• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN TERHADAP EFISIENSI PENYALURAN KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DI KABUPATEN BADUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN TERHADAP EFISIENSI PENYALURAN KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DI KABUPATEN BADUNG"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Sains, Akuntansi dan Manajemen (Vol. 1, No. 1: Pebruari, 2019) Jurnal Sains,

Akuntansi dan Manajemen

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Suatu negara dalam kegiatan perekonomiannya tidak terlepas dari lalu lintas pembayaran uang, dimana industri perbankan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis. Industri perbankan dapat dikatakan sebagai urat nadi dari sistem perekonomian, karena secara umum bank memiliki tugas yaitu membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Selain itu bank juga dapat mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank memiliki fungsi utama yaitu menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Selain itu bank memiliki sumber dana eksternal lebih banyak, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dengan keberadaan suatu bank akan lebih banyak dibandingkan perusahaan non-bank terutama masyarakat yang akan menyimpan dananya pada tersebut (Kasmir, 2013).

Menurut PSAK No. 31 tahun 2014 Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (default unit) serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar aliran lalu lintas pembayaran, bank sering pula disebut lembaga kepercayaan, sejalan dengan karakteristik usahanya tersebut, maka bank merupakan suatu segmen usaha yang kegiatannya banyak diatur oleh pemerintah (Siamat, 2005).

Sejak dikeluarkannya Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang telah membagi Bank di Indonesia menjadi dua jenis yaitu: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Perkreditan Rakyat merupakan lembaga keuangan bank yang hanya menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Keberadan Bank Perkreditan Rakyat pada khususnya telah

PENGARUH PENERAPAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN TERHADAP EFISIENSI PENYALURAN KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DI

KABUPATEN BADUNG DEWI PURWASIH

email: dhevisari61@yahoo.com

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar

Abstrak

Bank Perkreditan Rakyat merupakan lembaga keuangan bank yang hanya menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Keberadan Bank Perkreditan Rakyat pada khususnya telah semakin dikenal oleh masyarakat luas sebagai bank yang telah siap memberikan pelayanan jasa keuangan kepada masyarakat ekonomi menengah ke bawah, sehingga perlu peningkatan kinerja oleh BPR tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai yang mempengaruhi efisiensi penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR di Kabupaten Badung. Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer. Metode penentuan sampel menggunakan metode sampling jenuh. Jumlah sampel sebanyak 51 BPR dengan 102 responden. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa lingkungan pengendalian, penilaian risiko, dan aktivitas pengendalian tidak berpengaruh terhadap efisiensi penyaluran kredit, sedangkan informasi dan komunikasi, dan pemantauan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung

Kata Kunci : Efisiensi Penyaluran Kredit, Komponen Struktur Pengendalian Intern, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Kredit.

(2)

semakin dikenal oleh masyarakat luas sebagai bank yang telah siap memberikan pelayanan jasa keuangan kepada masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Bank Perkreditan Rakyat tetap diharapkan mampu menghapus keberadaan pesaing ekonomi illegal seperti rentenir. Kegiatan utama Bank Perkreditan Rakyat sebagai lembaga keuangan salah satunya adalah memberikan kredit. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk dapat melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Persaingan antar bank menjadi lebih ketat seperti sekarang ini dan kebutuhan penanaman modal semakin terasa. Sebagai pimpinan sekarang ini dan kebutuhan penanaman modal semakin terasa. Sebagai pimpinan bank tentunya tidak ingin bank yang dipimpinnya mengalami kemacetan (Ruzanna, 2013). Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan tersebut, maka cara yang ditempuh adalah dengan menarik dana dari masyarakat dan kemudian diinvestasikan dalam bentuk lain. Investor tertarik dengan Bank yang mempunyai perputaran uang yang stabil untuk itu bank berlomba-lomba menyalurkan kredit kepada masyarakat, namun seringkali bank mengalami kesulitan yaitu adanya tunggakan kredit atau biasa disebut sebagai kredit macet, artinya uang yang dipinjam mengalami kemacetan dalam penagihan sehingga likuiditas Bank bisa terancam karena kredit yang macet (Riski, 2012)

Kegiatan penyaluran kredit oleh bank mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Walaupun permasalahan kredit macet di dunia bisnis perbankan bukan suatu barang yang baru, namun dalam hal ini apabila tidak ditangani secara profesional, kredit macet terutama yang berjumlah besar akan memberikan dampak yang merugikan bagi bank maupun kehidupan perkonomian bangsa (Firmansyah, 2013). Seperti pada BPR di Bali memiliki peranan yang cukup strategis dalam perkenomian Bali, terutama dalam mendorong perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Letak BPR yang sangat mudah dijangkau oleh masyarakat Bali menjadikan BPR lebih diminati oleh masyarakat. Hal ini tentunya semakin masyarakat meminati maka BPR sangat berkembang di beberapa wilayah di Bali khususnya di wilayah Kabupaten Badung terdapat 51 BPR.

Fenomena yang terjadi pada BPR di Kabupaten Badung, Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan kredit bermasalah (NPL) perbankan di Bali tahun 2017 mencapai 3,42 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang mencapai 2,59 persen. Peningkatan NPL tersebut tidak terlepas dari dampak peristiwa alam yaitu erupsi Gunung Agung yang terjadi pada akhir tahun 2017 yang menjadi salah satu penyebab kenaikan kredit bermasalah. BPR di Kabupaten Badung juga terdapat permasalahan mengenai kredit bermasalah sehingga mengharuskan ojk mengawasinya. Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan melalui Keputusan Dewan Komisioner (KDK) Nomor KEP-202/D.03/2017 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat KS Bali Agung Sedana, mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat KS Bali Agung Sedana, yang beralamat di Jalan Raya Kerobokan Nomor 15Z, Kuta, Badung Bali terhitung sejak tanggal 3 November 2017. Pencabutan izin BPR tersebut dikarenakan terdapat kasus penyelewengan kredit. Untuk itu dalam proses penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung harus memperhatikan aspek manajemen dalam pelaksanaannya. Salah satunya adalah dengan cara melakukan pengawasan kredit. Pengawasan kredit juga diperlukan adanya suatu sistem pengendalian. Alat kendali tersebut adalah struktur pengendalian internal yang bertujuan untuk menghindari praktik penyaluran kredit yang tidak sehat dan penyalahgunaan wewenang.

Pengendalian internal merupakan suatu mekanisme pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen bank secara berkesinambungan yang berguna untuk menjamin tersedianya laporan yang lebih akurat, meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, menjaga dan mengamankan harta kekayaan bank, mengurangi dampak keuangan / kerugian, penyimpangan termasuk kecurangan / fraud, dan pelanggaran aspek kehati-hatian, meningkatkan efektivitas organisasi dan meningkatkan efisiensi biaya (Diah, 2013).

Struktur pengendalian intern merupakan suatu kebijakan dan prosedur yang berguna untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan-tujuan bank akan tercapai. Terselenggaranya

(3)

sistem pengendalian intern bank yang handal dan efektif menjadi tanggung jawab pengurus dan para pejabat bank. Kerangka kerja pengendalian internal di dalam setiap organisasi diperlukan untuk membantu organisasi dalam mengelola risiko secara lebih baik dan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Struktur pengendalian intern tidak dapat dianggap sepunuhnya efektif meskipun telah dirancang dan disusun dengan sebaik-baiknya, melainkan keberhasilannya tergantung pada keandalan dan kompetensi dari pelakunya. Bank sebagai organisasi profit juga membutuhkan SPI.

Selain itu dalam penyaluran kredit penerapan struktur pengendalian intern yang memadai akan dapat menjamin kelayakan operasi yang dijalankan. Instrumen struktur pengendalian intern yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, yang pertama lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian pondasi dari semua komponen pengendalian internal lainnya yang menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian menentukan arah perusahaan dan mempengaruhi kesadaran pengendalian pihak manajemen dan karyawan (Boyton dkk, 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Parmadi (2010), Putri (2013), Dezy (2013) dan Sukadanayasa (2016) menunjukkan bahwa lingkungan pengendalian berpengaruh positif.

Komponen kedua adalah penilaian risiko, penilaian risiko merupakan suatu serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh direksi dalam rangka identifikasi, analisis dan penilaian risiko yang dihadapi Bank untuk mencapai sasaran usaha yang ditetapkan. Komponen ketiga adalah aktivitas pengendalian, kegiatan pengendalian mencakup pula penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian serta proses verifikasi lebih dini untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tersebut secara konsisten dipatuh, serta merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari setiap fungsi atau kegiatan Bank sehari-hari.

Komponen keempat informasi dan komunikasi, informasi diperlukan entitas untuk melaksanakan tanggung jawab pengendalian internal untuk mendukung pencapaian tujuan. Sedangkan komunikasi merupakan suatu proses interaktif terusmenerus, berbagi, dan memperoleh informasi yang diperlukan. Komunikasi Informasi dan komunikasi dapat terwujud dengan baik apabila diterapkan prinsip dalam pelaksaan pengendalian internal.

Komponen kelima adalah pemantauan, Bank harus melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap efektivitas keseluruhan pelaksanaan pengendalian internal bank harus memantau dan mengevaluasi kecukupan sistem pengendalian intern secara terus menerus berkaitan dengan adanya perubahan kondisi internal dan eksternal serta harus meningkatkan kapasitas sistem pengendalian intern tersebut agar efektivitasnya dapat ditingkatkan (Sukadanayasa, 2016)

Efisiensi merupakan pencapaian output tertentu dengan menggunakan input yang terendah berdasarkan target yang telah ditetapkan sebelumnya (Mahsun, 2006:183). Efisiensi penyaluran kredit digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana kemampuan BPR dalam meningkatkan perolehan laba melalui pengelolaan sumber daya manusianya khususnya dari bagian kredit. Dengan kata lain diperlukannya pengendalian internal yang dapat menunjang efesiensi dalam sistem pemberian kredit. Efesiensi menjadi hal yang sangat penting untuk menghindari akibat pada kegagalan dalam penyaluran kredit (Riski, 2012). Oleh karena itu dalam aktivitasnya hal ini bagian kredit harus mengetahui secara rinci jenis kredit yang bagaimana yang diperlukan oleh nasabahnya. Efisiensi penyaluran kredit dalam suatu usaha berarti bahwa setiap rupiah dana yang disalurkan melalui kredit harus dapat digunakan seefisien mungkin untuk memberikan hasil yang optimal (Patmiwati, Yuesti, & Sudiartana, 2016).

Penelitian yang dilakukan Martini (2012) menunjukkan hasil bahwa struktur pengendalian internal LPD di Kota Denpasar yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas penngendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan berpengaruh positif terhadap efisiensi penyaluran kredit.

Penelitian yang dilakukan Dewi (2012) meneliti mengenai Analisis Penerapan Struktur Pengendalian Intern terhadap Prosedur Pemberian Pembiayaan untuk Meningkatkan Pencegahan Pengembalian Macet yang diberikan oleh Bank BNI Syariah Cabang Semarang. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Berdasarkan hasil analisis tersebut, disimpulkan bahwa pembiayaan yang mengalami pengembalian macet pada Bank BNI syariah cabang Semarang

(4)

mencapai tiga persen selama periode tahun 2011 hal ini tidak disebabkan kurang efektifnya sistem pengendalian intern yang diterapkan dalam pemberian pembiayaan melainkan karena faktor-faktor lain seperti hal yang tidak dapat diduga sebelumnya baik pihak manajemen maupun nasabah yaitu faktor lingkungan dan faktor keadaan nasabah. Atas pemikiran di atas maka penelitian ini berjudul “Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern Terhadap Efisiensi Penyaluran Kredit Pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kabupaten Badung ”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah lingkungan pengendalian berpengaruh terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung?

2. Apakah penilaian risiko berpengaruh terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung?

3. Apakah aktivitas pengendalian berpengaruh terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung?

4. Apakah informasi dan komunikasi berpengaruh terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung ?

5. Apakah pemantauan berpengaruh terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui pengaruh lingkungan pengendalian terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

2) Untuk mengetahui pengaruh penilaian risiko terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

3) Untuk mengetahui pengaruh aktivitas pengendalian terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

4) Untuk mengetahui pengaruh informasi dan komunikasi terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

5) Untuk mengetahui pengaruh pemantauan terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, yaitu sebagai berikut: 1. Bagi Mahasiswa

Kegunaan teoritis dari penulisan ini adalah sebagai bahan masukan bagi pembaca secara umum dan mahasiswa ekonomi secara khusus sebagai pengembangan ilmu pengetahuan tentang pengaruh lingkungan pengendalian terhadap efisiensi penyaluran kredit di BPR di Kabupaten Badung.

2. Bagi BPR di Kabupaten Badung

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada manajemen tentang ada tidaknya pengaruh penerapan struktur pengendalian intern terhadap efisiensi penyaluran kredit BPR di Kabupaten Badung.

3. Bagi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dipakai untuk menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian berikutnya

(5)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan memiliki prinsip utama berupa hubungan kerja antara dua pihak yaitu pihak yang memberikan wewenang (principal) dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) dalam suatu bentuk kerjasama yang dinamakan dengan “nexus of contract” (Jensen dan Meckling 1976). Teori agency berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar digunakan untuk memahami hubungan antara manajer dan pemegang saham. Jensen can Meckling (1976:6) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemegang saham (principal). Teori ini tidak hanya menguatkan pelaksanaan pemberian kredit tetapi juga mempertegas bahwa terlaksana sistem pengendalian intern dengan terselenggaranya pengendalian intern yang memadai dalam bidang perkreditan berarti menunjukkan sikap kehati-hatian dan kinerja yang baik dan mampu mengurangi risiko dalam kegagalan kredit (Ammia, 2011).

Menurut Meisser, et al., (2006:7) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu : terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarya dan posisi operasi entitas dari pemilik dan terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah keagenan ini menimbulkan biaya keagenan (agency

cost) yang akan ditanggung baik oleh principal maupun agent. Jensen dan Meckling (1976)

membagi biaya keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding cost dan residual loss.

Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor

perilaku agent, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agent. Bonding cost merupakan biaya yang ditangung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agent akan bertindak untuk kepentingan principal. Selanjutnya residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agent dan keputusan principal.

2.1.2 Penerapan Struktur Pengendalian Intern 2.1.2.1 Pengertian Struktur Pengendalian Intern

Pengendalian menurut SAK (IAI, 1994:12.1) adalah wewenang untuk mengatur dan menentukan kebijakan keuangan dan operasi dari suatu kegiatan usaha dengan tujuan untuk mendapat manfaat dari kegiatan tersebut. Definisi tersebut menunjukkan bahwa suatu struktur pengendalian intern yang baik akan berguna untuk melindungi aktiva, meneliti ketepatan dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, mendorong efisiensi operasi dan menjamin dipatuhinya kebijakan perusahaan (Bambang Hartadi, 1997:175).

Di Amerika Serikat penerapan pengendalian intern dalam organisasi merupakan keharusan karena dinyatakan dalam undang-undang, yaitu yang disebut dengan the Foreign corrupt

Practices Act tahun 1977.Oleh karena itu tidak mengherankan apabila The American Institute of Certifield Public Accountants (AICPA) dalam statement on Auditing Standard No.1,

mendefinisikan pengendalian intern menjadi dengan mendasarkan pada undang-undang tersebut dalam bentuk sebagai berikut :

Pengendalian intern terdiri dari rencana organisasi serta seluruh metode koordinasi dan pengukuran yang diterapkan oleh perusahaan untuk menjaga aktivanya, menguji keakuratan dan keandalan data akuntansinya, mendukung efisiensi operasional serta mendorong dipatuhinya kebijakan-kebijakan manajerial yang telah ditetapkan (AICPA,Statements on Auditing Standards No.1,para.320.08.)

(6)

Struktur pengendalian intern yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik pada SA 319 paragraf 06, adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:

1) Keandalan pelaporan keuangan. 2) Efektivitas dan efisiensi operasi.

3) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

2.1.2.2 Tujuan Struktur Pengendalian Intern

Menurut Ikatan Bankir Indonesia (2014:458) struktur pengendalian intern bertujuan untuk mengamankan harta kekayaan, meyakini akurasi dan keandalan data akuntansi, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya secara ekonomis dan efisien serta mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan. Dalam usaha perbankan yang melibatkan dana dari masyarakat luas, ruang lingkup pengendalian intern bank meliputi juga aspek-aspek yang mampu menjamin keamanan dana yang disimpan oleh masyarakat dan pihak kegita lainnya.

Sedangkan menurut Naja (2006:221-222) tujuan utama dan pengendalian intern adalah untuk memastikan:

1) Pengamanan dana masyarakat, auditor intern harus menilai kehandalan sistem yang telah ditetapkan dalam mengamankan dana yang dihimpun bank dan masyarakat yang meliputi depsito, giro, tabungan serta dana pihak ketiga lainnya.

2) Pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan operasional yang telah ditetapkan. Auditor intern harus menilai sejauh mana tujuan dan sasaran kegiatan operasional tertentu telah dicapai secara konsisten sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hubungan ini, antara lain auditor intern harus mampu menilai kewajaran perkembangan usaha bank baik potensi maupun kendala yang mempengaruhinya.

3) Pemanfaatan sumber daya secara ekonomis dan efisien. Auditor intren harus menilai sejauh mana sumber daya telah dimanfaatkan secara ekonomis dan efisien. Untuk itu antara lain diperlukan penilaian atas efesiensi, efektivitas dan keamanan kegiatan operasional tertentu seperti kegiatan komputerisasi. Selain itu auditor intern harus menilai pemanfaatan sumber daya serta fasilitas yang kurang dimanfaatkan atau suatu pekerjaan yang dinilai kurang produktif.

4) Kebenaran dan keutuhan informasi, auditor intern harus menilai kebeneran dan keutuhan dari informasi keuangan dan kegiatan operasional termasuk pencatatam kewajiban bank dan rekening administratif. Tujuan penilaian terhadap informasi dimaksud adalah memastikan bahwa informasi tersebut akurat, handal, tepat waktu, lengkap dan berguna baik kepentingan bank, masyarakat.

5) Kepatuhan terhadap kebijkan, rencana, prosedur, hukum dan peraturan. 6) Pengamanan harta kekayaan.

2.1.2.3 Cakupan Struktur Pengendalian Intern Perkreditan

Menurut Suyatno, dkk (2007:200) struktur pengendalian intern di bidang perkreditan sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut:

1) Prinsip pengawasan ganda harus diterapkan pada setiap tahap proses pemberian kredit yang mengandung kerawanan terhadap penyalahgunaan dan/atau yang dapat menimbulkan kerugian keuangan bank.

2) Perlindungan pisik terhadap surat berharga dan kekayaan bank yang terkait dengan perkreditan harus memadai.

3) Adanya mekanisme bahwa setiap pelanggaran terhadap KPB dan prosedur pelaksanaan kredit dapat segera diketahui atau dilaporkan kepada direksi atau pejabat yang berwenang.

(7)

2.1.2.4 Unsur-Unsur Pengendalian Intern

Pengendalian internal sebagaimana yang didefinisikan oleh COSO di atas, memiliki 5 (lima) komponen, yaitu :

1) Lingkungan Pengendalian (Control Envrinment)

Lingkungan pengendalian merupakan dasar dari semua komponen pengendalian intern lainnya yang menyediakan disiplin dan struktur. Pembahasan secara singkat dari masing-masing faktor lingkungan pengendalian tersebut adalah sebagai berikut :

a) Integritas dan nilai etika

Pentingnya integritas dan nilai etika di antara semua personel dalam organisasi dapat dilakukan dengan cara, menjaga komunikasi dengan karyawan dan memberikan bimbingan dan mengurangi insentif yang dapat mengarahkan individu untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum.

b) Komitmen terhadap kompetensi

Komitmen terhadap kompetensi (commitment to competence) mencakup pertimbangan manajemen mengenai pengetahuan dan keahlian yang diperlukan, dan bauran dari intelegensi, pelatihan, dan pengalaman yang diperlukan untuk mengembangkan kompetensi tersebut.

c) Partisipasi dewan komisaris atau komite audit

Kesadaran pengendalian entitas sangat dipengaruhi oleh dewan komisaris dan komite audit. Bagaimana mereka melakukan tanggung jawab pengawasan memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan pengendalian.

d) Filosofi dan gaya operasi manajemen

Banyak karakteristik yang dapat membentuk bagian dari filosofi dan gaya operasi manajemen (management sphilosophy and operating style) dan memiliki dampak terhadap lingkungan pengendalian. Karakteristik tersebut meliputi :

1) Pendekatan untuk mengambil dan memonitor risiko bisnis. 2) Mengandalkan pada pertemuan informal secara langsung. 3) Sikap dan tindakan terhadap pelaporan keuangan.

4) Pemilihan secara selektif atau agresif dari prinsip-prinsip akuntansi yang tersedia. 5) Kesadaran dan konservatisme dalam mengembangkan estimasi akuntansi.

6) Kesadaran dan pemahaman terhadap risiko yang dihubungkan dengan teknologi informasi.

7) Sikap terhadap pemrosesan informasi dan fungsi akuntansi serta personel. e) Struktur organisasi

Struktur organisasi berkontribusi terhadap kemampuan suatu entitas untuk memenuhi tujuan dengan menyediakan kerangka kerja menyeluruh atas perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pemantauan aktivitas suatu entitas

f) Penetapan wewenang dan tanggung jawab

Penetapan wewenang dan tanggung jawab (assignment of authority and responsibility) merupakan perpanjangan dari pengembangan suatu struktur organisasi. Hal ini menyangkut tentang bagaimana dan kepada siapa kewenangan dan tanggungjawab diberikan.

g) Kebijakan dan praktik sumberdaya manusia.

Suatu konsep fundamental dari pengendalian intern yang disebutkan sebelumnya adalah bahwa pengendalian intern dilaksanakan atau diimplementasikan oleh orang. Oleh karena itu, agar pengendalian intern efektif, adalah penting menerapkan kebijakan dan prosedur sumber daya manusia (human resources policies and procedures) yang diharapkan akan menjamin bahwa personel entitas memiliki tingkat integritas, nilai etika dan kompetensi yang diharapkan.

2) Penilaian Risiko (Risk Assessment)

Penilaian Risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi, analisis, dan pengelolaan risiko suatu entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang

(8)

disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penilaian risiko BPR tidak hanya menyangkut ketaatan terhadap metode pelaporan, tetapi lebih luas lagi meliputi risiko usaha yang dihadapi oleh BPR (Suartana, 2009:21).

3) Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen yang berkenaan dengan risiko telah dilaksanakan untuk pencapaian tujuan perusahaan. Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan diaplikasikan pada berbagai tingkatan organisasional dan fungsional. Menurut Suartana (2009:22) aktivitas pengendalian dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan berikut ini :

a) Telaah kinerja.

Aktivitas pengendalian ini mencakup telaah atas kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran. Melalui realisasi akan dapat dilihat terjadinya penyimpangan atau tidak, apabila terjadi penyimpangan dicarikan akar penyebabnya dan menjadi umpan balik untuk perbaikan di masa mendatang.

b) Pengolahan informasi.

Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk memastikan ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Pengendalian umum mencakup pengendalian atas operasi pusat data dan pemeliharaan perangkat lunak sistem. Pengendalian aplikasi membantu menetapkan bahwa transaksi adalah sah, diotorisasi semestinya, dan diolah secara lengkap dan akurat.

c) Pengendalian fisik.

Aktivitas ini mencakup keamanan fisik aktiva, termasuk penjagaan memadai seperti fasilitas terlindungi, dari akses terhadap aktiva dan catatan dan otorisasi terhadap transaksi yang ada.

d) Pemisahan fungsi.

Pembebanan tanggung jawab kepada orang yang berbeda untuk memberikan otorisasi transaksi, pencatatan transaksi, menyelenggarakan penyimpanan aktiva ditujukan untuk mengurangi kesempatan bagi seseorang dalam posisi untuk berbuat kecurangan dan menyembunyikan kekeliruan dan ketidakberesan. Pemisahan fungsi-fungsi seperti administratif, operasional, dan fungsi penyimpanan mutlak dilakukan oleh BPR. 4) Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Sistem informasi dan komunikasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, adalah sistem informasi dan komunikasi yang memasukkan sistem akuntansi (accounting sistem). Sistem akuntansi tersebut, terdiri dari metode-metode dan catatan-catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis, mengklasifikasi, mencatat, dan melaporkan transaksi-transaksi. Sejalan dengan itu, maka fokus utama kebijakan dan prosedur pengendalian yang berkaitan dengan sistem akuntansi adalah transaksi-transaksi harus ditangani dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mencegah salah saji dalam asersi manajemen di laporan.

5) Pemantauan (Monitoring Activities)

Pemantauan (monitoring) adalah suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian intern pada suatu berkelanjutan dan melalui pengevaluasian periodik secara terpisah. Monitoring menjamin bahwa pengendalian intern terus beroperasi secara efektif. Oleh karena itu proses penilaian oleh personil yang tepat terhadap rancangan dan operasi kontrol dapat dilakukan secara terjadwal dan dapat dilakukan pengambilan tindakan yang tepat.

Hubungan tujuan pengendalian internal dengan lima komponen pengendalian internal seperti dalam COSO, (2013 : 5), seperti ada hubungan langsung antara 3 tujuan (operasi, kepatuhan dan pelaporan) yang hendak dicapai entitas dengan 5 komponen pengendalian internal (lingkungan pengendalian, penilaian risiko, sistem informasi, aktivitas pengendalian dan pemantauan). Dan semua komponen dan tujuan yang ada, menaungi seluruh tingkat

(9)

struktur organisasi (divisi, unit operasi, fungsi dan lainnya). Ketiga ketegori tujuan tersebut (operasi, pelaporan dan ketaatan) diwakili oleh kolom, kemudian kelima komponen pengendalian diwakili oleh baris sedangkan struktur organisasi entitas ditunjukkan oleh ketiga dimensinya.

Dalam Tunggal, Widjaja, 2016 : 18, menurut Theodorus M. Tuanakotta, pengendalian internal secara luas dapat dikategorikan ke dalam pengendalian pervasif (pervasive controls) atau pengendalian di tingkat entitas (entity-level controls) dan pengendalian spesifik (specific controls) atau pengendalian transaksional (transactional controls). Berikut penjelasan dan perbedaan dua kategori tersebut.

1. Pengendalian internal pervasif

Pengendalian pervasif berurusan dengan governance dan general management. Tujuannya adalah menciptakan lingkungan pengendalian secara menyeluruh (overall

environment control) yang memberikan “tone at the top”. Sifatnya mengayomi,

memayungi, meneladani. Proses pengendalian dalam kategori ini mencakup sumber daya manusia, penanganan kecurangan, risk assessment dan masalah management

override, general IT management, pembuatan financial information (termasuk laporan

keuangan dan estimasi yang mendasarinya) dan pemantauan berjalan terhadap operasi entitas. Dalam entitas kecil, pengendalian ini umumnya dan terutama berhubungan dengan sikap manajemen terhadap integritas dan pengendalian. Pemahaman yang baik mengenai unsur-unsur pengendalian internal pervasif memberikan dasar yang kuat untuk menilai pengendalian yang relevan terhadap pelaporan keuangan di tingkat transaksional (tingkat proses bisnis).

2. Pengendalian internal spesifik/ transaksional

Pengendalian transaksional adalah pengendalian atau proses yang spesifik dirancang agar:

a. Transaksi dicatat dengan benar untuk membuat laporan keuangan

b. Catatan pembukuan dibuat cukup rinci untuk mencerminkan secara benar dan wajar semua transaksi dan penggunaan aset

c. Penerimaan dan pengeluaran hanya dibuat jika ada persetujuan manajemen d. Akuisisi/ pembelian, penggunaan, atau penghapusan aset dicegah atau terdeteksi

dengan cepat.

Proses pengendalian transaksional mencakup transaksi rutin dan transaksi non rutin. Kerangka ini menetapkan tujuh belas prinsip yang mewakili konsep-konsep dasar terkait dengan masing-masing komponen. Karena prinsip-prinsip ini diambil langsung dari komponen, entitas dapat mencapai pengendalian internal yang efektif dengan menerapkan semua prinsip. Semua prinsip berlaku untuk operasi, pelaporan, dan tujuan kepatuhan.

2.1.3 Efisiensi Penyaluran Kredit 2.1.3.1 Pengertian Kredit

Perkataan “kredit” berasal dari bahasa Latin “credo” yang berarti “saya percaya” yang merupakan kombinasi dari bahasa Sanskerta cred yang artinya “kepercayaan”, dan bahasa Latin do yang artinya “saya tempatkan” (Hariyani, 2010:9). Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan (Mahmoedin, 2004:2).

Kredit didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setalah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan (Undang-Undang No. 10 Tahun 1998).

(10)

Sedangkan menurut Komarruddin (2004:15) kredit adalah kemampuan untuk melakukan suatu pembelian atau suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan, ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.

Menurut Kasmir (2010:75) “Risiko kredit akibat dari kredit kredit yang tidak tertagih dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian (jangka waktu)”. Jadi risiko kredit merupakan akibat dari adanya pemberian kredit kepada nasabah yang tidak mampu membayar sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan pihak bank. Berikut adalah indikator dari risiko kredit adalah :

𝐶𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝑅𝑖𝑠𝑘 = 𝑁𝑜𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑔 𝐿𝑜𝑎𝑛

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑥 100%

2.1.3.2 Fungsi dan Tujuan Kredit

Kredit mempunyai fungsi dan tujuan, menurut Kasmir (2014:89) kredit memiliki fungsi , yaitu:

1) Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang hanya disimpan saja tidak menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit. 2) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

3) Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh pihak bank akan dapat digunakan oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.

4) Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar.

5) Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian kredit dapat pula membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa negara.

6) Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi nasabah yang memiliki modal yang pas-pasan.

7) Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan akan semakin baik terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat pula mengurangi pengangguran. Di samping itu, masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat meningkatkan pendapatannya dengan membuka warung atau menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya.

8) Untuk meningkatkan hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si penerima kredit dengan pemberi kredit. Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya.

Sedangkan menurut Komaruddin (2004:169) tujuan dan fungsi kredit adalah: 1) Kredit dapat memajukan arus alat tukar dan barang.

2) Kredit dapat mengaktifkan alat pembayarabn. 3) Kredit dapat dijadikan alat pengendali harga.

(11)

4) Kredit dapat menciptakan alat pembayaran baru.

5) Kredit dapat mengaktifkan faedah-faedah atau kegunaan potensi-potensi yang ada.

2.1.3.3 Unsur-Unsur Kredit

Unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah (Suyatno, dkk, 2007:14): 1) Kepercayaan

Kepercayan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa akan yang akan datang.

2) Waktu

Waktu yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.

3) Degree of risk

Degree of risk yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya

jangka waktu yang memisahkan pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidakteraturan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur sisiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

4) Prestasi

Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan.

2.1.3.4 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit

Prinsip-prinsip pemberian kredit menurut Hariyani (2010:34), yaitu 5c :

1) Character

Yaitu sifat-sifat si calon debitur seperti kejujuran, perilaku, dan ketaatan. Guna mendapatkan data mengenai karakter debitur tersebut maka bank dapat melakukannya dengan cara mengumpulkan dari refrensi bank lainnya

2) Capital (Permodalan)

Hal yang menjadi perhartian dari segi permodalan ini yaitu tentang bedar dan struktrur modal termasuk kinerja hasil dari modal itu sendiri dari perusahaan apabila debiturnya merupakan perusahaan, dan segi pendapatannya apabila debiturnya merupakan perorangan.

3) Capacity (Kemampuan)

Perhatian yang diberikan terhadap kemampuan debitur yaitu menyangkut kepemimpinan dan kinerjanya dalam perusahaan.

4) Collateral (Agunan)

Kemampuan si calon debitur memberikan agunan yang baik serta memiliki nilai baik secara hukum maupun secara ekonomi.

5) Condition of economy (Kondisi perekonomian)

Segi kondisi yang sangat cepat berubah, adapun yang menjadi perhatiannya meliputu kebijkan pemerintah, politik, segi budaya dan segi lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi itu sendiri.

2.1.3.5 Regulasi Perkreditan dan Pedoman Perkreditan

Menurut Hariyani (2010:12) regulasi perkreditan di sektor perbankan secara nasional di atur dalam UU Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia. Di samping itu, pengaturan perkreditan juga diatur secara internal di masing-masing bank dalam bentuk Pedoman Perkreditan atau

(12)

Peraturan Perkreditan. UU Perbankan (UU 10/1998) Pasal 8 Ayat (2) secara tegas menerapkan Pedoman Perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

2.1.3.6 Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Pokok

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil, yang diikuti dengan pejanjian jaminan sebagai assessornya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti “riil” adalah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh pihak bank kepada debitur. Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan umumnya berbentuk perjanjian baku (standard contract), karena bentuk perjanjiannya telah disediakan pihak bank sebagai kreditor, sedangkan pihak debitur hanya memperlajari dan memahami dengan baik. Dalam perjanjian baku, pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan melakukan negosiasi atau tawar-menawar (Hariyani, 2010:19).

2.1.3.7 Kebijakan Perkreditan

Menurut Mulyono (1993) menetapkan kebijaksanaan perkreditan terdapat 3 (tiga) asas pokok yang harus diperhatikan:

1) Asas Likuiditas

Suatu asas yang mengharuskan bank untuk tetap dapat menjaga tingkat likuiditasnya, karena suatu bank yang tidak likuid akibatnya akan sangat parah yaitu hilangnya kepercayaan dari nasabahnya atau dari masyarakat luas.

2) Asas Solvabilitas

Usaha pokok perbankan yaitu menerima simpanan dana dari masyarakat dan disalurkan dalam bentuk kredit.

3) Asas Rentabilitas

Sebagaimana halnya pada setiap kegiatan usaha akan selalu mengharapkan akan memperoleh laba, baik untuk mempertahankan eksistensinya maupun untuk keperluan untuk mengembangkan dirinya.

2.1.3.8 Jaminan dan Kelayakan Kredit

Jaminan kredit menurut bank, merupakan sumber kedua pembayaran kembali kredit dan bunga yang tertunggak. Sumber pertama pembayaran kembali kredit adalah dana intern perusahaan terutama keuntungan dan dana penyusutan. Bila debitur gagal memenuhi kewajiban keuangannya kepada bank dari sumber pembayaran pertama, maka harta mereka yang dijamin akan dipergunakan sebagai gantinya (Sutojo, 2000).

Sedangkan menurut Sutojo (1995) Bank akan meluluskan permintaan kredit yang diajukan oleh calon debitur tergantung dari hasil pertimbangan berikut ini :

1) Faktor intern bank

Sebelum mengambil keputusan untuk meluluskan permintaan kredit (terutama dalam jumlah besar) terlebih dahulu bank akan mameriksa kondisi intern operasi dan keuangan dewasa ini, dua tiga tahun terakhir, serta prospek masa depan.

2) Kredibilitas

Bank akan lebih bersemangat dalam bekerja sama dengan investor, apabila mitra usaha mereka dapat menunjukan kemampuan mengelola proyek yang akan dibangun dengan bank.

3) Prospek masa depan proyek

Masa depan sebuah proyek dapat diharapkan akan cerah, bila proyek tersebut dapat memenuhi kriteria berikut ini :

a) Dikelola oleh manajemen yang profesional.

b) Didukung oleh sumber daya manusia yang dapat menjalankan operasi proyek dengan baik.

(13)

4) Dapat memasarkan hasil produksi tersebut secara menguntungkan

2.1.4 Hubungan Antar Variabel

2.1.4.1 Hubungan Lingkungan Pengendalian dengan Efisiensi Penyaluran Kredit

Lingkungan pengendalian adalah atmosfir dimana manajemen dan karyawan melaksanakan kegiatannya dan menunaikan tanggung jawabnya untuk mengendalikan organisasi. Lingkungan pengendalian yang efektif adalah lingkungan dimana terdapat orang-orang yang kompeten yang memahami tanggung jawabnya dan batasan atas wewenang, mengetahui, menghayati dan memiliki komitmen untuk melakukan hal-hal yang tepat dengan cara yang benar, dan mempunyai komitmen untuk mengikuti kebijakan, prosedur, dan standar etika organisasi (Riski, 2012).

Lingkungan pengendalian yang memadai dan kondusif tentunya mampu memberikan efisiensi dalam melakukan kegiatan. Hal tersebut berlaku pada kegiatan penyaluran kredit kepada nasabah. Pengendalian yang dilakukan dengan sistematis tentunya akan menghasilkan penyaluran kredit yang efisiensi dan mampu menghindari kerugian akibat adanya ketelitian dalam melakukan survei, perhitungan dan manajemen kredit dengan baik.

2.1.4.2 Hubungan Penilaian Risiko dengan Efisiensi Penyaluran Kredit

Penilaian Risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi, analisis, dan pengelolaan risiko suatu entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penilaian risiko BPR tidak hanya menyangkut ketaatan terhadap metode pelaporan, tetapi lebih luas lagi meliputi risiko usaha yang dihadapi oleh BPR (Suartana, 2009:21).

Penilaian risiko yang tepat tentunya akan menghasilkan efisiensi dalam penyaluran kredit karena penilaian risiko yang relevan dengan pelaporan keuangan keuangan yang mencakup berbagai peritiwa dan keadaan internal maupun eksternal yang terjadi secara negatif dan mampu memberikan dampak pada kemampuan entitas untuk mencatat, mengelola dan melaporkan data secara konsisten.

2.1.4.3 Hubungan Aktivitas Pengendalian dengan Efisiensi Penyaluran Kredit

Aktivitas pengendalian (control activities) merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan yang berkenaan dengan risiko telah diambil untuk pencapaian tujuan entitas. Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan diaplikasikan pada berbagai tingkatan organisasional dan fungsional.

Aktivitas pengendalian dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan seperti, telaah kinerja, pengelolaan informasi, pengendalian fisik dan pemisahan fungsi. Tingkat aktivitas terhadap pengandalian internal tentunya akan memberikan menghasilkan tingkatan organisasional dan fungsional secara optimal. Tingkatan organisasional secara fungsional dan optimal inilah yang akan menghasilkan efisiensi dalam melakukan penyaluran kredit.

2.1.4.4 Hubungan Informasi dan Komunikasi dengan Efisiensi Penyaluran Kredit

Menyusun hingga melakukan kegiatan pelaporan keuangan tentunya membutuhkan suatu kegiatan koordinasi secara sistematis dan memadai. Koordinasi merupakan salah satu kegiatan yang dapat dikatakan kondusif karena memuat berbagai informasi dan komunikasi berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Sejalan dengan itu, maka fokus utama kebijakan dan prosedur pengendalian yang berkaitan dengan sistem akuntansi ialah bahwa transaksi-transaksi harus ditangani dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mencegah salah saji dalam asersi manajemen di laporan keuangan.

Menurut Ruzanna (2013) efisiensi dalam melakukan penyaluran kredit tentunya juga membutuhkan suatu informasi dan komunikasi yang akurat. Hal ini tentunya akan meningkatkan kinerja dibagian manajemen yang berfokus pada kegiatan penyaluran kredit kepada nasabah.

(14)

2.1.4.5 Hubungan Pemantauan dengan Efisiensi Penyaluran Kredit

Menurut COSO (2013) pemantauan (monitoring) adalah suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian internal pada suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian rancangan dan pengoperasian pengendalian dengan dasar waktu dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Kegiatan pemantauan dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk menilai dan mengevaluasi secara periodik

Pemantauan sendiri menjamin pengendalian internal secara optimal. Adanya pemantauan secara rutin tentu akan meningkatkan efisiensi dalam melaksanakan kegiatan yang dibutuhkan oleh pihak manajemen. Semakin baik pemantauan yang dilakukan akan menghasilkan efisiensi dalam melakukan penyaluran kredit, selain itu pemantauan yang dilakukan secara berkala akan menunjang terjadinya kerugian yang sangat kecil.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Berikut ini merupakan hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan tema yang serupa.

1) Hartati (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengendalian Intern Piutang Usaha Pada PT SFI Medan. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengendalian intern piutang usaha yang dilakukan PT SFI Medan. Penelitian ini menggunakan uji kualitatif terhadap kuesioner pengendalian intern piutang usaha yang mengacu pada kerangka kerja COSO pada unsur-unsur pengendalian intern. Hasil pengujian menunjukan bahwa dari unsur-unsur pengendalian intern menurut kerangka kerja COSO, Unsur penentuan resiko dan unsur aktivitas kurang efektif, sedangkan unsur lingkungan, unsur informasi komunikasi, serta unsur pemantauan cukup efektif.

2) Husnan (2010) meneliti tentang Pengaruh Independensi, Keahlian Profesional, dan Pengalaman Kerja Pengawas Intern Terhadap Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern Pada Koperasi Wanita “Setia Bhakti Wanita” Di Surabaya. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Hipotesis yang menyatakan bahwa diduga independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja pengawas intern berpengaruh terhadap efektivitas penerapan struktur pengendalian intern pada Koperasi Wanita “Setia Bhakti Wanita”, teruji kebenarannya.

3) Purnamadewi (2010) meneliti mengenai Pengaruh Efektivitas Struktur Pengendalian Internal Pada Kinerja Perkreditan Pada Lembaga Perkreditan Desa di Kecamatan Denpasar Utara. Dalam penelitian tersebut yang menjadi pokok permasalahannya adalah: (1) apakah struktur pengendalian internal yang terdiri dari lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur pengendalian secara simultan berpengaruh terhadap kinerja perkreditan pada LPD di Kecamatan Denpasar Utara, (2) apakah struktur pengendalian internal parsial berpengaruh pada kinerja perkreditan pada LPD di Kecamatan Denpasar Utara. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi linear berganda. Dalam penelitian tersebut, kinerja perkreditan diperoleh melalui perhitungan rasio Return on Assets (ROA). Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa struktur pengendalian internal yang terdiri dari lingkungan pengendalian (X1), sistem akuntansi (X2), dan prosedur pengendalian (X3), berpengaruh secara simultan terhadap kinerja perkreditan pada LPD di Kecamatan Denpasar Utara. Variabel prosedur pengendalian secara parsial berpengaruh tetapi variabel lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi tidak berpengaruh secara parsial pada kinerja perkreditan LPD.

4) Dewi (2012) meneliti mengenai Analisis Penerapan Struktur Pengendalian Intern terhadap Prosedur Pemberian Pembiayaan untuk Meningkatkan Pencegahan Pengembalian Macet yang diberikan oleh Bank BNI Syariah Cabang Semarang.

(15)

Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis kualitatif, dilakukan dengan wawancara berdasarkan pokok-pokok kebijakan pembiayaan dari Bank Indonesia dan kuesioner yang memuat komponen-komponen pengendalian intern yang terdiri dari lingkungan pengendalian, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Berdasarkan hasil analisis tersebut, disimpulkan bahwa pembiayaan yang mengalami pengembalian macet pada Bank BNI syariah cabang Semarang mencapai tiga persen selama periode tahun 2011 hal ini tidak disebabkan kurang efektifnya sistem pengendalian intern yang diterapkan dalam pemberian pembiayaan melainkan karena faktor-faktor lain seperti hal yang tidak dapat diduga sebelumnya baik pihak manajemen maupun nasabah yaitu faktor lingkungan dan faktor keadaan nasabah.

5) Martini (2012) meniliti tentang Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern dan Keahlian Badan Pengawas terhadap Efisiensi Penyaluran Kredit pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kota Denpasar. Struktur pengendalian intern sebagai variabel moderasi. Variabel yang digunakan Efisiensi penyaluran kredit. Teknik yang digunakan analisis Moderated Regression Analysis (MRA). Hasil penelitian ini adalah Struktur pengendalian intern mempengaruhi efisiensi penyaluran kredit.

6) Dianawati (2013) Meneliti tentang “Pengaruh Independensi, Keahlian Professional, dan Pengalaman Kerja Auditor Internal Terhadap Efektivitas Struktur Pengendalian Internal Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar” Pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi dan kuisioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa independensi, keahlian professional, dan pengalaman kerja auditor internal (badan pengawas) berpengaruh positif terhadap efektivitas struktur pengendalian internal pada Bank Perkreditan Rakyat di kabupaten Gianyar.

7) Usman (2013) meneliti Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Perusahaan pada PT. MNC Sky Vision cabang Gorontalo. Variabel yang digunakan Sistem Pengendalian Intern dan Kinerja. Teknik analisis data yang digunakan analisis regresi sederhana, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem Pengendalian Intern berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.

8) Amriassyifa (2013) Meneliti tentang “Pengaruh Faktor Prosedur Audit Internal Terhadap Efektivitas Pemberian Kredit Pada Bank Perkreditan Rakyat (studi empiris Bank Perkreditan Rakyat di kabupaten Gianyar)”.Penelitian ini bersifat kuantitatif dan menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komponen dari prosedur internal audit yang terdiri dari perencanaan audit, pengujian dan pengevaluasian informasi, penyampaian hasil audit, dan tindak lanjut hasil audit berpengaruh positif terhadap variable efektivitas pemberian kredit. Penelitian ini hanya menggunakan kuisioner dan darta sekunder yang berkaitan dengan sejarah objek penelitian sebagai alat pengumpulan data

9) Firmansyah (2013) dengan Analisis Sistem Pengendalian Internal Terhadap Pemberian Kredit pada PT BPR Armindo Kencana. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah pada PT BPR Armindo Kencana sudah berjalan dengan baik, namun pada struktur organisasi pada PT BPR Armindo Kencana tidak terdapat bagian penagihan, dan pada PT BPR Armindo Kencana memiliki karyawan yang baik dan sesuai dengan bidangnya.

10) Papalangi (2013) meneliti tentang Penerapan SPI dalam menunjang Efektivitas Pemberian Kredit UKM Pada PT. BRI (Persero) Tbk Manado. Data yang digunakan dalam penelitian ini data kualitatif. Metode analisis yang digunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan sistem pengendalian internal yang diterapkan telah memenuhi sebagian besar unsur-unsur pengendalian internal. BRI memiliki sistem pengendalian internal dalam perkreditan untuk mencegah adanya penyalahgunaan wewenang. BRI menerapkan persyaratan tertentu untuk menjamin keamanan atas kredit usaha tersebut. Hal-hal tersebut membuktikan bahwa sistem pengendalian internal pada

(16)

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Manado telah sesuai dengan teori yang ada sehingga dapat mendorong tercapainya pemberian kredit yang efektif.

11) Herman (2014) meneliti tentang Pengaruh Keadilan Organisasi dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kecurangan (Studi Empiris pada Kantor Cabang Utama Bank Pemerintah di Kota Padang). Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian membuktikan bahwa: 1) Keadilan organisasi berpengaruh signifikan negatif terhadap kecurangan, dan 2) Sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan negatif terhadap kecurangan. Dalam penelitian ini disarankan: 1) Untuk peneliti berikutnya yang tertarik meneliti judul yang sama sebaiknya menambahkan variabel lain, karena dari model penelitian yang digunakan, diketahui bahwa variabel penelitian yang digunakan hanya dapat menjelaskan sebesar 22%. 2) Bagi kantor cabang utama bank pemerintah di Kota Padang disarankan untuk lebih meningkatkan keadilan dan sistem pengendalian intern dalam perusahaan agar dapat mencegah terjadinya tindak kecurangan. Selain itu, sistem pengendalian intern harus diberlakukan untuk semua sumber daya manusia yang ada di perusahaan.

12) Saraswati (2014) meneliti tentang Pengaruh Struktur Pengendalian Intern Terhadap Kelancaran Pemberian Kredit Pada Koperasi Simpan Pinjam Di Kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dalam penentuan sampel, dan ada 34 sampel yang memenuhi kriteria. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda untuk teknik analisis datanya, dimana hasil penelitian menunjukkan variabel lingkungan pengendalian dan informasi komunikasi berpengaruh positif terhadap kelancaran pemberian kredit sedangkan penilaian risiko, aktivitas pengendalian dan pemantauan tidak berpengaruh terhadap kelancaran pemberian kredit pada koperasi simpan pinjam di Kota Denpasar.

13) Maharani (2014) meneliti tentang Pengaruh Efektivitas Struktur Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Perkreditan Pada Bank Perkreditan Rakyat Di Kota Denpasar. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa struktur pengendalian intern pada BPR di Kota Denpasar telah diterapkan dengan baik dan berada pada kriteria efektif dengan angka 40,90%. Nilai ini dihitung dengan menggunakan skala likert dan yang diambil kesimpulan adalah hasil perhitungan yang paling besar dari kriteria yang dipakai. Struktur pengendalian intern secara simultan menunjukkan lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi & komunikasi, serta pemantauan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perkreditan, dengan Adjust R2 =0,808 yang berarti kinerja perkreditan pada BPR dapat dijelaskan oleh variabel lingkungan pengendalian, penaksiram risiko, aktivitas pengendalian, informasi & komunikasi, serta pemantauan sebesar 80,8%. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa lingkungan pengendalian, informasi & komunikasi, serta pemantauan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perkreditan, sedangkan penaksiran risiko dan aktivitas pengendalian tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perkreditan.

14) Herawati (2014) meneliti tentang Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Hasil analisis ini menunjukkan pengaruh sistem pengendalian intern berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah sebesar 83%. Secara parsial, lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Tetapi, hanya lingkungan pengendalian, penilaian resiko, dan informasi dan komunikasi yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.

15) Ekaulandari (2015) meneliti mengenai Pengaruh Penaksiran Resiko, Informasi dan Komunikasi, Aktivitas Pengendalian, Pemantauan, Lingkungan Pengendalian Pada Efektivitas Sistem Pemberian Kredit. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan uji interaksi (Moderated Regression Analysis). Berdasarkan hasil

(17)

pengujian mengenai pengaruh penaksiran resiko, informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian, serta pemantauan terhadap efektivitas sistem pemberian kredit dengan lingkungan pengendalian sebagai variabel moderasi pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kabupaten Gianyar, dapat disimpulkan lingkungan pengendalian, penaksiran resiko, informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas sistem pemberian kredit sedangkan pemantauan tidak berpengaruh terhadap efektivitas sistem pemberian kredit.

16) Wahyuni (2015) meneliti mengenai Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern dan Keahlian Profesional Badan Pengawas Pada Efisiensi Pemberian Kredit Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kota Denpasar. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi linear berganda dan analisis linear sederhana. Untuk menghitung efisiensi pemberian kredit digunakan perhitungan provision for loan ratio. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa variabel lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur pengendalian berpengaruh signifikan pada efisiensi pemberian kredit LPD di Kota Denpasar. Dari hasil uji t, variabel lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, prosedur pengendalian, dan keahlian profesional badan pengawas secara parsial berpengaruh pada efisiensi pemberian kredit LPD di Kota Denpasar.

17) Sari (2015) meneliti tentang Pengaruh Pengendalian Intern Terhadap Efektivitas Penyaluran Kredit Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. Sampel yang digunakan sebanyak 34 LPD dengan 68 responden, penentuan sampel menggunakan metode non probability yaitu sampel jenuh. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda, yang didahului dengan uji validitas, uji reliabilitas serta uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolonieritas, dan uji heteroskedastisitas. Hasil pengujian diketahui bahwa pengendalian intern berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penyaluran kredit pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di kecamatan abiansemal kabupaten badung baik secara parsial maupun simultan.

18) Muzamil (2015) Meneliti Analisis Penerapan Sistem Pengendalian Internal Penyaluran Kredit Pada BRI Kota Samarinda (Studi Kasus Di BRI KCP Unit Karang Paci Samarinda). Teknik analisis yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan sistem pengendalian internal penyaluran kredit BRI KCP Unit Karang Paci Samarinda masih terdapat kekurangan dari pemisahan fungsi tugas dan perputaran jabatan.

19) Sukadanayasa (2016) meneliti tentang Pengaruh Komponen Pengendalian Intern Terhadap Keputusan Pemberian kredit Pada Bank Perkreditan Rakyat Di Kabupaten Tabanan, Teknik analisis yang digunakan teknik analisis regresi linear berganda, hasil analisis menunjukkan penaksiran resiko berpengaruh positif terhadap keputusan pemberian kredit pada BPR di Kabupaten Tabanan, informasi dan komunikasi tidak berpengaruh terhadap keputusan pemberian kredit pada BPR di Kabupaten Tabanan, aktivitas pengendalian berpengaruh positif terhadap keputusan pemberian kredit pada BPR di Kabupaten Tabanan, pemantauan berpengaruh positif terhadap keputusan pemberian kredit pada BPR di Kabupaten Tabanan, lingkungan pengendalian berpengaruh positif terhadap keputusan pemberian kredit pada BPR di Kabupaten Tabanan.

20) Suardhikha (2016) yang meneliti tentang pengaruh komponen struktur pengendalian internal terhadap keputusan pemberian kredit pada BPR Tabanan. Penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, dan pemantauan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pemberian kredit, sedangkan informasi dan komunikasi tidak berpengaruh terhadap keputusan pemberian kredit pada BPR.

(18)

BAB III. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir

Menurut Jensen dan Meckling (1976) berbagai penelitian mengenai penyaluran kredit berkembang dengan bertumpu pada agency teori dimana pengelolaan perusahaan diawasi dan dikendalikan, untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Teori ini tidak hanya menguatkan pelaksanaan penyaluran kredit tetapi juga mempertegas lagi bahwa pelaksanaan sistem pengendalian intern perlu ditunjang adanya peranan sistem pengendalian intern dengan terselenggaranya pengendalian intern yang memadai dalam bidang perkreditan berarti menunjukan sikap kehati-hatian dalam tubuh BPR di Kabupaten Badung tersebut. Untuk mampu berperan sebagai badan usaha yang tangguh dan mandiri, BPR melalui usaha pemberian kreditnya harus mampu meningkatkan proses pemberian kredit dan berusaha sebaik mungkin mengurangi resiko kegagalan kredit.

Stuktur pengendalian internal yang terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan sangat berpengaruh pada pemberian dan penyaluran kredit, dimana untuk menentukan besarnya laba BPR. Semakin besar penghasilan yang diperoleh dari pemberian kredit maka akan semakin tinggi pula laba yang diperoleh. Besar kecilnya penghasilan yang diperoleh BPR tergantung dari efisiensi penyaluran kredit yang mengukur sampai sejauh mana kemampuan BPR dalam meningkatkan perolehan laba melalui pengelolaan kreditnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam kerangka berpikir sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern Terhadap Efisiensi Penyaluran Kredit pada BPR di Kabupaten Badung

3.2 Rumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara,

Lingkungan Pengendalian (X1)

Penilaian Resiko (X2)

Aktivitas Pengendalian (X3)

Informasi dan Komunikasi (X4)

Pemantauan (X5)

Efisiensi Penyaluran Kredit

(19)

karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2015:93). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

6. Pengaruh lingkungan pengendalian terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

Lingkungan pengendalian menentukan arah perusahaan dan mempengaruhi kesadaran pengendalian pihak manajemen dan karyawan. Faktor-faktor lingkungan pengendalian tersebut seperti: integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi, penetapan wewenang dan tanggungjawab, dan kebijakan dan praktik sumber daya manusia.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wahyuni (2015) dan Saraswati (2014) menunjukkan bahwa lingkungan pengendalian berpengaruh positif. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

H1 : Lingkungan pengendalian berpengaruh positif terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

7. Pengaruh penilaian risiko terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

Menghasilkan efisiensi dalam penyaluran kredit tentu membutuhkan suatu penilaian secara mendalam dan mendetail. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalisirkan risiko dan menurunkan angka kerugian. Penilian risiko ditinjau dari adanya pemeriksaan laporan keuangan yang meliputi identifikasi, analisis hingga pengelolaan risiko suatu entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan secara akurat. Pengendalian risiko juga digunakan sebagai bahan untuk mengetahui tingkar risiko suatu usaha.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sukadanayasa (2016) dan Sari (2015) menunjukkan bahwa penilaian resiko berpengaruh positif. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

H2 : Penilaian resiko berpengaruh positif terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

8. Pengaruh aktivitas pengendalian terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

Aktivitas pengendalian (control activities) merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan yang berkenaan dengan risiko telah diambil untuk pencapaian tujuan entitas. Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan diaplikasikan pada berbagai tingkatan organisasional dan fungsional.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suardikha (2016) dan Sukadanayasa (2016) menunjukkan berpengaruh positif. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

H3 : Aktivitas pengendalian berpengaruh positif terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

9. Pengaruh informasi dan komunikasi terhadap efisiensi penyaluran kredit pada BPR di Kabupaten Badung.

Sistem informasi dan komunikasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, adalah sistem informasi dan komunikasi yang memasukkan sistem akuntansi (accounting sistem). Sistem akuntansi tersebut, terdiri dari metode-metode dan catatan-catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis, mengklasifikasi, mencatat, dan melaporkan transaksi-transaksi.

Gambar

Gambar 3.1  Kerangka Berpikir
Tabel 5.4  Hasil Uji Reliabilitas
Tabel 5.11  Hasil Uji t

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

Changed buildings not extracted by texture extraction In order to compare the methods between the proposed method and the past method, Table 6 shows the extraction results by the

Pengaruh Market Timing Ability, Stock Selection Skill, Expense Ratio dan Tingkat Risiko terhadap Kinerja Reksa Dana Saham di Indonesia” ini sebagai salah satu syarat untuk

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Ahli Madya Program Studi Diploma III Akuntansi Fakultas Ekonomi.

 Digunakan untuk mencatat pengakuan beban perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di luar

DANA PHILANTHROPY OLEH LEMBACA SWADAVA MASYATT{Ii{T DI SUItrATERA BARAT.

Maka dari itu, dirancang sebuah aplikasi pengenalan rambu lalu lintas menggunakan metode fuzzy mamdani berbasis android, yang diharapkan dapat memberi pemahaman dan

Penelitian sebelumnya tentang estimasi parameter model regresi data panel random effect dengan metode generalized least squares ( GLS) yang dilakukan oleh Novi Aulia