HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP RESPON
CEMAS ANAK USIA SEKOLAH YANG MENDERITA
KANKER DALAM MENJALANI KEMOTERAPI
DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN
SKRIPSI
Oleh
ALVIONITA PANJAITAN 121121074
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
▸ Baca selengkapnya: sepasang suami istri menderita polidaktili heterozigot kemungkinan anak-anaknya yang menderita polidaktili adalah
(2)(3)(4)PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayahNya Saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini
dilakukan untuk memenuhi tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana
Keperawatan. Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara Medan.
2. Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Cholina T. Siregar, SKep, Ns., Sp. KMB selaku dosen pembimbing akademik
4. Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan waktu, motivasi, arahan, bimbingan dan ilmu yang
bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
5. Reni Asmara Ariga, SKp, MARS, dan Siti Zahara Nasution SKp, MNS
sebagai penguji yang memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan USU dan seluruh Staf
nonakademik Fakultas Keperawatan USU.
7. Direktur RSUP. Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan
bagi peneliti untuk menggunakan RSUP. Haji Adam Malik sebagai tempat
8. Teristimewa kepada keluargaku, Ayahanda Drs. D. Panjaitan dan ibunda S.
Mangunsong yang selalu memberikan motivasi, dukungan moril dan materil
serta doa yang tiada henti bagi peneliti. Buat bang Reinhard panjaitan, bang
Freddy panjaitan dan Alwin panjaitan terimakasih yang menjadi motivator dan
anugerah terindah dalam hidupku.
9. Teman-teman terbaikku (Fani Farlinda, Mayudika, Gohana Simanjuntak, Ayu
Manalu), dan teman satu bimbingan (Lilis Andriani, M. Adiul Ilham, Mukti
Ali) yang selalu memberi semangat satu sama lain. Semoga kita sukses dalam
segala cita-cita kita.
10. Teman-teman seperjuangan FKep USU Ekstensi angkatan 2012 yang selalu
memberi semangat satu sama lain. Semoga kita semua sukses dan
mendapatkan hasil yang terbaik.
11. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu
persatu yang telah banyak membantu peneliti.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan
dari segi isi dan penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Medan, 30 Januari 2014
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul . ... i
Halaman Persetujuan………... ii
Prakata……….. iii
Daftar Isi………... v
Daftar Tabel………. vii
Daftar Skema……… viii
Daftar Lampiran……….. ix
Abstrak……….. x
Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ………. 1
1.2. Pertanyaan Penelitian ………... 5
1.3. Hipotesis penelitian………... 5
1.4. Tujuan Penelitian ………. 5
1.5. Manfaat Penelitian ………... 6
Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Konsep Dukungan Keluarga ……… 7
2.2. Konsep Anak Usia Sekolah……….. 11
2.3. Konsep Kanker……….. 12
2.4. Konsep Cemas………... 13
2.4. Respon Cemas Anak Usia Sekolah………... 15
2.5. Faktor yang Mempengaruhi Respon Cemas Anak dalam Menjalani Kemoterapi …………... 17
Bab 3. Kerangka Konseptual
3.1. Kerangka Konsep ………. 22
3.2. Definisi Operasional ………. 23
Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1. Desain Penelitian ……….. 25
4.2. Populasi dan Sampel ……… 25
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 26
4.4. Pertimbangan Etik ……… 26
4.5. Instrumen Penelitian……….. 27
4.6. Validasi dan Reliabilitas instrument.………... 30
4.7. Pengumpulan Data ……… 31
4.8. Analisa Data ……….. 32
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan 5.1 Hasil……….. 35
5.2 Pembahasan………... 39
Bab 6. Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan………. 51
6.2 Saran………... 51
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan dukungan keluarga terhadap respon cemas anak usia sekolah yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP. Haji Adam Malik
Medan……….. 23
Tabel 4.1 Kriteria penafsiran korelasi………. 34
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi data demografi keluarga dan anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi di RSUP. HAji Adam Malik Medan………...
36 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat
dukungan keluarga pada anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi di RSUP. Haji Adam Malik Medan……….. .
37 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan total skor
respon cemas anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi di RSUP. Haji Adam Malik Medan………..………...
37 Tabel 5.4 Hasil analisa antara dukungan keluarga terhadap respon cemas
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 2.1 Rentang respon kecemasan... 15
Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian hubungan dukungan keluarga terhadap respon cemas anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi di RSUP. Haji Adam Malik
Medan………..
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan menjadi Responden Penelitian
Lampiran 2 Instrumen Penelitian
Lampiran 3 Taksasi Dana Penelitian
Lampiran 4 Riwayat Hidup
Lampiran 5 Lembar Bukti Bimbingan
Lampiran 6 Surat Survey Awal Penelitian dan Surat Selesai Survey Awal
Lampiran 7 Surat Pengambilan Data Penelitian
Lampiran 8 Surat Selesai Penelitian
Lampiran 9 Hasil SPSS Uji Reliabel Instrumen Penelitian Dukungan Keluarga dan Respon Cemas Anak
Lampiran 10 Hasil SPSS Distribusi Frekuensi Penelitian
Judul : Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Respon Cemas Anak Usia Sekolah yang Menderita Kanker dalam Menjalani Kemoterapi di RSUP. Adam Malik Medan
Nama Mahasiswa : Alvionita Tri Septi Panjaitan Nim : 121121074
Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014
Abstrak
Anak yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi akan mengalami cemas yang membuat merasa lemah sehingga tidak berani dan mampu untuk bersikap serta bertindak secara rasional sesuai dengan seharusnya dan ketidakmampuan anak dalam mengatasi ketakutan untuk tidak bisa sembuh, karena itulah dukungan keluarga terhadap pengobatan kemoterapi sangat penting agar pengobatan kemoterapi dapat berjalan lancar dan sempuma. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga terhadap respon cemas anak yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik Accidental Sampling dan sampel yang didapat 31 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mencakup data demografi dan pernyataan mengenai dukungan keluarga dan respon kecemasan. Pengumpulan data berlangsung selama bulan September sampai November 2013. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian adalah uji korelasi Spearman Rank (Rho). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap respon cemas anak usia sekolah yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP. Haji Adam
Malik Medan, kekuatan hubungan kuat dan berpola negatif (p = 0,000,
r = -0,606). Penelitian ini merekomendasikan agar perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dapat lebih optimal, komprehensif dan lebih peka terhadap psikologis anak sehingga anak dapat menerima kondisinya.
Kata Kunci: dukungan keluarga, cemas anak, kemoterapi
Title : The relation of support families to response a school-age child who has cancer in endure chemotherapy in RSUP Adam Malik Medan
Student Name : Alvionita Tri Septi Panjaitan Student Number : 121121074
Major : Bachelor of Nursing (S.Kep)
Year : 2014
ABSTRACT
A child who has cancer in endure chemotherapy will experience anxiety that makes bold so as not to feel weak and unable to behave rationally and act in accordance with the supposed and the inability to overcome fear in children cannot be cured, because that's what family support towards the treatment of chemotherapy can run smoothly and perfectly. This research aims to identify the relationship of family support for children who suffer from anxiety response of cancer in chemotherapy in RSUP. Adam Malik Medan. This research uses descriptive correlation design research. Taking the sample using Accidental
Sampling and from the sample, it is obtained 31 people. Research instrument in the form of a questionnaire, which includes demographic data and statements about family support and response to anxiety. Data collection took place during the months of September to November 2013. A correlation test was used in this study is testing the correlation of Spearman Rank (Rho). The results showed that family support had significant ties to the anxious response to school age children suffering from cancer in chemotherapy in RSUP. Adam Malik Medan, the strength of the relationship is strong and is negative (p = 0.000, r =-0,606). This research recommends that nurses in the nursing care can be optimized, comprehensive psychological and more sensitive to the child so that the child can accept his condition
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak usia sekolah merupakan periode dalam kehidupan yang dimulai
pada usia 6-12 tahun. Dimana anak ketika dalam keadaan sakit akan
menimbulkan krisis pada kehidupannya. Anak akan mengalami stres akibat
perubahan, baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungan sehari-hari
dan anak mengalami keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi
masalah maupun kejadian yang bersifat menekan.
Kanker dapat menyerang semua orang tanpa memandang golongan
umur, termasuk anak-anak. Kanker pada anak dapat terjadi sejak bayi lahir
dan timbul di berbagai organ tubuh, karena kanker merupakan penyakit yang
diakibat oleh pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang
berubah menjadi sel kanker dan dalam perkembangannya, sel-sel kanker ini
dapat menyebar kebagian tubuh lain sehingga dapat menyebabkan kematian.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan,
penderita kanker bertambah 6,25 juta per tahun di seluruh dunia. Di Indonesia
diperkirakan 2-4% dari keseluruhan penyakit kanker menyerang anak-anak
dan mengakibatkan sekitar 10% kematian. Kanker yang umumnya menyerang
anak-anak adalah leukemia dengan jumlah penderita sekitar 25 sampai 30%
dari seluruh jenis kanker yang diderita semua anak di Indonesia, selanjutnya
kanker retinoblastoma (kanker retina mata), limfoma (kanker kelenjar getah
rabdomiosarkoma (kanker otot lurik), serta kanker tulang (osteosarkoma)
( Tehuteru, 2012)
Pada saat ini cara pengobatan kanker dapat terdiri dari pembedahan
(operasi), radiasi, kemoterapi, immunoterapi dan terapi gen. Kemoterapi
merupakan cara pengobatan kanker dengan memberikan zat/obat yang
mempunyai khasiat membunuh sel kanker dan diberikan secara sistemik dan
manfaat kemoterapi selain sebagai pengobatan, juga sebagai kontrol untuk
menghambat perkembangan kanker agar tidak membesar serta bertujuan
untuk mengurangi gejala nyeri yang timbul (Smeltzer, 2001)
Kecemasan adalah keadaan yang tidak mengenakan dan tidak merasa
nyaman yang terjadi dikehidupan sehari-hari yang juga dapat terjadi pada
seseorang dalam menjalani kemoterapi. Rasa cemas anak akan mempengaruhi
respon anak terhadap penaganan medis. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Haase d & Phillips (2004) anak dengan kanker dapat menimbulkan
stress ketika anak dengan kanker mengalami keterasingan, perubahan dalam
penampilan fisik, pengalaman menghadapi kematian, serta rasa sakit yang
umum dirasakan dan ketidaknyamanan selama pengobatan.
Ketidaknyamanan selama pengobatan terutama disebabkan pengalaman
yang menyakitkan dengan petugas, prosedur tindakan keperawatan,
diagnostik dan terapi (Rasmun, 2004). Selain itu, anak merasa sedih karena
lingkungan menganggap mereka telah kehilangan kesehatan dan kebebasan
sebagai anak normal. Anak yang tidak sepenuhnya memahami penyakit dan
pengobatan seperti temperamen, menarik diri, perilaku tidak kooperatif
selama pengobatan.
Anak juga akan terganggu proses tugas perkembangannya yang
disebabkan oleh karena harus dirawat di rumah sakit. Perawatan anak di
rumah sakit memaksa anak berpisah dengan lingkungan yang dicintainya
yaitu keluarga dan kelompok sosialnya, merasa tidak aman dan
kemandiriannya terlambat. Kehilangan kontrol juga terjadi akibat dirawat
dirumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Pada umumnya
kecemasan yang dirasakan bercampur dengan suasana hati lainnya berupa
ketidakpastian, ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kemungkinanan
cacat atau kehilangan fungsi tubuh (Jong, 2004).
Kehidupan anak juga sangat ditentukan keberadaan bentuk dukungan
dari keluarga. Ketika keluarga tahu bahwa anaknya menderita kanker maka
keluarga tidak dapat melepaskan diri dari keterlibatan dalam menghadapi
penderitaan ini sehingga keluarga sangat diperlukan dalam dukungannya
terhadap perawatan terhadap anak kanker terutama dalam menjalani
kemoterapi. Dukungan keluarga dapat memberikan rasa senang, rasa aman,
rasa nyaman dan mendapat dukungan emosional yang akan mempengaruhi
kesehatan jiwa (Setiadi, 2008). Dukungan keluarga sangat diperlukan
sehingga dapat membantu menurunkan kecemasan anak, meningkatkan
semangat hidup anak untuk tetap menjalani pengobatan kemoterapi
Menurut penelitian yang dilakukan Mariasima (2011) peran keluarga
sangat penting, pihak keluarga yang penuh pengertian dan kooperatif dengan
banyak membantu dalam penatalaksanaan penderita kanker. Keluarga
memainkan suatu peran bersifat mendukung selama penyembuhan dan
pemulihan pada anak melalui sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap anak yang sakit. Dukungan keluarga sangat diperlukan dalam
memotivasi anak selama perawatan dan pengobatan, selain itu Sarason (1986)
dalam Christine (2010) menyatakan bahwa dukungan dari keluarga adalah
sumber dukungan sosial yang paling tinggi. Saat pasien yakin bahwa mereka
mempunyai keluarga yang mendukung maka keyakinan akan kemampuan
mengatasi kecemasan yang dialaminya akan meningkat yang dapat
meredakan dan mengatasi tekanan yang dirasakannya.
Pada saat melakukan observasi kunjungan ke RSUP H.Adam Malik
bahwa pada anak yang dirawat inap dalam menjalankan kemoterapi
menimbulkan cemas selain berpisah dari keluarga juga menambah stres bagi
anak karena kemoterapi lebih banyak menimbulkan efek samping yang
ditimbulkan antara lain hilang selera makan, lemas, mual, muntah, gangguan
pencernaan, sariawan, rambut rontok, selain itu masih banyak anak yang
merasa cemas saat akan menjalankan kemoterapi karena tidak mendapat
dukungan dari keluarga. Untuk itu, dukungan keluarga sangat dibutuhkan
oleh anak yang akan menjalankan kemoterapi. Dalam hal ini maka peneliti
tertarik untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga terhadap respon
cemas anak usia sekolah yang menderita kanker dalam menjalani kemoterai
1.2 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana hubungan dukungan keluarga terhadap respon cemas anak usia
sekolah yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP. H.
Adam Malik Tahun 2013
1.3 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini hipotesa yang dibuat adalah hipotesa kerja (hipotesa
alternatif) yaitu ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap respon
cemas anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi di RSUP. H. Adam
Malik Medan Tahun 2013
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga terhadap respon cemas anak
usia sekolah yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP. H.
Adam Malik Tahun 2013
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada anak usia sekolah yang
menderita kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP. H. Adam Malik
Medan Tahun 2013.
2. Mengidentifikasi respon cemas pada anak usia sekolah yang menderita
kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP.H.Adam Malik Medan
3. Mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga terhadap respon cemas
anak usia sekolah yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi di
RSUP. H. Adam Malik Tahun 2013
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan perawat dalam
memberikan intervensi keperawatan yang tepat untuk mengatasi respon
cemas pada anak dengan memfasilitasi keluarga dalam memberikan
dukungan bagi anak sebelum menjalankan kemoterapi.
1.5.2 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang berguna bagi
para pembaca untuk meningkatkan mutu pendidikan keperawatan anak
sehingga masalah psikologis dapat teratasi yang dapat membantu proses
penyembuhan.
1.5.3 Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan peneliti sehingga
menjadi masukan pentingnya dukungan keluarga dalam setiap intervensi
keperawatan yang dilakukan pada anak dalam menjalani kemoterapi dan
dapat mengurangi rasa cemas pada anak.
BAB 2
LANDASAN TEORITIS
2.1 Konsep Dukungan Keluarga
2.1.1 Pengertian Keluarga
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan
anak-anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno,
2004) dan Friedman (1998) mendefenisikan bahwa keluarga adalah kumpulan
dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan
bagian dari keluarga.
2.1.2 Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit (Suprajitno, 2004). Menurut Smet (1994)
dalam Julianta (2008) dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi
verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan
atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan
emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini
orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional meras lega
karena diperhatikan, mendapatkan saran atau kesan yang menyenangkan pada
2.1.3 Komponen dukungan keluarga
Komponen-komponen dukungan keluarga menurut Sarafino (1994) dalam
Christine (2010), terdiri dari
a. Dukungan pengharapan
Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu untuk
memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan
strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor.
Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi
penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai seseorang
yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi
pengaharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat,
persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan
positif seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang mampu.
Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping
individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang
berfokus pada aspek-aspek yang positif.
b. Dukungan nyata
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan,
bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung,
seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu
pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi,
membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila
dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan
nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan
nyata.
c. Dukungan informasi
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab
bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah,
memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa
yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi
dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan
tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Individu yang
mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan
masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed
back. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun
informasi dan pemberi informasi.
d. Dukungan emosional
Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional,
sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan
seseorang akan hal dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional
memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami
depresi, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian
sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan
emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan
2.1.4 Dukungan Keluarga pada Anak dalam Menjalani Kemoterapi
Kebutuhan terbesar anak selama perkembangannya adalah rasa aman yang
timbul dari kesadaran bahwa ia diinginkan dan disayang oleh orang tua atau
orang dewasa tempatnya bergantung. Anak juga membutuhkan mereka yang
dipercaya untuk menjawab pertayaan dan memberikan bimbingan untuk
membuat keputusan. Perasaan hilang kendali dikaitkan dengan bergantung
kepada orang lain dan gangguan peran dalam keluarga.
Rasa cemas dan ketakutan yang diderita dapat menimbulkan
bermacam-macam dampak psikologis dan sosial yang dapat menjadi sangat berat apabila
sudah ditentukan stadium dari kankernya serta pengobatan yang tepat yaitu
kemoterapi dan cara untuk mengekspresikan reaksi emosional tersebut
tergantung pada kepribadian dasar, persepsi terhadap situasi dan besarnya
dukungan keluarga. Naufal (2011) menyatakan bahwa dukungan keluarga dari
orang yang paling dekat sangat dibutuhkan sebagai tempat mereka
mendapatkan semangat, kasih sayang dan pengertian. Besarnya dukungan
keluarga diperlukan untuk membantu menerima reaksi emosional yang terjadi
pada pasien agar siap menerima keadaan dirinya dan menghadapi kenyataan
saat ini sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kecemasan
pasien (Smeltzer, 2001).
Chandra (2009) menyatakan bahwa dengan adanya pendampingan
keluarga, pasien akan merasa nyaman, tenang dan lebih kuat dalam menerima
keadaan fisiknya yang memberi dampak baik terhadap proses penyembuhan
penyakit. Bentuk dari dukungan keluarga yang dapat diberikan kepada anak
Secara fisik dukungan keluarga berupa bantuan tenaga untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari-hari pasien anak sedangkan secara psikologis
dukungan keluarga dapat memberikan kasih sayang, membantu
mengembangkan konsep diri pasien anak yang positif dan menerima anak
sesuai dengan perubahan-perubahan yang dialaminya saat menjalankan
kemoterapi.
Menurut Admin (2011) bahwa keluarga sangat penting dalam perawatan
pasien dimana keluarga berusaha meningkatkan semangat hidup sehingga
pasien tetap menjalani pengobatan terutama untuk pasien yang menderita
kanker. Selain itu menurut Anne & David (2007), keterlibatan anggota
keluarga secara terus menerus merupakan hal yang sangat menolong dan
membangkitkan semangat bagi penderita kanker dalam menjalani pengobatan.
2.2 Konsep Anak Usia Sekolah
Menurut Wong (2009) usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun
yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak
dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan
dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya.
Hockenbery & Wilson (2007) karakteristik perkembangan pada anak usia
sekolah di tandai dengan perkembangan biologis, psikososial, tempramen,
kognitif, moral, spiritual, bahasa, sosial, konsep diri dan seksualitas. Secara
khusus, pada masa ini anak banyak mengembangkan kemampuan interaksi
sosial belajar tentang nilai moral dan budaya dari lingkungan keluarga, dan
diri, keterampilan membaca, menulis, berhitung, serta belajar bersosialisasi
dengan baik disekolah (Hidayat, 2006).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit sehingga anak harus beradaptasi dengan lingkungan
rumah sakit (Wong, 2000). Respon kecemasan anak akibat hospitalisasi lebih
didominasi oleh respon kecemasan perpisahan (separation anxiety). Respon ini terjadi karena anak harus berpisah dengan teman-teman, saudara kandung dan
orang terdekatnya. Perilaku yang muncul diantaranya anak menangis ketika
pertama kali masuk ke rumah sakit, menolak perhatian selain dari orangtua,
menangis ketika orangtua meninggalkan ruangan, tidak mau beraktivitas dan
tidak menunjukkan minat terhadap kegiatan. Kecemasan yang dialami anak
selama hospitalisasi dapat menimbulkan dampak diantaranya proses
penyembuhan anak dapat terhambat, menurunnya semangat untuk sembuh dan
tidak kooperatifnya anak terhadap tindakan perawatan (Supartini, 2004).
Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari
petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru
maupun keluarga yang mendampingi selama perawatan.
2.3 Konsep Kanker
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak
normal, cepat dan tidak terkendali. Kanker terjadi timbul dan berkembang
biaknya sel secara tidak terkendali sehingga sel-sel ini tumbuh terus merusak
bentuk dan fungsi organ tempat tumbuhnya. Kanker tumbuh secara menyusup
menyebar ke bagian lain tubuh. Sel-sel kanker dapat menjadi menyebar
kebagian tubuh lainnya melalui aliran darah dan sistem kelenjer getah bening
(Otto, 2003).
2.4 Konsep Cemas
2.4.1 Pengertian Cemas
Cemas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan
sehari-hari dan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Cemas berkaitan
dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya (Kusumawati, 2010).
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan
ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh,
prilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2008).
Sedangkan menurut Videbeck (2008) kecemasan adalah respon yang tepat
terhadap ancaman, tetapi kecemasan menjadi abnormal bila tingkatannya tidak
sesuai dengan proporsi ancaman, atau bila sepertinya datang tanpa ada
penyebabnya.
2.4.2 Tingkat kecemasan
Menurut Stuart, 2006 mengidentifikasi empat tingkat kecemasan dan
menggambarkan efek pada tiap individu sebagai berikut tingkat kecemasan
dibagi 4 (empat) terdiri atas :
persepsinya ini dapat memotivasi belajar dan mampu memecahkan masalah
secara efektif dan menghasilkan kreativitas.
Kecemasan sedang individu berfokus pada hal yang menjadi perhatiannya saja dan penting dengan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini
mempersempit lapang pandang persepsi individu. Individu mengalami tidak
perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika
diarahkan untuk melakukannya.
Kecemasan berat mengurangi lapang pandang persepsi individu. Individu berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal
lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu
tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain
Panik individu mengalami kehilangan kendali, sehingga tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi
kepribadian dan menimbulkan peningkatkan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Rentang Respon Kecemasan
Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan
Respon Maladaptif Respon Adaptif
Berat Sedang
2.4 Respon Cemas Anak Usia sekolah
Berbagai perasaan sering muncul pada anak ketika di rawat di rumah sakit
yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah. Perawatan anak di rumah
sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, baik bagi anak
maupun orang tua. Lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan penyebab
stress dan kecemasan pada anak. Pada anak yang dirawat di rumah sakit akan
muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti mengatasi suatu
perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya, penyesuaian
dengan banyak orang yang mengurusinya, dan juga harus berhubungan dan
bergaul dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang
menyakitkan (Supartini, 2004).
Kanker merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi setiap aspek
kehidupan manusia terutama pada anak. Setiap jenis pengobatan pada penyakit
ini dapat menimbulkan kecemasan. Rasa cemas anak dengan kanker dan
kemoterapi akan membuat anak merasa sedih karena lingkungan menganggap
mereka telah kehilangan kesehatan dan kebebasan sebagai anak normal serta
kekhawatiran utama anak pada saat pengobatan dan perawatan dirumah sakit
adalah ketakutan mereka akan perkataan bahwa ada sesuatu yang “salah”
dengan mereka. Mereka biasanya sangat berminat secara aktif terhadap
kesehatan atau penyakit mereka. Kecemasan yang dirasakan anak pada
umumnya bercampur dengan suasana hati lainnya berupa ketidakpastian,
ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kemungkinanan cacat atau
Selain itu, perasaan frustasi akibat penurunan kemampuan fisik seperti
kelelahan, kelemahan, nyeri, sakit, mual, gangguan tidur, sulit bernapas,
pusing, sakit kepala, penurunan daya penglihatan, kehilangan keseimbangan
dan koordinasi tubuh, mulut kering, gangguan nafsu makan, perubahan suhu
tubuh, peningkatan ketergantungan terhadap orang tua, perubahan hubungan
sosial, gangguan perkembangan dan kecemasan jika sewaktu-waktu meninggal
(Locaides 2010 dalam Mariasima, 2011). Tidak jarang penderita dikuasai
perasaan tidak berguna, kekhawatiran karena merasa hanya menjadi beban
orang lain dan rasa malu karena tidak mempunyai arti bagi orang lain, dan juga
terkadang ada rasa terasing serta kesepian karena jauh dari teman atau
kekhawatiran mengenai orang yang ditinggal (Jong, 2004).
Potter & Perry (2001) menyatakan bahwa tingginya kecemasan
seseorang individu dimungkinkan oleh kondisi sakit, hospitalisasi,
ketidaktahuan tentang pemeriksaan dan prosedur tindakan pembedahan,
ketakutan terhadap anastesi, takut terhadap nyeri, deformitas atau ancaman lain
terhadap citra tubuh dan kematian.
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Respon Cemas Anak Dalam Menjalani
Kemoterapi
Kecemasan banyak ditemui pada pasien yang menjalani pemeriksaan atau
perawatan dalam bidang kesehatan terutama pasien anak kanker yang akan
menjalani kemoterapi. Disamping perasaan cemas anak terhadap penyakit
kanker yang dideritanya juga berkembang perasaan cemas terhadap
pengobatannya karena dampak yang terjadi dari pengobatan seperti : anemia,
menurun, nyeri, kerontokan rambut dan perubahan citra tubuh pasien bahkan
cemas akan kematian (Smeltzer, 2001).
Lerman (1994) dalam Rollintan (2006) mengatakan bahwa pasien
dengan kanker dapat mengalami kecemasan mulai dari ringan, sedang sampai
dengan berat terutama pada saat mereka menunggu hasil prosedur diagnostik
yang dilakukan kepada mereka. Selain itu, suasana rumah sakit dan prosedur
pengobatan juga menimbulkan trauma pada anak. Lamanya pengobatan bisa
membuat anak tertekan apalagi jika dialami anak-anak yang sedang giat
bermain dan berteman.
Menurut Jenkins (1991) dalam Rollintan (2006) juga mengungkapkan
bahwa kecemasan dapat semakin meningkat akibat rasa nyeri yang
ditimbulkan selama menjalani pengobatan. Selain itu, anak yang menderita
kanker dan menjalani kemoterapi yang dirawat di rumah sakit akan berdampak
pada aspek perkembangan anak itu sendiri. Faktor psikologis anak merupakan
salah satu penentu keberhasilan pengobatan. Jika anak ketakutan dan stress
maka akan memperburuk sakitnya.
Menurut Mangan (2003) bahwa pasien kanker umumnya muncul
perasaan cemas akan penyakitnya sehingga pasien cenderung sulit untuk
beradaptasi dengan penyakit yang dideritanya dan juga gelisah pada saat
mengalami gejala pada penyakitnya. Dan apabila pengalaman pasien tentang
kemoterapi kurang, maka cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan
2.6 Konsep Kemoterapi
2.7.1 Pengertian
Kemoterapi adalah penggunaan bahan kimia untuk melawan,
mengendalikan atau menyembuhkan penyakit yang digunakan sebagai
penggunaan obat untuk pengobatan kanker. Menurut Rasjidi (2007)
kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan obat-obatan atau
hormon. Kemoterapi dapat digunakan dengan efektif pada penyakit-penyakit
baik yang telah menyebar maupun yang masih terlokalisasi.
2.7.2 Jenis-jenis kemoterapi
Menurut Prayogo (2007), ada beberapa jenis kemoterapi yang diberikan
yaitu kemoterapi adjuvant yaitu kemoterapi yang diberikan sesudah operasi yang bermanfaat untuk mengurangi penyebaran yang timbul. Kemoterapi
Neo-djuvan yaitu kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengurangi ukuran tumor sehingga mudah di operasi. Kemoterapi paliatif
yaitu kemoterapi yang diberikan untuk mengurangi besarnya tumor yang
dalam hal ini karena lokasinya yang mengganggu pasien karena nyeri. Obat
yang digunakan untuk mengobati kanker menghambat mekanisme proliferasi
sel, obat ini bersifat toksik bagi sel tumor maupun sel normal yang
berproliferasi khususnya pada sumsum tulang, epitel gastrointestinal, dan
2.7.3 Cara Pemberian Kemoterapi
1. Oral
Obat kemoterapi diberikan secara oral, yaitu dalam bentuk tablet atau
kapsul yang harus diminum mengikuti jadwal yang telah ditentukan.
Keuntungan kemoterapi oral semacam ini adalah bisa dilakukan dirumah
2. Intramuskuler
Caranya dengan menyuntikkan ke dalam otot, pastikan untuk pindah
tempat penyuntikan untuk setiap dosis, karena tempat yang sudah pernah
mengalami penusukan membutuhkan waktu tertentu dalam
penyembuhannya.
3. Intratekal
Caranya obat dimasukkan ke lapisan sub arakhnoid di dalam otak atau
disuntikkan ke dalam cairan tulang belakang.
4. Intrakavitas
Memasukkan obat ke dalam kandung kemih melalui kateter dan atau
melalui selang dada ke dalam rongga pleura.
5. Intravena
Obat diberikan melalui kateter vena sentral atau akses vena perifer, cara ini
paling banyak digunakan.
6. Intra arteri
Pemberian secara intra arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana
yang cukup banyak antara lain radiologi diagnostik, mesin atau filter serta
2.7.4 Efek Kemoterapi
1. Tubuh terasa lemas
Ini adalah efek samping yang umum didapati, timbulnya dapat mendadak
atau perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat, kadang dapat
berlangsung terus hingga akhir pengobatan.
2. Mual dan muntah
Ada beberapa obat kemoterapi yang lebih membuat mual dan muntah. Hal
ini dapat dicegah dengan obat anti mual yang diberikan sebelum, selama,
atau sesudah pengobatan kemoterapi. Mual dan muntah dapat berlangsung
singkat ataupun lama.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa jenis obat kemoterapi berefek diare dan bahkan ada yang
menjadi diare disertai dehidrasi berat yang harus dirawat. Sembelit kadang
bisa terjadi.
4. Sariawan dan gangguan indera perasa
Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa
tebal atau infeksi. Kemoterapi juga bisa merusak reseptor rasa dalam
mulut. Perubahan indera perasa biasanya dimulai seminggu setelah
kemoterapi dimulai dan berlangsung selama 3-4 minggu.
5. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga
minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut
patah di dekat kulit kepala. Dapat terjadi setelah beberapa minggu terapi.
6. Kelainan otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada
jari tangan atau kaki serta kelemahan pada otot kaki.
7. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang
yang merupakan pabrik pembuat sel darah sehingga jumlah sel darah
menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit).
Penurunan sel darah terjadi pada setiap kemoterapi dan tes darah akan
dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel
darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat
mengakibatkan mudah terkena infeksi, perdarahan, dan anemia.
8. Kulit
Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna, lebih sensitif terhadap
matahari, kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
hubungan dukungan keluarga terhadap respon cemas anak usia sekolah yang
menderita kanker dalam menjalani kemoterapi. Variabel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Ket:
:Variabel yang diteliti
: Variebel yang tidak diteliti
Skema 1. Kerangka konsep penelitian hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang menderita kanker dalam menjalani
kemoterapi di RSUP. H.Adam Malik Medan. Dukungan keluarga:
- Dukungan pengharapan - Dukungan nyata
- Dukungan informasi - Dukungan emosional
Respon cemas anak usia sekolah yang menderita kanker
- Cemas Ringan - Cemas Sedang - Cemas Berat - Panik
- Tidak Pernah: 1
2. Pernyataan negatif dengan 3 pilihan jawaban :
- Tidak Pernah: 3
- Kadang-kadang: 2
- Selalu :1
51-63: cemas berat
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif yang bertujuan
untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga terhadap respon cemas
anak usia sekolah yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP
H. Adam Malik Medan.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia sekolah yang
menderita kanker dalam menjalani kemoterapi di RSUP H. Adam Malik
Medan selama periode waktu penelitian. Data jumlah anak usia sekolah dari
rekam medic yang menjalani kemoterapi tahun 2012 berjumlah 203 orang.
4.2.2 Sampel
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Accidental sampling yang dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia (Notoatmodjo, 2010). Menurut Arikunto (2006), bila total populasi lebih dari 100 maka pengambilan sampel 10% , 15%
, 20% dan 25% dari total populasi. Maka jumlah sampel dalam penelitian ini
Kriteria Inklusi sampel adalah:
a. Anggota keluarga yang menemani pasien saat menjalani kemoterapi
b. Pasien anak yang dijadwalkan satu hari sebelum dilakukan kemoterapi dan
berumur antara 6 sampai 12 tahun
c. Dapat berkomunikasi dengan baik dan mampu berpartisipasi dalam
wawancara
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian
ini dilaksanakan mulai bulan September sampai November 2013.
4.4 Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitan ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan rekomendasi dari
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara yang kemudian dikirim ke pimpinan RSUP H. Adam Malik Medan.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan
permasalahan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden
penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian.
Menurut Nursalam (2003), ada pertimbangan etik yang perlu diperhatikan pada
saat penelitian yaitu: 1. Self determination, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak menjadi responden
penelitian, 2.inform consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan
manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian, maka
penelitian tidak mencantumkan nama responden pada lembar persetujuan data,
tetapi memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan, 4.
Confidentially, penelitian menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Proses penyusunan kuesioner mengacu kepada penelitian-penelitian
sebelumnya (Chistine, 2010) dan disesuaikan serta dikembangkan oleh peneliti
dengan melihat kerangka konsep dan tinjauan pustaka yang dibuat. Instrumen
penelitian berupa kuesioner terdiri dari 3 bagian yang berisi data demografi,
dukungan keluarga dan kuesioner untuk menilai respon cemas anak yang
menderita kanker
4.5.1 Kuesioner Data Demografi
Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi
responden. Kuesioner demografi terdiri umur anak, jenis kelamin, pendidikan,
agama, hubungan dengan pasien, pekerjaan orangtua/wali, pendidikan
orangtua/wali dan penghasilan.
4.5.2 Kuesioner Dukungan Keluarga
Penilaian kuesioner dukungan keluarga menggunakan skala likert.
Kuesioner dukungan keluarga ini terdiri dari 20 butir pernyataan, yang terbagi
dalam 5 pernyataan yaitu dukungan pengharapan (nomor 1-5), 5 pernyataan.
untuk dukungan nyata (nomor 6-10), 5 pernyataan untuk dukungan informasi
(nomor 11-15) dan 5 pernyataan untuk dukungan emosional (nomor 16-20).
dan 20) dan pernyataan negatif (no 6, 15, 18 dan 19) dengan tiga pilihan
jawaban yang terdiri dari Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (KK), dan Selalu
(SL). Bobot nilai yang diberikan untuk setiap peryataan positif 1 sampai 3,
dimana jawaban Selalu (SL) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KK) mendapat
nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1. Sedangkan bobot nilai untuk
setiap pernyataan negatif dari 1 sampai 3, dimana jawaban Tidak Pernah (TP)
mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KK) mendapat nilai 2, dan Selalu (SL)
mendapat nilai 1. Total skor adalah 20-60, semakin tinggi jumlah skor maka
dukungan keluarga semakin tinggi.
Berdasarkan rumus statistik i =
Rentang Hidayat (2008)
Banyak kelas
Dimana i merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi
dikurang nilai terendah) sebesar 40 dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori
kelas untuk dukungan sosial keluarga (kurang, cukup, dan baik), maka akan
diperoleh panjang kelas sebesar 13. Dengan i= 13 dan nilai terendah 20 sebagai
batas bawah kelas interval pertama, maka dukungan keluarga dikategorikan
atas kelas interval sebagai berikut:
20-33: dukungan kurang
34-47: dukungan cukup
4.5.3 Kuesioner Respon cemas anak usia sekolah
Kuesioner respon cemas bertujuan untuk mengidentifikasi respon cemas
anak yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi. Kuesioner akan
diberikan oleh peneliti kepada anak dengan cara wawancara dan apabila anak
tidak dapat dilakukan wawancara maka anak tidak dapat diteliti. Pernyataan
dalam kuesioner ini juga terbagi atas pernyataan positif (no 1 s/d 9, 11 s/d 14,
17 s/d 20, 22 s/d 23) dan pernyataan negatif (no 10, 15, 16, 21, 24 dan 25).
Penilaian menggunakan skala Likert yang terdiri dari 25 pernyataan dengan
skor pilihan yang diberikan untuk setiap peryataan positif 1 sampai 3, dimana
jawaban Selalu (SL) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KK) mendapat nilai 2,
dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1. Sedangkan bobot nilai untuk setiap
pernyataan negatif dari 1 sampai 3, dimana jawaban Tidak Pernah (TP)
mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KK) mendapat nilai 2, dan Selalu (SL)
mendapat nilai 1. Total skor berkisar antara 1 sampai 3 untuk setiap
pernyataan, sehingga nilai terendah yang mungkin dicapai oleh responden
adalah 25 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 75. Semakin tinggi
total skor kuesioner maka semakin tinggi repon cemas yang dialami anak.
Menggunakan rumus statistik menurut Hidayat (2008), yang sama seperti
pada kuesioner dukungan keluarga, dengan rentang sebesar 50 dan banyak
kelas dibagi atas 4 kategori kelas untuk respon cemas (ringan, sedang, berat,
dan panik) didapatlah panjang kelas sebesar 12. Dengan i = 12 dan nilai
terendah 25 sebagai bawah kelas interval pertama, maka respon cemas
dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut:
38-50: respon cemas sedang
51-63: respon cemas berat
64-75: panik
4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
4.6.1 Uji Validitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalitan dan kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid
apabila mampu mengukur data dari variabel yang diteliti secara tepat
(Arikunto, 2006). Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana ketepatan
suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Tinggi rendahnya suatu instrumen
menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari
gambaran tentang variabel yang dimaksud. Uji validitas pada penelitian ini
dilakukan oleh dosen Fakultas Keperawatan yang ahli di bidangnya.
4.6.2 Uji Reliabilitas
Uji realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti sejauh mana
alat tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan menggunakan
alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner penelitian ini akan diuji
dengan reliabilitas internal yang diperoleh dengan cara menganalisa data dari
satu kali pengetesan. Uji reabilitas dilakukan di tempat yang sama sewaktu
pengambilan data yaitu di RSUP. H. Adam Malik Medan kepada 10 subjek di
luar sampel yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden,
kemudian peneliti menilai responnya. Uji reabilitas dilakukan dengan rumus
(Arikunto, 2006). Dimana menurut Djemari (2004) dalam Suyanto (2011) jika
alpha > 0,70 maka butir-butir pernyataan dikatakan reliabel. Uji reliabel ini dibantu dengan menggunakan teknik komputerisasi. Berdasarkan uji
reliabilitas yang telah dilakukan diperoleh hasilnya, reliabel untuk kuesioner
dukungan keluarga sebesar 0,796 dan reliabel untuk kuesioner respon cemas
sebesar 0,881 karena nilai uji reliabilitas lebih dari 0.70 maka instumen
penelitian ini dinyatakan reliable.
4.7 Rencana pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengisi
kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti mendapat rekomendasi
izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian
yaitu RSUP H. Adam Malik Medan.
Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat
dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia
berpartisipasi diminta untuk menandatangani informed consent atau responden dapat menyatakan persetujuan secara verbal. Sebelum membagikan kuesioner,
peneliti terlebih dahulu menyeleksi responden yang sesuai dengan kriteria
penelitian. Responden yang sesuai dengan kriteria penelitian dan yang bersedia
diberi lembar kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada
pernyataan yang tidak dipahami. Peneliti memberikan waktu dan mendampingi
responden dalam mengisi kuesioner; peneliti memeriksa kejelasan dan
kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi.
4.8 Analisa Data
Dalam penelitian ini peneliti melakukan analisa data melalui empat tahap yaitu:
1. Editing memeriksa kelengkapan data responden dan memastikan bahwa semua jawaban terisi.
2. Coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010). Pertama, peneliti membuat kode
pada kuesioner sebagai pengganti identitas responden. Selanjutnya peneliti
memberikan kode pada masing-masing variabel dalam kuesioner.
3. Processing : Peneliti memasukkan (entry) data kuesioner yang telah diisi oleh responden ke komputer. Data berupa jawaban-jawaban dari
masing-masing responden yang berbentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke
dalam program atau perangkat lunak komputer.
4. Cleaning: Hal yang dilakukan tahap ini adalah pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan ke paket komputer. Peneliti melihat kembali
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
lain-lain. Dari data yang telah dimasukkan sebelumnya tidak ada missing
(data yang hilang).
Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer berbasis statistik. Adapun Metode statistik untuk analisa
data yang digunakan dalam penelitian iniialah:
a. Analisa univariat
Untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variable
penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini analisa data dengan
(data demografi dan dukungan keluarga) dan variabel dependen (respon
cemas anak yang akan menjalani pembedahan). Untuk menganalisa variabel
dukungan keluarga dan variabel respon cemas ditampilkan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
b. Analisa bivariat
Untuk melihat hubungan antara variabel independen (dukungan keluarga)
dan variabel dependen (respon cemas anak usia sekolah yang akan
menjalani pembedahan) digunakan formulasi korelasi Spearman Rank (Rho). Uji korelasi Spearman Rank (Rho) digunakan pada penelitian ini karena variabel dukungan keluarga dan respon cemas anak usia sekolah
yang akan menjalani pembedahan merupakan variabel dengan skala ordinal
(kategorik) (Hidayat, 2008).
Untuk mengetahui apakah hubungan itu lemah, sedang atau kuat
dipakai standar korelasi menurut Burns dan Grove (2001) dalam Christine
(2010). dapat dilihat pada tabel 4.1berikut.
Tabel 4.1 Kriteria Penafsiran Korelasi
Nilai r Penafsiran
Diatas -0.5 Korelasi negatif tinggi
Hubungan negatif dengan interprestasi kuat - 0.3 sampai – 0.5 Korelasi negatif sedang
Hubungan negatif dengan interpretasi memadai - 0.1 sampai – 0.3 Korelasi negatif rendah
Hubungan negatif dengan interpretasi lemah
0 Tidak ada / hubungan
0.1 sampai 0.3 Korelasi positif rendah
Hubungan positif dengan interpretasi lemah 0.3 sampai 0.5 Korelasi positif sedang
Hubungan positif dengan interpretasi memadai Diatas 0.5 Korelasi positif tinggi
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan mulai dari bulan September hingga
November 2013 di RSUP. H. Adam Malik Medan. Responden pada
penelitian ini adalah pasien anak dan keluarga yang menemani pasien dalam
menjalani kemoterapi. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik
demografi, dukungan keluarga, dan respon cemas anak usia sekolah dalam
menjalani kemoterapi di RSUP. H. Adam Malik Medan
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif yang bertujuan
untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga terhadap respon cemas
anak usia sekolah yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi di
RSUP H. Adam Malik Medan.
5.1.1 Karekteristik Demografi
Deskripsi karakteristik demografi keluarga dan pasien anak usia sekolah
yang menjalani kemoterapi di RSUP. H Adam Malik Medan didapat dari 31
responden. Mayoritas responden yang memiliki hubungan sebagai ibu 27
orang (87.1%), pendidikan SMA 13 orang (41,9%), lain-lain 25 orang
(80,6%), dan 25 keluarga berpenghasilan dibawah Rp 1.750.000 (80,6%).
Selanjutnya 16 orang responden anak berjenis kelamin laki-laki (51,6%), 8
orang berusia 12 tahun (25,8%), dan 22 orang (71%) pendidikan SD. Untuk
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi data demografi keluarga dan anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi di RSUP. H. Adam Malik Medan (n=31)
5.1.2 Dukungan Keluarga
Berdasarkan hasil analisa data dukungan keluarga pasien anak yang
menjalani kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan secara keseluruhan,
mayoritas responden mendapatkan dukungan keluarga baik 14 orang (45,2%),
dapat dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat dukungan keluarga pada anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi di RSUP.H Adam Malik Medan 2013
Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)
Baik 14 45,2
Cukup 12 38,7
Kurang 5 16,1
5.1.3. Respon Cemas Anak
Berdasarkan hasil analisa data menunjukkan bahwa respon cemas
anak dalam menjalani kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan secara
keseluruhan, mayoritas responden memiliki cemas ringan yaitu sebesar 13
orang (41,9%), dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan total skor respon cemas anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi di RSUP.H Adam Malik Medan 2013
Tingkat Respon Cemas Frekuensi Persentase (%)
Respon cemas ringan 13 41,9
Respon cemas sedang 12 38,7
5.1.4 Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Respon Cemas Anak Usia dalam Menjalani Kemoterapi
Hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah
dalam menjalani kemoterapi di RSUP. H.Adam Malik Medan pada penelitian
ini menggunakan uji koefisien korelasi Spearman (Correlations Spearman’s Rho). Hasil penelitian didapat koefisien korelasi (r) antara dukungan keluarga terhadap respon cemas anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi yaitu
(r) -0,609 dengan tingkat signifikasi (p) 0,000. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga terhadap
respon cemas anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi di RSUP H.
Adam Malik Medan dimana kekuatan hubungannya kuat yang berpola
negatif, dalam arti semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin rendah
respon cemas anak usia sekolah yang menderita kanker dalam menjalani
kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan.
Tabel 5.4 Hasil analisa antara dukungan keluarga terhadap respon cemas anak usia sekolah dalam menjalani kemoterapi di RSUP. H Adam Malik Medan 2013
Variabel 1 Variabel 2 r p Keterangan
Dukungan Keluarga
Respon Cemas
5.2 Pembahasan
5.2.1 Analisis Karakteristik Responden
Pengalaman dan pengetahuan anak tentang jenis penyakit berkembang
pada usia sekolah (Papalia, 2001 dalam Agias, R & Fens, 2009). Hasil
pengamatan karakteristik responden bahwa mayoritas usia anak 12 tahun
(25,8%). Anak yang lebih muda cenderung lebih cemas dibandingkan anak
yang lebih tua (Stuart & Laraia, 2005). Hasil ini sesuai dengan pendapat Feist
(2009) dalam Muafifah. K (2013) yang menyatakan semakin bertambahnya
usia akan mempengaruhi kematangan psikologis seseorang sehingga faktor
usia mempengaruhi kecemasan seseorang. Umur menunjukan ukuran waktu
pertumbuhan dan perkembangan seorang individu. Umur berkorelasi dengan
pengalaman, pengalaman berkorelasi dengan pengetahuan, pemahaman dan
pandangan terhadap suatu penyakit atau kejadian sehingga akan membentuk
persepsi dan sikap (Haryanto, 2002).
Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki (51,6%), dimana tingkat
kecemasan laki-laki jauh lebih rendah dari perempuan. Trismiati (2004)
menyatakan bahwa wanita secara umum lebih pencemas daripada pria.
Menurut pendapat Wong (2008) menyatakan anak perempuan cenderung
mengekspresikan ketakutan yang lebih banyak dan lebih kuat dibandingkan
dengan anak laki-laki. Anak perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya
daripada anak laki-laki karena anak perempuan lebih sensitif daripada anak
laki-laki yang lebih aktif, eksploratif (Myres, 1983).
Mayoritas anak berpendidikan SD (71%). Respon cemas berat
rendahnya pemahanan terhadap efek samping kemoterapi sehingga membentuk
persepsi yang menakutkan bagi mereka dalam menjalani kemoterapi.
Mayoritas hubungan dengan pasien sebagai ibu (87,1%). Setiawati (2008)
mengemukakan bahwa peran sebagai ibu yaitu ibu sebagai istri dan ibu dari
anak-anaknya berperan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh,
pendidik anak-anaknya, pelindung dan salah satu anggota kelompok sosial dan
dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan keluarga.
Mayoritas pekerjaan orangtua Lain-lain (IRT, Petani) 80,6%. Pekerjaan
seseorang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannya.
Jenis pekerjaan yang dimiliki responden sangat berpengaruh pada pengobatan
anak yang menderita kanker. Responden yang memiliki pekerjaan dengan
penghasilan lebih akan segera melakukan pengobatan terbaik dan menjalankan
pengobatan di rumah sakit terbaik dengan jaminan kualitas kesehatan yang
lebih baik. Responden yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan cukup,
sedang dan cenderung rendah walaupun demikian orangtua ingin agar anak
selalu sehat tetap akan melakukan pengobatan, namun dengan menjalankan
pengobatan yang standar (Desiana, 2011).
Mayoritas tingkat pendidikan orangtua SMA 41,9%. Menurut
Notoatmodjo (2010) tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi
pemahaman seseorang terhadap suatu pengetahuan. Orangtua dengan
pendidikan tinggi cenderung menggunakan koping yang konstruktif dalam
mengatasi kecemasan, hal ini disebabkan karena pengetahuan yang dimiliki
sangat berperan dalam memberikan tindakan yang efektif terhadap
individu dengan pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah menerima
informasi, mudah mengerti dan mudah menyelesaikan masalah (Stuart dan
Laraia, 2005). Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir,
pola bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan (Notoatmodjo, 2000
dalam Lutfa, 2008). Tingkat pendidikan responden berpengaruh terhadap
keteraturan pengobatan pada anak yang menderita kanker. Tingkat pendidikan
yang rendah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keterlambatan
pengobatan pada anak. Tingkat pengetahuan responden yang rendah
menyebabkan rendahnya pengetahuan responden tentang kanker yang dialami
anak. Sukardja (2002) dalam Prihatini (2012) menyatakan bahwa salah satu
faktor keterlambatan anak dalam pengobatan kanker adalah orangtua kurang
menyadari bahaya kanker. Ketidaktahuan menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan keterlambatan pengobatan kanker (Hawari, 2004).
Mayoritas penghasilan responden kurang dari Rp 1.750.000. Beberapa
orangtua pasien yang kurang mampu telah mendapat bantuan dana dari
pemerintah, hal ini dimungkinkan karena program biaya pengobatan negeri
berasal dari askes, jamkesmas, jamkesda sehingga orangtua mempunyai
kecemasan yang lebih rendah.
5.2.1. Dukungan Keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas dukungan keluarga
terhadap anak usia sekolah yang menderita kanker dalam menjalani kemoterapi
adalah baik 45,2% (14 orang). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Julianta (2008) dengan sampel 38 didapat 26 (68,4%) responden
kemoterapi, selain itu Dalami (2010) menyatakan bahwa keluarga sangat
penting untuk penyembuhan pasien karena keluarga merupakan sistem
pendukung yang terdekat bagi pasien. Keterlibatan anggota keluarga secara
terus menerus merupakan hal yang sangat menolong dan membangkitkan
semangat bagi pasien dalam menjalani pengobatan (Anne & David, 2007).
Menurut Rosinta (2010) melakukan penelitian di Rb 1 RSUP. H. Adam
Malik Medan dengan sampel 25 orang didapat 12 (48%) dukungan keluarga
dalam kategori baik. Hal ini sesuai penelitian Utami (2013) bahwa dukungan
keluarga sangat diperlukan untuk setiap anggota keluarga yang sakit, adanya
dukungan keluarga yang tinggi maka pasien akan merasa lebih tenang dan
nyaman dalam menjalani masa kemoterapi. Penelitian juga didukung oleh
Naufal (2011) bahwa pasien yang menderita kanker sangat membutuhkan
dukungan dari orang yang paling dekat sebagai tempat mereka mendapatkan
semangat, kasih sayang dan pengertian.
Dukungan keluarga terhadap pasien dalam menjalani kemoterapi relative
baik karena anak selama menjalani perawatan dan pengobatan di rumah sakit
sebagian besar mendapatkan dukungan dari keluarganya. Hasil penelitian
menunjukkan 20 (64,5%) keluarga selalu memuji ketenangan anak saat
dilakukan pemeriksaan dalam menjalani kemoterapi. Hal ini sesuai pendapat
Anne dan David (2007) bahwa dukungan emosional merupakan dukungan
keluarga yang paling penting yang seharusnya diberikan kepada anggota
keluarga karena merupakan hal penting dalam meningkatkan semangat pasien
dan memberikan ketenangan, 14 (45,2%) keluarga selalu bergantian menjaga
Adanya pendampingan keluarga, pasien merasa nyaman, tenang dan lebih kuat
dalam menerima keadaan fisiknya sehingga akan memberi dampak yang baik
terhadap proses penyembuhan penyakit (Chandra, 2009). Hal ini didukung juga
Anne dan David (2007) menyatakan bahwa ketika seseorang sedang
menghadapi situasi kritis dalam kehidupan, biasanya membutuhkan
orang-orang yang dapat diajak bicara dan yang mendengarkan.
Dukungan yang baik dipengaruhi oleh dukungan dari orang yang sangat
berarti. Hurlock (1980) dalam Muafifah. K (2013) menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang mendalam antara anak dengan keluarga. Menurut data
demografi menunjukkan bahwa 27 (87,1%) hubungan dengan pasien sebagai
ibu. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiawati (2008) bahwa peran ibu yaitu ibu
sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya berperan untuk mengurus rumah tangga
sebagai pengasuh, pendidik dan pelindung anak-anaknya. Dukungan juga
dipengaruhi oleh pendidikan dan pekerjaan orangtua dimana SMA (41,9%) dan
Lain-lain (80,6%), hal ini disebabkan karena orangtua dengan pendidikan yang
rendah cenderung diikuti dengan status sosial ekonomi rendah yang akan
berpengaruh terhadap biaya dalam proses pengobatan (Friedman, 1998) dan
tingkat pendidikan yang rendah cenderung terjadi keterlambatan dalam upaya
diagnosis dini ke pelayanan kesehatan akibat kurangnya paparan informasi
(Subakti. E, 2004). Menurut data demografi menyatakan bahwa 80,6%
orangtua pasien mempunyai penghasilan kurang dari Rp 1.750.000. Beberapa
pasien yang kurang mampu telah mendapat bantuan dana dari pemerintah,
tetapi bantuan tersebut tidak dapat membantu secara penuh karena pasien
penghasilan yang didapat oleh keluarga sangat membantu pasien ketika
menjalani pengobatan.
Meskipun mayoritas anak mendapat dukungan keluarga baik tetapi ada
juga mendapat dukungan keluarga kurang sebanyak 5 orang (16,1%).
Berdasarkan hasil penelitian McCaughan (2000) terhadap pasien yang diterapi
menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah pasien yang diteliti
menyatakan tidak mendapat dukungan informasi dari keluarga disebabkan
karena hubungan yang kurang baik antara keluarga dengan pasien. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh McCauchan (2000) berbeda dengan penelitian
ini karena dukungan informasional yang kurang bukan disebabkan karena
hubungan yang tidak baik antara pasien dan keluarga tetapi berdasarkan
karakteristik responden menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki
tingkat pendidikan yang rendah sehingga membuat keluarga kesulitan untuk
mencari informasi dan menjelaskannya kepada responden. Selain itu, keluarga
pasien kurang memahami efek samping yang timbul akibat pengobatan
kemoterapi sehingga kurang dapat memberikan dukungan pada pasien tersebut
untuk melanjutkan pengobatan kemoterapi yang sangat lama.
Dari hasil pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa mayoritas anak
mendapatkan dukungan keluarga baik, hal ini disebabkan karena keterlibatan
keluarga terus menerus dapat menolong dan membangkitkan semangat bagi
anak dalam menjalani pengobatan. Adanya pendampingan keluarga maka anak
merasa nyaman, tenang dan lebih kuat dalam menerima keadaan fisiknya
sehingga keluarga sangat penting bagi penyembuhan anak. Selain itu juga