• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMUHAMMADIYAHAN.doc 41KB Jun 13 2011 06:28:05 AM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMUHAMMADIYAHAN.doc 41KB Jun 13 2011 06:28:05 AM"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

KEMUHAMMADIYAHAN:

SIAPA KETUA DIKDASMEN CABANG

?

Oleh Haedar Nashir

Matapelajaran Kemuhammadiyahan perlu peninjauan kembali. Masih terdapat materi-materi yang tidak begitu relevan dengan Kepentingan siswa. Kesannya terlalu organisatoris.

Padahal siswa memerlukan pencerahan informasi dan pengetahuan untuk mengenal Muhammadiyah lebih segar.

Cobalah simak dalam buku Kemuhammadiyahan terbitan Majelis Dikdasmen Pusat. Pada buku untuk kelas lima misalnya, siswa Sekolah Dasar Muhammadiyah harus dibuat sibuk oleh gurunya untuk menanyakan siswa Ketua Dikdasmen Cabang setempat dengan alamatnya. Juga ditanyakan masing-masing alamat kantor Wilayah, Daerah, dan Cabang, termasuk organisasi otonomnya.

Maksud para penulis tentu agar siswa lebih mengenal Muhammadiyah setempat, kepekaan atas lingkungannya. Tetapi, materi tersebut sangat mempersulit dan terlalu teknis. Apalagi kalau sudah soal alamat dan bagian-bagian dari pimpinan Muhammadiyah. Apa sebenarnya yang ingin diraih dari matapelajaran Kemuhammadiyahan, membuat siswa mengenal dengan mudah yang membuahkan ingatan atau kesan mendalam atau mengenal dengan susah yang pada akhirnya tak berbekas?

Sungguh tidak mudah tahu siapa dan di mana alamat Ketua Dikdasmen Cabang, lebih-lebih mereka pada umumnya tidak terkenal di daerahnya. Tidak dapat dibayangkan bagaimana luasnya Cabang di luar Jawa, yang tidak jarang lebih luas ketimbang Kabupaten di pulau Jawa. Para penyusun buku tersebut hanya berpikir Jawa, itu pun dengan asumsi para pimpinan Muhammadiyah khususnya Ketua Dikdasmen setempat itu dianggap orang-orang yang mudah untuk dikenali oleh masyarakat luas. Pendekatan buku semacam itu sangat organisatoris dan internal sekali, bahkan cenderung administratif.

(2)

Coba simak lagi materi lain. NamaAinur Rofiq Mansur dipertanyakan kepada siswa kelas lima tanpa diberi narasi atau uraian sejarah maupun keterangan dari buku maupun guru. Nama tersebut dideretkan dengan nama Amien Rais, Aisyiyah Hilal, Lukman Harun, Baroroh Baried, Jindar Tamimy, dan Farid Ma’ruf. Bayangkan, nama Ainur Rofiq Mansur sungguh sulit ditemukan, kecuali yang benar-benar tahu bahwa dia adalah putra Kyai Mas Mansur. Pimpinan Muhammadiyah saja belum tentu kenal nama tersebut. Bagaimana memaksakan nama itu masuk dalam buku Kemuhammadiyahan, apakah untuk mempersulit siswa?

Bayangkan betapa sulit bagi orangtua yang sama sekali awam dengan Muhammaduyah, unsur pimpinan Muhammadiyah saja belum tentu tahu nama tersebut. Nanti, bisa didaftar nama anak-anak dari tokoh Muhammadiyah, yang tidak begitu dikenal masyarakat. Sungguh, betapa sulit mempelajari Kemuhammadiyahan, jauh lebih susah ketimbang matematika. Mungkin lebih susah mempelajari Kemuhammadiyah ketimbang belajar ajaran Islam, sehingga muncul sinisme: belajar Kemuhammadiyahan lebih sulit daripada beragama Islam!

Model materi Kemuhammadiyahan gaya administratif dan organisatoris semacam itu haruslah ditinjau kembali. Jika tidak, matapelajaran Kemuhammadiyahan hanya akan menjadi momok yang membosankan dan menyulitkan siswa. Kecuali jika memang ingin menyulit-nyulitkan siswa untuk mengesankan bahwa Kemuhammadiyahan merupakan matapelajaran yang hebat, dengan cara yang tidak begitu edukatif.

Kini kita memasuki era kehidupan yang makin memerlukan kecerdasan baru termasuk dalam dunia pendidikan. Pendekatan-pendekatan konservatif gaya lama sudah tidak relevan lagi. Siswa sebegai generasi baru pemilik masa depan yang sarat tantangan tidaklah cukup memadai bahkan akan membunuh potensi mereka manakala dijejali oleh materi-materi pelajaran yang dipersulit-sulit sekadar memenuhi kepentingan-kepentingan materi keorganisasian yang serba administratif.

Ke depan siswa-siswa Muhammadiyah harus makin diajak untuk memahami alam pikiran dan nilai-nilai gerakan Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang bersifat tajdid dengan pendekatan-pendekatan dan materi-materi baru yang ringkas, menarik, dan membawa pesan intelektual dan moral yang mudah dicerna sekaligus membawa pencerahan. Materi yang terlampau padat disertai informasi-informasi keorganisasi yang terlampau teknis-administratif tidak akan membekas dalam memori siswa, selain menimbulkan kesan sulit dan susah. Mungkin

(3)

berupa kisah-kisah dan narasi yang lebih partisipatif akan jauh lebih menarik ketimbang pendekatan-pendekatan dan materi-materi verbal yang rumit semacam itu.

Biarkan tokoh-tokoh Muhammadiyah di berbagai tempat itu muncul karena kiprahnya yang tertoreh di tengah umat atau publik, bukan dengan diperkenalkan secara verbal semacam itu, apalagi untuk orang-orang yang mendudukinya sekadar otoritas jabatan. Lebih-lebih nama dengan jabatan di organisasi itu selalu berganti pada setiap periode. Sungguh materi dan pendekatan yang verbal, organisatoris, dan administratif semacam itu malah dapat memperbodoh siswa didik. Anak-anak aktivis IRM saja belum tentu hapal dan mau mengingat nama-nama pimpinan Muhammadiyah dengan jabatan organisatorisnya yang bersifat teknis semacam itu. Apalagi untuk soal alamat, yang tidak membuat anak cerdas.

Masa-masa ke depan memerlukan cara-cara baru yang lebih cerdas dalam memperkenal Muhammadiyah. Bahkan, cara memperkenalkan Islam pun sudah harus melalui materi, pendekatan, metode-metode, serta teknik-teknik baru yang lebih menarik dan mudah diserap. Tengoklah buku-buku baru bagaimana memperkenalkan teori-teori ilmu pengetahuan yang berat dapat disajikan dalam buku-buku menarik seperti misalnya Antropologi untuk Pemula, dan lain sebagainya. Demikian dengan matapelajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di sekolah-sekolah Muhammadiyah.

Guru-guru Kemuhammadiyahan juga memerlukan pengayaan materi dan kemampuan-kemampuan metodologi yang lebih segar agar dapat menjelaskan Muhammadiyah secara informatif, cerdas, dan menarik. Guru Kemuhammadiyahan tidak sama dengan aktivis yang menerangkan seluk-beluk organisasi seperti dalam training-training. Jika seperti itu, bisa jadi guru Kemuhammadiyahan malah sebagaimana guru PKK di zaman Orde Baru. PKK, suatu mata pelajaran yang sebenarnya sama sekali tak bertautan dengan urusan pencerdasan subjek didik, sehingga patut dipertanyakan untuk apa dipelajari?

Pak A.R Fakhruddin bahkan pernah berpendapat sangat maju. “Mata kuliah Kemuhammadiyahan itu setengah semester saja cuku”, ujar Pak AR Fakhruddin dalam suatu kesempatan membahas soal Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Maksud Ketua PP Muhammadiyah yang cukup lama dan terkenal bersahaja tetapi cerdas itu, jangan sampai memaksa-maksakan materi Kemuhammadiyahan yang melampaui batas kewajaran dan keperluan. Artinya, sajian Kemuhammadiyahan memang memerlukan pembaruan.

(4)

Namun jangan pernah memiliki anggapan bahwa dengan ajakan memperbarui matapelajaran atau matakuliah Kemuhammadiyahan lantas disamakan dengan ingin menghilangkannya dari pendidikan Muhammadiyah. Jangan disamakan pula sebagai usaha de-Muhammadiyahisasi. Sebaliknya, tuntutan pembaruan itu justru diajukan untuk mempersegar materi dan metode matapelajaran atau matakuliah Kemuhammadiyahan agar lebih menarik di hati subjek didik. Harus ada keberanian dan kejujuran seluruh pimpinan dan para fungsionaris di lingkungan institusi pendidikan Muhammadiyah untuk memperbarui materi dan metode Kemuhammadiyahan demi masa depan gerenasi Muhammadiyah sendiri. Jika tidak ada pembaruan, jangan-jangan Kemuhammadiyahan menjadi beban bagi dunia pendidikan di lingkungan Persyarikatan.

Sumber: SM-02-2005

Referensi

Dokumen terkait

Karena tidak berdasarkan iman dan niat ikhlas karena Allah, tetapi hanya semata-mata untuk memperlihatkan kepada umat Islam bahwa mereka adalah orang- orang Islam, maka secara

Selan itu, kata Dr Khoriuddin, para sarjana baru diharapkan dapat bersikap tidak egois karena hal itu akan menghalangi untuk melakukan kegiatannya sebagai dermawan, berhubungan

Oleh karena itu, untuk mengukur tingkat kesiapan, atau bahkan keikhlasan hati para artis dengan tingkat pengalaman spiritual yang berbeda-beda itu jelas tidak bisa dilihat hanya

Bagaimana Muhammadiyah di seluruh tingkatan dan jaringan secara besar-besaran melakukan mobilisasi zakat, yang menghubungkan para muzaki dan mustahiq sebagai

Dengan berubahnya IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), antara "pendidikan agama" dan "pendidikan umum" diharapkan bisa berintegrasi dalam satu atap atau

Dari buku tersebut dapat diketahui bahwa al-Biruni telah mengembangkan gagasan-gagasan para ilmuwan Baghdad yang menggantikan pengetahuan orang-orang Hindu yang masih primitif,

Banyaknya para rasul yang diutus oleh Allah SWT dari kalangan bani Israil.. itu, merupakan salah satu keutamaan mereka sebagai kaum atau

Disamping itu, timbulnya sikap saling curiga mencurigai itu bisa juga disebabkan oleh sesuatu yang sengaja diciptakan oleh pihak- pihak tertentu yang tidak menginginkan