• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANIPULASI KOLAM PEMATANGAN GONAD INDUK

PEMBENIHAN IKAN DEWA Tor soro

MANIPULASI KOLAM PEMATANGAN GONAD INDUK

Pada proses pematangan gonad, selain pemberian pakan yang cukup kuantitas dan kualitasnya, juga dapat dipacu dengan memanipulasi lingkungan kolam, yaitu dengan mengatur tinggi air dan dasar kolam. Pemeliharaan induk ikan tor di kolam yang kondisi lingkungannya disesuaikan seperti habitat aslinya, berupa kolam tembok dengan ukuran panjang 12 m, lebar 5 m, dasar kolam dibuat miring dengan kedalaman pada bagian inlet 0,6 m ke bagian outlet sampai kedalaman 1 m, pada 1/3 bagian dasar kolam diisi dengan batu koral, dan 2/3 bagian diisi batu kerikil dan pasir (Gambar 2.1).

Kontruksi kolam demikian mempunyai fungsi ganda selain sebagai tempat pematangan gonad induk juga berfungsi sebagai tempat pemijahan alami. Pembuangan air menggunakan sistem monik. Pada saluran pemasukan air hendaknya di lengkapi dengan kasa/saringan untuk menjaga agar ikan-ikan liar tidak masuk ke kolam induk.

Gambar 2.1 Kolam pemeliharaan induk dan pemijahan ikan tor Asih & Setijaningsih (2011) mengemukakan bahwa di Aek Sirambe Sumatera Utara, ikan tor mendiami bagian hulu berupa mata air yang jernih yang keluar dari tebing gua dengan dasar pasir kwarsa. Berdasarkan hasil pengamatan

Potensi Pembenihan Ikan Dewa Tor soro I 19 Haryono & Subagja (2008), terhadap habitat ikan tambra di Sungai Tabulus secara umum dapat dideskripsikan sebagai berikut: dasar perairan umumnya berupa batuan, substrat kerikil dan pasir, warna air jernih, arus air lambat sampai deras, dan lingkungan sungai sebagian besar berupa hutan primer. Kondisi perairan seperti diatas merupakan karakteristik dari hulu sungai. Habitat ikan ukuran besar/indukan, umumnya hidup di lubuk sungai, arus tenang sampai lambat, kedalaman air >1,5 m, dasar perairan batuan, substrat tersusun dari pasir dan kerikil, warna air jernih (Arifin et al., 2019). Menurut Effendie (2002) habitat pemijahan ikan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu phytophils (mempersyaratkan adanya vegetasi), lithophils (mempersyaratkan dasar perairan batuan dan pasir), dan pelagophils (mempersyaratkan perairan terbuka).

Berdasarkan kriteria tersebut maka ikan tor termasuk ke dalam kelompok lithopils karena memijah pada sungai yang dasarnya batuan dan bersubstrat pasir/kerikil. Haryono et al. (2010) mengemukakan bahwa habitat in situ ikan tor induk adalah perairan yang jernih, mempunyai kedalaman 3-4 meter, subtrat pasir dan kerikil, sedangkan di sungai berupa lubuk yang dalam (5-20 m).

Hardjamulia et al. (1995) mengemukakan bahwa habitat ikan tor adalah di perairan umum yang dalam dan jernih, hidup bergerombol (scholling) dalam berbagai ukuran, dan bergerak pada daerah hulu sungai yang mempunyai aliran air jernih dan deras dengan dasar berbatu. Saat memijah ikan-ikan tersebut berada di daerah yang mempunyai aliran air jernih, relatif tenang, dengan dasar koral berpasir. Telur ikan tor bersifat tidak lengket dan tenggelam (littofill), diletakkan di dasar perairan di sela-sela batu koral dan pasir.

PEMIJAHAN

Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan pembuahan. Pemijahan sebagai salah satu proses dari reproduksi merupakan mata rantai siklus hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies. Pemijahan yang telah biasa dilakukan dengan tiga macam cara yaitu, pemijahan alami (natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning) dan pemijahan buatan (induced breeding) (Bond, 1979). Menurut Effendie

20 I Otong Zenal Arifin, Wahyulia Cahyanti, dan Jojo Subagja

(1997) setiap spesies memiliki kebiasaan memijah yang berbeda-beda sesuai dengan habitat pemijahannya. Penambahan jumlah populasi ikan bergantung kepada keberhasilan pemijahan serta kondisi lingkungan untuk perkembangan telur dan pertumbuhan larva.

Sebelum melakukan pemijahan hal yang perlu untuk dilakukan adalah menentukan kesiapan kematangan gonad induk, terutama induk betina. Pengecekan pada ikan betina diketahui melalui pengambilan sampel telur dari ovari melalui kanulasi (intra-ovarian biopsy) (Legendre, 1998). Ikan tor dapat dikategorikan sebagai ikan yang partial spawning, selain ada sebagian besar oosit dewasa yang siap ovulasi masih terdapat sekelompok telur yang muda. Pada pemijahan ikan tor, terdapat beberapa teknik yang dapat diterapkan diantaranya adalah pemijahan semi buatan dan buatan.

Pemijahan Semi Buatan

Pemijahan semi buatan adalah pemijahan yang dilakukan dengan memberikan rangsangan hormon pada induk namun proses ovulasinya terjadi secara alami atau sebaliknya pemijahan dilakukan secara buatan tanpa dilakukan rangsangan hormon.

Ikan dewa merupakan ikan yang dapat memijah alami tanpa terlebih dahulu dilakukan rangsangan hormon. Proses terjadinya ovulasi lebih didorong oleh rangsangan lingkungan yang ideal untuk terjadinya proses memijah.

Terdapat dua puncak perkembangandiameter telur ikan tor, yaitu pada bulan Mei-Juni (menjelang kemarau) dan pada awal bulan Januari. Di luar bulan tersebut diameter telur ikan tor hampir tidak berkembang bahkan banyak telur yang mengalami atresia (Subagja et al., 2009). Hal ini sedikit berbeda dengan yang dilakukan Ingram et al. (2007) yang mengemukakan bahwa ikan Tor tambroides dapat memijah dan menghasilkan larva mulai bulan Maret sampai November. Pada ikan Tor douronensis, melalui pemijahan buatan dapat dilakukan pemijahan dalam 9 bulan pemijahan yaitu pada Januari, Maret, April, Mei, Juli, Augustus, Oktober, November, dan Desember.

Aktivitas pemijahan ikan tor dimulai dari penyiapan pemasangan induk jantan dan betina yang pemeliharaannya dilakukan di kolam khusus (modifikasi lingkungan

Potensi Pembenihan Ikan Dewa Tor soro I 21 alamiah). Induk dipelihara sampai mencapai matang gonad akhir, dibiarkan hingga menunjukkan tanda-tanda mau memijah di kolam. Ikan yang akan memijah ditangkap.

Pada ikan betina dilakukan pengalinan (stripping) dan telur ditampung dalam waskom lalu dibuahi dengan sperma dari ikan jantan. Telur dan sperma diaduk menggunakan bulu ayam selama satu menit, kemudian dilakukan aktivasi dengan menambahkan air bersih sambil dilakukan pengadukan perlahan lahan selama satu menit. Tahap selanjutnya adalah membuang sisa-sisa sperma dengan jalan membilasnya dengan air bersih yang dilakukan sampai air bening. Telur yang sudah bersih kemudian ditetaskan di dalam akuarium. Daya tampung akuarium untuk penetasan adalah 1.500 butir untuk 100 liter air.

Pemijahan Buatan

Pemijahan secara buatan dilakukan dengan cara merangsang indukan betina dengan menggunakan tambahan suntikan hormon seperti ovaprim untuk mempercepat matangnya gonad, kemudian dipijahkan secara buatan. Faktor tingkat kematangan gonad induk merupakan kunci keberhasilan dalam teknik ini. Pemilihan induk untuk dipijahkan berdasarkan hasil pengamatan induk yang mempunyai oosit telur dengan diameter 2,9-3,1 mm dan sebaran sudah 80%. Subagja et al., (2009) mengemukakan bahwa diameter oosit yang respon terhadap penyuntikan untuk merangsang proses ovulasi berada pada kisaran diameter 2,4 dan 2,8 mm, sedangkan yang siap untuk dilakukan penyuntikan berkisar antara 2,6-2,9 mm.

Penyuntikan untuk merangsang ovulasi dilakukan dengan memberikan suntikan hormon gonad otrophin (Ovaprim) dengan dosis 0,6 ml/kg bobot induk, bisa dilakukan dua kali penyuntikan atau satu kali penyuntikan. Penyuntikan pertama diberikan sebanyak 0,2 ml/kg bobot induk dan selang 8 jam kemudian dilakukan penyuntikan kedua dengan dosis 0,4 ml/kg bobot induk. Penyuntikan hormon dilakukan pada bagian belakang sirip dorsal. Ovulasi terjadi 14-16 jam setelah penyuntikan kedua, pada suhu air tempat inkubasi induk 23-25oC (degree hour 350-368°H) (Arifin et al., 2019), 17,5 ± 0,52 jam terjadi pada perlakuan O4 (AI+Oxytocin) (Farastuti et al., 2014), 18 jam setelah penyuntikan kedua (Effendi et al., 2015) 25,4

22 I Otong Zenal Arifin, Wahyulia Cahyanti, dan Jojo Subagja

sampai 35,58 jam dengan menggunakan hormon HCG dan Ovaprim pada proses ovulasinya. Ovulasi merupakan proses keluarnya telur ke rongga ovari atau rongga perut setelah pecahnya folikel oosit. Pemijahan merupakan proses keluarnya telur dari dalam tubuh induk (rongga ovari) ke lingkungan (Nur et al., 2017). Kisaran fekunditas telur ikan Tor soro adalah sebanyak 705 sampai 1.067 butir/kg bobot induk dengan persamaan regresi bobot tubuh adalah Y=0,3054 +1289,9 (Subagja & Gustiano, 2006).

Cahyanti et al, (2019) pada telur hasil pemijahan buatan ikan Tor douronensis, Tor soro dan Tor tambroides memiliki fekunditas sebanyak masing-masing 4.987,80±17,25, 3.157,02±97,28 dan 1.061,19±35,18 butir/kg induk. Menurut Farastuti et al., (2014) rata-rata jumlah telur sebanyak 1.752 ± 377,03 butir yang dengan bobot induk antara 800-1.000 g pada pemijahan buatan menggunakan dengan perlakuan ovulasi O4 (AI+Oxytocin). Jumlah telur (fekunditas) ikan torsoro kuningan yang berukuran antara 48,5-64,0cm dengan bobot tubuh antara 1,25-3,00 kg yaitu sebanyak 594-883 butir/ekor (TKG V) dengan diameter telur hasil striping berkisar antara 3,5±0,1334 mm dan bobot telur per butir sebesar 0,068 g (n=50 butir) dengan ukuran plasma 3,14±0,1596 mm (Rejeki, 2007), sebanyak 2.063 butir/kg dan 2.218 butir/kg dengan diameter telur 3,1±0,42 mm (Radona et al., 2015)