• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Orangutan Sumatera (Pongo Abelii Lesson, 1827) Di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Orangutan Sumatera (Pongo Abelii Lesson, 1827) Di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii)

Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah

sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Secara morfologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa,

tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunya (Napier dan

Napier, 1967). Orangutan Kalimantan bila sudah dewasa warna bulunya

mengarah pada warna coklat kemerahan dan orangutan Sumatera berwarna lebih

pucat (Galdikas, 1978).

Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa ukuran tubuh

orangutan jantan dua kali lebih besar dari pada orangutan betina. Orangutan jantan

dewasa yang hidup di alam memiliki berat badan antara 50-90 kg, sementara

orangutan peliharaan dapat mencapai berat 150 kg dengan pola warna biasanya

coklat kekuningan dan umumnya rambut agak tebal atau panjang. Adapun

(2)

kg dan yang dipelihara dapat mencapai 70 kg, bayi yang baru lahir memiliki berat

badan antara 1-2 kg (rata-rata 1,8 kg) dengan kulit muka dan tubuh biasanya

berwarna pucat, warna rambutnya coklat muda (Meijaard dkk, 2001). Selanjutnya

Payne dkk, (2000) menjelaskan bahwa orangutan Sumatera jantan terbesar

tingginya mencapai 1,4 m dengan rentangan antara kedua tangan mencapai 2,4 m,

sedangkan dewasa jauh lebih kecil.

Hidung orangutan sangat pesek dan bibir atasnya tidak mempunyai parut

bibit. Telinganya yang sangat kecil tidak ditumbuhi oleh rambut. Dahi orangutan

muda masih rambut, tetapi lambat laun rambut tersebut tidak berkembang sejalan

dengan bertambah umur. Orangutan jantan dewasa mempunyai kantung udara (air

sac) yang terdapat pada lehernya, dapat mengambil serta menyimpan beberapa

liter udara yang digunakan untuk membuat seruan panjang atau long call

(MacKinnon, 1972).

Habitat Orangutan

Orangutan hidup dan tersebar pada hutan-hutan primer dataran rendah

sampai hutan dataran tinggi atau pegunungan yang banyak ditumbuhi tanaman

dari famili Dipterocarpaceae (MacKinnon, 1971 dalam Rijksen, 1978). Kemudian

Rijksen (1978) menyatakan struktur hutan yang dihuni orangutan terdiri atas

pohon-pohon tinggi berkisar 35-50 meter.

Orangutan sangat peka terhadap perubahan kondisi hutan tropik yang

menjadi habitatnya. Hutan tropik yang menjadi habitatnya harus menyediakan

beragam tumbuhan yang menjadi sumber pakan utamanya sehingga primata ini

dapat bertahan hidup. Selain buah, orangutan juga memakan bagian lain dari

(3)

getahnya dan berbagai jenis serangga. Dengan demikian pembukaan hutan tropik

sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasinya, seperti di Pulau

Kalimantan, orangutan kehilangan lebih dari habitatnya, dimana dari areal hutan

seluas ± 415.000 km² saat ini tersisa seluas ± 165.000 km² (± 39,76%),

sedangkan di Sumatera, dari areal hutan seluas ± 89.000 km² saat ini tersisa seluas

±23.000 km² (± 25,84%) (Supriatna dan Wahyono, 2000).

Perilaku Orangutan

Maple (1980) menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan dipenuhi oleh

aktivitas makan, selanjutnya istirahat, berjalan-jalan, bermain dan aktivitas yang

dilakukan dalam prosentase waktu yang relatif sedikit adalah aktivitas mebuat

sarang. Di alam liar secara umum orangutan turun dari sarang tidurnya sekitar 30

menit sebelum matahari terbit (MacKinnon 1974 dalam Maple 1980). Orangutan

masuk ke sarangnya ketika hari sudah mulai gelap. Setiap harinya orangutan

selalu bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dengan jarak

rata-rata 500 m. Aktivitas orangutan cukup lamban dan malas (MacKinnon 1974

dalam Maple 1980).

Tidak dapat diragukan bahwa orangutan pilih-memilih makanan mereka.

Kenyataan menunjukkan bahwa makan kulit kayu turun sampai nol sedang laju

makan daun menurun secara tajam selama bulan-bulan ketika banyak spesies

pohon mulai berbunga atau berbuah, memberi kesan bahwa buah merupakan

makanan yang paling disenangi. Meskipun demikian, antara berbagai spesies buah

yang dapat dimakan, masih ada jenis tertentu yang lebih disenangi daripada jenis

(4)

kali sedang pohon-pohon yang berbuah lebat dari spesies yang kurang disenangi

diabaikan, bahkan kadang-kadang tidak dijamah sama sekali (Galdikas, 1978).

Orangutan sering berpindah-pindah, maka tiap harinya pula ia membuat

sarang-sarang baru (Wardaningsih, 1992). Setiap malam orangutan dewasa dan

pradewasa umumnya tidur sendiri dalam sarang yang terbuat dari dahan dan

daun-daun yang ditempatkan pada ketiak cabang pohon. Kebanyakan disesuaikan

dengan strategi dan pohon makanan terakhir yang dikunjunginya. Sarang dibuat

dari ranting yang daunnya masih segar, biasanya pada ketinggian 15-20 meter dari

permukaan tanah (Walkers, 1983).

Djojosudharmo (1978) menyebutkan sarang dibangun dari ranting-ranting

yang daunnya masih segar, kebanyakan ranting-ranting tersebut mempunyai daun

yang berukuran sama. Dikatakan lebih lanjut dalam Rijksen (1978) bahwa sarang

orangutan umumnya terbuat dari sekumpulan dedaunan yang dianyam kuat. Pada

beberapa sampel sarang, orangutan juga menggunakan liana dan tumbuhan

pemanjat lainnya sebagai material sarang. Terkadang material tersebut harus

diambil dipetik dari pohon lain. Daun-daun diproleh dari vegetasi yang ada

disekitarnya, bahkan samapai 15 meter jaraknya dari tempat bersarang. Dalam

kasus lain, dijumpai kerangka utama sarang dibuat dengan menggunakan cabang

kecil dari 2 jenis pohon berbeda.

Orangutan dikenal sebagai satwa arboreal, yaitu hewan yang

menghabiskan seluruh akrivitasnya di atas pohon. Menurut berbagai hasil

penelitian pakan orangutan secara umum adalah buah. Hal ini mengacu pada

pernyataan MacKinnon (1972) menyebutkan walaupun orangutan pada dasarnya

(5)

tertentu juga memakan daun-daunan, bunga-bunga tumbuhan, efipit, liana, dan

kulit pohon.

Perilaku Bersarang Orangutan

Sarang orangutan tidak permanen sifatnya (Sugardjito, 1983). Lebih lanjut

Rijksen (1978), menyatakan bahwa orangutan seringkali membuat sarang baru di

lokasi yang berbeda atau dengan memperbaiki sarang lama. Sarang-sarang

tersebut dapat digunakan selama dua malam atau lebih, sedangkan ketahanan

sarang orangutan dapat bervariasi dari dua minggu sampai lebih dari satu tahun.

Orangutan dapat membuat dua hingga tiga sarang setiap harinya.

Klasifikasi yang diberikan oleh Van Schaik dkk (1994), mengenai posisi sarang

adalah :

Posisi I : Posisi sarang terletak di dekat batang utama.

Posisi II : Sarang berada di pertengahan atau di pinggir percabangan tanpa

menggunakan pohon atau percabangan pohon lainnya.

Posisi III : Sarang terletak di puncak pohon.

Posisi IV : Sarang terletak di antara dua cabang atau lebih, dari tepi pohon

yang berlainan.

Menurut Atmoko dkk (2011), sarang orangutan terdiri atas 5 jenis, yaitu:

1. Tipe sarang A (sarang baru) dicirikan dengan keadaan daun yang segar dan

keseluruhan masih terlihat hijau serta mengeluarkan bau yang khas.

2. Tipe sarang B dicirikan dengan keadaan sarang yang utuh dimana masih

terdapat daun yang sedikit segar atau terlihat berwarna hijau dan sebagian

lainnya mulai mengalami perubahan menjadi kecoklatan terutama pada bagian

(6)

3. Tipe sarang C merupakan sarang yang masih dalam keadaan utuh namun

semua daun sudah berwarna coklat bahkan sebagian daunnya juga sudah

hilang serta terlihatnya lubang-lubang kecil dari bawah permukaan sarang.

4. Tipe sarang D apabila struktur dari sarang tersebut sudah mulai rusak, dan

daun mulai banyak yang hilang sehingga akan terlihat lubang-lubang cukup

besar jika dilihat dari bawah.

5. Tipe sarang E yaitu sarang yang kondisinya sudah tidak utuh lagi atau sudah

mengalami kerusakan total dan tidak terdapat daun karena struktur sarang

yang hanya tinggal ranting saja.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG adalah sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan,

menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data

bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan

keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya

alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.

(Murai, 1999 dalam Elly, 2009).

Pada dasarnya, sistem informasi geografis adalah suatu “sistem” yang

terdiri dari komponen-komponen yang saling berkait (berhubungan) dalam

mencapai suatu sasaran, berdasarkan “informasi” (data, fakta, kondisi, fenomena)

berbasis “geografis” (daerah, spasial, keruangan) yang dapat dicek posisinya di

(7)

Aplikasi SIG

Kekuatan SIG tampak pada kemampuannya menganalisis data spasial dan

atribut secara bersamaan. Di sinilah SIG menunjukkan kemampuannya mengolah

data peta, seperti pemetaan yang terotomatisasi dengan menggunakan sistem

komputer. Kemampuan analisis SIG ini antara lain proses klasifikasi lahan,

operasi overlay, operasi neighbourhood, dan fungsi konektifitas (Elly, 2009).

Penggunaan SIG dalam penelitian dan pengelolaan sumberdaya alam

khususnya satwaliar telah banyak dilakukan antara lain :

1. Pemodelan Kesesuaian Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris

sumatrae Pocock, 1929) di Resort Ipuh-Seblat Taman Nasional Kerinci

Seblat.

2. Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Orangutan Kalimantan (Pongo

pygmaeus Linneaus, 1760) di Suaka Margasatwa Sungai Lamandau

Kalimantan Tengah.

3. Sebaran Pohon Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827)

Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis.

Aplikasi SIG dalam penelitian ini adalah membuat peta kesesuaian habitat

orangutan Sumatera dengan menggunakan layer jarak dari sumber air, jarak dari

desa, jarak dari jalan, dan nilai NDVI (Normalization Difference Vegetation

Index). Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode

skoring, pembobotan dan overlay.

Penginderaan Jarak Jauh

Penginderaan jarak jauh secara umum didefinisikan sebagai ilmu, teknik

(8)

benda atau objek, target, sasaran maupun daerah dan fenomena tanpa menyentuh

atau kontak langsung dengan benda atau target tersebut (Soenarmo 2003).

Lo (1996) juga menyebutkan, penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk

mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh

tanpa sentuhan fisik.

Menurut Soenarmo (2003) untuk memperoleh data dengan sensor jauh,

sangat penting peranan media perantara, dalam hal ini adalah gelombang

elektromagnetik yang berasal dari spektrum radiasi matahari. Selanjutnya

Soenarmo juga menyebutkan, sistem sensor jauh yang digunakan ada dua macam,

yaitu sistem sensor pasif yakni dengan memanfaatkan gelombang elektromagnetik

yang secara langsung dapat diperoleh dari alam dan sistem sensor aktif

menggunakan gelombang elektromagnetik yang dipisahkan oleh rekayasa

manusia sesuai dengan keperluan.

Sistem sensor pasif pada umumnya memanfaatkan gelombang cahaya

tampak, infra merah dekat dan infra merah tengah serta panjang gelombang mikro

tertentu. Sedangkan sistem sensor aktif pada umumnya menggunakan panjang

gelombang mikro radar yang tidak dapat digunakan secara langsung dari alam,

tetapi melalui tahap pemisahan (Soenarmo, 2003).

NDVI adalah indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan suatu

tanaman. Indeks vegetasi merupakan kombinasi matematis antara band merah dan

band NIR (Near-Infrared Radiation) yang telah lama digunakan sebagai indikator

keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1997).

Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh

(9)

data sensor satelit. Untuk pemantauan vegetasi, dilakukan proses pembandingan

antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah

dekat (near infrared). Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan

pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada

daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal

tersebut akan jauh berbeda. Pada daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya

wilayah perairan, pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah

dengan kondisi vegetasi yang rusak, tidak akan menunjukkan nilai rasio yang

tinggi (minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi sangat rapat, dengan

kondisi sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum).

Nilai perbandingan kecerahan kanal cahaya merah dengan cahaya inframerah

dekat atau NIR/RED, adalah nilai suatu indeks vegetasi (yang sering disebut

simple ratio”) yang sudah tidak dipakai lagi. Hal ini disebabkan karena nilai dari

rasio NIR/RED akan memberikan nilai yang sangat besar untuk tumbuhan yang

sehat (Sudiana dan Diasmara, 2008).

Menurut Ryan (1997) perhitungan NDVI didasarkan pada prinsip bahwa

tanaman hijau tumbuh secara sangat efektif dengan menyerap radiasi di daerah

spektrum cahaya tampak (PAR atau Photosynthetically Aktif Radiation),

sementara itu tanaman hijau sangat memantulkan radiasi dari daerah inframerah

(10)

citra Landsat 8, titik pemukiman terdekat, titik sumber air pada setiap jalur

transek, track jalan berupa polyline, titik sebaran orangutan dan data bioekologi

habitat orangutan pada titik sebaran orangutan.

Jenis Data Yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer

adalah data utama yang diperlukan dalam penelitian. Data primer yang

dikumpulkan merupakan data spasial berupa :

1. Peta batas kawasan penelitian

2. Titik pemukiman terdekat

3. Titik sumber air pada jalur transek

4. Track jalan berupa polyline

5. Citra landsat 8

6. Jenis jenis pohon dan tumbuhan untuk identifikasi ketersedian pakan.

7. Data lapangan yaitu titik sebaran orangutan dan data bioekologi habitat

pada titik sebaran orangutan.

Data sekunder yang dikumpulkan adalah data yang digunakan untuk

mendukung data lapangan dan analisis data. Data ini diperoleh dari buku, literatur,

jurnal dan sumber pustaka lainnya.

Metode Pengumpulan Data

Data peta digital berupa peta batas kawasan penelitian (Resort Sei Betung)

diperoleh dari OIC. Sedangkan citra Landsat 8 diunduh dari situs

earthexplorer.usgs.gov. Titik pemukiman, titik sumber air, titik sebaran

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa ketrampilan menyimak cerita pendek perlu ditingkatkan lagi, karena pada hasil yang dicapai pada pembelajaran yang telah

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran matematika pada materi Satuan Panjang adalah memperbaiki RPP dan pelaksanaan pembelajarn

Dengan menggunakan bantuan sofware SPSS, maka diperoleh nilai signifikansi uji multikolinearitas untuk semua variabel penelitian yang dapat dilihat pada tabel

Mekanisme yang digunakan adalah forward chaining , sehingga proses deteksi dimulai dari input user tentang gejala penyakit yang dialami, untuk kemudian dihitung

Windmill Water Flow Top benefited from the force of gravity to the ater entering the turbine blade, so that power is generated not only from the kinetic energy comes

Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan Program..

Tabel Hasil Output Uji Multikolinearitas Setelah Mengeluarkan Variabel Pengeluaran

[r]