• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENIHAN IKAN AIR TAWAR ASLI PERAIRAN INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBENIHAN IKAN AIR TAWAR ASLI PERAIRAN INDONESIA"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEMBENIHAN IKAN AIR TAWAR

ASLI PERAIRAN INDONESIA

(3)

Dilarang memproduksi atau memperbanyak seluruh atau sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

© Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 All Rights Reserved

(4)

PEMBENIHAN IKAN AIR TAWAR ASLI PERAIRAN INDONESIA

Editor:

Anang Hari Kristanto, Rudhy Gustiano, dan Ketut Sugama

(5)
(6)

PEMBENIHAN IKAN AIR TAWAR ASLI PERAIRAN INDONESIA

EDITOR:

Anang Hari Kristanto, Rudhy Gustiano, dan Ketut Sugama REDAKTUR/PENATA ISI:

Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi dan Nuryadi PROOFREADER:

Vitas Atmadi Prakoso DESAINER SAMPUL:

Singgih Nurseta EDISI/CETAKAN : Cetakan Pertama, 2021 Diterbitkan oleh:

AMaFRaD press-Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Gedung Mina Bahari III, Lantai 6, Jl. Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat Jakarta 10110.

Telp. (021) 3513300, Fax. (021) 3513287 Email: amafradpress@gmail.com Nomor Anggota IKAPI: 501/DKI/2014 p-ISBN : 978-623-6464-32-8 e-ISBN : 978-623-6464-33-5

Hak penerbitan © AMAFRAD Press

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, photoprint, microfilm dan sebagainya

(7)
(8)

Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia I i

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan (BRPBATPP) dapat mempersembahkan Buku Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia. Buku ini merupakan salah satu bukti capaian outcome dari indikator kinerja utama Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) tahun 2021.

Sumber daya genetik ikan (SDGi) air tawar Indonesia belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan produksi perikanan yang berkelanjutan. Dari lima komoditas ikan budidaya unggul nasional (nila, mas, lele, patin dan gurami), hanya ikan gurami yang tercatat sebagai spesies ikan asli. Melalui BRPBATPP, Kementerian Kelautan dan Perikanan terus mendorong pemanfaatan berkelanjutan SDGi melalui program penelitian domestikasi ikan untuk menghasilkan kandidat ikan budidaya baru maupun untuk tujuan konservasi spesies ikan dengan status lebih tangkap , ekonomis penting, dilindungi maupun terancam punah. Dalam rangka penyebaran hasil -hasil riset kepada masyarakat, kami mengulas secara teknis hasil riset domestikasi sembilan spesies ikan asli yang dilakukan oleh para peneliti BRPBATPP yang terdiri dari pembenihan ikan dewa (tor soro), belida, baung, tapah, uceng, tengadak, tambakan, betok, dan gabus . Selain itu, kami melakukan kajian potensi pemanfaatan dan pengembangan SDGi dan strategi dalam pengembangan budidayanya ke depan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun, para Editor dan Tim Redaktur yang telah mencurahkan tenaga, waktu dan pikirannya dalam proses penerbitan buku ini.

(9)

ii I Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia

Semoga Buku ini dapat memberikan kontribusi yang baik dalam rangka peningkatan kesejateraan masyarakat dan pelestarian sumberdaya perikanan berkelanjutan.

Bogor, November 2021

Kepala Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan ,

Dr. Arif Wibowo, SP., M.Si.

(10)

Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia I iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada: Prof. Dr. Ir. Ketut Sugama, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Rudhy Gustiano, M.Sc., Ir. Anang Hari Kristanto, M.Sc., Ph.D., yang telah mengkoreksi dan memberikan saran kepada penulis sehingga buku ini menjadi lebih sempurna dalam penyajian dan materi buku yan g menjadi lebih baik. Prof. Dr. Ir. Ngurah N. Wiadnyana, DEA., Prof. Dr. Ir. Sony Koeshendrajana, M.Sc., Dr.

Singgih Wibowo, MS., Dr. Ir. I Nyoman Suyasa, MS., Dr-Ing. Widodo S.Pranowo, M.Si. serta tim pelaksana AMAFRAD Press yang telah membantu kelancaran penulisan buku ini.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada Prof. Ir.

Sjarief Widjaja, Ph.D., FRINA selaku pimpinan terdahulu Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan , Yayan Hikmayani, S.Pi., M.Si. selaku Kepala Pusat Riset Perik anan, dan Dr. Arif Wibowo, SP., M.Si. selaku Kepala Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan, serta semua pihak yan telah bekerja sama dan memberikan dukungan, baik berupa program, informasi, saran dan masukan yang membangun sehingga buku ini dapat diterbitkan.

(11)

iv I Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia

(12)

Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia I v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii [I] POTENSI SUMBER DAYA GENETIK,

PENGEMBANGAN, DAN PEMANFAATAN IKAN LOKAL UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA

Rudhy Gustiano ... 1 - 14 [II] PEMBENIHAN IKAN DEWA Tor soro

Otong Zenal Arifin, Wahyulia Cahyanti, dan Jojo Subagja ... 15 - 31 [III] PEMBENIHAN IKAN BELIDA Chitala lopis

RR Sri Pudji Sinarni Dewi, Estu Nugroho, Jojo Subagja, dan

Anang Hari Kristanto ... 33 - 41 [IV] PEMBENIHAN IKAN BAUNG Hemibagrus nemurus

Jojo Subagja, Vitas Atmadi Prakoso, Deni Radona, Otong Zenal

Arifin, dan Anang Hari Kristanto ... 43 - 61 [V] PEMBENIHAN IKAN TAPAH Wallago leerii Bleker,

1851

Kurniawan, Jojo Subagja, Vitas Atmadi Prakoso, Wahyulia

Cahyanti, Otong Zenal Arifin, dan Anang Hari Kristanto ... 63 - 73 [VI] PEMBENIHAN IKAN TENGADAK Barbonymus

schwanenfeldii

Deni Radona, Irin Iriana Kusmini, Fera Permata Putri, RR Sri

Pudji Sinarni Dewi, dan Rudhy Gustiano ... 75 - 85 [VII] PEMBENIHAN IKAN UCENG Nemacheilus fasciatus

Vitas Atmadi Prakoso, Jojo Subagja, Otong Zenal Arifin, M. H.

Fariduddin Ath-thar, dan Anang Hari Kristanto ... 87 - 96 [VIII] PEMBENIHAN IKAN BETOK Anabas testudineus

Wahyulia Cahyanti, Reza Samsudin, dan Irin Iriana Kusmini .... 97 - 109

(13)

vi I Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia

[IX] PEMBENIHAN IKAN TAMBAKAN Helostoma temminckii

Wahyulia Cahyanti, Otong Zenal Arifin, Jojo Subagja, dan

Anang Hari Kristanto ... 111 - 121 [X] PEMBENIHAN IKAN GABUS Channa striata

Irin Iriana Kusmini, Rudhy Gustiano, Deni Radona, Vitas Atmadi Prakoso, Anang Hari Kristanto, dan RR Sri Pudji Sinarni

Dewi ... 123 - 134 [XI] STRATEGI PENGEMBANGAN DAN

PEMANFAATAN BUDIDAYA IKAN-IKAN LOKAL

Anang Hari Kristanto dan RR Sri Pudji Sinarni Dewi ... 135 - 148 BIODATA TIM PENULIS ... 149 DAFTAR ISTILAH ... 155

(14)

Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia I vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Fase perkembangan embrio ikan torsoro pada suhu

penetasan air 24-25oC ... 24 Tabel 3.1 Produksi benih induk ikan belida hasil pemijahan secara

alami ... 36 Tabel 3.2 Produksi benih induk ikan belida hasil pemijahan secara

semi alami ... 37 Tabel 8.1 Daftar spesies valid Anabas testudineus ………. 99 Tabel 10.1 Ciri induk gabus jantan dan betina ……….. 124

(15)

viii I Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia

(16)

Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia I ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Total produksi penangkapan ikan air tawar Indonesia tahun 2017 berdasarkan dari statistik Kementerian Kelautan dan

Perikanan 2018 ………... 6 Gambar 1.2 Spesies ikan air tawar konsumsi asli Indonesia hasil rilis

dalam proses domestikasi ………... 10 Gambar 2.1 Kolam pemeliharaan induk dan pemijahan ikan tor ... 18 Gambar 3.1 Proses seleksi induk ikan belida untuk pemijahan (A. seleksi

berdasarkan ukuran panjang; B. Pengecekan kematangan gonad berdasarkan warna genital; C. Kanulasi untuk

mengecek tingkat kematangan gonad betina) ... 35 Gambar 3.2 Panen benih ikan belida di kolam pemijahan (A. Proses

pemanenan benih; B. Benih hasil panen berukuran sekitar 3

cm) ... 36 Gambar 3.3 Telur ikan belida pada hari pertama pengambilan substrat

dari kolam pemeliharaan (A. telur yang tidak terbuahi; B.

telur yang terbuahi) ………... 37 Gambar 3.4 Pendederan I ikan belida di dalam akuarium ... 38 Gambar 3.5 Pendederan II ikan belida di dalam waring (A. Waring

tempat pemeliharaan benih ikan belida yang ditempatkan di

kolam tanah; B. Benih ikan belida hasil pendederan II) …... 39 Gambar 4.1 Penampakan alat kelamin Ikan Baung betina (A) dan Ikan

Baung jantan (B), Ikan generasi pertama hasil domestikasi

berasal dari populasi Cirata ……… 46 Gambar 4.2 Ilustrasi siklus perkembangan gonad ikan, berdasarkan

perkembangan oosit dipengaruhi lingkungan dan hormon ... 47 Gambar 4.3 Kolam pemeliharaan induk (kiri) dilengkapi dengan saluran

air masuk (in-let), pengamatan dan pemilihan induk ikan

baung matang gonad secara visual (kanan) ………... 48 Gambar 4.4 Chip tag dalam tube berisi alkohol dan jarum implater (kiri)

dan pemasangan tagging elektronik dilakukan secara sub- cutan pada bagian punggung samping sirip dorsal ikan baung

……… 49

(17)

x I Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia

Gambar 4.5 Pengambilan sampel oosit menggunakan kateter plastik

(kiri), dan pemeriksaan visual oosit (kanan) ………... 49 Gambar 4.6 Stategi pemijahan ikan baung dengan kriteria oosit

heterogen, induksi priming HCG dan final injeksi dengan

ovaprim dosis tunggal ………... 50

Gambar 4.7 Strategi pemijahan pada induk dengan oosit homogen

dengan rata rata ø1,6 mm penyuntikan ovaprim dua kali … 51 Gambar 4.8 Teknik stripping induk betina ………... 52 Gambar 4.9 Teknik pengambilan sperma, 1) Gonad ikan baung hasil

pembedahan, 2) Proses penggerusan gonad, dan 3) Koleksi

sperma ………... 53

Gambar 4.10 Proses fertilisasi, pencampuran telur dengan sperma pada

ikan baung ………. 53

Gambar 4.11 Proses penetasan menggunakan akuarium ……… 55 Gambar 4.12 Benih baung ukuran 2-2,5 cm pada kondisi akhir

pemeliharaan dalam wadah akuarium menggunakan sistem

air resirkulasi di indoor hatchery ……… 57 Gambar 5.1 Ikan tapah Wallago leerii (Bleeker, 1851). Ikan tapah

berdasarkan nama ilmiahnya dapat disebut juga Wallagonia leerii Bleeker, 1851, Wallago nebulosus Vaillant, 1902 dan

Wallago tweediei ………... 64

Gambar 5.2 Kolam pemeliharaan induk ikan tapah terbuat dari beton dengan dasar tanah di instalasi penelitian BRPBATPP Bogor

………. 67

Gambar 5.3 Perbedaan induk ikan tapah betina (kiri) dan jantan (kanan) dapat terlihat dari bentuk urogenital, sirip dada dan sirip

perut ………... 67

Gambar 5.4 Alur proses pembenihan ikan tapah secara buatan dengan

aplikasi hormon ………. 70

Gambar 6.1 Ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) ………... 75 Gambar 6.2 Wadah pemeliharaan induk a). Kolam beton, b). Semi

permanen dan c). Jaring apung ……….. 76

Gambar 6.3 Kolam pemijahan alami ……… 78

(18)

Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia I xi Gambar 6.4 Penimbangan dan pengukuran induk yang akan dipijahkan . 79

Gambar 6.5 Persiapan wadah dan proses stripping telur ikan tengadak ... 80

Gambar 6.6 a). Ilustrasi penetasan telur sistem corong dan b). Pemeliharaan larva dalam bak beton ………. 82

Gambar 6.7 Waring penetasan telur ……….. 83

Gambar 6.8 Pengelolaan kolam pendederan ikan tengadak ……….. 84

Gambar 7.1 Ciri-ciri visual induk ikan uceng jantan dan betina ... 89

Gambar 7.2 Gonad ikan uceng (Nemacheilus fasciatus) (a. betina; b. jantan) …...……… 89

Gambar 7.3 Telur ikan uceng yang sudah difertilisasi/dibuahi …………. 92

Gambar 7.4 Larva ikan uceng (a. saat baru menetas; b. umur 3 hari; c. umur 7 hari) ………... 93

Gambar 8.1 Ikan betok (A. testudineus) ...…….. 98

Gambar 8.2 Peta penyebaran ikan betok (A. testudineus) ………. 98

Gambar 8.3 (a) Anabas; (b) Operculum Anabas yang bergerigi ... 100

Gambar 8.4 (A) induk ikan betok; (B) Morfologi kelamin ikan betok betina; (C) Morfologi kelamin ikan betok jantan ………….. 101

Gambar 8.5 Penyuntikan ikan betok ………... 102

Gambar 8.6 Proses pemijahan ikan betook ………... 103

Gambar 8.7 Telur ikan betok ……… 104

Gambar 8.8 Pemasangan hapa pada kolam ………... 106

Gambar 8.9 Kolam pendederan, berupa kolam berukuran 10 x 15 m dengan dinding beton dan dasar tanah ……….. 107

Gambar 9.1 Ikan tambakan (Helostoma temminckii) ………... 111

Gambar 9.2 Peta penyebaran ikan tambakan (Helostoma temminckii). Warna pada peta menggambarkan daerah (putih: bersalju; biru: perairan; hijau: vegetasi; dan kuning hingga coklat: gurun pasir) ………... 112

(19)

xii I Pembenihan Ikan Air Tawar Asli Perairan Indonesia

Gambar 9.3 Helostoma ……….. 113

Gambar 9.4 Ciri ikan tambakan betina dan jantan, A. Ikan tambakan betina, B. Ikan tambakan jantan, C. Bentuk genital ikan betina dan jantan, D. Tubuh induk bila bagian perut ditekan

ke arah tanda panah akan keluar telur atausperma ………… 115 Gambar 9.5 Contoh Bak fiber untuk pemijahan ikan Tambakan ……….. 116 Gambar 9.6. Proses pemijahan buatan; a. Proses kanulasi; b. Penyuntikan;

c. Pengambilan sperma; d. Stripping; e. Fertilisasi; f.

Akuarium penetasan ………. 117

Gambar 9.7 (a) Telur yang baru dibuahi; (b) Telur yang hampir menetas 118 Gambar 9.8 Proses pendederan larva Tambakan; a & b. Penebaran larva;

c & d. contoh kolam pendederan ………... 120 Gambar 10.1 Indukan gabus yang telah matang gonad jantan (kiri) dan

betina (kanan) ……… 124

Gambar 10.2 Perbedaan bentuk kepala dan jenis kelamin ikan gabus jantan

(kiri) dan betina (kanan) ………. 125

Gambar 10.3 Perkembangan telur sampai menjadi ikan gabus dewasa ….. 129 Gambar 10.4 Gonad jantan dan betina ikan gabus ... 130 Gambar 10.5 Benih ikan gabus umur + 2 minggu ... 131

(20)

I 1 Potensi Sumber Daya Genetik, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ikan Lokal

untuk Kegiatan Budidaya

BAB I.

POTENSI SUMBER DAYA GENETIK, PENGEMBANGAN, DAN PEMANFAATAN IKAN-IKAN LOKAL UNTUK

KEGIATAN BUDIDAYA

Rudhy Gustiano

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan

STATUS POTENSI SUMBER DAYA GENETIK

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara “megabiodiversity” sumber daya ikan. Potensi perikanan dengan keragaman tertinggi di dunia (25%) (Bappenas, 2003) merupakan modal dasar yang dapat berkurang dan menjadi habis apabila tidak dikelola secara arif dan bijaksana. Potensi perikanan tersebut dapat berperan penting dalam mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan bagi bangsa dan negara secara berlanjutan.

Ikan Indonesia pertama kali didokumentasikan dalam buku “The Fishes of the Indonesian Archipelago” (Weber & de Beaufort, 2013). Dengan perkembangan ilmu sistematika, banyak nama ilmiah yang berubah di bawah aturan nama zoologi dan juga banyak tambahan jenis yang ditemukan sejak buku tersebut diterbitkan. Allen (1991) melaporkan terdapat 329 species di Pulau Papua dan Ohee (2017) melaporkan sekitar 400 spesies.

Buku “Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi” (Kottelat et al., 1993) merupakan dokumentasi ulang jenis-jenis ikan air tawar yang ada. Di Indonesia tercatat ikan air tawar sebanyak 1.248 jenis yang merupakan sembilan persen dari jenis ikan air tawar di dunia. Jumlah tersebut akan mencapai 1.648 spesies apabila wilayah Indonesia Bagian Timur dan Barat digabungkan, mendekati jumlah yang diprediksi oleh Dudgeon (2000) bahwa jumlah ikan air tawar Indonesia adalah sebanyak 1.700 spesies. Perkembangan teknologi molekuler di dunia begitu pesat dan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan jumlah spesies baru yang teridentifikasi seperti yang baru-baru ini dilaporkan oleh Bachry et al. (2019). Studi genetik sistematis atau evolusioner yang mencakup taksonomi dan filogeni memiliki

(21)

2 I Rudhy Gustiano

dampak besar pada dokumentasi sumber daya genetik. Tampaknya hal ini belum banyak diterapkan di Indonesia yang masih mengandalkan identifikasi spesies berbasis taksonomi konvensional.

Berdasarkan Fishbase (2020) tercatat bahwa kekayaan jenis ikan air tawar Indonesia Bagian Barat sebesar lebih dari 10% dari dunia. Menurut Widjaja et al.

(2014), dari kekayaan yang ada 19,5% diantara merupakan jenis endemik. Kekayaan hayati ikan air tawar, khusus ikan konsumsi, merupakan aset yang pembangunan yang handal untuk memenuhi target konsumsi di tahun 2024 sebesar 62,05/kapita, meningkatkan nilai tukar pembudidaya ikan (NTPI) agar selalu di atas angkat 100.

Hasil sementara NTPI dilaporkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 adalah sebesar 102, meningkat dari 101 pada tahun 2020.

Potensi kekayaan hayati di atas akan dapat berkontribusi dan memainkan peranan untuk mendukung program kemandirian pangan yang menjadi salah satu pilar rencana pembangunan jangka panjang (RPJM), meningkatkan kesejahteran dan ekonomi masyarakat khususnya NTPI melalui pemanfaatan kekayaan hayati sumber daya genetik yang dimiliki (Bappenas, 2015). Berdasarkan tren pemanfaatan yang terus meningkat, patut dicermati pemanfaatan yang tidak terkendali dan pembangunan kurang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan jenis ikan dan penurunan ekosistem serta habitat tawar yang ada.

Dalam dua dekade terakhir, jumlah ikan yang terancam punah semakin meningkat di wilayah Indonesia berdasarkan publikasi ilmiah beberapa peneliti terdahulu (Kartamihardja, 2008; Hadiati, 2011; Roesma, 2013; Samir et al., 2017;

Haryani et al., 2020). Saat ini sebanyak 245 spesies ikan masuk dalam kriteria yang dikelompokkan sebagai “Asian species Action Partnership” (ASAP species).

Peningkatan telah terjadi dengan dimasukkannya 24 jenis baru yang dikategorikan ikan air tawar sebagai ikan yang terancam di Asia Tenggara dari ekploitasi yang berlebihan (baik untuk konsumsi maupun perdagangan ikan hias global), spesies invasif, polusi, pembangunan dam, dan rusaknya habitat sejumlah spesies lahan gambut terancam dari konversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Froese dan Pauly (2020) melaporkan 231 spesies terancam dari Indonesia. Sementara itu, 19 spesies

(22)

Potensi Sumber Daya Genetik, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ikan Lokal untuk Kegiatan Budidaya

I 3 introduksi didominasi oleh spesies invasif (Muchlisin, 2012). Haryono &

Wahyudewantoro (2020) melaporkan 13 spesies introduksi di daerah Galunggung.

Menurut IUCN (2020), banyak spesies baru yang ditambahkan dalam daftar ikan terancam punah didapatkan di Pulau Papua yang diliputi banyak pegunungan dan merupakan pulau tropis terbesar di dunia. Papua merupakan tempat keanekaragaman jenis tumbuhan dan binatang yang sebagaian besar belum ditemukan.

Keanekaragamannya habitat yang meliputi perairan hutan bakau, rawa, dataran rendah tropis dan pegunungan mendukung tingginya keberadaan spesies-spesies endemik.

Dalam daftar ikan terancam punah juga banyak spesies-spesies yang dimasukkan untuk pertama kali.

Jenis ikan julung-julung dari danau Tondano di Sulawesi merupakan jenis ikan berukuran kecil yang menarik dan tidak didapati di tempat lain. Ikan ini didapati pada tahun 1995 dan merupakan jenis endemik dari Danau Tondano yang merupakan danau terbesar di Sulawesi Utara. Namun saat ini, kondisi danau tersebut dalam kondisi mengkhawatirkan karena tingginya sedimentasi dan polusi dari lahan pertanian, limbah antropogenik, dan peternakan. Diperkirakan sebanyak 42.000 bebek manila diternakkan di sepanjang tepian danau.

Di Pulau Jawa, Chitala lopis, terakhir terlihat pada tahun 1851, dinyatakan telah punah keberadaannya. Ikan air tawar ini, endemik di perairan pedalaman Jawa, terancam akibat penebangan yang ekstensif, penggundulan hutan, pembangunan perkotaan, dan penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan. Polusi industri, domestik dan pertanian memperparah kondisi yang ada.

Gambaran di atas memberikan informasi betapa besarnya kekayaan hayati Indonesia yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk modal pembangunan untuk peningkatan kemandirian pangan dan ekonomi masyarakat Indonesia khususnya pembudidaya ikan. Namun demikian, ancaman yang ada juga sangat mencemaskan dan berdampak pada hilangnya kekayaan tersebut apabila tidak dikelola pemanfaatan dan keberlangsungannya secara benar. Kepunahan sumber daya genetik yang terjadi tidak akan dapat dipulihkan kembali. Kondisi status sumber daya genetik, pengelolaan, dan permasalahannya di Indonesia disampaikan oleh Kurniawan et al. (2021).

(23)

4 I Rudhy Gustiano

Penundaan penanganan masalah sumber daya genetik berakibat pada kehilangan abadi yang tidak dapat dihindari.

Saat ini, Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), Protokol Cartagena tentang konvensi keamanan hayati untuk keanekaragaman hayati, dan Protokol Nagoya tentang akses dan pembagian manfaat sumber daya genetik telah diratifikasi oleh peraturan domestik. Telah disadari sejak 30 tahun yang lalu bahwa sumber daya alam merupakan modal untuk pembangunan masa depan yang dapat dipulihkan kembali jika dikelola secara arif dan berkelanjutan. Untuk itu, Bappenas (2003, 2015) telah menerbitkan buku pedoman Rencana Strategis Keanekaragaman Hayati Indonesia.

Rencana aksi ke depan akan fokus pada bagaimana meningkatkan kontribusi sumber daya genetik untuk tujuan pembangunan berkelanjutan dalam hal ketahanan pangan, kesejahteraan manusia, dan pendapatan nasional.

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA GENETIK IKAN AIR TAWAR

Banyak ikan air tawar merupakan spesies yang penting secara ekonomi untuk budidaya dan perikanan. Namun, eksploitasi intensif dan perusakan habitat telah menempatkan spesies ini pada risiko kepunahan. Selain potensi dan tantangan di atas, sistematika evolusi atau isu genetik terkait taksonomi dan filogeni sangat mendesak untuk memahami sumber daya ikan yang ada dan punah, serta status IUCN mereka saat ini dan untuk menerapkan CITES.

Dahulu, fokus kegiatan dipusatkan pada identifikasi dan pendokumentasian keanekaragaman jenis ikan di Indonesia. Saat ini sedang dilakukan inventarisasi ulang sumber daya genetik ikan air tawar Indonesia mengenai keabsahan nama ilmiah yang benar dan posisi kelompok yang sesuai (Haryono & Tjakrawidjaja, 2004; Sudarto &

Pouyaud, 2005; Wowor & Ng, 2007; Rachmatika, 2010; Haryono; 2011; Jusmaldi et al., 2017; Hadiaty, 2018; Gustiano, 2018a; 2018b; 2019; 2020; Herawati et al., 2019).

Banyak sektor yang terlibat dalam pengelolaan perairan darat dengan berbagai peran dan target Menurut Nasution (2013) sekitar 32% dari 13,85 juta ha telah dimanfaatkan untuk perikanan.Berdasarkan data produksi, hasil tangkapan ikan air tawar tercatat sebesar 487.621 ton yang mewakili 38 jenis ikan (Gambar 1). Jika dicermati, angka ini

(24)

Potensi Sumber Daya Genetik, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ikan Lokal untuk Kegiatan Budidaya

I 5 kemungkinan besar tidak tepat karena pengelompokan spesies di atas kebanyakan berdasarkan kelompok bukan berdasarkan spesies. Misalnya, untuk kelompok lele yang berisi lebih dari sepuluh spesies, serta untuk patin, gabus, baung, dan lais.

Sedangkan kelompok ikan lainnya memiliki anggota yang lebih sedikit.

Dari 38 spesies, 29 spesies telah dimanfaatkan dengan total produksi 307.593 ton yang mewakili tujuh spesies dominan seperti baung, "bilih" (Mystacoleucus padangensis), gabus, lais, tengadak, patin, dan sepat (Gustiano et al., 2021a).

Dibandingkan dengan total produksi ikan air tawar, total hasil tangkapan hanya 10%

dari total produksi ikan air tawar. Sedangkan produksi perikanan budidaya sebesar 3,3 juta ton atau 90% dari total produksi. Lima spesies yang memiliki kontribusi besar terhadap produksi perikanan budidaya, yaitu nila, lele afrika, patin bangkok, mas, dan gurami. Meskipun Indonesia adalah salah satu yang terbesar kelima sebagai produsen akuakultur di dunia, namun produksi utama perikanan budidaya didominasi oleh spesies introduksi (nila, lele, patin, dan mas), hanya gurami yang merupakan spesies asli Indonesia.

Saat ini baru 22 jenis ikan air tawar yang telah dikembangkan untuk kegiatan budidaya dalam mendukung diversifikasi usaha budidaya (Gustiano et al., 2015).

Besarnya potensi sumber daya genetik ikan dan harapan yang tersimpan nampaknya belum dimanfaatkan secara optimal. Sangat ironis bahwa budidaya perikanan air tawar masih didominasi oleh ikan introduksi.

Mengingat kekayaan sumber daya genetik ikan air tawar demikian besar, sudah selayaknya Indonesia memiliki komoditas andalan air tawar yang menjadi ikon Indonesia. Ikan-ikan asli Indonesia seperti sepat, gabus, tambakan, dan betok dapat memainkan peranan yang lebih besar untuk membangun ekonomi masyarakat (Gustiano, 2018a). Dengan ketersediaan sumber daya genetik ikan yang melimpah, rendahnya jumlah jenis dan produksi ikan menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya genetik belum optimal.

(25)

6 I Rudhy Gustiano

Gambar 1.1 Total produksi penangkapan ikan air tawar Indonesia tahun 2017 berdasarkan dari statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan 2018 (Gustiano et al., 2021a)

Patut disadari bahwa peningkatan produksi budidaya ikan tidak hanya mengandalkan potensi sumber daya dan pendekatan teknologi pada sistem budidaya, namun telah mengandalkan penggunaan jenis populasi ikan unggul hasil domestikasi dan rekayasa genetika ikan yang telah dibudidayakan. Di Asia, negara yang berhasil dengan rekayasa genetika pada ikan konsumsi air tawar melalui seleksi adalah Taiwan dengan nila merah dan lele dumbo, Thailand dan Filipina untuk beberapa strain ikan nila. Mengingat target nasional konsumsi per kapita pada tahun yang terus dipacu, maka diperlukan teknik/pendekatan tertentu yang menghasilkan ikan-ikan unggul dengan memanfaatkan sumber daya genetik ikan budidaya baru yang potensial.

Pendekatan rekayasa genetika akan menghasilkan produktivitas perikanan secara optimal sebagaimana diterapkan negara-negara yang mengandalkan budidaya sebagai kekuatan ekonomi negaranya.

(26)

Potensi Sumber Daya Genetik, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ikan Lokal untuk Kegiatan Budidaya

I 7 BUDIDAYA IKAN LOKAL

Berdasarkan RPJM nasional yang ditindaklanjuti dengan kebijakan KKP, budidaya perikanan air tawar peranannya terfokus pada: 1) pangan terkait dengan konsumsi ikan/nilai gizi yang selalu ditingkatkan targetnya setiap tahun, 2) kearifan ikan lokal berbasis ikan asli terkait perbaikan ekonomi dan kesejahteraan, serta keberlangsungan sumber daya genetik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemanfaatan sumber daya genetik ikan budidaya baru yang potensial untuk mencukupi kebutuhan pangan, diversifikasi produk budidaya dengan keunggulan berbeda, serta meningkatkan peranan dan fungsi kearifan lokal dalam pengembangan budidaya ikan asli air tawar di Indonesia. Langkah strategis yang dilakukan KKP untuk program di atas adalah dengan menindaklanjutinya melalui kebijakan teknis pembentukan kampung budidaya ikan. Pemahaman tentang keanekaragaman ikan asli yang memiliki nilai ekonomi penting seperti patin, baung, lais, lele, dan gabus yang mewakili jenis ikan sungai dan rawa banjiran diharapkan dapat memberikan wawasan ilmiah yang lebih luas kepada masyarakat umum dan seluruh pemangku kepentingan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan sumber daya ikan asli dan lebih mendorong upaya konservasinya.

Menurut Gustiano (2009), empat belas jenis ikan patin yang ada di Indonesia adalah Helicophagus typus Bleeker, 1858; H. waandersii Bleeker, 1858;

Pangasianodon hypophthalmus (Sauvage, 1878); Pteropangasius micronemus (Bleeker, 1847); Pangasius nieuwenhuisii (Popta, 1904); P. humeralis Roberts, 1989;

Pangasius lithostoma Roberts, 1989; P. polyuranodon (Bleeker, 1852); P. macronema (Bleeker, 1850); P. kunyit (Pouyaud, Teugels & Legendre, 1999); P. mahakamensis (Pouyaud, Gustiano & Teugels, 2002); P. djambal (Bleeker, 1846); P. nasutus (Bleeker, 1862); P. rheophilus (Pouyaud & Teugels, 2000). Semua spesies patin merupakan spesies ikan yang penting secara ekonomi bagi komunitas nelayan di daerah penangkapan ikan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelestarian jenis- jenis ikan di atas dari kegiatan yang mengancam.

Di Indonesia, genus Hemibagrus atau baung memiliki sepuluh spesies (Gustiano et al., 2018b) yang terdiri dari Hemibagrus nemurus (Valenciennes, 1840);

H. planiceps (Valenciennes, 1840); H. hoevenii (Bleeker, 1846); H. wyckii (Bleeker,

(27)

8 I Rudhy Gustiano

1858); H. bongan (Popta, 1904); H. fortis (Popta, 1904); H. oliroides (Roberts, 1989);

H. velox (Tan & Ng, 2000); H. caveatus (Ng, Wirjoatmojo & Hadiaty, 2001); H.

lacustrinus (Ng & Kottelat, 2013). Banyak jenis baung yang menjadi makanan favorit dan telah dibudidayakan di Sumatera dan Jawa.

Dari 28 ikan lais dari genus Ompok yang ada di dunia, sebanyak 15 spesies terdapat di Indonesia. Spesies-spesies tersebut adalah O. siuroides (Lacepede, 1803);

O. hypophthalmus (Bleeker, 1846); O. leiacanthus (Bleeker, 1853); O. eugeneiatus (Vaillant, 1893); Ompok borneensis (Steindachner, 1901); O. miostoma Vaillant, 1902; O. jayney (Fowler, 1905); O. weberii (Hardenberg, 1936); O. Javanensis (Hardenberg, 1938); O. fumidus (Tan & Ng, 1996); O. pluriadiatus (Ng, 2002); O.

binotatus (Ng, 2002); O. rhadianurus (Ng, 2003); O. supernus (Ng, 2008); O.

brevirictus (Ng & Hadiati, 2009). Diketahui bahwa ikan lais ini merupakan ikan yang sangat digemari masyarakat di pulau Sumatera dan Kalimantan.

Ikan lele ada di Indonesia menurut Gustiano et al. (2021b; 2021c) adalah Clarias nieuhofii (Cuvier & Vallenciennes, 1840); Clarias teijsmani (Bleeker, 1857);

Clarias pseudonieuhofii (Sudarto, Teugels & Pouyaud, 2004); Clarias intermedius (Teugels, Sudarto & Pouyaud, 2001); Clarias meladerma (Bleeker, 1846); Clarias leiacanthus (Bleeker, 1851); Clarias olivaceus (Fowler, 1904); Clarias punctatus (Valenciennes, 1840); Clarias microstomus (Ng, 2001); Clarias pseudoleiacanthus (Sudarto, Teugels & Pouyaud, 2003); Clarias kapuasensis (Sudarto, Teugels &

Pouyaud, 2003). Saat ini ikan lele jalan merupakan ikan makanan utama nomor dua di Indonesia. Namun budidaya lele lokal kurang populer dibandingkan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang diintroduksi dari Afrika (Gustiano et al., 2020).

Gustiano et al. (2019) mengatakan bahwa ada 10 spesies ikan gabus yang tercatat di Indonesia. Jenis-jenis gabus tersebut adalah Channa bankanensis (Bleeker, 1852), C. cyanopilos (Bleeker, 1853), C. gachua (Hamilton, 1822), C. lucius (Cuvier, 1831), C. marulioides (Bleeker, 1851), C. melasoma (Bleeker, 1851), C. micropeltes (Cuvier, 1831), C. pleurophthalmus (Bleeker, 1851), C. striata (Bloch, 1783), C.

melanopterus (Bleeker, 1855).

(28)

Potensi Sumber Daya Genetik, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ikan Lokal untuk Kegiatan Budidaya

I 9 Sebelum pembentukan kampung budidaya ikan, pengembangbiakan adalah salah satu langkah untuk mendukung keberhasilan kampung-kampung yang dibentuk.

Selain itu pengembangbiakan atau pembenihan ikan merupakan langkah yang paling penting dalam mengoptimalkan pemanfaatan dan menjaga keberlangsungan sumber daya genetik ikan yang dimiliki baik dari spesies ikan sungai maupun rawa.

Pengembangbiakan dimulai dari proses domestikasi dengan tindak lanjut kepada pembenihan ikan target Terkait dengan komoditas yang menjadi target pengembangan, perlu dipertimbangkan sasaran yang akan dituju baik target pengguna maupun penggunaan ikan yang dikembangkan seperti untuk pangan, devisa, bahan baku biofarmaka atau pelestarian jenis.

Saat ini, pembudidaya ikan secara tradisional/konvensional telah mendomestikasi beberapa spesies ikan konsumsi ikan air tawar asli seperti ikan tawes, nilem, gurami dan tambakan, mata merah dan lain-lain. Namun produktivitas yang diperoleh oleh para pembudidaya masih relatif rendah dan sulit dipastikan. Di sisi lain, KKP berhasil melepas dan merilis spesies unggul ikan asli yang didomestikasi untuk pengembangan akuakultur (Gambar 1.2).

(29)

10 I Rudhy Gustiano

Gambar 1.2 Spesies ikan air tawar konsumsi asli Indonesia hasil rilis dalam proses domestikasi (Kurniawan et al., 2021)

Dalam buku ini akan disampaikan perbenihan sembilan spesies ikan air tawar konsumsi asli Indonesia (tor, baung, tambakan, betok, gabus, uceng, tapah, tapah, dan belida) baik yang telah dirilis/proses rilis atau masih dalam proses akhir domestikasinya.

(30)

Potensi Sumber Daya Genetik, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ikan Lokal untuk Kegiatan Budidaya

I 11 DAFTAR PUSTAKA

Allen, G.R. 1991. A field guide to the freshwater fishes of New Guinea. Christensen Research Institute, Madang, Papua New Guinea. 1-268. 12 https://catalogue.nla.gov.au/Record/203599

Bachry, S., Solihin, D., Gustiano, R., Soewardi, K., & Butet, N. 2019. Genetic Diversity of the Haliotis diversicolor squamata from Southern Coastal Java (Banten, Pangandaran and Alas Purwo) and Bali Based on Mitochondrial CO1 Sequences. Tropical Life Sciences Research 30 (3), 82-93.

http://www.tlsr.my.30032016_6

Bappenas. 2003. Indonesian Biodiversity Action Plan 2003-2020. National Planning Agency (Bappenas). Jakarta. 140 p. https://www. Bappenasgo.id

Bappenas. 2015. Indonesian Biodiversity Action Plan 2015-2020. National Planning Agency (Bappenas). Jakarta. 289 p. https://www. Bappenasgo.id

Dudgeon, D. 2000. The ecology of tropical Asian rivers and streams concerning biodiversity conservation. Annu. Rev. Ecol. Syst., 31: 239-63.

https://doi.org/10.1146/annurev.ecosyst.31.1.239

Froese, R., & Pauly, D. (eds.). 2020. FishBase. World Wide Web electronic publication.https://www.fishbase.se/search.

Gustiano, R. 2009. Pangasiid catfishes of Indonesia. Bulletin Plasma Nutfah. 15 (2) : 91-100

Gustiano, R., Kusmini, I.I., & Ath-athar, M.H.F. 2015. Mengenal sumber daya genetik ikan spesifik lokal air tawar indonesia untuk pengembangan budidaya. 51 h Gustiano, R. 2018a. Rekayasa genetika dalam pemanfaatan sumber daya ikan air tawar

konsumsi. Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, KKP. 75 h. ISBN 9786025791208

Gustiano, R., Ath-thar, M.H.F., Radona, D., Subagja, J., & Kristanto, A.H. 2018b.

Keanekaragaman dan Budidaya Ikan Baung. IPB Press, Bogor. 73 h

(31)

12 I Rudhy Gustiano

Gustiano, R., Ath-thar, M.H.F., & Kusmini, I.I. 2019. Diversiti, Biologi reproduksi dan Manajemen induk ikan gabus. IPB Press. 104 h

Gustiano, R., Prakoso, V.A., Iswanto, B., Radona, D., Kusmini, I.I., & Ath-thar M.H.F.

2020. Biodiversitas, Status dan Tren Budidaya Ikan Lele. IPB Press. 88 h Gustiano, R., Kurniawan, K.., & Haryono. 2021a. Optimizing the Utilization of

Genetic Resources of Indonesian Native Freshwater Fish. Asian Journal of Conservation Biology 10(2) (In press)

Gustiano, R., Prakoso, V.A., Radona, D., Dewi, R.R.S.P.S., Saputra, A., & Nurhidayat.

2021b. A sustainable aquaculture model in Indonesia: multibiotechnical approach in Clarias farming. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 718 (012039), 1-10

Gustiano, R., Kurniawan, K., & Kusmini, I.I. 2021c. Bioresources and diversity of snakehead, Channa striata (Bloch 1793): a proposed model for optimal and sustainable utilization of freshwater fish. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 762 (2021) 012012 762

Hadiaty, R.K. 2011. Diversity and fish species lost of Ciliwung and Cisadane rivers.

Berita Biologi, 10 (4) : 491-504. (In Indonesia).

https://doi.org/10.32491/jii.v11i2.138

Hadiaty, R.K. 2018. Taxonomy status of endemic freshawater ichthyofauna of

Sulawesi, Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 18(2).

http://doi.org/10.32491/jii.v.812.428

Haryani, G.S., Hidayat, & Samir, O. 2020. Diversity of Fish Caught Using Gill Nets In Lake Sentarum, West Kalimantan – Indonesia. In Proceedings of Tropical Limnology, Research Center for Limnology-LIPI. http://doi:10.1088/1755- 1315/535/1/012037

Haryono, & Wahyudewantoro, G. 2020. The alien freshwater fish of Mount Galunggung, West Java, Indonesia. Biodiversitas 21 (4) : 1407-1414.

https://doi.org/10.13057/biodiv/d210419

(32)

Potensi Sumber Daya Genetik, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ikan Lokal untuk Kegiatan Budidaya

I 13 Haryono. 2011. Study of ichthyofauna diversity peat-land forest of Indonesia.

Proceeding of The International Workshop on Sustainable Management of Bio- Resources in Tropical Peat-Swamp Forest. P: 78-96

Haryono, & Tjakrawidjaja, A.H. 2004. Studies on: The freshwater fishes of North Sulawesi. Puslitbang Biologi, LIPI, Jakarta. 120 p

Herawati, T., Rohman, A., & Wahyudewantoro, G. 2019. Freshwater fish in West Java dan Its Conservation Status. Unpad Press, Sumedang, Indonesia. 115 p IUCN. 2020. Urgent neededs as 16 freshwater in Southeast Asia declared Extinct in

latest Red List update. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2020-3. http://www.speciesonthebrink.org/news/urgent-action-needed- Jusmaldi, Duryadi, D., Affandi, R., Rahardjo, M., & Gustiano, R. 2017. DNA

Barcoding of Lais catfish Kryptoterus genus from Mahakam river, South Borneo. Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 14(3):191-199. http://jurnal- iktiologi.org/index.php/jii/article/view/80/61

Kartamihardja, E.S. 2008. Changes in Fish Community Composition and Important Factors Affecting the Forty Years of the Djuanda Reservoir. Jurnal Iktiologi Indonesia, 8(2):67-78. (In Indonesia). https://doi.org/10.32491/jii.v8i2.289 Kottelat, M., Whitten, A.J., Kartikasari, S.N., Wirjoatmodjo, S. Freshwater fishes of

Western Indonesia and Sulawesi. Singapore, Periplus Edition. 1993: 1-291.

ISBN 0945971605

Kurniawan, K., Gustiano, R., Kusmini, I.I., & Prakoso, V.A. 2021. Genetic resources preservation and utilization of Indonesian native freshwater fish consumption.

Eco. Env. & Cons. 27 (1) :227-233. http//:www.envirobiotechjournals.com Muchlisin, Z. 2012. First report on introduced freshwater fishes in the waters of Aceh,

Indonesia. Archives of Polish Fisheries 20 (2) : 129-135.

https://doi.org/10.2478/v10086-012-0015-1

Nasution, Z. 2013. Fisherman community development for fisheries inland waters management. The Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Jakarta, Indonesia.

77 p

(33)

14 I Rudhy Gustiano

Ohee, H.L. 2017. Fish biodiversity of South Papua. Jurnal Biologi Papua 9 (2) : 74- 82. https://ejournal.uncen.ac.id/index.php/JBP/article/view/117

Rachmatika, I. 2010. Taxonomy and habitat of river gouramy, Osphronemus septemfasciatus (Roberts, 1992). Berita Biologi 10 (2) : 145-151.

https://doi.org/10.32491/jii.v10i2.166

Roesma. 2013. Evaluation of Fish Species Diversity in Lake Maninjau. Proceeding Semirata, Faculty of Science, Lampung University, Lampung.

https://jurnal.fmipa.unila.ac.id/semirata/article/view/670/490

Samir, O., Haryani, G.S., Lukman, et al. 2017. Iktiofauna Lake Hanjalutung, Central Kalimantan. Proceedings of the Scientific Meeting of the Indonesian Limnological Society, 158-165. ISBN: 978-602-70157-2-2.

https://drive.google.com/file/d/1xxajW6cBDTZXnYos6z950AXH4HfldDPo/

view

Sudarto, & Pouyaud, L. 2005. Identification key based on morphological characters of the Southeast Asian species of the genus Clarias (Pisces: Clariidae). Jurnal Iktiologi Indonesia 5 (2) : 39–47. https://doi.org/10.32491/jii.v5i2.236 Weber, M., & de Beaufort, L.F. 1913 The fishes of Indo-Australian archipelago II,

Malacopterygii, Myctophoidea, Ostariophysi: I. Siluroidea. E.J. Brill Ltd, Leiden. 1-404. http://kikp.pertanian.go.id/pustaka/opac/detail-opac?id=1083 Widjaja, E.A., Rahayuningsih Y, Rahajoe JS, et al. 2014. Indonesia's biodiversity

today. LIPI Press. 1-344. (In Indonesia). ISBN 978-979-799-801-1

Wowor, D., & Ng, P.K.L. 2007. The giant freshwater prawns of the Macrobrachium rosenbergii species group (Crustacea: Decapoda: Caridea: Palaemonidae). The Raffles Bulletin of Zoology 55 (2) : 321-336. https://lkcnhm.nus.edu.sg/wp- content/uploads/sites/10/app/uploads/2017/06/55rbz321-336.pdf

(34)

Potensi Pembenihan Ikan Dewa Tor soro I 15

BAB II.

PEMBENIHAN IKAN DEWA Tor soro

Otong Zenal Arifin, Wahyulia Cahyanti, dan Jojo Subagja Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan

PENDAHULUAN

Ikan dewa atau dikenal juga dengan nama ikan tor merupakan sumberdaya perikanan asli Indonesia yang memiliki nilai spiritual dan budaya yang tinggi utamanya di daerah di Jawa Barat dan Sumatera Utara (Nugroho et al., 2006).

Tingginya permintaan pasar dan terbatasnya ketersediaan ikan tor hasil budidaya, serta pertumbuhannya yang sangat lambat, menyebabkan populasi ikan tor di alam sudah tergolong langka (Wahyuningsih et al., 2012). Selain itu tingkat eksploitasi yang tinggi di alam, berkontribusi pada penurunan keanekaragaman genetik (Nugroho et al., 2007). Haryono (2006) mengemukakan bahwa ikan dari genus Tor masuk kedalam jenis ikan yang terancam punah akibat penangkapan yang berlebihan dan kerusakan habitat berupa penggundulan hutan. Berdasarkan informasi IUCN (International Union for Conservation of Nature), menyatakan pada tahun 2017 tercantum 12 jenis dari ikan genus Tor yang terancam punah, diantaranya Tor tambroides dan Tor tambra dari Indonesia.

Sebagai upaya pelestarian dan pengembangan budidaya, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan telah melakukan kegiatan domestikasi yang kegiatannya meliputi koleksi, adaptasi, identifikasi dan karakterisasi ikan dewa atau sering juga dikatakan sebagai ikan torsoro, soro, ihan, tombro, sengkaring dan banyak lagi nama daerah lainnya mengacu pada spesies ikan Tor soro. Menurut Gustiano et al. (2013), domestikasi soro (Tor soro) telah dilakukan sejak tahun 1996, yang dimulai dari koleksi ikan, karakterisasi genetik dan morfometrik, serta pembenihan dan evaluasi pertumbuhan. Pada tahun 2010 teknologi pengembangbiakan soro telah dinyatakan berhasil, namun demikian, produksi benih masih kurang optimal karena kematangan telur ikan masih terkendala oleh musim.

(35)

16 I Otong Zenal Arifin, Wahyulia Cahyanti, dan Jojo Subagja

Beberapa kegiatan penelitian terkait pembenihan ikan dewa telah banyak dilakukan, mulai dari perkembangan gonad (Hardjamulia et al., 1995), musim matang gonad, pemijahan, fekunditas, diameter telur hasil pemijahan alami (Gaffar et al., 1991), habitat buatan (Haryani et al., 1997), domestikasi dan aspek biologi (Muchari et al., 1999), penggunaan pakan buatan (Redjeki et al., 2003a), padat tebar (Redjeki et al., 2003b), dan usaha pembesaran (Redjeki & Supriatna, 2004). Penggunaan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dengan dosis 500 IU/kg bobot badan melalui implantasi, mampu memacu perkembangan gonad, pematangan akhir telur (gonad), dan pemijahan, dengan hasil setelah hari ke-50 ikan dapat dipijahkan 100% (Subagja

& Gustiano, 2006).

Upaya untuk memproduksi benih ikan Tor soro telah berhasil dilakukan seiring dengan telah rilis domestikasi ikan ini tahun 2011. Namun perkembangan teknologinya dimasyarakat masih sangat kurang, hal ini disebabkan oleh ketersediaan induk, kesuaian kondisi lingkungan pemijahan yang terbatas dan aplikasi teknologi di masyarakat yang kurang. Ruang lingkup bahasan dibatasi hanya pada aspek reproduksi meliputi manjemen induk yang sudah teradaptasi pada lingkungan ex-situ, pemilihan induk yang siap dipijahkan, metode pemijahan dan penetasan telur.

PEMELIHARAAN INDUK

Ketertersedian induk matang gonad adalah faktor utama dalam proses pemijahan. Ukuran ikan dewa yang dapat digunakan dalam proses pemijahan adalah ikan jantan dengan bobot minimal 300 g atau umur lebih dari 2 tahun dan induk betina lebih dari 700 g atau telah berumur lebih dari 4 tahun. Asih & Setijaningsih (2011) mengemukakan bahwa berdasarkan pengamatan tingkat kematangan gonad secara periodik diketahui bahwa ikan jantan mulai matang kelamin pada ukuran 90-130 g dan induk betina pada ukuran 780-920 g. Beberapa keberhasilan pemijahan telah dilakukan pada bobot induk yang berbeda. Farastuti et al. (2014) berhasil melakukan pemijahan pada ikan dengan bobot 800-1.000 g, Rejeki (2007) pada bobot 900-3.050 g, Radona et al. (2015) pada ukuran panjang 34±1,0 cm dan bobot 643±20 g, Effendi et al. (2015)

(36)

Potensi Pembenihan Ikan Dewa Tor soro I 17 pada bobot 500-1.300 g, dan Subagja et al. (2009) pada ukuran 2200-3.500 g, dengan induk mampu bereproduksi menghasilkan GSI 5-8% (Subagja & Juli, 2014)

Pemeliharaan induk dilakukan di kolam air mengalir dengan kedalaman air minimal 80 cm, dasar kolam dilapisi batu kerikil, dan air tidak terlalu keruh (kecerahan

≥ 50 cm), kadar oksigen terlarut minimal 4 mg/L, dan pH 6,5-7,5. Rasio antara induk jantan dan betina adalah 1:2, dipelihara bersamaan dalam kolam. Pemberian pakan menggunakan pakan buatan dengan kadar protein 28-30% dan kadar lemak 7%. Pakan diberikan 2-3% dari bobot biomasa per hari, dengan pemberian dua kali sehari.

PENGAMATAN PERKEMBANGAN GONAD DAN PEMILIHAN INDUK MATANG

Pengamatan siklus musiman kematangan gonad induk ikan tor dievaluasi selama satu tahun berdasarkan kriteria perkembangan rata-rata diameter oosit setiap bulan. Diameter oosit diukur menggunakan mikrometer pada mikroskop binokuler (pembesaran 12×) terhadap contoh oosit 30-50 butir yang diambil secara periodik, menggunakan kanula plastik (jumlah induk yang diamati 12 ekor) (Subagja &

Gustiano, 2006; Subagja et al., 2006). Diameter rataan paling besar (1,4 mm) ditemukan pada bulan Juli (menjelang kemarau) serta kecenderungan pada awal Januari, dimana diameter terbesar mencapai 1,35 mm. Diluar bulan tersebut, diameter telur ikan tor hampir stagnan (tidak berkembang) bahkan ditemukan pada beberapa individu banyak telur yang mengalami atresia.

Ciri-ciri visual pada ikan tor yang sudah matang gonad dapat dilihat dari perubahan warna sirip anal dari berwarna gelap menjadi cerah hijau kebiruan, bentuk lubang kelamin (genital papila) yang membesar, munculnya bintik kasar pada tutup insang pada induk betina dan bentuk perut yang lebih buncit. Untuk lebih memastikan kematangan gonad yaitu dengan mengukur contoh telur menggunakan kateter melaui lubang kelamin. Pengamatan diameter telur hasil kanulasi dapat digunakan sebagai pedoman, ciri telur sudah matang dan siap dilakukan pemijahan apabila ukurannya seragam, diameter besar dengan kisaran 2,7-3,0 mm, tekstur kenyal, dan berwarna cerah atau tidak pucat. Beberapa penelitian mengenai diameter telur ikan dewa

(37)

18 I Otong Zenal Arifin, Wahyulia Cahyanti, dan Jojo Subagja

menghasilkan beberapa ukuran yang berbeda, hal ini sangat berhubungan dengan lokasi lingkungan hidup dan ukuran ikan saat diamati. Diamater telur ikan torsoro hasil ovulasi pada pemijahan buatan adalah 2,86±0,08 mm (Cahyanti et al. (2019), 2,6-2,9 mm (Subagja et al., 2013), 1,6-2,6 mm (Subagja et al., 2009), dan 3,0-3,2 mm (Asih

& Setijaningsih, 2011).

MANIPULASI KOLAM PEMATANGAN GONAD INDUK

Pada proses pematangan gonad, selain pemberian pakan yang cukup kuantitas dan kualitasnya, juga dapat dipacu dengan memanipulasi lingkungan kolam, yaitu dengan mengatur tinggi air dan dasar kolam. Pemeliharaan induk ikan tor di kolam yang kondisi lingkungannya disesuaikan seperti habitat aslinya, berupa kolam tembok dengan ukuran panjang 12 m, lebar 5 m, dasar kolam dibuat miring dengan kedalaman pada bagian inlet 0,6 m ke bagian outlet sampai kedalaman 1 m, pada 1/3 bagian dasar kolam diisi dengan batu koral, dan 2/3 bagian diisi batu kerikil dan pasir (Gambar 2.1).

Kontruksi kolam demikian mempunyai fungsi ganda selain sebagai tempat pematangan gonad induk juga berfungsi sebagai tempat pemijahan alami. Pembuangan air menggunakan sistem monik. Pada saluran pemasukan air hendaknya di lengkapi dengan kasa/saringan untuk menjaga agar ikan-ikan liar tidak masuk ke kolam induk.

Gambar 2.1 Kolam pemeliharaan induk dan pemijahan ikan tor Asih & Setijaningsih (2011) mengemukakan bahwa di Aek Sirambe Sumatera Utara, ikan tor mendiami bagian hulu berupa mata air yang jernih yang keluar dari tebing gua dengan dasar pasir kwarsa. Berdasarkan hasil pengamatan

(38)

Potensi Pembenihan Ikan Dewa Tor soro I 19 Haryono & Subagja (2008), terhadap habitat ikan tambra di Sungai Tabulus secara umum dapat dideskripsikan sebagai berikut: dasar perairan umumnya berupa batuan, substrat kerikil dan pasir, warna air jernih, arus air lambat sampai deras, dan lingkungan sungai sebagian besar berupa hutan primer. Kondisi perairan seperti diatas merupakan karakteristik dari hulu sungai. Habitat ikan ukuran besar/indukan, umumnya hidup di lubuk sungai, arus tenang sampai lambat, kedalaman air >1,5 m, dasar perairan batuan, substrat tersusun dari pasir dan kerikil, warna air jernih (Arifin et al., 2019). Menurut Effendie (2002) habitat pemijahan ikan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu phytophils (mempersyaratkan adanya vegetasi), lithophils (mempersyaratkan dasar perairan batuan dan pasir), dan pelagophils (mempersyaratkan perairan terbuka).

Berdasarkan kriteria tersebut maka ikan tor termasuk ke dalam kelompok lithopils karena memijah pada sungai yang dasarnya batuan dan bersubstrat pasir/kerikil. Haryono et al. (2010) mengemukakan bahwa habitat in situ ikan tor induk adalah perairan yang jernih, mempunyai kedalaman 3-4 meter, subtrat pasir dan kerikil, sedangkan di sungai berupa lubuk yang dalam (5-20 m).

Hardjamulia et al. (1995) mengemukakan bahwa habitat ikan tor adalah di perairan umum yang dalam dan jernih, hidup bergerombol (scholling) dalam berbagai ukuran, dan bergerak pada daerah hulu sungai yang mempunyai aliran air jernih dan deras dengan dasar berbatu. Saat memijah ikan-ikan tersebut berada di daerah yang mempunyai aliran air jernih, relatif tenang, dengan dasar koral berpasir. Telur ikan tor bersifat tidak lengket dan tenggelam (littofill), diletakkan di dasar perairan di sela-sela batu koral dan pasir.

PEMIJAHAN

Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan pembuahan. Pemijahan sebagai salah satu proses dari reproduksi merupakan mata rantai siklus hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies. Pemijahan yang telah biasa dilakukan dengan tiga macam cara yaitu, pemijahan alami (natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning) dan pemijahan buatan (induced breeding) (Bond, 1979). Menurut Effendie

(39)

20 I Otong Zenal Arifin, Wahyulia Cahyanti, dan Jojo Subagja

(1997) setiap spesies memiliki kebiasaan memijah yang berbeda-beda sesuai dengan habitat pemijahannya. Penambahan jumlah populasi ikan bergantung kepada keberhasilan pemijahan serta kondisi lingkungan untuk perkembangan telur dan pertumbuhan larva.

Sebelum melakukan pemijahan hal yang perlu untuk dilakukan adalah menentukan kesiapan kematangan gonad induk, terutama induk betina. Pengecekan pada ikan betina diketahui melalui pengambilan sampel telur dari ovari melalui kanulasi (intra-ovarian biopsy) (Legendre, 1998). Ikan tor dapat dikategorikan sebagai ikan yang partial spawning, selain ada sebagian besar oosit dewasa yang siap ovulasi masih terdapat sekelompok telur yang muda. Pada pemijahan ikan tor, terdapat beberapa teknik yang dapat diterapkan diantaranya adalah pemijahan semi buatan dan buatan.

Pemijahan Semi Buatan

Pemijahan semi buatan adalah pemijahan yang dilakukan dengan memberikan rangsangan hormon pada induk namun proses ovulasinya terjadi secara alami atau sebaliknya pemijahan dilakukan secara buatan tanpa dilakukan rangsangan hormon.

Ikan dewa merupakan ikan yang dapat memijah alami tanpa terlebih dahulu dilakukan rangsangan hormon. Proses terjadinya ovulasi lebih didorong oleh rangsangan lingkungan yang ideal untuk terjadinya proses memijah.

Terdapat dua puncak perkembangandiameter telur ikan tor, yaitu pada bulan Mei-Juni (menjelang kemarau) dan pada awal bulan Januari. Di luar bulan tersebut diameter telur ikan tor hampir tidak berkembang bahkan banyak telur yang mengalami atresia (Subagja et al., 2009). Hal ini sedikit berbeda dengan yang dilakukan Ingram et al. (2007) yang mengemukakan bahwa ikan Tor tambroides dapat memijah dan menghasilkan larva mulai bulan Maret sampai November. Pada ikan Tor douronensis, melalui pemijahan buatan dapat dilakukan pemijahan dalam 9 bulan pemijahan yaitu pada Januari, Maret, April, Mei, Juli, Augustus, Oktober, November, dan Desember.

Aktivitas pemijahan ikan tor dimulai dari penyiapan pemasangan induk jantan dan betina yang pemeliharaannya dilakukan di kolam khusus (modifikasi lingkungan

(40)

Potensi Pembenihan Ikan Dewa Tor soro I 21 alamiah). Induk dipelihara sampai mencapai matang gonad akhir, dibiarkan hingga menunjukkan tanda-tanda mau memijah di kolam. Ikan yang akan memijah ditangkap.

Pada ikan betina dilakukan pengalinan (stripping) dan telur ditampung dalam waskom lalu dibuahi dengan sperma dari ikan jantan. Telur dan sperma diaduk menggunakan bulu ayam selama satu menit, kemudian dilakukan aktivasi dengan menambahkan air bersih sambil dilakukan pengadukan perlahan lahan selama satu menit. Tahap selanjutnya adalah membuang sisa-sisa sperma dengan jalan membilasnya dengan air bersih yang dilakukan sampai air bening. Telur yang sudah bersih kemudian ditetaskan di dalam akuarium. Daya tampung akuarium untuk penetasan adalah 1.500 butir untuk 100 liter air.

Pemijahan Buatan

Pemijahan secara buatan dilakukan dengan cara merangsang indukan betina dengan menggunakan tambahan suntikan hormon seperti ovaprim untuk mempercepat matangnya gonad, kemudian dipijahkan secara buatan. Faktor tingkat kematangan gonad induk merupakan kunci keberhasilan dalam teknik ini. Pemilihan induk untuk dipijahkan berdasarkan hasil pengamatan induk yang mempunyai oosit telur dengan diameter 2,9-3,1 mm dan sebaran sudah 80%. Subagja et al., (2009) mengemukakan bahwa diameter oosit yang respon terhadap penyuntikan untuk merangsang proses ovulasi berada pada kisaran diameter 2,4 dan 2,8 mm, sedangkan yang siap untuk dilakukan penyuntikan berkisar antara 2,6-2,9 mm.

Penyuntikan untuk merangsang ovulasi dilakukan dengan memberikan suntikan hormon gonad otrophin (Ovaprim) dengan dosis 0,6 ml/kg bobot induk, bisa dilakukan dua kali penyuntikan atau satu kali penyuntikan. Penyuntikan pertama diberikan sebanyak 0,2 ml/kg bobot induk dan selang 8 jam kemudian dilakukan penyuntikan kedua dengan dosis 0,4 ml/kg bobot induk. Penyuntikan hormon dilakukan pada bagian belakang sirip dorsal. Ovulasi terjadi 14-16 jam setelah penyuntikan kedua, pada suhu air tempat inkubasi induk 23-25oC (degree hour 350- 368°H) (Arifin et al., 2019), 17,5 ± 0,52 jam terjadi pada perlakuan O4 (AI+Oxytocin) (Farastuti et al., 2014), 18 jam setelah penyuntikan kedua (Effendi et al., 2015) 25,4

(41)

22 I Otong Zenal Arifin, Wahyulia Cahyanti, dan Jojo Subagja

sampai 35,58 jam dengan menggunakan hormon HCG dan Ovaprim pada proses ovulasinya. Ovulasi merupakan proses keluarnya telur ke rongga ovari atau rongga perut setelah pecahnya folikel oosit. Pemijahan merupakan proses keluarnya telur dari dalam tubuh induk (rongga ovari) ke lingkungan (Nur et al., 2017). Kisaran fekunditas telur ikan Tor soro adalah sebanyak 705 sampai 1.067 butir/kg bobot induk dengan persamaan regresi bobot tubuh adalah Y=0,3054 +1289,9 (Subagja & Gustiano, 2006).

Cahyanti et al, (2019) pada telur hasil pemijahan buatan ikan Tor douronensis, Tor soro dan Tor tambroides memiliki fekunditas sebanyak masing-masing 4.987,80±17,25, 3.157,02±97,28 dan 1.061,19±35,18 butir/kg induk. Menurut Farastuti et al., (2014) rata-rata jumlah telur sebanyak 1.752 ± 377,03 butir yang dengan bobot induk antara 800-1.000 g pada pemijahan buatan menggunakan dengan perlakuan ovulasi O4 (AI+Oxytocin). Jumlah telur (fekunditas) ikan torsoro kuningan yang berukuran antara 48,5-64,0cm dengan bobot tubuh antara 1,25-3,00 kg yaitu sebanyak 594-883 butir/ekor (TKG V) dengan diameter telur hasil striping berkisar antara 3,5±0,1334 mm dan bobot telur per butir sebesar 0,068 g (n=50 butir) dengan ukuran plasma 3,14±0,1596 mm (Rejeki, 2007), sebanyak 2.063 butir/kg dan 2.218 butir/kg dengan diameter telur 3,1±0,42 mm (Radona et al., 2015)

PENETASAN TELUR

Derajat pembuahan hasil pemijahan semi buatan berkisar antara 80-95%.

Evaluasi keberhasilan pembuahan dapat diamati secara visual setelah terjadinya fase pembelahan sel kutub anima. Cahyanti et al. (2019) melakukan pengamatan pada derajat pembuahan dan daya tetas telur tiga spesies ikan tor mendapatkan hasil derajat pembuahan dan derajat penetasan Tor douronensis masing-masing sebesar 76,00±7,21 dan 80,36±6,00, Tor soro 93,33±1,15 dan 93,32±4,57 serta Tor tambroides 91,33±1,15 dan 90,20±2,75. Kusmardani et al. mengemukakan bahwa hasil persilangan antara 3 spesies ikan tor (Tor soro, Tor tambroides dan Tor dourunensis) menghasilkan derajat pembuahan yang tinggi berkisar antara 86,33±2,08 - 93,66±1,15%.

Telur ikan dewa rata-rata menetas pada umur 4 hari pada suhu 23-25℃.

Kecepatan perkembangan embrio selama proses inkubasi telur dipengaruhi oleh fisika

(42)

Potensi Pembenihan Ikan Dewa Tor soro I 23 dan kimia air khususnya suhu air. Proses perkembangan embrio pada suhu 21-24°C sampai menetas selama 4 hari (Arifin et al., 2019), sedangkan Cahyanti et al. (2019) mengemukakan bahwa telur ikan torsoro menetas seluruhnya selama 120,39 ± 0,42 jam (5 hari) pada kisaran suhu 23,58-23,68℃. Suhu memberi pengaruh terhadap perkembangan embrio, nilai daya tetas dan tingkah laku larva (Valeta et al., 2013).

Andriyanto et al. (2013) berpendapat, keberhasilan telur untuk menetas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor dari dalam yaitu kerja mekanik dari aktivitas larva itu sendiri maupun dari kerja enzimatis yang dihasilkan oleh telur, sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi penetasan telur ikan, yaitu suhu, kelarutan oksigen, intensitas cahaya, pH, dan salinitas.

Hasil penelitian Arifin et al. (2020) menunjukkan bahwa perbedaan suhu inkubasi memberikan pengaruh terhadap lama waktu dan derajat penetasan. Pada suhu 28-30℃, telur ikan Tor soro tidak menetas, sedangkan pada suhu inkubasi 25-27℃, telur menetas setelah 77,33±1,15 jam, pada suhu 22-24℃ selama 103,33±2,31 jam dan suhu 19-21℃ selama 182±3,46 jam untuk menetas. Pada ikan Tor tambroides, Yulianti (2016) menunjukkan hasil penetasan suhu 23-25℃ menetas setelah 5±1,2 hari inkubasi, pada suhu 26-28℃ menetas setelah 6±1,5 hari inkubasi, dan pada suhu 20- 22℃ selama 9±1,7 hari inkubasi, sedangkan pada suhu 29-31℃ telur tidak menetas.

Pada derajat penetasan, suhu rendah memberikan nilai derajat lebih tinggi dibanding suhu tinggi. Yulianti (2016) mengemukakan bahwa derajat penetasan tertinggi pada telur ikan Tor tambroides diperoleh pada suhu 20-22℃ dengan nilai sebesar 94,0±2,00%, pada suhu 23-25 sebesar 88,7±6,12% dan pada suhu 26-28℃

sebesar 70,7±9,02%. Derajat penetasan telur persilangan tiga spesies ikan tor berkisar antara 84,33±2,08 - 88,00±1,00% (Kusmardani et al., 2021).

Secara ringkas tahapan perkembangan embrio ikan tor soro berdasarkan Cahyanti et al. (2019) seperti pada Tabel 2.1.

(43)

24 I Otong Zenal Arifin, Wahyulia Cahyanti, dan Jojo Subagja

Tabel 2.1. Fase perkembangan embrio ikan torsoro pada suhu penetasan air 24-25℃

Jam ke- Gambar Keterangan

0 Prediksi waktu saat terjadi

pembuahan

2 Fase pembelahan sel

5 Fase pembelahan sel

10 Fase morula hingga blastula

20 Fase gastrula hingga neurula

60 Fase awal terbentuknya embrio

80 Tahap akhir terbentuknya embrio

100 Cangkang telur mulai pecah

120 Menetas sempurna

(44)

Potensi Pembenihan Ikan Dewa Tor soro I 25 PEMELIHARAAN LARVA

Larva yang telah habis yolk sack dipelihara di akuarium dengan kepadatan 100 ekor/L. Pemberian pakan dimulai dari hari ke 9-11 setelah ikan menetas, diberi pakan alami berupa Nauplii Artemia selama 5-7 hari, selanjutnya dapat diberi pakan komersial berbentuk powder atau pakan alami cacing tubifex segar maupun hidup.

Secara keseluruhan, pemeliharaan larva berlangsung selama 20-21 hari atau sampai benih mencapai ukuran 1,5-2 cm.

Pakan hidup dapat berenang di kolom air sehingga selalu tersedia untuk larva.

Pergerakan pakan hidup di dalam air memungkinkan akan merangsang respons makan larva. Pakan alami memiliki exoskeleton yang tipis dan kadar air yang tinggi, sehingga memiliki rasa yang lebih enak bagi larva, dibandingkan dengan pakan formulasi pelet yang keras dan kering. Redjeki (2007) mengemukakan bahwa larva ikan dewa dapat makan berupa Rotifera, Moina dan Daphnia serta campuran ketiga jenis plankton tersebut menghasilkan pertumbuhan larva tertinggi dibanding jenis pakan lain.

PENDEDERAN

Pendederan adalah aktivitas produksi benih ikan dewa dimulai dari penyiapan kolam pemeliharaan sampai menghasilkan benih ukuran tertentu dalam waktu pemeliharaan tertentu. Pemeliharaan dilakukan di dalam kolam tembok dengan aliran air yang berasal dari aliran sungai atau saluran air lainnya. Pemeliharaan benih dilakukan di dalam ruangan tertutup (hatchery), diawali dengan memindahkan benih dari akuarium penetasan ke dalam akuarium pemeliharaan, akuarium menggunakan sistem resirkulasi biofilter, serta dilengkapi dengan aerasi. Padat tebar sebanyak 15 ekor/L. Qudus & Lili (2012) memperoleh hasil penelitian padat penebaran tidak berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup, tetapi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan. Padat tebar 10 ekor/L merupakan padat penebaran terbaik bagi pemeliharaan benih ikan torsoro (Tor soro) dengan menghasilkan laju pertumbuhan bobot harian sebesar 3,80% hari, biomassa mutlak sebesar 0,39 g, panjang mutlak sebesar 1,405 cm dan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100%.

(45)

26 I Otong Zenal Arifin, Wahyulia Cahyanti, dan Jojo Subagja

Pada awal pemindahan, benih sudah mulai aktif berenang dan mulai responsif pada pakan buatan berbentuk tepung. Pada awal pemeliharaan diberikan pakan tepung selama dua minggu dan selanjutnya pakan tepung diganti dengan pakan crumbel (P1) diberikan selama dua minggu (minggu ke III dan IV) sampai ikan mencapai ukuran 2- 3 cm. Wulandari (2021) mengemukakan bahwa penambahan enzim papain dalam pakan buatan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan SGR, BM, FCR, EP, dan RP namun tidak berbeda nyata terhadap SR. Dosis optimal enzim papain sebesar 2% pada pakan buatan mampu meningkatkan pertumbuhan benih ikan dewa (T. soro) dan pemberian enzim papain yang lebih efisien.

Frekuensi pemberian pakan memiliki pengaruh yang kuat pada pertumbuhan ikan dan memberikan kuantitas pakan yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan ikan yang baik. Subagja & Radona (2018) memperoleh hasil penelitian perlakuan frekuensi pemberian pakan berbeda dengan nilai pertumbuhan benih ikan Tor tambroides dan Tor douronensis (Radona et al., 2016) yang diperoleh tidak berbeda nyata, hal ini dikarenakan pertumbuhan ikan yang lambat dan frekuensi pemberian pakan belum terlalu signifikan pada benih ukuran 2 cm. Efek dari frekuensi pemberian dan efisiensi pakan tergantung pada jenis ikan, ukuran ikan, diet protein, tingkat energi, dan waktu makan (Dwyer et al., 2002). Frekuensi pemberian pakan optimal berbeda pada tiap spesies dan ukuran ikan (Lee et al., 2000).

PENUTUP

Ketersediaan benih baik dalam jumlah, ukuran dan mutu secara berkesinambungan merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam budidaya. Benih ikan dewa dapat dihasilkan dari hasil pemijahan secara alami, semi buatan dan buatan.

Ketersediaan induk, kondisi lingkungan dan keterampilan sumberdaya manusia yang mendukung serta teknologi yang digunakan merupakan faktor penentu keberhasilan pembenihan.

(46)

Potensi Pembenihan Ikan Dewa Tor soro I 27 DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto, W., Slamet, B., & Ariawan, I.M.D.J. 2013. Perkembangan embrio dan rasio penetasan telur ikan kerapu raja sunu (Plectropoma laevis) pada suhu media berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 5 (1) : 192-207 Arifin, O.Z., Subagja, J., Asih, S., & Kristanto, A.H. 2019. Budidaya Ikan Dewa. IPB

Press, 98 + 14 halaman romawi

Arifin, O.Z., Mumpuni, F.S., Sofian, S., Cahyanti, W., & Hasan, O.D.S. 2020.

Perkembangan embrio ikan tor soro (Tor soro) pada suhu inkubasi berbeda.

Media Akuakultur, 15 (2), 53-58

Asih, S., Nugroho, E., Kristanto, A.H., & Mulyasari. 2008. Penentuan variasi genetik ikan torsoro (Tor soro) dari Sumatera dan Jawa Barat dengan Metode Analisis Random Amplied Polymorphism DNA (RAPD). Jurnal Riset Akuakultur, 3(1);

91-97

Asih, S., & Setijaningsih, L. 2011. Keberhasilan pembenihan ikan lokal torsoro (Tor soro) koleksi dari Sumatera Utara (Aek Sirambe, Tarutung dan Bahorok) sebagai upaya konservasi ikan lokal. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 1-7

Asih, S., Subagja, J., Kristato, A.H., Nugroho, E., & Gustiano, R. 2011. Naskah akademik permohonan pelepasan jenis Ikan Tor soro hasil domestikasi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, 28 halaman

Cahyanti, W., Soelistyowati, D.T., Carman, O., & Kristanto, A.H. 2019. Artificial spawning and larvae performance of three Indonesian mahseer species. Bioflux, 12(1); 280-288

Dwyer, K.S., Brown, J.A., Parrish, C., & Lall, S.P. 2002. Feeding frequency affects food consumption, feeding pattern and growth of juvenile yellowtail flounder Limanda ferruginea. .Aquaculture, 213; 279-292

Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. 163 pp

Gambar

Gambar 1.1   Total  produksi  penangkapan  ikan  air  tawar  Indonesia  tahun  2017  berdasarkan  dari  statistik  Kementerian  Kelautan  dan  Perikanan  2018  (Gustiano et al., 2021a)
Gambar 1.2  Spesies ikan air tawar konsumsi asli Indonesia hasil rilis dalam proses  domestikasi (Kurniawan et al., 2021)
Tabel 2.1.  Fase perkembangan embrio ikan torsoro pada suhu penetasan air 24-25℃
Gambar 3.1  Proses  seleksi  induk  ikan  belida  untuk  pemijahan  (A.  seleksi  berdasarkan  ukuran  panjang;  B
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kecamatan Ciainpea merupakan salah satu keca~natan yang berada di Kabupaten Bogor yang menjadi daerah produksi perikanan budidaya ikan hias dengan hasil produksi yang

Studi kepustakaan, dalam penelitian budidaya ikan air tawar di Desa Selajambe Kecamatan Cisaat dapat memperoleh data mengenai pengertian budidaya, ikan air tawar,

Berdasarkan minimnya informasi tentang teknik pemijahan dan manajemen pemeliharaan benih ikan hias Neon tetra pada pelaku usaha budidaya ikan maka melalui pengabdian

Perlu dibuatkan sebuah sistem pendukung keputusan budidaya ikan air tawar menggunakan metode weighted product (WP) hasil dari Sistem Penunjang Keputusan budidaya ikan air

“Pembenihan dan Pembesaran Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Sungai Gelam, Jambi” adalah karya saya dengan arahan

Kesimpulan program pengabdian kepada masyarakat ini adalah: (1) pengetahuan pemuda tentang usaha budidaya ikan meningkat, melalui pelatihan business plan budidaya

TINJAUAN KAWASAN MUNCUL, berisi tentang data – data primer yang berkorelasi dengan perncanaan dan perancangan kawasan rekreasi dan pembenihan ikan air tawar di Muncul sebagai

Perlu dibuatkan sebuah sistem pendukung keputusan budidaya ikan air tawar menggunakan metode weighted product (WP) hasil dari Sistem Penunjang Keputusan budidaya ikan air