• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN BUDIDAYA IKAN-IKAN LOKAL

Anang Hari Kristanto dan RR Sri Pudji Sinarni Dewi

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan

PENDAHULUAN

Keanekaragaman hayati air tawar di Indonesia menduduki posisi kedua di dunia setelah Brazil, terdiri dari 1.300 jenis ikan air tawar dengan kepadatan 0,72 jenis/1.000 km2 (World Bank, 1998). Kottelat et al. (1993) mencatat bahwa terdapat sekitar 272 jenis ikan air tawar di Sumatera dan 30 jenis diantaranya endemik.

Kemudian pada tahun 1996, jumlah tersebut bertambah 79 jenis baru di Indonesia Barat dan Sulawesi (Kottelat & Whitten, 1996). Kekayaan jenis (species richness) dan endemisitas merupakan dua atribut yang sangat penting dalam biodiversitas (Caldecott et al., 1994 dalam Wargasasmita, 2002).

Potensi ikan air tawar asli di Indonesia sangat besar, khususnya di paparan Sunda, 200 spesies baru ditemukan di daerah ini dalam sepuluh tahun terakhir.

Sekitar 1000 spesies ikan diketahui hidup di dalam sungai, danau, dan rawa-rawa di paparan Sunda. Kalimantan mempunyai sekitar 430 spesies, dan sekitar 164 di antaranya diduga endemik. Sumatera memiliki 270 spesies, sebanyak 42 di antaranya endemik Kotellat (1993). Dari sekian banyak spesies, baru sebagian kecil jenis yang sudah dimanfaatkan sebagai ikan budidaya di antaranya adalah ikan baung, betutu, jelawat, lele lokal, gurame, mata merah, mujaer, nilem, patin jambal, tambakan, tawes, sepat, betok, gabus dan udang galah. Beberapa jenis ikan lokal potensial belum dibudidayakan tetapi telah melalui penangkapan dari alam. Kegiatan ini dikhawatirkan akan mengganggu kelestariannya di masa mendatang.

Hasil analisis komoditas di Pulau Sumatera dan Kalimantan diketahui bahwa beberapa jenis ikan air tawar yang berasal dari perairan umum sangat potensial untuk dikembangkan sebagai ikan budidaya di antaranya ikan ‘empurau’ (Tor tambroides), tengadak (Barbonymus schwanenfeldii), semah (Tor douronensis), lomi (Tor soro),

136 I Anang Hari Kristanto, dan RR Sri Pudji Sinarni Dewi

kalabau (Ostechilus melanopleura), belida (Chitala lopis), betutu/gabus malas (Oxyeleotris marmorata), papuyu (Anabas testudineus), Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) dan ikan baung (Hemibagrus nemurus) (Sukadi et al., 2008). Ikan baung atau di Jawa Barat kebanyakan disebut dengan ikan tagih, senggal, beong dan nama populer “green catfish” merupakan salah satu komoditas ikan air tawar ekonomis penting di Indonesia dan telah mendapatkan popularitas di kalangan konsumen dalam negeri serta di wilayah Asia Tenggara (Handoyo et al., 2010). Ikan perairan umum lainnya yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu ikan uceng (Nemacheilus fasciatus). Ikan ini hidup pada ekosistem sungai yang jernih dan waduk dengan bentuk bulat memanjang tanpa sisik, warna kulit kehitam-hitaman dan berukuran sekitar 2-3 cm dan ikan tapah yang hidup di perairan sungai di Provinsi Sumatera dan Kalimantan.

Sejarah dan pengertian mengenai domestikasi dari tahun ke tahun mengalami perubahan di dalam mendefinisikan tentang domestikasi. Pada awalnya pengertian domestikasi adalah kegiatan dimana ikan dapat dikontrol dalam pemberian pakan, dan aktivitas reproduksinya oleh manusia. Domestikasi dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang didahului oleh survei di lokasi habitat ikan, mengkoleksi ikan spesimen hidup maupun yang sudah mati, pengamatan biologi reproduksi ikan dalam lingkungan terkontrol serta kegiatan lain yang terkait dengan budidaya.

Domestikasi pada hewan telah dipraktekkan selama berabad-abad dan sangat memengaruhi jalannya peradaban (Clutton-Brock, 1999). Domestikasi hewan tidak hanya menyediakan ketersedian makanan bagi manusia, dapat juga berupa bahan lainnya dan terjalinnya interaksi antara hewan peliharaan dan manusia selain itu dalam banyak hal telah mengubah cara orang berkehidupan (Tanabe, 2001).

Pemahaman tentang proses domestikasi sangat penting didalam menghadapi isu-isu yang berkaitan dengan kesejahteraan hewan. Dari sudut pandang biologis, salah satu perhatian terbesar adalah sejauh mana hewan yang hidup dalam penangkaran mampu beradaptasi dengan lingkungan buatan tertentu serta mampu dikelola siklus reproduksinya. Proses adaptasi ikan terhadap lingkungan penangkaran dan aktivitas manusia adalah yang menjadi pertimbangan utama di hampir semua studi yang berhubungan dengan domestikasi. Lingkungan penangkaran bisa sangat

Strategi Pengembangan dan Pemanfaatan Budidaya Ikan-Ikan Lokal I 137 berbeda dengan habitat alami hewan tersebut. Pemahaman terhadap proses domestikasi dan bagaimana hewan beradaptasi dengan lingkungan yang baru dapat memberikan gambaran tentang keberhasilan hewan liar di luar habitatnya.

Domestikasi dapat membentuk simbiosis, dimana ada yang memberi dan menerima antara manusia dan hewan (Budiansky, 1994). Manusia, sebagai pemilik mendapat manfaat dari produk dan layanan yang diberikan oleh hewan yang dirawatnya dan hewan mendapat manfaat dari perawatan dan perlindungan yang disediakan oleh manusia. Ketika populasi manusia meningkat dalam masyarakat modern dan lahan yang dikhususkan untuk pertanian berkurang, manusia harus melakukan kegiatan lebih efisien dalam memanfaatkan sumber daya alam khususnya ikan. Proses domestikasi ikan dalam jangka panjang, menyebabkan terjadinya perubahan fenotipe, dan tentunya akan berbeda dengan fenotipe ikan yang masih liar. Adaptasi pada lingkungan penangkaran dicapai melalui perubahan genetik selama beberapa generasi dan juga stimulasi lingkungan sepanjang hidupnya. Dalam pengertian ini, domestikasi dapat dipandang sebagai proses evolusi dan fenomena perkembangan ikan. Beberapa definisi terkait domestikasi menyebutkan bahwa domestikasi adalah suatu kondisi di mana pembiakan, perawatan, dan memberi makan hewan sedikit banyak dikendalikan oleh manusia. Ochieng'-Odero (1994) menyatakan bahwa domestikasi terdiri dari pembiasaan dan pengkondisian terhadap rangsangan lingkungan yang terkait dengan penangkaran. Banyak aspek penting yang diinduksi oleh lingkungan atau dapat dikaitkan dengan proses tertentu, dimana adaptasi dengan lingkungan penangkaran dapat memengaruhi perubahan genetik yang menyertai selama proses domestikasi.

Beberapa spesies dapat beradaptasi untuk bertahan hidup di penangkaran tetapi gagal bereproduksi (Sato et al., 2000). Sebagian besar ikan yang dipelihara di penangkaran menunjukkan disfungsi reproduksi (Zohar & Mylonas, 2001). Disfungsi reproduksi yang paling sering diamati pada ikan budidaya adalah ketidakpastian pematangan oosit akhir pada induk betina dan berkurangnya volume dan kualitas sperma pada induk (Mylonas & Zohar, 2001). Infertilitas ini sebagian besar disebabkan oleh kegagalan untuk mensimulasikan kondisi alam dari pemijahan;

akibatnya hipofisis gagal untuk melepaskan gonadotropin, hormon luteinizing.

Manipulasi berbagai parameter lingkungan, seperti suhu, foto periode, salinitas,

138 I Anang Hari Kristanto, dan RR Sri Pudji Sinarni Dewi

volume tangki dan kedalaman, vegetasi substrat, dan lainnya, seringkali dapat membantu terjadinya pemijahan tetapi pada beberapa spesies pemberian hormon adalah satu-satunya cara yang dapat diandalkan untuk mengendalikan reproduksi (Zohar & Mylonas, 2001). Pilihan spesies tertentu untuk didomestikasi pada akhirnya didasarkan pada beberapa manfaat yang dirasakan manusia. Pilihan tersebut didasarkan atas pertimbangan biologi dan non biologi. Pilihan berdasarkan biologi dengan mempertimbangkan seperti kecepatan tumbuh ikan, ketahanan terhadap penyakit, mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, mempunyai siklus hidup yang relatif pendek, dapat menerima pakan buatan, mempunyai karakter fisik positif (penampilan bentuk, warna tubuh, kualias daging dan rasa) dan pengaruh faktor genetik selama pemeliharaan. Pertimbangan non biologi seperti lingkungan budidaya dan sosial perlu juga dilakukan karena dalam proses domestikasi dipengaruhi oleh lingkungan, baik kualitas air, lokasi budidaya maupun teknik budidayanya yang digunakan (Liao & Huang, 2000). Di antara spesies yang dipilih untuk perbanyakan di penangkaran, beberapa akan dengan mudah bertahan hidup dan bereproduksi, yang lain akan bertahan hidup tetapi tidak bereproduksi, sementara yang lain tidak akan bertahan hidup di penangkaran. Dengan berjalannya waktu dan kebutuhan, domestikasi pada ikan dibagi menjadi enam tingkatan yaitu: (i) kondisi ikan liar di alam; (ii) ikan yang telah beradaptasi dengan lingkungan penangkaran; (iii) bagian dari siklus hidupnya dapat dilakukan di penangkaran, akan tetapi masih terdapat kendala dalam reproduksi atau pemeliharaan larvanya; (iv) seluruh siklus hidupnya dapat dikuasai, akan tetapi masih ada ketergantungan dengan alam; (v) seluruh siklus hidupnya sudah dikuasai selama penangkaran, tetapi belum ada program pemuliaannya dan (vi) program pemuliaan digunakan untuk tujuan peningkatan pertumbuhan, kualitas daging dan lainnya (Teletchea & Fontaine, 2014).

Domestikasi yang telah dilakukan pada jenis ikan yang diuraikan dalam buku ini juga banyak mengalami tantangan. Oleh karena itu, untuk mengembangkan dan memanfaatkan ikan hasil domestikasi diperlukan strategi didalam pelaksanannya, sehingga ikan hasil domestikasi dapat berguna bagi stakeholder.

Strategi Pengembangan dan Pemanfaatan Budidaya Ikan-Ikan Lokal I 139 STRATEGI PENGEMBANGAN DOMESTIKASI IKAN LOKAL

Untuk memasyarakatkan ikan hasil domestikasi sebagai jenis ikan budidaya baru perlu dilakukan pengembangannya dimasyarakat. Strategi pengembangan ikan domestikasi dapat dilakukan melalui (i) bekerjasama dengan pemerintah daerah, (ii) diseminasi kegiatan budidaya ikan domestikasi di lahan pembudidaya (iii) Diseminasi melalui webinar (iv) kampanye melalui media sosial institusi/korporasi.

Bekerjasama dengan Pemerintah Daerah

Upaya pengembangan ikan lokal dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan pemerintah daerah (Pemda). Ada dua manfaat bila dilakukan dengan kerjasama dengan Pemda. Manfaat yang pertama, transfer teknologi perbenihan dapat dilakukan kepada pegawai teknis di Balai Benih Ikan (BBI) setempat. Kegiatan domestikasi ikan dimulai dari koleksi calon induk, dan indukan, kemudian diadaptasikan kepada lingkungan (kolam, keramba atau wadah tangki) dan diberi makan baik berupa pakan alami maupun buatan. Setelah induk dapat beradaptasi dan dapat matang gonad, dilakukan pengecekan kelamin melalui pengamatan morfologi maupun dengan bantuan kateter. Induk yang terpilih kemudian diberi rangsangan hormonal, lalu dipijahkan dan telur yang diperoleh diinkubasikan sampai mendapatkan larva, kemudian dilakukan perawatan larva dan pendederan. Kegiatan ini transfer teknologi kepada staff BBI akan berjalan dengan baik, karena proses kegiatan tersebut dilakukan bersama sama. Kegiatan yang pernah dilakukan kerjasama dengan Pemda untuk mentransfer teknologi, antara lain pemijahan ikan semah kerjasama dengan Dinas Perikanan Aceh Tenggara pada tahun 2015 dan Dinas Perikanan Kabupaten Kerinci tahun 2016. Manfaat kedua, hasil kegiatan kerjasama tersebut dapat dipublikasikan di jurnal baik nasional maupun internasional. Kegiatan publikasi hasil kerjasama dengan Pemda telah dilakukan pada ikan uceng dengan Pemda Temanggung menghasilkan enam publikasi (Ath-thar et al., 2018; Prakoso et al., 2016; Subagja et al., 2019; Iswantari et al., 2019; Heptarina et al., 2016; Cahyanti et al., 2020), ikan tapah dengan Pemda Provinsi Riau menghasilkan satu publikasi (Kristanto et al., in press), ikan cempedik dengan Pemda Provinsi Belitung Timur

140 I Anang Hari Kristanto, dan RR Sri Pudji Sinarni Dewi

menghasilkan satu publikasi (Radona et al., 2020), kerjasama dengan Pemda Jawa Timur, dalam hal ini BBI Umbulan, telah dihasilkan naskah akademik untuk di rilis ikan wader (Tim Penyusun, 2021).

Diseminasi kegiatan budidaya ikan domestikasi di lahan pembudidaya

Kegiatan pegembangan ikan lokal hasil domestikasi dapat dilakukan dengan diseminasi kegiatan di lahan pembudidaya. Kegiatan tersebut pernah dilakukan untuk ikan torsoro (Arifin et al., 2018), lokasi kegiatan budidaya ikan torsoro di Cianjur dan Sumedang, sedangkan ikan ikan baung (Subagja et al., 2018) kegiatannya dilakukan di daerah Cianjur. Kegiatan diseminasi dimulai dengan survei lokasi, kemudian dilakukan sosialisasi mengenai teknik budidaya dan setelah masa pemeliharaan berakhir, dilakukan diskusi untuk menggali permasalahan yang dijumpai dalam pemeliharaan yang dilakukan oleh pembudidaya.

Diseminasi melalui webinar

Kegiatan diseminasi melalui webinar telah dilakukan dengan mengambil judul pengembangan ikan lokal potensi budidaya. Kegiatan webinar dapat diunduh lagi dalam Youtube. Sampai saat ini kegiatan tersebut telah dilihat oleh pemirsa pada chanel Youtube sebanyak 3.200 orang. Diseminasi melalui webinar sangat efektif untuk menyebarkan infomasi kepada pengguna.

Kampanye melalui media sosial institusi

Kampanye melalui media sosial, dapat dilakukan dengan membuat poster ataupun leaflet yang kemudian diunduh di dalam media sosial resmi kantor seperti Instagram, Facebook atau Twitter. Tingkat keberhasilan dari diseminasi menggunakan cara ini dapat diukur melalui jumlah followers dan jumlah pertanyaan yang masuk mengenai ikan lokal yang telah didomestikasikan.

Strategi Pengembangan dan Pemanfaatan Budidaya Ikan-Ikan Lokal I 141 PEMANFAATAN IKAN HASIL DOMESTIKASI

Pemanfaatan ikan hasil domestikasi dapat berupa (i) peningkatan produksi ikan, (ii) penelitian, (iii) rekreasi, (iv) restocking, (v) pelestarian, (vi) sumber daya genetik, (vii) pendidikan dan pelatihan, serta (viii) hiburan.

Peningkatan Produksi Ikan

Ikan yang telah terdomestikasi, siklus reproduksinya sudah dikuasai, sehingga penyediaan benih untuk budidaya dapat berkelanjutan. Ketersediaan benih merupakan faktor kunci didalam produksi ikan. Jenis produksi ikan dapat dilakukan secara segmentasi, hal ini dilakukan karena ikan mempunyai siklus reproduksi yang panjang. Sebagai contoh ikan torsoro, mempunyai siklus reproduksi dari dewasa menghasilkan telur dan dewasa kembali memerlukan waktu tiga tahun. Oleh karena itu, segmentasi usaha untuk budidaya ikan torsoro perlu dilakukan. Segmentasi usaha terdiri dari produksi telur sampai larva, pendederan 1 sampai ukuran 50 g, pendederan 2 sampai ukuran 200 g dan pembesaran sampai ukuran konsumsi.

Penggunaan ikan hasil domestikasi untuk Penelitian

Banyak aspek yang dapat dilakukan untuk peneltian ikan yang didomestikasikan, mulai dari kemampuan beradaptasi ikan liar terhadap lingkungan yang baru, pengamatan karakter fenotip dan genotip, aspek keragaan reproduksi, embriologi, pemeliharaan larva, pendederan dan aspek biologi reproduksi, pakan dan penyakit. Salah satu contoh penggunaan ikan hasil domestikasi untuk penelitian yaitu penggunaan madu terhadap viabilitas sperma ikan torsoro setelah di kriopreservasi selama 24 jam (Alifiani et al., 2020).

142 I Anang Hari Kristanto, dan RR Sri Pudji Sinarni Dewi Penggunaan ikan hasil domestikasi untuk Rekreasi

Penangkapan ikan sebagai kegiatan rekreasi dapat dilakukan melalui pemancingan atau olahraga memancing. Aktivitas pemancingan sebagai rekreasi bertujuan untuk mendapatkan kesenangan atau olahraga. Penangkapan ikan sambil rekreasi bisa dibedakan dengan penangkapan ikan komersial yang bertujuan mencari keuntungan, atau penangkapan ikan tradisional yang biasanya bertujuan untuk mencari makan. Ciri khas yang paling umum dari penangkapan ikan rekreasi adalah penggunaan pancing atau joran dan perlengkapannya. Salah satu metode yang sedang berkembang saat ini adalah penangkapan ikan dengan kayak. Kayak cenderung tidak terlihat mencurigakan (stealthy) bagi ikan yang berenang di bawahnya, terutama jika dibuat dari bahan alam.

Penggunaan ikan hasil domestikasi untuk Restocking

Penebaran kembali (restocking) ikan, khususnya dilakukan pada ikan lokal yang saat ini telah mengalami penurunan populasi di beberapa lokasi. Lokasi penebaran ikan torsoro telah dilakukan di Telaga Sarangan Kabupaten Magetan, pada tanggal 20 Juli 2019. Jenis ikan ini sudah menjadi ikan budidaya hasil domestikasi sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 66 Tahun 2011, sebagai upaya menambah jenis ikan budidaya bernilai ekonomis tinggi dan konservasi ex-situ dari ancaman kepunahan akibat eksploitasi. Penebaran dilakukan bekerjasama dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan. Telaga Sarangan mempunyai luasan sekitar 30 hektar dengan kedalaman 28 m, yang sangat

cocok bagi kelangsungan hidup ikan dewa di alam

( http://www.mekanisasikp.web.id/2019/07/sinergitas-brsdm-dengan-pemkab-magetan.html).

Penebaran ikan torsoro juga dilakukan di Danau Toba, penebaran ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 14 September 2019. Penebaran ikan torsoro yang juga disebut ikan batak ditujukan untuk mengembalikan fungsi dan peran perairan umum daratan sebagai ekosistem yang seimbang, kegiatan ini juga bertujuan mengoptimalkan potensi dan menambah stok ikan untuk konsumsi. Ikan batak

Strategi Pengembangan dan Pemanfaatan Budidaya Ikan-Ikan Lokal I 143 merupakan ikan endemik yang hanya ditemukan di Danau Toba dan keberadaannya hampir punah ( https://ekonomi.bisnis.com/read/20190915/99/1148586/kkp-tebar-266.000-benih-ikan-di-danau-toba).

Penggunaan ikan hasil domestikasi untuk Pelestarian

Pelestarian ikan adalah suatu cara atau proses untuk melestarikan atau menjaga keberadaan ikan lokal supaya tetap seperti semula. Pelestarian dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara in-situ dan ex-situ. Pelestarian secara in-situ yang selama ini dilakukan adalah dengan menetapkan suatu lokasi menjadi larangan untuk menangkap ikan. Contoh spesifik adalah penetapan lubuk larangan di daerah Sumatera Barat, dimana satu bagian dari badan sungai, secara adat dilarang untuk menangkap ikan. Pelestarian in-situ lainnya seperti ikan kancra di Jawa Barat, dimana ikan tidak boleh ditangkap yang didogmatis secara turun temurun, dan bila seseorang menangkap ikan tersebut, akan menimbulkan bencana. Pelestarian dengan metode ini merupakan cara kearifan lokal. Kegiatan pelestarian lainnya dilakukan secara ex-situ (penangkaran diluar habitat aslinya), yang telah dibahas dalam buku ini.

Penggunaan ikan hasil domestikasi sebagai sumber daya genetik

Gen adalah materi hereditas di dalam kromosom yang mengendalikan sifat makhluk hidup. Gen terdapat di setiap inti sel makhluk hidup. Gen pada makhluk hidup memiliki perangkat dasar yang sama, tetapi memiliki susunan yang berbeda.

Keanekaragaman tingkat gen menimbulkan variasi antar individu dalam satu spesies.

Sumber daya genetik sebagai wujud keanekaragaman hayati merupakan bahan genetik yang terdiri dari tanaman, hewan, jasad renik atau lainnya, yang mempunyai kemampuan pewarisan sifat (hereditas). Pada ikan, sumber daya genetik terdapat dalam jaringan, bagian-bagian ikan lainnya, seperti semen, telur, embrio, ikan hidup, baik yang muda maupun yang dewasa (Redi, 2015).

144 I Anang Hari Kristanto, dan RR Sri Pudji Sinarni Dewi

Penggunaan ikan hasil domestikasi untuk Pendidikan dan Pelatihan

Salah satu contoh kegiatan pembelajaran didalam pendidikan adalah mengenal jenis-jenis ikan air tawar untuk siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Pelajaran mengenai jenis ikan dapat dilaksanakan di dalam kelas maupun di luar kelas. Siswa diperkenalkan dalam memanfaatkan lingkungan sekitar.

Penggunaan instalasi penelitian dengan fasilitas kolamnya dapat untuk pembelajaran berbasis lingkungan. Selain itu, mahasiswa yang magang dapat diperkenalkan dalam menangani ikan yang telah didomestikasikan baik dalam kegiatan perbenihan maupun pemeliharaan larvanya.

Penggunaan ikan hasil domestikasi untuk Hiburan

Kegiatan memelihara ikan hasil domestikasi, seperti ikan torsoro ataupun ikan uceng bisa membantu tubuh untuk melepaskan hormon oxytocin (hormon cinta) dan menurunkan level kortisol (hormon stres). Kegiatan memelihara ikan baik di yang dilakukan dalam akuarium maupun wadah lainnya dapat digunakan sebagai salah satu solusi untuk menghilangkan kebosanan selama bekerja di rumah. Kegiatan memelihara dan merawat ikan dapat memberikan kesenangan tersendiri. Kegiatan hiburan lainnya yang dapat dilakukan yaitu menggunakan ikan sebagai alat pengelupas kulit kaki yang telah aus, benih ikan ditempatkan dalam wadah (ember atau bak) kemudian kaki dicelupkan dalam ember atau bak tersebut. Ikan akan menggigiti lapisan kulit, dan sekaligus merupakan terapi alami.

PENUTUP

Dari bahasan diatas, ikan hasil domestikasi perlu disampaikan kepada stakeholder/pengguna yang terdiri dari Unit Pembenih Rakyat (UPR), pemerintah daerah, khususnya Pemda yang berkenan menangani ikan lokal serta ada ketersediaan Balai Benih Ikan (BBI), siswa sekolah dan mahasiswa yang memerlukan belajar mengenai ikan lokal, masyarakat umum baik untuk pendidikan, hiburan maupun kesenangan. Untuk mempercepat penyampaian hasil riset ikan yang

Strategi Pengembangan dan Pemanfaatan Budidaya Ikan-Ikan Lokal I 145 telah didomestikasikan sehingga dapat digunakan oleh stakeholder, diperlukan strategi dan upaya pemanfaatan yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Alifiani, D.P., Abinawanto, Subagja, J., & Kristanto, A.H. (2020). Effect of date palm (Phoenix dactylifera l.) on spermatozoa viability of kancra fish (Tor soro Valenciennes 1842) 48 hours post cryopreservation. 2nd International Conference on Fisheries and Marine Science. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 441, 1-5. doi:10.1088/1755-1315/441/1/012067 Ath-thar, M.H.F., Ambarwati, A., Soelistyowati, D.T., & Kristanto, A.H. (2018).

Keragaan genotipe dan fenotipe ikan uceng, Nemacheilus fasciatus (Valenciennes, 1846) asal Bogor, Temanggung, dan Blitar. Jurnal Riset Akuakultur, 13(1), 1-10

Handoyo, B., Setiowibowo, C., & Yutsiran, Y. (2010). Cara mudah Budidaya ikan Baung dan Peluang Bisnis Jelawat. IPB Press. 161 Hal

Budiansky, S. (1994) A special relationship: the coevolution of human beings and domesticated animals. Journal of the American Veterinary Medical Society 204, 365-368

Clutton-Brock, J. (1999). A Natural History of Domesticated Mammals, 2nd edn.

Cambridge University Press, Cambridge. 238 p

Cahyanti, W., Putri, F.P., & Prakoso, V.A. 2020. Performa pertumbuhan dua generasi ikan uceng (Nemacheilus fasciatus Val. 1846) dalam pemeliharaan di akuarium. Media Akuakultur, 15 (1), 9-14

Heptarina, D., Ath thar, M.H.F., dan Samsudin, R. 2016. Pengelolaan pakan untuk budidaya uceng, Nemacheilus fasciatus (Valenciennes 1846). Seminar Nasional Ikan ke 9. Jilid 1. Masyarakat Iktiologi Indonesia. Hal 249-254

146 I Anang Hari Kristanto, dan RR Sri Pudji Sinarni Dewi

Iswantari, A., Kurniawan, Priadi, B., Prakoso, V.A., & Kristanto, A.H. (2019).

Konsumsi oksigen ikan uceng, Nemacheilus fasciatus (Valenciennes, 1846) pada kondisi padat tebar yang berbeda. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 4 (2), 79-87

Kottelat, M., Whitten, A.J., Kartikasari, S.N., & Wirjoatmodjo, S. (1993). Ikan air tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Editions. 291 Hal Kottelat, M. & Whitten, A.J. (1996). Freshwater Fishes of Western Indonesia and

Sulawesi: Additions & Corrections. Periplus Editions, Hongkong, 8 pp Kristanto, A.H., Subagja, J., Arifin, O.Z., Kurniawan, K., Zainal, S.A., Taryani, T., &

Haspami, H. (2021). The first record to artificial reproduction and larva rearing of striped wallago catfish (Wallago leerii). Journal of Animal and Plant Science. In Press

Liao, I.C., & Huang, Y.S. (2000). Methodological approach used for the domestication of potential candidates for aquaculture. Recent advances in Mediterranean aquaculture finfish species diversification.

Zaragoza:CIHEAM, p. 97 -107

Mylonas, C.C., & Zohar, Y. (2001). Use of GnRHa-delivery systems for the control of reproduction in fish. Reviews in Fish Biology and Fisheries, 10, 463-491 Ochieng’-Odero, J.P.R. (1994). Does adaptation occur in insect rearing systems, or is

it a case of selection, acclimatization and domestication? Insect Science and its Applications, 15, 1-7

Prakoso, V.A., Ath-thar, M.H.F., Subagja, J., & Kristanto, A.H. (2016). Pertumbuhan ikan uceng (Nemacheilus fasciatus) dengan padat tebar berbeda dalam lingkungan ex situ. Jurnal Riset Akuakultur, 11(4), 355-362

Radona, D., Kristanto, A.H., Kurniawan, K., Edian, T., Suparman, & Dodot, D.L.

(2020). A preliminary study of Osteochilus spilurus (Bleeker 1851) domestication: sex identification and bio-reproductive characters. Journal of Fisheries and Aquatic Science, 15 (2), 35-41

Strategi Pengembangan dan Pemanfaatan Budidaya Ikan-Ikan Lokal I 147 Redi, A. (2015). Analisis dan evaluasi hukum tentang pemanfaatan sumber daya genetik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 90 hal

Sukadi, M.F., Nugroho, E., Kristanto, A.H., Widiyati, A., Winarlin, & Djajasewaka, H. (2008). Pengembangan komoditas perikanan budi daya air tawar di Provinsi Kalimantan Barat: Analisis komoditas lokal. in Sudradjat, A., Rusastra, I.W., & Budiharsono, S. (eds.). Analisis kebijakan pembangunan perikanan budidaya. Pusat Riset Perikanan Budi Daya. pp. 57-70

Subagja, J., Prakoso, V.A., Arifin, O.Z., & Kristanto, A.H. (2019). Pengaruh padat tebar larva terhadap pertumbuhan dan sintasan pada ikan uceng Nemacheilus fasciatus Valenciennes, 1846. Berita Biologi, 2, 209-214

Sato, Y., Fenerich-Verani, N., Verani, J.R., Vieira, L.J.S., & Godinho, H.P. (2000).

Sato, Y., Fenerich-Verani, N., Verani, J.R., Vieira, L.J.S., & Godinho, H.P. (2000).