• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendahuluan Latar Belakang"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

R

uang kota adalah rumah bagi komunitas penghuninya. Oleh

karena itu kota haruslah menjadi ruang yang mewadahi segala aktivitas

perikehidupan penghuninya. Untuk menjalankan fungsi itu dibutuhkan

tata ruang kota yang mengatur dan mengarahkan pertumbuhan dan

perkembangan kota yang selaras dengan dinamika kehidupan

komunitas penghuninya.

R

uang

kota di pihak lain memiliki kemampuan, keterbatasan

serta kesempatan ekonomi yang tidak sama. Sementara itu desakan

permintaan akan lahan sebagai akibat pesatnya pertumbuhan fisik dan

transformasi sosial ekonomi masyarakat penghuni seringkali tidak

sejalan dengan kesiapan pemerintah kota dalam mewadahinya.

Akibatnya seringkali terjadi pemanfaatan lahan dan bangunan yang tidak

sesuai dengan arah perkembangan kota. Pemanfaatan ruang dan

bangunan

kota

karena

itu

perlu

dikendalikan.

Pengendalian

pemanfaatan ruang di kota pada umumnya dilaksanakan dengan

berpedoman pada peraturan Daerah tentang Rencana Umum atau

Detail Tata Ruang Kota. Akan tetapi sesuai dengan tingkatan hierarkhi,

skala dan kedalaman materi yang diatur di dalamnya, produk rencana

tata ruang kota pada umumnya hanya mengatur pola pemanfaatan lahan

secara dua matra. Perancangan tri matra kerap tidak tersentuh oleh

rencana tata ruang yang ada. Rencana dua matra tidak cukup rinci untuk

dijadikan landasan operasional pengendalian wujud fisik arsitektur atau

bangunan gedung serta sarana dan prasarana lingkungan.

Pengendalian pemanfaatan ruang, khususnya dalam bentuk

pembangunan gedung dilakukan dengan mengacu pada Peraturan

Daerah tentang bangunan yang umumnya berlaku pada tingkat

Kabupaten/kota.

Peraturan

Daerah

tersebut

disebut

Peraturan

(2)

Bangunan Setempat (PBS). Permasalahannya PBS tidak mampu

mengimbangi pertumbuhan fisik pembangunan pada bagian tertentu di

perkotaan dan atau pengembangan daerah baru yang berskala relatif

besar, serta pengembangan kawasan khusus seperti kawasan wisata,

industri, pendidikan, rumah sakit, atau pusat perdagangan.

Untuk mengendalikan perwujudan fisik tata bangunan di

kawasan-kawasan khusus tersebut diperlukan suatu pengaturan tentang

bangunan yang bersifat khusus berlaku di kawasan tersebut, yang

bersifat lebih detail dan lebih spesifik dari pada PBS, serta dapat

memberikan arahan tri matra mengenai wujud fisik tata bangunan pada

kawasan tersebut, atau yang lebih dikenal dengan Peraturan Bangunan

Khusus (PBK). Untuk memberikan muatan teknis yang bermanfaat

sebagai pedoman penyusunan rencana teknis bangunan maka suatu

Peraturan Bangunan Khusus harus didasarkan pada suatu Rencana

Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Pada dasarnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(RTBL) merupakan penjabaran lebih lanjut dari kebijakan makro

keruangan sebagaimana diatur di dalam produk Rencana Umum dan

Rencana Detail Tata Ruang Kota, untuk selanjutnya akan dijadikan

acuan operasional dalam penyusunan

Detail Engineering Design

bangunan dan lingkungan. Dalam kedudukan ini maka Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan (RTBL) setidaknya memuat kebijakan teknis

operasional pengendalian tata bangunan dan lingkungan untuk suatu

kawasan yang telah ditetapkan pemanfaaatannya, dan berisi arahan

program bangunan dan lingkungan, arahan investasi, panduan rancang

bangun dan model simulasi desain bangunan dan lingkungan dan

pedoman pengendalian perwujudannya.

Kerangka pemahaman ini menempatkan RTBL sebagai salah

satu simpul penting di dalam hierarkhi konsep penataan ruang, yakni

sebagai jembatan yang menghubungkan kebijakan Rencana Umum Tata

Ruang dengan Rekayasa Rancang Bangun Arsitektur Gedung. Sebagai

jembatan maka RTBL memiliki peran penting yang sangat menentukan

(3)

kualitas produk akhir bangunan dan lingkungan. Oleh sebab itu maka

menjadi penting dan mendesak bahwa setiap penataan kawasan khusus

berskala besar, termasuk di dalamnya penataan kawasan Pusat

Perdagangan

Kabupaten/Kota, perlu dimulai dengan menyusun

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Dalam masa pemerintahan orde baru, Pemerintah Republik

Indonesia membagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam 3

(tiga) wilayah pembangunan, yaitu :

1. Wilayah Pengembangan Pulau Sumba terdiri atas Kabupaten Sumba

Timur dan Sumba Barat, dengan pusat pengembangannya

Waingapu.

2. Wilayah Pengembangan Pulau Flores yang terdiri atas 3 Pusat

Pengembangan yaitu

-

Pusat Pengembangan Maumere

dengan wilayah pengaruh

Kabupaten Sikka, Flores Timur dan Alor

-

Pusat Pengembangan Ende dengan wilayah pengaruh Kabupaten

Ende dan Kabupaten Ngada.

-

Pusat Pengembangan Ruteng dengan wilayah pengaruh

Kabupaten Manggarai.

3. Wilayah Pengembangan Pulau Timor terdiri atas 2 pusat

pengembangan yaitu :

-

Pusat Pengembangan Kupang dengan wilayah pengaruh

Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan.

-

Pusat Pengembangan Atambua dengan wilayah pengaruh

Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor Tengah Utara.

Kebijakan ini menempatkan Kota Atambua sebagai salah satu pusat

pengembangan wilayah, sekaligus sebagai salah satu kota Orde II di

Propinsi Nusa Tenggara Timur setelah Kupang sebagai ibu kota Propinsi

sekaligus Kota Orde I.

Di masa kini, kedudukan Kota Atambua tak kalah strategis,

bukan hanya dalam skala propinsi namun juga dalam skala nasional.

(4)

Atambua adalah ibu kota Kabupaten Belu yang berbatasan langsung

dengan negara baru Republic Democratic Timor Leste (RDTL). Kondisi

ini

juga

memberikan

pengaruh

yang

cukup

signifikan

bagi

perkembangan kota Atambua. Derasnya arus pengungsi saat krisis

politik di Timor Leste yang kemudian diikuti dengan pendirian negara

baru tersebut menyumbangkan masalah sekaligus peluang yang cukup

besar bagi pembangunan fisik di wilayah ini. Saat ini jumlah warga

“Indonesia baru” yang berasal dari ex pengungsi yang memutuskan

untuk menetap di Indonesia khususnya di wilayah Kabupaten Belu

berjumlah 12.000 kepala keluarga. Jika diasumsikan bahwa kepadatan

per rumah tangga adalah 4 maka warga ex pengungsi tersebut

berjumlah sekitar 48.000 jiwa. Sebagian dari jumlah tersebut menetap

dalam permukiman-permukiman di wilayah Kota Atambua. Jumlah

penduduk Kecamatan Kota Atambua pada tahun 2003, menurut data

Badan Pusat Statistik adalah sebesar 63.302 jiwa.

Disamping faktor internal berupa pertumbuhan jumlah penduduk alami,

kondisi yang telah diuraikan di atas telah mendorong terjadinya lonjakan

jumlah penduduk yang cukup besar. Ini berarti terjadi pula lonjakan

kebutuhan ruang.

Perkembangan kebutuhan ruang yang sangat pesat ini harus

secepatnya diatur dan ditata sehingga tidak berkembang ke arah yang

tidak sesuai dengan arah perkembangan kota yang direncanakan. Hal ini

mengingat bahwa perkembangan kota yang tidak dikendalikan akan

menciptakan beberapa dampak negatif seperti :

1. adanya lingkungan terbangun yang kurang selaras dengan tuntutan

kaidah ekosistem lingkungan seperti kepadatan lingkungan yang

sangat tinggi, kekumuhan, turunnya kemampuan penyerapan air ke

dalam tanah, bencana banjir, kebakaran, dan sebagainya.

2. keberadaan pembangunan yang kurang memenuhi persyaratan

konstruksi yang berkaitan dengan aspek kekokohan, stabilitas,

keamanan bangunan dan sebagainya.

(5)

3. adanya polusi arsitektur yang diakibatkan oleh beragamnya gaya

arsitektur bagian kota yang

kurang memberikan sinergi terhadap

aspek keindahan ruang suatu kawasan/kota.

4. terjadinya

ketidak-efisienan

dalam

melakukan

investasi

pembangunan kota antara berbagai instansi pemerintah karena tidak

adanya sarana untuk melakukan sinkronisasi dan koordinasi

program.

Demi mencegahnya terjadinya dampak negatif di atas, Pemerintah

Propinsi Nusa Tenggara Timur melalui menyediakan dana untuk

kegiatan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua yang akan dibiayai melalui

dana APBN.

1.2

Maksud, Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Maksud

Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

Kota Atambua dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan yang dapat

digunakan dalam pengendalian pemanfaatan suatu ruang kota/kawasan

dalam kota Atambua untuk mewujudkan suatu karakter serta kualitas

bangunan gedung dan lingkungan yang berkelanjutan sesuai dengan

amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2005.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan Kawasan Perdagangan Kota Atambua adalah terwujudnya

Kawasan Perdagangan Kota Atambua yang pembangunan bangunan

gedungnya serasi dan selaras dengan lingkungan sesuai potensi daerah

serta dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.

(6)

1.2.3 Manfaat

 Sebagai pedoman untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan

pemanfaatan ruang dalam wilayah kawasan perdagangan Kota

Atambua

 Sebagai pedoman untuk mendorong pemanfaatan ruang secara

optimal terutama bagi area yang mempunyai potensi untuk

dikembangkan sebagai

build up area dan memberikan perlindungan

bagi area yang dinilai harus dikonservasi karena dapat menimbulkan

kerusakan lingkungan

 Sebagai acuan bagi proses perancangan teknis bangunan dan

lingkungan

 Sebagai

jaminan

kepastian

hukum

dalam

pelaksanaan

pembangunan termasuk kepastian untuk mendapatkan kondisi

bangunan dan lingkungan yang aman, nyaman, tertib selaras dan

serasi

1.3

Ruang Lingkup Pekerjaan

1.3.1. Ruang Lingkup Wilayah

Mengacu pada Kerangka Acuan Kerja, kegiatan studi yang akan

dilakukan saat ini adalah Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan (RTBL) Kota Atambua. Tuntutan produk dari kegiatan

penyusunan RTBL ini cukup mendalam hingga ke

Design Guideline.

Kota Atambua adalah suatu wilayah administratif kecamatan

seluas 56,59 km

2

atau 5.659 Ha (lihat Gambar I - 1). Dengan luasan

sedemikian besar dan berbagai keterbatasan yang ada tidak akan

dimungkinkan pengkajian yang cukup mendalam untuk menghasilkan

suatu

design guideline yang bersifat teknis dan dapat dimanfaatkan

secara berdaya guna dalam implementasi pembangunan fisik wilayah

kawasan.

(7)

Untuk itu lingkup wilayah yang dikaji dalam penyusunan RTBL Kota

Atambua dibatasi pada Kawasan Perdagangan yang berpusat di Pasar

Kota Atambua dan wilayah

hinterland-nya.

Pembatasan ini dibuat berdasarkan pula pada hasil

pre

eliminary study yang menunjukkan bahwa kawasan tersebut adalah

kawasan dengan potensi permasalahan yang terbesar dalam tata ruang

Kota Atambua. Penataan kawasan ini merupakan suatu urgensi dalam

konteks permasalahan tata ruang Kota Atambua sehingga harus

ditempatkan sebagai prioritas pertama dalam penyusunan Rencana Tata

Ruang Kota Atambua.

Pembatasan lingkup wilayah ini juga masih berlangsung dalam

koridor Kerangka Acuan Kerja Penyusunan Rencana Tata Bangunan

dan Lingkungan Kota Atambua yang menggariskan bahwa luas wilayah

yang dicakup dalam kegiatan ini adalah sebesar 30 - 60 Ha.

A T A P U P U U M A R E S E Ke p o n u T E N U K IIK K E C . K A K U L U K M E S A K A T A M B U A K E C . R A IH A T D S A I T O U N W EL U L I K E C . K O T A A T A M B U A K E C . K O B A L IM A R A I H EN EK B O A S B ET U N B ES I K A M A K E C . S A S IT A N E A K A P U T U K E C . T A S I F E T O B A R A T K IM B A N A K E C . M A L A K A T IM U R K E C . M A L A K A T E N G A H B U ID U K F O H O K E C . M A L A K A B A R A T K E C . R IN H A T W I L A Y A H T I M O R L E S T E W I L A Y A H T I M O R L E S T E K e B at u g ed e K e K e fa m e n a n u K A B U P A T E N T . T . S K A B U P A T E N T . T . S K e S u ai K A B U P A T E N T . T . U K E C . T A S I F E T O T I M U R H A I K E S A K K E C . L A M A K N E N D S F O H O K A PULA U R O TE PULA U TIM O R PULA U SUM BA PULAU F LO RES O R I E N T A S I KABUPATEN BELU K E T E R A N G A N :

S atke r N o n V e rtik al T ertentu P en ataa n B a ng un an d an L in gk un ga n P r op. N T T G a m b a r I - 1 . O rie n ta s i W ila y a h K e c a m a ta n K o ta A ta m b u a I B U K O T AA = K A B U PA T E NB = K E C A M A T A N C = D E S A / K E L U R A H A N A B C A B C D A A A B A T A S A = N E G A R AB = K A B U PA T E N C = K E C A M A T A N D = D E S A / K E L U R A H A N A B C J A L A N A = N E G A R A B = P R O PIN S I C = K A B U PA T E N A B A = S U N G A I B = G A R I S PA N T A I O R I E N T A S I U S U M B E R : B A P P E D A K A B U P A T E N B E LU O R I E N T A S I W I L A Y A H K E C A M A T A N K O T A A T A M B U A W I L A Y A H K E C . K O T A A T A M B U A

(8)

Jadi kawasan yang dibahas dalam penyusunan RTBL adalah

Pusat Perdagangan Kota Atambua berupa kesatuan ruang fisikal seluas

kurang lebih 60 Ha, yang secara administrasi merupakan bagian dari

wilayah Kecamatan Kota Atambua, dan meliputi bagian dari dua

kelurahan yaitu Kelurahan Berdao dan Kelurahan Berafu. Batasan

wilayah tidak mengacu kepada batas administrasi pemerintahan tapi

kepada batasan fungsi kawasan. Wilayah perencanaan merupakan

kawasan perdagangan yang berada di sekitar pusat pertumbuhan kota.

Gambar I – 2 memperlihatkan area terbangun dalam Kota Atambua yang

sekaligus menunjukkan pusat pertumbuhan kota.

1.3.2. Ruang Lingkup Substansi

a. Tugas dan Tanggung-jawab Konsultan

Tahapan Pekerjaan

Pekerjaan penyusunan RTBL Kawasan Pusat Perdagangan Kota

Atambua ini secara kronologis dibagi dalam tahapan-tahapan

sebagai berikut:

 Tahap Persiapan.

 Penyusunan Laporan Pendahuluan.

 Tahapan Pengumpulan Data Lapangan

 Tahap Kompilasi dan Analisa

 Tahap Penyusunan Rencana

 Tahapan Pengembangan Model Simulasi Desain

Lingkup tugas dan tanggung-jawab konsultan pada setiap tahapan

tersebut diatur sebagai berikut:

Tahap Persiapan dan Penyusunan Laporan Pendahuluan

Melakukan survey awal untuk mendapatkan gambaran umum

(9)

Mendalami Kerangka Acuan Kerja

Menyusun rencana kerja

Konsolidasi

organisasi

kerja

dan

menyusun

rencana

pengerahan tenaga

Menyusun kerangka analisis

Menyiapkan perangkat keras/lunak yang diperlukan

Mengidentifikasi dan mereview rencana dan kebijakan makro

yang terkait

Menyusun Laporan Pendahuluan

Melakukan Workshop I untuk mengidentifikasi keinginan

stakeholder

Tahap Pengumpulan Data

Mengumpulkan data-data instansional, minimal meliputi:

 Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Belu

 Pola Dasar Pembangunan dan Rencana Strategis

Kabupaten Belu

 Struktur organisasi Pemerintahan Kota Atambua menurut

dinas/lembaga

 Jumlah pegawai menurut instansi

 Program pengembangan Organisasi pemerintahan untuk

10 tahun ke depan

 Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Atambua

 Data-data statistik Kota Atambua

Melakukan survey dan pengukuran lapangan, minimal meliputi

data-data berikut:

 Letak dan luas tapak perencanaan

 Kondisi eksisting bangunan dan lingkungan

 Kondisi topografi

 Kondisi jaringan jalan

 Kondisi jaringan listrik, air bersih, telepon

 Kondisi material lokal

(10)

 Kondisi sosial budaya masyarakat setempat

Konsultan harus melaksanakan kegiatan pengumpulan data di

atas dengan mengacu pada standard dan prosedur kerja yang

baku.

Tahap Penyusunan Laporan Kompilasi Data dan Analisis

Melakukan tabulasi/kompilasi data, meliputi kegiatan verifikasi,

dan pengelompokan data sesuai dengan kepentingan analisis.

Melakukan analsis terinci, minimal meliputi:

 Analisis kebutuhan pengembangan kegiatan perdagangan

 Analisis kebutuhan pengembangan bangunan dan

lingkungan

 Analisis masalah, potensi dan peluang pengembangan tata

ruang kawasan (meliputi aspek pemanfaatan lahan,

sirkulasi dan parkir, jalur pejalan kaki, tata bangunan,

ruang terbuka dan tata hijau, aktifitas pendukung, sistem

petanda, sistem jaringan

 Analisis pembiayaan

Seluruh rangkaian kegiatan kompilasi dan analisis tersebut di

atas harus dilakukan dengan menggunakan metode-metode

yang baku dan lazim digunakan di dalam kegiatan analisis

proyek. Hasil kompilasi dan analisis dimaksud selanjutnya

disajikan dalam bentuk deskripsi, grafis, tabelaris dan diagram

Menyusun Laporan Antara yang meliputi Laporan Fakta dan

Analisis

Tahap Perumusan Rencana

Merumuskan skenario dan strategi konseptual pengembangan

tata ruang dan rancang bangun lingkungan binaan pusat

perdagangan Kota Atambua.

(11)

Menyusun rencana dan panduan rancang bangun

(design

guidelines) lingkungan binaan serta mengembangkan model

simulasi desain bangunan

1. Rencana pemanfaatan lahan, yang meliputi:

 Rencana pendaerahan atau blok peruntukan

 Rencana Perpetakan (kaveling)

 Rencana intensitas pembanguan

2. Rencana Sistem Sirkulasi dan Parkir, meliputi arahan

mengenai

 Pola jaringan jalan dan jalur pejalan kaki

 Sistem pergerakan

 Sistem peralihan moda (halte dan parkir)

3. Rencana tata bangunan yang meliputi:

 Pola tata letak masa bangunan

 Pemunduran dan ketinggian bangunan

 Bentuk dan tampilan bangunan

 Selubung bangunan

 Sistem pengamanan bangunan

4. Rencana ruang terbuka dan tata hijau, meliputi:

 Pola tata letak ruang terbuka dan tata hijau

 Hierarkhi dan pemanfaatan ruang terbuka

Street scape dan perabot taman

5. Rencana sistem jaringan utilitas, meliputi arahan rencana

 Jaringan Listrik

 Jaringan Air Bersih

 Jaringan Telekomunikasi

 Jaringan Drainase

 Penanganan Sampah

6. Rencana sistem informasi dan petanda

 Tengaran atau

Landmark kawasan

 Papan nama dan rambu pengarah

(12)

 Iklan layanan masyarakat

Menyusun Rencana

Indikasi Program dan Pentahapan

Pembangunan

Menyusun

Pedoman

Pengendalian

Pelaksanaan

Pembangunan

Kepranataan

Kelembagaan

Mekanisme dan Prosedur

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan

Menyusun Laporan Rencana

Menyelenggarakan seminar hasil perencanaan

Tahap Pengembangan Model Simulasi Desain Bangunan dan

Lingkungan

 Mengembangkan model simulasi desain bangunan

gedung

 Mengembangkan model simulasi desain jaringan jalan

dan jalur pejalan kaki

 Mengembangkan model simulasi desain Ruang terbuka

dan tata hijau

 Mengembangkan model simulasi desain jaringan utilitas

 Mengembangkan model simulasi desain petanda dan

perabot taman

b. Tingkat Kedalaman Materi

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Pusat Perdagangan Kota

Atambua ini disusun dengan tingkat kedalaman mencapai penataan

blok peruntukan dan model simulasi desain bangunan dan

lingkungan. Adapun skala peta dan gambar yang digunakan adalah

sebagai berikut :

Peta rencana induk pengembangan

: Skala 1 : 2000

Peta rencana blok peruntukan

: Skala 1 : 500

(13)

Pendekatan & Metodologi

2.1. Isu-isu Strategis

Persoalan utama yang perlu dipecahkan melalui penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

adalah bagaimana menemukan masalah, potensi dan peluang pengembangan tata ruang kawasan

sedemikian rupa sehingga dapat dirumuskan suatu strategi penataan yang tepat sesuai dengan kemampuan,

keterbatasan dan kesempatan ekonomi ruang serta arah pembangunan yang dituju.

Sehubungan dengan persoalan tersebut, maka ada beberapa isu strategis terkait dengan tata ruang kota

Atambua yang perlu disikapi dalam penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan di Kota Atambua.

o

Kota Atambua sebagai Kota Perbatasan

Kota Atambua adalah ibu kota Kabupaten Belu yang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang

berbatasan langsung dengan negara tetangga.

(14)

Seperti telah disinggung dalam bagian awal laporan ini, jajak pendapat pada tanggal 30 Agustus 1999

telah mengakibatkan lepasnya Propinsi Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus

melahirkan negara baru yaitu Republic Democratic Timor Leste. Keberadaan negara baru ini menimbulkan

konflik poltik yang berakibat pada meluapnya arus pengungsi ke wilayah Indonesia khususnya

Kabupaten Belu, termasuk Kota Atambua. Hal ini secara langsung dan tidak langsung berpengaruh pula

pada kondisi keruangan Kota Atambua.

Dalam jangka panjang, kedudukan Kota Atambua sebagai kota perbatasan adalah posisi yang strategis.

Kota Atambua akan memiliki fungsi politis yang menentukan kualitas hubungan kedua negara. Selain

itu Kota Atambua akan menjadi mediator dalam maraknya transaksi perdagangan antara kedua negara.

Untuk menjamin kelancaran transaksi perdagangan tersebut, berbagai fasilitas dan prasarana tentunya

sangat dibutuhkan dan harus diadakan.

o

Tata Ruang Kota yang Kooperatif

Struktur perekonomian Kota Atambua, sebagaimana halnya kota-kota lain di Indonesia masih

mengalami ambiguitas. Hal ini ditandai dengan kehadiran sektor informal secara mencolok. Kenyataan

ini perlu disikapi secara arif dalam pengambilan keputusan perencanaan tata ruang.

(15)

Pendekataan kooperatif adalah salah satu strategi perencanaan yang berlandaskan pada prinsip

kebersamaan/kooperatif sebagai ciri bangsa Indonesia yang sudah seharusnya menjadi pula ciri

kehidupan kota-kotanya. Memberikan kesempatan

o

Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan

Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan merupakan isu global yang perlu mendapat

perhatian dalam setiap keputusan perencanaan fisik keruangan, termasuk dalam penyusunn RTBL kota

Atambua. Produk RTBL, karena itu tidak saja diorientasikan pada upaya mengatasi masalah saat ini

tetapi sekaligus mengendalikan konsekuensi jangka panjang dari keputusan yang diambil saat ini

dengan mempertimbangkan keberlanjutan ketersediaan sumber daya.

o

Pembangunan berwawasan Identitas

Bahwa wujud fisik bangunan kota seringkali mengabaikan aspek identias dan citra lokal, sehingga wajah

kota seringkali menjadi sulit dikenali jati dirinya. Kenyataan ini perlu disikapi secara bijak oleh semua

pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan pembangunan, termasuk keputusan Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan. Sebagai alat kendali pembangunan yang memberi perhatian pada

perwujudan fisik tiga dimensional bangunan dan lingkungan, maka produk RTBL perlu memberikan

(16)

peluang bagi usaha memelihara keunikan karakter lokal sebagai bagian dan identitas atau jati diri kota,

yang membedakannya dengan kota lain.

o

Pergeseran peran pemerintah dari

Provider

menjadi

Enabler

Bahwa dalam proses pembangunan ke depan peran pemeriniah sebagai provider atau penyedia akan bergeser

menjadi

enableratau

memampukan. Dalam konteks ini maka produk RTBL hendaknya

mempertimbangkan pola pembangunan yang didasarkan pada pemberdayaan dan partisipasi

masyarakat.

2.2. Pendekatan Analisis

Menyikapi isu-isu strategis yang melandasi penyusunan produk tata ruang kota Atambua, perlu dilakukan

serangkaian analisis. Analisis akan menggunakan pendekatan normatif dengan mengadopsi model analisis

SWOT, yakni dengan melakukan audit lingkungan internal dan eksternal untuk mengetahui atau

mengenali kekuatan, keterbatasan, kendala keruangan serta peluang pengembangan kawasan pusat

perdagangan Kota Atambua, untuk selanjutnya merumuskan strategi penataan yang tepat.

(17)

Elemen-elemen dari analisis

SWOT

adalah : Kekuatan

(Strenght),

Kelemahan

(Weakness),

Kesempatan

(Opportunity)

dan Ancaman

(Threatening).

Secara spesifik elemen-elemen tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut

o

Kekuatan

(strength)

adalah elemen-elemen yang terdapat atau berada di dalam wilayah perencanaan yang

diduga akan berfungsi sebagai "asset" pengembangan kawasan pusat perdagangan Kota Atambua di masa

mendatang.

o

Kelemahan

(weakness)

adalah elemen-elemen yang berada dalam wilayah perencanaan yang dinilai akan

menjadi kendala

(constraint)

bagi pengembangan kawasan kawasan pusat perdagangan Kota Atambua di

masa mendatang.

o

Peluang

(opportunity)

adalah elemen-elemen yang berasal dari luar daerah perencanaan yang diduga dapat

mendukung

(support)

pengembangan kawasan pusat perdagangan Kota Atambua pada masa mendatang.

o

Ancaman

(threatening)

adalah elemen-elemen yang muncul dari luar daerah perencanaan yang diduga

tidak mendukung pengembangan

(unconducive)

kawasan pusat perdagangan Kota Atambua.

Berdasarkan model analisis ini diharapkan dapat diperoleh gambaran analitis menyeluruh mengenai semua

aspek yang diperlukan untuk memperkuat pengambilan keputusan perencanaan.

(18)

2.3. Pendekatan Konseptual

Pada tataran konseptual, beberapa pertimbangan berikut ini akan dijadikan dasar pendekatan :

1. Pertimbangan Strategis - Kewilayahan

Kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua yang akan direncanakan pada dasarnya merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari kesatuan ruang wilayah yang lebih luas. Pada sisi lain, Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Umum dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RUTRK dan

RDTRK). Karena itu kebijaksanaan penentuan fungsi kawasan/bagian kawasan atau blok peruntukan,

penentuan besaran kegiatan dan perencanaan struktur tata ruang kawasan seharusnya dilihat dan

dipetakan sebagai bagian integral yang tak terpisahkan dari tatanan ruang fisikal yang lebih luas,

sebagaimana yang diatur di dalam kebijakan keruangan secara makro wilayah.

2. Pertimbangan Teknis Keruangan dan Bangunan

Pada dasarnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan rencana teknis kawasan

yang memuat ketentuan teknis sebagai panduan perancangan lingkungan binaan. Pada sisi lain, sebagai

wadah kehidupan, setiap satuan ruang kota/bagian kota atau kawasan memiliki kemampuan,

(19)

keterbatasan serta kesempatan ekonomis, serta daya dukung lingkungan yang tidak sama. Karena itu

kebijaksanaan/Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang akan direncanakan harusnya

mempertimbangkan ketentuan dan persayaratan teknis bangunan dan lingkungan, persyaratan teknis

khusus yang dikehendaki pemilik, dukungan teknologi, kemampuan dan ketrampilan tenaga kerja lokal,

kemudahan pelaksanaaan dan efisiensi penggunaan biaya serta berbagai acuan konstekstual lainnya

yang secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

3. Pertimbangan Estetika

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada dasarnya merupakan dasar pijakan bagi

pengembangan rancangan arsitektur bangunan dan lingkungan yang mencakup ketentuan mengenai

kerangka materi pokok bagi desain arsitektur bangunan dan lingkungan binan. Karena itu Rencana

Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang direncanakan seharusnya mempertimbangkan aspek

estetika keruangan yang diwujudkan dalam pengaturan pola tata letak dan gubahan massa bangunan,

bentuk dan tampilan bangunan, ketinggian dan pemunduran bangunan, ruang luar dan tata hijau, serta

street scape

(20)

4. Pertimbangan Ekonomi

Tapak kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua yang akan dikembangkan mengandung dalam

dirinya kemampuan, keterbatasan serta kesempatan ekonomi tertentu. Karena itu, pengembangan

kawasan tersebut untuk kegiatan perdagangan Kota Atambua perlu mempertimbangkan

the highest and

the best uses

dari lahan yang ada sedemikian rupa sehingga dapat memberikan hasil guna optimal.

Pertimbangan efisiensi ekonomis dalam pengambilan keputusan desain harus pula menjadi perhatian

utama.

5. Pertimbangan Sosial Budaya

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan rencana teknis kawasan yang bermuara

pada tujuan penciptaan ruang/lingkungan binaan untuk mewadahi aktifitas perdagangan bagi

masyarakat Kota Atambua dan sekitarnya. Masyarakat Kota Atambua khususnya dan Kabupaten Belu

pada umumnya memiliki karakteristik tertentu yang khas. Oleh karena itu tatanan fisik keruangan

maupun bangunan yang akan dikembangkan seharusnya mempertimbangkan tata nilai dan perilaku

sosial budaya masyarakat Kota Atambua khususnya dan Kabupaten Belu umumnya.

(21)

6. Pertimbangan Ekologi

Kegiatan pembangunan dalam bentuk apapun akan memberikan dampak pada lingkungan sekitarnya.

Oleh sebab itu maka tatanan fisik keruangan maupun bangunan yang direncanakan sedapat mungkin

mempertimbangan keseimbangan ekologis serta hubungan timbal balik dengan lingkungan fisik

maupun sosial sekitarnya. Panduan rancang bangun lingkungan binaan yang akan diatur melalui

RTBL, tidak saja diorientasikan pada upaya penanggulangan jangka pendek terhadap kebutuhan nyata

saat ini, tetapi sekaligus pengendalian konsekuensi jangka panjang dari keputusan yang diambil saat

ini. Artinya RTBL tidak saja diorientasikan pada upaya mendorong pemanfaatan ruang secara optimal

bagi area yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai

build up area

tetapi sekaligus

memberikan perlindungan bagi area yang dinilai harus dikonservasi karena dapat menimbulkan

kerusakan lingkungan.

7. Pertimbangan Kelembagaan dan Pengelolaan Pembangunan

Pemerintahan Kabupaten Belu pada dasarnya adalah penyelenggara pemerintahan daerah Otonom yang

dilaksanakan oleh bupati dan perangkat daerah serta DPRD Kabupaten Belu menurut asas Desentralisasi.

Pengembangan kebijakan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) kawasan Pusat

Perdagangan Kota Atambua, karena itu perlu mempertimbangkan sistem organisasi dan kelembagaan

(22)

pemerintahan Kabupaten Belu, termasuk di dalamnya mempertimbangkan kemampuan keuangan dan

pengelolaan pembangunan oleh pemerintah daerah dalam semangat otonomi daerah.

2.4. Metodologi dan Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

Kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua, maka metoda dan prosedur yang digunakan pada setiap

tahapan pelaksanaan pekerjaan diatur seperti tertera dalam bagan kerangka alur pikir terlampir.

Mengacu pada bagan alur pikir dimaksud maka berikut ini akan diuraikan metodologi dan prosedur yang

akan dikembangkan sebagai berikut:

2.4.1.Peninjauan Terhadap Rencana dan Kebijakan Makro Wilayah

Sesuai dengan kedudukan dan fungsinya, RTBL merupakan penjabaran lebih lanjut dari Rencana Tata

Ruang Wilayah/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kota, serta kebijakan keruangan lainnya. Untuk Kota

Atambua, Kebijakan Keruangan yang ada hanya berupa Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)

Atambua yang disusun pada tahun 1994 dan sampai saat ini belum pernah direvisi. Meskipun sudah tidak

(23)

terlalu relevan, namun penyusunan RTBL ini akan sedapat mungkin mengacu kepada RUTRK tersebut serta

memperhatikan aspek-aspek yang digariskan dalam RUTRK sepanjang tidak bertentangan kondisi terakhir

di lapangan.

2.4.2.Peninjauan Terhadap Aturan Tata Bangunan dan Lingkungan Terkait

Mengingat Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada dasarnya merupakan rencana teknis

kawasan yang memuat ketentuan teknis sebagai panduan perancangan lingkungan binaan peninjauan

terhadap berbagai aturan perundang-undangan dan ketentuan teknis mengenai tata bangunan dan

lingkungan yang ada adalah perlu. Peraturan/pedoman atau ketentuan teknis yang perlu dipelajari antara

lain:

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan

Hidup (Lembaran Negara Nomor 12 Tahun 1982, Tambahan Lembaran Negara 3215);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

(Lembaran Negara Nomor 49 Tahun 1990, TambahanLembaran Negara Nomor 3419);

(24)

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Nomor 115 Tahun

1992, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

4. Kepmen Kimpraswil nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan dan Peninjauan Kembali

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kota

5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara

Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran

Negara Nomor 84 Tahun 1993, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

(Lembaran Negara Nomor 26 Tahun 1994, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3551) juncto Peraturan

Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994

tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Nomor 24 Tahun 1995,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3595);

8. Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

9. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999

Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

(25)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolan Barang Milik Negara (Lembaran Negara

Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 20 );

12. Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara

tahun 1997 nomor 68 ; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699

2.4.3. Survei dan Pengukuran

Survei dan pengukuran diperlukan untuk mendapatkan gambaran secara terinci mengenai rona kawasan

perencanaan. Untuk keperluan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini data–data yang

diperlukan antara lain meliputi :

Keadaan Iklim dan Curah Hujan

Meliputi keadaan suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin serta jumlah curah hujan dan hari hujan,

serta keadaan air permukaan pada kawasan perencanaan dan darerah sekitarnya. Data ini akan diperoleh

dari hasil pengukuran dan observasi instansi teknis terkait, dan disajikan dalam bentuk uraian, tekstual

dan tabel dan grafis

(26)

Keadaan Topografi Permukaan Tanah

Meliputi bentuk dan karakteristik permukaan tanah tapak perencanaan. Kondisi tersebut akan didapatkan

dengan cara interpretasi peta rupa bumi dan didalami secara lebih detail dengan pengukuran langsung di

lapangan, menggunakan alat bantu ukur

Teodolit.

Keadaan Flora dan Fauna

Meliputi karakteristik fauna dan flora antara lain meliputi jenis dan populasi pesebaran flora dan fauna

pada kawasan perencanaan. Data tersebut diperoleh melalui talaah literatur serta observasi lapangan dan

disajikan dalam bentuk uraian deskriptif dan tabelaris.

Keadaan Pemanfaatan Ruang

Meliputi karakteristik dan pesebaran elemen-elemen fisik buatan manusia antara lain berupa jenis dan

penggunaan ruang, struktur dan kualitas masing-masing, intensitas masing-masing jenis penggunaan,

serta kontribusi masing-masing penggunaan terhadap kawasan perencanaan. Data tersebut diperoleh

melalui observasi dan pengukuran lapangan dan disajikan dalam bentuk peta berskala 1 : 2500 dilengkapi

dengan tabel dan uraian deskriptif.

Keadaan Jaringan Jalan

Meliputi gambaran mengenai pola dan kualitas jaringan jalan yang ada di kawasan perencanan, yakni

meliputi lebar badan jalan, kondisi permukaan sert tingkat pemanfaatannya. Data tersebut diperolah

(27)

dengan cara observasi dan pengukuran dan disajikan dalam bentuk peta dan rekaman fisual lainnya

serrta uaraian deskriptif.

Keadaan Bangunan dan Prasarana Lingkungan

Meliputi gambaran mengenai tata letak, bentuk, luasan, konstruksi, tampilan bangunan, tata hijau serta

jaringan utilitas ingkungan yang sudah ada dalam kawasan perencanan. Termasuk di dalamnya jumlah

dan pesebaran banguanan perumahan, sarana umum dan sosial, (seperti pendidikan, perbelanjaan,

peribadatan, kesehatan dan rekreasi dan lain-lain); kondisi jaringan air minum, jaringan listrik, dan

telekomunikasi, sistem pembuangan air permukaan dan sistem pembuangan sampah domestik. Data

tersebut diperoleh dengan cara observasi lapangan, dan disajikan dalam bentuk peta, rekaman visual dan

uraian deskriptif

Bentuk Arsitektur dan Budaya Permukiman

Meliputi gambaran mengenai bentuk dan tampilan arsitektur vernakuler, pola tata ruang perkampungan

tradisional setempat , serta tata nilai yang terkandung dalam produk arsitektur vernakuler setempat,

termasuk arsitektur bangunan modern yang ada di sekitar kawasan perencanaan. Data tersebut akan

diperoleh dengan cara observasi lapangan dan telaah data pustaka dan studi arsitektur oleh

lembaga-lembaga terkait, dan disajikan dalam bentuk rekaman visual dan uraian deskriptif.

(28)

Keadaan Kependudukan

Meliputi gambaran mengenai jumlah dan pesebaran penduduk, penduduk usia kerja, struktur dan

distribusi tenaga kerja, diuraikan menurut unit wilayah administrasi terkecil. Data tersebut diperoleh

melalui interpretasi data statistik pada tingkat kelurahan dan kecamatan, dan disajikan dalam bentuk

tabel.

2.4.4 Analisis

Analisis yang dilakukan dalam kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

kawasan pusat perdagangan Kota Atambua akan dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni :

Identifikasi Masalah, Potensi dan Peluang Pengembangan Kawasan

Analisis Aktivitas dan Kebutuhan Faslitas

Analisis Tata Bangunan

Analisis Tata Ruang Kawasan

Analisis Dampak lingkungan

Analisis Pembiayaan

(29)

Identifikasi Masalah, Potensi dan Peluang pengembangan dimaksudkan untuk melakukan audit

lingkungan internal dan eksternal untuk mengetahui atau mengenali kekuatan, keterbatasan, kendala

keruangan serta peluang pengembangan kawasan pusat perdagangan Kota Atambua. Sehubungan

dengan itu maka akan diadopsi model pendekatan analisis

SWOT .

B. Analisis Kependudukan dan Tenaga Kerja

Analisis kependudukan dan tenaga kerja dilakukan untuk memperkirakan jumlah dan distribusi

penduduk dan tenaga kerja sektor perdagangan yang ada pada saat ini dan pada akhir tahun

perencanaan. Metode analisis yang akan digunakan dalam hal ini adalah regresi linier.

C. Analisis Aktivitas dan Kebutuhan Fasilitas

Analisis aktivitas dan kebutuhan fasilitas dimaksudkan untuk menentukan pola aktivitas perdagangan

Kota Atambua dan menentukan jenis, jumlah dan besaran fasilitas yang perlu diadakan atau diwadahi

pada kawasan perencanaan. Untuk maksud ini maka data dan informasi yang diperlukan antara lain:

Alur aktivitas di kawasan pusat perdagangan

Jumlah orang yang berpartisipasi dalam aktivitas perdagangan

Bentuk dan luas kawasan perencanaan

(30)

D. Analisis Tata Bangunan

Analisis aktivitas dan kebutuhan fasilitas dimaksudkan untuk menentukan pola aktivitas yang

berlangsung di kawasan pusat perdagangan dan menentukan jenis, jumlah dan besaran fasilitas yang

perlu diadakan atau diwadahi pada kawasan perencanaan. Untuk maksud ini maka data dan informasi

yang diperlukan antara lain:

Jenis-jenis aktivitas yang berlangsung di kawasan pusat perdagangan

Jumlah orang yang berpartisipasi dalam tiap jenis aktivitas

Bentuk dan luas kawasan perencanaan

Standard kebutuhan ruang per-orang untuk berbagai aktivitas

E. Analisis Tata Ruang Kawasan

Analisis tata ruang kawasan dimaksudkan untuk menentukan struktur tata ruang kawasan

perencanaan yang berkualitas, baik secara Fungsional, Visual maupun kualitas dalam pengertian

Ekologis.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas ruang kota, yang karenanya akan dijadikan unit

analisis adalah:

(31)

Guna lahan dan Intensitas Pembangunan

Sistem Sirkulasi dan Parkir

Ruang Terbuka

Jalur Pejalan kaki

Tata Bangunan

Aktifitas Pendukung

Petanda

Jaringan Utilitas

Adapun komponen yang akan dianalisis dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Analisis Pemanfataan Lahan dan Intensitas Pembangunan

Analisis mengenai pemanfaatan ruang dimaksudkan untuk menentukan 1) Tingkat kesesuaian

lahan dengan tuntutan kebutuhan pengembangan; 2) Struktur pola pemanfaatan lahan makro

kawasan; 3) Tata letak blok peruntukan dan perpetakan lahan (kaveling); 4)Tata letak bangunan dan

pemanfaatan bangunan; 5) Koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB).

Analisis dimaksud akan didasarkan pada pertimbangan pertimbangan tata hubungan fungsional

ruang, pertimbangan efisensi ekonomis dan pertimbangan kontekstual

(32)

2. Analisis Sistem Sirkulasi dan Parkir

Analisis sirkulasi dan parkir dimaksudkan untuk menentukan 1) Struktur dan pola tata letak

jaringan jalan; 2) Pola geometri jalan; 3) Pola pergerakan kendaraan; 4) Pola peralihan moda

transposrtasi. Kriteria dan pertimbangan dalam analisis sirkulasi dan parkir ini antara lain:

Kelancaran arus pergerakan orang/barang; Keamanan dan kenyamanan berkendara; Daya capai dari

dan ke luar kawasan

3. Analisis Ruang Terbuka Tata Hijau dan

Street Scape

Analisis Ruang terbuka, tata Hijau dan

Street Scape

dimaksudkan untuk menentukan 1) Struktur

dan pola tata letak ruang terbuka; 2) Pola geometri ruang terbuka; 3) Pola hijauan; 4) bentuk perabot

jalan dan

Street Scape

. Kriteria analisis dan pertimbangan yangv digunakan dalam analisis ini

antara lain: Pertimbangan ekologi, Pertimbangan estetika keruangan dan Pertimbangan perilaku sosial

budaya dalam kaitan pemanfaatan ruang luar

4. Analisis Tata Bangunan

Analisis tata bangunan dimaksudkan untuk menentukan: 1) pola padat rongga; 2) pola pemunduran

dan ketinggian bangunan; 3) bentuk dan tampilan bangunan; 4) sistem struktur bangunan; 5)

(33)

sistem pengamanan bangunan. Analisis ini akan didasarkan pada pertimbangan: tuntutan

fungsional bangunan, keselamatan bangunan, kekokohan/ ketahanan struktural, keindahan tampilan

, keteraturan tata letak.

5. Analisis Aktivitas Pendukung

Analisis aktifitas pendukung dimaksudkan untuk menentukan Jenis dan pola persebaran aktifitas

pendukung yang memperlancar alur aktivitas utama

6. Analisis Sistem Petanda

Analisis sistem petanda dimaksudkan untuk menentukan : jenis, tata letak serta pola perancangan

petanda, baik sebagai pusat orientasi kawasan, petanda yang mengarahkan serta papan nama dan

iklan

7. Analisis Sistem Jaringan Utilitas

Analisis jaringan utilitas untuk menentukan 1) Sistem jaringan air bersih; 2) Sistem jaringan listrik;

4) Sistem jaringan telekomunikasi; 5) Sistem jaringan drainase 6) Sistem pengelolaan

sampah/limbah (disposal padat dan cair).

(34)

F. Analisis Pembiayaan

Dimaksudkan untuk memperkirakan biaya yang diperlukan dalam kaitan pengembangan kawasan,

termasuk prakiraan mengenai sumber pembiayaan yang dapat dimobilisasikan untuk pengembangan

kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua.

G. Analisis Dampak Lingkungan

Dimaksudkan untuk memperkirakan dampak lingkungan yang akan terjadi pada tahap pra konstruksi,

tahap konstruksi dan pasca konstruksi dan menentukan model penanganan dampak tersebut.

2.5. Rumusan Rencana

Rumusan rencana sebagai produk keluaran yang dihasilkan dari pekerjaan Penyusunan Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan (RTBL) ini adalah sebagai berikut:

2.5.1. Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Pusat Perdagangan

Meliputi arahan secara makro mengenai karakteristik dan hierarkhi keruangan yang antara lain meliputi :

Rencana tata jenjang peruntukan makro dan blok peruntukan

Rencana tata jenjang jaringan sirkulasi, dan peralihan moda transportasi

Rencana tata jenjang jaringan pejalan kaki

(35)

Rencana tata simpul pusat orientasi keruangan

2.5.2.Rencana Pemanfaatan Ruang dan Intensitas Pembangunan

Meliputi arahan pola pemanfataan ruang yang antara lain meliputi :

Tata letak blok peruntukan

Tata letak perpetakan lahan (kaveling)

Tata letak bangunan dan pemanfaatan bangunan

Intensitas pembangunan pada setiap blok peruntukan

2.5.3.Rencana Jaringan Pergerakan

Meliputi arahan sistem sirkulasi dan parkir yang antara lain meliputi :

Pola dan tata letak jaringan jalan

Penampang dua/tiga dimensi jalan

Dareah Milik jalan

Daerah Manfaat Jalan

Daerah Pangawasan Jalan

Peralihan Moda Transportasi (Terminal, halte dan parkir)

Jalur Pejalan Kaki

(36)

Meliputi arahan pola ruang terbuka dan Tata Hijau yang antara lain meliputi :

Pola dan tata letak dan pemanfaatan ruang terbuka

Penampang dua/tiga dimensi ruang terbuka

Perabot taman

2.5.5.Rencana Tata Bangunan Gedung

Meliputi arahan pola tata bangunan yang antara lain meliputi :

Pola dan tata letak dan pemanfaatan bangunan gedung

Penampang dua/tiga dimensi bangunan gedung

Ketinggian dan pemunduran banunan gedung

Elevasi bangunan gedung

Orientasi bangunan gedung

Bentuk dasar bangunnan gedung

Selubung bangunan gedung

Arsitektur bangunan gedung

2.5.6.Rencana Sistem Petanda

Meliputi arahan mengenai sistem petanda ruang yang antara lain meliputi : bentuk dan pola dan tata letak

petanda dalam bentuk

(37)

Tengaran/Landmark

kawasan

Rambu jalan

Papan Nama dan Iklan

2.5.7.Rencana Sistem Utilitas

Meliputi arahan mengenai sistem jaringan utilitas yang antara lain meliputi : bentuk dan pola dan tata

jaringan, antara lain:

Jaringan listrik

Standar kebutuhan adalah 1,90 KVA/orang

Jaringan air bersih

Berdasarkan sumbernya, air bersih di perkotaan terbagi atas 2 (dua) yaitu bersumber dari jaringan pipa

PDAM dan air tanah. Pada bagian ini perencanaan lebih diarahkan pada perencanaan jaringan perpipaan

dari PDAM yang biasanya mengikuti jaringan jalan yang ada. Standar kebutuhan air di Indonesia

berkisar 150 liter/orang/hari.

Sambungan rumah :

150 liter/orang/hari

Sambungan umum :

30 liter/orang/hari

Kebutuhan non domestik :

5% dari total kebutuhan non domestik

Kehilangan air

: 15% dari distribusi

(38)

Jaringan drainase

Merupakan jaringan yang dibuat terintegrasi dengan jaringan jalan. Jaringan ini dibuat untuk

menampung limpahan air hujan sehingga mencegah terjadinya genangan yang mengakibatkan

kerusakan lapisan perkerasan jalan. Penempatan jaringan drainase umumnya disesuaikan dengan

jaringan jalan, kontur tapak dan mempertimbangkan sempadan jalan.

Jaringan kabel telepon

Standar pengadaan jaringan telepon adalah 14 SST/100 orang

Kebutuhan telepon umum 2% dari jumlah SST

Pengelolaan sampah

Standar volume sampah yang dihasilkan per hari adalah :

Rumah tangga

:

1,25 liter/orang

Sampah lainnya

:

5% sampah rumah tangga.

Jaringan air limbah

Jaringan air limbah adalah jaringan yang direncanakan sebagai saluran pembuangan limbah cair baik

yang berasal dari aktivitas rumah tangga maupun aktivitas lainnya. Kriteria yang digunakan untuk

memperkirakan debit limbah yang harus ditangani adalah sebagai berikut :

(39)

- air limbah non domestik = 80 % pemakaian air bersih non domestik

2.5.8. Indikasi Program Jangka Menengah

Meliputi arahan mengenai mengenai indikasi program yang antara lain meliputi :

Re ncana Pentahapan Pembangunan

Rencana Program Operasional

Rencana Investasi

Rencana Pembiayaan pembangunan

Instansi Penanggungjawab

2.5.9. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan

Materi yang diatur :

Ketentuan adminstrasi pengendalian pelaksanaan rencana dan program

Ketentuan pengaturan operasionalisasi penerapan pola insentif dan dis-insentif

Arahan pengendalian pelaksanaan

(40)

BAGAN KERANGKA ALUR PIKIR

Pekerjaan Penyusunan RTBL Kawasan Pusat Perdagangan Kota Atambua

TAHAP PERSIAPAN

TAHAP SURVEY & ANALISIS

TAHAP PENYUSUNAN MODEL RTBL

Pendalaman &

Pemahaman

KAK

Telaah materi

& Lingkup

kegiatan

Perumusan

Kerangka

Kerja &

Langkah

kegiatan

Kajian

Kepustakaan

Peraturan

terkait

 Perencana an survei lapangan & kebutuhan data  Penentuan sumber data, alat pengu-kuran & metode analisis SURVEY & PENGUM-PULAN DATA Identifikasi permasala han & Inventarisa si data primer & sekunder ANALISIS PERMA-SALAHAN feedback Alternatif penyelesaian masalah & Penyusunan RTBL Draft RTBL Finalisasi Draft RTBL Konsensus & Sosialisasi

TAHAP PERSIAPAN

TAHAP SURVEY & ANALISIS

DRAFT LAP. AKHIR

LAP. AKHIR

D

D

Pembahasan/diskusi dengan tim teknis & ahli terkait

D

D

D

D

(41)

Gambaran Umum

Wilayah Perencanaan

3.1

Karakteristik Fisik Wilayah

3.1.1 Batas Geografis

Kota Atambua secara administratif berada dalam wilayah pemerintahan Pemerintah Kecamatan Kota Atambua. Kecamatan Kota Atambua secara geografis terletak antara 25OBujur Timur dan 9OLintang

Selatan. Kecamatan Kota Atambua adalah ibu kota yang menjadi pusat pemerintahan Pemerintah Daerah Kabupaten Belu, salah satu Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Adapun Kecamatan Kota Atambua berbatasan dengan Wilayah-wilayah Sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kecamatan Kakuluk Mesak  Sebelah Timur : Kecamatan Tasifeto Timur  Sebelah Selatan : KecamatanTasifeto Barat  Sebelah Barat : Kabupaten TTu

3.1.2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kota Atambua adalah 56,59 km2 atau 5.659 Ha yang

meliputi dua belas kelurahan dengan rincian luas wilayah masing-masing kelurahan terlihat pada Tabel III - 1.

(42)

Tabel III - 1. Luas Wilayah

Kecamatan Kota

Atambua Per

Kelurahan 2003

Sumber : Kota Atambua dalam Angka 2003

3.1.3. Rona Fisik Wilayah Perencanaan

a. Kondisi Tanah dan Geologi

Kondisi geologi wilayah Kota Atambua dikaitkan dengan proses erosional terdiri dari berbagai kelompok batuan, yaitu batuan morfik, sedimenter dan batuan beku. Pada umumnya kelompok sedimenter mendominasi wilayah ini.

Secara umum kondisi tanah di wilayah Kecamatan Kota Atambua terbentuk oleh campuran tanah Alluvial dan Litosol yang kurang subur.

Kondisi fisik tanah di Kota Atambua sama halnya dengan wilayah lain dalam Kabupaten Belu dapat dirinci sebagai berikut :  Kedalaman efektif tanah

- 0 – 30 cm seluas 21.191 Ha (8,67 %) - 30 – 60 cm seluas 28.204 Ha (11,53 %) - 60 – 90 cm seluas 3.840 Ha (1,57 %)

No. Kelurahan Ibu Kota Luas (km2)

1 Fatukbot Tubaki 5.80 2 Lidak Lolowa 0.62 3 Manuaman Haliren 3.52 4 Rinbesi Sukabiren 3.20 5 Fatubenao Fatubenao 10.55 6 Atambua Atambua 1.40 7 Berdao Tatakiren 0.62 8 Beirafu Beirafu 0.63 9 Umanen Sesekoe 11.92 10 Tulamalae Toro 2.38 11 Manumutin Tenubot 11.35 12 Tenukiik Tenukiik 1.60

(43)

- 90 cm seluas 191.322 Ha (78,23%)  Tekstur tanah

- Tekstur halus seluas 4.599 Ha (1,88 %) - Tekstur sedang seluas 201.361 Ha (84,79 %) - Tekstur kasar seluas 32.597 Ha (13,33 %)  Drainase

- Tidak tergenang seluas 233.622 Ha (95,53 %)

- Kadang-kadang tergenang seluas 6.805 Ha (2,78 %) - Tergenang/rawa seluas 4.130 Ha (1,69 %)

 Erositas

- Tidak erosi seluas 171.245 Ha (70,02%) - Ada erosi seluas 73.312 Ha (29,98%)

b. Iklim

Kota Atambua adalah bagian dari Kabupaten Belu yang beriklim semi kering (semiarid) dengan musim hujan relatif pendek. Hujan turun biasanya antara bulan Desember sampai bulan Maret, sedangkan kemarau berlangsung antara bulan April sampai bulan Nopember. Data curah hujan tahun 2003 menunjukkan bahwa curah hujan sepanjang tahun 2003 di Kota Atambua adalah yang terendah untuk seluruh wilayah Kabupaten Belu, dimana sama sekali tidak turun hujan selama tahun tersebut. Menurut Koppen, Kabupaten Belu termasuk daerah beriklim tropis dengan temperatur udara berkisar 21oC – 34oC. Temperatur udara rata-rata sekitar

27,6oC. Temperatur udara tertinggi 33,7oC, sedangkan terendah

21,5oC.

Tabel III – 2. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Kabupaten Belu menurut Kecamatan Tahun 2003

(44)

Sumber : Kota Atambua dalam Angka 2003

c. Hidrologi

Air tanah yang ada terdiri dari air tanah bebas dan air tanah tertekan. Air tanah bebas umumnya dangkal dan mengikuti kondisinya morfologinya, sedangkan air tanah tertekan terletak jauh di dalam tanah dengan lapisan kedap air. Pada setiap kecamatan di Kabupaten Belu, termasuk kecamatan Kota Atambua banyak dijumpai air tanah tertekan. Sedangkan air tanah bebas umumnya terdapat di daratan dekat pantai pada endapan alluvial dan dekat dengan permukaan tanah.

Berdasarkan laporan hasil proyek penelitian air tanah (P2AT) Kantor Wilayah Pekerjaan Umum Propinsi Nusa Tenggara Timur 1998, menunjukkan bahwa potensi air tanah dalam Kabupaten Belu cukup tinggi. Dari 91 mata air yang dibor, terdapat air di 61 titik dengan debit total 180,81 lt/detik.

Selain air tanah, di wilayah Kabupaten Belu terdapat sumber air permukaan berupa sungai dan mata air. Air sungai yang besar umumnya mengalir sepanjang tahun. Adapun sungai-sungai besar tersebut yaitu, Sungai Talau, Benanain, Baukama dan Malibaka. Sungai-sungai tersebut mengalir ke selatan dan utara wilayah Kabupaten Belu. Di samping itu ada juga sungai-sungai kecil yang hanya berair di musim hujan. Hal ini dapat terjadi karena fluktuasi

No. Kecamatan Curah Hujan(mm) Hari Hujan 1 Malaka Barat 1,260.00 71.00 2 Rinhat 1,957.90 100.00 3 Malaka Tengah 976.00 47.00 4 Sasaita Mean 1,140.00 53.00 5 Malaka Timur 345.00 38.00 6 Kobalima 1,758.00 102.00 7 Tasifeto Barat 2,585.00 16.00 8 Kakuluk Mesak 807.00 38.00 9 Tasifeto Timur 2,096.00 83.00 10 Raihat 1,911.40 112.00 11 Lamaknen 1,963.00 73.00 12 Kota Atambua 0.00 0.00 Jumlah 16,799.30 733.00

(45)

curah hujan yang sangat kontras yang dikontrol dengan kondisi geologi dan morfologi wilayah ini.

Kota Atambua sendiri dilintasi oleh dua buah sungai, yaitu Sungai Talau yang memiliki panjang 5 km dan Sungai Motabuik sepanjang 4 km.

d. Kemiringan Lahan

Kondisi topografis Kabupaten Belu adalah berbukit-bukit, demikian pula dengan wilayah Kota Atambua. Bagian yang datar

hanya

terdapat di wilayah pantai. Kota Atambua tidak berada di wilayah pantai sehingga kondisi konturnya berbukit-bukit meskipun dibandingkan dengan wilayah lain dalam Kabupaten Belu, kontur wilayah kota Atambua relatif lebih datar. Kemiringan lahan secara umum di Kabupaten Belu dapat diamati pada tabel III – 3.

e. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Belu meliputi permukiman, tegalan/ladang, sawah, hutan, semak, padang rumput, tanah rusak, empang danau dan embung. Penggunaan lahan terbesar yaitu

kehutanan sebesar

39,26%, diikuti oleh semak sebesar 29,15%, sedangkan penggunaan lahan yang termasuk kecil meliputi permukiman (1,97%) dan danau (1,15%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III – 3.

Tabel

III – 3. Kemiringan Lahan Wilayah Kabupaten Belu

No. Kemiringan Lahan

(%) Luas (Ha) Prosentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 0 – 3 3 – 8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 > 40 42.720 16.000 11.040 20.960 123.777 30.080 17,40 6,54 4,51 8,57 50,61 12,30 Kabupaten Belu 244.577 100,00

(46)

Sumber : Kabupaten Belu Dalam Angka Tahun 2003

Tabel III – 4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Belu

Sumber : Peta Rupa Bumi Bakosurtanal Keterangan A : Permukiman B : Tegalan/ladang C : Sawah D : Kebun E : Hutan F : Semak G : Padang Rumput H : Lain-lain

Sedangkan penggunaan lahan Untuk wilayah Kecamatan Kota Atambua terbesar adalah untuk lahan bukan sawah. Selengkapnya penggunaan lahan di Kota Atambua dapat dilihat pada tabel berikut.

3.2. Kependudukan No. Kecamatan A B C D E F G H 1 Lamaknen 241 4.443 946 642 9.734 4.240 0 0 2 Tasifeto Tmur 510 1.470 820 410 6.375 17.540 460 0 3 Raihat 208 894 689 0 1.304 5.622 3.590 0 4 Tasifeto Barat 190 950 790 780 17.023 4.780 750 240 5 Kakuluk Mesak 200 480 40 0 15.164 2.000 460 120 6 Kota Atambua 390 990 0 0 2.948 830 14.020 7 Malaka Timur 540 60 190 390 7.440 11.492 3.280 0 8 Kobalima 480 1.260 50 1.350 6.040 4.242 1.350 0 9 Malaka Tengah 450 910 600 1.710 5.600 3.728 0 0 10 Sasaita Mean 520 3.900 0 690 5.310 6.810 0 0 11 Malaka Barat 752 11.597 946 3.077 8.090 3.435 0 360 12 Rinhat 304 630 808 70 5.961 6.589 0 0 Kabupaten Belu 4.785 30.644 6.879 9.199 95.991 71.292 24.010 720

(47)

3.2.1. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan

Berdasarkan pendataan akhir tahun 2003, jumlah penduduk Kabupaten Belu adalah sebesar 334.439 jiwa. 87,16% dari jumlah penduduk tersebut hidup di daerah perdesaan dan sisanya sebesar 12,84% bermukim di daerah perkotaan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 1,93% per tahun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (1998 – 2002).

Penduduk Kota Atambua adalah sebesar 18,70% dari seluruh penduduk Kabupaten Belu. Kepadatan penduduk Kota Atambua adalah yang terbesar di seluruh Kabupaten Belu yaitu 1.127 jiwa/km2.

Sumber : Kota Atambua dalam Angka 2003

3.2.2. Struktur Penduduk

Struktur penduduk Kota Atambua berdasarkan jenis kelamin menunjukkan perbandingan yang cukup seimbang antara penduduk laki-laki dan perempuan sebagaimana terlihat dalam Tabel III-7.

Tabel III – 7. Jumlah Penduduk Kecamatan Kota Atambua menurut Jenis Kelamin Tahun 2003

No. Kelurahan laki-laki perempuan

1 Fatukbot 3,068 2,671

2 Lidak 1,988 2,136

3 Manuaman 2,931 2,708

No. Kelurahan Penduduk(jiwa) Kepadatan (km2)

1 Fatukbot 5,737 989 2 Lidak 4,128 1,286 3 Manuaman 5,636 1,601 4 Rinbesi 3,071 960 5 Fatubenao 7,121 675 6 Atambua 3,376 2,411 7 Berdao 3,400 5,484 8 Beirafu 4,564 7,361 9 Umanen 6,147 515 10 Tulamalae 4,381 1,841 11 Manumutin 10,719 944 12 Tenukiik 5,002 3,126 KOTA ATAMBUA 63,282 1,127

(48)

4 Rinbesi 1,536 1,530 5 Fatubenao 3,617 3,504 6 Atambua 1,638 1,730 7 Berdao 1,764 1,620 8 Beirafu 2,432 2,116 9 Umanen 3,171 2,970 10 Tulamalae 2,280 2,096 11 Manumutin 5,454 5,241 12 Tenukiik 2,395 2,606 KOTA ATAMBUA 32,274 30,928

Sumber : Kota Atambua dalam Angka 2003

Struktur penduduk Kota Atambua menurut golongan umur dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel III – 8. Penduduk Kecamatan Kota Atambua menurut Golongan Umur & Jenis Kelamin Tahun 2003

Sumber : Kota Atambua dalam Angka 2003

Penduduk Kota Atambua mayoritas beragama Katolik yaitu sebanyak 57.724 jiwa. Struktur penduduk Kota Atambua menurut agama yang dianut dapat dilihat pada Tabel dan Grafik berikut.

Tabel III – 9. Jumlah Penganut Agama di Kota Atambua 2003

No. Agama PenganutJumlah

1 Katolik 57,724

2 Islam 4,913

3 Protestan 4,020

4 Hindu 146

5 Budha 78

No. Golongan Umur laki-laki perempuan jumlah 1 0 - 4 5,132 4,179 9,311 2 5 - 9 5,267 4,839 10,106 3 10 - 14 4,321 3,941 8,262 4 15 - 19 2,920 2,833 5,753 5 20 - 24 2,135 2,445 4,580 6 25 - 29 2,240 2,566 4,806 7 30 - 34 1,948 1,915 3,863 8 35 - 39 1,859 1,751 3,610 9 40 - 44 1,329 1,272 2,601 10 45 - 49 1,508 1,252 2,760 11 50 - 54 1,142 962 2,104 12 55 - 59 785 662 1,447 13 60 - 64 653 530 1,183 14 65 - 69 413 413 826 15 70 - 74 328 264 592 16 75+ 479 377 856 KOTA ATAMBUA 32,459 30,201 62,660

(49)

Jumlah 66,881

Sumber : Kota Atambua Dalam Angka 2003

Gambar

III - 1 Grafik Struktur Penduduk Kota Atambua Menurut Agama yang Dianut Budha

Hindu Protestan

Islam

Katolik

Sumber : Kota Atambua Dalam Angka Tahun 2003 (adaptasi penulis)

3.3. Sosial Budaya

3.3.1. Etnis

Legenda setempat mengisahkan bahwa leluhur masyarakat Belu berasal dari dalam tanah yang disebut “Sina Mutin Malaka”. Penelitian para antropolog menemukan bahwa penduduk asli Timor disebut orang “Melus” (Mamelu). Namun karena desakan para pendatang, keberadaan mereka saat ini tidak jelas.

Suku terbesar yang saat ini mendiami wilayah Kabupaten Belu adalah Suku Tetun yang sesungguhnya merupakan suku pendatang.

Suku Tetun tersebar di wilayah

Belu Utara.

Sebagian

penduduk Belu juga berasal dari Suku Dawan yang merupakan suku yang populasinya paling besar di Pulau Timor.

Kota Atambua sebagaimana kota pusat perdagangan lainnya berkembang menjadi kota yang berpenghuni multi etnis. Di samping etnis asli penghuni Pulau Timor seperti Tetun dan Dawan serta etnis lain dari Nusa Tenggara Timur seperti etnis Rote, Sabu, Alor, dan sebagainya, terdapat pula etnis-etnis pendatang dari Pulau Jawa dan Sulawesi.

Gambar

Tabel III - 1. Luas Wilayah
Tabel III – 4.  Penggunaan Lahan di Kabupaten Belu
Tabel III – 7. Jumlah Penduduk Kecamatan Kota Atambua menurut Jenis Kelamin Tahun 2003
Tabel III – 8. Penduduk Kecamatan Kota Atambua menurut Golongan Umur & Jenis Kelamin Tahun 2003
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara

Rencana Kerja Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman Kota Bogor Tahun 2014 merupakan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata

Meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang publik Terwujudnya rencana tata bangunan dan lingkungan kawasan strategis ekonomi, budaya,, Ilmu Pengetahuan dan Lingkungan

RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERBAIKAN KAWASAN PENGEMBANGAN KEMBALI KAWASAN PEMBANGUNAN BARU KAWASAN PELESTARIAN/PELINDUNGAN KAWASAN PERATURAN DAERAH BANGUNAN

Rencana Kerja Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman Kota Bogor Tahun 2016 merupakan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata

Alhamdulillah, sesuai dengan tahap perencanaan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pesisir Pantai Kota Palu, maka terlebih dahulu membuat

Dasar hukum yang dipergunakan dalam Penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) di Daerah Kabupaten Majalengka adalah

Lokasi kawasan perencanaan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) secara administrasi berada dalam wilayah Kota Ternate yaitu pada Kawasan Tapak I Plus yang