• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAT KETERANGAN AHLI WARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA BERAGAMA ISLAM (STUDI KASUS DI KOTA MEDAN) TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SURAT KETERANGAN AHLI WARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA BERAGAMA ISLAM (STUDI KASUS DI KOTA MEDAN) TESIS. Oleh"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

SURAT KETERANGAN AHLI WARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA BERAGAMA ISLAM

(STUDI KASUS DI KOTA MEDAN)

TESIS

Oleh

AGUSTINA 147011072 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

SURAT KETERANGAN AHLI WARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA BERAGAMA ISLAM

(STUDI KASUS DI KOTA MEDAN)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AGUSTINA 147011072 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 2. Notaris Dr. Suprayitno, SH, MKn

3. Dr. Yefrizawati, SH, M.Hum 4. Notaris Dr. Tony, SH, MKn

(5)

KETURUNAN TIONGHOA BERAGAMA ISLAM (STUDI KASUS DI KOTA MEDAN)

Adalah karya orisinal saya dan setiap serta seluruh sumber acuan telah ditulis sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 14 September 2018 Yang menyatakan,

Agustina

(6)

demi memudahkan perdagangan mereka. Akibat dari penggolongan penduduk tersebut, Indonesia menganut pularistik hukum yang sampai sekarang belum mampu di unifikasi seluruhnya oleh Pemerintah. Dalam kehidupan bermasyarakat maupun berkeluarga, tidak akan lepas dari namanya Hukum Kekeluargaan. Salah satu yang menjadi topik sangat penting dalam pembahasan Hukum Kekeluargaan adalah Hukum Warisan, ikut di dalamnya pewaris, ahli waris, dan harta peninggalan. Seseorang yang meninggal dunia menimbulkan akibat hukum, di antaranya adalah pengalihan harta peninggalannya kepada ahli warisnya. Sebelum pengalihan harta peninggalan tersebut, perlu adanya suatu bukti yang menyatakan bahwa seseorang atau sekelompok orang tersebut memang betul ahli waris yang sah dan berhak. Bukti tersebut dinamakan Surat Keterangan Ahli Waris.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan jenis penelitian normatif empiris yang menggunakan sumber data sekunder dan sumber data primer, teknik pengumpulan data yang digunakan adalh studi kepustakaan dengan pedoman wawancara sebagai alat pengumpulan data serta data deduktif sebagai analisis data.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa sampai saat ini belum ada satupun undang-undang yang dengan tegas mengenai Surat Keterangan Ahli Waris yang menjadi syarat pengalihan harta peninggalan dari si pewaris ke ahli waris. Notaris mengeluarkan Surat Keterangan Ahli Waris sesuai dengan kebiasaan yang dibawa dari Negeri Belanda sejak jaman penjajahan Belanda dan digunakan sampai sekarang. Peraturan yang menyebutkan bahwa bagi WNI yang beragama Islam dimana SKAW nya dibuat oleh Lurah/ Camat dan Pengadilan Agama juga masih belum tegas.Proses pembuatan bukti sebagai ahli waris yang dibedakan dalam tiga golongan penduduk dalam hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis). Pasal 5 pada Undang Undang tersebut menyatakan bahwa penghapusan diskriminasi ras dan etnis wajib memenuhi beberapa prinsip serta pandangan terhadap keseragaman ras dan etnis, serta jaminan tidak adanya hambatan bagi perseorangan, kelompok ataupun lembaga yang membutuhkan perlidungan dan jaminan kesamaan penggunaan hak sebagai Warga Negara. Ketentuan Pasal 5 tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa kedudukan semua warga negara dalam hukum adalah sama dan bebas dari diskriminasi ras maupun etnis. Berdasarkan ketentuan tersebut maka seharusnya proses pembuatan bukti sebagai ahli waris bagi seluruh warga negara juga berlaku sama tanpa pembedaan berdasarkan ras maupun etnis.

Kata Kunci : Hukum Waris, Surat Keterangan Ahli Waris, Syarat Pewarisan

(7)

divided by Dutch colonialist into several groups in order to make their commerce easy to handle. The result is that Indonesia follows pluralistic laws which have not been unified so far. Living in communities and families cannot be separated from Family Law, including Inheritance Law which includes testator, heir, and inheritance. A person who dies will have legal consequence such as the transfer of inheritance to his heir(s), identified by evidence which states that a person or group of persons are the legal heirs which is called Heir Certificate. The research used descriptive analytic and normative empirical method. It used primary and secondary data which were gathered by conducting library research and interviews. The gathered data were analyzed deductively.

The result of the research showed that so far there has been no law which firmly deals with Heir Certificate which becomes the requirement for transferring inheritance from a testator to an heir. A Notary makes an Heir Certificate as the tradition from the Netherlands since the colonial era. It is still not quite certain about the regulation which mention an Indonesian citizen and a Moslem whose SKAW is issued by a Village Head or Subdistrict Head and the Religious Court.

The process of making Heir Certificates which differentiates three groups of people is not in accordance with Law No. 40/2008 on Abolition of Race and Ethnicity Discrimination. Article 5 of the Law states that the abolition of race and ethnicity discrimination is required to fulfill some principles and opinions on race and ethnicity uniformity and guarantee that there will be no obstruction for individuals, groups, and institution that need protection and guarantee of the equality of using the rights as Indonesia citizens. The regulation in Article 5 clearly indicates the equality and the freedom of the citizens before law from any race and ethnicity discrimination. Therefore, the process of issuing Heir Certificate should be equal to all citizens without any Race and Ethnicity Discrimination.

Keywords: Inheritance Law, Heir Certificate, Inheritance Requirement

(8)

telah memberikan nikmat kesehatan kepada Penulis, sehingga dapat terselesaikannya penulisan tesis yang berjudul “ SURAT KETERANGAN AHLI WARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA YANG BERAGAMA ISLAM (STUDI KASUS DI KOTA MEDAN)”, dengan harapan agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembagan Ilmu Hukum khususnya di Medan, dan di Indonesia pada umumnya.

Penulisan ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam rangka memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk itu terima kasih diucapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian tesis ini, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

(9)

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran dalam penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku anggota Komisi Pembimbing pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran dalam penulisan tesis ini.

6. Ibu Notaris Dr. Suprayitno, SH, M.Kn, selaku anggota Komisi Pembimbing pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran dalam penulisan tesis ini.

7. Ibu Dr. Yefrizawati, SH, M. Hum dan Notaris Dr. Tony, SH, M.Kn, selaku dosen penguji pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran dalam penulisan tesis ini.

8. Seluruh Dosen/Pengajar mata kuliah pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Staf Biro Pendidikan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi selama masa perkuliahan berlangsung sampai dengan sekarang.

(10)

kerja sama yang baik selama perkuliahan dan penulisan tesis ini.

Teristimewa penulis sampaikan terima kasih kepada ibunda tercinta Lylys Surjana dan Ayahanda Surya Mizan serta suami Andrry, SH yang tiada hentinya memberikan perhatian, doa, kasih sayang, semangat dan segala pengorbanan yang tlah diberikan selama ini yang tidak dapat Penulis uraikan, semoga selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Kakak dan adik tercinta, Vita Fransisca, Mass.

Comm, dr. Catherine, M. Ked (KJ), Ivone, SE, BBA, dan drg. Kaya Kalyana yang telah memberikan doa dan dukungan sehingga dapat menyelesaikan pendidikan tesis ini.

Disadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini membawa kemanfaatan terutama bagi Penulis dan pembaca guna mengembangkan Ilmu Kenotariatan pada masa yang akan datang.

Medan, Agustus 2018 Penulis

Agustina

(11)

2. Tmpat, Tanggal Lahir : Medan, 11 Agustus 1988 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Status : Menikah

5. Agama : Buddha

6. Alamat : Jalan Amal Luhur Kompleks Taman Impian Indah Blok I No. 21. Medan Helvetia

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Surya Mizan 2. Nama Ibu : Lylys Surjana 3. Nama Suami : Andrry, SH

4. Nama Saudara : Vita Fransisca, Mass. Comm.

Dr. Catherine, M.Ked. (KJ) Ivone, SE, BBA, MBA Drg. Kaya Kalyana III. PENDIDIKAN

1. SD : SD Swasta Wiyata Dharma Medan

Tahun 1994-2000

2. SLTP : SLTP Swasta Wiyata Dharma Medan

Tahun 2000-2003

3. SMA : SMA Swasta Katolik St. Thomas 1 Medan

Tahun 2003-2006

4. Perguruan Tinggi (S1) : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Tahun 2008-2013

5. Perguruan Tinggi (S2) : Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

Tahun 2014-2018

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi ... 15

G. Metode Penelitian ... 18

BAB II PENGATURAN MENGENAI SURAT KETERANGAN AHLI WARIS DI INDONESIA ... 24

A. Pengertian dan Tujuan Surat Keterangan Ahli Waris ... 24

B. Peraturan-Peraturan yang Mengenai Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris ... 33

BAB III KEWENANGAN PEJABAT YANG MENERBITKAN SURAT KETERANGAN AHLI WARIS DI INDONESIA ... 51

A. Wewenang dan Tanggung Jawab Notaris dalam Menerbitkan Surat Keterangan Ahli Waris ... 51

B. Surat Keterangan Ahli Waris bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Islam ... 65

C. Surat Keterangan Ahli Waris yang Dikeluarkan oleh Balai Harta Peninggalan ... 72

(13)

B. Surat Keterangan Ahli Waris Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Beragama Islam Menurut Pengadilan

Negeri Agama di Medan ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109

(14)

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk khususnya bila dilihat dari segi etnis atau suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaan- perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Guna mengatasi perbedaan tersebut dibutuhkan adanya peraturan hukum yang mampu mengatur seluruh perikehidupan masyarakat dalam rangka mewujudkan rasa keadilan.1

Sejak pemerintahan Belanda sudah diberlakukan penggolongan penduduk di Indonesia, yakni menjalankan politik devide et impera atau politik pecah belah.

Politik devide et impera ini dilakukan dengan cara membagi penduduk nusantara kedalam 3 (tiga) golongan penduduk, yaitu: Golongan Eropa, Golongan Timur Asing (seperti Tionghoa, India, Arab, Pakistan), dan Golongan Pribumi, sebagaimana diatur dalam Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS).2

Adanya pemisahan penduduk dengan golongan-golongan penduduk yang didasarkan pada etnis atau ras dalam Pasal 163 IS ini berakibat pada bedanya sistem hukum yang diberlakukan terhadap setiap golongan tersebut. Tiga golongan penduduk tersebut tunduk pada hukum perdata yang berbeda-beda.3

1 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, hal. 29.

2 Asis Safioedin, Beberapa Hal Tentang Burgerlijke Wetboek, Bandung, Alumni, 1986, hal. 15.

3Ibid

(15)

Sebagai negara yang sedang berkembang, hukum senantiasa dikaitkan dengan upaya-upaya untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada yang telah dicapai sebelumnya. Menghadapi kenyataan seperti itu peranan hukum menjadi semakin penting dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan tidak sekedar sebagai alat pengendalian sosial saja, juga sebagai upaya untuk menggerakkan masyarakat agar berperilaku sesuai dengan cara-cara baru untuk mencapai suatu keadaan masyarakat yang dicita-citakan.4 Dengan kata lain fungsi hukum adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat.

Seluruh hukum yang ada dan berlaku, di samping hukum perkawinan maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan yang memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini disebabkan hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan lingkup kehidupan manusia. Setiap manusia pasti akan meninggal dunia. Meninggalnya seseorang menimbulkan akibat hukum tentang bagaimana cara kelanjutan pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang. Jadi hukum kewarisan dapat dikatakan sebagai himpunan peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya pengurusan hak- hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia oleh ahli waris atau badan hukum lainnya.5

Pada saat ini ada 3 (tiga) bentuk dan 3 (tiga) instansi yang dapat membuat bukti sebagai ahli waris yang disesuaikan dengan golongan atau etnis penduduk

4Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1993, hal. 1.

5Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan IslamDengan Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 2

(16)

atau warga negara Indonesia. Penggolongan penduduk berdasarkan etnis dan hukum yang berlaku untuk tiap golongan penduduk tersebut merupakan warisan Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia, yang sampai sekarang ini dianggap sebagai aturan yang belum dapat diubah oleh siapapun, bahkan oleh negara.

Wirjono mengemukakan, pengertian warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.6 Sedangkan menurut Pitlo, hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan- ketentuan dimana berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan diatur, yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.7 Hukum kewarisan mengatur hubungan antara seseorang dengan benda dikarenakan ada orang meninggal dunia, artinya satu sisi mungkin sekali orang memperhatikan hukum kewarisan karena mengatur benda dihubungkan dengan subjek (orang) yang mempunyai hubungan dengan benda tersebut.

Indonesia pada saat ini masih terdapat beraneka ragam sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi Warga Negara Indonesia, yaitu : sistem hukum kewarisan perdata barat yang didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sistem hukum kewarisan adat yang dipengaruhi oleh budaya dan adat

6Wirjono Projodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1980, hal.8.

7Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Bina Aksara, Jakarta, 1984, hal.7.

(17)

kesukuan di berbagai daerah di lingkungan hukum adat, dan sistem hukum kewarisan Islam yang berlaku bagi orang-orang yang beragama Islam.8

Sebagai syarat pembagian harta warisan, para ahli waris berkewajiban untuk membuat Surat Keterangan Ahli Waris (SKAW). SKAW adalah suatu dokumen pembuktian dari ahli waris tentang kebenaran bahwa mereka adalah orang yang tepat dan berhak mewarisi dari pewaris. SKAW ini diperlukan untuk warisan yang berupa harta benda bergerak maupun tidak bergerak, serta merupakan salah satu syarat dalam pengalihan hak atas tanah karena pewarisan.

Sejauh ini, berdasarkan Surat Edaran Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria tanggal 20 Desember 1969 Nomor : Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan, terdapat tiga pejabat umum atau instansi yang memiliki wewenang untuk menerbitkan SKW, yakni Notaris, Lurah beserta Camat dan Balai Harta Peninggalan.9

Pihak kantor pertanahan, sebagai instansi yang mengurus pendaftaran tanah akibat peralihan tanah karena terjadi pewarisan, selalu meminta bukti SKAW dari ahli waris pewaris yang harus juga dilengkapi dengan surat kematian untuk menentukan bahwa ahli waris yang mendapat hak atas tanah tersebut adalah benar ahli waris dari pewaris. Hal ini diatur dalam Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo. Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Surat Edaran Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria tanggal 20 Desember 1969 Nomor :

8Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, hal. 1

9 Habib Adjie, Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris (Dalam Bentuk Akta Keterangan Waris), Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 2.

(18)

Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan.10 Dari aturan tersebut ditentukan bahwa:

“...Bagi warganegara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal;

Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris;

Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan...”

Bagi masyarakat keturunan Tionghoa, yang berwenang dalam hal membuat SKAW adalah Notaris. Notaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) :

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dan/ atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan pada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.

Para ahli hukum berpendapat bahwa akta notaris dapat diterima dalam pengadilan sebagai alat bukti yang mutlak mengenai isinya, tetapi meskipun demikian dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya (tegebejis) oleh saksi-saksi, yang dapat membuktikan bahwa apa yang diterangkan oleh Notaris dalam aktanya tidak benar.11

10Ibid., hlm.7

11 Liliana Tedjasaputro, Malpraktik Notaris dan Hukum Pidana, Agung, Semarang, 1991, hal.4.

(19)

Peran notaris dalam menghadapi suatu sengketa hukum adalah melalui pembuatan akta yang berperan sebagai alat untuk mengingat kembali peristiwa- peristiwa yang telah terjadi, sehingga dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian.12 Akta notaris merupakan bukti tertulis, hal ini sesuai dengan Pasal 1866 Kitab Undang Undang Hukum Perdata bahwa bukti tulisan merupakan salah satu alat bukti, disamping alat-alat bukti yang lain.

Dapat disimpulkan bahwa wewenang Notaris dapat membuat akta dengan pihak-pihak di hadapan Notaris dan akta relaas yang dibuat oleh Notaris dan syarat-syarat kedua jenis akta tersebut telah dibuat berdasarkan Pasal 38 UUJN.

Sebagai bukti ahli waris, Notaris dapat membuat akta keterangan sebagai ahli waris atau akta keterangan waris dalam jenis akta dengan tidak meninggalkan ketentuan-ketentuan atau substansi yang ada, seperti pernyataan atau keterangan kematian pewaris, keterangan perkawinan pewaris, ada atau tidak ada anak angkat, jumlah anak-anak kandung pewaris, ada tidaknya perjanjian perkawinan dan ada tidaknya wasiat dari instansi yang berwenang.13

Notaris sendiri dalam pembuatan dokumen SKAW sebagai bukti ahli waris harus tetap memperhatikan implementasi ketiga penggolongan penduduk,untuk mengevaluasi apakah ia berwenang atau tidak untuk membuat SKAW bagi penghadap yang memohon kepada notaris. Hal ini dikarenakan belum adanya suatu peraturan atau satu hukum yang pasti yang mampu menggolongkan penduduk di Indonesia secara jelas dan pasti.

12 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia-Suatu Penjelasan, Rajawali Pers, Jakarta, 1982, hal. 19.

13 Habib Adjie, Kesetaraan Dalam Pembuatan Bukti Sebagai Ahli Waris, Surabaya, Makalah Penyegaran Dan Pembekalan Pengetahuan-Kongres Ikatan Notaris Indonesia XX, 2009, hal. 2.

(20)

Masyarakat yang menganut agama Islam tentunya akan menggunakan Hukum Islam dimana dalam Agama Islam memiliki sistem kewarisan tersendiri yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad para ulama dimana hukum waris menduduki tempat amat penting dalam Hukum Islam.

Masyarakat muslim penduduk asli tentunya tidak akan terjadi masalah ketika akan membuat SKAW, karena SKAW dapat dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/

Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal. UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, menentukan bahwa untuk Penduduk Indonesia yang beragama Islam, dalam mengeluarkan SKAW adalah Pengadilan Agama, sebagaiman diatur dalam Pasal 49 huruf b UU Nomor 3 Tahun 2006.

Muncul permasalahan ketika seorang muslim Tionghoa akan membuat SKAW, karena ia merupakan etnis Tionghoa yang seharusnya dalam membuat SKAW merupakan kewenangan notaris. Sementara notaris belum tentu bersedia untuk membuat SKAW dikarenakan yang bersangkutan beragama Islam dimana sudah ada aturan tersendiri. Sehingga dalam peristiwa ini telah terjadi ketidak- pastian hukum bagi muslim Tionghoa dalam pembuatan SKAW.

Berdasarkan uraian diatas, satu masalah yang menjadi inti dan judul dari tesis ini, yaitu “Surat Keterangan Ahli Waris Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Beragama Islam (Studi Kasus di Kota Medan)”.

B. Perumusan Masalah

Berangkat dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

(21)

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia?

2. Bagaimanakah kewenangan Pejabat yang menerbitkan Surat Keterangan Ahli Waris di Indonesia?

3. Bagaimanakah pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa yang beragama Islam (studi kasus di kota Medan)?

C. Tujuan Penelitian

Perumusan tujuan penulisan selalu berkaitan erat dalam menjawab permasalahan yang menjadi fokus penulisan, sehingga penulisan hukum yang akan dilaksanakan tetap terarah. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan yang dimaksud dengan Surat Keterangan Ahli Waris, tujuannya dan peraturan-peraturan yang mengatur mengenai pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan sejauh mana wewenang dan tanggung jawab pejabat yang ditunjuk dalam pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris di Indonesia.

3. Untuk mengetahui, meneliti, dan menganalisa pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa yang beragama Islam, khususnya di kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penulisan ini diharapkan bermanfaat untuk:

(22)

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbangan saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya. Khususnya memberikan informasi tentang pentingnya unifikasi hukum yang menjadi cita-cita bangsa dan pemerintahan Indonesia, tanpa menghilangkan ciri khas dari ke- Bhinneka-an adat istiadat, suku, agama, dan ras yang menempati seluruh wilayah Indonesia, agar dapat disebar-luaskan dan dibaca oleh kalangan akademisi maupun praktisi serta masyarakat pada umumnya.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan dan panduan bagi orang Tionghoa beragama Islam dalam membuat SKAW.

b. Untuk menambah khazanah dan wawasan pemikiran hukum kepada masyarakat tentang pembuatan SKAW.

c. Untuk memberikan manfaat kepada pemerintah, pejabat-pejabat dan instansi yang terkait dalam hal, pembuatan SKAW bagi masyarakat keturunan Tionghoa beragama Islam.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul “Surat Keterangan Ahli Waris Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Beragama Islam (Studi Kasus di Kota Medan)”, belum pernah dilakukan.

Memang pernah ada penelitian tentang SKAW yang dilakukan:

(23)

1. Nama Fitreni Chris Lily, NIM 037011027, Judul Tesis :Pengaturan Mengenai Bukti Keterangan Hak Waris Yang Berlaku Bagi Warga Negara Indonesia Rumusan masalah :

a. Apakah peraturan yang sudah ada dapat menjamin tercapainya kepastian hukum dalam hal penentuan hak-hak kewarisan Warga Negara Indonesia?

b. Apa penyebab tidak adanya unifikasi mengenai kewenangan hak waris?

c. Bagaimana bentuk keterangan hak waris yang paling ideal yag dikehendaki dalam praktek?

2. Nama Aida Verwati Wahab, NIM 002111044, Judul Tesis :Keterangan Hak Waris Dalam Hukum Perdata (Studi Kajian Terhadap Warga Negara Indonesia Keturunan Cina Di Kota Medan).

Rumusan masalah:

a. Siapa Pejabat yang berwenang mengeluarkan surat keterangan hak waris bagi warga negara keturunan cina?

b. Bagaimana kekuatan pembuktian dari keterangan hak waris yang dikeluarkan oleh notaris tanpa melakukan pengecekan ke daftar pusat wasiat?

c. Mengapa masih ada dualisme dalam penerbitan surat keterangan hak waris bagi penduduk yang tunduk pada kitab undang-undang hukum perdata?

3. Nama Mia Iriandini Damanik, NIM 127011131, Judul Tesis :Analisis Yuridis Akta Keterangan Waris Yang Dibuat Oleh Notaris Dalam Ketentuan Pembuatan Akta Otentik Berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014.

Rumusan masalah :

(24)

a. Bagaimana kekuatan hukum SKAW yang dibuat notaris mengandung cacat hukum?

b. Bagaimana tanggung jawab notaris terhadap SKAW yang dibuat notaris mengandung cacat hukum?

Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan secara akademik. Penulis bertanggung jawab sepenuhnya apabila di kemudian hari ternyata penelitian ini merupakan hasil plagiat dari penelitian yang telah ada sebelumnya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang fenomena tertentu yang dapat menerangkan bentuk substansi atau eksistensinya,14 dan suatu teori harus konsisten tentang apa yang diketahui tentang dunia sosial oleh partisipan dan ahli lainnya, minimal harus ada aturan-aturan penerjemah yang dapat menghubungkan teori dengan ilmu bahkan pengetahuan lain,15 sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan

14H.R. Otje Salman, S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Bandung, Refika Aditama 2005, hal. 23.

15Ibid hal. 23.

(25)

perbandingan pegangan teoritis16.

Otje Salman dan Anton F Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian Teori menurut pendapat beberapa ahli, dengan rumusan sebagai berikut : “Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan Kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum”.17

Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum dan teori dasar hukum penggolongan penduduk.

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu :

“Pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terdapat Individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam Undang-Undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan Hakim antara putusan Hakim yang satu dengan putusan Hakim lainya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan”.18

Kepastian hukum dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis dalam artian dia menjadi sistem norma dengan norma lain, sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan karena ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distrosi norma.19

16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 2003, hal. 80.

17Ibid, hal. 23.

18 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Pranada Media Group, 2008), hal.158.

19Ibid, hal. 89.

(26)

Bambang Semedi, dalam tulisannya “Penegakan Hukum Yang Menjamin Kepastian Hukum” mengemukakan : “Kepastian hukum yang sering dijadikan alasan para penegak hukum sebenarnya dapat kita lihat dari dua sudut pandang, yakni dengan kepastian dalam hukum itu sendiri dan kepastian karena hukum.”20

Kekuatan hukum pembagian warisan pada hakekatnya tidak dapat terlepas dari hubungan dengan masalah kepastian hukum, dimana adanya kepastian hukum dalam pembagian warisan. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Penelitian ini berusaha untuk memahami kepastian hukum dari Peraturan ataupun Undang-undang yang ada pada saat ini.

Kepastian hukum bermuara pada ketertiban secara sosial. Dalam kehidupan sosial, kepastian adalah mensyaratkan kedudukan subjek hukum dalam suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Dalam pemahaman positivisme, kepastian diberikan oleh Negara sebagai pencipta hukum dalam bentuk Undang-Undang.

Pelaksaan kepastian dikonkritkan dalam bentuk lembaga yudikatif yang berwenang mengadili atau menjadi wasit yang memberikan kepastian bagi setiap subjek hukum.

Dalam hubungan secara perdata, setiap subjek hukum dalam melakukan hubungan hukum melalui perjanjian juga memerlukan kepastian hukum.

Pembentuk Undang-Undang memberikan kepastianya melalui Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Perdata. Perjanjian yang berlaku sah adalah undang-undang bagi para subjek hukum yang melakukan dengan itikad baik. Subjek hukum diberikan

20 Bambang Semedi, Teori Hukum: Sebagai Suatu Kajian, PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta, 1998, hal. 25.

(27)

keleluasaan dalam memberikan kepastian bagi masing-masing subjek hukum yang terlibat dalam suatu kontrak. Kedudukan yang sama rata dipresentasikan dalam bentuk itikad baik. Antara subjek hukum yang saling menghargai kedudukan masing-masing subjek hukum adalah perwujudan dari itikad baik.

Teori penggolongan penduduk ini didasari oleh adanya pemisahan penduduk dengan golongan-golongan penduduk yang didasarkan pada etnis atau ras dalam Pasal 163 IS, mengakibatkan pada bedanya sistem hukum yang diberlakukan terhadap setiap golongan tersebut. Tiga golongan penduduk tersebut tunduk pada hukum perdata yang berbeda-beda sebagaimana diatur dalam Pasal 131 IS.

Pasal 131 IS yang merupakan “Pedoman Politik Hukum” pemerintah Belanda memuat ketentuan-ketentuan antara lain:

1. Hukum Perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, harus diletakkan dalam kitab Undang-undang atau dikodifisikasi (ayat 1).

2. Terhadap golongan Eropa, harus diperlakukan perundang-undangan yang ada di negeri Belanda dalam bidang Hukum Perdata dan Hukum Dagang (ayat 2 sub a). Ayat ini sering disebut sebagai ayat yang memuat asas konkordansi.

Bagi orang Indonesia asli dan Timur Asing, ketentuan Undang-undang Eropa dalam bidang Hukum Perdata dan Hukum Dagang dapat diperlakukan apabila kebutuhan mereka menghendakinya (ayat 2 sub b).

(28)

4. Orang Indonesia asli dan Timur Asing diperbolehkan menundudukkan dirinya kepada hukum yang berlaku bagi orang Eropa, baik sebagian maupun seluruhnya (ayat 4).

5. Hukum adat yang masih berlaku bagi orang Indonesia asli dan Timur Asing tetap berlaku sepanjang belum ditulis dalam Undang-undang (ayat 6).

Pasal 163 IS mengadakan pembedaan golongan penduduk menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: golongan Eropa21, golongan Bumiputera22, dan golongan Timur Asing23. Berdasarkan penggolongan masyarakat ini lah yang menjadi tolak ukur bagaimana dan apa tindakan yang ditempuh dalam perwarisan, dasar hukum yang dipakai serta pembuatan SKAW.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran (berupa ide). Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi antara abstraksi dan realitas.24

Selanjutnya, Suwandi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep,menurut beliau, sebuah konsep berkaitan dengan definisi operasional. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus,yang disebut dengan definisi

21 Semua orang Belanda, Jepang, semua orang yang berasal dari tempat lainnya di negerinya hukum keluarganya berasaskan yang sama dengan hukum keluarga Belanda.

22 Yaitu semua orang asli dari Hindia Belanda (sekarang Indonesia).

23 Yaitu, semua orang yang bukan golongan Eropa dan bukan golongan Bumiputera.

Golongan timur asing dibedakan menjadi golongan T.A Tionghoa dan T.A bukan Tionghoa (seperti orang-orang yang berasal dari India, Arab, Afrika dan sebagainya)

24 Masri Singarimbun, dkk, Metode Penelitian Survey, Jakarta,LP3ES, 1999, hal. 34.

(29)

operasional.25

Konsep dapat dilihat dari segi subyektif dan obyektif, dari segi subyektif konsep merupakan suatu kegiatan intelek untuk menangkap sesuatu. Sedangkan dari segi obyektif, konsep merupakan suatu yang ditangkap oleh kegiatan intelek tersebut, hasil dari tangkapan akal manusia itulah yang dinamakan konsep.26

Konsep merupakan “ alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis”.27

Dalam kerangka konseptional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.28 Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekolompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, Konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya gejala empiris.29

25 Suwandi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 3.

26 Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Kamus istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2006, hal. 122.

27 Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 70.

28 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitiant Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 7.

29 Koentjoro Ningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal.21.

(30)

Beranjak dari judul tesis ini, yaitu :“Surat Keterangan Ahli Waris Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Beragama Islam (Studi Kasus di Kota Medan)“ maka dapatlah dijelaskan konsepsi ataupun pengertian dari kata demi kata dalam judul tersebut, yaitu sebagai berikut :

a. Pewaris adalah seseorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup.30

b. Ahli Waris adalah orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh pewarisnya.31

c. Harta Warisan adalah segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang berupa semua harta kekayaan dari yang meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua utangnya.32

d. Surat Keterangan Hak Waris merupakan surat bukti waris, yaitu surat yang membuktikan bahwa yang disebutkan di atas adalah ahli waris dan pewaris tertentu.33

e. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara.34

f. Agama Islam adalah agama yang diwahyukan Allah kepada para Rosul- Rosul Nya dan terakhir disempurnakan pada Rosul Muhammad, yang berisi undang-undang dan metode kehidupan yang mengatur dan mengarahkan

30Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta, Kencana, 2004, hal. 204

31 Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran Cetakan Pertama, Jakarta, Rajawali Pers, 1995, hal. 41.

32 Ali Afandi, Loc.Cit.

33 J. Satrio, Hukum Waris, Bandung, Alumni, 1992, hal. 227.

34 Pasal 26 ayat (1) UUD 1945

(31)

bagaimana manusia berhubungan dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta, agar kehidupan manusia terbina dan dapat meraih kesuksesan atau kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.35 g. Surat waris adalah surat keterangan yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris

berdasarkan keterangan-keterangan, bukti-bukti (dokumen) dan saksi-saksi yang ada yang isinya menerangkan tentang siapa saja yang menjadi ahli waris dari pewaris.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian.

Metode pendekatan penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti.

Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.36

Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai permasalahan penggolongan penduduk dan SKAW, sehingga dapat diperoleh penjelasan bagaimana membuktikan bahwa SKAW keturunan Tionghoa beragama Islam dapat dilakukan dan sebagai hasilnya dapat dijelaskan akibat hukum serta penyelesaian masalah yang terjadi dalam pembuatan SKAW tersebut.

35 Sudrajat Ajat, dkk, Din Al-Islam, Yogtakarta, UNY Press, 2008

36 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Bandung, Alumni, 1994, hal. 101.

(32)

2. Jenis Penelitian

Penelitian merupakan suatu bagian pokok dari ilmu pengetahuan, yang bertujuan untuk lebih mengetahui dan lebih memahami segala segi kehidupan.

Sehingga suatu penelitian harus dilakukan secara sistematis dengan metode- metode dan teknik-teknik, yakni yang ilmiah.37

Menurut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa: ”Penelitian merupakan suatu kegiatan karya ilmiah yang berkaitan dengan analisis konstruksi yang dilaksanakan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu. Sistematis adalah berdasarkan suatu alasan, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu karangan tertentu.38

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris atau dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis, karena merupakan suatu kegiatan penelitian dengan mengambil masyarakat di Kota Medansebagai objek penelitian dengan maksud menyelidiki respon atau tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum.39

Metode penelitian hukum normatif-empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat, maka metode penelitian hukum normatif-empiris dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis.

37 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakrata, 1986, hal.3

38Ibid, hal. 5

39 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V No.3, Maret 2006

(33)

Dan dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.40

Jenis penelitian hukum normatif-empiris digunakan dalam penelitian ini karena subjek dalam penelitian ini adalah pejabat dan instansi yang berwenang membuatnya, dari mulai UUD 1945 sampai dengan peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan peraturan-peraturan lainnya yang merupakan peraturan- peraturan berkaitan dengan peraturan pelaksana dari pembuatan SKAW.

Disamping itu juga turut dikaji peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pewarisan di Indonesia. Bahwa dalam penelitian ini yang dikaji adalah asas-asas, norma, dan kaedah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta doktrin-doktrin, maka dalam penelitian ini akan dikaji bagaimana sinkronisasi sistem norma dalam peraturan perundang-undangan berkaitan dengan SKAW baik secara vertikal dengan Undang-undang, maupun secara horizontal dengan peraturan-peraturan lainnya serta historis dari peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang SKAW.

3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data.

Sebagai penelitian hukum normatif-empiris, penelitian ini menitik- beratkan pada studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini, digunakan data sekunder dan didukung oleh data primer sebagai data penunjang. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dari arsip-arsip, bahan pustaka,

40https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/, diakses pada tanggal 02 November 2017

(34)

data resmi pada kantor notaris, Undang-Undang, makalah yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti, yang terdiri dari :

1. Data sekunder;

a. Bahan hukum primer,41 adalah bahan hukum yang mengikat, yaitu :Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Jabatan Notaris, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, PMA No. 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah , Surat Edaran Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria tanggal 20 Desember 1969 Nomor : Dpt/12/63/69 tentang Surat Keterangan Waris dan Pembuktian Kewarganegaraan.

b. Bahan hukum sekunder,42 yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, antara lain berupa tulisan-tulisan dan/atau pendapat pakar hukum tentang waris dan SKAW.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet serta makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.43 Disamping data sekunder, penelitian ini juga didukung oleh data primer.

Data primer digunakan untuk mendukung dalil-dalil hukum yang dirumuskan dari data sekunder.

41Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hal. 55.

42Ibid.

43Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal. 14.

(35)

2. Data Primer, yaitu data yang diambil langsung oleh peneliti dengan wawancara yang dilakukan secara terarah (directive interview),44 yaitu kepada notaris-notaris di Medan dan kepada Hakim Pengadilan Agama di Kota Medan, serta perwakilan dari masyarakat WNI keturunan Tionghoa yang beragama Islam yang berkedudukan di Kota Medan.

Mengingat jumlah populasi dari Notaris di Kota Medan yang cukup banyak, yaitu sekitar 261 orang dan mengingat bahwa analisis data akan dilakukan secara kualitatif, maka penentuan jumlah jamaah yang dijadikan nara sumber wawancara dilakukan menggunakan metode purposive sampling dengan cara snow ball (bergulir). Pada tahap pertama akan diwawancarai seorang, selanjutnya seorang lainnya berdasarkan dari informasi pertama. Apabila pola jawaban-jawaban tersebut sudah menggunakan pola jawaban yang sama, maka wawancara akan dihentikan.

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung-jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara:

a. Studi Pustaka.

Studi dokumen digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.45

b. Pedoman Wawancara.

44Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit., hal. 60.

45 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986, hal. 21.

(36)

Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan lisan guna mencapai tujuan tertentu.46 Wawancara dengan pengumpulan data, dimana penulis melakukan percakapan atau tatap muka yang terarah dengan menggunakan pedoman wawancara kepada 10 (sepuluh) orang notaris di Kota Medan, kepada Hakim Pengadilan Agama di Kota Medan, dan perwakilan masyarakat Tionghoa Muslim yang berkedudukan di Kota Medan, untuk memperoleh keterangan atau data- data yang diperlukan.

4. Analisis data

Analisis data merupakan kegiatan mengurai sesuatu sampai ke komponen- komponennya dan kemudian menelaah hubungan masing-masing komponen dengan keseluruhan konteks dari berbagai sudut pandang. Penelaah dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diharapkan.

Bahan hukum sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan bahan hukum primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata. Kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

46 Burhan Asshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 2007, hal.95.

(37)

BAB II

PENGATURAN MENGENAI SURAT KETERANGAN AHLI WARIS DI INDONESIA

A. Pengertian dan Tujuan Surat Keterangan Ahli Waris

A. Kohar dalam bukunya “Notaris dan Persoalan Hukum” menyebutkan47 :

“Orang boleh meninggal, tetapi hak dan kewajibannya beralih karena hukum kepada ahli warisnya. Peralihan hak itu terjadi karena hukum, tetapi bukti sebagai ahli warisnya harus diurus, yaitu yang biasa disebut Keterangan Waris.

Jika orang hendak menjual barang pewaris, maka harus diteliti, apakah yang menjual itu betul-betul ahli waris semuanya, tidak ada yang ketinggalan.

Dalam hal mengenai warisan, para ahli waris, orang-orang nonpribumi keturuan Eropa, keturunan Cina, yang sekarang ini walaupun telah banyak yang ganti nama dan menggunakan nama nama asli Indonesia, mereka itu masih tunduk kepada Hukum Barat, yaitu hukum Perdata (BW), sedang bagi WNI keturunan Arab dan bangsa Timur Asing lainnya, masih menganut hukum warisan negara leluhurnya.”

Keterangan hak waris dapat diartikan sebagai suatu surat yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang, atau dibuat sendiri oleh segenap ahli waris yang kemudian dibenarkan dan dikuatkan oleh Kepala Desa Lurah atau Camat, yang dijadikan alat bukti yang kuat tentang adanya suatu peralihan hak atas suatu harta peninggalan dan pewaris kepada ahli waris 48.

Dalam ketiga sistem pewarisan yang dimiliki Indonesia, masing-masing

47 A.Kohar, S.H., Notaris dan Permasalahannya, Surabaya, P.T. Bina Indra Karya, 1985, hal.10.

48Ibid, hal.5

(38)

menjelaskan bahwa suatu proses pewarisan terjadi karena adanya kematian dan dengan sendirinya karena kematian harta waris pewaris beralih kepada ahli waris.

Dalam hukum waris BW, dijelaskan :

a. Pasal 830 KUH Perdata : Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.

b. Pasal 833 KUH Perdata : Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal ...

Dalam hukum waris Islam terdapat prinsip kewarisan hanya karena kematian dan prinsip ijbari :

a. Prinsip kewarisan hanya karena kematian, bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan sebutan kewarisan berlaku setelah yang mempunyai harta tersebut meninggal dunia.

b. Prinsip Ijbari, adalah bahwa peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya.

Demikian pula pada hukum waris adat, yang prinsip utama dari sistem pewarisannya adalah harus ada yang meninggal dunia. Soerjono Soekamto mengatakan, bahwa bila seorang meninggal maka ahli waris adalah anak-anak dari si peninggal harta.49

Soerjono Soekamto memberi penegasan terhadap pendapat Soepomo yang mengatakan bahwa proses peralihan harta bisa dimulai sejak pewaris masih hidup.

Beliau menjelaskan bahwa pengalihan harta dalam keluarga sendiri hanyalah bersifat sementara, itupun biasanya hanya terjadi pada keluarga dengan sistem

49Soerjono Soekamto, Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1981, hlm. 262.

(39)

patrilineal atau parental untuk anak laki-laki yang sudah dewasa tetapi tetap bukan merupakan peristiwa pemberian harta warisan.50

Meskipun harta warisan berpindah dengan sendirinya dari pewaris kepada ahli waris ketika pewaris meninggal dunia, namun masih dibutuhkan suatu instrumen yang dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang dapat menunjukkan bahwa seseorang adalah benar orang yang berhak atas suatu harta warisan. Hal itu dikarenakan harta waris yang berupa tanah memerlukan proses pendaftaran hak apabila terjadi peralihan hak yang disebabkan oleh pewarisan. Begitu pula harta waris yang tersimpan di suatu bank juga memerlukan proses pencairan dana ataupun pindah buku dari rekening pewaris kepada ahli waris.

Untuk membuktikan seseorang memang benar berhak atas harta waris, yang membutuhkan proses peralihan pada instansi-instansi tertentu dibutuhkan adanya surat keterangan waris. Dibutuhkannya surat keterangan waris dalam suatu proses peralihan hak karena pewarisan merupakan suatu contoh dari teori yang telah dikemukaan oleh Hamaker, bahwa memang harta waris beralih dengan sendirinya dari pewaris kepada ahli waris disebabkan oleh kematian, namun masih diperlukan suatu tindakan hukum yang dapat membuktikan seseorang adalah benar ahli waris yang berhak.51

Keterangan hak waris dibuat dengan tujuan untuk membuktikan siapa- siapa yang merupakan ahli waris atas harta peninggalan yang telah terbuka menurut hukum dari beberapa porsi atau bagian masing-masing ahli waris terhadap harta peninggalan yang telah terbuka tersebut.

50Soerjono Soekamto, Ibid, hlm. 270.

51 R.M. Henky Wibawa Bambang Praman, Jurnal Hukum : Analisis Yuridis Surat Keterang Waris sebagai Alat Bukti, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2000.

(40)

Keterangan hak waris disebut juga surat keterangan hak mewaris atau surat keterangan ahli waris. Surat keterangan hak waris merupakan surat bukti waris, yaitu surat yang membuktikan bahwa yang disebutkan di atas adalah ahli waris dan pewaris tertentu. 52 Keterangan waris juga digunakan untuk balik nama atas barang harta peninggalan yang diterima, dan atas nama pewaris menjadi atas nama seluruh ahli waris. Tindakan kepemilikan yang dimaksud adalah:


1. Khusus untuk barang-barang harta peninggalan berupa tanah, maka dapat mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat, yaitu :


a) Melakukan pendaftaran peralihan hak (balik nama) untuk tanah yang sudah terdaftar (bersertifikat);


b) Melakukan permohonan hak baru (sertifikat) atas tanah yang belum terdaftar seperti misalnya tanah girik, tanah berkas hak barat, tanah Negara.

2. Menggadaikan atau dengan cara menjaminkan barang-barang harta peninggalan tersebut kepada pihak lain atau kreditor, apabila ahli waris hendak meminjam uang atau meminta kredit. 


3. Mengalihkan barang-barang harta peninggalan tersebut pada pihak lain, misalnya menjual, menghibahkan, melepaskan hak dan lain-lainya yang sifatnya berupa suatu peralihan hak.

4. Merubah status kepemilikan bersama atas barang harta peninggalan menjadi milik dari masing-masing ahli waris dengan cara melaukan membuat akta pembagian dan pemisahan harta peninggalan di hadapan Notaris. 


52 J. Satrio, Op.cit, hal. 227

(41)

Surat Keterangan Waris juga berfungsi sebagai alat bukti bagi ahli waris untuk dapat mengambil atau menarik uang dari pewaris yang ada pada suatu bank atau asuransi, sekalipun bagi setiap bank atau lembaga asuransi berbeda dalam menetapkan bentuk surat keterangan hak waris yang bagaimana yang dapat diterimanya.

Surat Keterangan Waris termasuk akta di bawah tangan dan bukan akta otentik namun tidak sembarangan pihak dapat membuatnya. Bagi golongan Timur Asing umumnya dalam praktik Surat Keterangan Waris dibuat oleh notaris berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh pihak yang berkepentingan sebagai dasar notaris membuat Surat Keterangan Waris atas nama pihak yang berkepentingan.

Tentang kedudukan Surat Keterangan Waris sebagai akta di bawah tangan dan hanya dapat dibuat oleh notaris untuk golongan tertentu, hal tersebut berasal dari kebiasaan zaman dahulu dimana masyarakat menganggap bahwa seorang notaris dianggap ahli dalam bidang harta warisan termasuk dalam hal pembuatan Surat Keterangan Waris yang menetapkan dan menyebutkan besarnya warisan ahli waris atas suatu warisan dari seorang pewaris tertentu.

Selain berbeda dalam hal bentuknya, akta otentik dan akta di bawah tangan berbeda dalam hal kekuatan pembuktian karena akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian :


1. Kekuatan pembuktian lahir akta otentik.

Suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan, nama akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya.


(42)

2. Kekuatan pembuktian formil akta otentik.

Dalam arti formil akta otentik membuktikan kebenaran dari apa yang dilihat, didengar dan dilakukan pejabat. Ini adalah pembuktian tentang kebenaran dari pada keterangan pejabat sepanjang mengenai apa yang dilakukan dan dilihatnya. Dalam hal ini yang telah pasti ialah tentang tanggal dan tempat akta dibuat serta keaslian tanda tangan.


3. Kekuatan pembuktian materiil akta otentik

Akta Pejabat (acta ambtelijk) tidak lain hanya untuk membuktikan kebenaran apa yang dilihat dan dilakukan oleh pejabat. Kebenaran dari pernyataan pejabat serta bahwa akta itu dibuat oleh pejabat adalah pasti bagi siapapun.

Surat Keterangan Ahli Waris yang diperoleh dari kelurahan harus dilengkapi dengan persyaratan administrasi yaitu surat keterangan kematian dari kelurahan, Surat Nikah orang tua ahli waris, Kartu Keluarga, Foto copy KTP semua ahli waris, untuk selanjutnya pihak kelurahan memeriksa berkas-berkas tersebut. Apabila persyaratan administrasi belum terpenuhi maka berkas dikembalikan untuk dilengkapi, apabila persyaratan administrasi sudah lengkap maka dilakukan pemprosesan pada seksi Pemerintahan dan diproses serta ditanda- tangani oleh Lurah dan Camat.

Menurut Pasal 111 ayat 1 huruf c angka 4, Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan bagi Warga Negara Indonesia Penduduk asli, surat keterangan ahli waris yand dibuat dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia.

(43)

Adapun bentuk dan proses pembuatan surat keterangan ahli waris tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pertama. Para ahli waris membuat surat keterangan warisan dalam bentuk surat di bawah tangan. Surat keterangan warisan tersebut kemudian ditanda-tangani oleh orang tua yang hidup terlama dan seluruh ahli waris. 


2. Tahap Kedua.
Kemudian surat keterangan ahli waris tersebut dibawa ke kantor Kelurahan/Kepala Desa setempat untuk memohon ditanda-tangani oleh Pejabat Lurah/Kepala Desa. Surat keterangan itu diberi nomor, tanggal dan cap, dengan kata- kata yang berbunyi ”Disaksikan dan Dibenarkan oleh kami, Lurah / Kepala Desa...” 


3. Tahap ketiga.
Selanjutnya surat keterangan ahli waris tersebut dibawa ke kantor kecamatan setempat untuk memohon tanda tangan Pejabat Camat Surat keterangan warisan tersebut kemudian diberi nomor, tanggal dan cap dengan kata-kata yang berbunyi “Dikuatkan oleh Kami Camat”. 


Menurut Subekti, alat bukti adalah alat-alat yang dipergunakan untuk membuktikan dalil-dalil suatu pihak di muka pengadilan misalnya bukti-bukti yang bersifat tulisan, dan bukti-bukti yang bukan tulisan seperti, kesaksian, persangkaan, sumpah dan lain-lain.53

Alat bukti yang bersifat tertulis dapat berupa surat dan dapat berupa akta.

Surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang dimaksudkan untuk menuangkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dapat dipergunakan dalam pembuktian.54

53Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1980), hal.21

54Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung, Mandar Maju,

(44)

Alat pembutikan tertulis yang berupa surat, merupakan salah satu alat bukti yang sah menurut hukum. Alat bukti surat ini, memegang peranan penting dalam semua kegiatan yang menyangkut bidang keperdataan, misalnya jual beli, utang piutang, tukar menukar, sewa menyewa dan sebagainya.

Alat pembuktian tertulis yang berupa surat, menurut A. Pitlo adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti menerjemahkan suatu isi pikiran55. Sudikno Mertokusumo, juga menjelaskan bahwa alat bukti tertulis yang berupa surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda baca yang dimaksud untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pemikiran seseorang dan dapat dipergunakan sebagai pembuktian56. Dengan demikian maka segala sesuatu yang tidak memuat tanda-tanda bacaan, atau meskipun memuat tanda-tanda bacaan, akan tetapi tidak mengandung buah pemikiran, tidaklah termasuk dalam pengertian alat bukti tertulis atau surat, misalnya gambar, foto atau peta.

Tujuan dari pembuktian adalah untuk memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapat putusan hakim yang benar dan adil.57 Hukum pembuktian dalam berperkara merupakan bagian yang sangat kompleks dalam proses litigasi. Pembuktian berkaitan dengan kemampuan merekonstruksi kejadian atau peristiwa masa lalu sebagai suatu kebenaran.58

2003), hal. 62

55Pitlo, Pembuktian Dan Daluwarsa, cetakan ke-1, (Jakarta, Itermasa, 1978) hal.12


56Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty, 2002), hal.142


57Jan Michiel Otto, Kepastian Hukum di Negara Berkembang, terjemahan Tristam Moeliono, (Jakarta, Komisi Hukum nasional, 2003), hal. 5


58M.Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU no. 7 tahun 1989, (Jakarta, Pustaka Kartini, 1990) hal. 496

Referensi

Dokumen terkait

Tugas khusus yang diberikan oleh perusahaan yaitu mengukur waktu tiap proses perakitan dengan metode time study dan mengatur keseimbangan lintasan guna untuk

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang kualitas pembelajaran mata kuliah pengajaran mikro di Prodi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus

Artinya ketika guru melakukan proses pembelajaran dengan metode ceramah di depan kelas, tanya jawab, dan mengerjakan latihan dalam hal ini akan menguntungkan

Analisis data pada penelitian ini menggunakan model analisis data interaktif yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan teknik penarikan kesimpulan

Bidang dan Kegiatan Usaha Jasa Penyewaan Kendaraan bermotor/ alat transportasi darurat, jual beli kendaraan bekas, jasa penggurusan transportasi logistic dan jasa penyediaan

Jl. Untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas perairan pada waduk dimasa mendatang, penting dilakukan pengukuran tingkat kesuburan perairan waduk secara berkala.

Sehingga kurang tepat apabila limited liability diberlakukan kepada induk perusahaan, meskipun induk perusahaan merupakan pemegang saham mayoritas dari anak perusahaan