• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT

AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF KEGIATAN

PENAMBANGAN BATU GAMPING

(Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal,

Kabupaten Bogor)

 

 

BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON

                           

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

RINGKASAN

BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON. Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI

Kegiatan penambangan batu gamping merupakan kegiatan tambang terbuka (open pit) dan dilakukan melalui cara peledakan dengan sistem berjenjang (bench). Kegiatan penambangan tentunya berpotensi menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar seperti penurunan kualitas dan kuantitas air, kebisingan, getaran, pencemaran udara, kehilangan keanekaragaman hayati, dan penurunan tingkat kesehatan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji eksternalitas negatif dan kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat melalui pendekatan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Tujuan penelitian ini secara khusus yaitu: (1) mengindentifikiasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat dari aktivitas penambangan batuan gamping; (2) mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi; (3) mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan batuan gamping; dan (4) mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan selama bulan April sampai dengan Juni 2011. Eksternalitas negatif yang dialami masyarakat diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Peluang kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Besarnya nilai WTA masyarakat diketahui dengan menggunakan perhitungan Willingness To Accept. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA masyarakat dianalisis dengan model regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati. Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp 6.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp 447.975.000,00 per bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran untuk berbagai pihak, antara lain : (1) Perusahaan penambangan batuan gamping seharusnya mencari sistem dan teknologi penambangan yang lebih baik dan ramah lingkungan, reklamasi lahan setelah penambangan harus terus dilakukan,

(3)

perbaikan Jalan Putih dan peningkatan kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar kawasan penambangan. (2) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan, menyelesaikan permasalahan eksternalitas negatif, dan pengawasan terhadap program tanggung jawab sosial perusahaan. (3) Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis Willingness to Pay.

                                         

(4)

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT

AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF KEGIATAN

PENAMBANGAN BATU GAMPING

(Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal,

Kabupaten Bogor)

   

   

BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON H44070057         Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

           

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor) Nama : Bahroin Idris Tampubolon

NIM : H44070057

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi NIP. 19650212 199003 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. NIP. 19660717 199203 1 003

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Stud Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

Bahroin Idris Tampubolon H44070057

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ibu (Pipih Pudjiastuti), Bapak (Radjab Tampubolon), Abang Manan, Eri Choirul serta Fia Harfiana atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang.

2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas pelajaran dan pengalaman berharga yang telah diberikan.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr. selaku dosen penguji utama dan Novindra, S.P, M.Si. selaku dosen perwakilan departemen.

4. Dr. Meti Ekayani S,Hut,MSc. selaku pembimbing akademik.

5. Ibu Dian, Ibu Riri, Ibu Wiwik, dan Bapak Erhan dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bogor, Kepala Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal beserta jajarannya, Bapak Cece selaku Ketua RT 05/05 yang telah banyak membantu pengumpulan data dan informasi untuk skripsi.

6. Handai taulan Ario Bismoko, Adhitya “Baso” Permadi, Agung Kurniawan, Suci Nurul H, Andrian I., Fandi W.I, Riony R.P, A.Harahap, Dina Berina, Dina Setriana, Diyah Didi, seluruh sahabat ESL 44 serta keluarga UKM Futsal IPB atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.

   

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Tujuan dari penelitian dalam skripsi ini adalah mengkaji eksternalitas negatif yang timbul dari aktivitas penambangan batuan gamping, mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi di Desa Lulut, mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang timbul dari kegiatan penambangan batuan gamping serta mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada masa yang akan datang. Bogor, Oktober 2011 Penulis        

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 10 1.4. Manfaat Penelitian ... 11 1.5. Ruang Lingkup ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA... . 13

2.1. Penambangan Batu Karst ... 13

2.2. Pengelolaan Kawasan Karst ... 15

2.3. Pencemaran Udara ... 16

2.4. Eksternalitas Negatif ... 17

2.5. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan CVM ... 20

2.6. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 21

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 24

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 24

3.1.1. Analisis WTA ... 24

3.1.2. Model Regresi Logistik... 28

3.1.3. Model Regresi Linier Berganda ... 30

3.2. Kerangka Operasional ... 31

IV. METODE PENELITIAN... 34

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 34

4.3. Metode Pengambilan Sampel... 35

4.4. Metode dan Prosedur Analisis Data ... 35

4.4.1. Analisis Dampak Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping ... 36

4.4.2. Analisis Peluang Kesediaan Menerima WTA ... 36

4.4.3. Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Aktivitas Penambangan Batu Gamping ... 36

4.4.4. Analisis Fungsi WTA ... 39

4.5. Pengujian Parameter Regresi ... 43

V. GAMBARAN UMUM. ... 47

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

(10)

5.1.2. Gambaran Umum Kegiatan Penambangan

di Desa Lulut ... 49

5.2. Karakteristik Responden ... 49

5.2.1. Jenis Kelamin ... 50

5.2.2. Usia ... 50

5.2.3. Lama Pendidikan Formal ... 51

5.2.4. Jenis Pekerjaan ... 52

5.2.5. Tingkat Pendapatan ... 53

5.2.6. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 53

5.2.7. Lama Tinggal ... 54

5.2.8. Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan ... 55

5.2.9. Luas Tanah ... 56

5.2.10. Harga Tanah ... 57

5.2.11. Jenis Penyakit yang Sering Dialami ... 58

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

6.1. Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping ... 59

6.2. Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Eksternalitas Negatif ... 65

6.3. Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden Akibat Eksternalitas Negatif ... 67

6.4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTA Responden ... 70

VII. SIMPULAN DAN SARAN... 79

7.1. Simpulan ... 79

7.2. Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 84

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Rekapan Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient

Semester 1 Tahun 2010 ... 2 2. Data Tahunan Pneumokoniosis /ISPA Tahun 2010

Kabupaten Bogor ... 3 3. Kualitas Air Permukaan Sungai di Kecamatan Citeureup

Tahun 2002 dan Tahun 2008 ... 4 4 . Pengukuran Tinggi Muka Air Sumber Mata Air

Cikukulu Tahun 2008 ... 6 5. Hasil Pengujian Tingkat Kebisingan Desa Sekitar Lokasi

Penambangan Tahun 2008 ... 7 6. Data Analisis Kualitas Udara Ambien pada Pemantauan

Desember 2008 dan Rona Awal Quarry D Tahun 2002 ... 8 7. Jumlah Kunjungan Pasien & Pola Penyakit di Desa Leuwikaret dan Desa Lulut Kecamatan Citeureup Tahun 2009 ... 9 8. Matriks Metode Analisis Data ... 35 9. Indikator Pengukuran Nilai WTA ... 42 10. Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang

Kesediaan Responden ... 67 11. Distribusi WTA Responden di Desa Lulut... 69 12. Total WTA (TWTA) Responden di Desa Lulut ... 70 13. Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Kurva Eksternalitas Negatif ... 19 2. Gambaran Transformasi Logit Dengan Peubah X ... 29 3. Diagram Alur Kerangka Berpikir... 33 4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin di Desa Lulut .... 50 5. Sebaran Responden Menurut Umur di Desa Lulut ... 51 6. Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal

di Desa Lulut ... 52 7 . Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan

di Desa Lulut ... 52 8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan

di Desa Lulut ... 53 9. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga

di Desa Lulut ... 54 10. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal di Desa Lulut ... 55 11. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal

dari Penambangan di Desa Lulut ... 56 12. Sebaran Responden Menurut Luas Tanah di Desa Lulut ... 57 13. Sebaran Responden Menurut Harga Tanah di Desa Lulut ... 58 14. Sebaran Responden Menurut Jenis Penyakit yang Sering

Dialami di Desa Lulut ... 58 15. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden Akibat

Aktivitas Penambangan Batuan Gamping di Desa Lulut ... 61 16. Dampak Kebisingan dan Getaran yang Dirasakan Responden

di Desa Lulut ... 62 17. Dampak Perubahan Kualitas Udara yang Dirasakan

Responden di Desa Lulut ... 63 18. Dampak Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air

yang Dirasakan Responden di Desa Lulut ... 65 19. Persentase Kesediaan Menerima Dana Kompensasi

Responden di Desa Lulut ... 65 20. Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi

Responden di Desa Lulut ... 66 21. Sebaran Bentuk Kompensasi Selain Dana ... 66

(13)

22. Dugaan Bid Curve WTA Responden di Desa Lulut ... 69 23. Scatterplot pada WTA Responden di Desa Lulut ... 72

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner ... 85

2. Hasil Model Regresi Logistik Dichotomus Choice ... 90

3. Hasil Model Regresi Linier Berganda ... 92

4. Peta Lokasi ... 95 5. Dokumentasi ... 96                                      

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) maupun yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable). Sumberdaya alam yang mempunyai nilai potensi tinggi salah satunya adalah kawasan karst. Kawasan karst mempunyai berbagai keragaman sumberdaya baik hayati maupun non hayati yang bernilai strategis bagi manusia, flora, dan fauna. Potensi mineral, sumber air yang melimpah, potensi wisata dan ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan manusia.

Salah satu bentuk pemanfaatan kawasan karst adalah untuk kegiatan penambangan batuan karbonat (gamping). Batuan gamping merupakan salah satu sumber mineral terbesar yang terdapat di kawasan karst. Batuan ini sering dimanfaatkan untuk ornamen/hiasan, bahan baku industri-industri seperti untuk bahan pemutih, penjernih air, bahan pestisida, serta campuran pembuatan semen.

Proses pembuatan semen umumnya menggunakan teknik penambangan terbuka dalam bentuk kuari tipe sisi bukit (side hill type quarry). Penambangan skala besar menggunakan sistem peledakan beruntun, peralatan berat antara lain escavator dan ripper (penggaru), sedangkan untuk penambangan skala kecil dilakukan dengan alat sederhana dengan cangkul, ganco, dan sekop (Minerhe, 2009). Kegiatan penambangan tersebut tentunya akan menimbulkan eksternalitas baik eksternalitas positif maupun negatif.

(16)

Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan sangatlah beragam diantaranya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), dan sumber devisa negara. Namun, eksternalitas negatif juga muncul sebagai hasil sampingan dari kegiatan penambangan tersebut yang umumnya merugikan masyarakat sekitar lokasi penambangan, seperti kualitas udara yang terkontaminasi, kesulitan air, dan kebisingan. Pada Tabel 1 ditampilkan data tentang kualitas udara pada Kecamatan Citeureup yang memiliki kawasan penambangan batu gamping.

Tabel 1 Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient Semester 1 Tahun 2010

Parameter Hasil Uji Laboratorium

Baku Mutu PPRI No.4 Tahun 1999 MENLH No.02 Tahun 1988 Unit Kec. Citeureup

U1 U2 Suhu Udara oC 37 37 - - Kelembaban Udara % 37,50 28,60 - - Partikel Debu µg/NM3 328,90 240 230 260 SO2 µg/NM3 3 3 900 260 CO2 Ppm 824,50 824 - - NO2 µg/NM3 34,5 14,23 400 92,5 H2S µg/NM3 2,2 2,2 - 42 NH3 µg/NM3 20 1745,30 - 1360 O3 µg/NM3 19,6 38,82 235 - SK.GUB.JABAR No.660/31/SK/694-BPKMD/82 KEP-MENLH No. 48/1996 Kebisingan dBA 68 64,15 60 70

Sumber : BLH Kabupaten Bogor dalam Bogor Plus (2011) Keterangan : U1 : Kawasan CCIE - Citeureup

U2 : Jl.Raya Citeureup

Hasil uji laboratorium yang ditampilkan pada Tabel 1 di atas menunjukkan terdapat beberapa parameter yang melebihi batas baku yang telah ditetapkan.

(17)

Parameter kimia dalam hal ini Amonia (NH3) terutama di Jl. Raya Citeureup telah

melampaui batas baku yang ditetapkan yaitu dengan angka 1745,30 µg/NM3.

Amonia adalah senyawa kimia yang berbau tajam dan berpotensi merusak kesehatan jika kadarnya berlebihan. Parameter fisika yang diwakili oleh partikel debu di kawasan CCIE – Citeureup telah melebihi batas normal dengan jumlah 328,90 µg/NM3 sedangkan batas baku yang ditetapkan dalam PP.RI NO 41 Tahun 1999 adalah 230 µg/NM3 (Bogor Plus, 2011).

Secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan, dan manusia. Kualitas udara yang tercemar akan berpengaruh pada kesehatan manusia misalnya melalui partikel debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan atau pneumokoniosis yang umumnya dialami masyarakat di sekitar kawasan penambangan (Bogor Plus, 2011). Hal tersebut sesuai dengan catatan kesehatan pengidap ISPA di Kabupaten Bogor yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Data Tahunan Pneumokoniosis /ISPA Tahun 2010 Kabupaten Bogor No. UPTD Kecamatan Dewasa (Orang) Bayi (Orang)

1. Citeureup 1160 4537

2. Bojong Gede 1093 5673

3. Caringin 691 2853

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam Bogor Plus (2011)

Kegiatan penambangan tentunya akan berpengaruh pada kualitas air disekitar kawasan. Tabel 3 menampilkan tentang pengukuran kualitas air untuk beberapa sungai di sekitar kawasan penambangan.

(18)

Tabel 3 Kualitas Air Permukaan Sungai di Sekitar Kawasan Penambangan Tahun 2002 dan 2008

No. PARAMETER UNIT BAKU

MUTU*)

Tahun 2002 Tahun 2008 AP-1 AP-2 AP-1 AP-2

1. Besi (Fe) Mg/L 5,0 0,05 0,03 0,06 0,06 2. Flourida (F) Mg/L 1,5 0,04 0,17 0,33 0,33 3. Khlorida (Cl) Mg/L 600 1,9 2,9 3,9 4,9 5. pH (Insitu) - 6-9 6,6 6,3 7,65 7,50 6. Sulfat (SO4) Mg/L 400 12,3 27,5 78,5 55,1 7. Tembaga (Cu) Mg/L 1 0,002 0,02 0,02 0,02 8. Timbal (Pb) Mg/L 0,1 0,03 0,03 0,01 0,01 9. BOD5 Mg/L - 1,7 1,2 14 10 10. COD Mg/L - 8,1 6,4 40 55 11. Koliform Tinja Jml/100ml 2000 21 9 1500 2400

Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)

*) Baku Mutu Lingkungan : Kep. Gub. Jabar No. 38/1991, Golongan B,C,D AP – 1 : Sungai Cijere

AP - 2 : Sungai Cibadak

Pada beberapa parameter seperti pH, flourida, khlorida, sulfat, dan COD menunjukkan adanya peningkatan. Dapat diindikasikan terkontaminasi walau masih dalam tingkat yang diperbolehkan, namun dapat diramalkan kualitas air pada tahun selanjutnya akan semakin meningkat kadar pencemarannya. Koliform tinja pada Sungai Cibadak telah melebihi batas baku mutu yang ditetapkan dan berakibat kualitas air mengalami perubahan.

Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat membutuhkan penanganan yang serius. Selama ini masih sedikit perusahaan yang peduli dengan penanganan hal tersebut. Pada umunya bentuk kegiatan dari perusahaan yang dapat mencerminkan penanganan atas kerugian masyarakat dilakukan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), seperti pengobatan gratis, pemberdayaan

(19)

secara formalitas saja. Tanggung jawab sosial ini diharapkan tidak hanya terkesan tebar pesona atau berbuat baik agar terlihat baik tetapi esensi dari kegiatan tersebut harus tercapai.

Perlu adanya kajian tentang eksternalitas negatif dari kegiatan penambangan batu gamping terhadap masyarakat. Kajian tersebut terkait tentang eksternalitas yang muncul dari keberadaan penambangan, kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat terhadap pencemaran dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dana kompensasi yang bersedia diterima.

1.2 Perumusan masalah

Aktivitas penambangan batu gamping pada kawasan karst di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor telah berlangsung sejak tahun 1975. Daerah penambangan batu gamping tersebut terletak di Gunung Guha, Gunung Cibuluh, Gunung Kutapaeran, dan Gunung Halimun yang secara administratif berada di Desa Lulut dan Desa Leuwikaret. Kegiatan penambangan secara umum meliputi penambangan batu kapur, pasir silika, dan tanah liat yang merupakan tambang terbuka (open pit) dan dilakukan melalui cara peledakan dengan sistem berjenjang (bench). Hasil peledakan berupa bongkahan-bongkahan dihancurkan di tempat pemecahan (crusher) menjadi ukuran yang relatif lebih kecil untuk selanjutnya diangkut ke tempat penyimpanan (storage) dengan menggunakan Belt Conveyor.

Kegiatan penambangan tersebut tentunya menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan penambangan merasakan berbagai perubahan dan gangguan akibat keberadaan tambang antara lain kelangkaan air, kebisingan, getaran dan pencemaran udara.

(20)

Kawasan karst pada dasarnya memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap dan penyedia air namun fungsi tersebut menjadi hilang setelah diekstraksi untuk bahan baku semen. Dampak penambangan terhadap kuantitas air dapat dilihat melalui debit mata air di sekitar daerah penambangan. Pengamatan yang telah dilakukan telah disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Pengukuran Tinggi Muka Air Sumber Mata Air Cikukulu Tahun 2008 No. Bulan Pengukuran Tahun 2006 (cm) Pengukuran Tahun 2007 (cm) Pengukuran Tahun 2008 (cm) 1. Juli 6,0 11,0 6 2. Agustus 7,5 10,0 7,5 3. September 6,5 15,0 8,5 4. Oktober 8,0 22,0 14,0 5. November 15,0 17,0 18,0 6. Desember 22,5 23,0 15,0 Jumlah 65,5 98 69 Rata-rata 10,9 16,3 11,5

Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)

Terlihat bahwa rata-rata debit Mata Air Cikukulu berfluktuasi dari tahun ke tahun, dengan rata-rata tinggi muka air masing-masing tahun adalah 10,9; 16,3; dan 11,5 cm. Pada Oktober sampai Desember pada setiap tahun terjadi musim hujan sehingga debit air menjadi tinggi, namun sebaliknya pada saat Juli sampai September adanya musim kemarau menyebabkan adanya penurunan debit. Hilangnya daerah penyerapan air hujan (water catchment area) akibat konversi kawasan karst menjadi aktivitas penambangan diduga menjadi faktor penyebab fluktuasi ketersediaan air disamping terjadinya perubahan musim pada setiap tahun.

(21)

Eksternalitas lain yang ditimbulkan dari keberadaan agenda penambangan adalah kebisingan. Kebisingan yang dirasakan oleh masyarakat bersumber dari pengoperasian alat berat, proses peledakan, belt conveyor, dan stone crusher yang ada di setiap blok penambangan. Suara yang dihasilkan tersebut dapat meningkatkan tingkat stress seseorang, kerusakan pendengaran, terganggunya aktivitas kehidupan dan lain-lain. Batas nilai baku mutu yang digunakan untuk kebisingan adalah KEP.48/MENLH/11/1996. Keputusan tersebut mengatur baku mutu salah satunya untuk perumahan dan permukiman yaitu sebesar 55 dB. Hasil penelitian terhadap tingkat kebisingan pada desa sekitar penambangan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil Pengujian Tingkat Kebisingan Desa Sekitar Lokasi Penambangan Tahun 2008

No. Lokasi Hasil (dB(A))

1. Desa Lulut RT. 02/RW. 08 ( Blok Quarry D) 64,5 2. Desa Leuwi Karet RT. 03/RW. 07 ( Blok Quarry D) 57,4 3. Desa Hambalang, Kp. Tapos RT. 25/RW. 08 56,2

Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)

Tingkat kebisingan pada ketiga desa tersebut telah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Faktor jarak antara pemukiman dengan Belt Conveyor yang hanya sekitar 50 meter menjadi salah satu penyumbang tingkat kebisingan tersebut selain dari tingkat aktivitas kendaraan darat dan tingkat kerapatan vegetasinya cukup rendah, sehingga kemampuan mereduksi tingkat kebisingan masih minim.

Getaran yang dihasilkan dari kegiatan peledakan masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 10 dB (Laporan Pelaksanaan PT.ITP, 2008). Terjadi 505 kali peledakan dalam 6 bulan terakhir pada blok Quarry D yang biasanya dilakukan pada pukul 11.45 sampai dengan 12.15. Desa Lulut

(22)

adalah desa yang hanya berjarak ± 500 meter dari lokasi peledakan Quarry D, sehingga jelas masyarakat merasa terganggu dengan getaran yang timbul disaat waktu mereka sedang beraktivitas.

Terdapat hubungan yang erat antara penambangan dengan kualitas udara. Hampir disetiap kegiatan penambangan batu gamping, selalu terjadi pencemaran udara. Sumber dampak tersebut adalah berasal dari kegiatan pengangkutan hasil tambang dari lokasi tambang ke unit pemecahan, emisi gas buang alat-alat berat dan kendaraan, partikulat hasil pembakaran seperti NOx, HC, SOx, CO, debu dan

Pb. Berdasarkan hasil pengukuran pada kualitas udara di sekitar daerah penambangan terlihat bahwa parameter kualitas udara masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah pada PP No : 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara namun, terjadi trend peningkatan terhadap pencemaran udara. Parameter seperti CO, NO2, dan SO2 terlihat meningkat

dibandingkan saat kondisi rona awal pada tahun 2002 seperti yang ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Data Analisis Kualitas Udara Ambien pada Pemantauan Desember 2008 dan Rona Awal Quarry D Tahun 2002

No. Parameter Baku

Mutu *) Unit

Hasil Pengukuran Rona Awal U1 U2 1. SO2 900 µg/Nm3 16,31 17,36 2,26 2. CO 30.000 µg/Nm3 2.291 2.406 1.029 3. NO2 400 µg/Nm3 18,78 19,17 6,19 4. O3 235 µg/Nm3 22,98 20,77 - 5. HC 160 µg/Nm3  112 112 - 6. Debu (TSP) 230 µg/Nm3  83 102 481 7. Pb 2 µg/Nm3  0,03 0,03 -

Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk (2009) Keterangan : *) : Baku Mutu Lingkungan PP No. 14/1999

(23)

Peningkatan kadar pencemaran di udara setiap tahunnya berpotensi menimbulkan kerugian kepada masyarakat walaupun masih dibawah baku mutu yang ditetapkan. Dapat diprediksi lima sampai sepuluh tahun kedepan bagaimana kondisi kualitas udara di desa yang berdampingan dengan tambang andai pihak penambang tidak melakukan tindakan produksi yang lebih ramah lingkungan. Polutan-polutan di udara tersebut dapat memicu penurunan tingkat kesehatan dikalangan masyarakat misalnya dengan penyakit ISPA, paru-paru, dan TBC. Berdasarkan Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009) data kesehatan masyarakat sekitar kawasan penambangan batuan gamping di Kecamatan Citeureup dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah Kunjungan Pasien & Pola Penyakit di Desa Leuwikaret dan Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Tahun 2009

No Jenis Penyakit Desa Leuwikaret (Orang) Desa Lulut (Orang) 1 ISPA 207 395 2 Kulit 107 199 3 Lambung 102 183

4 Otot dan Tulang 73 154

5 TBC 14 16

6 Penyakit sistem pembuluh darah 30 100

7 Diare 16 99

8 Gigi dan mulut 25 61

9 Influenza dan Pneumonia 34 44

Total 608 1251

Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2010)

Terlihat pada Tabel 7 bahwa jumlah kunjungan pasien pada dua desa yang berdekatan dengan kawasan penambangan didominasi oleh penyakit ISPA lalu diikuti oleh penyakit kulit dan lambung. Infeksi Saluran Pernapasan Akut ini

(24)

disinyalir akibat dari partikel-partikel debu yang merupakan dampak sampingan aktivitas penambangan.

Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat?

2. Bagaimana peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat?

3. Berapa besar nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat (WTA) akibat pencemaran yang disebabkan dari kegiatan penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat?

4. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar kawasan penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini :

1. Mendeskripsikan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.

(25)

2. Mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.

3. Mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh masyarakat (WTA) akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.

4. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Instansi/Perusahaan sebagai pertimbangan untuk penentuan besarnya dana kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat akibat kegiatan penambangan yang dilakukan.

2. Masyarakat sebagai informasi untuk lebih mengenal keberadaan lingkungan sehingga partisipasi dalam menjaga keberlangsungan lingkungan dapat terus ditingkatkan.

3. Pemerintah sebagai gagasan yang dapat mendukung program-program pemerintah dalam menciptakan lingkungan hidup yang lestari dan ramah lingkungan terutama mengenai masalah pencemaran kawasan penambangan. 4. Akademisi dan peneliti lain sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.

(26)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Aktivitas penambangan batu gamping menimbulkan eksternalitas positif dan negatif bagi masyarakat sekitar. Pada penelitian ini hanya mengkaji eksternalitas negatif dari keberadaan penambangan tersebut secara deskriptif, kesediaan menerima dan besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor. Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari kegiatan seperti peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), peningkatan sumber daya manusia sekitar, berkembangnya perekonomian masyarakat, dan pengurangan tingkat pengangguran tidak diteliti karena dampak sampingan tersebut lebih bersifat menguntungkan terhadap masyarakat sehingga tidak diperlukan adanya dana kompensasi kepada masyarakat. Bentuk kegiatan tanggungjawab sosial atau program-program penanggulangan eksternalitas negatif oleh perusahaan tidak dibahas dalam penelitian ini.

                 

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penambangan Kawasan Karst

Karst adalah istilah bagi sebuah bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan karbonat (batu gamping dan dolomit), dimana bentang alam tersebut dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan yang derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan batuan lainnya (Samodra, 2001). Karst tersusun dan terbentuk dari endapan batuan karbonat dengan mineral utama kalsit (CaCO3), aragonit (CaCO3), dan dolomit (CaMg(CO3))2 tetapi dapat juga terjadi

pada batuan lain yang terbentuk dari mineral-mineral mudah larut oleh airnya seperti gipsum (CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4), halit (NaCl), batuan sedimen

klastik dengan semen yang mudah larut, maupun batuan lain dimana proses pelarutan mineral bisa dan mudah terjadi (Notosiswoyo, 2006).

Kawasan karst memiliki sumberdaya yang berpotensi untuk dikembangkan antara lain sumberdaya air, tambang, hayati, wisata, arkeologi, dan lainnya. Potensi tambang dikawasan karst ialah penambangan bahan galian golongan C (batu gamping) dan bahan mineral (emas,perak,tembaga,seng). Batu gamping merupakan batuan sedimen karbonat dengan penampakan luar berwarna putih, putih kekuningan, abu-abu, hingga hitam. Batu gamping memiliki manfaat cukup beragam, antara lain : 1) pertanian, 2) lingkungan (penjernihan air dan obat pembasmi hama), 3) konstruksi (fondasi bangunan rumah, jalan, jembatan, dan pembuatan semen trass atau semen merah dan marmer), 4) industri (keramik, kaca, bahan kimia, dan bahan pemutih) (Samodra, 2001).

Kegiatan penambangan adalah kegiatan yang pasti merubah lingkungan yang ada menjadi lingkungan baru yang berbeda, dan perubahan tersebut sulit

(28)

atau bahkan tidak dapat dikembalikan seperti semula. Penambangan dapat menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam suatu kawasan. Skala potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor kegiatan penambangan dan faktor keadaan lingkungan. Faktor kegiatan penambangan antara lain berkaitan dengan letak cebakan mineral, faktor teknik penambangan, pengolahan, dan sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan adalah faktor kepekaan lingkungan, faktor geografis, morfologis, flora fauna, hidrologis, dan lain-lain (KLH, 2000). Dampak-dampak yang timbul dari kegiatan penambangan digolongkan menurut UNEP (1999) diacu dalam BAPEDAL (2001) adalah sebagai berikut :

1. Kerusakan habitat dan keanekaragaman hayati pada lokasi penambangan. 2. Perubahan lanskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan.

3. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah tambang dan tailing, peralatan yang tidak digunakan, limbah padat, limbah rumah tangga dan bahan kimia.

4. Kecelakaan/terjadinya longsoran fasilitas tailing.

5. Peningkatan emisi udara, debu, perubahan iklim dan konsumsi energi.

6. Pelumpuran dan perubahan aliran sungai serta perubahan air tanah dan kontaminasi.

7. Kebisingan, radiasi dan toksisitas logam berat. 8. Perusakan peninggalan budaya dan situs arkeologi.

9. Terganggunya/menurunnya kesehatan masyarakat dan permukiman di sekitar tambang.

Pada kegiatan penambangan batu gamping, partikel-partikel yang dihasilkan dan berpotensi sebagai sumber pencemaran udara adalah SiO2, Al2O3,

(29)

khususnya batu gamping merupakan salah satu sektor yang menjanjikan. Namun, kegiatan ini tentu akan menimbulkan eksternalitas negatif tidak hanya bagi kondisi kawasan itu sendiri tetapi juga terhadap masyarakat sekitar.

2.2 Pengelolaan Kawasan Karst

Kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan karst memiliki pembagian kelas karst sesuai dengan peruntukannya. Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.1456 (2000) tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst dibagi menjadi tiga kelas, yaitu :

1. Kawasan Karst Kelas I merupakan kawasan yang memiliki salah satu, atau lebih kriteria berikut ini : a) berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk akuifer, sungai bawah tanah, telaga atau danau bawah tanah yang keberadaannya mencakup fungsi umum hidrologi; b) mempunyai gua-gua dan sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya membentuk jaringan baik mendatar maupun tegak yang sistemnya mencukupi fungsi hidrologi dan ilmu pengetahuan; c) gua-guanya mempunyai speleotem aktif atau peninggalan-peninggalan sejarah sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata dan budaya; d) mempunyai kandungan flora dan fauna khas yang memenuhi arti dan fungsi sosial, ekonomi, budaya, serta pengembangan ilmu pengetahuan alam.

2. Kawasan Karst Kelas II merupakan kawasan yang memiliki salah satu atau semua kriteria berikut ini : a) berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah, berupa daerah tangkapan air hujan yang mempengaruhi naik-turunnya muka air bawah tanah di kawasan karst, sehingga masih mendukung fungsi umum hidrologi; mempunyai jaringan lorong-lorong bawah tanah hasil bentukan

(30)

sungai dan gua yang sudah kering, mempunyai speleotem yang sudah tidak aktif atau rusak serta sebagai tempat tetap fauna yang semuanya memberi nilai dan manfaat ekonomi.

3. Kawasan Karst Kelas III merupakan kawasan yang tidak memiliki kriteria sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2).

Kawasan Karst Kelas I merupakan kawasan yang perlu dikonservasi dan tidak boleh ada kegiatan usaha penambangan, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan penelitian yang tidak merubah atau merusak bentuk-bentuk morfologi dan fungsi kawasan. Pada Kawasan Karst Kelas II, dapat dilakukan kegiatan usaha penambangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan mendapat rekomendasi teknis dari Menteri yang membidangi kegiatan penambangan, setelah dilengkapi dengan studi lingkungan (Andal, UKL, dan UPL). Kegiatan usaha penambangan dapat dilakukan pada Kawasan Karst Kelas III sesuai dengan perundangan yang berlaku, tanpa rekomendasi dari Menteri yang membidangi kegiatan penambangan.

2.3 Pencemaran udara

Pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara atau atmosfer, baik secara alami (debu vulkanik, debu meteroit, pancaran garam dari laut) maupun akibat dari aktivitas manusia (gas beracun, partikel, panas dan radiasi nuklir, sebagai hasil sampingan pemupukan tanaman, pembasmi hama, pengecatan, pembakaran tumah tangga, transportasi dan bermacam-macam kegiatan industri) yang melayang dalam udara dan bergerak sesuai dengan gerakan dan tingkah laku udara dalam jumlah yang melebihi ambang batas yang

(31)

masih diperkenankan untuk kesehatan mahkluk hidup maupun estetika (Sarwono, 1999).

Secara umum zat pencemar udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan, dan manusia. Zat/Partikel pencemar tersebut sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang telah tercemar, dapat menimbulkan berbagai penyakit saluran pernapasan atau pneumokoniosis.

Pneumokoniosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit pernapasan ini banyak jenisnya, tergantung kepada jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke paru-paru. Beberapa jenis pneumokoniosis yang sering terjadi pada daerah industri yaitu Silikosis, Asbestosis, Bisinosis, Antrakosis, dan Beriliosis (Wardhana, 1995).

2.4 Eksternalitas

Menurut Mangkoesoebroto (1997), eksternalitas adalah sebagai suatu keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar dimana kegiatan tersebut menimbulkan manfaat dan/atau biaya bagi pihak diluar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas dibagi menjadi dua berdasarkan dampaknya yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan terhadap pihak lain dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan. Eksternalitas negatif ialah dampak yang bersifat merugikan bagi orang lain dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut.

(32)

Kemungkinan eksternalitas yang terjadi dalam kegiatan ekonomi, yaitu : 1. konsumen-konsumen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan

eksternalitas bagi konsumen lain.

2. konsumen-produsen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas baik positif atau negatif terhadap produsen.

3. produsen-konsumen, contohnya adalah pabrik yang menyebabkan polusi sungai sehingga menggangu penduduk yang menggunakan air sungai tersebut. 4. produsen-produsen, contohnya sebuah pabrik yang menimbulkan polusi air

yang mengakibatkan kenaikan biaya produksi perusahaan lain yang menggunakan air tersebut sebagai salah satu faktor produksinya.

Secara umum, adanya eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang merugikan maupun yang menguntungkan dimasukkan dalam perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Hal efisiensi akan tercapai apabila :

MSC = MSB

MSC = PMC + MEC MSB = MPB + MEB Dimana :

MSC = Marginal Social Costs MSB = Marginal Social Benefits PMC = Marginal Private Cost MEC = Marginal External Cost MPB = Marginal Private Benefits MEB = Marginal External Benefits

(33)

Pada kasus eksternalitas negatif, produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga ada kecenderungan produsen berproduksi pada tingkat yang terlalu besar karena perhitungan biayanya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dalam eksternalitas negatif MSC = PMC + MEC > MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisiensi produksi optimum dapat dicapai ditinjau dari seluruh masyarakat.

Sumber: Mangkoesoebroto (1993)

Gambar 1. Kurva Eksternalitas Negatif

Pada kurva diatas menunjukan kurva permintaan menunjukan manfaat masyarakat (MSB) atas sebuah produk. Tingkat output yang optimum terjadi saat tingkat produksi sebesar Q1. Produsen cenderung menetapkan tingkat produksi

sebesar Q2, yaitu di mana kurva permintaan (MSB) memotong kurva PMC,

H1 H MSC = PMC +MEC PMC MEC MSB Jumlah Produksi e d Q1 Q2 0 Rp

(34)

sehingga tampak bahwa jumlah produksi yang diproduksi terlalu banyak dibandingkan tingkat produksi yang optimum.

2.5 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM)

Barang dan jasa lingkungan tergolong kedalam barang non market value. Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai dari suatu barang dan jasa lingkungan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai dari barang dan jasa lingkungan adalah dengan Contingent Valuation Method (CVM).

Metode yang dibangun oleh Davis pada tahun 1963 ini merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang lingkungan. Metode CVM menggunakan pendekatan secara langsung dengan menanyakan kepada masyarakat atas kesediaan untuk membayar (WTP) akibat manfaat tambahan yang diperoleh dari perubahan lingkungan dan atau seberapa besar kesediaan masyarakat untuk menerima (WTA) kompensasi akibat penurunan kualitas barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993).

Contingent Valuation Method memiliki tujuan untuk menghitung nilai atau penawaran yang mendekati, jika pasar dari barang-barang lingkungan tersebut benar-benar ada. Asumsi dasar yang belaku di CVM adalah bahwa individu-individu memahami benar pilihan masing-masing dan cukup mengenal kondisi lingkungan yang dinilai. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuisioner dan responden) harus mendekati kondisi pasar sebenarnya. Responden harus mengenal secara baik barang yang ditanyakan dan alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung.

(35)

Tahapan-tahapan untuk mengetahui nilai WTA (Hanley dan Spash, 1993), adalah :

1. Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up the Hypothectical Market) 2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTA/WTP (Obtaining Bids)

3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP dan/atau Nilai Tengah WTA (Calculating Average WTP and/or Mean WTA)

4. Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve) 5. Menjumlahkan Data (Agregating Data)

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise) 2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian mengenai Kesediaan Menerima Dana Kompensasi atau Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Aktivitas Penambangan Batuan Gamping masih sulit ditemukan. Salah satu peneliti yang mengkaji tentang kesediaan menerima dana kompensasi yaitu Adhitya Ramadhan dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Ramadhan (2009) melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kesediaan Menerima Dana Kompensasi Di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung Kota Depok Jawa Barat”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengkaji persepsi masyarakat tentang keberadaan TPAS Cipayung dan mengkuantifikasi besarnya nilai dana kompensasi (WTA) yang bersedia diterima dengan turut serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. Hasil yang ditunjukkan oleh penelitian tersebut bahwa masyarakat sekitar TPAS menilai terjadi penurunan kualitas lingkungan dibandingkan sebelum berdirinya TPAS yang ditunjukkan dengan kondisi pemukiman, kondisi air, kondisi udara

(36)

dan kondisi sampah yang buruk. Sebagian besar masyarakat bersedia menerima dana kompensasi dengan nilai rata-rata WTA sebesar Rp.54.300,00/bulan/KK yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan paling signifikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Triani (2009) tentang WTA masyarakat terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Cidanau dengan pendekatan CVM. Pada studi ini diberlakukan kompensasi kepada masyarakat oleh perusahaan sejak tahun 2005. Mekanisme pembayaran dilakukan dengan melibatkan Forum Komunikasi DAS Cidanau, desa-desa terkait dan perusahaan yang memanfaatkan jasa lingkungan. Responden menilai kualitas lingkungan semakin baik setelah adanya upaya konservasi, namun penetapan nilai pembayaran dinilai buruk oleh sebagian besar responden. Mayoritas responden bersedia menerima nilai pembayaran sesuai dengan skenario yang ditawarkan, dan nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp 5.056,98 /pohon/tahun. Nilai tersebut dipengaruhi oleh faktor pendapatan dan kepuasan terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan selama ini yang paling dominan.

Anwar (2008) melakukan penelitian dengan judul Nilai Ekonomi Akibat Kerusakan Jalan Berdasarkan Pendekatan Willingness to Pay dan Willingness to Accept di Jalan Lintas Timur Sumatera. Lokasi penelitian tersebut mencakup enam provinsi yaitu Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Sumatera Utara dan NAD dengan pendekatan utama yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Metode yang digunakan adalah CVM untuk mengukur seberapa besar keinginan membayar dan keinginan dibayar dari masyarakat. WTA dan WTP masyarakat sekitar wilayah Jalintim Sumatera berkisar antara Rp 2.222,67 – Rp 2.735,93 per hari per responden. Terdapat lima faktor yang menyebabkan

(37)

besarnya nilai keinginan membayar dan dibayar akibat perubahan lingkungan yaitu berupa keterlambatan, kondisi sakit, kecelakaan, kebisingan, dan kejengkelan. Total nilai ekonomi dari kerusakan jalan berdasarkan penilaian masyarakat wilayah Jalintim Sumatera untuk suatu kondisi akibat dari perubahan berkisar antara Rp 1,488 Triliun sampai Rp 3,863 Triliun dengan rataan total nilai ekonomi sebesar Rp 1,879 Triliun

Penelitian yang mengkaji tentang kesediaan menerima dana kompensasi kepada masyarakat akibat dampak suatu kegiatan relatif banyak dilakukan. Terdapat beberapa kesamaan di penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terutama metode untuk penentuan dana kompensasi yaitu Contigent Valuation Metode (CVM) namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian lain adalah dari segi lokasi, tujuan, dan jenis kegiatan yang melatarbelakangi terjadinya eksternalitas negatif. Jenis kegiatan yang diteliti dalam penelitian ini adalah penambangan batu gamping yang telah beroperasi sejak tahun 1975 dengan kawasan penambangan yang luas. Lokasi pada penelitian ini adalah Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor yang berdampingan langsung dengan kegiatan penambangan batu gamping sehingga eksternalitas negatif sangat dirasakan.  

             

(38)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Willingness to Accept

Willingness to Accept merupakan salah satu bagian dari metode CVM dan akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan mengarahkan penelitian untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan yaitu WTA dari masyarakat yang terkena eksternalitas negatif akibat penambangan. Tahapan tersebut membuat pelaksanaan menjadi lebih sistematis sehingga diharapkan hasil yang didapat sesuai dengan tujuan utama penelitian dan juga untuk menghindari bias yang terjadi dalam penelitian.

A. Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept (WTA) Masyarakat Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai Willingness to Accept (WTA) dari setiap responden adalah :

a. Responden merupakan anggota masyarakat yang terletak di lokasi penelitian dan bersedia menerima dana kompensasi.

b. Nilai WTA yang diberikan konsumen merupakan nilai minimum yang bersedia diterima responden jika kompensasi yang diberikan benar-benar dilaksanakan.

c. Perusahaan penambangan batuan gamping bersedia memberikan kompensasi atas penurunan kualitas lingkungan.

d. Responden dipilih secara acak dari populasi yang terkena dampak penurunan kualitas lingkungan dan merupakan kepala keluarga dari masing-masing rumah tangga.

(39)

B. Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept (Elicitation Method)

Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTA/WTP responden (Hanley dan Spash,1993) adalah :

1. Bidding Game (Metode tawar-menawar)

Metode yang digunakan dengan mempertanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati.

2. Open-ended Question (Metode pertanyaan terbuka)

Menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya selain itu seringkali ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner.

3. Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup)

Metode pertanyaan tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question hanya saja bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai WTA/WTP yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.

(40)

4. Payment Card (Metode kartu pembayaran)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima, sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan preferensinya. Metode ini dikembangkan untuk membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Mengembangkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Keunggulan metode ini adalah memberikan stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. Penggunaan metode ini dibutuhkan pengetahuan statistik yang baik.

Selain metode tersebut, terdapat pula metode bertanya Contingent Rangking. Metode ini tidak menanyakan langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan atau diterima, tetapi responden diberi pilihan rangking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dengan nilai moneter yang berbeda. Responden diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai sampai kepada yang tidak disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal sehingga diperlukan pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel yang besar.

(41)

C. Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat

Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and Spash,1993) , yaitu :

1. Membangun Pasar Hipotetis

Pasar hipotetik adalah membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya menerima dana kompensasi dari dipergunakannya jasa lingkungan oleh pihak lain dimana terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetik harus terdapat penjelasan secara mendetail, nyata, dan informatif mengenai barang/jasa lingkungan yang akan dinilai.

2. Memperoleh Nilai Penawaran

Tahapan yang dilakukan setelah membuat instrumen survei adalah administrasi survei. Tahapan ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan tatap muka, surat atau perantara telepon mengenai besarnya minimum WTA yang bersedia diterima. Wawancara dengan teknik-teknik tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya bias yang dilakukan oleh petugas pada saat melakukannya.

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)

Nilai WTA telah terkumpul, lalu tahap yang selanjutnya dilakukan adalah perhitungan nilai tengah dan rata-rata dari WTA. Nilai tengah dilakukan apabila terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika perhitungan nilai penawaran menggunakan rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih

(42)

tinggi dari yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata.

4. Menduga Kurva Penawaran

Kurva penawaran dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai WTA sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sebagai variabel independen. Kurva penawaran berfungsi untuk memperkirakan perubahan nilai WTA karena perubahan sejumlah variabel independen dan untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu lingkungan.

5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan.

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Evaluasi penggunaaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA dengan nilai R-squares (R2) dari model regresi berganda WTA.

3.1.2 Model Regresi Logistik

Menurut Hosmer dan Lemeshow dalam Merryna (2007) analisis regresi logistik merupakan analisis yang mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah penjelas terhadap peubah respon dengan persamaan matematis tertentu. Analisis logistik digunakan untuk menduga besarnya peluang kejadian dari kategorik peubah respon maupun penjelas. Peubah penjelas pada analisis regresi ini dapat berupa peubah kategorik maupun numerik.

(43)

Data yang dapat dianalisis dengan regresi logistik adalah data yang relatif umum dan terdiri atas dichotomus classification. Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak suka. Analisis pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi logit. Persamaan dari transformasi logit tersebut adalah :

1

Pi merupakan peluang munculnya kejadian kategori dari peubah respon untuk individu ke – i. Loge logaritma dengan basis bilangan ke e. Gambar 2

memperlihatkan proses transformasi logit (Juanda, 2009).

P(i) Logit (Pi)

Transformasi Logit

Predictor (X) Predictor (X)

Gambar 2. Gambaran Transformasi Logit, dengan Peubah X Berskala Interval Model logistik dapat diinterpretasikan sama seperti model OLS yaitu dengan slope dari parameter. Slope diinterpretasikan sebagai perubahan logit (p) akibat perubahan satu unit peubah bebas (X). Keuntungan dalam penggunaan regresi logistik adalah terdapatnya odds ratio. Odd adalah peluang kejadian tidak sukses dari peubah respon. Ratio mengindikasikan seberapa mungkin dalam kaitannya dengan nilai odd munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lain.

(44)

3.1.3 Model Regresi Linier Berganda

Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda. Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada regresi berganda. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Sifat-sifat OLS adalah (Gujarati, 2003): (1) penaksiran OLS tidak bias, (2) penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Menurut Gujarati (2003) analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter (variabel penjelas yang diamati). Asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linier berganda dengan OLS adalah : 1. E (ui) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n, artinya rata-rata galat adalah

nol, dengan nilai yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel

bebas tertentu adalah nol.

2. Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. artinya covarian (ui,uj) = 0, dengan kata lain tidak ada

autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain.

3. Var (ui) = δ2, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n. Artinya setiap galat memiliki

varian yang sama (asumsi homoskedastisitas).

4. Cov (ui, X1i) = cov (ui, X2i) = 0. Artinya kovarian setiap galat memiliki varian

yang sama. Setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda. 5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linier yang

pasti antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus saling bebas.

Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda, 2009) :

(45)

Y = β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki +

ε

i ...(1) Jika semua pengamatan X1i bernilai 1, maka model diatas menjadi

Y = β1 + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki +

ε

i...(2) Keterangan :

Y = Peubah tak bebas

i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sample) Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk

β1 = Intersep

β2,3,..n = Parameter penduga Xi

ε

i = Pengaruh sisa (error term)

3.2 Kerangka Operasional

Penambangan merupakan salah satu bentuk aktivitas pemanfataan terhadap sumberdaya alam. Kegiatan ini menimbulkan eksternalitas baik eksternalitas positif maupun negatif bagi lingkungan maupun masyarakat. Peningkatan pendapatan asli daerah, penyerapan tenaga kerja, pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan usaha mikro disekitar lokasi tambang merupakan bentuk-bentuk eksternalitas positif yang timbul dari aktivitas penambangan. Akan tetapi, eksternalitas negatif dari kegiatan ini juga harus ditanggung oleh masyarakat berupa eksternalitas negatif seperti tertutupnya sumbermata air, pencemaran udara, kebisingan, dan penurunan tingkat kesehatan.

Kerugian yang dialami masyarakat perlu kajian yang mendalam mengenai hal tersebut. Kajian tersebut menyangkut tentang dampak eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat penambangan batu gamping dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Peluang kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat akibat eksternalitas negatif dengan analisis regresi logistik. Besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat

(46)

dengan menggunakan perhitungan Willingness To Accept dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai kompensasi tersebut dengan analisis regresi linier berganda.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pihak perusahaan dalam penentuan keputusan atau program dari perusahaan dalam penyelesaian eksternalitas negatif dengan kompensasi. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, dibuat alur pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 3.

(47)

Keterangan: = Batasan penelitian = Aliran Gambar 3. Diagram Alur Kerangka Berpikir

Penambangan Batu Gamping

Eksternalitas Negatif Kebisingan dan Getaran Perusahaan Semen Eksternalitas Kerugian Masyarakat Kualitas dan Kuantitas Air Pencemaran Udara Eksternalitas Positif Peningkatan - PAD - Tenaga kerja - SDM - Usaha mikro masyarakat sekitar

Rekomendasi Tentang Kompensasi Atas Eksternalitas Negatif

Penambangan Batu Gamping

Estimasi Nilai Kompensasi Faktor mempengaruhi nilai kompensasi Eksternalitas Negatif yang Timbul Peluang Kesediaan Menerima Kompensasi Analisis Regresi Logistik Perhitungan WTA Analisis Regresi Linier Berganda Analisis Deskriptif

(48)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Lulut merupakan desa yang terdekat jaraknya dengan lokasi penambangan batu gamping dan jumlah masyarakatnya yang relatif padat. Pengambilan data primer dilaksanakan dari April hingga Juni 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Data dikumpulkan untuk penelitian ini dalam satu waktu tertentu. Sumber data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer data yang dibutuhkan meliputi : karakteristik responden, eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat penambangan batu gamping, mengenai kesediaan atau ketidaksediaan menerima dana kompensasi, seberapa besar nilai yang bersedia mereka terima, dan dilengkapi dengan wawancara yang dilakukan kepada tokoh-tokoh masyarakat, Kepala Desa, Ketua RT/RW, dan para warga yang bekerja untuk penambangan.

Data sekunder meliputi data-data kesehatan warga Desa Lulut, produktivitas semen dan polutan yang dihasilkan, data sosial-demografi penduduk, dan data lainnya yang dibutuhkan. Data sekunder tersebut diperoleh dari Pemerintah Daerah (PEMDA), Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bogor, BAPPEDAL Kabupaten Bogor, Laporan Pelaksanaan

(49)

PT. ITP Tbk., perpustakaan, internet, serta berbagai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Responden merupakan kepala keluarga sebagai perwakilan dari rumah tangga yang terpilih menjadi sampel. Jumlah responden adalah 70 kepala keluarga (KK) yang bermukim sekitar kawasan penambangan batu gamping.

4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer program Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 15 For Windows Evaluation Version. Matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Matriks Metode Analisis Data

N0 Tujuan Penelitian Sumber Data dan Jumlah Sampel

Metode Analisis Data 1 Mengkaji dampak

eksternalitas negatif yang timbul akibat penambangan batu gamping. • Kuesioner • Responden = 70 KK Analisis deskriptif kualitatif 2 Mengkaji peluang

kesediaan menerima dana kompensasi • Kuesioner • Responden = 70 KK Analisis logistik dengan SPSS 15.0

3. Menghitung nilai WTA masyarakat akibat eksternalitas negatif kegiatan penambangan batuan gamping. • Kuesioner • Responden = 46 KK CVM 4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA

• Kuesioner • Responden = 46 KK Analisis regresi berganda dengan SPSS 15.0

(50)

4.4.1 Analisis Dampak Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping

Analisis dampak eksternalitas negatif yang timbul akibat kegiatan penambangan batu gamping bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh/kerugian dan apa saja perubahan yang dirasakan masyarakat atas aktivitas tersebut. Analisis ini meliputi ada atau tidak adanya gangguan atas aktivitas penambangan, pandangan responden terhadap kualitas lingkungan, dan dampak yang timbul akibat penambangan. Dampak eksternalitas negatif ini diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

4.4.2 Analisis Peluang Kesediaan Menerima WTA Responden

Analisis terhadap peluang kesediaan menerima WTA responden bertujuan untuk mengetahui nilai observasi dan harapan. Nilai tersebut didapat melalui perhitungan dengan menggunakan metode regresi logistik. Analisis ini meliputi bersedia atau tidak bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas negatif kegiatan penambangan batu gamping. Hasil identifikasi ini dapat menduga ketepatan antara nilai harapan dan observasi dari data yang diperoleh.

4.4.3 Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Aktivitas Penambangan Batu Gamping

Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and Spash,1993) , yaitu :

1. Membangun Pasar Hipotetis

Hipotetis pasar dibuat dengan skenario bahwa perusahaan semen yang melakukan kegiatan penambangan batu gamping akan memberlakukan peraturan baru yaitu pemberian dana kompensasi dengan tujuan mengurangi

(51)

kerugian akibat eksternalitas negatif yang timbul. Pertanyaan dalam pasar hipotetis yang akan dibentuk dalam skenario adalah :

“Bersediakah bapak/ibu/saudara/i untuk berpartisipasi dalam kebijakan perusahaan berupa pemberian dana kompensasi akibat dampak negatif yang timbul dari penambangan dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia diterima ?”

2. Memperoleh Nilai Penawaran

Alat survei telah dibuat, maka survei dilakukan dengan cara wawancara langsung. Responden ditanya besarnya minimum WTA untuk menerima dampak penurunan kualitas lingkungan, dalam hal ini digunakan cara bidding game.

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)

Perhitungan nilai rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTA diketahui. Dugaan rata-rata dihitung dengan rumus :

dimana :

EWTA = Dugaan rataan WTA xi = Jumlah tiap data

n = Jumlah responden

i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi 4. Menduga Kurva Penawaran

Pendugaan kurva penawaran akan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini :

WTA = f (PNDK, PNDP, UR, LT, JTT, JTK, KU, KBS, KA, KSH, BRH, PNS, WRS, PTN, SWT, SPR)

(52)

dimana:

UR = usia responden (tahun) PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp)

JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) LT = lama tinggal (tahun)

JTT = jarak tempat tinggal (meter) KU = kualitas udara (deskriptif)

KA = kualitas dan kuantitas air (deskriptif) KBS = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif) KSH = biaya kesehatan (Rp)

BRH = dummy jenis pekerjaan buruh (buruh = 1; bukan buruh = 0 )

PNS = dummy jenis pekerjaan pegawai negeri sipil (PNS = 1; bukan PNS = 0) WRS = dummy jenis pekerjaan wiraswasta (wiraswasta= 1;bukan wiraswasta=0) PTN = dummy jenis pekerjaan petani (petani = 1; bukan petani = 0)

SWT = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (swasta = 1; bukan swasta = 0) SPR = dummy jenis pekerjaan supir/ojek (supir = 1; bukan supir = 0)

5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTA dari masyarakat dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTA. Rumus yang dapat digunakan adalah :

dimana :

TWTA = Total WTA

WTA = WTA individu ke-i

ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA

i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan

Gambar

Tabel 3 Kualitas Air Permukaan Sungai di Sekitar Kawasan Penambangan Tahun  2002 dan 2008
Tabel 4  Pengukuran Tinggi Muka Air Sumber Mata Air Cikukulu Tahun 2008  No. Bulan  Pengukuran Tahun 2006  (cm)  Pengukuran Tahun  2007 (cm)  Pengukuran Tahun 2008 (cm)  1
Tabel 6  Data Analisis Kualitas Udara Ambien pada Pemantauan Desember 2008        dan Rona Awal Quarry D Tahun 2002
Gambar 1.  Kurva Eksternalitas Negatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan pengambilan keputusan seseorang terhadap kesediaan untuk membeli produk organik khususnya sayuran organic, diketahui bahwa kategori responden yang

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Toyopakeh; (2) menganalisis peluang kesediaan membayar dan

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pendapatan usahatani responden, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Sementara itu, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi nilai WTA responden adalah jumlah pohon yang diikutkan dalam program PJL, tingkat pendapatan rumah tangga, tingkat

Penelitian ini dibatasi hanya untuk menganalisis hubungan antara karakteristik responden dengan kesediaan membayar ( Willingness to Pay ) beras analog di Serambi

Carlsson ( 1999) meneliti kesediaan penumpang untuk membayar perbaikan atribut dari moda transportasi yang berbeda dengan menggunakan survei stated preference pada

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DENGAN WSLIC

1) Persentase responden yang bersedia untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan sebesar 52 responden (63 persen). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan responden