• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STRUKTUR CERITA JAKA TARUB, KEONG MAS, SUNNYE-WA

2.1 Pengantar

2.2.5 Alur Ureong Gaksi

2.2.5.1 Tahap Penyituasian (Situation)

Berikut kutipan-kutipan tahap penyituasian dalam dongeng Ureong Gaksi Long ago, on a farm far away, there lived a poor farmer who worked hard every day, digging, planting, plowing, harvesting and herding.

Because he was poor, no woman wanted to marry him, and thus he continued living alone, working from sunrise to sunset. As the days wore on, his muscles grew tired and his soul ached for company

(Sook, 1980).

39

Dahulu kala, di sebuah ladang yang jauh, hiduplah seorang petani miskin yang bekerja keras setiap hari, menggali, menanam, membajak, memanen, dan menggembala. Karena dia miskin, tidak ada wanita yang mau menikah dengannya, dan karena itu dia terus hidup sendiri, bekerja dari matahari terbit hingga terbenam. Saat hari-hari berlalu, otot-ototnya menjadi lelah dan rindu untuk ditemani.

The farmer quickly rushed towards the direction of the voice, which appeared to come from a bushel of grass on the edge of his field. When he brushed the grass aside, the farmer found nothing but a giant snail shell. “Hmmm, that’s strange,” he thought, “but I’ll take you home anyways”

(Sook, 1980).

Petani itu segera bergegas menuju ke arah suara itu, yang tampaknya berasal dari semak rerumputan di tepi ladangnya. Ketika dia menyingkirkan rumput, petani itu tidak menemukan apa-apa selain cangkang siput raksasa. "Hmmm, itu aneh," pikirnya, "tapi aku akan mengantarmu pulang"

Dari kutipan di atas, cerita berlatar zaman dahulu kala pada di sebuah pedesaan, seorang petani sedang bekerja di ladang. Dia ingin menikah, tetapi karena dia miskin, dia tidak punya siapa-siapa untuk dinikahi. Dia bekerja lembur setiap malam dan tubuhnya mulai memburuk seiring berjalannya waktu. Suatu hari, saat bekerja seperti biasa, petani itu mengeluh bahwa tidak ada yang bisa menemaninya meskipun dia bekerja. Kemudian sebuah suara terdengar dari suatu tempat di ladang, dan petani itu mengikuti suara itu dan mengambil seekor keong.

The next day, after a hard morning’s work, the farmer returned home for lunch. He was extremely surprised, however, to discover that lunch had already been made. Upon opening the door his nose was greeted with the smell of warm rice and a plethora of home-cooked dishes.

While wondering who was behind such kindness, he happily feasted on the best lunch he’d ever had

(Sook, 1980).

Keesokan harinya, setelah bekerja keras di pagi hari, petani itu kembali

40

ke rumah untuk makan siang. Dia sangat terkejut, bagaimanapun, untuk menemukan bahwa makan siang sudah dibuat. Saat membuka pintu, hidungnya disambut dengan aroma nasi hangat dan segudang masakan rumahan. Sambil bertanya-tanya siapa yang berada di balik kebaikan seperti itu, dia dengan senang hati menikmati makan siang terbaik yang pernah dia miliki

The next day, after another hard morning’s work, he came home to another delicious meal. The same thing happened the following day.

After several days of a mysterious lunch appearing out of nowhere, the farmer decided to investigate. The next morning, he pretended to go out to the fields and instead hid himself in a place where he could see inside the house

(Sook, 1980).

Keesokan harinya, setelah bekerja keras di pagi hari, dia pulang ke rumah untuk makan enak lainnya. Hal yang sama terjadi pada hari berikutnya. Setelah beberapa hari makan siang misterius muncul entah dari mana, petani itu memutuskan untuk menyelidikinya. Keesokan paginya, dia berpura-pura pergi ke ladang dan malah menyembunyikan dirinya di tempat di mana dia bisa melihat ke dalam rumah.

Not before long, he saw a lovely woman appear from the snail shell.

She was so beautiful the farmer suddenly lost all reason. With a few snaps of her slender fingers, the angelic guest summoned a feast fit for a banquet hall, with all the delicious delights he’d been enjoying the past few days. Completely smitten and drooling with affection, the farmer leapt out of his hiding place and proclaimed his love for her

(Sook, 1980).

Tidak lama kemudian, ia melihat seorang wanita cantik muncul dari cangkang siput. Dia sangat cantik sehingga petani itu tiba-tiba kehilangan akalnya. Dengan beberapa jentikan jarinya yang ramping, bidadari itu menghadirkan hidangan pesta seperti pada perjamuan, dengan semua kelezatannya. Ia benar-benar jatuh cinta padanya. Petani itu melompat keluar dari tempat persembunyiannya dan menyatakan cintanya padanya.

Dari kutipan di atas, sejak si petani membawa Keong, ketika petani pulang kerja, selalu ada nasi yang enak. Beberapa hari kemudian, petani bertanya-tanya siapa yang menyiapkan makanan, jadi dia berpura-pura tidak bekerja dan

41

mengawasi dari luar. Kemudian seorang wanita cantik dari Keong keluar dan menyiapkan makanan. Petani itu langsung keluar dan mengaku bahwa dia mencintainya karena dia sangat cantik.

2.2.5.2 Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstance)

Berikut kutipan-kutipan tahap munculnya konflik dalam dongeng Ureong Gaksi

“Don’t go!” the farmer pleaded. “Stay here with me, just like you said that day on the field”

(Sook, 1980)

“Jangan pergi!” sang petani memohon. “Tetaplah di sini bersamaku, seperti yang kamu katakan hari itu di lapangan”

The woman, with hypnotizing eyes, looked at the farmer forgivingly and affectionately

(Sook, 1980).

Wanita itu, dengan mata yang mempesona, menatap petani itu dengan penuh kasih dan sayang

“Oh, dear, I’d love to,” she cooed, “but you need to wait just a few more days. Then we can live happily ever after”

(Sook, 1980).

"Oh, sayang, aku ingin," bujuknya, "tapi kamu harus menunggu beberapa hari lagi. Maka kita bisa hidup bahagia selamanya”

She explained that she had come from the heavens, but had committed a minor crime and couldn’t be with him until the matter was resolved—a probation period, of sorts. She then gave a word of caution: “If I stay now, our happy union will end in tragedy”

(Sook, 1980).

42

Dia menjelaskan bahwa dia datang dari surga, dan telah melakukan kejahatan kecil sehingga tidak bisa bersamanya sampai masalah itu diselesaikan—semacam masa percobaan. Dia kemudian memberi peringatan: "Jika saya tinggal sekarang, persatuan bahagia kita akan berakhir dengan tragedi"

Petani itu meminta ia untuk menikah dengannya, tetapi wanita itu berkata bahwa dia sedang dihukum karena dosa-dosanya di surga dan diminta untuk menunggu beberapa hari lagi. Dan jika dia menikah bersama petani itu, maka kisah mereka akan berakhir dengan tragedi.

2.2.5.3 Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action)

Berikut kutipan-kutipan tahap peningkatan konflik dalam dongeng Ureong Gaksi

The farmer, however, was so enchanted and in love and wouldn’t let her go. Eventually, the woman gave in to his wishes, and the two enjoyed a short period of bliss. One day, however, the farmer needed to go deep into the mountains and did not return until well after dark

(Sook, 1980).

Petani itu, bagaimanapun, sangat terpesona dan jatuh cinta dan tidak akan membiarkannya pergi. Akhirnya, wanita itu menuruti keinginannya, dan keduanya menikmati kebahagiaan yang singkat.

Namun, suatu hari, petani itu harus pergi jauh ke pegunungan dan tidak kembali sampai setelah gelap

While he was gone, the local magistrate’s carriage happened to pass by the farm just as the farmer’s new wife wandered outdoors to see if her beloved husband had returned. The magistrate, upon spotting her beautiful face, became infatuated beyond reason, and proceeded to seize her and bring her back to his quarters

(Sook, 1980).

Ketika dia pergi, kereta hakim setempat kebetulan melewati pertanian tepat ketika istri baru petani itu berkeliaran di luar rumah untuk melihat

43

apakah suami tercintanya telah kembali. Hakim, setelah melihat wajahnya yang cantik, menjadi tergila-gila tanpa alasan, dan mulai menangkapnya dan membawanya ke tempat tinggalnya.

Konflik dalam dongeng Ureong Gaksi yang dibahas pada bagian Munculnya Konflik sedang marak. Atas permohonan petani, dia tidak punya pilihan selain menerima permintaan itu. Dan beberapa hari kemudian, petani itu harus pergi ke gunung dan tidak kembali sampai matahari terbenam. Khawatir tentang suaminya, wanita itu berdiri di luar dan menunggu suaminya. Tepat pada saat itu, walikota yang kebetulan melewati pertanian dan menemukan seorang wanita cantik, menculiknya dan membawanya pulang.

2.2.5.4 Tahap Klimaks (Climax)

Berikut kutipan-kutipan tahap klimaks dalam dongeng Ureong Gaksi.

The woman protested and pleaded, but the magistrate was not a kind man. When the farmer returned home and found out what happened, he immediately went to the magistrate and begged for his wife’s prompt release. Despite being beaten and thrown out several times, the farmer was relentless—he continued to come back

(Sook, 1980).

Wanita itu memprotes dan memohon, tetapi hakim bukanlah pria yang baik. Ketika petani itu kembali ke rumah dan mengetahui apa yang terjadi, dia segera pergi ke hakim dan memohon agar istrinya segera dibebaskan. Meskipun dipukuli dan diusir beberapa kali, petani itu tanpa henti dia terus kembali

Konflik menjadi klimaks wanita itu memprotes walikota untuk membebaskannya, tetapi walikota tidak membiarkannya pergi, sementara petani yang kembali ke rumah melihat fakta dan langsung pulang ke pasar. Tetapi

44

walikota tidak berniat membiarkan istri petani itu pergi, dan setiap hari petani itu datang, memukulinya dan mengusirnya.

2.2.5.5 Tahap Penyelesaian Konflik (Denouement)

Berikut kutipan-kutipan tahap klimaks dalam dongeng Ureong Gaksi.

This continued until the farmer died, though whether it was out of loneliness or of too many beatings is too difficult to tell. The farmer’s wife, too, eventually fell ill and also died. The tragic couple then turned into a pair of lovely birds that are said to grace the skies of the area to this day

(Sook, 1980).

Ini berlanjut sampai petani itu meninggal, meskipun apakah itu karena kesepian atau karena terlalu banyak disiksa sehingga terlalu sulit untuk dikatakan.menjadi sulit untuk dibedakan. Istri petani pun akhirnya jatuh sakit dan juga meninggal. Pasangan tragis itu kemudian berubah menjadi sepasang burung cantik yang dikatakan menghiasi langit daerah itu hingga hari ini

Sayangnya, petani dipukuli sampai mati, dan istri petani juga jatuh sakit dan meninggal. Cerita diakhiri dengan pasangan itu bereinkarnasi dan berkeliaran di sekitar daerah itu.

2.2.6 Rangkuman Alur

Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa alur dari dongeng Keong Mas dan Ureong Gaksi adalah campuran karena cerita dibuka dengan narasi singkat tentang dahulukala. Berikut tabel untuk menjelaskan tahap-tahap yang terdapat dalam kedua dongeng tersebut.

Tabel 2

45

Rangkuman Alur Cerita Keong Mas dan Ureong Gaksi

Keong Mas Ureong Gaksi

Tahap

Latar: kota pada jaman dahulu Penokohan: petani

Penokohan: Dewi Galuh, Penyihir, Candra Kirana, pangeran

Latar: kota pada jaman dahulu Penokohan: petani, wanita

Penokohan: Dewi Galuh, Penyihir, Candra Kirana

Latar: kota pada jaman dahulu Penokohan: petani, wanita, wali kota

Tahap Klimaks

Latar: kerajaan pada jaman dahulu

Penokohan: Dewi Galuh, Penyihir, Candra Kirana, raja, pangeran

Latar: kota pada jaman dahulu Penokohan: petani, wanita, wali kota

Penokohan: Dewi Galuh, Penyihir, Candra Kirana, raja, pangeran

Latar: kota pada jaman dahulu Penokohan: burung