• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil ANak Indonesia 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Profil ANak Indonesia 2012"

Copied!
267
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Profil ANak Indonesia

2012

KERJASAMA

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN PERLINDUNGAN ANAK

DENGAN

(3)

ISSN

: 2089-3523

Ukuran Buku

: 17 cm x 24 cm

Naskah

: Badan Pusat Statistik (BPS)

Gambar Kulit

: Badan Pusat Statistik (BPS)

Diterbitkan Oleh

: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(KPP&PA)

Dicetak Oleh

: CV. Miftahur Rizky

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya.

(4)

SAMBUTAN

B

erdasarkan Konvensi Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun

1990, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia

di bawah 18 tahun. Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

dalam Pasal 1 juga menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Undang-undang tersebut merupakan

bentuk dari hasil ratifikasi

Convention on the Rights of the Child

(CRC). Konvensi ini

merupakan instrumen internasional di bidang hak asasi manusia dengan cakupan hak yang

paling komprehensif. CRC terdiri dari 54 pasal yang hingga saat ini dikenal sebagai

satu-satunya konvensi di bidang Hak Asasi Manusia khususnya bagi anak-anak yang mencakup

baik hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Berbagai kebijakan

untuk anak juga telah dibuat oleh pemerintah diantaranya adalah Program Nasional Bagi

Anak Indonesia (PNBAI) yang didalamnya mencakup empat program besar yaitu bidang

kesehatan, pendidikan, perlindungan anak dan penanggulangan HIV/AIDS.

Anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah masa depan bangsa dan

generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga negara berkewajiban memenuhi hak setiap

anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, perlindungan

dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan

orangtua, memiliki tanggung jawab terhadap perlindungan anak.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam

rangka membangun anak Indonesia. Diantaranya yang dilakukan pemerintah adalah

dengan menetapkan berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan serta

komitmen internasional terkait hak-hak anak dan perlindungannya, antara lain

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kebijakan Kota Layak Anak

dan ditetapkannya Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli, serta komitmen terhadap deklarasi

A World Fit for Children

(WFC) dalam

27

th

United Nations General Assembly Special

Session on Children

pada tahun 2001. Dalam melakukan upaya-upaya tersebut, dan untuk

mengetahui berbagai permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan dan hak-hak anak,

sangat dibutuhkan data dan informasi mengenai kondisi anak Indonesia.

Publikasi ini menyajikan data dan informasi mengenai anak Indonesia di segala bidang,

diantaranya mengenai hak sipil dan kebebasan anak, lingkungan keluarga dan pengasuhan

alternatif bagi anak, pendidikan dan kesehatan anak, serta perlindungan khusus bagi anak.

Publikasi ini diharapkan dapat menjadi acuan maupun masukan bagi pemerintah dalam

(5)

Dengan tersusunnya publikasi ini, disampaikan apresiasi dan penghargaan yang

tinggi kepada tim penyusun dan semua pihak yang berpartisipasi atas upaya dan

kerjasamanya, terutama kepada Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) beserta jajarannya.

Semoga kerjasama yang telah terjalin dapat terus ditingkatkan, terutama dalam upaya

peningkatan ketersediaan data anak.

Jakarta, Oktober 2012

Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Republik Indonesia

(6)

KATA PENGANTAR

I

ndonesia merupakan salah satu negara besar di dunia, dengan populasi mencapai 237,6

juta penduduk pada 2010, lebih dari sepertiganya adalah penduduk berusia 0-17 tahun

yaitu 34,66 persen. Pada pertemuan ‘

Millennium Summit’di tahun 2000

, para pemimpin

dunia meletakkan dasar-dasar Pencapaian Pembangunan Milenium atau

Millennium

Development Goals

(MDG), yang diantaranya meningkatkan akses terhadap pendidikan

dasar, dan pengurangan angka kematian bayi yang harus dicapai pada tahun 2015.

Karena itulah, negara-negara maju berkomitmen tinggi untuk membantu negara-negara

berkembang dan negara miskin di dunia untuk mencapai target MDG tersebut.

Untuk memonitor kemajuan pencapaian pembangunan khususnya yang berkaitan

langsung dengan kondisi anak-anak Indonesia, maka publikasi ini dibuat sebagai salah

satu alat ukurnya. Edisi Profil Anak Indonesia 2012 ini merupakan publikasi tahun kedua.

Pada publikasi ini dicantumkan beberapa indikator yang menggambarkan pencapaian

pembangunan anak-anak sekaligus beberapa indikator yang perlu mendapat perhatian

khusus oleh pemerintah karena pencapaiannya masih belum seperti yang diharapkan.

Publikasi ini merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak dan Badan Pusat Statistik.

Kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian publikasi ini, disampaikan

penghargaan dan terima kasih. Kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan untuk

penyempurnaan publikasi ini di masa mendatang.

Jakarta, Oktober 2012

Kepala Badan Pusat Statistik

(7)

RINGKASAN EKSEKUTIF

P

rofil Anak Indonesia 2012 memotret keadaan anak Indonesia berumur 0-17 tahun

pada tahun 2011. Sekitar 82,5 juta (proyeksi penduduk hasil SP 2010) anak Indonesia

berumur 6-17 tahun pada tahun 2011 merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya.

Aset tersebut harus disiapkan dengan baik guna menyongsong masa depan bangsa yang

lebih cemerlang. Anak Indonesia pada 2011 mencapai sepertiga dari total penduduk

Indonesia (33,9 persen). Jika dilihat menurut jenis kelamin, 51,3 persen diantaranya

adalah laki-laki dan 48,7 lainnya adalah perempuan.

Manfaat Pendidikan Anak Usia dini (PAUD) bagi anak usia 0-6 tahun telah ditunjukkan

oleh berbagai macam studi, manfaat itu bisa dalam jangka pendek, menengah dan jangka

panjang. Manfaat jangka pendek diantaranya adalah peningkatan kualitas kesehatan

dan perbaikan nutrisi, pencegahan terhadap tindak kekerasan dan pengabaian. Manfaat

jangka menengah adalah penurunan angka pengulangan kelas dan angka

drop out

.

Sedangkan keuntungan jangka panjang diantaranya adalah peningkatan pendidikan dan

peningkatan upah serta penurunan tingkat kejahatan. Sayangnya pada 2011, tercatat

baru 14,8 persen anak 0-6 tahun di seluruh indonesia yang mengikuti PAUD. Bahkan di

perdesaan tercatat hanya 12,6 persen yang mengikuti PAUD, dan di perkotaan terpaut

sedikit saja yaitu 17,1 persen. Di provinsi tertentu persentasenya sangat rendah, misalnya

di Provinsi Papua yang hanya 4,8 persen anak yang sekolah di PAUD sedangkan di DI

Yogyakarta 34,77 persen anak 0-6 tahun berpartisipasi di PAUD.

Penyebab pernikahan dibawah umur sangat kompleks, diantaranya adalah

ketidaksetaraan jender, kemiskinan, praktik agama dan nilai-nilai tradisi yang negatif,

kegagalan hukum, konflik, bencana dan keadaan darurat lainnya. Kontrasnya, praktik

pernikahan dibawah umur di Indonesia bahkan ‘dilindungi’ oleh Undang-Undang No 1

Tahun 1974. Tahun 2011 tercatat 1,62 persen anak perempuan 10-17 tahun di Indonesia

berstatus kawin dan pernah kawin. Di Jawa Timur, ada 3,38 persen perempuan

10-17 tahun berstatus kawin dan pernah kawin. Diantara anak-anak perempuan yang

berstatus kawin dan pernah kawin tersebut 40,86 persen diantaranya bahkan menikah

pada umur kurang dari 15 tahun. Konsekuensi dari hal tersebut adalah akan berakibat

terhadap terjadinya siklus kemiskinan dan ketidakberdayaan pada perempuan, mereka

juga rentan mengalami kekerasan, penganiayaan dan pemaksaan hubungan seksual,

memperburuk kesehatan seksual dan reproduksi, serta peningkatan buta huruf dan

kurangnya pendidikan.

Dalam hal kesehatan dasar, Indonesia berhasil menurunkan angka kematian balita

dari 91 per seribu kelahiran pada 1990 menjadi 35 per seribu kelahiran pada 2010.

(8)

Selain itu, proporsi balita dengan berat badan kurang menurun dari 38 persen pada 1990

menjadi 20 persen pada 2007.

Pada 2011, 81,25 persen balita di Indonesia lahir dengan pertolongan bidan,

dokter maupun tenaga kesehatan lainnya, sedangkan di perdesaan masih ada 25,66

persen yang balita yang proses kelahirannya dibantu oleh dukun. Dalam hal pemberian

ASI eksklusif, baru sekitar 40,25 persen anak berumur 2-4 tahun mendapatkannya.

Imunisasi lengkap pada anak berumur 1-4 tahun baru mencakup 65,25 persen.

Dalam beberapa dekade terakhir, hasil pembangunan telah dirasakan oleh

seluruh bangsa Indonesia, tidak terkecuali penduduk berusia 0-17 tahun. Keberhasilan

tersebut diantaranya adalah di bidang pendidikan. Pada 2011, sekitar 80,29 persen

anak 5-17 tahun berstatus masih sekolah. Meskipun jika dilihat menurut kelompok

umur, kecenderungannya adalah semakin meningkat umur maka semakin menurun

persentase penduduk masih sekolah. Pada kelompok umur 7-12 tahun, persentase

yang masih sekolah adalah 97,58 persen dan menurun hampir 10 persen (87,78

persen) pada kelompok umur 13-15 tahun dan menurun lagi lebih dari 20 persen pada

kelompok umur 16-17 tahun menjadi hanya 67,17 persen saja. Menurut Bank Dunia,

fenomena menurunnya partisipasi sekolah di Indonesia besar kemungkinan dipengaruhi

oleh tingkat kesejahteraan rumahtangga, dimana pada kelompok masyarakat yang

lebih kaya, persentase penduduk yang masih sekolah cenderung lebih tinggi daripada

kelompok masyarakat miskin. Gambaran ini didapatkan dari penghitungan data Susenas

2004 dalam laporan yang berjudul ‘Early Childhood Education and Development, an

Investment of a Better Life’.

Angka Putus Sekolah anak berumur 7-17 tahun adalah sebesar 2,91 persen pada

tahun 2011. Angka putus sekolah pada kelompok umur 7-12 tahun sebesar 0,67 persen,

pada kelompok umur 13-15 tahun angka putus sekolah mencapai 2,21 persen dan

pada kelompok umur 16-17 tahun angka putus sekolah mencapai 2,32 persen. Hampir

separuh (49,51 persen) anak berumur 7-17 tahun yang putus sekolah disebabkan

oleh tidak adanya biaya, 9,2 persen karena bekerja, 3,05 persen karena menikah atau

mengurus rumahtangga, dan sisanya karena alasan lainnya. Selain itu, masih ada sekitar

1 persen anak berusia 16-17 tahun yang tidak mempunyai kemampuan baca tulis.

Ada sekelompok anak yang mempunyai ketidakmampuan melakukan aktifitas

normal sehari-hari. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, sekitar 0,44 persen anak

berumur 10-17 tahun sulit berkonsentrasi/berkomunikasi, dan diantara yang sulit

berkonsentrasi/ berkomunikasi itu 41,25 persen diantaranya ada di tingkat kesulitan

yang parah. Lalu ada 0,51 persen anak berumur 10-17 tahun yang masih kesulitan

mengurus dirinya sendiri, 0,18 persen kesulitan berjalan/naik tangga, 0,14 tahun

kesulitan mendengar dan 0,2 persen kesulitan melihat.

(9)

Di bidang ketenagakerjaan, masih ada 3,4 juta jiwa anak berumur 10-17 tahun yang

bekerja. Papua adalah propinsi dengan partisipasi anak yang bekerja tertinggi di Indonesia.

Mayoritas mereka yang bekerja hanya tamat SD yaitu 75,83 persen. Anak yang bekerja

lebih banyak terserap di sektor pertanian yaitu 49,24 persen, hampir sepertiganya (32,36

persen) di sektor jasa, dan ada 18,4 persen di sektor manufaktur. Di sisi lain, 58,16 persen

anak yang bekerja adalah pekerja keluarga tidak dibayar. Di sektor pertanian proporsi

anak yang bekerja sebagai pekerja keluarga tak dibayar mencapai 39,13 persen.

(10)

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab :

Drs. Razali Ritonga, MA

Drs. Wynandin Imawan, M.Sc

Ir. Lies Rosdianty, M.Si

Editor :

Gantjang Amanullah, MA

Krismawati, MA

Ir. Meity Trisnowati

Ir. Thoman Pardosi, SE, M.Si

Sumarwanto, Dip. REIS

Wachyu Winarsih, M.Si

Ir. FB. Didiek Santoso

Drs. Suprapto, MM

Sucipto, SSi

Anita Putri Bungsu, SSI

Sylvianti Angraini, SSi

Indah Lukitasari, SSi

Penulis :

Al Huda Yusuf, M.Si

Eva Yugiana, S.ST

Mariet Tetty Nuryetty, MA

Dendi Handiyatmo, M.Si

Nashrul Wajdi, M.Si

Tono Iriantono Wirananggapattie, S.Si

Ahmad Muhammad Saleh

Pengolah Data :

Al Huda Yusuf, M.Si

Eva Yugiana, S.ST

Ferandya Yoedhiandito, SE

Rida Agustina, S.ST

Sapta Hastho Ponco, S.ST

Setting :

(11)

AKRONIM

ABH

Angka Buta Huruf

AKA

Angka Kematian Anak

AKABA

Angka Kematian Balita

AKB

Angka Kematian Bayi

APK

Angka Partisipasi Kasar

APM

Angka Partisipasi Murni

APS

Angka Partisipasi Sekolah

ASEAN

Association of South East Asian Nations

ASI

Air Susu Ibu

BA

Bustanul Athfal

Bappenas

Badan Perencana Pembangunan Nasional

BBLR

Berat Badan Lahir Rendah

BCG

Basillus Calmatto Guenin

BKB

Bina Keluarga Balita

BKG

Balita Kurang Gizi

BPS

Badan Pusat Statistik

DI

Daerah Istimewa

Dikdas

Pendidikan Dasar

DKI

Daerah Khusus Ibukota

DPT

Difteri Pertusis Tetanus

KB

Kelompok Bermain

KF

Keaksaraan Fungsional

KLA

Kota Layak Anak

Kemendiknas

Kementerian Pendidikan Nasional

Kemendagri

Kementerian Dalam Negeri

Kemenkeu

Kementerian Keuangan

Kemenag

Kementerian Agama

KPP dan PA

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

MDGs

Millenium Development Goals

MI

Madrasah Ibtidaiyah

MTs

Madrasah Tsanawiyah

MA

Madrasah Aliyah

Menkokesra

Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat

NTB

Nusa Tenggara Barat

PAUD

Pendidikan Anak Usia Dini

PUS

Pendidikan Untuk Semua

(12)

PMS

Penyakit Menular Seksual

PNBAI

Program Nasional Bagi Anak Indonesia

Posyandu

Pos Pelayanan Terpadu

PPI

Program Pengembangan Imunisasi

PT

Perguruan Tinggi

Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat

Pustu

Puskesmas Pembantu

RA

Raudatul Athfal

Riskesdas

Riset Kesehatan Dasar

RPJM

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Sakernas

Survei Angkatan Kerja Nasional

SD

Sekolah Dasar

SDKI

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

SDLB

Sekolah Dasar Luar Biasa

SDM

Sumber Daya Manusia

SMP

Sekolah Menengah Pertama

SMPLB

Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa

SMA

Sekolah Menengah Atas

SMK

Sekolah Menengah Kejuruan

Sisdiknas

Sistem Pendidikan Nasional

Susenas

Survei Sosial Ekonomi Nasional

Sukma

Surat Keterangan Buta Aksara

TBM

Taman Bacaan Masyarakat

TK

Taman Kanak-kanak

TPA

Taman Penitipan Anak

UU

Undang Undang

UUD

Undang Undang Dasar

Wajar

Wajib Belajar

(13)

DAFTAR ISI

SAMBUTAN

iii

KATA PENGANTAR

v

RINGKASAN EKSEKUTIF

vi

TIM PENYUSUN

ix

AKRONIM

x

DAFTAR ISI

xii

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xvi

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang

1

1.2 Tujuan

2

1.3 Sumber Data

3

1.4 Sistematika Penyajian

3

BAB II STRUKTUR PENDUDUK USIA 0-17 TAHUN

5

2.1 Jumlah dan Komposisi Anak

5

2.2 Tren Penduduk 0-17 Tahun

7

2.3 Rasio Jenis Kelamin (RJK)

8

BAB III HAK SIPIL DAN KEBEBASAN

9

3.1 Kepemilikan Akte Kelahiran

9

3.2 Akses Terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

13

BAB IV LINGKUNGAN KELUARGA DAN PENGASUHAN ALTERNATIF

17

4.1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

17

4.2 Anak dan Keluarga yang Tinggal Bersama

21

4.3 Perkawinan Usia Dini

24

BAB V KESEHATAN DASAR DAN KESEJAHTERAAN

29

5.1 Penolong Kelahiran

29

5.2 Air Susu Ibu (ASI)

30

5.3 Imunisasi

33

5.4 Keluhan Kesehatan

36

5.5 Akses ke Pelayanan Kesehatan

39

(14)

BAB VI PENDIDIKAN

41

6.1 Status Sekolah

42

6.2 APS, APM dan APK

44

6.2.1 Angka Partisipasi Sekolah (APS)

45

6.2.2 Angka Partisipasi Murni (APM)

46

6.2.3 Angka Partisipasi Kasar (APK)

48

6.3 Angka Putus Sekolah

49

6.4 Alasan Tidak Sekolah

53

6.5 Angka Buta Huruf

55

6.6 Sarana Ke sekolah

57

BAB VII PERLINDUNGAN KHUSUS

59

7.1 Perkembangan Perlindungan Anak di Indonesia

59

7.2 Perlindungan Khusus

61

7.3 Anak Bermasalah Hukum

61

7.3.1 Anak Pelaku Tindak pidana

62

7.3.2 Anak Korban Tindak pidana

64

7.3.3 Perdagangan Anak (

Trafficking

)

65

7.4 Anak dengan Kesulitan Fungsional

66

7.4.1 Kesulitan Melihat

67

7.4.2 Kesulitan Mendengar

69

7.4.3 Kesulitan Berjalan/Naik Tangga

70

7.4.4 Kesulitan Mengingat/Berkonsentrasi/Berkomunikasi

71

7.4.5 Kesulitan Mengurus Diri Sendiri

73

7.5 Anak 10-17 Tahun yang Bekerja

74

7.5.1 Umur Anak yang Bekerja

76

7.5.2 Anak 10-17 Tahun Bekerja menurut Provinsi

77

7.5.3 Anak 10-17 Tahun Bekerja menurut Pendidikan

79

7.5.4 Anak 10-17 Tahun Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan

80

7.5.5 Anak 10-17 Tahun Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama

82

7.5.6 Anak 10-17 Tahun Bekerja menurut Status Pekerjaan dan

Lapangan Pekerjaan Utama

83

7.5.7 Anak 10-17 Tahun Bekerja di Kegiatan Informal

86

7.5.8 Anak 10-17 Tahun Bekerja menurut Jam Kerja Pada

Pekerjaan Utama

88

7.5.9 Anak 10-17 Tahun Bekerja menurut Pendapatan/Upah/Gaji

89

DAFTAR PUSTAKA

91

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin

(dalam juta) dan Rasio Jenis Kelamin (RJK), 2011

5

Tabel 2.2

Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur Sekolah, 2011

(dalam juta)

6

Tabel 2.3

Proyeksi Penduduk Indonesia Umur 0-17 Tahun, 2010-2015

(dalam juta)

7

Tabel 3.1

Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet dalam 3

Bulan Terakhir menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2011

14

Tabel 3.2

Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun dan Masih Sekolah yang

Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir menurut Kelompok

Umur dan Jenis Kelamin, 2011

15

Tabel 4.1

Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD

Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur, 2011

19

Tabel 4.2

Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD

Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenis PAUD, 2011

21

Tabel 5.1

Persentase Anak yang Berobat Jalan menurut Jenis Fasilitas

Kesehatan dan Tipe Daerah, 2011

39

Tabel 6.1

Persentase Anak Berumur 5-17 Tahun menurut Tipe Daerah, Jenis

Kelamin dan Partisipasi Sekolah, 2011

43

Tabel 6.2

Persentase Anak Berumur 5-17 Tahun menurut Kelompok Umur

dan Partisipasi Sekolah, 2011

44

Tabel 6.3

Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun yang Pernah/ Sedang

Sekolah menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2011

50

Tabel 6.4

Angka Putus Sekolah Penduduk menurut Tipe Daerah, Jenis

Kelamin dan Kelompok Umur

Sekolah, 2011

51

Tabel 6.5

Angka Putus Sekolah Penduduk Berumur 7-17 Tahun menurut Tipe

Daerah, Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan, 2011

52

Tabel 6.6

Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun yang Tidak/ Belum

Pernah Sekolah/ Tidak Bersekolah Lagi menurut Alasan Tidak/

Belum Pernah Sekolah/Tidak Bersekolah Lagi, Tipe Daerah, dan

(16)

Tabel 6.7

Angka Buta Huruf Anak Berumur 5-17 Tahun menurut Tipe Daerah,

Jenis Kelamin dan Kelompok Usia Sekolah, 2011

56

Tabel 6.8

Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun yang Masih Sekolah

menurut Sarana Angkutan ke Sekolah, Tipe Daerah, dan Jenis

Kelamin, 2011

57

Tabel 6.9

Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun ke Atas yang Masih

Sekolah menurut Sarana Angkutan ke Sekolah dan Jenjang

Pendidikan, 2011

58

Tabel 7.1

Jumlah Narapidana dan Tahanan Menurut Kelompok Usia dan

Jenis Kelamin, 2011

63

Tabel 7.2

Jumlah Korban Perdagangan Orang Menurut Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin, Tahun 2007 – 2011

66

Tabel 7.3

Jumlah Anak Usia 10-17 tahun menurut Jenis dan

Tingkat

Kesulitan, 2010 (dalam ribuan)

67

Tabel 7.4

Persentase Anak usia 10-17 Tahun menurut Kelompok Umur dan

Tingkat Kesulitan Melihat, 2010

68

Tabel 7.5

Persentase Anak Usia 10-17 Tahun menurut Kelompok Umur dan

Tingkat Kesulitan Mendengar, 2010

69

Tabel 7.6

Persentase Anak usia 10-17 tahun menurut Kelompok Umur dan

Tingkat Kesulitan Berjalan/Naik Tangga, 2010

70

Tabel 7.7

Persentase Anak usia 10-17 tahun menurut Kelompok Umur dan

Tingkat Kesulitan Mengingat/ Berkonsentrasi/Berkomunikasi, 2010

72

Tabel 7.8

Persentase Anak usia 10-17 tahun menurut Kelompok Umur dan

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Penduduk 0-4 Tahun Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran, 2011

10

Gambar 3.2 Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran

Menurut Provinsi, 2011

11

Gambar 3.3 Persentase Penduduk 0-4 tahun yang Tidak Memiliki Akte

Kelahiran Menurut Alasan, 2011

12

Gambar 3.4

Perse

n

tase Penduduk 0-4 tahun yang Tidak Memiliki Akte

Kelahiran Menurut Alasan, 2011

13

Gambar 4.1 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD

Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2011

20

Gambar 4.2 Persentase Anak yang Tinggal Serumah dengan Ibu Kandung

Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2011

22

Gambar 4.3 Persentase Anak yang Tinggal Serumah dengan Ibu Kandung

Menurut Provinsi, 2011

23

Gambar 4.4 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Kawin dan

Pernah Kawin Menurut Provinsi, 2011

25

Gambar 4.5 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun Menurut Status

Perkawinan, 2011

26

Gambar 4.6 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Berstatus Kawin

dan Pernah Kawin Menurut Umur Kawin Pertama, 2011

26

Gambar 5.1 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran dan Tipe Daerah,

2011

30

Gambar 5.2 Persentase Balita yang Pernah Diberi ASI Menurut Jenis Kelamin

dan Tipe Daerah, 2011

31

Gambar 5.3 Rata-rata Lama Pemberian ASI (Bulan) bagi Balita Menurut Tipe

Daerah dan Jenis Kelamin, 2011

32

Gambar 5.4 Rata-rata Lama Pemberian ASI (Bulan) Tanpa Makanan Tambahan

dan ASI dengan Makanan Tambahan bagi Balita Menurut Tipe

Daerah, 2011

32

Gambar 5.5 Persentase Balita Berumur 2-4 Tahun yang Memiliki Riwayat

Mendapat ASI Ekslusif (6 Bulan) Menurut Jenis Kelamin dan

(18)

Gambar 5.6 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi Menurut Jenis

Kelamin dan Tipe Daerah, 2011

34

Gambar 5.7 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi Menurut Jenis

Imunisasi dan Jenis Kelamin, 2011

34

Gambar 5.8 Persentase Balita Berumur 1-4 Tahun yang Mendapat Imunisasi

Lengkap Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2011

35

Gambar 5.9 Persentase Anak yang Sakit Menurut Tipe Daerah dan Jenis

Kelamin, 2011

36

Gambar 5.10 Persentase Anak yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Menurut

Jenis Keluhan Terbesar dan Jenis Kelamin, 2011

37

Gambar 5.11 Persentase Anak yang Mempunyai Keluhan Kesehatan dan

Mengobati Sendiri Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis

Kelamin, 2011

37

Gambar 5.12 Persentase Anak yang Mempunyai Keluhan Kesehatan dan

Penggunaan Obat menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin,

2011

38

Gambar 5.13 Tingkat Kunjungan Anak ke Fasilitas Kesehatan, 2011

40

Gambar 6.1

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Anak Berumur 7-17 Tahun

menurut Jenis Kelamin, 2011

45

Gambar 6.2

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Anak Berumur 7-17 Tahun

menurut Tipe Daerah, 2011

46

Gambar 6.3

Angka Partisipasi Murni (APM) Anak menurut Jenis Kelamin, 2011

47

Gambar 6.4

Angka Partisipasi Murni (APM) Anak menurut Tipe Daerah, 2011

47

Gambar 6.5

Angka Partisipasi Kasar (APK) Anak menurut Jenis Kelamin, 2011

48

Gambar 6.6

Angka Partisipasi Kasar (APK) Anak menurut Tipe Daerah, 2011

49

Gambar 7.1 Persentase Korban Kejahatan Selama Tahun 2011 Menurut

Kelompok Usia dan Tipe Daerah

64

Gambar 7.2 Persentase Anak Usia 10-17 Tahun yang Mengalami Kesulitan

Melihat menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2010

68

Gambar 7.3 Persentase Anak Usia 10-17 Tahun yang Mengalami Kesulitan

Mendengar menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2010

70

Gambar 7.4 Persentase Anak Usia 10-17 Tahun yang Mengalami Kesulitan

(19)

Gambar 7.5 Persentase Anak Usia 10-17 Tahun yang Mengalami Kesulitan

Mengingat/ Berkonsentrasi/Berkomunikasi menurut Tipe Daerah

dan Jenis Kelamin, 2010

72

Gambar 7.6 Persentase Anak Usia 10-17 Tahun yang Mengalami Kesulitan

Mengurus Diri Sendiri menurut Tipe Daerah dan Jenis

Kelamin, 2010

74

Gambar 7.7 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja, 2011

76

Gambar 7.8 TPAK 10-17 Tahun dan Persentase Penduduk 10-17 yang Bekerja

Menurut Provinsi, 2011

78

Gambar 7.9 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Tingkat Pendidikan, 2011

79

Gambar 7.10 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja menurut

Lapangan Pekerjaan Utama, 2011

80

Gambar 7.11 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja menurut

Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2011

81

Gambar 7.12 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja menurut

Lapangan Pekerjaan Utama dan Daerah Tempat Tinggal, 2011

81

Gambar 7.13 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Status Pekerjaan, 2011

82

Gambar 7.14 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin, 2011

82

Gambar 7.15 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Status Pekerjaan dan Daerah Tempat Tinggal, 2011

83

Gambar 7.16 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Status Pekerjaan dan Lapangan Uasha, 2011

83

Gambar 7.17 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Status Pekerjaan dan Lapangan Usaha (Perkotaan), 2011

84

Gambar 7.18 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Status Pekerjaan dan Lapangan (Perdesaan)

84

Gambar 7.19 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Status Pekerjaan dan Lapangan (Laki-laki), 2011

85

Gambar 7.20 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

(20)

Gambar 7.21 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Sektor Formal-Informal, 2011

87

Gambar 7.22 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Sektor Formal-Informal dan Daerah Tempat Tinggal, 2011

87

Gambar 7.23 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Sektor Formal-Informal dan Jenis Kelamin, 2011

88

Gambar 7.24 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Jam Kerja Pada Pekerjaan Utama, 2011

88

Gambar 7.25 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Jam Kerja pada Pekerjaan Utama dan Daerah tempat Tinggal,

2011

89

Gambar 7.26 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

Jam Kerja pada pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2011

89

Gambar 7.27 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun Yang Bekerja Menurut

(21)
(22)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010, pada 2011 penduduk Indonesia diperkirakan

mencapai 243,8 juta jiwa, dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anak-anak usia

0-17 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa berinvestasi untuk anak adalah berinvestasi

untuk sepertiga lebih penduduk Indonesia. Gambaran kondisi anak saat ini menjadi dasar

yang penting bagi pengambilan kebijakan yang tepat bagi anak. Anak-anak merupakan

kelompok penduduk usia muda yang mempunyai potensi untuk dikembangkan agar dapat

berpartisipasi aktif dalam pembangunan di masa mendatang. Mereka adalah kelompok

yang perlu disiapkan untuk kelangsungan bangsa dan negara di masa depan.

Perwujudan anak-anak sebagai generasi muda yang berkualitas, berimplikasi

pada perlunya pemberian perlindungan khusus terhadap anak-anak dan hak-hak yang

dimilikinya sehingga anak-anak bebas berinteraksi dalam kehidupan di lingkungan

masyarakat. Sesuai dengan isi Pasal 4 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi

secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-undang tersebut merupakan

bentuk dari hasil ratifikasi

Convention on the Rights of the Child

(CRC).

Salah satu aspek penting untuk melihat kualitas anak adalah dari sisi pendidikan.

Hasil Susenas 2011 menunjukkan bahwa anak usia 5-17 tahun yang berstatus sekolah

sebesar 80,29 persen. Dan ternyata pada kelompok usia tersebut terdapat 7,36 persen

yang tidak bersekolah lagi dan yang belum pernah sekolah sebesar 12,35 persen.

Meskipun persentase anak usia sekolah yang masih bersekolah cukup tinggi, namun

kualitas dari anak tersebut juga harus ditingkatkan demi terciptanya Sumber Daya Manusia

yang berkualitas bagi bangsa dan negara di masa mendatang. Hal ini dikarenakan masih

adanya permasalahan terbatasnya akses pendidikan berkualitas bagi anak, terutama bagi

anak keluarga miskin dan di masyarakat terpencil. Dampaknya dapat terlihat dari semakin

meningkatnya kasus-kasus kekerasan, jumlah anak yang bermasalah dengan hukum,

eksploitasi (termasuk

trafficking

), dan diskriminasi terhadap anak.

(23)

Dilihat dari sisi kesehatan, angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2007 sebesar

34 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut jauh dari target MDGs (23

kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup) yang ingin dicapai pada tahun 2015. Sementara

pada tahun yang sama, Angka Kematian Balita adalah sebesar 44 per 1.000 kelahiran

hidup, sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 32 kematian balita per 1.000

kelahiran hidup. Indikator lainnya adalah status gizi anak, dimana berdasarkan hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, prevalensi Balita Kurang Gizi (BKG) pada tahun 2010

adalah sebesar 17,9 persen yang terdiri dari 4,9 persen gizi buruk dan 13 persen gizi

kurang.

Di samping itu, perlindungan anak dari berbagai tindak kekerasan, perdagangan

anak, eksploitasi, dan diskriminasi masih belum optimal. Hal ini antara lain terlihat

dari jumlah anak bekerja yang relatif masih tinggi. Hasil Survei Pekerja Anak (SPA) yang

merupakan kerjasama antara BPS dan ILO (

International Labour Organization

) pada tahun

2009 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 4,1 juta anak usia 5-17 tahun yang bekerja.

Sedangkan berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2011, terdapat 3,4 juta anak berumur

10-17 tahun pada 33 provinsi di Indonesia yang bekerja.

Disisi lain belum terpenuhinya hak sipil anak, dimana balita yang memiliki akte

kelahiran baru sekitar 59 persen (Susenas 2011) dan 41 persen lainnya tidak mempunyai

akte kelahiran. Hal ini mencerminkan belum terpenuhinya hak anak terhadap identitasnya

dan masih lemahnya sistem pendataan atau registrasi kelahiran. Tidak dimilikinya akta

kelahiran menyebabkan ketidakjelasan identitas anak, yang akan membawa sejumlah

implikasi seperti diskriminasi, tidak memiliki akses terhadap pelayanan dasar pendidikan

dan kesehatan, rawan menjadi korban perdagangan manusia, mudah dijadikan pekerja

anak, rawan menjadi korban kejahatan seksual, dan lain-lain.

Berkaitan dengan kondisi tersebut, maka diperlukan adanya data profil anak sebagai

gambaran keadaan anak-anak di Indonesia secara menyeluruh diberbagai bidang. Oleh

karena itu KPP&PA bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik melakukan suatu kajian

analisis deskriptif mengenai situasi dan kondisi anak-anak di Indonesia. Penyusunan profil

dalam jangka pendek menjadi sangat penting untuk disusun dan dikembangkan sebagai

basis data dan masukan dalam upaya pemenuhan hak-hak anak.

1.2 Tujuan

Publikasi ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan informasi tentang kondisi

anak-anak Indonesia yang diamati dari aspek lingkungan keluarga, pendidikan, kesehatan,

dan perlindungan anak baik terhadap masalah sosial, hukum, kekerasan, anak bekerja

dan anak cacat.

(24)

1.3 Sumber Data

Publikasi ini menggunakan berbagai macam sumber data yaitu:

a. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2011

b. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2011

c. Sensus Penduduk 2010 dan Proyeksi Penduduk

d. Lembaga Pemasyarakatan Republik Indonesia

e. Bareskrim, Mabes Polri

1.4 Sistematika Penyajian

Secara sistematis publikasi ini disajikan dalam tujuh bab. Pemilihan bab dalam

penyusunan Profil Anak disesuaikan dengan lima kluster hak anak pada Konvensi Hak Anak

(KHA) yakni: hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif;

kesehatan dasar dan kesejahteraan; pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan

seni budaya, dan perlindungan khusus. Pengelompokan tentang isi KHA ke dalam lima

kluster oleh Komisi Hak Anak PBB dilakukan dengan pertimbangan mempermudah

pemahaman publik serta mempermudah dalam penyusunan laporan implementasinya

kepada PBB. Dalam setiap kluster telah ditentukan indikator rinci, meskipun demikian

karena keterbatasan data, tidak semua indikator tersebut disajikan dalam publikasi ini.

Bab pertama menyajikan pendahuluan yang berisi latar belakang penyusunan

publikasi, tujuan, sumber data serta sistematika publikasi. Bab ke-dua menyajikan

tentang Struktur Penduduk 0-17 tahun. Bab ke-tiga menyajikan tentang Hak Sipil dan

Kebebasan. Bab ke-empat tentang Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, bab

ke-lima Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, Bab ke-enam Pendidikan, Pemanfaatan

Waktu Luang dan Kegiatan Seni budaya, sedangkan bab ke-tujuh Perlindungan Khusus

yang berisi tentang anak bermasalah hukum, anak bermasalah sosial, anak bekerja dan

anak cacat.

(25)
(26)

2

STRUKTUR PENDUDUK USIA 0 -17 TAHUN

2.1 Jumlah dan Komposisi Anak

Karakteristik usia secara jelas mendefinisikan perbedaan yang memisahkan antara

anak dari orang dewasa. Anak yang dimaksud disini adalah seorang yang berusia . Anak

adalah karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa dan negara. Dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus cita-cita bagi kemajuan suatu bangsa.

Dari sudut pandang anak sebagai aset, anak merupakan salah satu modal sumber daya

manusia, jika dipenuhi semua kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan dan

kebutuhan sosial ekonomi lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini akan membentuk anak

tumbuh menjadi manusia berkualitas. Sebaliknya jika kebutuhan anak tidak terpenuhi,

dikhawatirkan akan menurunkan kualitas hidup anak atau sebagian dari mereka akan

menimbulkan masalah bagi keluarga, masyarakat maupun negara.

Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010), menunjukkan bahwa penduduk Indonesia

berjumlah 237,6 juta jiwa, yang terdiri dari 119,6 juta laki-laki dan 118,0 juta perempuan.

Dari jumlah tersebut, sekitar 81,4 juta orang atau sekitar 34,26 persen diantaranya anak

berumur di bawah 18 tahun.

Tabel 2.1 Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin (dalam juta)

dan Rasio Jenis Kelamin (RJK), 2011

Kelompok Umur

Laki-laki Perempuan PerempuanLaki-laki+ Rasio Jenis Kelamin

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

0-17 42.332 34 ,6 40.206 33 ,2 82.572 33 ,9 105 ,3

18+ 80.146 65 ,4 81.056 66 ,8 161.268 66 ,1 98 ,9

Jumlah 122..478 100,0 121.262 100,0 243.840 100,0 101 ,0

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 Berdasar Hasil SP2010

(27)

Pada tahun 2011 penduduk Indonesia berumur 0-17 tahun mencapai 82,6 juta (Tabel

2.1) atau sebesar 33,9 persen dari keseluruhan penduduk. Apabila dilihat dari sudut

pandang ketergantungan maka sepertiga dari penduduk Indonesia masih membutuhkan

perlindungan baik oleh keluarga, masyarakat ataupun negara.

Kebutuhan dasar yang harus disiapkan oleh pemerintah untuk anak terlihat masih cukup

besar misalnya dibidang kesehatan dan pendidikan. Masih sangat dibutuhkan peran serta

orang tua untuk akses kepada pelayanan kesehatan agar mengurangi angka kesakitan dan

angka kematian pada bayi, balita dan anak. Anak bayi maupun balita membutuhkan layanan

kesehatan yang baik, sehingga mereka bisa melewati tahun kritis di awal kehidupannya

dimana kesehatannya sangat rentan terhadap berbagai jenis penyakit. Usaha pemerintah

meningkatkan kesehatan anak melalui layanan imunisasi, pemberian vitamin, dan makanan

tambahan berperan penting dalam menurunkan kematian bayi dan meningkatkan kualitas

kesehatannya.

Dibidang pendidikan juga tidak kalah pentingnya dimana pendidikan merupakan

sarana untuk membentuk generasi yang berkualitas. Penyediaan penyelengaraan

pendidikan oleh pemerintah mutlak diperlukan disamping pendidikan yang diberikan oleh

orang tua. Persebaran penduduk menurut usia sekolah maupun pra sekolah sebagaimana

terlihat pada Tabel 2.2. Penduduk pada kelompok usia pendidikan dasar yaitu 7-12 tahun

tercatat sebanyak 27,3 juta orang, sedangkan pada kelompok usia pendidikan pra sekolah

0-6 tahun tercatat sebanyak 32,6 juta orang, lalu pada kelompok pendidikan usia menengah

13-17 tahun tercatat sebanyak 22,4 juta orang. Besarnya jumlah penduduk muda yang

memerlukan pendidikan ini menjadi kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara negara

untuk menyediakan akses pendidikan yang adil dan merata. Sehingga pendidikan dapat

dinikmati oleh seluruh warga negara Indonesia.

Tabel 2.2 Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur Sekolah, 2011 (dalam juta)

Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

(1) (2) (3) (4) 0-4 12.155 11.531 23.687 5-6 4.658 4.432 9.090 7-12 14.022 13.282 27.304 13-15 7.060 6.691 13.750 16-17 4.437 4.270 8.707 Jumlah 42.332 40.206 82.538

(28)

2.2 Tren Penduduk 0-17 Tahun

Dengan jumlah penduduk 237,6 juta jiwa berdasarkan hasil SP 2010, Indonesia

merupakan negara terbesar keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat.

Pada kurun waktu 2000-2010, proporsi penduduk berusia 0-17 tahun terhadap total

penduduk telah mengalami penurunan. Sekitar 2,5 persen, dari 36,76 persen pada tahun

2000 menjadi 34,25 persen pada tahun 2010.

Sekitar satu diantara tiga penduduk Indonesia adalah anak. Ini terlihat dari proporsinya

terhadap total penduduk Indonesia yaitu sekitar 33,9 persen. Yang menarik untuk diamati

adalah adanya peningkatan proporsi penduduk berumur 0 tahun dari 4,72 persen pada

tahun 2000 menjadi 5,4 persen pada tahun 2010. Implikasi kebijakan di masa mendatang

diantaranya adalah perlunya pemerintah merevitalisasi program pengendalian penduduk.

Program pengendalian penduduk melalui Keluarga Berencana (KB) sudah terbukti

berhasil menghindarkan Indonesia dari ledakan penduduk yang tidak terkendali beberapa

dasawarsa yang lalu. Namun, lemahnya komitmen pemerintah setelah era orde baru dalam

hal pengendalian jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk usia

muda. Meskipun laju pertumbuhan penduduk secara nasional menurun, namun jumlah

pasangan usia produktif selalu meningkat, sehingga jumlah kelahiran tetap tinggi.

Tabel 2.3 Proyeksi Penduduk Indonesia Umur 0-17 Tahun, 2010-2015 (dalam juta)

Kelompok Umur Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 0-4 23,769 23,687 23,438 23,028 22,522 22,024 5-9 22,837 22,656 22,742 23,032 23,391 23,645 10-14 22,831 22,991 22,931 22,772 22,677 22,780 15-17 12,929 13,204 13,498 13,732 13,820 13,684 Jumlah 82,366 82,538 82,609 82,564 82,411 82,132

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 Berdasar Hasil SP2010

Dalam periode 2010-2015 yang diperlihatkan oleh Tabel 2.3 diproyeksikan akan

terjadi penurunan jumlah penduduk 0-17 tahun dalam periode lima tahun ke depan,

hal yang sama juga terjadi pada penduduk kelompok umur 0-4 tahun. Namun pada

penduduk kelompok memiliki pola yang sedikit acak, dimana terjadi peningkatan pada

tahun tertentu dan terjadi penurunan ditahun berikutnya. Perbedaan tren antar kelompok

(29)

umur ini di masa akan datang harus diantisipasi oleh pemerintah dengan merencanakan

program-program yang tepat agar perubahan komposisi penduduk 0-17 tahun ini tidak

menjadi penghambat jalannya pembangunan.

2.3 Rasio Jenis Kelamin (RJK)

Pada Tabel 2.1 tampak bahwa RJK kelompok umur 0-17 tahun sebesar 105,3, yang

secara umum dapat dikatakan bahwa pada tahun 2011 penduduk berumur 0-17 lebih

banyak berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan. Sedangkan pada kelompok umur

yang lebih tua, RJK sebesar 98,9 yang artinya proporsi penduduk laki-laki berkurang.

Secara alami ini berkaitan dengan angka harapan hidup laki-laki yang memang lebih

rendah daripada perempuan.

Walaupun laki-laki tercatat lebih banyak daripada perempuan, dalam mendukung

kesetaraan gender maka baik anak laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang

setara untuk memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan yang baik.

(30)

HAK SIPIL DAN KEBEBASAN

3.1 Kepemilikan Akte Kelahiran

Kepemilikan akte kelahiran juga merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak

memiliki identitas sebagai anak. Pasal 9 konfensi PBB mengenai hak-hak anak menentukan

bahwa semua anak harus didaftarkan segera setelah kelahirannya dan juga harus

mempunyai nama serta kewarganegaraan. Laporan ini menghimbau agar dilaksanakan

pendaftaran kelahiran gratis bagi semua anak dan merupakan tujuan yang dapat dicapai

oleh semua negara. Konvensi itu diratifikasi oleh indonesia pada tahun 1990.

Akta kelahiran merupakan hasil pencatatan terhadap peristiwa kelahiran seseorang

di wilayah suatu negara. Sampai saat ini masih banyak anak Indonesia yang identitasnya

tidak atau belum tercatat dalam akta kelahiran, sehingga secara

de jure

keberadaannya

dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan anak yang lahir tersebut tidak

tercatat namanya, silsilah dan kewarganegaraannya serta tidak terlindungi keberadaanya.

Ketika tidak ada bukti diri, dikemudian hari dapat disalahgunakan dengan membuat

keterangan identitas yang dimanipulasi sehingga banyak permasalahan yang terjadi

berpangkal dari manipulasi identitas anak. Semakin tidak jelas identitas seorang anak,

maka semakin mudah terjadi eksploitasi terhadap anak, seperti anak menjadi korban

perdagangan bayi dan anak, tenaga kerja dan kekerasan.

Akta kelahiran bersifat universal, karena hal ini terkait dengan pengakuan negara

atas status keperdataan seseorang. Indonesia termasuk salah satu negara yang cakupan

pencatatan kelahirannya buruk. Banyak faktor yang memengaruhi rendahnya cakupan

pencatatan kelahiran, mulai dari kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya

pencatatan kelahiran, biaya yang tinggi untuk pencatatan, prosedur yang sulit, serta

kurangnya akses terhadap pelayanan pencatatan yang biasanya berada di tingkat

kabupaten/kota.

(31)

Sumber: Susenas 2011

Gambar 3.1 Penduduk 0-4 Tahun Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran, 2011

Pada Gambar 3.1, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2011

menunjukkan masih rendahnya kepemilikan akte kelahiran untuk anak 0-4 tahun. Susenas

2011 mencatat hanya sebesar 59 persen dari penduduk 0-4 tahun yang memiliki akte

kelahiran dan terdapat 40 persen yang tidak memilki akte kelahiran, sisanya sebesar 1

persen responden yang ditanya tentang akte kelahiran anaknya menyatakan tidak tahu

tentang akte kelahiran. Rendahnya kepemilikan akte menunjukkan kepedulian tentang

hak anak oleh orang tua dan pemerintah perlu ditingkatkan. Tingkat kepedulian ini

berbeda untuk setiap provinsi sebagaimana tercermin dalam Gambar 3.2, terdapat 3

provinsi dengan angka kepemilikan akte kelahiran tertinggi yaitu Provinsi DI Yogyakarta

sebesar 89,9 persen, Kepulauan Riau sebesar 89,3 persen dan DKI Jakarta sebesar

85,3 persen. Sementara 3 provinsi dengan angka kepemilikan akte kelahiran terendah

disandang oleh provinsi Nusa Tenggara Timur dengan 29,9 persen, Papua 30,5 persen dan

Sumatera Utara 31,3 persen.

Anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah masa depan bangsa dan

generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga negara berkewajiban memenuhi hak setiap

anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, perlindungan

dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan

orangtua, memiliki tanggung jawab terhadap perlindungan anak.

Realitanya keinginan sebagian penduduk untuk memiliki akta kelahiran seringkali

mendapatkan hambatan karena biaya pembuatannya yang mahal, persyaratannya

banyak, prosesnya yang panjang dan butuh waktu lama, atau hambatan yang sifatnya

menyangkut keturunan seseorang. Mencermati permasalahan dalam pencatatan

kelahiran tersebut, maka persoalan yang lebih mendasar yaitu pengetahuan orang tua

dan keluarga akan pentingnya akte kelahiran perlu ditingkatkan. Oleh karena itu akte

kelahiran juga perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan masyarakat. Tanggung

(32)

jawab ini diemban oleh pemerintah pusat maupun daerah karena di dalam akta kelahiran

terdapat Hak Asasi Manusia (HAM) dan sesungguhnya merupakan pelaksanaan amanat

UUD 1945, UU No. 23/2002 yang berkaitan keperdataan seseorang berupa hak identitas

dan kewarganegaraan.

Sumber: Susenas 2011

Gambar 3.2 Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut

Provinsi, 2011

(33)

Sumber: Susenas 2011

Gambar 3.3 Persentase Penduduk 0-4 tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran

Menurut Alasan, 2011

Dari Gambar 3.3, diketahui bahwa alasan orang tua yang anaknya tidak memiliki

akte kelahiran 31,7 persen diantaranya adalah karena biaya yang mahal. Masalah biaya ini

cukup bervariasi antar provinsi. Alasan jarak yang jauh disebutkan oleh responden sebesar

6,1 persen. Jarak yang menjadi kendala bagi orang tua untuk mengurus dan memperoleh

akte kelahiran, menunjukkan bahwa akses pelayanan pemerintah kepada masyarakat

masih menjadi kendala di beberapa provinsi. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah

jawaban tidak tahu sebesar 25,2 persen, baik tidak tahu cara mengurusnya maupun tidak

merasa perlu memiliki akte kelahiran, hal ini memperlihatkan pengetahuan yang kurang

pada masyarakat tentang akte kelahiran. Bagi pemerintah sangat perlu memperkenalkan

hal ini berkaitan dengan tanggung jawab dalam pemenuhan hak anak.

Pada Gambar 3.4, kendala biaya disebutkan dengan persentase terbesar di Provinsi

Banten yaitu 57,6 persen, Jawa Barat 48,9 persen dan DKI Jakarta 45,4 persen. Namun

masalah biaya tidak terlalu menjadi masalah di Papua dan Papua Barat yang menyebutkan

sebesar 5,9 dan 6,8 persen. Sementara alasan tidak tahu terbesar dicatat pada Provinsi

Papua sebesar 64,7 persen, Sulawesi Barat 37,5 persen dan Sulawesi Selatan 35,6 persen.

Untuk alasan ketidaktahuan ini persentase terendah terdapat di Provinsi DI Yogyakarta

sebesar 5,7 persen.

(34)

Sumber: Susenas 2011

Gambar 3.4 Persentase Penduduk 0-4 tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran

Menurut Alasan, 2011

3.2. Akses Terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penemuan terhebat yang merubah

peradaban manusia di abad 21 adalah penemuan teknologi informasi dan komunikasi.

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi antara satu dengan lainnya.

Interaksi antar manusia telah mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Dahulu,

(35)

dari satu tempat ke tempat lain melalui surat menyurat. Karena semakin meningkatmya

kebutuhan akan informasi yang cepat dan akurat, surat menyurat melalui media kertas

mulai ditinggalkan. Meskipun demikian, kertas sampai sekarang masih banyak digunakan

sebagai media penyampai informasi seperti majalah, koran dan sebagainya. Kemudian

muncullah media lain seperti telepon kabel, lalu telepon nirkabel dan terus berevolusi

hingga ditemukannya internet. Dengan itu, cara manusia berinteraksi antar satu dengan

yang lain telah berubah secara drastis menjadi lebih cepat dan mudah.

Internet adalah salah satu keajaiban penemuan di dunia. Penemuan internet merubah

dunia menjadi lebih dinamis dan serba cepat. Kemajuan internet telah menyentuh banyak

sisi kehidupan manusia. Kejadian di belahan dunia lain bisa kita ketahui dengan segera

melalui internet. Manusia pun saling berinteraksi melalui internet. Aktifitas perdagangan

juga berkembang pesat dengan bantuan internet. Menurut catatan

Internet World Statistics

,

Amerika Utara adalah pengguna akses internet terbesar di dunia dengan penetrasi mencapai

78,6 persen, Australia/Oseania 67,8 persen, Eropa mencapai 63,5 persen, Amerika Latin/

Karibia 43 persen, Timur Tengah 40,2 persen, Asia 27,5 persen, dan terakhir adalah Afrika

15,6 persen. Jumlah totalnya mencapai sekitar 2,4 milyar orang atau lebih dari sepertiga

penduduk dunia.

Di Asia, sebagai benua terbanyak populasinya di dunia memiliki pengguna

internet sebanyak 1,08 milyar pengakses internet. Sebagai bagian masyarakat dunia,

perkembangan internet di Indonesia juga berkembang pesat. Dengan jumlah penduduk

yang sangat besar yaitu 237,6 juta berdasarkan SP 2010, Indonesia merupakan pasar

internet dunia. Pengguna layanan internet di Indonesia tumbuh 18 persen pada tahun

2011 dari tahun 2010.

Tabel 3.1 Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet dalam 3 Bulan

Terakhir menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2011

Kelompok Umur

Laki-Laki

Perempuan

Laki-Laki+Perempuan

(1) (2) (3) (4) 5-6

0,53

0,41

0,47

7-12

6,56

6,06

6,32

13-15

27,17

31,02

29,02

16-17

40,02

43,43

41,66

Total

14,76

15,88

15,30

Sumber: Susenas 2011

(36)

Internet juga telah digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat dan kelompok umur,

termasuk anak-anak usia 5-17 tahun. Berdasarkan hasil Susenas 2011, ada sekitar 15,3

persen anak di Indonesia berusia 5-17 tahun pernah mengakses internet dalam tiga

bulan terakhir sebelum tanggal survei. Tabel 3.1 menyajikan proporsi anak-anak yang

mengakses internet. Proporsi pengguna internet semakin banyak bersamaan dengan

meningkatnya kelompok umur. Hampir separuh (44,66 persen) anak berusia 16-17

tahun pernah mengakses internet selama 3 bulan terakhir. Proporsi terkecil adalah pada

kelompok umur 5-6 tahun (0,47 persen).

Pola umum penggunaaan internet juga terlihat pada pola penggunaan internet

menurut jenis kelamin. Proporsi pengguna internet pada anak laki-laki dan perempuan

meningkat seiring dengan meningkatnya umur. Secara total proporsi anak perempuan

5-17 tahun yang menggunakan internet lebih besar daripada anak laki-laki,

masing-masing sebesar 15,88 dan 14,76 persen.

Tabel 3.2 Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun dan Masih Sekolah yang Mengakses

Internet dalam 3 Bulan Terakhir menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2011

Kelompok Umur

Laki-Laki

Perempuan

Laki-Laki+Perempuan

(1) (2) (3) (4) 7-12 6,54 6,03 6,30 13-15 26,52 30,30 28,34 16-17 36,41 40,05 38,16

Total

14,02 15,18 14,57

Sumber: Susenas 2011

Pada Tabel 3.2 disajikan proporsi anak yang masih sekolah menurut kelompok umur

sekolah yang mengakses internet dalam tiga bulan terakhir. Tabel tersebut menunjukkan

bahwa anak yang mengakses internet sebagian besar adalah pelajar. Tabel tersebut

menunjukkan bahwa pemakaian internet di kalangan pelajar mengikuti pola umum, yaitu

penggunaan internet semakin banyak seiring dengan bertambahnya umur pelajar.

Pemakaian internet di kalangan pelajar lebih banyak pelajar perempuan daripada

pelajar laki-laki yaitu 15,18 persen berbanding 14,02 persen. Lebih banyaknya proporsi

pelajar perempuan yang mengakses internet daripada pelajar laki-laki terjadi pada pelajar

kelompok umur 16-17 tahun dan kelompok umur 13-15 tahun dengan selisih

masing-masing adalah 3,63 persen dan 3,78 persen. Sedangkan pada kelompok umur 7-12 tahun

atau usia SD, proporli pelajar laki-laki yang mengakses internet lebih banyak dibanding

(37)
(38)

LINGKUNGAN KELUARGA DAN

PENGASUHAN ALTERNATIF

Anak merupakan harapan bagi masa depan bangsa. Mereka terlahir sebagai generasi

penerus dan calon pemimpin di masa mendatang. Cita-cita pembangunan bangsa yang

lebih baik ke depannya dapat tercapai bila generasi penerus yang terlahir memiliki

kualitas mumpuni. Untuk itu, maka selayaknya bagi anak-anak untuk bisa memperoleh

hak-haknya sedini mungkin, sehingga tumbuh kembang anak tidak terganggu.

Salah satu aspek yang mampu memengaruhi tumbuh kembang anak ialah

pembelajaran yang diperoleh si anak dari lingkungan sekitarnya. Sementara lingkungan

terdekat yang paling memberikan pengaruh pada tumbuh kembang anak adalah

lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikannya. Untuk itu, diharapkan kepada kedua

lingkungan ini untuk dapat memberikan contoh teladan yang baik bagi anak-anak agar

cita-cita terciptanya generasi emas dapat diraih oleh bangsa di masa yang akan datang.

4.1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Pada saat anak berada di usia dini, proses perkembangan fisik, motorik, intelektual,

emosional, bahasa dan sosial berlangsung dengan sangat cepat. Karena hal itu,

anak-anak lebih cenderung mampu dengan mudahnya mempraktekkan apa yang telah ia lihat

sebelumnya. Perilaku-perilaku yang diperlihatkan oleh anak-anak ialah wujud visualisasi

adegan-adegan yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

Usia dini pada anak-anak merupakan masa-masa emas bagi perkembangan anak

(

golden age

). Pada masa-masa ini, anak-anak lebih suka meniru kebiasaan-kebiasaan

orang di sekitarnya. Untuk itu, perlu diberikan pendidikan terbaik sedini mungkin kepada

anak, sebagai langkah pencegahan bagi anak untuk tidak mencontoh hal-hal yang tidak

baik. Salah satu wujud pendidikan yang dapat diberikan kepada anak-anak usia dini ialah

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD dapat diberikan kepada anak-anak sebelum

mereka terjun ke jenjang pendidikan dasar. PAUD turut membantu dalam merangsang

pertumbuhan jasmani maupun rohani si anak, sehingga pribadi anak menjadi lebih siap

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Umumnya PAUD diberikan kepada

(39)

Wacana PAUD di Indonesia mulai berkembang pesat sejak tahun 2002. Pemerintah

kemudian menuangkan hal tersebut dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 28 ayat (1) dinyatakan bahwa

pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pada pasal

28 ayat (2) dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui

jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. PAUD pada jalur pendidikan

formal dapat berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA) atau bentuk lain

yang sederajat. Sedangkan untuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal dapat berbentuk

Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

Sementara untuk PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga

atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan seperti Bina Keluarga Balita (BKB).

Tujuan utama PAUD adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu

anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga

memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi

kehidupan di masa dewasa. Sedangkan tujuan tambahannya adalah untuk membantu

menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.

Didalam RPJM Nasional 2010-2014 disebutkan bahwa sasaran pembangunan

pendidikan adalah meningkatnya mutu pendidikan termasuk PAUD yang antara lain

ditandai dengan meningkatnya proporsi anak yang terlayani PAUD.

Untuk keperluan menganalisis partisipasi anak dalam PAUD digunakan data

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2011. Pada tahun 2011, Susenas turut

mengumpulkan data partisipasi PAUD di seluruh Indonesia. Tabel 4.1 menyajikan

persentase anak usia 0-6 tahun yang sedang mengikuti PAUD menurut tipe daerah, jenis

kelamin, dan kelompok umur. Persentase anak yang sedang mengikuti PAUD dibagi atas

beberapa kelompok umur. Kelompok umur di sini dibedakan menjadi: 0-2 tahun, 3-4

tahun, 5-6 tahun, 3-6 tahun, dan 0-6 tahun. Untuk kelompok umur 0-6 tahun, partisipasi

anak yang mengikuti PAUD ada sebanyak 14,08 persen.

Jika rentang umurnya dipersempit menjadi 3-4 tahun, partisipasinya sedikit

membesar menjadi 15,90 persen. Jika rentang umur dipersempit lagi menjadi 5-6 tahun,

partisipasinya meningkat dua kali lipat menjadi 33,35 persen. Hal ini menandakan

partisipasi PAUD lebih banyak diikuti oleh anak kelompok umur 5-6 tahun dibanding

kelompok umur lainnya. Artinya, partisipasi PAUD lebih banyak diisi oleh anak-anak yang

berada pada kelompok umur Taman Kanak-kanak (TK) dibanding kelompok umur lainnya.

(40)

Tabel 4.1 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Tipe

Daerah, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur, 2011

Tipe Daerah Kelompok Umur (Tahun)

Jenis Kelamin 0 - 2 3 - 4 5 - 6 3 - 6 0 - 6 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan: Laki-laki 1,15 17,11 37,84 27,24 16,51 Perempuan 1,30 19,96 39,53 29,28 17,73 Laki-laki + Perempuan 1,22 18,49 38,64 28,22 17,10 Perdesaan: Laki-laki 0,75 12,48 28,05 20,20 12,16 Perempuan 1,17 14,31 28,75 21,41 13,08 Laki-laki + Perempuan 0,95 13,36 28,39 20,78 12,60 Perkotaan + Perdesaan: Laki-laki 0,94 14,76 32,81 23,65 14,29 Perempuan 1,23 17,11 33,93 25,26 15,35 Laki-laki + Perempuan 1,08 15,90 33,35 24,42 14,80

Sumber: Susenas 2011, BPS

Dari data partisipasi PAUD di seluruh Indonesia yang dihimpun melalui Susenas 2011

lalu, dapat disajikan pula gambaran mengenai angka partisipasi anak usia dini dalam kegiatan

PAUD yang dibedakan menurut jenis kelamin dan tipe daerah. Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa

baik di daerah perkotaan maupun perdesaan, tingkat partisipasi PAUD anak perempuan

sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat partisipasi PAUD anak laki-laki. Di samping

itu juga tampak bahwa kegiatan PAUD di daerah perkotaan lebih tinggi daripada di daerah

perdesaan, baik bagi kelompok anak yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan.

Hal ini dibuktikan dengan angka partisipasi PAUD anak perempuan dan laki-laki di daerah

perkotaan yakni masing-masing sebesar 17,73 dan 16,51 persen. Angka ini sedikit lebih tinggi

daripada angka partisipasi PAUD anak perempuan dan laki-laki di daerah perdesaan yang

berjumlah sebesar 13,08 dan 12,16 persen. Sementara secara nasional angka partisipasi PAUD

untuk anak perempuan sebesar 15,35 persen, dan untuk anak laki-laki sebesar 14,29 persen.

(41)

Sumber: Susenas 2011, BPS

Gambar 4.1 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut

Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2011

Bila dilihat per provinsi, terdapat lima besar provinsi yang memiliki angka partisipasi

PAUD tertinggi yaitu: D.I Yogyakarta sebesar 34,77 persen, diikuti Jawa Timur sebesar

25,16 persen, Gorontalo sebesar 23,32 persen, Jawa Tengah dengan angka sebesar 19,16

persen, dan DKI Jakarta sebesar 18,50 persen. Sedangkan provinsi dengan angka partisipasi

PAUD terkecil terdapat di Provinsi Papua dengan angka sebesar 4,76 persen. Untuk uraian

persentase anak usia 0-6 tahun yang sedang mengikuti PAUD menurut tipe daerah di setiap

provinsi tahun 2011 lalu, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1.

Pada publikasi kali ini, disajikan beberapa macam jenis PAUD, diantaranya TK/RA/BA,

Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/Posyandu,

dan satuan PAUD Sejenis Lainnya, seperti PAUD-TAAM, PAUD-PAK, PAUD-BIA, TKQ dan

PAUD Lembaga Lainnya. Pengelompokan mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 28 ayat (2).

(42)

Tabel 4.2 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Tipe

Daerah, Jenis Kelamin dan Jenis PAUD, 2011

Tipe Daerah Jenis PAUD

Total TK/RA/ BA KelompokBermain Taman Penitipan Anak Pos PAUD/ PAUD Terintegrasi BKB/ Posyandu Satuan PAUD Sejenis Lainnya Jenis Kelamin (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Perkotaan: Laki-laki 69,64 5,03 1,60 10,84 12,89 100,00 Perempuan 67,35 4,76 1,53 12,00 14,37 100,00 Laki-laki + Perempuan 68,50 4,89 1,56 11,42 13,63 100,00 Perdesaan: Laki-laki 69,10 2,11 0,94 13,27 14,58 100,00 Perempuan 64,96 2,08 1,18 14,85 16,93 100,00 Laki-laki + Perempuan 67,04 2,09 1,06 14,06 15,75 100,00 Perkotaan + Perdesaan: Laki-laki 69,41 3,76 1,31 11,90 13,62 100,00 Perempuan 66,31 3,59 1,37 13,24 15,48 100,00 Laki-laki + Perempuan 67,87 3,68 1,34 12,57 14,55 100,00

Sumber : Susenas 2011, BPS

Dari berbagai jenis PAUD tersebut, yang paling banyak diikuti oleh anak usia 0-6

tahun adalah TK/RA/BA yaitu sebesar 67,87 persen. Berikutnya disusul oleh Satuan PAUD

Sejenis Lainnya yang diikuti sebanyak 14,55 persen, Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/

Posyandu sebesar 12,57 persen, dan Kelompok Bermain sebesar 3,68 persen. Sementara

Taman Penitipan Anak merupakan jenis PAUD yang paling sedikit diikuti, yakni hanya

sebesar 1,34 persen.

4.2

Anak dan Keluarga yang Tinggal Bersama

Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga

atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang

terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan

anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan

Gambar

Gambar	3.3	Persentase	Penduduk	0-4	tahun	yang	Tidak	Memiliki	Akte	Kelahiran	 Menurut Alasan, 2011
Tabel	3.1	Proporsi	Anak		Berusia	5-17		tahun	yang	Mengakses	Internet	dalam	3	Bulan	 Terakhir menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2011
Tabel	4.1	Persentase	Anak	Usia	0-6	Tahun	yang	Sedang	Mengikuti	PAUD	Menurut	Tipe	 Daerah, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur, 2011
Gambar	4.1	Persentase	Anak	Usia	0-6	Tahun	yang	Sedang	Mengikuti	PAUD	Menurut	 Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran 2.33.b Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Merokok Menurut Kelompok Umur Mulai Merokok Setiap Hari, Daerah Tempat Tinggal dan Provinsi Tahun 2004

Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.10.. Sedangkan berdasarkan jenis

Soeharso Surakarta sebagian besar berumur 21 - 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki, bekerja sebagai wiraswasta, berpenghasilan 1-2 juta, sebagian besar mengalami Post

Pasien berjenis kelamin laki-laki dan genetalianya. Terpasang Dower Catheter. Terdapat luka bedah pada penis dan terbalut kassa steril. Luka tampak bersih, tidak ada rembesan darah,

Banyaknya Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kecamatan Todanan, Tahun 2014 Kelompok Umur Jenis Kelamin. Jumlah

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 50 anak balita berumur 1-5 tahun di Kelurahan Teling Atas yakni 22 anak berjenis kelamin laki-laki dan 28 anak perempuan pada tabel 1

Berdasarkan Tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kota Yogyakarta pada tahun 2016 yang berjenis kelamin laki- laki lebih besar dari pada penduduk

7rekuensi inkontinensia al4i dilaporkan sama baik pada anak berjenis kelamin perempuan -+%/ maupun pada anak berjenis kelamin laki*laki -+&/" Anak berjenis