BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berjalannya Ilmu Pengembangan Teknologi (IPTEK), masyarakat modern dihadapkan dengan produk-produk yang canggih. Produk-produk yang beredar dimasyarakat sering bertransformasi kedalam bentuk digital, salah satu contohnya adalah rokok elektrik atau lebih dikenal dengan istilah Vaporizer. Vaporizer adalah bentuk transformasi produk dari rokok yang menggunakan bahan dasar tembakau (rokok konvensional). Hasil mengonsumsi vaporizer secara fisik terlihat seperti cara mengonsumsi rokok, namun yang membedakan adalah rokok menghasilkan asap sedangkan vaporizer menghasilkan uap. Dikutip dari buku People of Color in the United States: Contemporary Issues in Education, Work, Communities, Health, and Immigration, rokok elektrik pertama dikembangkan di negara Cina pada tahun 2003-2004.Vaporizer melewati beberapa pembaharuan teknologi hingga mengalami persebaran yang luas dan cepat hinggahampir ke seluruh dunia pada tahun 2007. Hingga kini, vaporizer jugasudah tersebar di Indonesia dengan berbagai merk yang telah diproduksi secara masif.
Meskipun mendapat perlawanan dari BPOM, eksistensi vaporizer di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2010, kesadaran terhadap keberadaan vaporizer di Indonesia mencapai 10,9% dengan laki-laki lebih banyak mendengar tentang electronic cigarette yaitu 16,8% dibandingkan dengan perempuan yaitu 5,1%, sedangkan berdasarkan usia kesadaran tentang keberadaan vaporizer pada usia 15 – 24 tahun lebih besar yaitu 14,4% dibandingkan dengan pada usia 25 – 44 tahun yaitu 12,4%. Kesadaran tentang keberadaan vaporizer pada masyarakat Indonesia lebih banyak pada masyarakat dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu sebesar 29,4%. Berdasarkan pengguna vaporizer yaitu diantara
pengguna baru dan mantan perokok tahun 2010 – 2011 mencapai 0,5% (Tobacco
Control Department, 2014).
Eksistensi vaporizer di masyarakatsaat ini makin terdorong oleh berbagaikomunitas yang berdiri di berbagai daerah dengan maksud berbagi pengalaman menggunakan produk vaporizer. Selain daripada itu komunitas juga bergerak untuk mengampanyekan bahwa mengonsumsi rokok jauh lebih berbahaya dari pada mengonsumsi vaporizer. Insight ini ditanamkan melalui
berbagai kampanye konvensional (lewat event/acara) maupun melaui forum
diskusi di media online.
loyalitas dan hubungan yang erat dengan produk yang akan direkomendasikannya.
Persebaran toko vaporizer bukan hanya di kota-kota besar saja namun juga di kota-kota kecil. Contohnya sejak awal 2016 persebaran toko vaporizer mulai menjamur di Kota Salatiga. Kota Salatiga merupakan kota kecil yang terdapat di Jawa Tengah. Dengan luas wilayah yang hanya mencapai 17,87 km². Hingga kini bisnis toko vaporizer semakin diminati, terdapat 20 lebih toko vaporizer yang ada di Salatiga. Respon masyarakat terhadap produk vaporizer di Salatiga juga sangatlah tinggi. Dari data yang diperoleh penulis melalui Forum Jual Beli Online (FJBO) di media sosial facebook, terhitung pada tanggal 11 Juli 2017 jumlah anggota grup FJBO vaporizer Kota Salatiga lebih unggul dibandingkan FJBO vaporizer kota lain yang ada di Jawa Tengah. Data tersebut penulis paparkan lebih lanjut dalam gambar berikut;
Gambar 1.1
Data Anggota FJBO Vaporizer Regional Jawa Tengah Sumber: Diolah oleh penulis dari https://www.facebook.com/
Selain itu antusias konsumen vaporizer yang tergabung dalam komunitas maupun perorangan terbilang tinggi dalam menyelenggarakan kegiatan yang berhubungan dengan vaporizer. Antusias konsumen vaporizer di Salatiga merupakan alasan utama penelitian ini dilakukan di Kota Salatiga. Acara vaporizer yang sering digelar di Kota Salatiga antara lain adalah kompetisi vaping, vape meet, serta pameran-pameran vaporizer.
Gambar 1.2Acara Perlombaan Vape Trick Salatiga Sumber : Instagram Komunitas SSV
(2017)
Mengacu pada Word of Mouth Marketing Association (WOMMA) (2007),
terdapat dua model dalam komunikasi pemasaran word of mouth. Model tersebut
adalah Organic word of mouth dan Amplified word of mouth. Penulis akan meneliti bagaimana proses penjualan produk vaporizer di Salatiga dengan
menggunakan komunikasi pemasaran word of mouth.
aktifitas penelitian ini dilakukan oleh penulis di Kota Salatiga, Jawa Tengah. Peneliti membatasi narasumber untuk penggalian informasi selama penelitian berlangsung. Narasumber sekaligus informan yang peneliti pilih ini merupakan para aktor pemasar produk vaporizer di Salatiga yang sudah berkcimpung dalam dunia vaporizer di Kota Salatiga.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana proses pemasaran produk vaporizer menggunakan komunikasi
word of mouth oleh ketiga aktor pemasaran produk vaporizer di Kota Salatiga?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pemasaran produk
vaporizer menggunakan komunikasi Word of Mouth oleh ketiga aktor
pemasaran produk vaporizer di Kota Salatiga.
1.4Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis
Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan, khususnya ilmu
komunikasi bidang periklanan dengan fenomena produk Vaporizer di Salatiga.
Manfaat Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman menganai bagaiamana vaporizer bisa berkembang di Kota Salatiga walau tanpa penggunaan iklan. Selain itu penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian
lain yang mengembangkan ilmu pengetahuan komunikasi pemasaran word of
1.5Definisi Konsep
Komunikasi Pemasaran Word Of Mouth
Komunikasi Pemasaran adalah aspek penting dalam keseluruhan misi pemasaran serta penentu suksesnya pemasaran. Menurut Shimp (2003), bentuk utama dari komunikasi pemasaran merupakan iklan, tenaga penjualan, dan alat atau media penjualan. Tujuan utama dari komunikasi pemasaran adalah menyampaikan pesan antara produsen dengan konsumen. Ilmu yang dapat menjadi acuan dalam menerapkan komponen-komponen komunikasi pemasaran ini adalah ilmu periklanan. Menurut Kotler (2002) iklan dapat didefinisikan sebagai segala macam bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa non-personal yang dibayar oleh pihak tertentu. Iklan dari sebuah produk memiliki beberapa tujuan, namun tujuan yang terutama adalah menyadarkan serta mempersuasi konsumen maupun calon konsumen untuk mengonsumsi produk yang dipasarkan.Simamora (2008) menjelaskan bahwa ilmu pemasaran mengharuskan produsen memiliki pengetahuan tentang bagaimana mempengaruhi tindakan dan perilaku konsumen maupun calon konsumennya. Adapun fokus penelitian ini adalah pada strategi komunikasi pemasaran tanpa iklan fisik dengan menggunakan dua model
dalam komunikasi pemasaran word of mouth. Model tersebut adalah
Organic word of mouth dan Amplified word of mouth. Organic word of mouth merupakan komunikasi pemasaran dari mulut ke mulut yang terjadi
secara alami, sedangkan Amplified word of mouth merupakan komunikasi