• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ARAHAN STRATEGIS NASIONAL BIDANG CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III ARAHAN STRATEGIS NASIONAL BIDANG CIPTA KARYA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

w

B

AB III

ARAHAN STRATEGIS

NASIONAL

BIDANG CIPTA KARYA

3.1 Arahan RTRW Nasional (PP No. 26 Tahun 2008)

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang dijadikan sebagai pedoman untuk:

a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengahnasional,

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional,

d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor,

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, f. Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan g. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), wilayah Kabupaten Buleleng yang termasuk dalam PKW yaitu Kawasan Perkotaan Singaraja dan dan yang termasuk dalam PKL yaitu Kawasan Perkotaan Seririt.

Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPI2-JM Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut:

(2)

a. peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat

b. pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; dan

c. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.

2. Indikasi Program Utama, meliputi:

a. Perwujudan Struktur Ruang Nasional: Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional

 Percepatan Pengembangan Kota-Kota Utama Kawasan Perbatasan - Pengembangan/Peningkatan fungsi

- Pengembangan baru

- Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi

 Mendorong Pengembangan Kota-Kota Sentra Produksi Yang Berbasis Otonomi

Daerah

 Revitalisasi dan Percepatan Pengembangan Kota-Kota Pusat Pertumbuhan Nasonal:

- Pengembangan/Peningkatan fungsi - Pengembangan baru

- Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

 Perwujudan Sistem Jaringan Sumber Daya Air (SDA): - Konservasi SDA,

- Pendayagunaan SDA, dan - Pengendalian Daya Rusak Air

3.2 Arahan RTRW Pulau

Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau merupakan rencana rinci dan operasionalisasi dari RTRWN. Adapun arahan yang harus diperhatikan dari RTR Pulau untuk penyusunan RPI2-JM Kabupaten Buleleng, adalah:

a) Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang antara lain mencakup arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya, serta arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH.

b) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang memberikan arahan batasan wilayah mana yang dapat dikembangkan dan yang harus dikendalikan.

(3)

c) Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah,

persampahan, drainase, RTH, rusunawa, agropolitan, dll.

RTRW Pulau yang terkait dengan wilayah perencanaan yaitu Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali.

Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali berfungsi sebagai pedoman untuk: a. penyusunan rencana pembangunan di Pulau Jawa-Bali;

b. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta

c. keserasian antarsektor di Pulau Jawa-Bali;

d. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Pulau Jawa-Bali;

e. penentuan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Pulau Jawa- Bali; dan

f. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Pulau Jawa-Bali.

3.2.1 Arahan Pengembangan Ruang

A. Arahan Pengembangan Struktur Ruang

1. Arahan Pengembangan sistem perkotan nasional:

a. mengendalikan perkembangan fisik PKN dan PKW untuk menjaga keutuhan lahan pertanian tanaman pangan, salah satunya dilakukan di PKW Singaraja;

b. Pengembangan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan salah satunya dilakukan di PKW Singaraja;

c. Pengendalian perkembangan PKN dan PKW di kawasan rawan bencana dilakukan padakawasan rawan bencana(PKW Singaraja) seperti: gerakan tanah atau tanah longsor, banjir dan gempa bumi;

d. Pengembangan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan di PKW Singaraja;

e. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pamerandi PKW Singaraja dilakukan pada pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan dan pusat pariwisata bahari;

f. Pengembangan PKN dan PKW dengan konsep kota hijau yang hemat energi, air, lahan, dan minim limbah di PKW Singaraja.

(4)

2. Arahan Pengembangan jaringan sumber daya air;

a. Pendayagunaan sumber air berbasis pada WS untuk melayani kawasan perkotaan nasional dan kawasan andalan yang dapat dilakukan melalui kerja sama antardaerah dilakukan pada: WS strategis nasional yang meliputi: WS Bali-Penida (Provinsi Bali) yang melayani PKN Kawasan Perkotaan Sarbagita, PKW Negara, PKW Singaraja, dan PKW Semarapura, serta Kawasan Andalan Bali Utara dan Kawasan Andalan Bali Selatan.

b. Pengembangan dan pemeliharaan bendungan beserta waduknya untuk mempertahankan daya tampung air sehingga berfungsi sebagai pemasok air baku bagi kawasan perkotaan nasional dan kawasan andalan, salah satunya dilakukan di Waduk Gerokgak yang melayani PKW Singaraja dan Kawasan Andalan Bali Utara.

B. Arahan Pengembangan Pola Ruang

1. Arahan Pengembangan kawasan setempat:

a. Pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar danau atau waduk dengan menggunakan teknologi lingkungan, serta pengembangan struktur alami berupa jenis dan kerapatan tanaman dan/atau struktur buatan di sempadan pantai di Kabupaten Buleleng, sempadan sungai di Tukad Banyupoh, Tukad Mendaun, Tukad Banyumala, Tukad Buwus, Tukad Sangsit, Tukad Daya, dan kawasan sekitar danau atau waduk untuk mencegah daya rusak air di Danau Buyan dan Danau Tamblingan dan Waduk Gerokgak 2. Arahan Pengembangan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam,

dan cagar budaya:

a. Rehabilitasi dan pemantapan fungsi atau pengembangan pengelolaan taman nasional dan taman nasional laut, dilakukan di Taman Nasional Bali Barat (Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Buleleng),

b. Rehabilitasi dan pemantapan fungsi atau pengembangan pengelolaan taman wisata alam dan taman wisata alam laut untuk menjamin pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, meliputi rehabilitasi dan pemantapan fungsi Taman Wisata Alam Danau Buyan dan Danau Tamblingan

c. Pelestarian dan pengembangan pengelolaan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan di Kabupaten Buleleng,

(5)

a. Pengendalian perkembangan kawasan peruntukan permukiman secara horizontal dan mengelompok di kawasan perkotaan sedang dan kawasan perkotaan kecil dilakukan di Kabupaten Buleleng,

b. Pengendalian perkembangan kawasan peruntukan permukiman di daerah penyangga serta di sepanjang jaringan jalan arteri primer dan jaringan jalan kolektor primer yang mengindikasikan terjadinya gejala perkotaan yang menjalar (urban sprawl) dilakukan di Kabupaten Buleleng;

c. Pengembangan kawasan peruntukan permukiman berbasis mitigasi dan adaptasi bencana untuk meminimalkan potensi kerugian akibat bencana, meliputi pengembangan kawasan peruntukan permukiman berbasis mitigasi dan adaptasi bencana tanah longsor, banjir dan gempa bumi, gerakan tanah dilakukan di Kabupaten Buleleng.

3.2.2 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Pulau Jawa-Bali digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang Pulau Jawa-Bali.

A. Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Struktur Ruang;

1. Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem perkotaan nasional, meliputi: indikasi arahan peraturan zonasi untuk PKN; dan indikasi arahan peraturan zonasi untuk PKW.

Indikasi arahan peraturan zonasi untuk PKW, meliputi:

a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan guna meningkatkan fungsi industri;

b. pemanfaatan ruang untuk kegiatan pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan;

c. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri kreatif yang berdaya saing dan ramah lingkungan;

d. pemanfaatan ruang untuk kegiatan pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertambangan minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan;

e. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan guna meningkatkan fungsi industri;

f. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan guna meningkatkan fungsi industri;

(6)

g. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri pengolahan dan industri jasa hasil hutan yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan guna meningkatkan fungsi industri;

h. pemanfaatan ruang untuk kegiatan pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;

i. pemanfaatan ruang untuk kegiatan pengembangan konsep kota hijau yang hemat energi, air, lahan, dan minim limbah;

j. pengendalian perkembangan fisik PKW untuk menjaga keutuhan lahan pertanian tanaman pangan;

k. pengendalian perkembangan PKW melalui optimalisasi pemanfaatan ruang secara kompak dan vertikal sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

l. pengendalian perkembangan PKW yang berdekatan dengan kawasan lindung;

m. pengendalian perkembangan PKW di kawasan rawan bencana; n. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman

dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang menengah yang kecenderungan pengembangan ruangnya kearah horizontal dikendalikan;

o. fungsi atau potensi PKW sebagai simpul kedua mendukung kegiatan perdagangan provinsi;

p. fungsi atau potensi PKW sebagai simpul transportasi skala provinsi atau beberapa kabupaten;

q. pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi PKW; dan

r. penerapan ketentuan mengenai pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan terhadap berfungsinya PKW.

2. Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air, terdiri atas:

a. indikasi arahan peraturan zonasi untuk sumber air, meliputi:

- pemanfaatan ruang untuk pendayagunaan sumber air berbasis pada WS guna melayani kawasan perkotaan nasional dan kawasan andalan yang dapat dilakukan melalui kerja sama antardaerah; - pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan imbuhan air tanah

pada CAT;

- pengendalian pendayagunaan sumber air tanah di kawasan pelepasan air tanah pada CAT;

(7)

- pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar WS dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; dan - pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar WS lintas provinsi

secara selaras dengan pemanfaatan ruang pada WS di provinsi yang berbatasan.

b. indikasi arahan peraturan zonasi untuk prasarana sumber daya air, meliputi:

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan dan pemeliharaan bendungan beserta waduknya guna mempertahankan daya tampung air yang menjamin penyediaan air baku bagi kawasan perkotaan nasional dan kawasan andalan;

- pemanfaatan ruang untuk peningkatan fungsi, pengembangan, dan pemeliharaan jaringan irigasi teknis pada DI untuk mempertahankan dan meningkatkan luasan lahan pertanian tanaman pangan; dan

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan prasarana dan sarana air baku untuk melayani kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil berpenghuni.

B. Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Pola Ruang;

1. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat, terdiri atas:

a. indikasi arahan peraturan zonasi untuk sempadan pantai, meliputi: - pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan pantai yang

berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan pantai dengan menggunakan teknologi lingkungan;

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan struktur alami berupa jenis dan kerapatan tanaman dan/atau struktur buatan di sempadan pantai untuk mencegah abrasi atau daya rusak air;

- pemanfaatan ruang untuk penyediaan RTH;

- pemanfaatan ruang untuk pendirian bangunan yang menunjang kegiatan rekreasi pantai dan pemantauan bencana;

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf d; dan

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan. b. indikasi arahan peraturan zonasi untuk sempadan sungai, meliputi:

- pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan sungai yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan sungai dengan menggunakan teknologi lingkungan;

(8)

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan struktur alami berupa jenis dan kerapatan tanaman dan/atau struktur buatan di sempadan sungai untuk mencegah daya rusak air;

- pemanfaatan ruang untuk penyediaan RTH;

- pemanfaatan ruang untuk pendirian bangunan yang menunjang fungsi taman rekreasi dan pemantauan bencana;

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air, - pemanfaatan air, dan/atau prasarana penanggulangan daya rusak

air;

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan yang dapat mengganggu fungsi sempadan sungai; dan

- penetapan lebar sempadan sesuai karakteristik sungai dan fungsional kawasan yang dilintasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan sekitar danau atau waduk, meliputi:

- pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi kawasan sekitar danau atau waduk dengan menggunakan teknologi lingkungan;

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan struktur alami berupa jenis dan kerapatan tanaman dan/atau struktur buatan di kawasan sekitar danau atau waduk untuk mencegah daya rusak air;

- pemanfaatan ruang untuk penyediaan RTH;

- pemanfaatan ruang untuk pendirian bangunan yang menunjang fungsi taman rekreasi;

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air, - pemanfaatan air, dan/atau prasarana penanggulangan daya rusak

air;

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan yang dapat mengganggu fungsi kawasan sekitar danau atau waduk; dan

- penetapan lebar sempadan sesuai karakteristik danau atau waduk dan fungsional kawasan yang dilintasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(9)

2. Indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan cagar budaya, terdiri atas:

a. indikasi arahan peraturan zonasi untuk suaka margasatwa, cagar alam, dan cagar alam laut, meliputi;

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan pengelolaan dan pemertahanan keutuhan suaka margasatwa;

- pemanfaatan ruang untuk pemantapan fungsi atau pengembangan pengelolaan cagar alam dan cagar alam laut;

- pemanfaatan ruang untuk penjagaan (pengawetan) habitat dan keanekaragaman hayati;

- pemanfaatan ruang untuk penelitian dan pendidikan;

- pemanfaatan ruang untuk wisata alam terbatas di suaka margasatwa;

- penerapan ketentuan mengenai pengendalian pemanfaatan ruang untuk zona penyangga;

- penerapan ketentuan mengenai pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan diatas; dan

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada point sebelumnya serta kegiatan yang mengubah bentuk kawasan;

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada point sebelumnya; dan

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan terhadap penanaman tumbuhan dan pelepasan satwa yang bukan merupakan tumbuhan dan satwa endemik kawasan.

b. indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan pantai berhutan bakau, meliputi:

- pemanfaatan ruang untuk pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau untuk perlindungan pantai dari abrasi dan kelestarian biota laut;

- pemanfaatan ruang untuk penjagaan (pengawetan) habitat dan keanekaragaman hayati;

- pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisataalam;

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan pemanfaatan kayu bakau; dan

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan kegiatan yang dapat mengubah, mengurangi luas, dan/atau mencemari ekosistem bakau.

(10)

c. indikasi arahan peraturan zonasi untuk taman nasional dan taman nasional laut, meliputi:

- pemanfaatan ruang untuk pemantapan fungsi atau pengembangan pengelolaan taman nasional dan taman nasional laut;

- pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam tanpa mengubah bentang alam;

- pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budi daya diperbolehkan bagi penduduk asli di zona penyangga dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat;

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan kegiatan budi daya di zona inti; dan

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan kegiatan budi daya yang berpotensi mengurangi tutupan vegetasi atau terumbu karang di zona penyangga.

d. indikasi arahan peraturan zonasi untuk taman hutan raya;

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan pengelolaan taman hutan raya dengan memperhatikan kelestarian ekosistem;

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa jenis asli dan/atau bukan asli;

- pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam; - penerapan ketentuan mengenai pelarangan kegiatan selain yang

dimaksud pada point ketiga;

- penerapan ketentuan mengenai pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada point ketiga; dan

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada point kelima.

e. indikasi arahan peraturan zonasi untuk taman wisata alam dan taman wisata alam laut; dan

- pemanfaatan ruang untuk pemantapan fungsi atau pengembangan pengelolaan taman wisata alam dan taman wisata alam laut untuk menjamin pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; - pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang

alam;

- penerapan ketentuan mengenai pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada point kedua;

(11)

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada point kedua; dan

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada point ketiga.

f. indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, meliputi:

- pemanfaatan ruang untuk pelestarian dan pengembangan pengelolaan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;

- pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata; dan

- penerapan ketentuan mengenai pelarangan kegiatan, pendirian bangunan, dan prasarana baik di kawasan maupun di sekitar kawasan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan.

3. Indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman, meliputi:

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan permukiman di kawasan metropolitan dan kawasan perkotaan besar dengan mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara kompak, vertikal, hemat energi dan sumber daya, serta memanfaatkan teknologi lingkungan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan peruntukan permukiman di kawasan perkotaan yang didukung prasarana dan sarana perkotaan;

- pemanfaatan ruang untuk pengembangan permukiman berbasis mitigasi dan adaptasi bencana guna meminimalkan potensi kerugian akibat bencana;

- pengendalian perkembangan kawasan peruntukan permukiman secara horizontal dan mengelompok di kawasan perkotaan sedang dan kawasan perkotaan kecil;

- pengendalian perkembangan kawasan peruntukan permukiman di daerah penyangga;

- penerapan ketentuan mengenai penetapan Amplop Bangunan; - penerapan ketentuan mengenai penetapan tema arsitektur

bangunan;

- penerapan ketentuan mengenai penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan;

- penerapan ketentuan mengenai penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan; dan

(12)

- penerapan ketentuan mengenai RTH.

3.2.3 Strategi Operasionalisasi

A. Strategi Operasionaliasasi Rencana Struktur Ruang:

1. Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional meliputi: a. mengendalikan perkembangan fisik PKN dan PKW untuk menjaga

keutuhan lahan pertanian tanaman pangan;

b. mengembangkan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan;

c. mengembangkan PKN dan PKW sebagai pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan;

d. mengendalikan perkembangan PKN dan PKW melalui optimalisasi pemanfaatan ruang secara kompak dan vertikal sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e. mengendalikan perkembangan PKN dan PKW yang berdekatan dengan kawasan lindung;

f. mengendalikan perkembangan PKN dan PKW di kawasan rawan bencana;

g. mengembangkan PKN dan PKW untuk kegiatan industri kreatif yang berdaya saing dan ramah lingkungan;

h. mengembangkan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertambangan minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan;

i. mengembangkan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan; j. mengembangkan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri

pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan;

k. mengembangkan PKW melalui peningkatan fungsi industripengolahan dan industri jasa hasil hutan yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan;

l. mengembangkan PKN sebagai pusat perdagangan dan jasa yang berskala internasional sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

m. mengembangkan PKN dan PKW sebagai pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;

n. meningkatkan keterkaitan antarPKN sebagai pusat pariwisata di Pulau Jawa-Bali dalam kesatuan tujuan pariwisata; dan

(13)

o. mengembangkan PKN dan PKW dengan konsep kota hijau yang hemat energi, air, lahan, dan minim limbah.

2. Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan sumber daya air, meliputi:

a. Strategi operasionalisasi perwujudan sumber air, meliputi:

- mendayagunakan sumber air berbasis pada WS untuk melayani kawasan perkotaan nasional dan kawasan andalan yang dapat dilakukan melalui kerja sama antardaerah;

- merehabilitasi DAS kritis;

- mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan imbuhan air tanah pada CAT; dan

- mengendalikan pendayagunaan sumber air tanah di kawasan pelepasan air tanah pada CAT.

b. Strategi operasionalisasi perwujudan prasarana sumber daya air, meliputi:

- mengembangkan dan memelihara bendungan beserta waduknya untuk mempertahankan daya tampung air yang menjaminpenyediaan air baku bagi kawasan perkotaan nasional dan kawasan andalan;

- meningkatkan fungsi, mengembangkan, dan memelihara jaringanirigasi teknis pada DI untuk mempertahankan dan meningkatkan luasan lahan pertanian pangan; dan

- mengembangkan prasarana dan sarana air baku untuk melayani kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil berpenghuni.

B. Strategi Operasionaliasasi Rencana Pola Ruang:

1. Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan perlindungan setempat meliputi:

a. mengendalikan pemanfaatan ruang pada sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar danau atau waduk dengan menggunakan teknologi lingkungan; dan

b. mengembangkan struktur alami berupa jenis dan kerapatan tanaman dan/atau struktur buatan di sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar danau atau waduk untuk mencegah daya rusak air.

2. Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan cagar budaya meliputi:

(14)

a. mengembangkan pengelolaan dan mempertahankan keutuhan suaka margasatwa yang merupakan habitat dari jenis satwa endemik, langka, dan/atau akan punah;

b. merehabilitasi dan memantapkan fungsi atau mengembangkan pengelolaan cagar alam dan cagar alam laut beserta seluruh keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya;

c. mempertahankan kawasan pantai berhutan bakau untuk perlindungan pantai dari abrasi dan kelestarian biota laut;

d. merehabilitasi dan memantapkan fungsi atau mengembangkan pengelolaan taman nasional dan taman nasional laut;

e. mengembangkan pengelolaan taman hutan raya dengan memperhatikan kelestarian ekosistem;

f. merehabilitasi dan memantapkan fungsi atau mengembangkan pengelolaan taman wisata alam dan taman wisata alam laut untuk menjamin pelestarian sumber daya alam hayati danekosistemnya; dan

g. melestarikan dan mengembangkan pengelolaan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

3. Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan permukiman, meliputi:

a. mengembangkan kawasan peruntukan permukiman di kawasan metropolitan dan kawasan perkotaan besar dengan mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara kompak, vertikal, hemat energi dan sumber daya, serta memanfaatkan teknologi lingkungan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

b. mengendalikan perkembangan kawasan peruntukan permukiman secara horizontal dan mengelompok di kawasan perkotaan sedang dan kawasan perkotaan kecil;

c. mengendalikan perkembangan kawasan peruntukan permukiman di daerah penyangga serta di sepanjang jaringan jalan arteri primer dan jaringan jalan kolektor primer yang mengindikasikan terjadinya gejala perkotaan yang menjalar (urban sprawl);

d. mengembangkan kawasan peruntukan permukiman di kawasan perkotaan yang didukung prasarana dan sarana perkotaan; dan e. mengembangkan kawasan peruntukan permukiman berbasis

mitigasi dan adaptasi bencana untuk meminimalkan potensi kerugian akibat bencana.

(15)

RTRW Provinsi yang terkait dengan wilayah perencanaan yaitu Perda No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029. Beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW Provinsi Bali untuk penyusunan RPI2-JM Kabupaten Buleleng yaitu:

3.3.1 Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang a. Arahan Pengembangan pola ruang:

Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya

a. pengamanan sempadan perbatasan administrasi antara wilayah kabupaten/kota sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter di kiri-kanan garis perbatasan wilayah, serta berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, kecuali pada kawasan perbatasan yang sudah padat bangun-bangunan;

b. pengendalian intensitas pembangunan untuk menjaga kualitas lingkungan, kenyamanan, dan cadangan air dalam tanah melalui pembatasan Koefisien Wilayah Terbangun (KWT), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Daerah Hijau (KDH), Koefisien Tapak Basement (KTB), ketinggian bangunan, dan sempadan bangunan yang penetapan, pengelolaan, dan pengawasannya dilakukan oleh pemerintah kabupaten/ kota dengan memperhatikan faktor-faktor fungsi kawasan dan fungsi bangunan, jumlah lantai, dan tingkat kepadatan; dan

c. pemanfaatan ruang bawah permukaan tanah diperkenankan setelah dinyatakan aman bagi lingkungan di dalam maupun di sekitar ruang bawah permukaan tanah berdasarkan hasil kajian teknis.

Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH:

a. Sebaran ruang terbuka hijau kota, tersebar di seluruh bagian kawasan perkotaan dengan luas minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas kota.

b. penyediaan ruang terbuka hijau kota minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan untuk kawasan perkotaan berfungsi PKN dan PKW;

c. penyediaan ruang terbuka hijau kota minimal 40% dari luas kawasan perkotaan untuk kawasan perkotaan berfungsi PKL;

d. penyediaan ruang terbuka hijau kota minimal 50% (lima puluh persen) dari luas kawasan perkotaan untuk kawasan perkotaan berfungsi PPK;

(16)

e. mempertahankan ruang terbuka hijau sebagai batas antar desa/unit permukiman sebagai salah satu usaha mempertahankan identitas desa untuk kawasan perdesaan.

Ruang terbuka hijau kota, ditetapkan dengan kriteria:

a. ruang-ruang terbuka di kawasan perkotaan yang difungsikan sebagai ruang tanpa bangunan meliputi: taman kota, hutan kota, lapangan olahraga, pemakaman umum dan setra, kawasan jalur hijau pertanian, jalur-jalur perlindungan lingkungan, taman perumahan, dan sejenisnya;

b. berbentuk satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari bentuk satu hamparan dan jalur; dan

c. didominasi komunitas tumbuhan.

b. Arahan pengembangan struktur ruang

Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase.

Pengembangan prasarana sarana air minum

Pengembangan sistem jaringan prasarana air minum diarahkan pada: a. Peningkatan dan pemerataan pelayanan

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perpipaan dan non perpipaan di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;

b. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) terpadu lintas wilayah di Kawasan Sarbagitaku (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan dan Klungkung); dan

c. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada kawasan yang relatif mengalami kesulitan air baku. Pengembangan sistem jaringan prasarana air minum ditetapkan dengan kriteria:

a. melayani kawasan yang bersifat lintas kabupaten/kota;

b. memiliki sediaan sumber air baku;

c. memenuhi persyaratan kualitas air baku; dan d. memenuhi kelayakan teknis dan ekonomis. Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar jaringan prasarana sumber daya air pada daerah aliran sungai mencakup:

a. pemanfaatan ruang pada daerah aliran sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; dan

(17)

b. pemanfaatan ruang daerah aliran sungai lintas kabupaten/kota, termasuk daerah hulunya, yang dilakukan oleh kabupaten/kota yang berbatasan harus selaras dengan arahan pola ruang wilayah.

Pengembangan prasarana sarana air limbah

Penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah dilakukan dengan: a. sistem pembuangan air limbah setempat secara individual

terutama pada kawasan permukiman yang letaknya tersebar di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;

b. sistem pembuangan air limbah perpipaan terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat pada kawasan perkotaan yang padat kegiatan dan kawasan-kawasan pariwisata; dan

c. sistem pembuangan terpusat skala kecil pada kawasan permukiman padat perkotaan yang tidak terlayani sistem jaringan air limbah terpusat dan/atau komunal kota dalam bentuk Sistem Sanitasi Masyarakat (Sanimas).

Pengembangan sistem pembuangan air limbah perpipaan terpusat, mencakup:

a. pendayagunaan dan pemeliharaan sistem prasarana pembuangan air limbah perpipaan terpusat yang telah dibangun di sebagian Kawasan Perkotaan Denpasar dan Kuta yang dilayani IPAL Suwung dan sebagian Kawasan Pariwisata Nusa Dua yang dilayani IPAL Benoa; dan

b. pengembangan baru sistem prasarana pembuangan air limbah perpipaan terpusat untuk melayani kawasan perkotaan fungsi PKW, PKL, pusat-pusat kawasan pariwisata dan pusat kegiatan lainnya.

Tempat instalasi pengolahan air limbah, ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki jarak minimal tertentu dengan sumber air baku;

b. memiliki kajian analisis mengenai dampak lingkungan; c. mendapat persetujuan masyarakat;

d. memiliki zona penyangga;

e. memperhatikan faktor keamanan, dan pengaliran sumber air baku dan daerah terbuka; dan

f. wajib memperhatikan standar baku mutu air buangan.

Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar lokasi pengelolaan limbah mencakup:

(18)

a. pemanfaatan ruang untuk pengelolaan air limbah diprioritaskan pada kawasan pariwisata dan/atau kawasan permukiman padat penduduk;

b. pembangunan unit pengolahan limbah berada di luar radius kawasan tempat suci;

c. pengembangan jaringan tidak melewati dan/atau memotong kawasan tempat suci/pura; dan

d. pembuangan efluen air limbah ke media lingkungan hidup tidak melampaui standar baku mutu air limbah.

Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar lokasi pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, mencakup:

a. lokasi pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun diarahkan di luar kawasan permukiman;

b. pembangunan unit pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun memperhatikan prinsip-prinsip keamanan lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

c. pengelola limbah bahan berbahaya dan beracun memiliki perizinan sesuai ketentuan yang berlaku; dan

d. pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun wajib menyampaikan laporan sesuai ketentuan.

Pengembangan prasarana sarana persampahan

Jenis sampah yang dikelola sebagaimana, mencakup: a. sampah rumah tangga, tidak termasuk tinja; b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan c. sampah spesifik.

Penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah, mencakup:

a. pengurangan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pembatasan timbulan sampah (reduce), pendauran ulang sampah (recycle); dan/atau pemanfaatan kembali sampah (reuse);

b. penanganan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pemilahan, pegumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir; dan

c. pedoman pengelolaan sampah spesifik diatur dengan Peraturan Gubernur.

Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah tersebar di seluruh kabupaten/kota. Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, terdiri atas:

(19)

b. TPA Regional Bangli di Kabupaten Bangli; c. TPA Bengkala di Kabupaten Buleleng; d. TPA Jembrana di Kabupaten Jembrana; e. TPA Temesi di Kabupaten Gianyar; f. TPA Sente di Kabupaten Klungkung; dan g. TPA Linggasana di Kabupaten Karangasem.

Pemerintah provinsi dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, mempunyai kewenangan:

a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kebijakan Pemerintah;

b. memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah;

c. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah; dan

d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antar kabupaten/kota.

TPA sampah ditetapkan dengan kriteria:

a. memiliki jarak minimal tertentu dengan sumber air baku; b. memiliki kajian analisis mengenai dampak lingkungan; c. mendapat persetujuan masyarakat;

d. memiliki zona penyangga dari titik terluar TPA baik untuk TPA yang telah ada maupun pengembangan TPA baru;

e. memiliki pengelolaan sampah yang mampu meningkatkan nilai ekonomis sampah dengan menggunakan metode dan teknik ramah lingkungan;

f. menggunakan metode lahan urug saniter (sanitary landfill) untuk kota besar dan metropolitan; dan

g. menggunakan metode lahan urug terkendali (controlled landfill) untuk kota sedang dan kecil.

Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar lokasi pengelolaan persampahan, mencakup:

a. lokasi TPA tidak berada pada radius kesucian pura; b. lokasi TPA mendapat persetujuan masyarakat setempat;

c. TPA untuk ukuran kota besar dan kota metropolitan menggunakan metoda sistem lahan urug saniter (sanitary landfill);

d. TPA untuk ukuran kota sedang dan kota kecil menggunakan metode lahan urug terkendali (controlled landfill);

(20)

e. TPA wajib melakukan pengelolaan air lindi/licit dan pembuangan air lindi ke media lingkungan hidup tidak melampaui standar baku mutu lingkungan;

f. pelarangan membuang sampah di luar tempat yang telah ditentukan;

g. pelarangan membuang sampah sebelum di pilah; dan h. pelarangan pembakaran sampah pada volume tertentu.

Pengembangan prasarana sarana drainase

Prasarana pengendalian daya rusak air dilakukan pada alur sungai, danau, waduk dan pantai, diselenggarakan melalui:

a. sistem drainase dan pengendalian banjir;

b. sistem penanganan erosi dan longsor; dan

c. sistem pengamanan abrasi pantai. Arahan peraturan zonasi sistem pengelolaan drainase mencakup: a. setiap kawasan memiliki sistem drainase terpadu dan efektif; b. pelarangan pembuangan limbah padat/sampah ke saluran

drainase; dan

c. pelarangan terhadap gangguan/pemotongan terhadap saluran drainase.

3.3.2 Strategi operasionalisasi Rencana Pola Ruang dan Struktur Ruang khususnya untuk Bidang Cipta Karya.

Strategi Pengembangan Rencana Pola Ruang: Strategi Pengembangan Kawasan Lindung:

a. Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup, mencakup:

- menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi;

- menterpadukan arahan kawasan lindung nasional dalam kawasan lindung provinsi;

- mewujudkan kawasan berfungsi lindung dengan luas paling sedikit 30% dari luas wilayah;

- menetapkan kawasan hutan dan vegetasi tutupan lahan permanen paling sedikit 30% dari luas DAS;

- memantapkan pengendalian kawasan lindung yang telah ditetapkan secara nasional dengan penerapan konsep-konsep kearifan lokal dan budaya Bali.

(21)

b. Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan kawasan lindung, mencakup:

- menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup;

- melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

- melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya; - mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau

tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;

- mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;

- mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya;

- mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan rawan bencana;

- menyelesaikan kegiatan budidaya yang terdapat di dalam kawasan lindung melalui konversi atau rehabilitasi lahan, pembatasan kegiatan, serta pemindahan kegiatan permukiman penduduk atau kegiatan budidaya terbangun yang mengganggu secara bertahap ke luar kawasan lindung; dan

- menyediakan informasi yang bersifat terbuka kepada masyarakat mengenai batas-batas kawasan lindung, kawasan budidaya, serta syarat-syarat pelaksanaan kegiatan budidaya dalam kawasan lindung.

c. Strategi pemulihan dan penanggulangan kerusakan lingkungan hidup dengan mengembalikan dan meningkatkan fungsi lingkungan hidup yang telah menurun.

d. Strategi mitigasi dan adaptasi pada kawasan rawan bencana, mencakup:

(22)

- mengendalikan pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana;

- mengembangkan kawasan budidaya yang sesuai pada kawasan rawan bencana untuk mengurangi dampak bencana dan mengendalikan kegiatan budidaya di sekitar kawasan rawan bencana;

- memantapkan dan mengembangkan jalur-jalur evakuasi untuk mengurangi risiko gangguan dan ancaman langsung maupun tidak langsung dari terjadinya bencana;

- menyelenggarakan tindakan preventif dalam penanganan bencana alam berdasarkan siklus bencana melalui upaya mitigasi dan adaptasi bencana, pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tata ruang, kesiap-siagaan masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana, tanggap darurat, pemulihan, dan pembangunan kembali pasca bencana; dan - menetapkan alokasi ruang kawasan rawan bencana dengan

mengacu pada peta rawan bencana.

Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya:

a. Strategi perwujudan dan peningkatan keserasian, keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya, mencakup:

- pengembangan perekonomian, khususnya pengembangan investasi, diupayakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan perkembangan antar wilayah kabupaten/kota;

- pengembangan kawasan hutan produksi diarahkan pada upaya mendukung optimalisasi kawasan lindung atau setidak-tidaknya memperhatikan fungsi hutan produksi sebagai penyangga kawasan lindung dan berpedoman pada azas pembangunan berkelanjutan;

- konsistensi dalam penerapan dan pemanfaatan arahan vegetasi yang telah dihasilkan melalui penelitian khusus oleh perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan lembaga terkait lainnya;

- mengamankan kawasan budidaya yang berbatasan dengan kawasan hutan konservasi melalui pengembangan tanaman kehutanan selebar 500 meter untuk menjaga fungsi penyangga; - pemantapan prosedur dan mekanisme serta pelaksanaan pengendalian secara tegas dan konsisten terhadap setiap perubahan kawasan budidaya, khususnya kawasan pertanian, menjadi kawasan budidaya non pertanian;

(23)

- penanganan lahan kritis di kawasan budidaya disesuaikan dengan kondisi setempat dengan pemilihan vegetasi yang memiliki nilai ekonomi serta dapat meningkatkan kualitas dan keselamatan lingkungan;

- pengembangan kawasan budidaya tanaman pangan yang berupa pertanian tanaman pangan lahan basah (sawah), diarahkan pada upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatannya dan menekan alih fungsi lahan yang ada;

- pengembangan sektor kepariwisataan yang berlandaskan kebudayaan Daerah Bali yang dijiwai Agama Hindu, diarahkan pada kepariwisataan berbasis masyarakat melalui pengembangan wisata perdesaan (desa wisata), wisata agro, wisata eko, wisata bahari, wisata budaya, wisata spiritual dengan penyediaan kelengkapan sarana dan prasarana daya tarik pariwisata yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan daya dukung dan pengembangan ekonomi kerakyatan;

- pengembangan investasi pariwisata diprioritaskan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat setempat;

- pengembangan sektor industri diarahkan pada pengembangan sentra-sentra, industri kreatif pada zona-zona industri dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan; dan

- pengembangan kegiatan perekonomian perdesaan berbasis: pertanian, kerajinan, industri kecil, dan pariwisata kerakyatan yang berlandaskan falsafah Tri Hita Karana yang ditunjang dengan pemenuhan sarana dan prasarana untuk menekan urbanisasi.

b. Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, mencakup:

- membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;

- membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan dan mengembangkan ruang terbuka hijau kota dengan luas paling sedikit 30% dari luas kawasan perkotaan; - mengembangkan kawasan permukiman perkotaan dilakukan

(24)

pemanfaatan ruang dengan mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara vertikal terbatas;

- membatasi perkembangan kawasan terbangun di luar kawasan perkotaan untuk memperlambat/membatasi alih fungsi kawasan pertanian;

- mengembangkan kawasan budidaya yang berfungsi lindung dengan jenis tanaman yang mempunyai sifat agroforestry pada ruang kawasan budidaya yang memiliki tingkat kemiringan di atas 40% ;

c. Strategi pengembangan kawasan budidaya, mencakup:

- mendorong pengembangan kawasan andalan di Kawasan Singaraja dan sekitarnya (Bali Utara) sebagai kawasan sentra produksi sektor pariwisata, aneka industri, pertanian, dan perikanan;

- mendorong pengembangan kawasan andalan di Kawasan Denpasar–Ubud–Kintamani (Bali Selatan) sebagai kawasan sentra produksi sektor pariwisata, industri kecil, pertanian dan perikanan;

- mendorong pengembangan kawasan andalan Laut Bali dan sekitarnya (Bali Barat) sebagai kawasan sentra produksi sektor pariwisata, perikanan dan pertambangan lepas pantai; dan - mendorong pengembangan kawasan andalan Bali Timur

sebagai kawasan sentra produksi sektor pariwisata, pertanian dan perikanan.

Strategi Pengembangan Kawasan Strategis:

a. Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, mencakup:

- menetapkan kawasan strategis provinsi yang berfungsi lindung; - mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis provinsi

yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;

- membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis provinsi yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan; - membatasi pengembangan sarana dan prasarana di dalam dan

di sekitar kawasan strategis provinsi yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya intensif;

- mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis provinsi yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budidaya terbangun; dan

(25)

- merehabilitasi fungsi lindung kawasan lindung yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar kawasan strategis provinsi.

b. Strategi pelestarian dan peningkatan nilai sosial budaya daerah Bali, mencakup:

- mengembangkan penerapan nilai sosial budaya daerah dalam kehidupan masyarakat;

- meningkatkan upaya pelestarian nilai sosial budaya daerah dan situs warisan budaya daerah;

- melindungi aset dan nilai sosial budaya daerah dari kemerosotan dan kepunahan; dan

- mengendalikan kegiatan di sekitar kawasan suci dan tempat suci yang dapat mengurangi nilai kesucian kawasan.

c. Strategi pelestarian dan peningkatan nilai kawasan, mencakup: - melestarikan keaslian fisik serta mempertahankan

keseimbangan ekosistemnya;

- meningkatkan kepariwisataan daerah yang berkualitas; - melestarikan warisan budaya; dan

- melestarikan lingkungan hidup.

d. Strategi pengembangan potensi kawasan daerah tertinggal untuk mengurangi kesenjangan perkembangan antarkawasan, mencakup:

- membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan daerah tertinggal dan pusat pertumbuhan wilayah; - mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan

ekonomi masyarakat;

- meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan; dan

Strategi Pengembangan Struktur Ruang:

a. Strategi pengembangan sistem pelayanan pusat-pusat perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang proporsional, merata dan hierarkhis, mencakup:

- menterpadukan sistem wilayah pelayanan perkotaan di wilayah provinsi yang terintegrasi dengan sistem perkotaan nasional berdasarkan fungsi dan besaran jumlah penduduk;

- mengembangkan 4 (empat) sistem perkotaan yang mendukung pengembangan wilayah, yang merata dan berhierarki, mencakup:

 sistem perkotaan Bali Utara dengan pusat pelayanan kawasan perkotaan Singaraja yang berfungsi sebagai PKW;

(26)

 sistem perkotaan Bali Timur dengan pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Semarapura yang berfungsi sebagai PKW;

 sistem perkotaan Bali Selatan dengan pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita) yang berfungsi sebagai PKN; dan

 sistem perkotaan Bali Barat dengan pusat pelayanan kawasan perkotaan Negara yang berfungsi sebagai PKW. - mengendalikan perkembangan Kawasan Metropolitan Sarbagita

yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) sekaligus PKN, kawasan-kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai PKW dan kawasan perkotaan lainnya;

- menetapkan kawasan-kawasan perkotaan yang berfungsi PKL dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah;

- meningkatkan akses antar pusat perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah;

- mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya; dan

- mengembangkan dan memelihara keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya. b. Strategi pengembangan sistem perdesaan yang terintegrasi

dengan sistem perkotaan, mencakup:

- meningkatkan keterkaitan sistem perkotaan dengan kawasan perdesaan (urban-rural linkage); dan

- mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan terpadu antar desa dan kawasan agropolitan yang terintegrasi dengan sistem perkotaan.

c. Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana, mencakup:

- meningkatkan kualitas sistem jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut dan udara;

- meningkatkan kualitas dan keterpaduan sistem jaringan jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota dan penyeberangan;

- mendorong pengembangan jaringan jalan nasional lintas Bali Utara;

(27)

- membangun jaringan jalan baru untuk memperlancar arus lalu lintas dan membuka daerah-daerah terisolir dan terpencil;

- memantapkan tatanan kepelabuhanan dan alur pelayaran; - memantapkan tatanan kebandarudaraan dan ruang udara

untuk penerbangan;

- meningkatkan keterpaduan perlindungan, pemeliharaan, penyediaan sumber daya air dan distribusi pemanfaatannya secara merata sesuai kebutuhan melalui koordinasi antar sektor maupun antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;

3.4 Arahan RTR Kawasan Strategis Nasional

Beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW KSN dalam penyusunan RPI2-JM Cipta Karya Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:

a. Cakupan delineasi wilayah yang ditetapkan dalam KSN. b. Arahan kepentingan penetapan KSN, yang dapat berupa:

 Ekonomi

 Lingkungan Hidup

 Sosial Budaya

 Pendayagunaan Sumberdaya alam dan Teknologi Tinggi

 Pertahanan dan Keamanan

c. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruangyang mencakup: i. Arahan pengembangan pola ruang:

a) Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya

b) Arahan pengembangan pola ruang terkaitbidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH.

ii. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase

iii. Indikasi program sebagai operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya.

Kabupaten Buleleng tidak termasuk dalam Lokasi Kawasan Strategis Nasional yang ditetapkan dalam PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN.

3.5 Arahan Strategis Nasional Bidang Cipta Karya Lainnya 3.5.1 Arahan MP3EI

Berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(28)

2011-2025, sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, maka Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan melengkapi dokumen perencanaan.

Pengembangan MP3EI difokuskan pada Kawasan Perhatian Investasi (KPI) yang diidentifikasikan sebagai satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK.

Berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, maka Kabupaten Buleleng termasuk dalam KPI Buleleng pada Koridor Ekonomi (KE) Bali-Nusa Tenggara.

Pengembangan Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara mempunyai tema Pintu Pembangunan sebagai Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional. Tema ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di koridor ini. Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara terdiri dari 4 pusat ekonomi yaitu Denpasar, Lombok, Kupang dan Mataram dengan kegiatan ekonomi utama yaitu pariwisata, perikanan dan peternakan.

A. Pariwisata

Beberapa strategi umum untuk dapat meningkatkan jumlah kunjungan dan lama tinggal wisatawan selama berkunjung ke Bali – Nusa Tenggara, antara lain:

 Meningkatkan keamanan di dalam Koridor Bali – Nusa Tenggara, antara lain melalui penerapan sistem keamanan yang ketat;

 Melakukan pemasaran dan promosi yang lebih fokus dengan target pasar yang lebih jelas. Strategi pemasaran untuk setiap negara asal wisatawan perlu disesuaikan dengan menerapkan tema ”Wonderful Indonesia, Wonderful Nature, Wonderful Culture, Wonderful People, Wonderful Culliner,dan Wonderful Price”. Kegiatanpemasaran dan promosi ini diharapkan dapat membuat Bali menjadi etalase pariwisata dan meningkatkancitra Bali sebagai tujuan utama pariwisata dunia;

(29)

 Memberdayakan Bali Tourism Board untuk mengkoordinasikan usaha pemasaran dan promosi Bali;

 Meningkatkan pengembangan destinasi pariwisata di wilayah Bali Utara dalam rangka meningkatkan kualitas daya dukung lingkungan dan lama tinggal wisatawan;

 Meningkatkan destinasi pariwisata di luar Bali (Bali and Beyond) dengan menjadikan Bali sebagai pintu gerbang utama pariwisata Indonesia seperti wisata pantai (Bali, Lombok, NTT), wisata budaya (Bali), wisata pegunungan (Jatim, Bali, Lombok), dan wisata satwa langka (Pulau Komodo). Kunci sukses dari strategi ini adalah dengan pengadaan akses seperti peningkatan rute penerbangan ke daerah-daerah pariwisata di sekitar Bali, yang disertai pemasaran yang kuat dan terarah;

 Meningkatkan kualitas dan kenyamanan tinggal para wisatawan dengan meningkatkan sarana dan prasarana seperti ketersediaan air bersih, listrik dan transportasi serta komunikasi;

 Meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal terutama SDM pariwisata di NTB dan NTT, serta mengembangkan gerakan sadar wisata khususnya di wilayah Nusa Tenggara.

Pemenuhan kebutuhan infrastruktur dalam rangka peningkatan konektivitas untuk mendukung pengembangan kegiatan ekonomi utama pariwisata, dilakukan melalui:

 Peningkatan kapasitas dan pelayanan bandar udara, seperti pengembangan bandar udara di Lombok yang dapat diberdayakan sebagai “matahari kembar” selain Bandara Ngurah Rai (untuk membagi beban lalu lintas penumpang yang ada di koridor ekonomi ini, karena jumlah pengunjung yang akan masuk ke koridor ini diproyeksikan akan melebihi kapasitas Bandar Udara Ngurah Rai pada tahun 2020);

 Peningkatan kapasitas dan pembangunan infrastruktur jalan, seperti rencana pembangunan Jalan Tol Nusa Dua – Benoa;

 Peningkatan akses jalan perlu ditingkatkan untuk menghubungkan daerah-daerah pariwisata di luar Bali bagian selatan dan di dalam wilayah NTB dan NTT;

 Pembangunan Kereta Api Wisata Lingkar Bali (dalam rencana jangka panjang);

 Peningkatan pelabuhan dan marina yang telah ada agar memenuhi standar (seperti kapal cruise dan kapal layar yacht);

 Pembangunan pembangkit listrik baru yang dapat meningkatkan ketersediaan listrik bagi Bali dan Nusa Tenggara.

(30)

B. Perikanan

Strategi umum dan langkah aksi yang akan dikembangkan di Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara adalah:

1. Meningkatan produksi hasil perikanan, yang meliputi penangkapan tuna,budidaya udang, dan budidaya rumput laut. Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara memiliki potensi perikanan yang sangat besar, oleh karena itu untuk meningkatkan produksi perikanan perlu dilakukan beberapa hal yang meliputi:

 Pemetaan potensi sumber daya perikanan dan kelautan;

 Pengawasan penerapan RTRW;

 Pembentukan pusat benih;

 Revitalisasi tambak yang sudah ada;

 Pendirian pusat pelatihan nelayan dan pengadaan program sertifikasi;

 Pengembangan bibit unggul dan teknologi penangkapan ikan.

2. Meningkatan produksi produk olahan bernilai tambah tinggi hasil perikanan, yang meliputi pembekuan udang, pengalengan ikan, pengolahan tepung ikan, dan pengolahan keraginan (tepung rumput laut). Nilai tambah produk olahan perikanan pada saat ini masih sangat kecil. Peningkatan nilai tambah ekonomis produk olahan perikanan dapat dilakukan dengan:

 Pengembangan klaster industri perikanan yang melingkupi industri produksi bahan baku;

 Penjalinan kerjasama dengan negara yang mengkonsumsi hasil perikanan dan kelautan (Jepang dan Thailand) untuk pemasaran hasil budidaya;

 Pemberian pendampingan pada UKM perikanan untuk meningkatkan pengetahuan pengolahan yang memiliki nilai tambah tinggi serta pemberian skema micro credit PNPM Mandiri melalui koperasi nelayan. 3. Meningkatkan produksi garam dengan mengoptimalkan lahan yang memiliki potensi untuk pengembangan kegiatan usaha garam. Pengembangan industri garam merupakan kegiatan prioritas saat ini karena Indonesia masih belum dapat memenuhi kebutuhan domestik dan masih mengandalkan impor garam. Sebagai upaya untuk meningkatkan produksi garam dalam negeri, sentra garam akan dikembangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pemenuhan kebutuhan infrastruktur dalam rangka peningkatan konektivitas untuk mendukung peningkatan produksi perikanan dan pengembangan usaha garam, dilakukan melalui:

(31)

 Perbaikan level of service jalan lintas kabupaten, terutama untuk wilayah NTT dan peningkatan akses dari dari dermaga pendaratan ikan ke jalan lintas kabupaten terdekat;

 Peninjauan kembali kapasitas pelabuhan setempat guna mendukung aktivitas industri;

 Percepatan program penambahan kapasitas energi listrik dengan peningkatan kapasitas PLTU/PLTP;

 Pengembangan Bandar Udara Mbai di Kabupaten Nagekeo, NTT yang digunakan untuk mengangkut hasil perikanan dan kelautan yang bernilai tinggi namun harus cepat dikonsumsi;

 Percepatan pembangunan instalasi pengolahan air bersih terutama di wilayah NTT untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya dan industri pengolahan hasil perikanan dan kelautan.

C. Peternakan

Strategi Percepatan Peternakan:

 Iklim usaha peternakan yang kondusif

 Peningkatan produktivitas ternak sapi untuk mencapai swasembada daging

 Peningkatan industri hilir peternakan

 Peningkatan regulasi dan kelembagaan peternakan

 Penguatan infrastruktur

pemenuhan kebutuhan infrastruktur dalam rangka peningkatan konektivitas untuk mendukung produksi peternakan, yang dilakukan melalui:

 Penyediaan infrastruktur yang mendukung kegiatan peternakan melalui PPP;

 Penguatan jalan untuk mengangkut produk peternakan dari sentra industri pengolahan daging dan non daging ke pelabuhan lokal terdekat;

 Penguatan pelabuhan lokal terdekat untuk mengangkut dan memasarkan produk ternak sapi ke wilayah lain terutama Jakarta dan Surabaya. Pelabuhan laut Marapokot di Kabupaten Nagekeo akan dikembangkan untuk mendistribusikan hasil peternakan dan perikanan;

 Penguatan Bandar Udara Mbai atau dikenal dikenal dengan nama Bandara Surabaya II yang akan difungsikan untuk mengangkut produk peternakan dan perikanan;

 Pembangunan pembangkit listrik baru yang dapat meningkatkan ketersediaan listrik khususnya untuk wilayah Nusa Tenggara;

 Penyediaan air bersih untuk menjamin ketersediaan pakan ternak terutama pada musim kemaraukhususnya untuk wilayah Nusa Tenggara.

(32)

3.5.2 Arahan KEK ( UU No 29 Tahun 2009)

Sesuai dengan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan ekonomi lainnya. Pembentukan KEK tersebut dapat melalui usulan dari Badan Usaha yang didirikan di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah provinsi, yang ditujukan kepada Dewan Nasional. Selain itu, Pemerintah Pusat juga dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK yang dilakukan berdasarkan usulan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian.Sedangkan lokasi KEK yang diusulkan dapat merupakan area baru maupun perluasan dari KEK yang sudah ada.

Kabupaten Buleleng tidak termasuk dalam Lokasi KEK berdasarkan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

3.5.3 Direktif Presiden (Inpres No 3 Tahun 2010)

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Program pembangunan yang berkeadilan, pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan sebagaimana termuat dalam Lampiran Instruksi Presiden ini meliputi program:

1. Pro rakyat;

Untuk program pro rakyat, memfokuskan pada:

a. Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga;

b. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat;

(33)

c. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil;

2. Keadilan untuk semua (justice for all);

Untuk program keadilan untuk semua, memfokuskan pada: a. Program keadilan bagi anak;

b. Program keadilan bagi perempuan;

c. Program keadilan di bidang ketenagakerjaan; d. Program keadilan di bidang bantuan hukum;

e. Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan; f. Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan;

3. Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals

- MDG’s).

Untuk program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium, memfokuskan pada:

a. Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan; b. Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua;

c. Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; d. Program penurunan angka kematian anak;

e. Program kesehatan ibu;

f. Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; g. Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup;

h. Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.

(34)

Tabel 3.1

Rencana Tindak Pencapaian Sasaran Program Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010

yang terkait dengan Bidang Cipta Karya

No. Program Tindakan Keluaran PenyelesaianTarget Sasaran

2010 2011 A Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat 1. Integrasi PNPM Mandiri dengan Perencanaan Desa/Kelurahan Menyusun mekanisme penyatuan perencanaan berbasis masyarakat ke dalam forum yang bersifat partisipatif di tingkat desa/kelurahan

Tersusunnya mekanisme untuk penyatuan perencanaan

berbasis masyarakat ke dalam forum yang bersifat partisipatif di tingkat desa/kelurahan 100% 100% Terlaksananya Integrasi PNPM Mandiri ditingkat desa/kelurahan Menyusun mekanisme pendampingan agar masyarakat desa/kelurahan mampu menyiapkan program jangka menengah desa/kelurahan yang lebih komprehensif Tersusunnya mekanisme pendampingan Masyarakat desa/kelurahan yang mampu menyiapkan program jangka menengah yang lebih komprehensif

100% 100%

Menyusun mekanisme agar Program Jangka Menengah Desa/Kelurahan yang disusun melalui proses partisipatif dapat disatukan dengan program jangka menengah desa/kelurahan yang reguler sehingga menghasilkan

Tersusunnya mekanisme agar Program Jangka Menengah Desa/Kelurahan yang disusun melalui proses partisipatif dapat disatukan dengan program jangka menengah

desa/kelurahan yang reguler sehingga menghasilkan

(35)

No. Program Tindakan Keluaran

Target

Penyelesaian Sasaran

program pembangunan

berbasis masyarakat program pembangunan berbasismasyarakat Menyusun mekanisme agar

aparat

desa/kelurahan dapat mengakomodir dan memproses PJM

desa/kelurahan sebagai bahan musrenbang ditingkat yang lebih tinggi

Tersusunnya mekanisme agar rencana

pembangunan berbasis komunitas dapat ditampung dalam rencana pembangunan desa/kelurahan dan

menjadi bahan musrenbang ditingkat

yang lebih tinggi

100% 100%

Menyusun mekanisme pengendalian

pelaksanaan program pembangunan berbasis

masyarakat melalui instrumen PNPM Mandir

Tersusunnya mekanisme pengendalian pelaksanaan program pembangunan berbasis masyarakat melalui instrumen PNPMMandiri

B Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup

1. Program Pengelolaan

Sumber Daya Air Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku Terbangunnya prasarana dan sarana air baku 6.431 l/detik tersebar di 25 provinsi 5.060 l/ detik tersebar di 27 provinsi Meningkatnya kapasitas dan layanan air baku untuk penyediaan air

minum 2. Program Pembinaan dan

Pengembangan Infrastruktur Permukiman

Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi, serta

Terfasilitasinya kawasan perkotaan yang terlayani air minum

218

kawasan 244kawasan Meningkatnyapelayanan air minum

terhadap MBR Terfasilitasinya kawasan 31 30

(36)

No. Program Tindakan Keluaran

Target

Penyelesaian Sasaran

Pengembangan Sistem

Penyediaan Air Minum perdesaan yangterlayani air minum kawasandan 1.472 desa kawasan dan 1.165 desa di perkotaan dan perdesaan Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber

Pembiayaan dan Pola Investasi, serta

Pengelolaan Pengembangan Infrastruktur Sanitasi

Persampahan

Terlayaninya kawasan dengan infrastruktur air limbah melalui sistem off-site 9 kabupate n/ kota 11 kabupate n/ kota Meningkatnya pelayanan infrastruktur air limbah

Terlayaninya kawasan dengan infrastruktur air limbah melalui sistem on-site 30 kabupate n/ kota 35 kabupate n/ kota

(37)

Tabel 3.2

Matriks Isian Lokasi KSN, PKSN, PKN, PKI MP3EI, dan KEK di Kabupaten Buleleng

No .

KSN

PKN PKSN MP3EIKPI KEK

KSN Sudut Kepentin gan Status Hukum RTRW KSN 1. - - - KPI Bulele ng

(38)

Referensi

Dokumen terkait

Tempat, Tanggal Lahir Nama.. NIP Jabatan Eselon

Komunikasi KDQ\D EHUODQJVXQJ VDWX DUDK ³ guru mengajar dan siswa belajar ´ , dalam pola belajar ini intruksi belajar dari guru masih kurang, karena guru cenderung

Masalah utama dalam penelitian ini adalah “Apakah buku ajar Biologi SMA yang digunakan di sekolah telah merefleksikan literasi sains?” dengan pertanyaan penelitian

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahuwata’ala yang telah memberi kelancaran, kesehatan, kekuatan lahir dan batin, sehingga penulis

Penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap: (1) penyiapan bahan dan alat, (2) penyediaan biakan murni jamur Aspergillus niger dalam media agar miring, (3) penyediaan

aat ini dunia industri memiliki peran yang sangat besar di kehidupan sehari - hari. Kebutuhan masyarakat meningkat pesat dibanding sebelum terjadi revolusi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah fraksi n-heksana, etil asetat, dan etanol biji jintan hitam memiliki aktivitas antifungi terhadap jamur Candida albicans, tetapi aktivitas yang

Dari empat diagnosa yang penulis angkat, tiga diagnosa dari masalah keperawatan dapat teratasi sesuai dengan waktu dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu