labu ukur 25 mL
6. Dilarutkan dengan n-heksana, diencerkan sampai garis batas, dihomogenkan
7. Dimasukkan dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada λ 446 nm dan 269 nm
3.3.3. Persiapan Alat
A. Pengoperasian spektrofotometer Genesys
1. Dihidupkan CPU dan monitor computer dengan cara menekan tombol “Power”/
ON.
2. Tunggu instalation sampai muncul di layar
Instalasi Layar Alat Spektrofotometer
4. Pilih menu program, pilih absorbansi ratio, enter
5. Masukkan angka wavelength (WL1) 446nm, enter.
6. Masukkan angka wavelength (WL2) 269 nm, enter.
7. Pilih sample positioner, enter pilih platform, enter.
8. Tekan RUN TEST
9. Masukkan blank, tekan measure blank, muncul measure sample.
10.Keluarkan blank, masukkan sample, tekan measure sample
11.Muncul hasil pada layar display (hasil ratio menunjukkan nilai DOBI).
12.Setelah selesai tekan escape 2x, tekan don’t save 1x, tekan basic ΔTC
13.Muncul tulisan pada layar display sbb:
Absorbance
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Data Percobaan
Tabel 4.1.1 Data hasil perhitungan analisa DOBI dalam CPO
4.1.2. Perhitungan
a. Untuk analisa DOBI dalam CPO perhitungannya adalah:
����
=
Absorbansi pada λ 446 nmAbsorbansi pada λ 269 nm
b. Untuk rata-rata DOBI
DOBI
�������=DOBI₁+ DOBI₂+ DOBI₃+ DOBIn Jumlah DOBI
Contoh Perhitungan :
a. Untuk analisa DOBI dalam CPO perhitungannya adalah:
DOBI =
0,80 0,295
= 2,71 b. Untuk nilai rata-rata DOBI
DOBI
4.2. Pembahasan
Berdasarkan analisa nilai rata-rata DOBI pada minyak sawit mentah (CPO)
yang diperoleh dari beberapa kebun PT.SOCFINDO adalah 2,74. Minyak sawit mentah
(CPO) berasal dari kebun PT.SOCFINDO dari beberapa daerah seperti kebun Tanah
Gambus, Mata Pao, Bangun Bandar, Sei Nagan, Sei Mayam, Lae Butar, Sei Liput, Aek
Loba, Padang Pulo, dan Negri Lama. Hasil dari analisa DOBI pada CPO dari beberapa
kebun sebagian diantaranya menunjukkan hasil yang rendah (sangat jauh dibawah
standar).
Nilai rata-rata DOBI adalah 2,74 dinyatakan cukup baik sesuai tetapi menurut
Standar Internasional mutu minyak Indonesia kurang baik. Sesuai Standar Internasional
nilai rata-rata DOBI pada CPO adalah 2,8. Parameter DOBI digunakan untuk
memenuhi standar mutu CPO yang baik, karena semakin tinggi nilai DOBI maka
semakin baik kualitas CPO sehingga daya jual CPO semakin tinggi. DOBI yang tinggi
mempengaruhi harga jual minyak. Nilai rata-rata DOBI yang diperoleh tidak sesuai
dengan standar parameter CPO di PT.SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) karena
standar mutu yang ditetapkan terlalu rendah sehingga perlu dinaikkan standar mutunya.
Sistem kualitas, pengawasan proses, inspeksi dan pengujian, serta tindakan perbaikan
dan pengawasan terhadap kualitas minyak. Peningkatan pemakaian minyak sawit perlu
dilakukan peningkatan kualitas produk pada harga yang wajar. Harga yang wajar berarti
mempertahankan harga pokok dengan peningkatan efisiensi dan produktifitas serta
pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap proses pengolahan dari bahan baku
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Dari hasil analisa diperoleh nilai rata-rata kadar DOBI dalam minyak sawit mentah
(CPO) yaitu : 2,74 yang dinyatakan baik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia dan
kurang baik menurut Standar Internasional karena nilai rata-rata DOBI pada CPO
perdagangan dunia adalah 2,8. Nilai DOBI pada CPO dapat ditentukan dengan
Spektrofotometri. Mutu minyak sawit Indonesia berada dibawah rata-rata karena proses
pengolahan dari kebun-pabrik-refinery tidak berlangsung dengan baik. Pengawasan dan
pengujian kualitas harus dilakukan selama proses pengolahan TBS berlangsung agar
penurunan kualitas bisa dicegah sebelum terjadi.
5.2.Saran
− Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap α,γ dalam CPO dan sampel
lainnya seperti minyak kelapa
− Diharapkan penentuan DOBI dilakukan dengan menggunakan pelarut dan
sampel yang sama tetapi dengan menggunakan metode lain
− Diharapkan agar penentuan DOBI dilakukan dengan menggunakan pelarut yang
berbeda sehingga dapat diketahui panjang gelombang maksimum pada range
visible dan UV
− Diharapkan agar standar yang diberlakukan tidak terlalu rendah sehingga perlu
− Diharapkan agar buah kelapa sawit yang sudah dipanen segera diolah untuk
menghindari asam lemak bebas yang tinggi
− Dalam melakukan analisa perlu dihindari kesalahan dalam menggunakan alat
secara spektrofotometri sehingga sampel yang dianalisa mendapatkan hasil yang
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R. J. 2010. Dasar – Dasar Kimia Organik. Tangerang : Binarupa
Aksara Publisher
http:
kualitas crude-palm-oil)
Hartanto, H. 2003. Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Semarang : Citra Media
Publishing
Pahan, I. 2012. Paduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Jakarta : Penebar Swadaya
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Pangan. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia Press.
Mangoensoekarjo,S. 2003.Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta : Penerbit Universitas Gajah Mada Press
Setyamidjaja, D. 2000. Kelapa Sawit. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Tim Penulis. 1998. Kelapa Sawit Usaha Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya
Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta :
Parameter Standart Mutu Bahan Baku Produk Antara Dan Produk Akhir
Tanah Gambus PT. SOCFINDO
Standart Mutu Bahan Baku Crude Palm Oil (CPO)
PARAMETER NILAI
Free Fatty Acid (FFA) Max 2,50 %
Moisture (M) Max 0,20 %
Impurities (I) Max 0,05 %
Colour (R/Y) Max 21/40
Deteoration Of Bleachability Index (DOBI) Min 2,00
Melting Point (MP) Min 36⁰C
Iodin Value –Wijs (IV) Min 52 meq/L
Peroxide Value (PV) Max 5,0 ppm
Caroten Min 500 ppm