• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERBANDINGAN MOTIF DAN NILAI MORAL DONGENG JAKA

3.2 Perbandingan Motif

3.2.1 Persamaan Motif antara Cerita Jaka Tarub dan Sunnye-wa Namukkun 3.2.1.1 Mitos Bidadari/Dewi

Indonesia dikenal dengan adanya legenda dan mitos yang berkembang sejak zaman nenek moyang. Salah satu mitos yang dipercayai adalah adanya bidadari/dewi yang hidup di khayangan. Bahkan, bidadari-bidadari tersebut bisa sewaktu-waktu turun ke bumi untuk melakukan maksud tertentu. Begitu pula dengan cerita rakyat Jaka Tarub yang menampilkan kehidupan bidadari yang datang ke bumi.

80

Dalam budaya yang sama seperti di atas, ada juga bidadari di Korea.

Seperti dalam dongeng Jaka Tarub, mereka turun dari surga, mandi di sungai atau danau, lalu naik kembali ke surga.

3.2.1.2 Pernikahan Gaib

Terdapat mitos di dalam dongeng Jaka Tarub yang menampilkan pernikahan antara manusia dengan bidadari. Hal ini adalah suatu bentuk kepercayaan bahwa manusia bisa menikah dengan makhluk gaib, seperti jin, bidadari, dll.

Di Korea, ada juga banyak cerita tentang orang yang menikahi makhluk misterius. Salah satunya adalah peri dan penebang kayu, seperti dalam dongeng Jaka Tarub, penebang kayu menikahi bidadarinya. Tidak hanya itu, ada juga cerita berbicara dengan hewan dan hewan menjadi saudara.

3.2.1.3 Istri yang Memasak Secara Magis untuk Keluarga

Dalam dongeng Jaka Tarub terdapat kebiasaan seorang istri di Indonesia yaitu memasak atau menyiapkan makanan untuk suami dan anaknya. Nawang Wulan yang merupakan istri dari Jaka Tarub melakukan hal yang sama. Dalam cerita Jaka Tarub Nawang Wulan memasak nasi dengan satu butir beras tetapi hasil memasaknya sangat banyak.

Dulu, di Korea juga, pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan wanita.

Itulah sebabnya sebagian besar wanita dalam dongeng melakukan pekerjaan rumah tangga. Namun, di Korea modern, tidak hanya wanita tetapi pria juga

81

menjadi ibu rumah tangga dan dalam cerita Sunnye-wa Namukkun bidadarinya memasak dengan kekuatan gaib.

3.2.1.4 Sopan Santun Orang Tua

Sejak zaman dahulu di Korea, ada kebiasaan anak laki-laki pertama tinggal bersama orang tuanya. Hari-hari ini, semakin sedikit orang yang tinggal bersama orang tua mereka. Hanya 20 atau 30 tahun yang lalu, kebiasaan orang Korea adalah tinggal bersama orang tua. Bahkan dalam dongeng, penebang kayu turun dari surga lagi karena mengkhawatirkan ibunya. Pada akhirnya, penebang kayu, secara tidak sengaja, tinggal bersama ibunya.

Indonesia, seperti Korea, juga berbakti kepada orang tua mereka dan seiring dengan perubahan masyarakat, jumlah keluarga yang tinggal bersama orang tua mereka secara bertahap berkurang.

3.2.2 Persamaan Motif antara Cerita Keong Mas dan Ureong Gaksi

3.2.2.1 Pria yang Melamar Wanita

Dalam dongeng Keong Mas terdapat kebudayaan di masyarakat Indonesia bahwa seorang pria yang ingin menikahi seorang wanita harus menemui orang tua dari wanita itu. Hal ini dalam masyarakat Indonesia disebut dengan lamaran.

Dongeng Keong Mas juga menampilkan kegiatan lamaran yang dilakukan oleh Pangeran Inu Kertapati terhadap Candra Kirana.

Sama seperti di Indonesia, seorang pria pergi ke rumah seorang wanita

82

untuk bertemu dengan orang tua wanita tersebut, di Korea, baik pria maupun wanita mengunjungi setiap rumah. Tapi di Korea, mereka pergi ke rumah laki-laki dulu, lalu ke rumah perempuan. Setelah itu, si wanita mengikuti si pria dan terpisah dari orang tua si wanita.

3.2.1.6 Hewan atau Manusia dengan Kekuatan Mistik

Dalam dongeng Keong Mas terdapat kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang dapat dilakukan oleh penyihir atau dukun yang sakti. Hal ini sesuai dengan latar belakang masyarakat Indonesia yang pada zaman dahulu menganut kepercayaan dinamisme dan animisme. Kekuatan gaib merupakan hal-hal yang dipercayai dapat membantu bahkan mencelakakan manusia. Bahkan kekuatan gaib ini dapat mengubah manusia menjadi hewan, begitu pula sebaliknya.

Seperti di Keong Mas, Ureong Gaksi juga memiliki kekuatan gaib.

Seperti kemampuannya memasak tanpa makanan. Selain dongeng yang digunakan dalam skripsi, banyak juga dongeng yang menampilkan tokoh-tokoh dengan berbagai kekuatan mistik, seperti goblin yang mudah membuat harta emas dan perak serta batu kilangan yang membuat garam.

3.2.3 Perbedaan Motif 3.2.3.1 Bulan Purnama

Di Korea, bulan purnama melambangkan kelimpahan di Korea dan merupakan salah satu budaya penting. Itulah sebabnya Korea bahkan menciptakan

83

hari yang disebut "Jeongwol Daeboreum" untuk memperingati bulan purnama pertama setiap tahun. Tapi tidak setiap bulan purnama dirayakan.

Di Korea, bulan purnama memiliki banyak arti dan dirayakan pada hari itu, tetapi di Indonesia (dalam konteks dongeng yang dipaparkan) tidak ada arti atau hari jadi yang khusus. Selain itu, dalam dongeng Peri dan Penebang Kayu, sebuah ember turun dari langit malam saat bulan purnama terbit dan membawa penebang kayu ke surga. Namun, dalam kasus Jaka Tarub, jika bulan purnama tidak disebutkan, Jaka Tarub juga tidak bisa naik ke surga dan membesarkan seorang anak di bumi ini sendirian

3.2.3.2 Sistem Pemerintahan

Korea juga memiliki tingkat pada masa lalu, oleh karena itu, ada banyak tirani oleh orang-orang dari peringkat yang lebih tinggi. Lebih sedikit ibukota memiliki raja, tetapi walikota di pedesaan atau orang berpangkat tinggi bisa menjadi raja di sana. Itulah sebabnya Ureong Gaksi ditangkap oleh walikota dan tidak punya pilihan selain dipenjara sampai kematiannya.

Di masa lalu, di Korea, ada seorang raja dan pasar yang mewakili setiap desa. Karena sulit bagi raja untuk memerintah seluruh negeri. Oleh karena itu, kekuatan pasar sangat kuat. Meskipun Indonesia memiliki budaya atau kelas yang sama, Candra Kirana dari dongeng Keong Mas adalah seorang putri, jadi tidak ada yang bisa bertindak seperti walikota dari Ureong Gaksi, kecuali raja.

84

Tabel 5

Jenis dan Motif Utama Dongeng Indonesia dan Korea

No Jenis Cerita Rakyat/Dongeng Motif Utama

Indonesia Korea

1 Kisah Jaka Tarub Sunnye-wa Namukkun Benda ajaib, hewan yang luar biasa, perbuatan.

2. Keong Mas Ureong Gaksi Hewan yang luar

biasa, konsep, perbuatan.

3.3 Perbandingan Nilai Moral dalam Dongeng