Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
R
uang kota adalah rumah bagi komunitas penghuninya. Oleh
karena itu kota haruslah menjadi ruang yang mewadahi segala aktivitas
perikehidupan penghuninya. Untuk menjalankan fungsi itu dibutuhkan
tata ruang kota yang mengatur dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan kota yang selaras dengan dinamika kehidupan
komunitas penghuninya.
R
uang
kota di pihak lain memiliki kemampuan, keterbatasan
serta kesempatan ekonomi yang tidak sama. Sementara itu desakan
permintaan akan lahan sebagai akibat pesatnya pertumbuhan fisik dan
transformasi sosial ekonomi masyarakat penghuni seringkali tidak
sejalan dengan kesiapan pemerintah kota dalam mewadahinya.
Akibatnya seringkali terjadi pemanfaatan lahan dan bangunan yang tidak
sesuai dengan arah perkembangan kota. Pemanfaatan ruang dan
bangunan
kota
karena
itu
perlu
dikendalikan.
Pengendalian
pemanfaatan ruang di kota pada umumnya dilaksanakan dengan
berpedoman pada peraturan Daerah tentang Rencana Umum atau
Detail Tata Ruang Kota. Akan tetapi sesuai dengan tingkatan hierarkhi,
skala dan kedalaman materi yang diatur di dalamnya, produk rencana
tata ruang kota pada umumnya hanya mengatur pola pemanfaatan lahan
secara dua matra. Perancangan tri matra kerap tidak tersentuh oleh
rencana tata ruang yang ada. Rencana dua matra tidak cukup rinci untuk
dijadikan landasan operasional pengendalian wujud fisik arsitektur atau
bangunan gedung serta sarana dan prasarana lingkungan.
Pengendalian pemanfaatan ruang, khususnya dalam bentuk
pembangunan gedung dilakukan dengan mengacu pada Peraturan
Daerah tentang bangunan yang umumnya berlaku pada tingkat
Kabupaten/kota.
Peraturan
Daerah
tersebut
disebut
Peraturan
Bangunan Setempat (PBS). Permasalahannya PBS tidak mampu
mengimbangi pertumbuhan fisik pembangunan pada bagian tertentu di
perkotaan dan atau pengembangan daerah baru yang berskala relatif
besar, serta pengembangan kawasan khusus seperti kawasan wisata,
industri, pendidikan, rumah sakit, atau pusat perdagangan.
Untuk mengendalikan perwujudan fisik tata bangunan di
kawasan-kawasan khusus tersebut diperlukan suatu pengaturan tentang
bangunan yang bersifat khusus berlaku di kawasan tersebut, yang
bersifat lebih detail dan lebih spesifik dari pada PBS, serta dapat
memberikan arahan tri matra mengenai wujud fisik tata bangunan pada
kawasan tersebut, atau yang lebih dikenal dengan Peraturan Bangunan
Khusus (PBK). Untuk memberikan muatan teknis yang bermanfaat
sebagai pedoman penyusunan rencana teknis bangunan maka suatu
Peraturan Bangunan Khusus harus didasarkan pada suatu Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Pada dasarnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) merupakan penjabaran lebih lanjut dari kebijakan makro
keruangan sebagaimana diatur di dalam produk Rencana Umum dan
Rencana Detail Tata Ruang Kota, untuk selanjutnya akan dijadikan
acuan operasional dalam penyusunan
Detail Engineering Design
bangunan dan lingkungan. Dalam kedudukan ini maka Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) setidaknya memuat kebijakan teknis
operasional pengendalian tata bangunan dan lingkungan untuk suatu
kawasan yang telah ditetapkan pemanfaaatannya, dan berisi arahan
program bangunan dan lingkungan, arahan investasi, panduan rancang
bangun dan model simulasi desain bangunan dan lingkungan dan
pedoman pengendalian perwujudannya.
Kerangka pemahaman ini menempatkan RTBL sebagai salah
satu simpul penting di dalam hierarkhi konsep penataan ruang, yakni
sebagai jembatan yang menghubungkan kebijakan Rencana Umum Tata
Ruang dengan Rekayasa Rancang Bangun Arsitektur Gedung. Sebagai
jembatan maka RTBL memiliki peran penting yang sangat menentukan
kualitas produk akhir bangunan dan lingkungan. Oleh sebab itu maka
menjadi penting dan mendesak bahwa setiap penataan kawasan khusus
berskala besar, termasuk di dalamnya penataan kawasan Pusat
Perdagangan
Kabupaten/Kota, perlu dimulai dengan menyusun
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Dalam masa pemerintahan orde baru, Pemerintah Republik
Indonesia membagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam 3
(tiga) wilayah pembangunan, yaitu :
1. Wilayah Pengembangan Pulau Sumba terdiri atas Kabupaten Sumba
Timur dan Sumba Barat, dengan pusat pengembangannya
Waingapu.
2. Wilayah Pengembangan Pulau Flores yang terdiri atas 3 Pusat
Pengembangan yaitu
-
Pusat Pengembangan Maumere
dengan wilayah pengaruh
Kabupaten Sikka, Flores Timur dan Alor
-
Pusat Pengembangan Ende dengan wilayah pengaruh Kabupaten
Ende dan Kabupaten Ngada.
-
Pusat Pengembangan Ruteng dengan wilayah pengaruh
Kabupaten Manggarai.
3. Wilayah Pengembangan Pulau Timor terdiri atas 2 pusat
pengembangan yaitu :
-
Pusat Pengembangan Kupang dengan wilayah pengaruh
Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan.
-
Pusat Pengembangan Atambua dengan wilayah pengaruh
Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
Kebijakan ini menempatkan Kota Atambua sebagai salah satu pusat
pengembangan wilayah, sekaligus sebagai salah satu kota Orde II di
Propinsi Nusa Tenggara Timur setelah Kupang sebagai ibu kota Propinsi
sekaligus Kota Orde I.
Di masa kini, kedudukan Kota Atambua tak kalah strategis,
bukan hanya dalam skala propinsi namun juga dalam skala nasional.
Atambua adalah ibu kota Kabupaten Belu yang berbatasan langsung
dengan negara baru Republic Democratic Timor Leste (RDTL). Kondisi
ini
juga
memberikan
pengaruh
yang
cukup
signifikan
bagi
perkembangan kota Atambua. Derasnya arus pengungsi saat krisis
politik di Timor Leste yang kemudian diikuti dengan pendirian negara
baru tersebut menyumbangkan masalah sekaligus peluang yang cukup
besar bagi pembangunan fisik di wilayah ini. Saat ini jumlah warga
“Indonesia baru” yang berasal dari ex pengungsi yang memutuskan
untuk menetap di Indonesia khususnya di wilayah Kabupaten Belu
berjumlah 12.000 kepala keluarga. Jika diasumsikan bahwa kepadatan
per rumah tangga adalah 4 maka warga ex pengungsi tersebut
berjumlah sekitar 48.000 jiwa. Sebagian dari jumlah tersebut menetap
dalam permukiman-permukiman di wilayah Kota Atambua. Jumlah
penduduk Kecamatan Kota Atambua pada tahun 2003, menurut data
Badan Pusat Statistik adalah sebesar 63.302 jiwa.
Disamping faktor internal berupa pertumbuhan jumlah penduduk alami,
kondisi yang telah diuraikan di atas telah mendorong terjadinya lonjakan
jumlah penduduk yang cukup besar. Ini berarti terjadi pula lonjakan
kebutuhan ruang.
Perkembangan kebutuhan ruang yang sangat pesat ini harus
secepatnya diatur dan ditata sehingga tidak berkembang ke arah yang
tidak sesuai dengan arah perkembangan kota yang direncanakan. Hal ini
mengingat bahwa perkembangan kota yang tidak dikendalikan akan
menciptakan beberapa dampak negatif seperti :
1. adanya lingkungan terbangun yang kurang selaras dengan tuntutan
kaidah ekosistem lingkungan seperti kepadatan lingkungan yang
sangat tinggi, kekumuhan, turunnya kemampuan penyerapan air ke
dalam tanah, bencana banjir, kebakaran, dan sebagainya.
2. keberadaan pembangunan yang kurang memenuhi persyaratan
konstruksi yang berkaitan dengan aspek kekokohan, stabilitas,
keamanan bangunan dan sebagainya.
3. adanya polusi arsitektur yang diakibatkan oleh beragamnya gaya
arsitektur bagian kota yang
kurang memberikan sinergi terhadap
aspek keindahan ruang suatu kawasan/kota.
4. terjadinya
ketidak-efisienan
dalam
melakukan
investasi
pembangunan kota antara berbagai instansi pemerintah karena tidak
adanya sarana untuk melakukan sinkronisasi dan koordinasi
program.
Demi mencegahnya terjadinya dampak negatif di atas, Pemerintah
Propinsi Nusa Tenggara Timur melalui menyediakan dana untuk
kegiatan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua yang akan dibiayai melalui
dana APBN.
1.2
Maksud, Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Maksud
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Kota Atambua dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan yang dapat
digunakan dalam pengendalian pemanfaatan suatu ruang kota/kawasan
dalam kota Atambua untuk mewujudkan suatu karakter serta kualitas
bangunan gedung dan lingkungan yang berkelanjutan sesuai dengan
amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2005.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan Kawasan Perdagangan Kota Atambua adalah terwujudnya
Kawasan Perdagangan Kota Atambua yang pembangunan bangunan
gedungnya serasi dan selaras dengan lingkungan sesuai potensi daerah
serta dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.
1.2.3 Manfaat
 Sebagai pedoman untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan
pemanfaatan ruang dalam wilayah kawasan perdagangan Kota
Atambua
 Sebagai pedoman untuk mendorong pemanfaatan ruang secara
optimal terutama bagi area yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai
build up area dan memberikan perlindungan
bagi area yang dinilai harus dikonservasi karena dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan
 Sebagai acuan bagi proses perancangan teknis bangunan dan
lingkungan
 Sebagai
jaminan
kepastian
hukum
dalam
pelaksanaan
pembangunan termasuk kepastian untuk mendapatkan kondisi
bangunan dan lingkungan yang aman, nyaman, tertib selaras dan
serasi
1.3
Ruang Lingkup Pekerjaan
1.3.1. Ruang Lingkup Wilayah
Mengacu pada Kerangka Acuan Kerja, kegiatan studi yang akan
dilakukan saat ini adalah Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) Kota Atambua. Tuntutan produk dari kegiatan
penyusunan RTBL ini cukup mendalam hingga ke
Design Guideline.
Kota Atambua adalah suatu wilayah administratif kecamatan
seluas 56,59 km
2atau 5.659 Ha (lihat Gambar I - 1). Dengan luasan
sedemikian besar dan berbagai keterbatasan yang ada tidak akan
dimungkinkan pengkajian yang cukup mendalam untuk menghasilkan
suatu
design guideline yang bersifat teknis dan dapat dimanfaatkan
secara berdaya guna dalam implementasi pembangunan fisik wilayah
kawasan.
Untuk itu lingkup wilayah yang dikaji dalam penyusunan RTBL Kota
Atambua dibatasi pada Kawasan Perdagangan yang berpusat di Pasar
Kota Atambua dan wilayah
hinterland-nya.
Pembatasan ini dibuat berdasarkan pula pada hasil
pre
eliminary study yang menunjukkan bahwa kawasan tersebut adalah
kawasan dengan potensi permasalahan yang terbesar dalam tata ruang
Kota Atambua. Penataan kawasan ini merupakan suatu urgensi dalam
konteks permasalahan tata ruang Kota Atambua sehingga harus
ditempatkan sebagai prioritas pertama dalam penyusunan Rencana Tata
Ruang Kota Atambua.
Pembatasan lingkup wilayah ini juga masih berlangsung dalam
koridor Kerangka Acuan Kerja Penyusunan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan Kota Atambua yang menggariskan bahwa luas wilayah
yang dicakup dalam kegiatan ini adalah sebesar 30 - 60 Ha.
A T A P U P U U M A R E S E Ke p o n u T E N U K IIK K E C . K A K U L U K M E S A K A T A M B U A K E C . R A IH A T D S A I T O U N W EL U L I K E C . K O T A A T A M B U A K E C . K O B A L IM A R A I H EN EK B O A S B ET U N B ES I K A M A K E C . S A S IT A N E A K A P U T U K E C . T A S I F E T O B A R A T K IM B A N A K E C . M A L A K A T IM U R K E C . M A L A K A T E N G A H B U ID U K F O H O K E C . M A L A K A B A R A T K E C . R IN H A T W I L A Y A H T I M O R L E S T E W I L A Y A H T I M O R L E S T E K e B at u g ed e K e K e fa m e n a n u K A B U P A T E N T . T . S K A B U P A T E N T . T . S K e S u ai K A B U P A T E N T . T . U K E C . T A S I F E T O T I M U R H A I K E S A K K E C . L A M A K N E N D S F O H O K A PULA U R O TE PULA U TIM O R PULA U SUM BA PULAU F LO RES O R I E N T A S I KABUPATEN BELU K E T E R A N G A N :
S atke r N o n V e rtik al T ertentu P en ataa n B a ng un an d an L in gk un ga n P r op. N T T G a m b a r I - 1 . O rie n ta s i W ila y a h K e c a m a ta n K o ta A ta m b u a I B U K O T AA = K A B U PA T E NB = K E C A M A T A N C = D E S A / K E L U R A H A N A B C A B C D A A A B A T A S A = N E G A R AB = K A B U PA T E N C = K E C A M A T A N D = D E S A / K E L U R A H A N A B C J A L A N A = N E G A R A B = P R O PIN S I C = K A B U PA T E N A B A = S U N G A I B = G A R I S PA N T A I O R I E N T A S I U S U M B E R : B A P P E D A K A B U P A T E N B E LU O R I E N T A S I W I L A Y A H K E C A M A T A N K O T A A T A M B U A W I L A Y A H K E C . K O T A A T A M B U A
Jadi kawasan yang dibahas dalam penyusunan RTBL adalah
Pusat Perdagangan Kota Atambua berupa kesatuan ruang fisikal seluas
kurang lebih 60 Ha, yang secara administrasi merupakan bagian dari
wilayah Kecamatan Kota Atambua, dan meliputi bagian dari dua
kelurahan yaitu Kelurahan Berdao dan Kelurahan Berafu. Batasan
wilayah tidak mengacu kepada batas administrasi pemerintahan tapi
kepada batasan fungsi kawasan. Wilayah perencanaan merupakan
kawasan perdagangan yang berada di sekitar pusat pertumbuhan kota.
Gambar I – 2 memperlihatkan area terbangun dalam Kota Atambua yang
sekaligus menunjukkan pusat pertumbuhan kota.
1.3.2. Ruang Lingkup Substansi
a. Tugas dan Tanggung-jawab Konsultan
Tahapan Pekerjaan
Pekerjaan penyusunan RTBL Kawasan Pusat Perdagangan Kota
Atambua ini secara kronologis dibagi dalam tahapan-tahapan
sebagai berikut:
 Tahap Persiapan.
 Penyusunan Laporan Pendahuluan.
 Tahapan Pengumpulan Data Lapangan
 Tahap Kompilasi dan Analisa
 Tahap Penyusunan Rencana
 Tahapan Pengembangan Model Simulasi Desain
Lingkup tugas dan tanggung-jawab konsultan pada setiap tahapan
tersebut diatur sebagai berikut:
Tahap Persiapan dan Penyusunan Laporan Pendahuluan
Melakukan survey awal untuk mendapatkan gambaran umum
Mendalami Kerangka Acuan Kerja
Menyusun rencana kerja
Konsolidasi
organisasi
kerja
dan
menyusun
rencana
pengerahan tenaga
Menyusun kerangka analisis
Menyiapkan perangkat keras/lunak yang diperlukan
Mengidentifikasi dan mereview rencana dan kebijakan makro
yang terkait
Menyusun Laporan Pendahuluan
Melakukan Workshop I untuk mengidentifikasi keinginan
stakeholder
Tahap Pengumpulan Data
Mengumpulkan data-data instansional, minimal meliputi:
 Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Belu
 Pola Dasar Pembangunan dan Rencana Strategis
Kabupaten Belu
 Struktur organisasi Pemerintahan Kota Atambua menurut
dinas/lembaga
 Jumlah pegawai menurut instansi
 Program pengembangan Organisasi pemerintahan untuk
10 tahun ke depan
 Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Atambua
 Data-data statistik Kota Atambua
Melakukan survey dan pengukuran lapangan, minimal meliputi
data-data berikut:
 Letak dan luas tapak perencanaan
 Kondisi eksisting bangunan dan lingkungan
 Kondisi topografi
 Kondisi jaringan jalan
 Kondisi jaringan listrik, air bersih, telepon
 Kondisi material lokal
 Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Konsultan harus melaksanakan kegiatan pengumpulan data di
atas dengan mengacu pada standard dan prosedur kerja yang
baku.
Tahap Penyusunan Laporan Kompilasi Data dan Analisis
Melakukan tabulasi/kompilasi data, meliputi kegiatan verifikasi,
dan pengelompokan data sesuai dengan kepentingan analisis.
Melakukan analsis terinci, minimal meliputi:
 Analisis kebutuhan pengembangan kegiatan perdagangan
 Analisis kebutuhan pengembangan bangunan dan
lingkungan
 Analisis masalah, potensi dan peluang pengembangan tata
ruang kawasan (meliputi aspek pemanfaatan lahan,
sirkulasi dan parkir, jalur pejalan kaki, tata bangunan,
ruang terbuka dan tata hijau, aktifitas pendukung, sistem
petanda, sistem jaringan
 Analisis pembiayaan
Seluruh rangkaian kegiatan kompilasi dan analisis tersebut di
atas harus dilakukan dengan menggunakan metode-metode
yang baku dan lazim digunakan di dalam kegiatan analisis
proyek. Hasil kompilasi dan analisis dimaksud selanjutnya
disajikan dalam bentuk deskripsi, grafis, tabelaris dan diagram
Menyusun Laporan Antara yang meliputi Laporan Fakta dan
Analisis
Tahap Perumusan Rencana
Merumuskan skenario dan strategi konseptual pengembangan
tata ruang dan rancang bangun lingkungan binaan pusat
perdagangan Kota Atambua.
Menyusun rencana dan panduan rancang bangun
(design
guidelines) lingkungan binaan serta mengembangkan model
simulasi desain bangunan
1. Rencana pemanfaatan lahan, yang meliputi:
 Rencana pendaerahan atau blok peruntukan
 Rencana Perpetakan (kaveling)
 Rencana intensitas pembanguan
2. Rencana Sistem Sirkulasi dan Parkir, meliputi arahan
mengenai
 Pola jaringan jalan dan jalur pejalan kaki
 Sistem pergerakan
 Sistem peralihan moda (halte dan parkir)
3. Rencana tata bangunan yang meliputi:
 Pola tata letak masa bangunan
 Pemunduran dan ketinggian bangunan
 Bentuk dan tampilan bangunan
 Selubung bangunan
 Sistem pengamanan bangunan
4. Rencana ruang terbuka dan tata hijau, meliputi:
 Pola tata letak ruang terbuka dan tata hijau
 Hierarkhi dan pemanfaatan ruang terbuka
Street scape dan perabot taman
5. Rencana sistem jaringan utilitas, meliputi arahan rencana
 Jaringan Listrik
 Jaringan Air Bersih
 Jaringan Telekomunikasi
 Jaringan Drainase
 Penanganan Sampah
6. Rencana sistem informasi dan petanda
 Tengaran atau
Landmark kawasan
 Papan nama dan rambu pengarah
 Iklan layanan masyarakat
Menyusun Rencana
Indikasi Program dan Pentahapan
Pembangunan
Menyusun
Pedoman
Pengendalian
Pelaksanaan
Pembangunan
Kepranataan
Kelembagaan
Mekanisme dan Prosedur
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Menyusun Laporan Rencana
Menyelenggarakan seminar hasil perencanaan
Tahap Pengembangan Model Simulasi Desain Bangunan dan
Lingkungan
 Mengembangkan model simulasi desain bangunan
gedung
 Mengembangkan model simulasi desain jaringan jalan
dan jalur pejalan kaki
 Mengembangkan model simulasi desain Ruang terbuka
dan tata hijau
 Mengembangkan model simulasi desain jaringan utilitas
 Mengembangkan model simulasi desain petanda dan
perabot taman
b. Tingkat Kedalaman Materi
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Pusat Perdagangan Kota
Atambua ini disusun dengan tingkat kedalaman mencapai penataan
blok peruntukan dan model simulasi desain bangunan dan
lingkungan. Adapun skala peta dan gambar yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Peta rencana induk pengembangan
: Skala 1 : 2000
Peta rencana blok peruntukan
: Skala 1 : 500
Pendekatan & Metodologi
2.1. Isu-isu Strategis
Persoalan utama yang perlu dipecahkan melalui penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
adalah bagaimana menemukan masalah, potensi dan peluang pengembangan tata ruang kawasan
sedemikian rupa sehingga dapat dirumuskan suatu strategi penataan yang tepat sesuai dengan kemampuan,
keterbatasan dan kesempatan ekonomi ruang serta arah pembangunan yang dituju.
Sehubungan dengan persoalan tersebut, maka ada beberapa isu strategis terkait dengan tata ruang kota
Atambua yang perlu disikapi dalam penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan di Kota Atambua.
o
Kota Atambua sebagai Kota Perbatasan
Kota Atambua adalah ibu kota Kabupaten Belu yang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Seperti telah disinggung dalam bagian awal laporan ini, jajak pendapat pada tanggal 30 Agustus 1999
telah mengakibatkan lepasnya Propinsi Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus
melahirkan negara baru yaitu Republic Democratic Timor Leste. Keberadaan negara baru ini menimbulkan
konflik poltik yang berakibat pada meluapnya arus pengungsi ke wilayah Indonesia khususnya
Kabupaten Belu, termasuk Kota Atambua. Hal ini secara langsung dan tidak langsung berpengaruh pula
pada kondisi keruangan Kota Atambua.
Dalam jangka panjang, kedudukan Kota Atambua sebagai kota perbatasan adalah posisi yang strategis.
Kota Atambua akan memiliki fungsi politis yang menentukan kualitas hubungan kedua negara. Selain
itu Kota Atambua akan menjadi mediator dalam maraknya transaksi perdagangan antara kedua negara.
Untuk menjamin kelancaran transaksi perdagangan tersebut, berbagai fasilitas dan prasarana tentunya
sangat dibutuhkan dan harus diadakan.
o
Tata Ruang Kota yang Kooperatif
Struktur perekonomian Kota Atambua, sebagaimana halnya kota-kota lain di Indonesia masih
mengalami ambiguitas. Hal ini ditandai dengan kehadiran sektor informal secara mencolok. Kenyataan
ini perlu disikapi secara arif dalam pengambilan keputusan perencanaan tata ruang.
Pendekataan kooperatif adalah salah satu strategi perencanaan yang berlandaskan pada prinsip
kebersamaan/kooperatif sebagai ciri bangsa Indonesia yang sudah seharusnya menjadi pula ciri
kehidupan kota-kotanya. Memberikan kesempatan
o
Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan
Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan merupakan isu global yang perlu mendapat
perhatian dalam setiap keputusan perencanaan fisik keruangan, termasuk dalam penyusunn RTBL kota
Atambua. Produk RTBL, karena itu tidak saja diorientasikan pada upaya mengatasi masalah saat ini
tetapi sekaligus mengendalikan konsekuensi jangka panjang dari keputusan yang diambil saat ini
dengan mempertimbangkan keberlanjutan ketersediaan sumber daya.
o
Pembangunan berwawasan Identitas
Bahwa wujud fisik bangunan kota seringkali mengabaikan aspek identias dan citra lokal, sehingga wajah
kota seringkali menjadi sulit dikenali jati dirinya. Kenyataan ini perlu disikapi secara bijak oleh semua
pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan pembangunan, termasuk keputusan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan. Sebagai alat kendali pembangunan yang memberi perhatian pada
perwujudan fisik tiga dimensional bangunan dan lingkungan, maka produk RTBL perlu memberikan
peluang bagi usaha memelihara keunikan karakter lokal sebagai bagian dan identitas atau jati diri kota,
yang membedakannya dengan kota lain.
o
Pergeseran peran pemerintah dari
Provider
menjadi
Enabler
Bahwa dalam proses pembangunan ke depan peran pemeriniah sebagai provider atau penyedia akan bergeser
menjadi
enableratau
memampukan. Dalam konteks ini maka produk RTBL hendaknya
mempertimbangkan pola pembangunan yang didasarkan pada pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat.
2.2. Pendekatan Analisis
Menyikapi isu-isu strategis yang melandasi penyusunan produk tata ruang kota Atambua, perlu dilakukan
serangkaian analisis. Analisis akan menggunakan pendekatan normatif dengan mengadopsi model analisis
SWOT, yakni dengan melakukan audit lingkungan internal dan eksternal untuk mengetahui atau
mengenali kekuatan, keterbatasan, kendala keruangan serta peluang pengembangan kawasan pusat
perdagangan Kota Atambua, untuk selanjutnya merumuskan strategi penataan yang tepat.
Elemen-elemen dari analisis
SWOT
adalah : Kekuatan
(Strenght),
Kelemahan
(Weakness),
Kesempatan
(Opportunity)
dan Ancaman
(Threatening).
Secara spesifik elemen-elemen tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut
o
Kekuatan
(strength)
adalah elemen-elemen yang terdapat atau berada di dalam wilayah perencanaan yang
diduga akan berfungsi sebagai "asset" pengembangan kawasan pusat perdagangan Kota Atambua di masa
mendatang.
o
Kelemahan
(weakness)
adalah elemen-elemen yang berada dalam wilayah perencanaan yang dinilai akan
menjadi kendala
(constraint)
bagi pengembangan kawasan kawasan pusat perdagangan Kota Atambua di
masa mendatang.
o
Peluang
(opportunity)
adalah elemen-elemen yang berasal dari luar daerah perencanaan yang diduga dapat
mendukung
(support)
pengembangan kawasan pusat perdagangan Kota Atambua pada masa mendatang.
o
Ancaman
(threatening)
adalah elemen-elemen yang muncul dari luar daerah perencanaan yang diduga
tidak mendukung pengembangan
(unconducive)
kawasan pusat perdagangan Kota Atambua.
Berdasarkan model analisis ini diharapkan dapat diperoleh gambaran analitis menyeluruh mengenai semua
aspek yang diperlukan untuk memperkuat pengambilan keputusan perencanaan.
2.3. Pendekatan Konseptual
Pada tataran konseptual, beberapa pertimbangan berikut ini akan dijadikan dasar pendekatan :
1. Pertimbangan Strategis - Kewilayahan
Kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua yang akan direncanakan pada dasarnya merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari kesatuan ruang wilayah yang lebih luas. Pada sisi lain, Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Umum dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RUTRK dan
RDTRK). Karena itu kebijaksanaan penentuan fungsi kawasan/bagian kawasan atau blok peruntukan,
penentuan besaran kegiatan dan perencanaan struktur tata ruang kawasan seharusnya dilihat dan
dipetakan sebagai bagian integral yang tak terpisahkan dari tatanan ruang fisikal yang lebih luas,
sebagaimana yang diatur di dalam kebijakan keruangan secara makro wilayah.
2. Pertimbangan Teknis Keruangan dan Bangunan
Pada dasarnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan rencana teknis kawasan
yang memuat ketentuan teknis sebagai panduan perancangan lingkungan binaan. Pada sisi lain, sebagai
wadah kehidupan, setiap satuan ruang kota/bagian kota atau kawasan memiliki kemampuan,
keterbatasan serta kesempatan ekonomis, serta daya dukung lingkungan yang tidak sama. Karena itu
kebijaksanaan/Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang akan direncanakan harusnya
mempertimbangkan ketentuan dan persayaratan teknis bangunan dan lingkungan, persyaratan teknis
khusus yang dikehendaki pemilik, dukungan teknologi, kemampuan dan ketrampilan tenaga kerja lokal,
kemudahan pelaksanaaan dan efisiensi penggunaan biaya serta berbagai acuan konstekstual lainnya
yang secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
3. Pertimbangan Estetika
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada dasarnya merupakan dasar pijakan bagi
pengembangan rancangan arsitektur bangunan dan lingkungan yang mencakup ketentuan mengenai
kerangka materi pokok bagi desain arsitektur bangunan dan lingkungan binan. Karena itu Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang direncanakan seharusnya mempertimbangkan aspek
estetika keruangan yang diwujudkan dalam pengaturan pola tata letak dan gubahan massa bangunan,
bentuk dan tampilan bangunan, ketinggian dan pemunduran bangunan, ruang luar dan tata hijau, serta
street scape
4. Pertimbangan Ekonomi
Tapak kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua yang akan dikembangkan mengandung dalam
dirinya kemampuan, keterbatasan serta kesempatan ekonomi tertentu. Karena itu, pengembangan
kawasan tersebut untuk kegiatan perdagangan Kota Atambua perlu mempertimbangkan
the highest and
the best uses
dari lahan yang ada sedemikian rupa sehingga dapat memberikan hasil guna optimal.
Pertimbangan efisiensi ekonomis dalam pengambilan keputusan desain harus pula menjadi perhatian
utama.
5. Pertimbangan Sosial Budaya
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan rencana teknis kawasan yang bermuara
pada tujuan penciptaan ruang/lingkungan binaan untuk mewadahi aktifitas perdagangan bagi
masyarakat Kota Atambua dan sekitarnya. Masyarakat Kota Atambua khususnya dan Kabupaten Belu
pada umumnya memiliki karakteristik tertentu yang khas. Oleh karena itu tatanan fisik keruangan
maupun bangunan yang akan dikembangkan seharusnya mempertimbangkan tata nilai dan perilaku
sosial budaya masyarakat Kota Atambua khususnya dan Kabupaten Belu umumnya.
6. Pertimbangan Ekologi
Kegiatan pembangunan dalam bentuk apapun akan memberikan dampak pada lingkungan sekitarnya.
Oleh sebab itu maka tatanan fisik keruangan maupun bangunan yang direncanakan sedapat mungkin
mempertimbangan keseimbangan ekologis serta hubungan timbal balik dengan lingkungan fisik
maupun sosial sekitarnya. Panduan rancang bangun lingkungan binaan yang akan diatur melalui
RTBL, tidak saja diorientasikan pada upaya penanggulangan jangka pendek terhadap kebutuhan nyata
saat ini, tetapi sekaligus pengendalian konsekuensi jangka panjang dari keputusan yang diambil saat
ini. Artinya RTBL tidak saja diorientasikan pada upaya mendorong pemanfaatan ruang secara optimal
bagi area yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai
build up area
tetapi sekaligus
memberikan perlindungan bagi area yang dinilai harus dikonservasi karena dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan.
7. Pertimbangan Kelembagaan dan Pengelolaan Pembangunan
Pemerintahan Kabupaten Belu pada dasarnya adalah penyelenggara pemerintahan daerah Otonom yang
dilaksanakan oleh bupati dan perangkat daerah serta DPRD Kabupaten Belu menurut asas Desentralisasi.
Pengembangan kebijakan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) kawasan Pusat
Perdagangan Kota Atambua, karena itu perlu mempertimbangkan sistem organisasi dan kelembagaan
pemerintahan Kabupaten Belu, termasuk di dalamnya mempertimbangkan kemampuan keuangan dan
pengelolaan pembangunan oleh pemerintah daerah dalam semangat otonomi daerah.
2.4. Metodologi dan Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua, maka metoda dan prosedur yang digunakan pada setiap
tahapan pelaksanaan pekerjaan diatur seperti tertera dalam bagan kerangka alur pikir terlampir.
Mengacu pada bagan alur pikir dimaksud maka berikut ini akan diuraikan metodologi dan prosedur yang
akan dikembangkan sebagai berikut:
2.4.1.Peninjauan Terhadap Rencana dan Kebijakan Makro Wilayah
Sesuai dengan kedudukan dan fungsinya, RTBL merupakan penjabaran lebih lanjut dari Rencana Tata
Ruang Wilayah/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kota, serta kebijakan keruangan lainnya. Untuk Kota
Atambua, Kebijakan Keruangan yang ada hanya berupa Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)
Atambua yang disusun pada tahun 1994 dan sampai saat ini belum pernah direvisi. Meskipun sudah tidak
terlalu relevan, namun penyusunan RTBL ini akan sedapat mungkin mengacu kepada RUTRK tersebut serta
memperhatikan aspek-aspek yang digariskan dalam RUTRK sepanjang tidak bertentangan kondisi terakhir
di lapangan.
2.4.2.Peninjauan Terhadap Aturan Tata Bangunan dan Lingkungan Terkait
Mengingat Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada dasarnya merupakan rencana teknis
kawasan yang memuat ketentuan teknis sebagai panduan perancangan lingkungan binaan peninjauan
terhadap berbagai aturan perundang-undangan dan ketentuan teknis mengenai tata bangunan dan
lingkungan yang ada adalah perlu. Peraturan/pedoman atau ketentuan teknis yang perlu dipelajari antara
lain:
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Nomor 12 Tahun 1982, Tambahan Lembaran Negara 3215);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(Lembaran Negara Nomor 49 Tahun 1990, TambahanLembaran Negara Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Nomor 115 Tahun
1992, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
4. Kepmen Kimpraswil nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan dan Peninjauan Kembali
Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kota
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara
Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran
Negara Nomor 84 Tahun 1993, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(Lembaran Negara Nomor 26 Tahun 1994, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3551) juncto Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Nomor 24 Tahun 1995,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3595);
8. Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
9. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolan Barang Milik Negara (Lembaran Negara
Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 20 );
12. Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
tahun 1997 nomor 68 ; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699
2.4.3. Survei dan Pengukuran
Survei dan pengukuran diperlukan untuk mendapatkan gambaran secara terinci mengenai rona kawasan
perencanaan. Untuk keperluan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini data–data yang
diperlukan antara lain meliputi :
Keadaan Iklim dan Curah Hujan
Meliputi keadaan suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin serta jumlah curah hujan dan hari hujan,
serta keadaan air permukaan pada kawasan perencanaan dan darerah sekitarnya. Data ini akan diperoleh
dari hasil pengukuran dan observasi instansi teknis terkait, dan disajikan dalam bentuk uraian, tekstual
dan tabel dan grafis
Keadaan Topografi Permukaan Tanah
Meliputi bentuk dan karakteristik permukaan tanah tapak perencanaan. Kondisi tersebut akan didapatkan
dengan cara interpretasi peta rupa bumi dan didalami secara lebih detail dengan pengukuran langsung di
lapangan, menggunakan alat bantu ukur
Teodolit.
Keadaan Flora dan Fauna
Meliputi karakteristik fauna dan flora antara lain meliputi jenis dan populasi pesebaran flora dan fauna
pada kawasan perencanaan. Data tersebut diperoleh melalui talaah literatur serta observasi lapangan dan
disajikan dalam bentuk uraian deskriptif dan tabelaris.
Keadaan Pemanfaatan Ruang
Meliputi karakteristik dan pesebaran elemen-elemen fisik buatan manusia antara lain berupa jenis dan
penggunaan ruang, struktur dan kualitas masing-masing, intensitas masing-masing jenis penggunaan,
serta kontribusi masing-masing penggunaan terhadap kawasan perencanaan. Data tersebut diperoleh
melalui observasi dan pengukuran lapangan dan disajikan dalam bentuk peta berskala 1 : 2500 dilengkapi
dengan tabel dan uraian deskriptif.
Keadaan Jaringan Jalan
Meliputi gambaran mengenai pola dan kualitas jaringan jalan yang ada di kawasan perencanan, yakni
meliputi lebar badan jalan, kondisi permukaan sert tingkat pemanfaatannya. Data tersebut diperolah
dengan cara observasi dan pengukuran dan disajikan dalam bentuk peta dan rekaman fisual lainnya
serrta uaraian deskriptif.
Keadaan Bangunan dan Prasarana Lingkungan
Meliputi gambaran mengenai tata letak, bentuk, luasan, konstruksi, tampilan bangunan, tata hijau serta
jaringan utilitas ingkungan yang sudah ada dalam kawasan perencanan. Termasuk di dalamnya jumlah
dan pesebaran banguanan perumahan, sarana umum dan sosial, (seperti pendidikan, perbelanjaan,
peribadatan, kesehatan dan rekreasi dan lain-lain); kondisi jaringan air minum, jaringan listrik, dan
telekomunikasi, sistem pembuangan air permukaan dan sistem pembuangan sampah domestik. Data
tersebut diperoleh dengan cara observasi lapangan, dan disajikan dalam bentuk peta, rekaman visual dan
uraian deskriptif
Bentuk Arsitektur dan Budaya Permukiman
Meliputi gambaran mengenai bentuk dan tampilan arsitektur vernakuler, pola tata ruang perkampungan
tradisional setempat , serta tata nilai yang terkandung dalam produk arsitektur vernakuler setempat,
termasuk arsitektur bangunan modern yang ada di sekitar kawasan perencanaan. Data tersebut akan
diperoleh dengan cara observasi lapangan dan telaah data pustaka dan studi arsitektur oleh
lembaga-lembaga terkait, dan disajikan dalam bentuk rekaman visual dan uraian deskriptif.
Keadaan Kependudukan
Meliputi gambaran mengenai jumlah dan pesebaran penduduk, penduduk usia kerja, struktur dan
distribusi tenaga kerja, diuraikan menurut unit wilayah administrasi terkecil. Data tersebut diperoleh
melalui interpretasi data statistik pada tingkat kelurahan dan kecamatan, dan disajikan dalam bentuk
tabel.
2.4.4 Analisis
Analisis yang dilakukan dalam kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
kawasan pusat perdagangan Kota Atambua akan dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni :
Identifikasi Masalah, Potensi dan Peluang Pengembangan Kawasan
Analisis Aktivitas dan Kebutuhan Faslitas
Analisis Tata Bangunan
Analisis Tata Ruang Kawasan
Analisis Dampak lingkungan
Analisis Pembiayaan
Identifikasi Masalah, Potensi dan Peluang pengembangan dimaksudkan untuk melakukan audit
lingkungan internal dan eksternal untuk mengetahui atau mengenali kekuatan, keterbatasan, kendala
keruangan serta peluang pengembangan kawasan pusat perdagangan Kota Atambua. Sehubungan
dengan itu maka akan diadopsi model pendekatan analisis
SWOT .
B. Analisis Kependudukan dan Tenaga Kerja
Analisis kependudukan dan tenaga kerja dilakukan untuk memperkirakan jumlah dan distribusi
penduduk dan tenaga kerja sektor perdagangan yang ada pada saat ini dan pada akhir tahun
perencanaan. Metode analisis yang akan digunakan dalam hal ini adalah regresi linier.
C. Analisis Aktivitas dan Kebutuhan Fasilitas
Analisis aktivitas dan kebutuhan fasilitas dimaksudkan untuk menentukan pola aktivitas perdagangan
Kota Atambua dan menentukan jenis, jumlah dan besaran fasilitas yang perlu diadakan atau diwadahi
pada kawasan perencanaan. Untuk maksud ini maka data dan informasi yang diperlukan antara lain:
Alur aktivitas di kawasan pusat perdagangan
Jumlah orang yang berpartisipasi dalam aktivitas perdagangan
Bentuk dan luas kawasan perencanaan
D. Analisis Tata Bangunan
Analisis aktivitas dan kebutuhan fasilitas dimaksudkan untuk menentukan pola aktivitas yang
berlangsung di kawasan pusat perdagangan dan menentukan jenis, jumlah dan besaran fasilitas yang
perlu diadakan atau diwadahi pada kawasan perencanaan. Untuk maksud ini maka data dan informasi
yang diperlukan antara lain:
Jenis-jenis aktivitas yang berlangsung di kawasan pusat perdagangan
Jumlah orang yang berpartisipasi dalam tiap jenis aktivitas
Bentuk dan luas kawasan perencanaan
Standard kebutuhan ruang per-orang untuk berbagai aktivitas
E. Analisis Tata Ruang Kawasan
Analisis tata ruang kawasan dimaksudkan untuk menentukan struktur tata ruang kawasan
perencanaan yang berkualitas, baik secara Fungsional, Visual maupun kualitas dalam pengertian
Ekologis.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas ruang kota, yang karenanya akan dijadikan unit
analisis adalah:
Guna lahan dan Intensitas Pembangunan
Sistem Sirkulasi dan Parkir
Ruang Terbuka
Jalur Pejalan kaki
Tata Bangunan
Aktifitas Pendukung
Petanda
Jaringan Utilitas
Adapun komponen yang akan dianalisis dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Analisis Pemanfataan Lahan dan Intensitas Pembangunan
Analisis mengenai pemanfaatan ruang dimaksudkan untuk menentukan 1) Tingkat kesesuaian
lahan dengan tuntutan kebutuhan pengembangan; 2) Struktur pola pemanfaatan lahan makro
kawasan; 3) Tata letak blok peruntukan dan perpetakan lahan (kaveling); 4)Tata letak bangunan dan
pemanfaatan bangunan; 5) Koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB).
Analisis dimaksud akan didasarkan pada pertimbangan pertimbangan tata hubungan fungsional
ruang, pertimbangan efisensi ekonomis dan pertimbangan kontekstual
2. Analisis Sistem Sirkulasi dan Parkir
Analisis sirkulasi dan parkir dimaksudkan untuk menentukan 1) Struktur dan pola tata letak
jaringan jalan; 2) Pola geometri jalan; 3) Pola pergerakan kendaraan; 4) Pola peralihan moda
transposrtasi. Kriteria dan pertimbangan dalam analisis sirkulasi dan parkir ini antara lain:
Kelancaran arus pergerakan orang/barang; Keamanan dan kenyamanan berkendara; Daya capai dari
dan ke luar kawasan
3. Analisis Ruang Terbuka Tata Hijau dan
Street Scape
Analisis Ruang terbuka, tata Hijau dan
Street Scape
dimaksudkan untuk menentukan 1) Struktur
dan pola tata letak ruang terbuka; 2) Pola geometri ruang terbuka; 3) Pola hijauan; 4) bentuk perabot
jalan dan
Street Scape
. Kriteria analisis dan pertimbangan yangv digunakan dalam analisis ini
antara lain: Pertimbangan ekologi, Pertimbangan estetika keruangan dan Pertimbangan perilaku sosial
budaya dalam kaitan pemanfaatan ruang luar
4. Analisis Tata Bangunan
Analisis tata bangunan dimaksudkan untuk menentukan: 1) pola padat rongga; 2) pola pemunduran
dan ketinggian bangunan; 3) bentuk dan tampilan bangunan; 4) sistem struktur bangunan; 5)
sistem pengamanan bangunan. Analisis ini akan didasarkan pada pertimbangan: tuntutan
fungsional bangunan, keselamatan bangunan, kekokohan/ ketahanan struktural, keindahan tampilan
, keteraturan tata letak.
5. Analisis Aktivitas Pendukung
Analisis aktifitas pendukung dimaksudkan untuk menentukan Jenis dan pola persebaran aktifitas
pendukung yang memperlancar alur aktivitas utama
6. Analisis Sistem Petanda
Analisis sistem petanda dimaksudkan untuk menentukan : jenis, tata letak serta pola perancangan
petanda, baik sebagai pusat orientasi kawasan, petanda yang mengarahkan serta papan nama dan
iklan
7. Analisis Sistem Jaringan Utilitas
Analisis jaringan utilitas untuk menentukan 1) Sistem jaringan air bersih; 2) Sistem jaringan listrik;
4) Sistem jaringan telekomunikasi; 5) Sistem jaringan drainase 6) Sistem pengelolaan
sampah/limbah (disposal padat dan cair).
F. Analisis Pembiayaan
Dimaksudkan untuk memperkirakan biaya yang diperlukan dalam kaitan pengembangan kawasan,
termasuk prakiraan mengenai sumber pembiayaan yang dapat dimobilisasikan untuk pengembangan
kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua.
G. Analisis Dampak Lingkungan
Dimaksudkan untuk memperkirakan dampak lingkungan yang akan terjadi pada tahap pra konstruksi,
tahap konstruksi dan pasca konstruksi dan menentukan model penanganan dampak tersebut.
2.5. Rumusan Rencana
Rumusan rencana sebagai produk keluaran yang dihasilkan dari pekerjaan Penyusunan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) ini adalah sebagai berikut:
2.5.1. Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Pusat Perdagangan
Meliputi arahan secara makro mengenai karakteristik dan hierarkhi keruangan yang antara lain meliputi :
Rencana tata jenjang peruntukan makro dan blok peruntukan
Rencana tata jenjang jaringan sirkulasi, dan peralihan moda transportasi
Rencana tata jenjang jaringan pejalan kaki
Rencana tata simpul pusat orientasi keruangan
2.5.2.Rencana Pemanfaatan Ruang dan Intensitas Pembangunan
Meliputi arahan pola pemanfataan ruang yang antara lain meliputi :
Tata letak blok peruntukan
Tata letak perpetakan lahan (kaveling)
Tata letak bangunan dan pemanfaatan bangunan
Intensitas pembangunan pada setiap blok peruntukan
2.5.3.Rencana Jaringan Pergerakan
Meliputi arahan sistem sirkulasi dan parkir yang antara lain meliputi :
Pola dan tata letak jaringan jalan
Penampang dua/tiga dimensi jalan
Dareah Milik jalan
Daerah Manfaat Jalan
Daerah Pangawasan Jalan
Peralihan Moda Transportasi (Terminal, halte dan parkir)
Jalur Pejalan Kaki
Meliputi arahan pola ruang terbuka dan Tata Hijau yang antara lain meliputi :
Pola dan tata letak dan pemanfaatan ruang terbuka
Penampang dua/tiga dimensi ruang terbuka
Perabot taman
2.5.5.Rencana Tata Bangunan Gedung
Meliputi arahan pola tata bangunan yang antara lain meliputi :
Pola dan tata letak dan pemanfaatan bangunan gedung
Penampang dua/tiga dimensi bangunan gedung
Ketinggian dan pemunduran banunan gedung
Elevasi bangunan gedung
Orientasi bangunan gedung
Bentuk dasar bangunnan gedung
Selubung bangunan gedung
Arsitektur bangunan gedung
2.5.6.Rencana Sistem Petanda
Meliputi arahan mengenai sistem petanda ruang yang antara lain meliputi : bentuk dan pola dan tata letak
petanda dalam bentuk
Tengaran/Landmark
kawasan
Rambu jalan
Papan Nama dan Iklan
2.5.7.Rencana Sistem Utilitas
Meliputi arahan mengenai sistem jaringan utilitas yang antara lain meliputi : bentuk dan pola dan tata
jaringan, antara lain:
Jaringan listrik
Standar kebutuhan adalah 1,90 KVA/orang
Jaringan air bersih
Berdasarkan sumbernya, air bersih di perkotaan terbagi atas 2 (dua) yaitu bersumber dari jaringan pipa
PDAM dan air tanah. Pada bagian ini perencanaan lebih diarahkan pada perencanaan jaringan perpipaan
dari PDAM yang biasanya mengikuti jaringan jalan yang ada. Standar kebutuhan air di Indonesia
berkisar 150 liter/orang/hari.
Sambungan rumah :
150 liter/orang/hari
Sambungan umum :
30 liter/orang/hari
Kebutuhan non domestik :
5% dari total kebutuhan non domestik
Kehilangan air
: 15% dari distribusi
Jaringan drainase
Merupakan jaringan yang dibuat terintegrasi dengan jaringan jalan. Jaringan ini dibuat untuk
menampung limpahan air hujan sehingga mencegah terjadinya genangan yang mengakibatkan
kerusakan lapisan perkerasan jalan. Penempatan jaringan drainase umumnya disesuaikan dengan
jaringan jalan, kontur tapak dan mempertimbangkan sempadan jalan.
Jaringan kabel telepon
Standar pengadaan jaringan telepon adalah 14 SST/100 orang
Kebutuhan telepon umum 2% dari jumlah SST
Pengelolaan sampah
Standar volume sampah yang dihasilkan per hari adalah :
Rumah tangga
:
1,25 liter/orang
Sampah lainnya
:
5% sampah rumah tangga.
Jaringan air limbah
Jaringan air limbah adalah jaringan yang direncanakan sebagai saluran pembuangan limbah cair baik
yang berasal dari aktivitas rumah tangga maupun aktivitas lainnya. Kriteria yang digunakan untuk
memperkirakan debit limbah yang harus ditangani adalah sebagai berikut :
- air limbah non domestik = 80 % pemakaian air bersih non domestik
2.5.8. Indikasi Program Jangka Menengah
Meliputi arahan mengenai mengenai indikasi program yang antara lain meliputi :
Re ncana Pentahapan Pembangunan
Rencana Program Operasional
Rencana Investasi
Rencana Pembiayaan pembangunan
Instansi Penanggungjawab
2.5.9. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan
Materi yang diatur :
Ketentuan adminstrasi pengendalian pelaksanaan rencana dan program
Ketentuan pengaturan operasionalisasi penerapan pola insentif dan dis-insentif
Arahan pengendalian pelaksanaan
BAGAN KERANGKA ALUR PIKIR
Pekerjaan Penyusunan RTBL Kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua
TAHAP PERSIAPAN
TAHAP SURVEY & ANALISIS
TAHAP PENYUSUNAN MODEL RTBL
Pendalaman &
Pemahaman
KAK
Telaah materi
& Lingkup
kegiatan
Perumusan
Kerangka
Kerja &
Langkah
kegiatan
Kajian
Kepustakaan
Peraturan
terkait
 Perencana an survei lapangan & kebutuhan data  Penentuan sumber data, alat pengu-kuran & metode analisis SURVEY & PENGUM-PULAN DATA Identifikasi permasala han & Inventarisa si data primer & sekunder ANALISIS PERMA-SALAHAN feedback Alternatif penyelesaian masalah & Penyusunan RTBL Draft RTBL Finalisasi Draft RTBL Konsensus & SosialisasiTAHAP PERSIAPAN
TAHAP SURVEY & ANALISIS
DRAFT LAP. AKHIR
LAP. AKHIR
D
D
Pembahasan/diskusi dengan tim teknis & ahli terkaitD
D
D
D
Gambaran Umum
Wilayah Perencanaan
3.1
Karakteristik Fisik Wilayah
3.1.1 Batas Geografis
Kota Atambua secara administratif berada dalam wilayah pemerintahan Pemerintah Kecamatan Kota Atambua. Kecamatan Kota Atambua secara geografis terletak antara 25OBujur Timur dan 9OLintang
Selatan. Kecamatan Kota Atambua adalah ibu kota yang menjadi pusat pemerintahan Pemerintah Daerah Kabupaten Belu, salah satu Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Adapun Kecamatan Kota Atambua berbatasan dengan Wilayah-wilayah Sebagai berikut :
 Sebelah Utara : Kecamatan Kakuluk Mesak  Sebelah Timur : Kecamatan Tasifeto Timur  Sebelah Selatan : KecamatanTasifeto Barat  Sebelah Barat : Kabupaten TTu
3.1.2. Luas Wilayah
Luas wilayah Kota Atambua adalah 56,59 km2 atau 5.659 Ha yang
meliputi dua belas kelurahan dengan rincian luas wilayah masing-masing kelurahan terlihat pada Tabel III - 1.
Tabel III - 1. Luas Wilayah
Kecamatan Kota
Atambua Per
Kelurahan 2003
Sumber : Kota Atambua dalam Angka 2003
3.1.3. Rona Fisik Wilayah Perencanaan
a. Kondisi Tanah dan Geologi
Kondisi geologi wilayah Kota Atambua dikaitkan dengan proses erosional terdiri dari berbagai kelompok batuan, yaitu batuan morfik, sedimenter dan batuan beku. Pada umumnya kelompok sedimenter mendominasi wilayah ini.
Secara umum kondisi tanah di wilayah Kecamatan Kota Atambua terbentuk oleh campuran tanah Alluvial dan Litosol yang kurang subur.
Kondisi fisik tanah di Kota Atambua sama halnya dengan wilayah lain dalam Kabupaten Belu dapat dirinci sebagai berikut :  Kedalaman efektif tanah
- 0 – 30 cm seluas 21.191 Ha (8,67 %) - 30 – 60 cm seluas 28.204 Ha (11,53 %) - 60 – 90 cm seluas 3.840 Ha (1,57 %)
No. Kelurahan Ibu Kota Luas (km2)
1 Fatukbot Tubaki 5.80 2 Lidak Lolowa 0.62 3 Manuaman Haliren 3.52 4 Rinbesi Sukabiren 3.20 5 Fatubenao Fatubenao 10.55 6 Atambua Atambua 1.40 7 Berdao Tatakiren 0.62 8 Beirafu Beirafu 0.63 9 Umanen Sesekoe 11.92 10 Tulamalae Toro 2.38 11 Manumutin Tenubot 11.35 12 Tenukiik Tenukiik 1.60
- 90 cm seluas 191.322 Ha (78,23%)  Tekstur tanah
- Tekstur halus seluas 4.599 Ha (1,88 %) - Tekstur sedang seluas 201.361 Ha (84,79 %) - Tekstur kasar seluas 32.597 Ha (13,33 %)  Drainase
- Tidak tergenang seluas 233.622 Ha (95,53 %)
- Kadang-kadang tergenang seluas 6.805 Ha (2,78 %) - Tergenang/rawa seluas 4.130 Ha (1,69 %)
 Erositas
- Tidak erosi seluas 171.245 Ha (70,02%) - Ada erosi seluas 73.312 Ha (29,98%)
b. Iklim
Kota Atambua adalah bagian dari Kabupaten Belu yang beriklim semi kering (semiarid) dengan musim hujan relatif pendek. Hujan turun biasanya antara bulan Desember sampai bulan Maret, sedangkan kemarau berlangsung antara bulan April sampai bulan Nopember. Data curah hujan tahun 2003 menunjukkan bahwa curah hujan sepanjang tahun 2003 di Kota Atambua adalah yang terendah untuk seluruh wilayah Kabupaten Belu, dimana sama sekali tidak turun hujan selama tahun tersebut. Menurut Koppen, Kabupaten Belu termasuk daerah beriklim tropis dengan temperatur udara berkisar 21oC – 34oC. Temperatur udara rata-rata sekitar
27,6oC. Temperatur udara tertinggi 33,7oC, sedangkan terendah
21,5oC.
Tabel III – 2. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Kabupaten Belu menurut Kecamatan Tahun 2003
Sumber : Kota Atambua dalam Angka 2003
c. Hidrologi
Air tanah yang ada terdiri dari air tanah bebas dan air tanah tertekan. Air tanah bebas umumnya dangkal dan mengikuti kondisinya morfologinya, sedangkan air tanah tertekan terletak jauh di dalam tanah dengan lapisan kedap air. Pada setiap kecamatan di Kabupaten Belu, termasuk kecamatan Kota Atambua banyak dijumpai air tanah tertekan. Sedangkan air tanah bebas umumnya terdapat di daratan dekat pantai pada endapan alluvial dan dekat dengan permukaan tanah.
Berdasarkan laporan hasil proyek penelitian air tanah (P2AT) Kantor Wilayah Pekerjaan Umum Propinsi Nusa Tenggara Timur 1998, menunjukkan bahwa potensi air tanah dalam Kabupaten Belu cukup tinggi. Dari 91 mata air yang dibor, terdapat air di 61 titik dengan debit total 180,81 lt/detik.
Selain air tanah, di wilayah Kabupaten Belu terdapat sumber air permukaan berupa sungai dan mata air. Air sungai yang besar umumnya mengalir sepanjang tahun. Adapun sungai-sungai besar tersebut yaitu, Sungai Talau, Benanain, Baukama dan Malibaka. Sungai-sungai tersebut mengalir ke selatan dan utara wilayah Kabupaten Belu. Di samping itu ada juga sungai-sungai kecil yang hanya berair di musim hujan. Hal ini dapat terjadi karena fluktuasi
No. Kecamatan Curah Hujan(mm) Hari Hujan 1 Malaka Barat 1,260.00 71.00 2 Rinhat 1,957.90 100.00 3 Malaka Tengah 976.00 47.00 4 Sasaita Mean 1,140.00 53.00 5 Malaka Timur 345.00 38.00 6 Kobalima 1,758.00 102.00 7 Tasifeto Barat 2,585.00 16.00 8 Kakuluk Mesak 807.00 38.00 9 Tasifeto Timur 2,096.00 83.00 10 Raihat 1,911.40 112.00 11 Lamaknen 1,963.00 73.00 12 Kota Atambua 0.00 0.00 Jumlah 16,799.30 733.00
curah hujan yang sangat kontras yang dikontrol dengan kondisi geologi dan morfologi wilayah ini.
Kota Atambua sendiri dilintasi oleh dua buah sungai, yaitu Sungai Talau yang memiliki panjang 5 km dan Sungai Motabuik sepanjang 4 km.
d. Kemiringan Lahan
Kondisi topografis Kabupaten Belu adalah berbukit-bukit, demikian pula dengan wilayah Kota Atambua. Bagian yang datar
hanya
terdapat di wilayah pantai. Kota Atambua tidak berada di wilayah pantai sehingga kondisi konturnya berbukit-bukit meskipun dibandingkan dengan wilayah lain dalam Kabupaten Belu, kontur wilayah kota Atambua relatif lebih datar. Kemiringan lahan secara umum di Kabupaten Belu dapat diamati pada tabel III – 3.
e. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Belu meliputi permukiman, tegalan/ladang, sawah, hutan, semak, padang rumput, tanah rusak, empang danau dan embung. Penggunaan lahan terbesar yaitu
kehutanan sebesar
39,26%, diikuti oleh semak sebesar 29,15%, sedangkan penggunaan lahan yang termasuk kecil meliputi permukiman (1,97%) dan danau (1,15%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III – 3.
Tabel
III – 3. Kemiringan Lahan Wilayah Kabupaten Belu
No. Kemiringan Lahan
(%) Luas (Ha) Prosentase (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 0 – 3 3 – 8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 > 40 42.720 16.000 11.040 20.960 123.777 30.080 17,40 6,54 4,51 8,57 50,61 12,30 Kabupaten Belu 244.577 100,00
Sumber : Kabupaten Belu Dalam Angka Tahun 2003
Tabel III – 4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Belu
Sumber : Peta Rupa Bumi Bakosurtanal Keterangan A : Permukiman B : Tegalan/ladang C : Sawah D : Kebun E : Hutan F : Semak G : Padang Rumput H : Lain-lain
Sedangkan penggunaan lahan Untuk wilayah Kecamatan Kota Atambua terbesar adalah untuk lahan bukan sawah. Selengkapnya penggunaan lahan di Kota Atambua dapat dilihat pada tabel berikut.
3.2. Kependudukan No. Kecamatan A B C D E F G H 1 Lamaknen 241 4.443 946 642 9.734 4.240 0 0 2 Tasifeto Tmur 510 1.470 820 410 6.375 17.540 460 0 3 Raihat 208 894 689 0 1.304 5.622 3.590 0 4 Tasifeto Barat 190 950 790 780 17.023 4.780 750 240 5 Kakuluk Mesak 200 480 40 0 15.164 2.000 460 120 6 Kota Atambua 390 990 0 0 2.948 830 14.020 7 Malaka Timur 540 60 190 390 7.440 11.492 3.280 0 8 Kobalima 480 1.260 50 1.350 6.040 4.242 1.350 0 9 Malaka Tengah 450 910 600 1.710 5.600 3.728 0 0 10 Sasaita Mean 520 3.900 0 690 5.310 6.810 0 0 11 Malaka Barat 752 11.597 946 3.077 8.090 3.435 0 360 12 Rinhat 304 630 808 70 5.961 6.589 0 0 Kabupaten Belu 4.785 30.644 6.879 9.199 95.991 71.292 24.010 720
3.2.1. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan
Berdasarkan pendataan akhir tahun 2003, jumlah penduduk Kabupaten Belu adalah sebesar 334.439 jiwa. 87,16% dari jumlah penduduk tersebut hidup di daerah perdesaan dan sisanya sebesar 12,84% bermukim di daerah perkotaan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 1,93% per tahun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (1998 – 2002).
Penduduk Kota Atambua adalah sebesar 18,70% dari seluruh penduduk Kabupaten Belu. Kepadatan penduduk Kota Atambua adalah yang terbesar di seluruh Kabupaten Belu yaitu 1.127 jiwa/km2.
Sumber : Kota Atambua dalam Angka 2003
3.2.2. Struktur Penduduk
Struktur penduduk Kota Atambua berdasarkan jenis kelamin menunjukkan perbandingan yang cukup seimbang antara penduduk laki-laki dan perempuan sebagaimana terlihat dalam Tabel III-7.
Tabel III – 7. Jumlah Penduduk Kecamatan Kota Atambua menurut Jenis Kelamin Tahun 2003
No. Kelurahan laki-laki perempuan
1 Fatukbot 3,068 2,671
2 Lidak 1,988 2,136
3 Manuaman 2,931 2,708
No. Kelurahan Penduduk(jiwa) Kepadatan (km2)
1 Fatukbot 5,737 989 2 Lidak 4,128 1,286 3 Manuaman 5,636 1,601 4 Rinbesi 3,071 960 5 Fatubenao 7,121 675 6 Atambua 3,376 2,411 7 Berdao 3,400 5,484 8 Beirafu 4,564 7,361 9 Umanen 6,147 515 10 Tulamalae 4,381 1,841 11 Manumutin 10,719 944 12 Tenukiik 5,002 3,126 KOTA ATAMBUA 63,282 1,127
4 Rinbesi 1,536 1,530 5 Fatubenao 3,617 3,504 6 Atambua 1,638 1,730 7 Berdao 1,764 1,620 8 Beirafu 2,432 2,116 9 Umanen 3,171 2,970 10 Tulamalae 2,280 2,096 11 Manumutin 5,454 5,241 12 Tenukiik 2,395 2,606 KOTA ATAMBUA 32,274 30,928
Sumber : Kota Atambua dalam Angka 2003
Struktur penduduk Kota Atambua menurut golongan umur dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel III – 8. Penduduk Kecamatan Kota Atambua menurut Golongan Umur & Jenis Kelamin Tahun 2003
Sumber : Kota Atambua dalam Angka 2003
Penduduk Kota Atambua mayoritas beragama Katolik yaitu sebanyak 57.724 jiwa. Struktur penduduk Kota Atambua menurut agama yang dianut dapat dilihat pada Tabel dan Grafik berikut.
Tabel III – 9. Jumlah Penganut Agama di Kota Atambua 2003
No. Agama PenganutJumlah
1 Katolik 57,724
2 Islam 4,913
3 Protestan 4,020
4 Hindu 146
5 Budha 78
No. Golongan Umur laki-laki perempuan jumlah 1 0 - 4 5,132 4,179 9,311 2 5 - 9 5,267 4,839 10,106 3 10 - 14 4,321 3,941 8,262 4 15 - 19 2,920 2,833 5,753 5 20 - 24 2,135 2,445 4,580 6 25 - 29 2,240 2,566 4,806 7 30 - 34 1,948 1,915 3,863 8 35 - 39 1,859 1,751 3,610 9 40 - 44 1,329 1,272 2,601 10 45 - 49 1,508 1,252 2,760 11 50 - 54 1,142 962 2,104 12 55 - 59 785 662 1,447 13 60 - 64 653 530 1,183 14 65 - 69 413 413 826 15 70 - 74 328 264 592 16 75+ 479 377 856 KOTA ATAMBUA 32,459 30,201 62,660
Jumlah 66,881
Sumber : Kota Atambua Dalam Angka 2003
Gambar
III - 1 Grafik Struktur Penduduk Kota Atambua Menurut Agama yang Dianut Budha
Hindu Protestan
Islam
Katolik
Sumber : Kota Atambua Dalam Angka Tahun 2003 (adaptasi penulis)
3.3. Sosial Budaya
3.3.1. Etnis
Legenda setempat mengisahkan bahwa leluhur masyarakat Belu berasal dari dalam tanah yang disebut “Sina Mutin Malaka”. Penelitian para antropolog menemukan bahwa penduduk asli Timor disebut orang “Melus” (Mamelu). Namun karena desakan para pendatang, keberadaan mereka saat ini tidak jelas.
Suku terbesar yang saat ini mendiami wilayah Kabupaten Belu adalah Suku Tetun yang sesungguhnya merupakan suku pendatang.
Suku Tetun tersebar di wilayah
Belu Utara.
Sebagian
penduduk Belu juga berasal dari Suku Dawan yang merupakan suku yang populasinya paling besar di Pulau Timor.
Kota Atambua sebagaimana kota pusat perdagangan lainnya berkembang menjadi kota yang berpenghuni multi etnis. Di samping etnis asli penghuni Pulau Timor seperti Tetun dan Dawan serta etnis lain dari Nusa Tenggara Timur seperti etnis Rote, Sabu, Alor, dan sebagainya, terdapat pula etnis-etnis pendatang dari Pulau Jawa dan Sulawesi.