• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIJAHAN Anestesi

PEMBENIHAN IKAN BETOK Anabas testudineus

PEMIJAHAN Anestesi

Kegiatan pembenihan ikan betok dilakukan dengan sistem induce spawning, dimana anestesi menjadi penting untuk dilakukan. Anestesi atau pembiusan dilakukan untuk mengurangi tingkat stres pada induk serta memudahkan pada saat dilakukan penimbangan dan penyuntikan. Dosis pembiusan dapat mengikuti aturan yang tertera pada kemasan, namun umumnya dipakai dosis 50 ppm. Induk yang telah dibius dapat disegarkan kembali dengan cara merendam ikan pada air segar.

Penyuntikan

Penyuntikan terhadap ikan betok dilakukan baik pada induk jantan maupun betina. Hormon yang umum digunakan dalam penyuntikan ikan betok adalah hormon LHRH analog (Ovaprim) dengan dosis yang di berikan sebesar 0,4 ml/kg pada kedua induk (jantan dan betina). Penyuntikan secara intramuscular pada otot punggung induk (Gambar 8.5). Induk betina 2 kali penyuntikan dan induk jantan 1 kali penyuntikan. Interval waktu penyuntikan I ke penyuntikan II adalah 6 jam.

Penyuntikan induk jantan bersamaan pada saat penyuntikan II induk betina. Setelah dilakukan penyuntikan antara induk ikan jantan dan induk ikan betina maka induk ikan tersebut diletakkan pada bak pemijahan untuk melakukan proses pemijahan (Gambar 8.6), dengan perbandingan 3:1 (3 jantan 1 betina).

Gambar 8.5 Penyuntikan ikan betok

Pembenihan Ikan Betok Anabas testudineus I 103 Gambar 8.6 Proses pemijahan ikan betok

Pemijahan ikan betok

Pemijahan adalah bagian dari reproduksi ikan yang menjadi mata rantai daur hidup kelangsungan hidup spesies. Penambahan populasi ikan bergantung kepada berhasilnya pemijahan. Ikan betok merupakan salah satu jenis ikan yang telah mampu dipijahkan dengan bantuan penambahan hormon. Meskipun bisa menerima rangsangan hormon, namun ikan betok belum dapat di-stripping, sehingga proses ovulasi dan pembuahan terjadi secara alami.

Di alam, ikan betok memijah sepanjang musim penghujan, pada saat musimnya mampu memijah 2-3 kali dengan jumlah telur (fekunditas) 5.000-15.000 butir/induk. Pemijahan dapat dilakukan di akuarium/fiber glass atau pada happa di kolam. Ernawati et al. (2009) menemukan bahwa bobot ikan betina dengan kisaran 36±14 g memiliki fekunditas total 7.496±5.176 butir, sedangkan Fitriani et al. (2011) menemukan bahwa bobot betina 20-50 g memiliki fekunditas total sebesar 544-900 butir. DJPB-KKP (2012) Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin menghasilkan telur berkisar 36.000 butir pada indukan betina dengan bobot lebih dari 100 g.

104 I Vitas Atmadi Prakoso, Jojo Subagja, Otong Zenal Arifin, M. H. Fariduddin Ath-thar, dan Anang Hari Kristanto

Pemijahan dengan bak plastik atau akuarium Persiapan bak pembenihan

Media pemijahan yang digunakan adalah bak plastik/akuarium berukuran 1 × 4 × 0,30 M. Persiapan yang dilakukan antara lain dengan merendam akuarium menggunakan garam dapur (500-1.000 mg/L) yang bertujuan untuk membunuh parasit dan bibit penyakit. Akuarium kemudian dikeringkan, setelah kering dilakukan pengisian air yang dilakukan 2-3 hari sebelum melakukan pemijahan, air diisi sebanyak 2/3 dari volume bak, selanjutnya diberi aerasi untuk meningkatkan konsentrasi O2 terlarut di dalam air dan kemudian ditebarkan jenis tanaman air seperti kiambang (Silvia netaus) sebagai pelindung telur dan larva. Setelah bak pemijahan siap, maka dilakukan pemijahan secara semi alami. Ikan yang telah disuntik dimasukkan ke dalam bak pemijahan dengan perbandingan 3:1 (3 jantan 1 betina). Selanjutnya bak ditutup dengan menggunakan plastik atau sejenisnya ini bertujuan supaya suhu air bisa dipertahankan dan ikan betok tidak melompat ke luar.

Ikan diamati sampai dengan memijah. Setelah memijah, induk ikan segera dikeluarkan dari dalam bak pemijahan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi telur ikan yang telah ovulasi dan dibuahi kembali dimakan oleh induknya.

Penetasan

Pengeraman telur yang telah dipijahkan oleh induk ikan dilakukan pada bak yang samadengan pemijahan yang diberi aerasi sebagai penambah oksigen terlarut di dalam air. Telur ikan betok (Gambar 8.7) akan menetas antara 10-12 jam.

Gambar 8.7 Telur ikan betok

Pembenihan Ikan Betok Anabas testudineus I 105 Pemeliharaan larva

Larva yang baru menetas tidak perlu diberi makanan tambahan sebab masih mempunyai cadangan makanan dari kuning telur (yolk egg). Setelah larva berumur empat hari diberi makanan tambahan berupa suspense kuning telur. Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari (pagi, siang dan sore) selama 10 hari. Setelah itu bisa diberikan makanan pellet yang dihaluskan. Masa kritis larva terjadi pada saat hari ke-7 sampai hari ke-14. Setelah 14 hari pemeliharaan, ikan siap dilakukan pendederan.

Pemijahan dengan media hapa di kolam Persiapan kolam dan hapa pembenihan

Pembenihan ikan betok pada hapa perlakuannya hampir sama dengan pembenihan yang dilakukan pada bak plastik, tetapi ada sedikit perbedaan pada persiapan tempat pemasangan hapa (kolam). Pembenihan dengan sistem hapa persiapan yang harus dilakukan antara lain:

 Kolam sebaiknya merupakan kolam dengan dasar tanah, dengan kedalaman minimal 100 cm. Kolam tempat pemasangan hapa tersebut terlebih dahulu dikapur dengan dosis 25-50 g/m2, dipupuk (250-500 g/m2 untuk pupuk organik/pupuk kandang, dan 15 g/m2 untuk pupuk organik jenis urea dan 10 gr/m2 untuk jenis TSP). Tidak lupa dilakukan pembasmian hama dengan menggunakan insektisida.

 Kolam kemudian diisi dengan air setinggi minimal 70 cm dan dibiarkan beberapa hari (idealnya 7 hari) dengan tujuan untuk menumbuhkan fitoplankton.

 Selanjutnya hapa pemijahan dipasang pada kolam. Hapa dipasang menggunakan tali atau bamboo pancang dengan posisi menggantung diatas dasar kolam. Ketinggian air pada hapa minimal 30 cm. (Gambar 8.8).

106 I Vitas Atmadi Prakoso, Jojo Subagja, Otong Zenal Arifin, M. H. Fariduddin Ath-thar, dan Anang Hari Kristanto

Penetasan

Setelah ikan memijah induk ikan (induk yang dipijahkan adalah 3:1 per m2 luas hapa) diangkat atau dikeluarkan dari hapa, dan kemudian untuk penetasan telur tetap dilakukan didalam hapa, pada hapa diberi aerasi untuk menambah oksigen terlarut di dalam air. Setelah 10-12 jam kemudian telur akan menetas.

Pemeliharaan larva

Setelah telur menetas, larva dibiarkan hingga yolk eggs-nya habis. larva yang telah habis yolk eggs-nya, dikeluarkan secara perlahan dari hapa dan dimasukan ke dalam kolam/bak semen. Pada sistem pembenihan dengan menggunakan hapa di kolam, tidak dilakukan pendederan karena kolam telah disiapkan sekaligus sebagai tempat pendederan dan pembesaran.

Gambar 8.8. Pemasangan hapa pada kolam

PENDEDERAN

Pendederan larva dilakukan di kolam semi permanen (Gambar 8.9). Sebelum pendederan, kolam deder harus disiapkan terlebih dahulu minimal 1 minggu sebelum larva didederkan. Didalam penyiapan kolam pendederan ini ada beberapa proses yang dilakukan antara lain: Pengeringan (kegiatan pengeringan biasanya dilakukan selama 5-6 hari apabila cuaca cerah dan apabila cuaca mendung pengeringan biasanya dilakukan selama 2 minggu); Pengapuran (Pengapuran dilakukan pada awal persiapan kolam atau sebelum pengisian air, hal ini bertujuan untuk membunuh

Pembenihan Ikan Betok Anabas testudineus I 107 semua hama yang ada didalam kolam, Pengapuran juga bisa untuk menstabilkan derajat keasaman (pH) pada kolam. Adapun kapur yang digunakan adalah kapur tohor dengan dosis pengapuran sebesar pengapuran sebaiknya 25-50 g/m2, cara pengapuran dengan menebarkan kapur secara merata pada permukaan kolam);

Pemupukan (pemupukan pada kolam dilakukan setelah pengapuran, biasanya pupuk yang digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Untuk pupuk organik biasanya dari kotoran hewan/pupuk kandang, sedangkan untuk pupuk anorganik biasanya digunakan jenis pupuk urea dan TSP. Adapun dosis pemupukan ini adalah 250-500 g/m2 untuk pupuk organik/pupuk kandang, dan 15 g/m2 untuk pupuk organik jenis urea dan 10 gr/m2 untuk jenis TSP dengan cara menebarkan secara merata pada permukaan kolam); Pemasukan Air (kegiatan pengisian air dilakukan dengan cara mengairi kolam sedalam 10 cm dan dibiarkan selama 3-4 hari agar terjadi reaksi antara berbagai macam pupuk dan kapur dengan tanah, dan pada hari kelima air kolam ditambah menjadi sedalam 50 cm); Penyemprotan dengan insektisida (Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan agar kolam benar-benar bebas dari hama. Adapun dosis yang digunakan adalah 0,05 ppm, dilakukan secara merata pada kolam dan dinding kolam).

Gambar 8.9 Kolam pendederan, berupa kolam berukuran 10 x 15 m dengan dinding beton dan dasar tanah

Larva yang siap didederkan adalah larva yang berumur 14 hari. Larva dipanen dari bak penetasan dan dimasukkan ke dalam kolam pendederan. Pemeliharaan ini selama 45 hari dengan padat tebar 50 ekor/m2. Selama masa pemeliharaan 45 hari benih ikan diberi pakan tambahan berupa pelet yang dihancurkan sebanyak 10-20%

per hari dengan frekuensi pemberian dua kali/hari. Umur 45 hari sudah mencapai

108 I Vitas Atmadi Prakoso, Jojo Subagja, Otong Zenal Arifin, M. H. Fariduddin Ath-thar, dan Anang Hari Kristanto

benih ukuran 1-3 cm, dan benih bisa dipanen untuk di tebar ke kolam pendederan berikutnya.

Pendederan tahap II dapat dilakukan pada kolam beton, yang telah disiapkan seperti kolam pendederan I. Pada pendederan kedua ini kepadatan kolam yang berkisar antara 200-300 ekor/m2. Benih diberi pakan komersil yang berjenjang baik jenis maupun jumlahnya sesuai kebutuhan ikan. Pendederan II dilakukan selama sebulan atau sampai ikan ukuran 3-5 cm, untuk selanjutnya dipindah ke kolam pembesaran.

PENUTUP

Ikan betok relatif mudah dipijahkan dengan hasil telur dan larva yang cukup banyak. Namun ikan ini merupakan ikan dengan tingkat kanibalisme yang sangat tinggi sehingga membutuhkan penanganan yang lebih khususnya pada fase larva rearing. Ketekunan dan ketelatenan juga sangat diperlukan dalam merawat baik induk, telur, maupun larvanya.

DAFTAR PUSTAKA

Andrijana, E. (1995). Pengaruh dosis kotoran ayam terhadap kualitas media pemeliharaan ikan betok (Anabas testudineus Bloch). IPB, Bogor

Anonimous. (2019). Anabas testudineus (Bloch, 1792) Climbing perch.

www.fishbase.org. Diakses tanggal 10 Januari 2019 jam 10.00 WIB

Axelrod, H.R., Emmens, C.W., Sculthorpe, D., Winkler, W.V., & Pronek, N. (1971).

Exotic Tropical Fishes. TFH Publications, Inc. Jersey City, NJ

DJPB-KKP. (2012). Ikan betok dan potensinya. www. djpb.kkp.go.id/berita (diunduh 31 Desember 2014)

[DPPD] Dinas Perikanan Provinsi Daerah Tingkat I Jambi. (1995). Pengenalan jenis-jenis ikan perairan umum Jambi Bagian 1: Ikan-Ikan Sungai Utama Batang Hari Jambi. Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi. 17-19 pp

Pembenihan Ikan Betok Anabas testudineus I 109 Ernawati, Y., Kamal, M.M., & Pellokila, N.A.Y. (2009). Biologi reproduksi ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di Rawa Banjiran Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 2: 113-127

Fitriani, M., Muslim, & Jubaedah, D. (2011). Ekologi ikan betok (Anabas testudineus) di perairan rawa banjiran Indralaya. Agria, 1: 33-39

Kottelat, M., Whitten, A.J., Kartikasari, S.N., & Wirjoatmodjo, S. (1996). Ikan air tawar Indonesia bagian Barat dan Sulawesi. Periplus. Jakarta

Kuncoro, E.B. (2009). Ensiklopedia populer ikan air tawar. Lily Publisher.

Yogyakarta. 134: 27-28

Muslim, M. (2019). Teknologi pembenihan ikan betok (Anabas testudineus). PT Panca Terra Firma. Bandung

Samsudin, R. (2012). Petunjuk Teknis Pembenihan ikan betok (Anabas testudineus) di BBI Thehok Jambi. Unpublished

Sterba, H.G. (1969). Freshwater fishes of the world. Tucker, D.W. (Translated and revised). British Museum. The Pet Library, Ltd. New York. 778-780 pp

110 I Vitas Atmadi Prakoso, Jojo Subagja, Otong Zenal Arifin, M. H. Fariduddin Ath-thar, dan Anang Hari Kristanto

Pembenihan Ikan Tambakan Helostoma temminkii I 111

BAB IX.