BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, morfologi tumbuhan, khasiat tumbuhan dan kandungan kimia.
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Menurut Laboratorium Herbarium Medanense (2016), sistematika tumbuhan Gulma Siam diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae Genus : Chromolaena
Spesies : Chromolaena odorata (L.) King & H. E. Robins 2.1.2 Sinonim
Sinonim dari daun gulma siam adalah: lenga-lenga (Sumatera Utara); kirinyuh, babanjaran, darismin (Sunda); laruna, lahuna, kopasanda (Sulawesi selatan); ahihia eliza (Nigeria selatan), juga dalam bahasa Inggris dikenal sebagai
Siam Weed, Triffid Weed, Bitter Bush, Jack in the Bush, Awolowo, Independence
Weed, Baby tea, Christmas Bush dan Common Floss Flower (Chakraborty, dkk.,
2010; Ikewuchi, dkk., 2013; Panda, 2010).
Chromolaena odorata (L.) King & H. E. Robins memiliki nama lain:
clematitis DC., Eupatorium conyzoides M. Vahl, Eupatorium divergens Less.,
Eupatorium floribundum Kunth, Eupatorium graciliflorum DC., Eupatorium
odoratum L., Eupatorium stigmatosum Meyen & Walp., Osmiaodorata (L.)
Schultz-Bip dan Osmia floribunda Schultz-Bip (Chakraborty, dkk., 2010). 2.1.3 Morfologi tumbuhan
Tumbuhan ini mempunyai helai daun berbentuk segitiga/bulat panjang dengan pangkal agak membulat dan ujung tumpul atau agak runcing, tepinya bergigi, mempunyai tulang daun tiga sampai lima, permukaannya berbulu pendek, dan bila diremas terasa bau yang menyengat. Tumbuh tegak dengan tinggi 1-2 m, batang tegak, berkayu, ditumbuhi rambut-rambut haluus, bercorak garis-garis membujur yang parallel. Perbungaan majemuk berbentuk malai rata yaitu kepala bunga kira-kira berada pada satu bidang, lebarnya 6-15 cm, berbentuk bongkolan, warnanya lembayung kebiru-biruan (Nasution, 1986).
2.1.4 Khasiat tumbuhan
2.1.5 Kandungan kimia
Senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada daun Gulma Siam yaitu 23 alkaloid seperti akuammidine, voacangine dan echitamine; 23 flavonoid seperti kaempferol, epicatechin; 5 carotenoid seperti lutein, caroten, antheraxanthin; 4 asam benzoat seperti 4-hydroxybenzaldehyde, asam piruvat, 4-hydroxybenzoic acid; 7 lignan seperti galgravin, retusin; 2 phytosterol yaitu stigmasterol dan sisterol, 2 hydroxycinnamic yaitu p-coumaric acid dan caffeic acid; tanin, 4 saponin seperti avenacin A1 dan avenacin B1; 5 terpen yaitu
β-amyrin, lupeol, bauerenol asestat dan taraxerol (Ikewuchi, dkk., 2013).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).
Hasil ekstraksi yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif simplisia nabati atau simplisia hewani dengan pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu:
a. Cara dingin 1. Maserasi
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar dengan tahapan pengembangan bahan, maserasi antara, perkolasi sebenarnya sampai diperoleh perkolat.
b. Cara panas 1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperature titik didihnya dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.
2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru dilakukan dengan menggunakan alat soklet dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel. 4. Infudasi
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.
2.3 Uraian Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berkembangbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop (Dwijoseputro, 1982).
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Ukuran bakteri bervariasi, baik penampang maupun panjang, tetapi pada umumnya diameter bakteri adalah sekitar 0,2-2,0 mm dan panjang berkisar 2-8 mm (Pratiwi, 2008).
Berdasarkan perbedaannya didalam menyerap zat warna Gram bakteri dibagi menjadi dua golongan yaitu bakteri Gram Positif dan bakteri Gram Negatif. Bakteri Gram Positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang menyebabkan berwarna ungu, sedangkan bakteri Gram Negatif menyerap zat warna kedua yaitu safranin yang menyebabkannya menjadi berwarna merah (Dwijoseputro, 1982).
Stuktur dinding sel bakteri Gram Negatif dan Gram positif dapat dilihat dari Gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur dinding sel bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
Menurut Pratiwi (2008), berdasarkan bentuknya bakteri dibagi atas 3 kelompok besar, yaitu:
1. Coccus, berbentuk bulat. 2. Bacillus, berbentuk batang. 3. Spirillae, berbentuk spiral. 2.3.1 Perkembangbiakan bakteri
Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dipengaruhi oleh: 1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Klasifikasi bakteri yaitu:
b. Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu antara 5-60oC, sedangkan suhu optimum dari bakteri mesofil adalah antara 25-40oC.
c. Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik pada suhu 50-60oC, meskipun demikian bakteri ini juga dapat berkembangbiak pada temperatur lebih rendah atau lebih tinggi dari itu, yaitu dengan batas 40-80oC.
Suhu terendah dimana bakteri dapat tumbuh disebut minimum growth
temperature. Sedangkan suhu tertinggi dimana bakteri dapat tumbuh dengan baik
disebut maximum growth temperature. Suhu dimana bakteri dapat tumbuh dengan sempurna diantara kedua suhu tersebut disebut suhu optimum (Dwidjoseputro, 1978; Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003).
2. pH
Pertumbuhan bakteri yang optimal hidup pada pH antara 6,5-7,5. Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkali. Bagi kebanyakan spesies, nilai pH minimun dan maksimun adalah antara 4 dan 9. Bila bakteri dibiakkan dalam suatu medium yang semula pHnya tertentu, maka kemungkinan pH ini akan berubah oleh adanya senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama masa pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1988).
3. Oksigen
Menurut Volk dan Wheeler (1993), berdasarkan kebutuhan oksigen bakteri dikelompokkan menjadi:
a. Bakteri anaerob, yaitu bakteri yang tidak hanya tak dapat tumbuh di tempat yang ada oksigennya bahkan mati dengan adanya oksigen.
c. Bakteri aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen bebas dalam hidupnya. d. Bakteri aerotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup dengan adanya oksigen
disekitarnya, namun bakteri ini tidak menggunakan oksigen untuk metabolismenya.
4. Tekanan osmosis
Menurut Pratiwi (2008), osmosis merupakan perpindahan air melewati suatu membran semipermeabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang paling cocok untuk kehidupan bakteri adalah medium yang isotonik dengan isi sel bakteri (Dwidjoseputro, 1978).
5. Nutrisi
Sumber zat makanan (nutrisi) bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya (Dwijoseputro, 1982).
6. Pengaruh Kebasahan dan Kekeringan
Bakteri sebenarnya adalah mahluk yang suka akan keadaan basah, bahkan dapat hidup di dalam air, hanya di dalam air yang tertutup mereka tidak dapat hidup dengan subur, hal ini disebabkan karna kurangnya udara. Tanah yang basah baik untuk kehidupan bakteri. Banyak bakteri yang mati jika terkena udara kering (Dwijoseputro, 1982).
2.3.2 Media pertumbuhan bakteri
1. Konsistensinya, media dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Media padat
b. Media cair c. Media semi padat
Media dapat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai pemadat karena tidak diuraikan oleh mikroorganisme dan membeku pada suhu diatas 450C. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media adalah 1,5%-2%.
2. Sumber bahan baku yang digunakan, media dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Media sintetik, bahan baku yang digunakan merupakan bahan kimia atau bahan
yang bukan berasal dari alam. Pada media sintetik, kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci.
b. Media nonsintetik, menggunakan bahan yang terdapat dialam, biasanya tidak diketahui kandungan kimianya secara terperinci. Contoh: ekstrak daging, pepton, ekstrak ragi dan kaldu daging.
3. Berdasarkan fungsinya, media dibagi menjadi:
a. Media selektif, mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembangbiakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi.
b. Media differensial, yaitu media yang membedakan kelompok mikroorganisme tertentu pada media biakan. Bila berbagai kelompok mikroorganisme tumbuh pada media differensial, maka dapat dibedakan kelompok mikroorganisme berdasarkan pertumbuhan pada media biakan atau penampilan koloninya. c. Media diperkaya, yaitu media yang ditambahkan dengan bahan-bahan khusus
2.3.3 Fase pertumbuhan bakteri
Bila bakteri ditanam pada perbenihan yang sesuai dan pada waktu-waktu tertentu diobservasi (dihitung jumlah bakteri yang hidup), pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri tersebut dapat digambarkan dengan sebuah grafik. Pertumbuhan bakteri meliputi empat fase, yaitu:
1. Fase Penyesuaian diri (Lag phase)
Fase penyesuaian merupakan periode waktu dari bakteri yang ditanam pada media perbenihan yang sesuai atau waktu yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang baru. Rentang waktu fase penyesuaian tersebut tergantung dari fase pertumbuhan bakteri saat dipindahkan untuk diinokulasikan pada media perbenihan yang baru dan tergantung pula pada adanya bahan toksis atau bahan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, (Dzen, dkk., 2003).
2. Fase pembelahan (Log phase)
Fase ini merupakan fase dimana bakteri tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika bakteri, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Pada fase ini pertumbuhan sangat ideal, pembelahan terjadi secara teratur, semua bahan dalam sel berada dalam seimbang (balance growth) (Pratiwi, 2008).
3. Fase stasioner
4. Fase kematian
Pada fase ini terjadi akumulasi bahan toksik, penurunan nutrisi yang diperlukan bakteri sehingga bakteri memasuki fase kematian. Laju kematian bakteri lebih banyak dari laju pertumbuhan bakteri dan akhirnya pertumbuhan bakteri terhenti. Jumlah sel bakteri menurun terus sampai didapatkan jumlah sel bakteri yang konstan untuk beberapa waktu (Lay, 1994; Volk dan Wheeler, 1993).
Gambar 2.2 Grafik pertumbuhan bakteri
2.4 Bakteri Eschericia coli
Sistematika bakteri Eschericia coli adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria
Divisi : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria Ordo : Enterobacteriales Familia : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia
Escherichia coli juga disebut Bakterium coli, merupakan bakteri Gram
Negatif, aerob atau aerob fakultatif, panjang 1-4 mikrometer, lebar 0,4-1,7 mikrometer, berbentuk batang, tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 370C tapi dapat tumbuh pada suhu 8-400C, membentuk koloni yang bundar, cembung, halus dan dengan tepi rata (Jawetz, dkk., 2001).
Escherichia coli dapat memfermentasi glukosa membentuk asam dan gas.
Escherichia coli dapat tumbuh baik pada media Mc. Conkey dan dapat memecah
laktosa dengan cepat, juga dapat tumbuh pada media agar darah. Escherichia coli dapat merombak karbohidrat dan asam-asam lemak menjadi asam dan gas serta dapat menghasilkan gas karbondioksida (Pelczar dan Chan, 1988).
Escherichia coli merupakan bakteri normal terdapat di usus dan berperan
dalam pengeluaran zat sisa pada saluran pencernaan manusia. Bakteri Escherichia
coli bersifat enterotoksigenik, menghasilkan 2 enterokinosin yaitu toksin tahan
panas dan toksin yang tidak tahan panas. Enterotoksin dari bakteri Escherichia
coli menyebabkan infeksi dalam usus dan menyebabkan diare (Dzen, dkk., 2003).
2.5 Bakteri Staphylococcus aureus
Sistematika bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria
Divisi : Schizophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, aerob atau aerob
fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,8-1,0 mikrometer, tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning. Bakteri ini tumbuh pada suhu 370C tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu 20-250C. Koloni pada pembenihan padat terbentuk bulat halus, menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka, dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembangbiak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz, dkk., 2011).
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus pada permukaan kulit tampak sebagai jerawat dan abses. Acne/jerawat terjadi sebagian besar pada usia remaja (Dzen, dkk., 2003).
2.6 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Penentuan kepekaan bakteri terhadap antibakteri tertentu dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu dilusi atau difusi. Penting sekali menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba.
a. Metode dilusi
Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Media diinokulasi bakteri uji dan diinkubasi, tahap akhir dimasukkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz, dkk., 2001).
b. Metode difusi