• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN DONGENG INDONESIA DAN KOREA SELATAN KISAH JAKA TARUB DENGAN SUNNYE-WA NAMUKKUN, KEONG MAS DENGAN UREONG GAKSI:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBANDINGAN DONGENG INDONESIA DAN KOREA SELATAN KISAH JAKA TARUB DENGAN SUNNYE-WA NAMUKKUN, KEONG MAS DENGAN UREONG GAKSI:"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBANDINGAN DONGENG INDONESIA DAN KOREA SELATAN KISAH JAKA TARUB DENGAN SUNNYE-WA NAMUKKUN,

KEONG MAS DENGAN UREONG GAKSI:

PERSPEKTIF HISTORIS KOMPARATIF

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh : KIM BYEONGIN

184114015

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2022

(2)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

PERBANDINGAN DONGENG INDONESIA DAN KOREA SELATAN KISAH JAKA TARUB DENGAN SUNNYE-WA NAMUKKUN,

KEONG MAS DENGAN UREONG GAKSI : PERSPEKTIF HISTORIS KOMPARATIF

Oleh Kim Byeongin

184114015

Telah disetujui oleh Pembimbing I

Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. tanggal ………

Pembimbing II

Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum. tanggal………

(3)

iii

SKRIPSI

PERBANDINGAN DONGENG INDONESIA DAN KOREA SELATAN KISAH JAKA TARUB DENGAN SUNNYE-WA NAMUKKUN,

KEONG MAS DENGAN UREONG GAKSI:

PERSPEKTIF HISTORIS KOMPARATIF

Dipersiapkan dan ditulis oleh Kim Byeongin

NIM: 184114015

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 12 Januari 2022

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.

Sekretaris S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum.

Anggota Dr. Fr. Tjandrasih Adji.

S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum.

Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.

Yogyakarta, 31 Januari 2022 Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma Dr. Tatang Iskarna

(Dekan)

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 Januari 2022 Penulis

Kim Byeongin

(5)

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Kim Byeongin NIM : 184114015

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul

Perbandingan Dongeng Indonesia Dan Korea Selatankisah Jaka Tarub Dengan Sunnye-Wa Namukkun, Keong Mas Dengan Ureong Gaksi: Perspektif Historis Komparatif” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 12 Januari 2022 Yang menyatakan,

Kim Byeongin.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Skripsi ini adalah sebuah proses panjang menuju pendewasaan etos akademik saya pribadi. Ucapan syukur dan terimakasih saya ucapkan sebesar- besarnya untuk dosen pembimbing pertama saya Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum atas diskusi dan gagasan yang menarik untuk skripsi ini. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada pembimbing kedua saya Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum yang telah membimbing saya dalam proses penulisan ilmiah ini.

Saya juga memberikan rasa terima kasih kepada teman-teman program studi sastra Indonesia yang telah banyak membantu dan menemani saya dalam proses belajar saya disini.

Saya juga memberikan rasa terima kasih kepada orang tua saya dan bibi saya karena mereka merindungi saya di belakang selama saya belajar di universitas Sanata Dharma.

Akhir kata saya ucapkan sebanyak mungkin terimakasih kepada seluruh elemen civitas academica Universitas Sanata Dharma atas kesempatan akademis yang diberikan.

Kim Byeongin.

(7)

vii

ABSTRAK

Kim Byeongin. 2021. "Perbandingan Dongeng Indonesia dan Korea Selatan Kisah Jaka Tarub dengan Sunnye-Wa Namukkun, Keong Mas dengan Ureong Gaksi: Perspektif Historis Komparatif". Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra Indonesia. Universitas Sanata Dharma.

Dongeng merupakan cerita fiktif yang ada pada hampir setiap negara dengan ciri khasnya masing-masing. Tanpa disadari atau tidak ada kemiripan antara dongeng dengan cerita lain. Salah satu dongeng yang memiliki kemiripan cerita adalah Jaka Tarub dan Keong Mas dari Indonesia, dan Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi dari Korea. Karena kemiripannya dengan cerita, penulis ingin mengetahui tentang perspektif historis komparatif dalam keempat dongeng tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan struktur, motif yang mirip dan nilai moral dalam dongeng-dongen yang terdapat pada empat cerita-cerita ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural dan teori motif Mazhab Finlandia. Unsur yang ada pada keempat dongeng tersebut, yaitu konsep moral untuk menganalisis moral yang terkandung dalam baik dongeng maupun teori sastra bandingan untuk menganalisis persamaan dan perbedaan unsur intrinsik dan nilai moral dalam dongeng Indonesia Jaka Tarub dengan dongeng Korea Sunnye-wa Namukkun dan dongeng Indonesia Keong Mas dengan dongeng Korea Ureong Gaksi.

Hasil penelitian yang telah ditemukan adalah kesamaan dalam unsur intrinsik yaitu pada tema, jumlah tokoh utama dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat. Yang diperbandingan adalah kisah Jaka Tarub dengan Sunnye-wa Namukkun dan Keong Mas dengan Ureong Gaksi dan persamaan nilai moral yaitu pada moral individu, moral sosial, dan moral agama.

Kemudian, perbedaan intrinsik elemen, yaitu jumlah karakter tambahan dan setting tempat. Perbedaan juga ada dalam nilai moral, yaitu adanya sifat pemberani dari moral individu. Meskipun keempat dongeng ini memiliki alur cerita yang mirip tetapi keempat dongeng ini tidak saling mempengaruhi.

Kata Kunci : dongeng, perbandingan dongeng, Korea Selatan dan Indonesia.

(8)

viii

ABCTRACT

Kim Byungin. 2021. "Comparation of Indonesian and South Korea Fairy Ftales: The Story of Jaka Tarub with Sunnye-Wa Namukkun, Keong Mas and Ureong Gaksi: A Comparative Historical Perspective". Yogyakarta:

Indonesian Literature Study Program. Faculty of Literature. Sanata Dharma University

Fairy tales are fictional stories that exist in almost every country with their own characteristics. Without realizing it or not there are similarities between fairy tales with other stories. One of the fairy tales that have a similar story is Jaka Tarub and Keong Mas from Indonesia, and Sunnye-wa Namukkun and Ureong Gaksi from Korea. Because of the similarity with the story, the writer wants to know about the comparative historical perspective in the four fairy tales.

This study aims to determine the similar motifs and moral values in the tales contained in these four stories. The theory used in this study is the theory of the Finnish School to analyze the intrinsic element. The elements contained in the four fairy tales are moral concepts to analyze the morals contained in both fairy tales and comparative literary theory to analyze the similarities and differences in the intrinsic elements and values in the Indonesian fairy tale Jaka Tarub with the Korean fairy tale Sunnye-wa Namukkun and the Indonesian fairy tale Keong Mas with Korean fairy tale Ureong Gaksi.

The results of the research that have been found are similarities in intrinsic elements, namely the theme, number of main characters and characterizations, plot, setting, point of view, and mandate. And the equality of moral values is on individual morals, social morals, and religious morals.

Then, the intrinsic differences of the elements, namely the number of additional characters and the setting of the place. Differences also exist in moral values, namely the brave nature of individual morals. Although these four fairy tales have a similar storyline, these four fairy tales do not affect each other.

Keywords : fairy tales, comparative study, South Korea, Indonesia

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... vii

ABCTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.4.2 Manfaat Praktis ... 7

1.5 Tinjauan Pustaka ... 7

1.6 Pendekatan ... 9

1.7 Landasan Teori ... 10

1.7.1 Teori Struktural ... 10

1.7.1.1 Alur ... 10

1.7.1.2 Penokohan ... 11

1.7.1.3 Latar ... 12

1.7.2 Teori Sastra Bandingan ... 13

(10)

x

1.7.3 Teori Madzab Filandia: Historis Komparatif... 15

1.8 Metode Penelitian... 19

1.8.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 20

1.8.2 Metode dan Tahap Analisis Data ... 21

1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 21

1.8.4 Sumber Data ... 22

1.9 Sistematika Penyajian ... 23

BAB II STRUKTUR CERITA JAKA TARUB, KEONG MAS, SUNNYE-WA NAMUKKUN, DAN UREONG GAKSI ... 25

2.1 Pengantar ... 25

2.2 Alur ... 25

2.2.1 Alur Jaka Tarub ... 25

2.2.1.1 Tahap Penyituasian (Situation) ... 25

2.2.1.2 Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstance) ... 26

2.2.1.3 Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action) ... 27

2.2.1.4 Tahap Klimaks (Climax) ... 28

2.2.1.5 Tahap Penyelesaian Konflik (Denouement) ... 29

2.2.2 Alur Sunnyewa Namukkun ... 29

2.2.2.1 Tahap Penyituasian (Situation) ... 29

2.2.2.2 Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstance) ... 31

2.2.2.3 Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action) ... 32

2.2.2.4 Tahap Klimaks (Climax) ... 33

2.2.2.5 Tahap Penyelesaian Konflik (Denouement) ... 33

2.2.3 Rangkuman Alur ... 34

2.2.4 Alur Keong Mas ... 35

2.2.4.1 Tahap Penyituasian (Situation) ... 35

2.2.4.2 Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstance) ... 35

2.2.4.3 Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action) ... 36

(11)

xi

2.2.4.4 Tahap Klimaks (Climax) ... 37

2.2.4.5 Tahap Penyelesaian Konflik (Denouement) ... 38

2.2.5 Alur Ureong Gaksi ... 38

2.2.5.1 Tahap Penyituasian (Situation) ... 38

2.2.5.2 Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstance) ... 41

2.2.5.3 Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action) ... 42

2.2.5.4 Tahap Klimaks (Climax) ... 43

2.2.5.5 Tahap Penyelesaian Konflik (Denouement) ... 44

2.2.6 Rangkuman Alur ... 44

2.3 Tokoh dan Penokohan ... 45

2.3.1 Tokoh Utama yang Utama ... 46

2.3.1.1 Jaka Tarub ... 46

2.3.1.2 Penebang Kayu ... 47

2.3.1.3 Candra Kirana ... 49

2.3.1.4 Petani ... 50

2.3.2 Tokoh Utama Tambahan ... 52

2.3.2.1 Nawang Wulan ... 52

2.3.2.2 Bidadari ... 54

2.3.2.3 Dewi Galuh ... 55

2.3.2.4 Ureong Gaksi ... 57

2.3.3 Rangkuman Tokoh dan Penokohan ... 59

2.4 Latar ... 60

2.4.1 Latar Tempat ... 60

2.4.1.1 Kisah Jaka tarub ... 60

2.4.1.2 Sunnye-Wa Namukkun ... 63

2.4.1.3 Keong mas ... 67

2.4.1.4 Ureong Gaksi ... 69

2.4.2 Latar Waktu ... 73

2.4.2.1 Jaka tarub ... 73

(12)

xii

2.4.2.2 Sunnye-Wa Namukkun ... 74

2.4.2.3 Keong mas... 75

2.4.2.4 Ureong Gaksi ... 75

2.4.3 Rangkuman Latar ... 77

2.5 Kesimpulan ... 77

BAB III PERBANDINGAN MOTIF DAN NILAI MORAL DONGENG JAKA TARUB, KEONG MAS, SUNNYE-WA NAMUKKUN, DAN UREONG GAKSI ... 79

3.1 Pengantar ... 79

3.2 Perbandingan Motif ... 79

3.2.1 Persamaan Motif antara Cerita Jaka Tarub dan Sunnye-wa Namukkun 79 3.2.1.1 Mitos Bidadari/Dewi... 79

3.2.1.2 Pernikahan Gaib ... 80

3.2.1.3 Istri yang Memasak Secara Magis untuk Keluarga ... 80

3.2.1.4 Sopan Santun Orang Tua ... 81

3.2.2 Persamaan Motif antara Cerita Keong Mas dan Ureong Gaksi ... 81

3.2.2.1 Pria yang Melamar Wanita ... 81

3.2.1.6 Hewan atau Manusia dengan Kekuatan Mistik ... 82

3.2.3 Perbedaan Motif ... 82

3.2.3.1 Bulan Purnama ... 82

3.2.3.2 Sistem Pemerintahan... 83

3.3 Perbandingan Nilai Moral dalam Dongeng... 84

3.3.1 Jaka Tarub ... 84

3.3.2 Sunnye-Wa Namukkun ... 84

3.3.3 Keong Mas... 85

3.3.4 Ureong Gaksi ... 86

3.4 Rangkuman ... 86

BAB IV PENUTUP ... 88

(13)

xiii

4.1 Kesimpulan ... 88 4.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rangkuman Alur Cerita Kisah Jaka Tarub dan Sunnye-wa Namukkun..34

Tabel 2 Rangkuman Alur Cerita Keong Mas dan Ureong Gaksi ………....45

Tabel 3 Rangkuman Tokoh dan Perwatakan ………...59

Tabel 4 Rangkuman Latar Tempat dan Waktu ………....77

Tabel 5 Jenis dan Motif Utama Dongeng Indonesia dan Korea ……… 84

Tabel 6 Rangkuman Perbandingan Motif dan Nilai Moral ………86

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan antara Indonesia dan Korea menunjukkan peningkatan yang signifikan. Baskara (2019), menjelaskan bahwa berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, jumlah orang Korea yang tinggal di Indonesia antara tahun 2013 hingga 2016 terus meningkat. Peningkatan ini juga ditunjukkan tingginya tingkat okupansi kelas Bahasa Indonesia untuk pembelajar asing yang diikutioleh orang Korea di Universitas Indonesia menjadi semakin tinggi. Pickles (2018), dalam BBC News Indonesia menjelaskan bahwa program studi bahasa Korea di Universitas Indonesia menjadi salah satu program studi yang paling populer dan mengalahkan jumlah peminat untuk program studi Sastra Inggris dan Hubungan Internasional.

Tidak hanya itu, Pickles (2018) juga menjelaskan bahwa minat belajar bahasa Korea tidak hanya tinggi di Indonesia saja, tetapi juga di negara lain seperti Amerika Serikat, Kanada, Thailand, dan Malaysia. Ada beberapa faktor yang menjadi alasan orang-orang mempelajari bahasa Korea. Selain karena perkembangan budaya pop Korea yang sangat diminati oleh orang-orang muda, salah satu alasan orang–orang mempelajari bahasa Korea adalah karena mereka ingin pergi ke Korea untuk belajar budaya Korea lebih dalam lagi. Walaupun mereka dapat berbicara dengan baik setelah mempelajari bahasa Korea, melalui forum formal maupun informal, tanpa mempelajari budaya Korea lebih dalam

(16)

2

membuat kehidupan mereka bisa menjadi sulit.

Hal ini mungkin terjadi karena motif di balik orang-orang belajar bahasa Korea karena mereka menyukai K-Pop dan K-Drama. Mereka terdorong untuk bisa belajar budaya modern dengan mudah. Beberapa contoh dari hal tersebut misalnya, orang-orang mampu menggunakan kata singkat (bahasa gaul) dan memahami kata-kata campuran yang dibentuk dari bahasa asli dan bahasa asing.

Namun, sampai sekarang jarang ada yang ingin mempelajari budaya Korea seperti sastra dan budaya kuno. Menurut Christina (2019:02), budaya terkait erat dengan bahasa dan pendidikan budaya memainkan peran besar dalam memahami kosakata dan ekspresi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Serta adat istiadat, kebiasaan, dan kesadaran orang Korea.

(문화는 언어와 밀접한 관계로 연결되어 있는데 그것이 일상생활에서 사용하는 어휘와 표현 그리고 한국인의 풍습, 습관, 의식 등을 파악하는 데에 문화교육이 큰 역할을 한다.)

(Budaya terkait erat dengan bahasa, dan pendidikan budaya memainkan peran utama dalam memahami kosakata dan ekspresi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan adat istiadat, kebiasaan, dan ritual orang Korea.)

Pernyataan ini juga didukung oleh Chu Seol-gi dalam Baskara (2019), yang menyatakan bahwa dia datang ke Indonesia khusus untuk lebih mengenal bahasa dan khususnya budaya Indonesia. Dia memberi alasan bahwa budaya jarang dijelaskan secara lengkap di dalam buku yang terbatas pada penjelasan bahasa saja. Salah satu unsur sastra yang menjelaskan tentang budaya masyarakat

(17)

3

suatu daerah atau negara adalah dongeng, mitos, maupun legenda. Menurut Danandjaja (2007:83), dongeng merupakan cerita pendek kolektif kesusastraan lisan yang kejadiannya merupakan hal fiksi dan tidak dianggap benar-benar terjadi.

Dongeng digunakan untuk menghibur pendengarnya. Meskipun demikian, dongeng dapat berisi sindiran atau nilai moral.

Penelitian ini bermaksud mengkaji dongeng dari Indonesia dan Korea Selatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V (KBBI), dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh) atau perkataan yang bukan-bukan atau tidak benar.

Dongeng sendiri terbagi atas beberapa jenis misalnya, mitos, legenda, fabel, hikayat, parabel, dan dongeng orang pendir. Setiap negara mempunyai dongeng mereka dengan ciri khasnya masing-masing dan berkembang dari masa ke masa.

Walaupun demikian, terdapat beberapa kemiripan di antara dongeng-dongeng masing-masing negara itu.

Beberapa dongeng asal Korea Selatan dan Indonesia yang menarik untuk diteliti, antara lain Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-wa Namukkun (Korea Selatan), Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea Selatan), Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-wa Namukkun (Korea Selatan) memiliki persamaan, yaitu menceritakan tentang kisah seorang pemuda yang menikah dengan seorang bidadari. Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea Selatan) juga memiliki persamaan cerita, yaitu berkisah tentang seorang perempuan yang berubah menjadi seekor keong. Namun, dongeng-dongeng

(18)

4

tersebut juga memiliki perbedaan dalam hal struktur cerita dan unsur intrinsiknya.

Beberapa hal yang menjadi alasan peneliti mengkaji topik ini adalah (1) Adanya asumsi dari peneliti bahwa Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-wa Namukkun (Korea Selatan) dan Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea Selatan) memiliki beberapa motif cerita yang sama. (2) Belum banyak orang Indonesia dan Korea Selatan yang mengetahui bahwa Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-wa Namukkun (Korea Selatan) dan Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea Selatan) memiliki kisah yang hampir serupa. (3) Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-wa Namukkun (Korea Selatan) dan Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea Selatan) merupakan dongeng yang mengandung unsur-unsur kebudayaan dari kedua negara tersebut.

Hal ini menarik bagi peneliti karena belum banyak penelitian yang membandingkan antara dongeng asal Korea Selatan dengan Indonesia. Selain itu, dongeng-dongeng ini mengandung nilai kebudayaan dari masing-masing negara.

Walaupun, negara-negara ini memiliki kebudayaan yang berbeda, tetapi cerita di dalam dongeng-dongeng tersebut hampir sama.

Alasan pemilihan teori historis komparatif untuk mengkaji dongeng- dongeng ini, antara lain (1) Teori historis komparatif berguna untuk mendeskripsikan perbandingan tipe, motif, dan historis komparatif antara dongeng asal negara satu dengan yang lainnya. (2) Teori historis komparatif merupakan teori yang dapat membandingkan sebanyak mungkin varian cerita dengan tipe dan

(19)

5

motif yang sama. Berdasarkan teori tersebut, peneliti ingin membahas perbandingan struktur dalam dongeng Indonesia dan Korea. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti struktur dongeng Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-wa Namukkun (Korea Selatan), dan Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea Selatan). Selain itu, peneliti juga ingin membandingkan persamaan dan perbedaan unsur-unsur pada dongeng-dongeng tersebut serta nilai- nilai budaya yang terdapat pada ceritanya. Penelitian mengenai perbandingan dongeng yang disebutkan belum pernah diteliti sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah utama penelitian ini membandingkan dongeng Indonesia dan Korea Selatan: Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-Wa Namukkun (Korea Selatan), Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea Selatan). Masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimana struktur cerita dongeng Jaka Tarub dan Keong Mas dari Indonesia dan Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi dari Korea Selatan?

1.2.2 Bagaimana persamaan dan perbedaan motif dan nilai moral dalam dongeng Jaka Tarub dan Keong Mas dari Indonesia dan cerita rakyat Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi dari Korea Selatan?

(20)

6

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis struktur, persamaan, dan perbedaan nilai budaya dalam dongeng Indonesia dan Korea Selatan: Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-Wa Namukkun (Korea Selatan), Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea Selatan).

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan Struktur dongeng Joko Tarub dan Keong Mas dari Indonesia dan cerita rakyat Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi dari Korea Selatan;

b Mengungkap dan mendeskripsikan persamaan dan perbedaan motif dan nilai moral dalam dongeng Joko Tarub dan Keong Mas dari Indonesia dan cerita rakyat Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi dari Korea Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini berupa analisis terhadap struktur, persamaan, dan perbedaan dongeng Indonesia dan Korea Selatan: Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-Wa Namukkun (Korea Selatan), Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea Selatan).

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dalam perkembangan studi sastra, khususnya sastra bandingan. Hal ini juga berkaitan

(21)

7

dengan perbandingan sastra antarnegara, khususnya karya sastra yang berasal dari Indonesia dan Korea Selatan. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa Sastra Indonsesia dan Sastra Korea dalam memahami kajian sastra bandingan dua negara tersebut, terutama mengenai struktur cerita, motif, persamaan dan perbedaan yang terkandung pada masing-masing dongeng:

Kisah Jaka Tarub, Keong Mas, Sunnye-wa Namukkun (,) dan Ureong Gaksi.

1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi Dunia Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam bidang ilmu sastra. Khususnya memperdalam kajian historis komparatif pada dongeng antar negara.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

c. Bagi Pembaca

Peneliti juga berharap penelitian ini dapat memperkaya wawasan pembaca mengenai persamaan dan perbedaan dongeng pada negara Korea Selatan dan Indonesia, serta nilai budaya yang terkandung di dalam dongeng tersebut.

1.5 Tinjauan Pustaka

Pustaka-pustaka terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian ini adalah Danandjaja (1986), Minyi (2016), Anjarwati (2017). Berikut ini dikemukakan

(22)

8

kajian terhadap pustaka-pustaka tersebut.

Danandjaja (1986:83) bahwa folklor atau cerita rakyat mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama kolektif, misalnya sebagai alat pendidikan, penglipur lara, protes sosial, dan keinginan terpendam. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian (Sulistyorini 2003), dalam cerita rakyat memiliki nilai-nilai luhur yang perlu dilestarikan. Sama halnya pada cerita Heungbu wa Nolbu ini yang memiliki nilai moral yang terkandungpada isi ceritanya. Nilai atau pesan moral ini dapat dijadikan sebagai alat pendidikan bagi anak-anak untuk dijadikan contoh dalam bertingkah laku sehari-hari.

Minyi (2016), dalam skripsinya yang berjudul Cerita Rakyat Bunga Kemuning dan Putri Bari. Dia meneliti struktur kedua cerita rakyat tersebut serta melihat persamaan serta perbedaan yang terdapat di dalam kedua cerita. Selain itu, dia juga meneliti nilai budaya dalam kedua cerita tersebut. Dalam kedua cerita tersebut, Minyi (2016) menemukan ada beberapa persamaan dan perbedaan, seperti misalnya: kedua cerita itu memiliki tokoh orang tua yang mempunyai banyak anak di dalam sebuah keluarga; anak yang berbakti kepada orang tua;

serta mempunyai amanat yang sama, yaitu manusia harus mempunyai budi pekerti yang baik serta hormat kepada orang tua.

Anjarwati (2017), dalam penelitiannya yang berjudul Perbandingan Dongeng Jepang Komebuki Awabuki dengan Dongeng Indonesia Bawang Merah Bawang Putih. Dalam skripsinya tersebut, Anjarwati meneliti unsur intrinsik dalam dongeng Komebuki Awabuki dan dongeng Bawang Merah Bawang Putih serta nilai moral pada dongeng-dongeng tersebut. Pada penelitiannya, Anjarwati

(23)

9

(2017) membandingkan unsur intrinsik di dalam dongeng seperti: tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, nilai moral, dan amanat. Meskipun terdapat beberapa persamaan pada alur cerita kedua dongeng yang ditelitinya, Anjarwati (2017) menjelaskan bahwa kedua dongeng tersebut tidak saling memengaruhi.

Kajian pustaka di atas memperlihatkan bahwa studi perbandingan sastra, termasuk sastra lisan pernah dilakukan dan menjadi referensi bagi studi ini. Studi yang secara khusus mengkaji tiga dongeng Indnesia dan Korea Selatan belum pernah dilakukan.

1.6 Pendekatan

Pendekatan penelitian ini adalah cara seorang peneliti mendekati suatu subjek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan (2 pendekatan) pendekatan objektif dan perbandingan. Objek material studi ini adalah Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-wa Namukkun (Korea), Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea). Pendekatan objektif adalah pendekatan penelitian sastra yang menitikberatkan pada kajian karya sastra (Siswanto, 2013: 100).

Pendekatan perbandingan adalah Pendekatan Perbandingan (comparative approach) yaitu pendekatan yang dilakukan untuk membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain. W. Ewald (dalam Critical Comparative Law) yang dikutip Barda Nawawi Arief (2014: 3-4).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

(24)

10

komparatif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nasir, 1999: 63). Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

1.7 Landasan Teori

Untuk menjawab permasalahan di atas, studi ini menggunakan tiga teori sebagai perspektif penelitian. Ketiga perspektif teoretis itu adalah (1) teori sastra bandingan, (2) teori kajian struktural, dan (3) teori historis komparatif.

1.7.1 Teori Struktural

Analisis struktur digunakan untuk mengkaji karya sastra dan unsur-unsur intrinsiknya. Teori ini digunakan untuk mendalami bagian-bagian atau secara utuh sebuah cerita dongeng sehingga isi dan makna dalam suatu karya sastra dapat diketahui. Struktur dalam satu karya sastra memiliki beberapa unsur intrinsik yang meliputi:

1.7.1.1 Alur

Nurgiyantoro (2005) berpendapat bahwa alur adalah cerita yang mengandung rangkaian peristiwa yang saling berhubungan dan bersifat sebab-

(25)

11

akibat. Alur mempunyai inti yang disebut sebagai konflik dan alur dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: paparan, rangsangan, tikaian, rumitan, klimaks, dan leraian. Menurut Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2005) alur dibedakanmenjadi lima bagian yaitu: (1) tahap penyituasian, (2) tahap pemunculan konflik, (3) tahap peningkatan konflik, (4) tahap klimaks, dan (5) tahap penyelesaian. Pada tahap penyituasian, cerita dibuka dan penulis memberikan informasi awal sebagai landasan cerita pada tahap berikutnya. Tahap pemunculan konflik berisi konflik itu sendiri yang kemudian berkembang pada tahapberikutnya. Pada tahap peningkatan konflik, konflik yang telah muncul ditahap sebelumnya dikembangkan secara lebih intensif dan inti cerita menjadi semakin menegangkan.

Klimaks merupakan titik intensitas puncak dari sebuahkonflik yang terjadi pada sebuah cerita. Tahapan ini disebut tahap klimaks. Terakhir adalah tahap penyelesaian di mana konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian dan jalan keluar sehingga cerita diakhiri. Herdiyanti (2009) berpendapat bahwa penyelesaian tidak selalu berarti masalah dihadapi oleh tokoh cerita selesai.

Penyelesaian ini dapat berisi penyelesaian yang menyenangkan atau menyedihkan, bahkan pokok masalah bisa tetap menggantung tanpa pemecahan.

1.7.1.2 Penokohan

Menurut Supriadin (2015), penokohan digunakan untuk menggambarkan tokoh-tokoh dalam sebuah cerita sehingga, dapat dikatakan penokohan adalah penyajian watak tokoh-tokoh dalam sebuah cerita. Tokoh di dalam sebuah cerita dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama

(26)

12

adalah tokoh yang menjadi pusat perhatian di dalam cerita, sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang kehadirannya dapat digunakan untuk mendukung tokoh utama. Untuk menentukan tokoh utama dalam cerita dapat dilihat dari fekuensi kemunculan dan intensitas keterlibatan mereka dalam peristiwa-peristiwa untuk membangun cerita. Selain itu, tokoh dapat dibedakan dari fungsi penampilan tokoh. Menurut Nurgiyantoro (2005) dari fungsi penampilan tokoh, tokoh dibagi menjadi dua yaitu, tokoh protagonis dan tokoh antogonis. Tokoh protagonis biasanya diidentifikasi dengan sifat-sifat penuh simpati dan empati.

Tokoh antagonis diidentifikasi dengan memiliki sifat-sifat yang menimbulkan konflik. Berikutnya ada juga tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh netral adalah tokoh yang kemunculannya tidak berpretensi untuk menggambarkan sesuatu yang ada di luar dirinya. Tokoh tipikal adalah penggambaran seseorang atau sekelompok orang yang menjadi bagiandari suatu lembaga yang ada di dunia nyata (Nurgiyantoro, 2005).

1.7.1.3 Latar

Latar disebut juga sebagai setting yang meliputi tempat waktu dan budaya yang berkaitan dengan kehidupan dan waktu peristiwa dalam cerita (Supriadin, 2015). Latra di dalam sebuah cerita dapat bersifat faktual dan imajiner. Contoh latar tempat faktual adalah: sekolah, rumah, halaman, dan jalanan. Latar imajiner disebut juga sebagai latar spiritual (Nurgiyantoro, 2005). Menurut Nurgiyantoro (2005) latar dibagi menjadi tiga unsur, yaitu:

(27)

13

1.7.1.3.1 Latar Tempat

Latar tempat adalah lokasi di mana peristiwa di dalam cerita terjadi unsur tempat yang biasanya digunakan dapat berupa tempat-tempat atau lokasi dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau lokasi tertentu tanpa nama yang jelas (Nurgiyantoro, 2005).

1.7.1.3.2 Latar Waktu

Latar waktu berkaitan dengan “kapan” peristiwa di dalam cerita terjadi.

Masalah itu biasanya berhubungan dengan waktu faktual atau peristiwa sejara tertentu (Nurgiyantoro, 2005).

1.7.1.3.3 Latar Suasana atau Sosial

Latar sosial menggambarkan kondisi saat suatu peristiwa terjadi atau suatu konflik terjadi seperti misalnya: gembira, sedih, tegang dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan pelilaku kehidupan suatu masyarakat di dalam cerita tersebut (Nurgiyantoro, 2005).

1.7.2 Teori Sastra Bandingan

Menurut Rokhmansyah (dalam Anjarwati 2017), sastra bandingan merupakan kajian sastra di luar batas-batas sebuah negara. Di dalam sastra bandingan peneliti menghubungkan satu sastra dengan yang lainnya dan bagaimana pengaruh antarkedua sastra tersebut dan menarik kesimpulan.

Endraswara (dalam Anjarwati 2017) berpendapat perbedaan bahasa merupakan

(28)

14

salah satu syarat di dalam sastra bandingan. Damono (dalam Anjarwati 2017) mengatakan kemiripan dalam dua karya sastra yang dihasilkan pada waktu yang berbeda dan di tempat yang berbeda dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti:

(1) faktor geografis, (2) faktor perkembangan masyarakat dan peristiwa besar, dan (3) faktor kesamaan otak manusia dalam merespon pengalaman yang sama.

Rokhmansyah (dalam Anjarwati 2017) mengatakan bahwa salah satu persamaan dan perbedaan yang dipelajari dalam karya sastra bandingan adalah mencari persamaan dan perbedaan struktur cerita dan aspek sosial dari karya sastra yang dibandingkan. Struktur cerita dapat berupa tema, tokoh, alur, latar, dan amanat. Aspek sosial berupa aspek budaya, sistem nilai masyarakat dan pola pikir masyarakat.

Hutomo (dalam Supriadin, 2015) menyatakan bahwa sebagai suatu aliran sastra, kajian sastra bandingan belum begitu populer di masyarakat satra Indonesia begitu juga secara teori ilmu ini belum banyak diperhatikan. Kurnianto (2016) berpendapat bahwa kajian sastra bandingan juga bisa digunakan pada sastra antarpengarang, antargenetik, antarjaman, antarbentuk, dan antartema. Ada empat sifat dalam kajian sastra bandingan menurut Kasim (Kurnianto, 2016) yaitu:

(1) kajian bersifat komparatif, (2) kajian bersifat historis, (3) kajian bersifat teoritis, dan (4) kajian bersifat antardisipin. Kajian bersifat komparatif berpaku pada penelaahan teks sastra yang dibandingkan seperti studi pengaruh. Kajian bersifat historis berpusat pada nilai-nilai historisyang melatarbelakangi suatu karya sastra dengan karya sastra lainnya atau suatu karya sastra dengan masalah sosial dan filsafat. Kajian bersifat teoritis adalah kajian pada bidang konsep,

(29)

15

kriteria, batasan, dan aturan-aturan dalam kesusastraan seperti konsep aliran, genre, bentuk, teori atau kritik sastra. Kajian bersifat antardisipin adalah kajian yang membandingkan antarsastra dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, agama, atau seni yang lain.

Endraswara (Kurnianto, 2016) menjelaskan bahwa ada empat tahapan analisis sastra bandingan yaitu:

(1) Mencermati sebuah karya sastra dengan yang lainnya termasuk mencermatinya dengan disiplin ilmu lainnya seperti sosialogi, filsafat, psikologi, dan lain-lain.

(2) Kategori yang mengkaji tema karya sastra.

(3) Kategori yang menganalisis peradaban atau suatu gerakan misalnya:

realisme dan renaisance.

(4) Kategori yang menganalisi genre.

Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh Clements (dalam Supriadin, 2015) yang menentukan lima pendekatan yang bisa digunakan dalam penelitian sastra bandingan. Lima pendekatan itu adalah: (a) tema, (b) genre, (c) gerakan atau jaman, (d) hubungan-hubungan antara sastra dan bidang ilmu lainnya, dan (e) pelibatan sastrasebagai bahan untuk perkembangan teori selanjutnya.

1.7.3 Teori Madzab Filandia: Historis Komparatif

Menurut Taum (2011:57) Madzab Filandia adalah sebuah aliran kajian sastra lisan yang berkembang di Finlandia dan berpusat di ibu kota negaranya, Helsinki. Aliran ini mengembangkan metode dan teori historis-komparatif yang

(30)

16

bersifat sistematik. Studi bandingan mereka bertujuan untuk a) memperlihatkan hubungan antara berbagai sampel sastra rakyat; b) mengungkapkan pola penyebaran atau migrasi sastra rakyat itu; c) melacak dan menjelaskan tempat asal sebuah cerita rakyat; dan d) sedapat mungkin mengetahui bentuk asli sebuah cerita rakyat yang telah mengalami berbagai transformasi.Untuk penggolongan cerita rakyat, madzab ini menggunakan dua kriteria dasar yaitu type dan motif.

Type berati cerita tersebut digolongkan berdasarkantipe atau jenisnya.

Berdasarkan tipe-tipenya, Aarne-Thompson membuat sistem klasifikasi dongeng yang menggolongkannya ke dalam tujuh jenis sebagai berikut.

1) Animal Tales (dongeng binatang), meliputi: binatang buas (serigala yang pintar dan binatang buas lainnya), binatang buas dan binatang peliharaan, binatang buas dan manusia, binatang peliharaan, dan binatang serta objek-objek lain-nya.

2) Tales of Magic (dongeng tentang hal-hal magis), meliputi: tantangan suprana- tural, istri atau suami atau kerabat supranatural, tugas-tugas supranatural, penolong supranatural, barang-barang magis, kekuatan atau pengetahuan supranatural, dan dongeng-dongeng lainnya tentang supranatural.

3) Religious Tales (dongeng keagamaan), meliputi imbalan hadiah atau hukuman dewa, kebenaran yang terwujud, surga, hantu, dan dongeng-dongeng keagamaan lainnya.

4) Realistic Tales atau Novelle (dongeng realistik), meliputi: cerita-cerita seperti seorang pemuda biasa menikahi putri raja, seorang wanita biasa menikah dengan sang pangeran, bukti kesetiaan dan kemurnian istri yang keras kepala belajar menjadi setia, prinsi-prinsip hidup yang baik, tindakan dan kata-kata yang cerdas,

(31)

17

dongeng tentang nasib, perampok dan pembunuh, dan dongeng-dongeng realistik lainnya.

5) Tales of the Stupid Orgre/Giant/Devil (dongeng tentang raksasa atau hantu yang bodoh), meliputi: kontrak kerja hubungan antara manusia dan raksasa, persaingan antara manusia dan raksasa, manusia membunuh atau melukai raksasa, raksasa ditakut-takuti oleh manusia, manusia menaklukkan raksasa, dan jiwa diselamatkan dari gangguan setan.

6) Anecdotes and Jokes (anekdot dan lelucon), meliputi: cerita-cerita tentang si pandir, cerita tentang pasangan yang sudah menikah (istri yang bodoh dan suaminya, suami yang bodoh dan istrinya, dan pasangan yang bodoh), cerita tentang seorang wanita (mencari istri, lelucon tentang seorang nyonya tua), cerita tentang seorang laki-laki (pria yang cerdas, keberuntungan, lelaki bodoh), lelucon tentang tokoh-tokoh agama (tokoh agama ditipu, tokoh agama dan perihal seks), dan lelucon tentang kelompok masyarakat lain.

7) Formula Tales (dongeng yang memiliki formula), meliputi: dongeng-dongeng kumulatif (yang didasarkan pada jumlah, objek, binatang, atau nama; yang selalu dikaitkan dengan kematian; makam, atau kejadian-kejadian lainnya), dongeng tentang jebakan, dan dongeng-dongeng formula lainnya (Taum, 2011).

Motif didefinisikan sebagai anasir terkecil dalam sebuah cerita yangmempunyai daya tahan dalam tradisi. Berdasarkan kriteria tersebut, mereka menyusun index atau katalogus tipe-tipe dan motif-motif yang dapat diterapkan secara universal pada cerita-cerita rakyat. Secara lebih lengkap, yang dimaksudkan dengan “motif” adalah unsur-unsur suatu cerita (narratives

(32)

18

elements).

Beberapa Motif yang biasa dijumpai dalam cerita-cerita rakyat adalah sebagi berikut:

1) Motif berupa benda, misalnya: tongkat wasiat, sapu ajaib, lampu ajaib, bunga mawar, tanah liat, dan benda-benda angkasa. Cerita asal-usul manusia, misalnya terdapat pelbagai motif. Ada yang mengatakan mamusia dibuat dari tanah liat, manusia berasal dari telur burung garuda, manusia berasal dari sejenis pohon tertentu, dan lain lainnya. Hal ini akan berkaitan dengan keyakinan religius ataupun fauna dan flora totem.

2) Motif berupa hewan yang luar biasa, misalnya kuda yang bisa terbang, buaya siluman, singa berkepala manusia, raksasa, hewan yang bisa berbicara, burung phoenix, ular naga, dan ayam jantan.

3) Motif yang berupa suatu konsep, misalnya larangan atau tabu. Misalnya konsep yang menjelaskan mengapa wanita hamil tidak boleh makan pisang kembar.

Mengapa setelah sunat tradisional (sifon) seorang lelaki harus melalui hubungan seks ritual dengan tiga perempuan yang bukan istrinya. Mengapa wong sukerto atau orang yang dianggap sial harus diruwat atau harus menjalankan ritual.

Mengapa seorang anak gadis tidak boleh makan di ambang pintu. Mengapa perlu dilakukan ritual bersih desa. Mengapa pohon-pohon tertentu di hutan tidak boleh ditebang atau diambil kayunya. Mengapa perlu dilakukan ritual sedekah ritual laut oleh masyarakat nelayan.

4) Motif berupa suatu perbuatan (ujian ketangkasan, minum alkohol, bertemu di gunung, turun dari gunung, penyamar sebagai fakir miskin, menghambakan diri,

(33)

19

melakukan tindakan laku tapa, melewati alam gaib, bertarung dengan raksasa, dan lain lain).

5) Motif tentang penipuan terhadap suatu tokoh (raksasa, hewan). Di Indonesia banyak dijumpai motif hewan-hewan yang luar biasa, seperti cerita tentang kancil, raksasa yang bisa menelan manusia yang mudah ditipu, dan lain lain.

6) Motif yang menggambarkan tipe orang tertentu, misalnya yang sangat pandai seperti Abu Nawas, tokoh yang selalu tertimpa nasib sial seperti si Pandir, dan si Kabayan, tokoh yang sangat bijaksana seperti raja Sulaiman, tokoh pembe-rani seperti Si Pitung, dan tokoh pelaut ulung seperti Hang Tuah (Taum, 2011).

1.8 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data untuk tujuan tertentu. Peneliti mengaplikasikan metode deskripsi komparatif di dalam penelitian ini. Metode deskriptif komparatif adalah metode dengan mendeskripsikan dan menganalisis perbandingan cerita yang memiliki persamaan dan bersumber dari cerita rakyat. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua cerita rakyat dari Indonesia dan dua cerita rakyat dari Korea Selatan. Penelitian ini bersumber dari data-data tertulis. Selanjutnya, objek penelitian ini adalah cerita rakyat yang berjumlah empat jenis yaitu: Kisah Jaka Tarub (Indonesia) dengan Sunnye-wa Namukkun (Korea Selatan) dan Keong Mas (Indonesia) dengan Ureong Gaksi (Korea Selatan).

Berkaitan dengan objek penelitian serta data yang dianalisis, metode yang ditentukan pada penelitian ini berorientasi pada metode kualitatif yangbersifat

(34)

20

deskripsi. Data yang diteliti di dalam penelitian ini adalah struktur dongeng, persamaan dan perbedaan dongeng, dan nilai budaya Indonesia dan Korea Selatan yang terkandung pada masing-masing dongeng. Sumber data dalam penelitian ini adalah enam cerita dongeng dari Indonesia dan Korea Selatan yang diperoleh dari beberapa sumber internet. Untuk dapat mejelaskan hasil penelitian, maka peneliti mengumpulkan data, menyusun dan membagi data, menganalisis, dan menjelaskan analisisnya. Peneliti menggunakan tiga tahapan metode yang terdiri dari: (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap pengolahan data, dan (3) tahap penyajian data.

1.8.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka. Dongeng-dongeng Indonesia yang digunakan merupakan hasil saran dari dosen dan teman-teman peneliti. Dongeng-dongeng Korea yang digunakan merupakan dari hasil eksplasi peneliti setelah membaca dongeng Indonesia. Data primer yang digunakan adalah dua naskah dongeng Indonesia dan dua naskah dongeng Korea Selatan yang berjudul: Kisah Jaka Tarub dan Keong Mas serta dongeng Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi. Data sekunder yang digunakan di dalam penelitian ini adalah buku-buku penunjang penelitian seperti buku-buku teori sastra, struktural, dansastra bandingan.

(35)

21

1.8.2 Metode dan Tahap Analisis Data

Setelah peneliti mendapat data-data yang diperoleh dari dua dongeng Indonesia dan dua naskah dongeng Korea Selatan yang berjudul: Kisah Jaka Tarub dan Keong Mas serta dongeng Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi, data-data tersebut diolah dengan mencari unsur-unsur strukur dongeng yang berdasarkan dengan teori sastra, strukturalis, dan sastra bandingan. Data tersebut diolah dengan memakai metode deskriptif dan dianalisis satu persatu dan dideskripsikan dengan jelas. Pada tahap berikutnya, setelah diperoleh hasil analisis struktur pada masing-masing dongeng, peneliti akan membandingkan masing-masing dongeng untuk mendapatkan persamaan dan perbedaan isi cerita.

Di samping itu, peneliti juga melihat nilai budaya yang terkandung pada keempat dongeng serta membandingkan persamaan dan perbedaan nilai budayanya.

1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data dari dua dongeng Indonesia dan dua naskah dongeng Korea Selatan yang berjudul: Kisah Jaka Tarub dan Keong Mas serta dongeng Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi, disusun dalam bentuk deskripsi mengenai struktur dongengnya dan deskripsi hasil perbandingan antara persamaan dan perbedaan mengenai unsur-unsurnya dan nilai budaya yang terkandung di dalam cerita.

(36)

22

1.8.4 Sumber Data

Data-data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Judul : Jaka Tarub Melanggar Janji Pengarang : Ardiansyah & Rina Ariyani Tahun Terbit : 2015

Alamat Website : dongengceritarakyat

Judul : Keong Mas

Pengarang : Ardiansyah & Rina Ariyani Tahun Terbit : 2015

Alamat Website : dongengceritarakyat

Judul : UREONG GAKSI

Pengarang : Kim Yong Chul Tahun Terbit : 2011

Penerbit : Gilbutkid, Seoul Jumlah halaman : 40 halaman

Judul : SUNNYE-WA NAMUKKUN

Pengarang : Lee Gyeung Hye

(37)

23

Tahun Terbit : 2006

Penerbit : Sigong Junior, Seoul Jumlah halaman : 40 halaman

1.9 Sistematika Penyajian

Berikut ini adalah sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini agar dapat menyajikan hasil penelitian dengan baik dan terstruktur. Sistematika yang disajikan oleh penulis akan membantu untuk memahami alur berpikir dalam penelitian ini.

Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab II berisi penjelasan hasil analisis dan pembahasan mengenai rumusan masalah yang pertama, yaitu struktur cerita rakyat Joko Tarub dan Keong Mas dari Indonesia dan cerita rakyat Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi dari Korea Selatan.

Bab III lebih menjelaskan mengenai apa saja nilai moral dan motif budaya yang ada di dalam keempat dongeng Korea dan Indonesia. Di dalam bab ini, juga dijelaskan mengenai perbedaan dan persamaan di dalam dongeng Korea dan Indonesia.

Bab IV adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan penelitian dan saran dari hasil penelitian. Kesimpulan yang dimaksud adalah deskripsi tentang analisis

(38)

24

struktur, persamaan, dan perbedaan antara cerita rakyat Joko Tarub dan Keong Mas dari Indonesia dan cerita rakyat Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi dari Korea Selatan. Saran yang dimaksud adalah saran kepada peneliti lain yang akan menggunakan kajian lebih lagi terhadap cerita rakyat Joko Tarub dan Keong Mas dari Indonesia dan cerita rakyat Sunnye-wa Namukkun dan Ureong Gaksi dari Korea Selatan.

(39)

25

BAB II

STRUKTUR CERITA JAKA TARUB, KEONG MAS, SUNNYE-WA NAMUKKUN, DAN UREONG GAKSI

2.1 Pengantar

Pada bab ini akan dipaparkan hasil analisis terhadap struktur cerita dalam dongeng asal Indonesia dan Korea Selatan, yaitu Jaka Tarub, Keong Mas, Sunnye- wa Namukkun, dan Ureong Gaksi. Struktur cerita yang akan dibahas dalam penelitian ini terbatas pada alur, latar, dan penokohan. Ketiga unsur ini dipilih karena unsur-unsur inilah yang paling dibutuhkan untuk melakukan penelitian terhadap motif, persamaan, dan perbedaan dalam dongeng-dongeng antar negara ini.

2.2 Alur

Menurut Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2005) alur dibedakan menjadi lima bagian yaitu: (1) tahap penyituasian, (2) tahap pemunculan konflik, (3) tahap peningkatan konflik, (4) tahap klimaks, dan (5) tahap penyelesaian.

Berikut merupakan tahapan alur dari dongeng Jaka Tarub, Keong Mas, Sunnye-wa Namukkun, dan Ureong Gaksi.

2.2.1 Alur Jaka Tarub

2.2.1.1 Tahap Penyituasian (Situation)

Tahap penyituasian adalah tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap

(40)

26

pembuka cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain (Nurgiyantoro 2015:

209). Berikut kutipan-kutipan tahap penyituasian dalam dongeng Jaka Tarub.

Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa ada seseorang yang bernama Jaka Tarub. Jaka Tarub adalah seorang pemuda, tetapi ia belum ingin menikah. Suatu hari, ibunya jatuh sakit dan menghembuskan nafas terakhirnya

(Ardiansyah & Rina Ariyani, 2015).

Beberapa hari kemudian, suatu malam, Jaka Tarub bermimpi memakan daging Rusa. Pada saat ia terbangun dari tidurnya, ia pun langsung pergi ke hutan. Ia melewati sebuah telaga dan secara tidak sengaja ia melihat para bidadari sedang mandi disana. Jaka Tarub merasa terpikat oleh tujuh bidadari itu, dan ia mengambil salah satu selendang bidadari (Ardiansyah & Rina Ariyani, 2015).

Dari kutipan di atas, cerita berlatar zaman dahulu kala pada di sebuah desa. Ada pemuda yang bernama Jaka Tarub. Suatu hari ibu Jaka Tarub sudah meninggal, kemudian Jaka Tarub bermimpi memakan daging Rusa. Setelah Jaka Tarub terbangung dari tidur, oleh karena itu dia langsung menujuh ke hutan. Saat Jaka tarub di hutan, dia menemukan bidadari sedang mandi.

2.2.1.2 Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstance)

Masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan/atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro 2015: 209). Berikut kutipan- kutipan tahap munculnya konflik dalam dongen Jaka Tarub.

Rahasianya Nawang Wulan yaitu, Ia memasak nasi selalu menggunakan satu butir beras, dengan sebutir beras itu ia dapat menghasilkan nasi yang banyak. Setelah mereka menikah Jaka Tarub sangat penasaran.

Namun, dia tidak bertanya langsung kepada Nawang Wulan melainkan

(41)

27

ia langsung membuka dan melihat panci yang suka dijadikan istrinya itu memasak nasi. Ia melihat Setangkai padi ma-sih tergolek di dalamnya, ia pun segera menutupnya kembali. Akibat rasa penasaran Jaka Tarub.

Nawang Wulan kehilangan kekuatannya. Sejak saat itu, Nawang Wulan harus menumbuk dan me-nam-pi beras untuk dimasak, seperti wanita umumnya

(Ardiansyah & Rina Ariyani2015).

Meski Jaka Tarub tidak meragukan istrinya, rasa penasaran Jaka Tarub membuat Nawang Wulan kehilangan kekuatan misteriusnya. Setelah itu, dia menjalani kehidupan yang keras seperti wanita umum.

2.2.1.3 Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action)

Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan sesuai intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari. (Nurgiyantoro 2015: 209).

Berikut kutipan-kutipan tahap peningkatan konflik dalam dongeng Jaka Tarub.

Karena tumpukan padinya terus berkurang, suatu waktu, Nawang Wulan tanpa sengaja menemukan selendang bidadarinya terselip di antara tumpukan padi. Ternyata selendang tersebut ada di lumbung gabah yang di sembunyikan oleh suaminya

(dongengceritarakyat,2015).

Konflik dalam dongeng Jaka Tarub yang dibahas pada bagian Munculnya Konflik sedang naik. Saat Nawang Wulan menemukan selendang bidadarinya, ia merasa dikhianati dan marah kepada Jaka Tarub. Karena untuk menikahi Nawang Wulan, Jaka Tarub mencuri selendang bidadarinya dan tidak mengembalikan atau mengungkapkannya sampai Nawang Wulan menemukannya.

(42)

28

2.2.1.4 Tahap Klimaks (Climax)

Konflik dan/atau pertentangan yang terjadi, yang dilakukan atau ditimpalkan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama (Nurgiyantoro 2015: 209) Berikut kutipan- kutipan tahap klimaks dalam dongeng Jaka Tarub.

Nawang Wulan pun merasa sangat marah ketika suaminyalah yang mencuri selendangnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke kahyangan. Jaka Tarub pun meminta maaf dan memohon kepada istrinya agar tidak pergi lagi ke kahyanngan

(Ardiansyah & Rina Ariyani2015).

Konflik menjadi klimaks setelah Nawang Wulan menemukan seledang bidadarinya, dia merasa sangat marah. Nawang Wulan sangat marah sehingga, terlepas dari permohonan Jaka Tarub, dia memutuskan untuk pergi ke surga dan meninggalkan segalanya dan langsung pergi ke surga.

Namun Nawang Wulan sudah bulat tekadnya, hingga akhirnya ia pergi ke kahyangan.Namun ia tetap sesekali turun ke bumi untuk menyusui bayinya. Namun, dengan satu syarat, jaka tarub tidak boleh bersama Nawangsih ketika Nawang Wulan menemuinya. Biarkan ia seorang diri di dekat telaga

(Ardiansyah & Rina Ariyani2015).

Nawang Wulan sesekali turun ke tanah untuk menyusui anaknya. Tapi setiap kali Jaka Tarub hanya menempatkan anaknya di kolam tempat peri mandi, dan Nawang Wulan dan anak itu tidak pernah bertemu. Dan Jaka Tarub tidak melihat anaknya sendiri ketika Nawang Wulan bertemu dengan anak tersebut, dan baru bisa bertemu kembali setelah Nawang Wulan naik kembali ke surga.

(43)

29

2.2.1.5 Tahap Penyelesaian Konflik (Denouement)

Konflik yang mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri (Nurgiyantoro 2015: 210). Berikut kutipan-kutipan tahap klimaks dalam dongeng Jaka Tarub.

Jaka Tarub menahan kesedihannya dengan sangat. Ia ingin terlihat tegar.

Setelah Jaka Tarub menyatakan kesanggupannya untuk tidak bertemu lagi dengan Nawang Wulan, sang bidadaripun terbang meninggalkan dirinya dan Nawangsih. Jaka Tarub hanya sanggup menatap kepergian Nawangwulan sambil mendekap Nawangsih. Sungguh kesalahannya tidak termaafkan. Tiada hal lain yang dapat dilakukannya saat ini selain merawat Nawangsih dengan baik

(Ardiansyah & Rina Ariyani2015).

Terlepas dari permohonan Jaka Tarub, Nawang Wulan naik ke surga, meninggalkan anak-anaknya Nawangsih dan Jaka Tarub. Yang tersisa bagi Jaka Tarub adalah membesarkan sumur Nawangsih. Setiap hal dan niat buruk tidak akan berakhir dengan bahagia. Cerita berakhir dengan pelajaran yang disebut Berusahalah untuk terus jujur dalam meraih sesuatu.

2.2.2 Alur Sunnyewa Namukkun

2.2.2.1 Tahap Penyituasian (Situation)

Berikut kutipan-kutipan tahap penyituasian dalam dongeng Sunnye-wa Namukkun

Once upon a time there lived a woodcutter under Mount Kumgang. One day, he found a deer while he was cutting the trees upon the mountain.

The deer was being chased by a hunter. The woodcutter hid the deer, the hidden deer approached the woodcutter saying "Thank you very much.

Please tell me one of your wishes. I will make it come true." He said, "I want to have a wife

(Gyul, 1980).

(44)

30

Dahulu kala hiduplah seorang penebang kayu di bawah Gunung Kumgang. Suatu hari, dia menemukan seekor rusa ketika dia sedang menebang pohon di atas gunung. Rusa itu dikejar oleh seorang pemburu.

Penebang kayu menyembunyikan rusa, rusa yang tersembunyi mendekati penebang kayu sambil berkata, "Terima kasih banyak.

Tolong beri tahu saya salah satu keinginan Anda. Saya akan mewujudkannya." Dia berkata, "Saya ingin punya istri

The deer said, "Then go to the pond where the fairies take their baths. "

Steal a wing dress of one fairy. That fairy will not be able to fly back to heaven without her wing dress, and she will become your wife. However, You must never return her dress until. you have three children"

(Gyul, 1980).

Rusa berkata, “Kalau begitu pergilah ke kolam tempat peri mandi.”

Curilah gaun sayap dari salah satu peri. Peri itu tidak akan bisa terbang kembali ke surga tanpa gaun sayapnya, dan dia akan menjadi istrimu.

Namun, Anda tidak boleh mengembalikan gaunnya sampai kamu punya tiga anak"

Dari kutipan di atas, cerita berlatar zaman dahulu kala ada seorang penebang yang tinggal di bawah gunung Geum-gang. Saat dia menebang kayu, dia menemukan seekor rusa yang sedang dikejar oleh seorang pemburu, lalu rusa minta tolong untuk menyembunyikannya. Setelah itu, rusa berkata bahwa dia akan mengabulkan satu permintaan sebagai balasannya, dan penebang kayu meminta untuk memiliki seorang istri. Maka rusa meminta penebang kayu untuk mencuri pakaiannya saat bidadari mandi di kolam.

The woodcutter regretted that he had showed her winged dress, but it was too late. When he was casting about in despair, the deer came to him and said, "There will be a well-bucket coming from heaven if you go to the pond at night on the 15th day. You may go up to heaven riding in that well-bucket"

(Gyul, 1980).

Penebang kayu menyesal telah menunjukkan gaun bersayapnya, tetapi sudah terlambat. Ketika dia putus asa, rusa datang kepadanya dan

(45)

31

berkata, "Akan ada ember sumur yang datang dari surga jika Anda pergi ke kolam pada malam hari pada hari kelimabelas. Anda bisa naik ke surga dengan mengendarai timba itu "

Dari kutipan di atas, cerita berlatar Setelah bidadari pergi ke surga bersama anak-anak kemudian seekor rusa mendekati penebang kayu yang sedang berduka dan memberitahunya bagaimana caranya naik ke surga.

2.2.2.2 Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstance)

Berikut kutipan-kutipan tahap munculnya konflik dalam dongen Sunnye- wa Namukkun.

The days went by and the fairy had babies and became a mother. She had two children, but she still missed her home in the heaven. The woodcutter was very sorry to see that, and he told his wife saying, "I hid your dress." His wife then said, "Is that true? Please let me try to put on my dress only once." The woodcutter gave her the dress

(Gyul, 1980).

Hari-hari berlalu dan peri memiliki bayi dan menjadi seorang ibu. Dia memiliki dua anak, tetapi dia masih merindukan rumahnya di surga.

Penebang kayu sangat sedih melihat itu, dan dia berkata kepada istrinya,

"Aku menyembunyikan gaunmu." Istrinya kemudian berkata, "Apakah itu benar? Tolong biarkan saya mencoba mengenakan gaun saya hanya sekali." Penebang kayu memberinya gaun itu

Setelah bertahun-tahun berlalu, dan bahkan setelah memiliki anak, penebang kayu berkata bahwa dia memiliki pakaian itu, melihat betapa dia merindukan kerajaan surga. Kemudian peri meminta penebang kayu untuk mengenakan pakaian, dan penebang kayu memberinya pakaian.

He and the fairy then led a happy life in heaven together. But he could not only enjoy being there because of his mother. Then his wife said,

"Alright, I think you may go to see your mother on a Heaven horse. But

(46)

32

you must never get off the horse under any circumstances “He came down the ground to see his mother while riding on a horse. His mother gave him a dish of hot pumpkin cereal

(Gyul, 1980).

Dia dan peri kemudian menjalani hidup bahagia di surga bersama. Tapi dia tidak bisa hanya menikmati berada di sana karena ibunya.

Kemudian istrinya berkata, "Baiklah, saya pikir Anda dapat pergi menemui ibumu di atas kuda Surga. Tetapi Anda tidak boleh turun dari kuda dalam keadaan apa pun" Dia turun ke tanah untuk melihat ibunya saat menunggang kuda. ibu memberinya sepiring sereal labu panas Penebang kayu yang bertemu istrinya di surga sangat senang bahwa dia khawatir tentang ibunya di bumi. Jadi peri itu meminjamkan saya seekor kuda yang bisa terbang dan menyuruh ibu saya untuk pergi kepadanya. Setelah bertemu ibunya di bumi, penebang kayu menerima semangkuk bubur labu dari ibunya.

2.2.2.3 Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action)

Berikut kutipan-kutipan tahap peningkatan konflik dalam dongeng Sunnye-wa Namukkun

However, the son spilt the hot food on the back of the horse while taking It. And as the horse was frightened and bucked under him, he fell down from the horse to the ground

(Gyul, 1980).

Namun, putranya menumpahkan makanan panas di punggung kuda saat mengambilnya. Dan ketika kuda itu ketakutan dan melawan di bawahnya, dia jatuh dari kuda ke tanah

Konflik dalam dongeng Sunnye-wa Namukkun yang dibahas pada bagian Munculnya Konflik sedang marak. Sambil makan bubur yang diberikan ibunya, penebang kayu menuangkan bubur di punggung kuda, dan penebang kayu jatuh dari kuda.

(47)

33

2.2.2.4 Tahap Klimaks (Climax)

Berikut kutipan-kutipan tahap klimaks dalam dongeng Sunnye-wa Namukkun

“And she held her two children in her arms and ascended to the heaven”

(Gyul, 1980).

Sunnye-wa Namukkun “Dan dia menggendong kedua anaknya dan naik ke surga

Konflik menjadi klimaks kemudian bidadari yang mengenakan pakaian itu membawa anak itu dan langsung pergi ke surga.

He cried out, "No, I have to go with you." But the horse flew away without looking back

(Gyul, 1980).

Dia berteriak, "Tidak, aku harus pergi bersamamu." Tapi kuda itu terbang pergi tanpa melihat ke belakang

Setelah penebang kayu jatuh dari punggungnya, kuda itu segera melarikan diri, dan penebang kayu melihatnya dan berteriak untuk membawanya bersamanya, tetapi kuda itu mengabaikannya dan pergi ke surga.

2.2.2.5 Tahap Penyelesaian Konflik (Denouement)

Berikut kutipan-kutipan tahap klimaks dalam dongeng Sunnye-wa Namukkun

Thereafter, the woodcutter lived alone longing for this wife and children.

After a while, he died and became a rooster. This is the reason why roosters even now still go up onto the roof and cry sadly looking up the sky

(48)

34

(Gyul, 1980).

Setelah itu, penebang kayu tinggal sendirian merindukan istri dan anak- anak ini. Setelah beberapa saat, dia mati dan menjadi ayam jantan.

Inilah alasan mengapa ayam jantan sampai sekarang masih naik ke atap dan menangis sedih melihat ke langit

Penebang kayu, yang tidak bisa naik ke surga, hidup merindukan peri dan anak itu, dan akhirnya menjadi ayam jantan.

2.2.3 Rangkuman Alur

Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa alur dari dongeng Jaka Tarub dan Sunnyewa Namukkun ini memiliki alur campuran karena kedua cerita tersebut dibuka dengan narasi singkat. Berikut tabel untuk menjelaskan tahap- tahap yang terdapat dalam kedua dongeng tersebut.

Tabel 1

Rangkuman Alur Cerita Kisah Jaka Tarub dan Sunnye-wa Namukkun

Jaka Tarub Sunnye-wa Namukkun

Tahap

Penyituasian

Latar: di sebuah desa Tokoh: Jaka Tarub, bidadari

Latar: di sebuah desa Tokoh: penebang kayu, rusa Tahap

Pemunculan Konflik

Latar: di sebuah desa

Tokoh: Jaka Tarub, Nawang Wulan

Latar: di sebuah desa

Tokoh: penebang kayu, ibu penebang kayu, bidadari Tahap

Peningkatan Konflik

Latar: di sebuah desa

Tokoh: Jaka Tarub, Nawang Wulan

Latar: di sebuah desa

Tokoh: penebang kayu, ibu penebang kayu, bidadari Tahap

Klimaks

Latar: di sebuah desa

Tokoh: Jaka Tarub, Nawang Wulan

Latar: di sebuah desa

Tokoh: penebang kayu, bidadari

Tahap Latar: di sebuah desa Latar: di sebuah desa

(49)

35

Penyelesaian Konflik

Tokoh: Jaka Tarub, Nawang Wulan

Tokoh: penebang kayu, ibu penebang kayu, bidadari

2.2.4 Alur Keong Mas

2.2.4.1 Tahap Penyituasian (Situation)

Berikut kutipan-kutipan tahap penyituasian dalam dongeng Keong Mas.

Pada zaman dahulu kala, di sebuah kerajaan yang makmur dan sentosa, hiduplah dua orang putri raja yang sangat cantik jelita. Mereka bernama Candra Kirana dan Dewi Galuh. Kedua putri Raja tersebut hidup sangat bahagia dan serba kecukupan.

(Ardiansyah & Rina Ariyani2015).

Hingga pada suatu hari berkunjunglah seorang pangeran yang amat tampan lagi rupawan dari Kerajaan Kahuripan ke Kerajaan Daha.

Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kertapati. Kedatangannya bermaksud untuk melamar Candra Kirana. Kunjungan Raden Inu Kertapati sangat disambut baik oleh Raja Kertamarta, dan akhirnya Candra Kirana ditunangkan dengan Raden Inu Kertapati

(Ardiansyah & Rina Ariyani2015).

Dari kutipan di atas, cerita berlatar zaman dahulu kala pada di sebuah kerajaan yang makmur dan sentosa. Ada dua orang putri raja yang bernama Candra Kirana dan Dewi Galuh.

Hingga pada suatu hari berkunjung seorang pangeran dari kerajaan Kahuripan. Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kertapato.Kedatangannya bermaksud untuk melamar Candra Kirana akhirnya Candra Kirana ditunangkan dengan Pangeran.

2.2.4.2 Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstance)

Berikut kutipan-kutipan tahap munculnya konflik dalam dongen

Referensi

Dokumen terkait