• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. Profil Sanitasi Wilayah BUKU PUTIH SANITASI KAB. JENEPONTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III. Profil Sanitasi Wilayah BUKU PUTIH SANITASI KAB. JENEPONTO"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

Profil Sanitasi

(2)

BAB 3 PROFIL SANITASI WILAYAH

Penilaian Profil Sanitasi merupakan gambaran lengkap dan menyeluruh baik teknis maupun nonteknis dan mencakup berbagai aspek tentang sanitasi di Kabupaten Jeneponto baik yang bersumber dari data primer maupun sekunder. Secara umum kondisi pengelolaan sanitasi Kabupaten Jeneponto masih belum memadai hal ini dikarenakan beberapa faktor, utamanya masih terbatasnya infrastruktur pengelolaan sanitasi seperti masih belum maksimalnya pengelolaan persampahan disebabkan oleh Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) belum layak, dari sisi cakupan pelayanan persampahan juga masih terbatas pada kawasan perkotaan hal ini dikarenakan armada pengangkutan sampah masih minim.

Sektor pengelolaan air limbah domestik juga demikian, sampai saat ini sarana Instalasi Pengelolaan Air limbah (IPAL) maupun Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT) belum ada di Kabupaten Jeneponto Kecuali di RSUD Lanto Daeng Pasewang yang sudah memiliki IPAL. Untuk sub sektor pengelolaan drainase perkotaan sampai saat ini, belum tersusunnya rancangan masterplan drainase Kabupaten Jeneponto sehingga intervensi program sub sektor drainase tidak terencana dengan baik

Pengelolaan sanitasi meliputi promosis hiegiene dan sanitasi, pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan pengelolaan drainase. Selain itu ada juga komponen lain yang terkait dengan sanitasi adalah pengelolaan air bersih/minum, pengelolaan limbah industri rumah tangga dan pengelolaan limbah medis.

3.1. Wilayah Kajian Sanitasi

Wilayah kajian dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Jeneponto meliputi 11 kecamatan yaitu Kecamatan Bangkala, Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Bontoramba, Kecamatan Binamu, Kecamatan Turatea, Kecamatan Batang, Kecamatan Arungkeke, Kecamatan Tarowang, Kecamatan Kelara dan Kecamatan Rumbia. (Lihat Peta 3.1. Peta Wilayah Kajian Sanitasi Kabupaten Jeneponto)

(3)
(4)

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Terkait Sanitasi

Promosi higiene dan sanitasi adalah sebuah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan serta mengembangkan kegiatan untuk bekerja dengan masyarakat dalam meyakinkan dan mendukung anggota keluarga untuk mengadopsi praktik sanitasi dan higiene yang aman.

Pelaksanaan promosi hygiene dan sanitasi bukan hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya memfasilitasi perubahan perilaku. Dengan demikian promosi kesehatan adalah program-program yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik di dalam masyarakat sendiri maupun dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik dan sebagainya).

Ada dua hal mendasar yang menjadi obyek sasaran promosi higiene dan sanitasi yaitu rumah tangga dan sekolah. Hal ini disadari mengingat permasalahan sanitasi menyangkut perilaku masyarakat sehingga harus ada penyadaran khusus bagi rumah tangga dan perlunya pemahaman di usia dini bagi siswa sekolah akan pentingnya sanitasi yang benar.

Tatanan Rumah Tangga

Rumah tangga sebagai sebuah tatanan dasar dalam permasalahan sanitasi merupakan tantangan yang banyak dihadapi dalam menerapkan prilaku sanitasi yang benar di lingkungan keluarga. Seperti masih banyaknya iklan rokok yang ada di media cetak maupun elektronik, makanan dan minuman cepat saji yang kurang sesuai dengan prinsip gizi seimbang, belum adanya monitoring evaluasi terpadu tentang kegiatan ini. Selain itu, kawasan padat penduduk di kota-kota besar dan juga banyaknya penduduk musiman yang menimbulkan permasalahan pada kehidupan sosial dan ekonomi juga merupakan tantangan tersendiri dalam penerapan prilaku sanitasi yang benar.

Melalui berbagai program dan kegiatan promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat diharapkan agar masing-masing jajaran organisasi, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dapat mewujudkan masyarakat yang sadar akan pentingnya perilaku hidup sehat bagi kesehatan dirinya, keluarga dan masyarakat di sekitarnya.

Hasil kajian studi EHRA yang mengacu pada 5 (lima) pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) diketahui bahwa Kabupaten Jeneponto sebagai salah satu kabupaten yang rawan terhadap sanitasi.

(5)

Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Manfaat mencuci tangan dengan sabun apabila dilakukan sesuai dengan benar akan membunuh kuman penyakit yang ada ditangan, mencegah penularan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri (diare, kolera, disentri, tifus, cacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernafasan Akut, flu burung serta tangan bersih dan bebas dari kuman.

Waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan untuk mengurangi resiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting yakni; 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3) sebelum menyantap makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga.

Perilaku mencuci tangan pakai sabun di Kabupaten Jeneponto masih tergolong sangat rendah yaitu sebesar 2,60% dan selebihnya 97,40% tidak melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun. Berdasarkan hasil Studi EHRA dapat diketahui bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) responden pada 5 (lima) waktu penting, pada saat sebelum makan 53,3% dan setelah buang air besar 77,8%, sebelum memberi dan menyuapi anak sebesar 17,6%. Perilaku CTPS sebelum menyiapkan masakan 20,5% dan setelah menceboki bayi sebesar 29,8%.

Gambar 3.1 Grafik CTPS di 5 (lima) Waktu Penting

Sumber : Kajian Studi EHRA 2014

2,60%

97,40%

Ya Tidak

(6)

Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABs)

Perilaku BAB dinyatakan baik apabila dalam rumah tangga tidak buang air besar sembarangan, dengan demikian sudah menjadi syarat mutlak kepemilikan jamban menjadi syarat utama dalam menilai baik buruknya perilaku BAB dimasyarakat. Jamban umum juga bisa menjadi solusi dalam merubah perilaku BAB sembarangan tapi tidak semudah aksesnya bila dibandingkan dengan jamban pribadi.

Kondisi penduduk Kabupaten Jeneponto berdasarkaan Gambar 3.2 menunjukkan masyarakat yang melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) secara total sebesar 98,5%. Sementara yang tidak melakukan buang air besar sembarangan sebesar 1,5%. Dalam target RAD AMPL capaian MDGs stop BABS sebesar 85%, hal ini menunjukkan bahwa masih ada bias 13,5%.

Gambar 3.2 Grafik Presentase Penduduk yang melakukan BABs

Sumber : Kajian Studi EHRA 2014 Pengelolaan Air Minum

Secara geografis wilayah Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu kabupaten yang memiliki topografi pegunungan dengan penggunaan lahan yang dominan adalah hutan, hal ini menyebabkan potensi air yang dimiliki cukup besar. Khusus untuk kawasan perkotaan sumber air minum diperoleh dari layanan PDAM sedangkan daerah pedesaan diperoleh dari sumber-sumber air dari alam.

Mengenai pengelolaan air minum, yang dikaji dalam studi EHRA terdiri dari dua hal utama, yaitu: Sumber Air dan Pengolahan, penyimpanan dan penanganan air yang baik dan aman. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat resiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Dari sisi

98,5

Ya

(7)

jenis sumber diketahui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri, Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air botol kemasan, air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiiiki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, waduk ataupun danau.

Gambar 3.3 Grafik Pengelolaan Air Minum

(Pencemaran pada wadah penyimpanan dan Penanganan Air)

Sumber : Kajian Studi EHRA 2014

Berdasarkan studi EHRA bahwa 12,70% sumber air yang tercemar dan 87,30% yang tidak tercemar. (Lihat Gambar 3.3. Grafik Pengelolaan Air Minum (pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air)

Pengelolaan sampah

Perilaku pengolahan sampah setempat berdasarkan kajian EHRA, masih menggambarkan suatu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. 41,6% responden menyatakan tidak pernah mengolah sampah dan 58,4% masyarakat melakukan pengolahan. (Lihat Gambar 3.4. Grafik Pengolahan Sampah Setempat).

12,7

83,7

Tercemar Tidak Tercemar

(8)

Gambar 3.4 Grafik Pengolahan Sampah Di Kabupaten Jeneponto

Sumber : Kajian Studi EHRA 2014 Perilaku Pengelolaan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Saluran yang dimaksud adalah saluran yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water), seperti air dapur (bekas cuci piring/bahan makanan), air cuci pakaian maupun air bekas mandi. Seperti kebanyakan terjadi di kota-kota di lndonesia, saluran grey water dapat pula berfungsi menjadi saluran bagi pengaliran air hujan.

Potensi pencemaran karena SPAL di Kabupaten Jeneponto masih cukup tinggi, dari hasil kajian studi EHRA didapat bahwa angka pencemaran karena SPAL di Kabupaten Jeneponto sebesar 72,80% dan tidak ada pencemaran 27,20%.

Gambar 3.5 Grafik Pencemaran karena SPAL

Sumber : Kajian Studi EHRA 2014

58,4 41,6 Mengolah Tidak Mengolah 27,2 72,8 Aman Tidak Aman

(9)

Tatanan Sekolah

Sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan formal, selain memberikan pelajaran sesuai kurikulum hendaknya juga menjadi tempat mempelajari cara berperilaku yang benar dalam sanitasi. Siswa sekolah merupakan komunitas besar dalam masyarakat, dalam wadah organisasi sekolah yang telah mapan, tersebar luas di pedesaan maupun perkotaan, serta telah ada program usaha kesehatan sekolah. Siswa sekolah merupakan umur yang mudah menerima inovasi baru dan mempunyai keinginan kuat untuk menyampaikan pengetahuan dan informasi yang mereka terima kepada orang lain.

Kajian sanitasi sekolah tingkat sekolah dasar / Madrasah Ibtidaiyah dengan meninjau kondisi sarana sanitasi diantaranya kondisi toilet, tempat cuci tangan, air bersih, pengelolaan sampah, saluran drainase dan pengetahuan tentang kesehatan di sekolah. Dari segi kelayakan sesuai dengan syarat kesehatan menunjukkan perlu adanya peningkatan kondisi sarana yang ada. Kegiatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di sekolah terus digalakkan, salah satunya dengan kegiatan penyuluhan disekolah terutama penyuluhan tentang pentingnya cuci tangan dengan menggunakan sabun. Dimana, masih tingginya siswa siswi sekolah dasar yang belum menerapkan Cuci Tangan Pakai Sabun, Sepeti pada tabel 3.1 dibawah ini.

(10)

Tabel 3.1 Rekapitulasi Jumlah Sarana Air Bersih dan Sanitasi Tingkat Sekolah Dasar

N

o Status Sekolah Dasar Juml

ah Seko

lah

Jumlah

Siswa Jumlah Guru Sumber Air Bersih *) Toilet Guru**) Siswa***) Toilet Fas. Cuci tangan

Fas Pengola han sampah Saluran Drainas e L P L P AM PD T/PSP L SG L T L/P L dan P T L/P L dan P T Y T Y T Y T

1 Sekolah Dasar Negeri 286 24084 22357 786 1003 0 86 200 0 210 76 0 250 36 0 220 66 230 56 286 0

2 Sekolah Dasar Swasta 3 160 157 2 7 0 3 0 0 3 0 0 0 3 0 3 0 3 0 3 0

3 MI 36 1941 1867 215 282 0 16 20 0 25 11 0 22 14 0 19 17 33 3 36 0

(11)

Tabel 3.2 Kondisi Sarana Sanitasi Sekolah (tingkat Sekolah/Setara : SD/MI)

No Kondisi Sarana Sanitasi % Sangat

Baik % Baik % Kurang Baik

1 Toilet Guru 15 60 25

2 Toilet Siswa 20 65 15

3 Fasilitas Cuci Tangan Pakai

Sabun (CTPS) 30 55 15

4 Sarana Air Bersih 25 65 10

5 Pengelolaan Sampah 15 70 15

6 Saluran Drainase 20 50 30

7 Ketersediaan dana untuk kegiatan

Higiene dan sanitasi 10 70 20

8 Pendidikan Higiene dan Sanitasi 15 65 20

Tabel 3.3 PHBS terkait sanitasi pada Sekolah Dasar /MI

No Kondisi Sarana Sanitasi % Sangat Baik % Baik % Kurang Baik

1 Toilet Guru 25 60 15

2 Toilet Siswa 15 70 15

3 Fasilitas Cuci Tangan Pakai

Sabun (CTPS) 25 55 20

4 Sarana Air Bersih 25 65 10

5 Pengelolaan Sampah 15 70 15

6 Saluran Drainase 20 50 30

7 Ketersediaan dana untuk kegiatan

Higiene dan sanitasi 10 70 20

8 Pendidikan Higiene dan Sanitasi 15 65 20

Pengelolaan Air Limbah Domestik Kelembagaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, maka koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota.

(12)

Di Kabupaten Jeneponto pengelolaan air limbah domestik menjadi tupoksi lintas SKPD yang mana secara teknis menjadi kewenangan Bappeda, Dinas PU Cipta Karya, KLH, Dinas Tarkeb dan Dinas Kesehatan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merumuskan kebijakan, pengawasan maupun pembinaan. Upaya-upaya preventif dan promotif menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari rangkaian kegiatan pengelolaan air limbah domestik sehingga peran dari Dinas Kesehatan juga bersifat penting.

Sarana sanitasi air limbah wilayah Kabupaten Jeneponto secara kuantitas dan kualitas belum memenuhi kebutuhan masyarakat. Masih banyak sarana air limbah kurang memenuhi ditinjau dari aspek kesehatan lingkungan terutama di kawasan pedesaan seperti masih menggunakan closet cemplung (cubluk), belum adanya penyedotan lumpur tinja, dan sarana pembuangan akhir lumpur tinja.

Dalam pengelolaan limbah cair domestik di Kabupaten Jeneponto sebagian besar masyarakat masih menggunakan sistem onsite (setempat) serta masih sedikit yang menggunakan sistem komunal untuk pengelolaan black water. Sedangkan untuk grey water sebagian besar rumah tangga masih melakukan pembuangan ke lahan terbuka, drainase, saluran irigasi, bahkan ke sungai. Dinas Cipta Karya Kabupaten Jeneponto selaku leading sektor yang menangani pengelolaan air limbah belum melayani penyedotan lumpur tinja kepada masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang sama sekali tidak pernah melakukan penyedotan lumpur tinja.

Tabel 3.4.

Daftar Pemangku Kepentingan Dalam Pembangunan dan Pengelolaan Air Limbah Domestik

FUNGSI

PEMANGKU KEPENTINGAN Pemerintah

Kabupaten Swasta Masyarakat

Perencanaan

Menyusun Target Pengelolaan Air Limbah

domestik skala kabupaten - -

Menyusun rencana program air limbah

domestik dalam rangka pencapaian target - -

Menyusun rencana anggaran program air limbah domestik dalam rangka pencapaian

target - -

Pengadaan Sarana

Menyediakan sarana pembuangan awal air

limbah domestik - -

Membangun sarana pengumpulan dan

(13)

Menyediakan sarana pengangkutan dan

tangki septik ke IPLT (truk Tinja) - -

Membangun jaringan dan saluran pengaliran

limbah dari sumber ke IPAL (pipa kolektor) - -

Membangun sarana IPLT dan atau IPAL -

Pengelolaan

Menyediakan layanan penyedotan lumpur

tinja - -

Mengelola IPLT dan atau IPAL - -

Melakukan penarikan retribusi penyedotan

lumpur tinja - -

Memberikan izin usaha pengelolaan air limbah domestik dan atau penyedotan air

limbah domestik - -

Melakukan pengecekan kelengkapan utilitas teknis bangunan (tangki septik, dan saluran

drainase lingkungan) dalam pengurusan IMB - -

Pengaturan dan Pembinaan Mengatur prosedur penyediaan layanan air limbah domestik (pengangkutan, personil, peralatan, dll)

- -

Melakukan sosialisasi peraturan, dan

pembinaan dalam hal pengelolaan air limbah

domestik - -

Memberikan sanksi terhadap pelanggaran

pengelolaan air limbah domestik - - -

Monitoring dan Evaluasi

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target pengelolaan air limbah

domestik skala kabupaten - -

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas infrastruktur sarana pengelolaan air

limbah domestik - -

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas layanan air limbah domestik dan atau menampung serta mengelola keluhan atas layanan air limbah domestik.

(14)

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap

baku mutu air limbah domestik √ - -

Sumber : Kajian Kelembagaan dan Kebijakan Tahun 2014

Tabel 3.5.

Daftar Peraturan Air Limbah Domestik Kabupaten Jeneponto

Substansi

Ketersediaan Pelaksanaan

Ket. Ada (sebutkan) Tidak Ada DilaksanakaEfektif

n Belum Efektif Dilaksanaka n Tidak efektif Dilaksanaka n Air Limbah Domestik

Target Capaian Pelayanan Pengelolaan Air Limbah

Domestik di Kabupaten - - - -

Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kabupaten dalam penyediaan layanan

pengelolaan Air Limbah Domestik

- - - -

Kewajiban dan sanksi bagi pemerintah Kabupaten dalam memberdayakan masyarakat dan badan usaha dalam pengelolaan Air Limbah Domestik

- - - -

Kewajiban dan sanksi bagi masyarakat dan atau pengembang untuk menyediakan sarana pengelolaan Air Limbah Domestik di hunian rumah

- - - -

Kewajiban dan sanksi bagi Industri rumah tangga untuk menyediakan sarana pengelolaan Air Limbah Domestik di tempat usaha

- - - -

Kewajiban dan sanksi bagi kantor untuk menyediakan sarana pengelolaan Air Limbah Domestik di tempat umum

(15)

Kewajiban pengelolaan air limbah domestik untuk masyarakat, industri rumah tangga, dan kantor pemilik tangki septik

- - - -

Retribusi penyedotan air

limbah domestik - - -

-Tata cara perizinan untuk kegiatan pembangunan air limbah domestik bagi

kegiatan permukiman, usaha rumah tangga, dan

perkantoran

- - - -

Sumber : Kajian Kelembagaan dan Kebijakan Tahun 2014 Sistem dan Cakupan Pelayanan

Sistem pengelolaan air limbah domestik di kabupaten Jeneponto belum berjalan sebagaimana diharapkan baik diprakarsai oleh pemerintah, dunia usaha ataupun masyarakat. Usaha penyedotan tinja juga belum ada baik dari Pemda maupun dari pihak swasta. Faktor utama adalah minimnya peralatan dan infrastruktur dan masih rendahnya kepedulian masyarakat dalam pengelolaan air limbah.

Demikian juga prasarana pendukung pengelolaan air limbah seperti IPLT dan IPAL belum tersedia. Sehingga hampir semua rumah tangga, dunia usaha maupun jasa-jasa, khususnya kota Bontosunggu sistem pengelolaan air limbah-nya dilakukan melalui on site system, kondisi seperti ini juga terjadi hampir semua daerah perdesaan, tingkat kepedulian masyarakat dalam pengelolaan air limbah masih jauh diharapkan. Salah satu indikatornya adalah masih rendahnya kepemilikan jamban, dimana menurut data hasil survey EHRA mencapai 67%. Tingkat layanan dan pemeliharaan jamban juga rendah.

Gambar 3.6 Grafik Tempat Penyaluran akhir Tinja

57,1 8,8 ,2 9,8 17,2 1,9 3,0 8,4 1,1 A. Jamban pribadi B. MCK/WC Umum C. Ke WC helikopter D. Ke sungai/pantai/laut E. Ke kebun/pekarangan F. Ke selokan/parit/got G. Ke lubang galian H. Lainnya, I. Tidak tahu

(16)

Gambar 3.9 menunjukkan tempat penyaluran akhir tinja di Kabupaten Jeneponto. 57,1% yang membuang tinja ke tangki septik, 8,8 % penyaluran tinja MCK/WC umum, 0,2 % yang menggunakan WC Helokopter, 9,8 % menyalurkannya ke sungai/pantai/laut, 17,2 % buang air besar ke kebun/pekarangan, 1,9% buang air besar di selokan/parit/got; 3,0% buang tinja ke lubang galian, 8,4% lainnya dan 1,1 yang tidak tahu penyaluran tinjanya. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan tinja.

Gambar 3.7 Grafik persentase Tangki septik Suspek aman dan Tidak Aman di Kab. Jeneponto

Berdasarkan Gambar 3.7 kondisi tangki septik yang ada di Kabupaten Jeneponto menunjukkan bahwa 96,4 % tangki suspek tidak aman sedangkan yang aman hanya sebesar 3,6%.

Pemerintah Kabupaten Jeneponto telah berusaha memberikan perhatian terhadap sektor sanitasi khusunya air limbah. Dari data Dinas PU Cipta Karya diperoleh adanya pembangunan MCK dan MCK ++ tersebar di Kabupaten Jeneponto yang dibangun dengan berbasis masyarakat. Pada tahun 2012 ada pembangunan MCK ++ yaitu di Pasar Karisa Kecamatan Binamu oleh KSM Pasar Karisa, KSM Kalumpangloe di Kecamatan Arungkeke, KSM Paitana di Kecamatan Turatea, KSM Mutiara Putih di Kecamatan Arungkeke, KSM Manggau Jaya Kecamatan Bangkala, KSM Mangempong Kecamatan Turatea, KSM Tanjong Indah di Kecamatan Turatea, KSM Palengu di Kecamatan Bangkala, KSM Boyong Rewa Kecamatan Arungkeke, KSM Turatea Kecamatan Turatea. Untuk KSM Lumung-lumung Permai membangun Septic Tank Komunal. Pada umumnya sistem pembuangan limbah non tinja ini dialirkan melalui lubang resapan yang disalurkan melalui saluran terbuka yang dialirkan ke sistem drainase atau ke sungai. Sedangkan sistem pengelolaan limbah non tinja untuk konstruksi rumah panggung umumnya dialirkan langsung dikolong rumah dapur yang langsung di permukaan tanah dan tidak ada ada lubang

3,6

96,4

Aman Tidak Aman

(17)
(18)

Limbah Domestik berupa black water dan grey water yang ada di Kabupaten Jeneponto hingga saat ini belum dikelola secara khusus. Untuk limbah black water, pengelolaannya dilakukan dengan beberapa cara antara lain :

Limbah dari MCK++ yang di tampung dalam IPAL Komunal yang kemudian dialirkan ke saluran terdekat (drainase)

Limbah dari WC jongkok/duduk ditampung dalam tangki septic kemudian dialirkan langsung saluran drainase/sungai/Tanah.

Limbah dari WC cubluk yang ditambung dalam lubang dan dialirkan langsung ketanah. Limbah yang langsung ke Tanah/Sungai (BABS dikebun/Sungai).

Sedangkan untuk grey water yang umumnya berupa Sisa Air Mandi dan Sisa Air Cuci (tangan, pakaian dan kendaraan) serta air sisa makanan dialirkan ke Saluran Drainase yang berakhir kesungai atau terkadang dialirkan langsung ke Tanah.

(19)

Gambar 3.8.

Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik Diagram Sistem Sanitasi Air Limbah Domestik

Produk Input User Interface (A)

(B) Pengumpulan dan Penampungan / Pengolahan Awal (C) Pengangkutan / Pengaliran (D) (Semi) Pengolahan Akhir Terpusat (E)

Daur Ulang dan/atau Pembuangan Akhir Black Water + Grey Water Kebun, Tanah dan Halaman Grey Water IPAL

(20)

Tabel 3.6.

Cakupan layanan air limbah domestik yang ada di Kabupaten Jeneponto

No Kecamatan/ Nama Kelurahan BABs Sarana Tidak Layak Sarana Layak

Onsite System System Offsite Individual Berbasis Komunal Kawasan / Terpusat

(KK) Cubluk, Tangki Septik Tidak Aman (KK) Jamban Keluarga dengan Tangki Septik Aman (KK) MCK Umum /Jamban Bersama (KK) MCK+ + (KK) IPAL Komunal (KK) Tangki Septik Komunal (KK) Sambungan Rumah (KK)

(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) (x)

I Kecamatan Bangkala Barat 1.936 4.468 335 7 0 0 0 0

1 Garassikang 142 321 24 4 0 0 0 0 2 Banrimanurung 159 587 44 0 0 0 0 0 3 Pattiro 122 292 22 0 0 0 0 0 4 Tuju 251 540 41 0 0 0 0 0 5 Bulu Jaya 560 924 69 0 0 0 0 0 6 Barana 319 771 58 3 0 0 0 0 7 Beroanging 344 745 56 0 0 0 0 0 8 Papaluang 39 288 22 0 0 0 0 0 II Kecamatan Bangkala 5.275 3.685 8.431 632 17 0 0 0 1 Malassoro 631 270 771 58 0 0 0 0 2 Punagaya 360 315 607 46 0 0 0 0 3 Bontorannu 438 372 745 56 0 0 0 0 4 Pantai Bahari 286 -55 702 53 17 0 0 0 5 Palengu 277 17 903 68 0 0 0 0 6 Tombo Tombolo 253 97 491 37 0 0 0 0 7 Jenetallasa 386 433 436 33 0 0 0 0 8 Kalimporo 310 188 676 51 0 0 0 0 9 Benteng 218 289 451 34 0 0 0 0 10 Palantikang 407 391 670 50 0 0 0 0

(21)

11 Gunung Silanu 391 262 469 35 0 0 0 0

12 Kapita 621 602 629 47 0 0 0 0

13 Marayoka 412 275 461 35 0 0 0 0

14 Bontomanai 285 229 420 32 0 0 0 0

III Kecamatan Batang 1.866 1.415 3.248 244 0 0 0 0

1 Camba2 408 315 587 44 0 0 0 0 2 Maccini Baji 267 285 566 42 0 0 0 0 3 Kaluku 321 193 487 37 0 0 0 0 4 Togo2 316 253 690 52 0 0 0 0 5 Bungeng 355 232 581 44 0 0 0 0 6 Bontoraya 199 137 337 25 0 0 0 0 IV Kecamatan Arungkeke 2.007 1.310 3.085 231 39 0 0 0 1 Kampala 293 161 367 28 0 0 0 0 2 Bulo2 235 188 416 31 0 0 0 0 3 Kalumpangloe 285 149 367 28 21 0 0 0 4 Palajau 334 256 538 40 0 0 0 0 5 Arungkeke 442 303 717 54 18 0 0 0 6 Boronglamu 154 89 323 24 0 0 0 0 7 Arpak 264 162 357 27 0 0 0 0 V Kecamatan Rumbia 3.272 1.674 3.828 287 0 0 0 0 1 Bontomanai 301 116 371 28 0 0 0 0 2 Rumbia 444 241 485 36 0 0 0 0 3 Lebangmanai 265 173 390 29 0 0 0 0 4 Lebangmanai utara 185 94 205 15 0 0 0 0 5 Pelantikang 277 112 302 23 0 0 0 0 6 Bontocini 123 79 175 13 0 0 0 0 7 Bontotiro 299 154 302 23 0 0 0 0 8 Kassi 351 148 402 30 0 0 0 0 9 Loka 211 195 278 21 0 0 0 0 10 Tompobulu 228 114 284 21 0 0 0 0

(22)

11 Ujungbulu 341 117 384 29 0 0 0 0 12 Jenetallasa 247 131 250 19 0 0 0 0 VI Bontoramba Kecamatan 3.415 2.589 5.916 444 0 0 0 0 1 Bulusuka 329 239 536 40 0 0 0 0 2 Maero 264 221 382 29 0 0 0 0 3 Lentu 187 168 359 27 0 0 0 0 4 Bulumbungan 174 130 351 26 0 0 0 0 5 Bangkalaloe 204 233 540 41 0 0 0 0 6 Datara 299 204 648 49 0 0 0 0 7 Baraya 333 138 570 43 0 0 0 0 8 Bontoramba 202 154 357 27 0 0 0 0 9 Batujala 519 301 708 53 0 0 0 0 10 Bulusibatang 323 316 603 45 0 0 0 0 11 Kareloe 423 402 562 42 0 0 0 0 12 Tanammawang 158 84 300 23 0 0 0 0

VII Kecamatan Binamu 3.946 3.189 8.878 1.323 0 0 23 0

1 Biringkassi 339 217 577 86 0 0 0 0 2 Pabiringa 572 379 1.035 154 0 0 0 0 3 Panaikang 223 154 380 57 0 0 0 0 4 Monro2 195 154 467 70 0 0 0 0 5 Sidenre 273 178 547 82 0 0 0 0 6 Empoang Selatan 301 357 739 110 0 0 0 0 7 Empoang 339 642 1.259 188 0 0 23 0 8 Balangtoa 203 269 739 110 0 0 0 0 9 Balang 262 289 808 120 0 0 0 0 10 Balangberu 313 165 587 87 0 0 0 0 11 Bontoa 261 41 473 70 0 0 0 0 12 Sapanang 367 112 654 97 0 0 0 0 13 Empoang Utara 298 231 613 91 0 0 0 0

(23)

1 Tolo 423 538 883 66 0 0 0 0 2 Tolo Barat 232 246 497 37 0 0 0 0 3 Tolo Selatan 390 260 579 43 0 0 0 0 4 Bontolebang 175 108 300 23 0 0 0 0 5 Samataring 166 100 256 19 0 0 0 0 6 Bontonompo 139 74 177 13 0 0 0 0 7 Gantarang 296 144 286 21 0 0 0 0 8 Tombo2lo 173 43 260 20 0 0 0 0 9 Tolo Timur 429 181 631 47 0 0 0 0 10 Tolo Utara 328 265 603 45 0 0 0 0 IX Kecamatan Tamalatea 3.898 2.989 6.829 512 0 0 0 0 1 Bontosunggu 486 377 568 43 0 0 0 0 2 Bontojai 245 212 382 29 0 0 0 0 3 Borongtala 374 307 652 49 0 0 0 0 4 Turatea Timur 272 181 351 26 0 0 0 0 5 Turatea 255 178 424 32 0 0 0 0 6 Bontotanga 478 447 1.082 81 0 0 0 0 7 Manjangloe 205 142 317 24 0 0 0 0 8 Karelayu 247 180 404 30 0 0 0 0 9 Tamanroya 220 169 479 36 0 0 0 0 10 Tonrokassi Timur 380 175 741 56 0 0 0 0 11 Tonrokassi 473 411 887 67 0 0 0 0 12 Tonrokassi Barat 263 210 542 41 0 0 0 0 13 Bontosunggu 486 377 568 43 0 0 0 0 14 Bontojai 245 212 382 29 0 0 0 0 15 Borongtala 374 307 652 49 0 0 0 0 16 Turatea Timur 272 181 351 26 0 0 0 0 X Kecamatan Tarowang 3.104 1.654 3.779 283 0 0 0 0 1 Pao 400 224 512 38 0 0 0 0 2 Bontorappo 292 118 382 29 0 0 0 0

(24)

3 Allu Tarowang 482 178 526 39 0 0 0 0 4 Tarowang 258 172 426 32 0 0 0 0 5 Balangberu 415 211 449 34 0 0 0 0 6 Balangloe Tarowang 286 203 335 25 0 0 0 0 7 Bonto Ujung 548 241 599 45 0 0 0 0 8 Tino 423 307 550 41 0 0 0 0 XI Kecamatan Turatea 3.438 2.200 5.077 381 0 0 0 0 1 Jombe 250 77 404 30 0 0 0 0 2 Kayuloe Barat 292 171 436 33 0 0 0 0 3 Kayuloe Timur 107 109 205 15 0 0 0 0 4 Bungungloe 256 233 524 39 0 0 0 0 5 Bontomatene 388 284 627 47 0 0 0 0 6 Tanjonga 283 177 309 23 0 0 0 0 7 Bululoe 626 306 769 58 0 0 0 0 8 Mangempong 336 207 453 34 0 0 0 0 9 Langkura 251 217 424 32 0 0 0 0 10 Paitana 477 313 684 51 0 0 0 0 11 Parasangang Beru 172 105 242 18 0 0 0 0

(25)

Tabel 3.7.

Kondisi Prasarana dan Sarana Air Limbah Domestik

No Jenis Satuan Kapasitas Jumlah/

Kondisi

Keterangan

Berfungsi Berfungsi Tidak

(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii)

Sistem Onsite 1 Berbasis komunal MCK ++ unit 8 Ya - - Tangki septik komunal unit 1 Ya - - Sistem Offsite 2 - - - - -

Sumber : Dinas Cipta Karya 2014

Peran Serta Masyarakat

Peran serta dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Hiegiene dan Sanitasi dalam penanganan air limbah di Kabupaten Jeneponto secara umum dapat kelompokkan, sebagai berikut:

Kelompok pertama, kelompok masyarakat yang belum memiliki kesadaran atau kepedulian dalam pengelolaan air limbah. Kelompok ini masih menjadi mayoritas di Kabupaten Jeneponto, terdiri atas kelompok masyarakat miskin, pendidikan rendah, bahkan hingga pada kelompok masyarakat menengah. Kelompok kedua, kelompok masyarakat yang memiliki pengetahuan dan kesadaran terhadap pengelolaan limbah, namun belum memiliki kepedulian penuh terhadap pengelolaan air limbah. Kelompok ini umumnya berada pada tatanan masyarakat kelas menengah, berpendidikan, namun belum memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pengelolaan air limbah pada umumnya.

Kelompok ketiga, adalah kelompok masyarakat yang memiliki pengetahuan dan kesadaran serta kepedulian tinggi terhadap pengelolaan air limbah. Mayoritas kelompok ini ada pada tatanan masyarakat kelas menengah ke atas, dan termasuk kelompok minoritas baik di perkotaan maupun perdesaan.

Secara keseluruhan peran serta atau tingkat kepedulian masyarakat, jender dan kemiskinan dalam penanganan air limbah domestik di Kabupaten Jeneponto masih rendah, hal ini dapat dilihat dari tingkat kepemilikan jamban/MCK, tingkat pemeliharaan jamban/MCK maupun dukungan dari program-program sanitasi belum menyentuh secara signifikan dalam merubah perilaku masyarakat secara keseluruhan.

(26)

Program-program yang berbasis masyarakat seperti SLBM dalam hal pembangunan infrastruktur air limbah seperti MCK Komunal, MCK dan MCK++. Bantuan sarana dan prasarana yang ada belum mampu dikelola dengan baik ditingkat masyarakat, tingkat pemeliharaan rendah.

Tabel 3.8.

Daftar Program/Kegiatan Air Limbah Domestik Berbasis Masyarakat

No Nama Program/ Kegiatan Pelaksana /PJ Lokasi Program/ Tahun kegiatan

Penerima

manfaat Jumlah Sarana

Kondisi Sarana Saat Ini

Berfungsi Berfungsi Tidak

L P 1 PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan: Pembangunan MCK BPMPD: TPK Desa Desa Ujung Bulu Kec.

Rumbia 2011 13 9 1 Unit - 1 Unit

2 PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan: Pembangunan MCK BPMPD: TPK Desa Desa Kareloe Kec. Bontoram ba 2010 11 7 1 Unit 1 Unit - 3 PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan: Pembangunan MCK BPMPD: TPK Desa Desa Kapita Kec.

Bangkala 2009 9 10 1 Unit 1 Unit -

4 PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan: Pembangunan MCK BPMPD: TPK Desa Desa Tonrokassi Kec.Tamalat ea 2010 11 9 1 Unit 1 Unit -

Total 44 35 4 Unit 3 Unit 1 Unit

Sumber : Kajian Peran Serta Masyarakat Tahun 2014

Pengelolaan air limbah masih membutuhkan perhatian serius dan perlu melibatkan berbagai pihak, tidak saja pemerintah tetapi yang paling utama adalah masyarakat itu sendiri karena selain sebagai obyek, saat ini masyarakat diharapkan lebih banyak memainkan peran dalam berbagai aspek pembangunan termasuk sektor sanitasi.

Kabupaten Jeneponto, dimana masih terdapat angka buta huruf, tingkat pendidikan relatif masih minim, kondisi perekonomian yang masih membutuhkan perhatian jauh lebih besar terutama masyarakat berpenghasilan rendah, serta aksesibilitas yang relatif masih sulit, tentu saja mempengaruhi pola pikir dan perilaku hidup yang masih sangat bergantung pada kebijakan.

Dalam konteks rumah tangga, kaum perempuan cukup terlibat namun dalam pengambilan keputusan masih didominasi oleh laki-laki, padahal dalam pengelolaan sanitasi posisi perempuan sebenarnya sangat

(27)

strategis dan memiliki pengaruh sangat besar. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya-upaya pemberdayaan masyarakat, pengarusutamaan jender serta pelibatan masyarakat berpenghasilan rendah dalam pengelolaan air limbah maupun sektor sanitasi secara umum, seharusnya dapat menjadi salah satu prioritas dan target capaian pembangunan. (Lihat Tabel 3.9. Pengelolaan Sarana Air Limbah Domestik Oleh Masyarakat)

Tabel 3.9.

Pengelolaan Sarana Air Limbah Domestik Oleh Masyarakat

No Sarana Jenis Sarana Tahun

Dibangun Lokasi

Pengelola Biaya Operasi dan Pemeliharaan

Pengosongan Tangki Septik/IPAL

Lembaga Kondisi Waktu Layanan

1 - - - - - - - -

2 - - - -

Sumber : PU Cipta Karya-Tahun 2014

Pemetaan Media

Berdasarkan hasil identifikasi, Kabupaten Jeneponto dalam menjalankan kampanye pengelolaan air limbah serta sejauh mana Pemerintah Kabupaten Jeneponto melakukan penyampaian informasi kepada masyarakat, dan mengetahui peran media massa dalam mendukung pengelolaan air limbah sampai saat ini sudah dilaksanakan, namun hasilnya belum memuaskan. Namun untuk publikasi kegiatan sosialisasi mengenai pengelolaan limbah yang baik, belum berjalan dengan baik, karena masih kurangnya koordinasi dengan instansi teknis dan belum ada anggaran secara khusus disiapkan untuk kampanye dimaksud.

(28)

Gambar 3.9.

Kegiatan Penyuluhan atau Sosialisasi yang Pernah Diikuti Di Kabupaten Jeneponto

Sumber : Kajian Komunikasi dan Pemetaan Media Tahun 2014

Partisipasi Dunia Usaha

Sejauh ini belum banyak keterlibatan pihak swasta dalam mendukung masyarakat dan pemerintah kabupaten Jeneponto dalam pengelolaan air limbah, kondisi ini hampir sama dengan layanan sanitasi lainnya, seperti pengelolaan sampah dan drainase seperti pada Tabel 3.10. Kondisi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh masih lemahnya kelembagaan sanitasi yang ada di kabupaten Jeneponto, yang berimbas kepada lemahnya dukungan program dan penganggaran peningkatan pengelolaan air limbah, disamping rendahnya tingkat kepedulian masyarakat dan dunia usaha itu sendiri.

Tabel 3.10.

Penyedia Layanan Air Limbah Domestik Yang Ada Di Kabupaten Jeneponto

No Provider/Mitra Nama Potensial Tahun Mulai Operasi/ Berkontribusi Jenis kegiatan/ Kontribusi

Terhadap Sanitasi Volume Potensi Kerjasama

- - - - - -

- - - - - -

(29)

Pendanaan dan Pembiayaan

Lemahnya dukungan pendanaan dalam pengelolaan air limbah dapat dilihat dari dukungan pendanaan dan pembiayaan khususnya dari pemerintah di sub sektor air limbah seperti pada Tabel 3.11. Data dalam 4 tahun terakhir memperlihatkan alokasi anggaran untuk pembangunan sektor air limbah

terkonsentrasi pada pembangunan MCK dan MCK++ dan Tangki septik komunal (BSK) yaitu dengan kisaran Rp 34.602.000 hingga tertinggi Rp.207.626.000 Rata-rata

anggaran per-tahunnya adalah Rp. 60.557.000 dengan tingkat pertumbuhan 4,17%. Meski terjadi pertumbuhan positif, namun alokasi anggaran ini masih jauh diharapkan dibanding kebutuhan dan kondisi layanan sanitasi air limbah di kabupaten Jeneponto, dan yang pelaksanaan fisiknya tersebar di wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Jeneponto.

Tabel 3.11.

Rekapitulasi Realisasi Pendanaan Sanitasi Air Limbah Domestik

No Sub Sektor Belanja (Rp) Rata-rata Pertum buhan

(%)

2010 2011 2012 2013

1 Air Limbah Domestik

1.a Investasi air Pendanaan

limbah 0 0 207.626.000 34.602.000 60.557.000 4,17 1.b Pendanaan OM yang dialokasikan dalam APBD 0 0 19.800.000 4.750.000 6.137.500 5,99 1.c Perkiraan biaya OM berdasarkan infrastruktur terbangun 0 0 15.500.000 4.500.000 5.000.000 7,25

(30)

Permasalahan mendesak

Beberapa permasalahan terkait pengelolaan air limbah domestik yang dihadapi oleh Kabupaten Jeneponto adalah:

Tabel 3.13. Permasalahan Mendesak

No Permasalahan Mendesak

1 Sistem pengelolaan air limbah domestik mayoritas menggunakan on-site system (setempat) dimana limbah buangan langsung dialirkan ke sungai tanpa pengelolaan terlebih dahulu sehingga berpotensi mencemari air tanah dan sungai

2

Kelembagaan sanitasi masih lemah, kondisi ini menuntut adanya peningkatan kapasitas cakupan layanan pengelolaan air limbah. Untuk layanan penyedotan lumpur tinja hanya melayani wilayah kota Makale dan belum berjalan secara efektif seiring masih rendahnya kepedulian masyarakat perlunya dilakukan penyedotan lumpur tinja

3 Pendanaan dan pembiayaan masih belum mencukupi baik dari pemerintah maupun pihak swasta, sehingga berdampak pada terbatasnya penyediaan sarana dan parasarana, sistem maupun cakupan layanan pengelolaan air limbah domestik Sumber : Kajian Pokja Sanitasi Tahun 2014

Pengelolaan Persampahan

Kelembagaan

Lembaga atau instansi pengelola persampahan merupakan motor penggerak seluruh kegiatan Tabel 3.12.

Realisasi dan Potensi Retribusi Air Limbah

No SKPD Retribusi Sanitasi Tahun (Rp) Pertum buhan

(%)

2010 2011 2012 2013

1 Air Limbah Domestik

1.a Realisasi Retribusi - - - - -

1.b Potensi Retribusi - - - - -

(31)

ditentukan oleh faktor-faktor lain. Kapasitas dan kewenangan instansi pengelola persampahan menjadi sangat penting karena besarnya tanggung jawab yang yang harus dipikul dalam menjalankan roda pengelolaan yang biasanya tidak sederhana bahkan cenderung cukup rumit sejalan dengan makin besarnya kategori kota.

Penanganan pengelolaan persampahan di Kabupaten Jeneponto dilaksanakan oleh Dinas Tata Ruang dan Kebersihan dan didukung oleh Badan Lingkungan Hidup. Tugas pokoknya adalah penampungan, pengangkutan, pembuangan dan pemusnahan, dan mengelola TPA sementara. Kondisi dukungan kebijakan bagi optimalnya pengelolaan persampahan di Kabupaten Jeneponto saat ini belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari :

Belum adanya kebijakan Pemerintah Kabupaten Jeneponto yang diarahkan untuk mewajibkan seluruh pihak untuk melakukan upaya pengelolaan persampahan untuk lingkungan pemukiman rumah tangga / individu.

Masih kurangnya Perda Kabupaten Jeneponto yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengelolaan persampahan saat ini. Penegakkan aturan masih lemah, karena Perda atau perangkat aturan lainnya yang secara tegas mewajibkan pengelolaan persampahan pada seluruh pihak di Kabupaten Jeneponto belum ada.

Berdasarkan PP 8 / 2003 tentang Dinas Daerah maka dalam rangka efisiensi sumber daya telah dilakukan pembatasan jumlah dinas yang ada di Kota/Kabupaten.

Pelayanan persampahan di lapangan dilaksanakan langsung oleh Dinas Tarkeb. Dalam hal ini Dinas yang berfungsi sebagai sekaligus menjalankan kegiatan sebagai operator sedangkan regulatornya oleh KLH.

Ketimpangan tersebut masih belum didukung oleh SDM (sumber daya manusia) yang memadai terutama ditinjau dari kuantitas dan kualitas. Upaya-upaya peningkatan kualitas personil yang telah dilakukan beberapa waktu yang lalu berupa training bidang persampahan yang dilakukan oleh perbagai pihak baik Pemerintah maupun Pemerintah Daerah baik di dalam maupun luar negeri, tidak ditindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah secara memadai. Para tenaga terdidik tersebut pada umumnya telah menempati tugas diluar sektor persampahan.

(32)

Tabel 3.14.

Daftar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Persampahan

FUNGSI

PEMANGKU KEPENTINGAN Pemerintah

Kabupaten Swasta Masyarakat

Perencanaan

Menyusun Target Pengelolaan Sampah

skala kabupaten - -

Menyusun rencana program persampahan

dalam rangka pencapaian target - -

Menyusun rencana anggaran program persampahan dalam rangka pencapaian

target - -

Pengadaan Sarana

Menyediakan sarana pewadahan sampah

di sumber sampah - -

Menyediakan sarana pengumpulan (pengumpulan dari sumber sampah ke

TPS) -

Membangun sarana Tempat Penampungan

Sementara (TPS) -

Membangun sarana pengangkutan sampah dari TPS ke Tempat Pemrosesan Akhir

(TPA) - -

Membangun sarana TPA - -

Menyediakan sarana komposting

Pengelolaan

Mengumpulkan sampah dari sumber ke

TPS -

Mengelola sampah di TPS -

Mengangkut sampah dari TPS ke TPA - -

Mengelola TPA - -

Melakukan pemilahan sampah -

Melakukan penarikan retribusi sampah - -

(33)

Mengatur prosedur penyediaan layanan sampah (jam pengangkutan, personil,

peralatan, dll) -

Melakukan sosialisasi peraturan dan

pembinaan dalam hal pengelolaan sampah - -

Memberikan sanksi terhadap pelanggaran

pengelolaan sampah. - - -

Monitoring dan Evalusi

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target pengelolaan

sampah skala kab/kota - -

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas infrastruktur sarana

pengelolaan persampahan - -

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas layanan

persamapahan, dan atau menampung serta mengelola keluhan atas layanan persampahan

- -

(34)

Tabel 3.15.

Daftar Peraturan Persampahan Kabupaten Jeneponto

Peraturan

Ketersediaan Pelaksanaan

Ket Ada (sebutkan) Tidak

Ada Efektif Dilaksanaka n Belum Efektif Dilaksanaka n Tidak efektif Dilaksanaka n Persampahan

Target Capaian Pelayanan Pengelolaan persampahan

Kabupaten - - - - -

Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kabupaten dalam menyediakan layanan pengelolaan sampah

- - - - -

Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kabupaten dalammemberdayakan masyarakat dan badan usaha dalam pengelolaan sampah

- - - - -

Kewajiban dan sanksi bagi masyarakat untuk

mengurangi sampah, menyediaan tempat sampah di hunian rumah dan membuang ke TPS

- - - - -

Kewajiban dan sanksi bagi kantor/unit usaha di kawasan komersial/fasilitas sosial/fasilitas umum untuk mengurangi sampah, menyediakan tempat sampah dan membuang ke TPS

- - - - -

Pembagian kerja

pengumpulan sampah dari sumber ke TPS, dari TPS ke TPA, pengelolaan di TPA, dan pengaturan waktu pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

- - - - -

(35)

Retribusi pengelolaan

sampah atau kebersihan - - √ - - -

Sumber : Kajian Kelembagaan dan Kebijakan Tahun 2014

Sistem dan Cakupan Pelayanan

Sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Jeneponto yaitu pengelolaan dari sumber sampah sampai dengan TPS, pengelolaan sampah dari TPS sampai dengan TPA dan pengelolaan sampah di TPA.

Dari penjelasan tersebut diatas dapat dirincikan sebagai berikut :

Masyarakat membuang sendiri sampahnya di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang telah disediakan di wilayah masing-masing

Sampah yang telah terkumpul dari TPS sampah akan di jemput oleh petugas yang menggunakan mobil dump truk/arm roll setiap saat.

Sampah dari sumber (permukiman) yang tidak bisa dilalui kendaraan roda 6 (enam) di jemput langsung oleh petugas yang menggunakan motor tiga roda (Bentor).

Sampah dari fasilitas umum, fasilitas social dan fasilitas lainnya dikumpulkan di TPS kemudian di jemput oleh petugas.

Pola Pelayanan

Ada lima pola pelayanan persampahan yang dilakukan di Kabupaten Jeneponto untuk rumah tangga, jalan, taman/hutan kota, drainase dan pasar :

Pola layanan untuk sampah rumah tangga

Sampah dikumpulkan oleh penghasil sampah pada wadah sampah (tong sampah, kantong kresek, keranjang bekas, dan lain lain) yang ditempatkan dipinggir jalan, kemudian petugas memindahkan sampah kealat angkut (dump truk dan Bentor) dan kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.

Pola layanan untuk sampah jalan

Sampah jalan disapu oleh pengelola (petugas)kemudian tumpukan sampah tersebut dipindahkan ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS).

Pola layanan untuk taman kota/hutan kota

Sampah taman dan hutan kota berupa sampah daun, ranting, rumput dan sisa-sisa makanan dari pengunjung di kumpulkan oleh pengelola (petugas ) kemudian tempukan sampah tersebut

(36)

Pola layanan untuk pasar

Sampah pasar disapu dan dikumpulkan oleh pengelola (petugas) kemudian dikumpulkan ke kontener sampah yang telah disiapkan dilokasi pasar dan selanjutnya diangkut dengan menggunakan mobil arm roll.

Pola layanan untuk saluran drainase

Petugas pemeliharaan drainase membersihkan saluran (sedimen, sampah pelastik, dan lain lain) kemudian dikumpul dipinggir saluran dan dipindahkan ke dalam mobil 4(empat) roda (khusus untuk sampah saluran drenase) diangkut ke TPA sampah.

Pengangkutan

Ada tiga jenis alat angkut yang digunakan dalam pelayanan persampahan yaitu

Kendaraan roda 6 (enam) adalah kendaraan yang digunakan sejenis dump truk dan arm roll dengan jumlah 3 unit dengan tahun perakitan 2000an dan 1 unit arm roll dengan tahun perakitan 2000an kapasitas angkutan 4m3. Seluruh armada tersebut dioperasikan setiap hari oleh 3 sopir dan 12 petugas sampah.

Kendaraan roda 4(empat) adalah kendaraan yang sejenis pick up yang melayanai untuk sampah drenase dengan jumlah 1 unit dengan umur kendaraan sudah tua (perakitan 1990an) yang dioperasikan setiap hari oleh 1 sopir dengan kapasitas muatan berkisar 2m3.

Kendaraan roda 3(tiga) adalah kendaraan yang biasa disebut motor tiga roda (Bentor) dimana jumlahnya armada 6 unit dengan tahun perakitan 2010an dioperasikan 6 sopir dengan kapasitas muatan 1,5 m3.

Jumlah sampah yang terangkut dibuang ke TPA dihitung berdasarkan jumlah angkutan yang masuk ke TPA dan kapasitas angkutan. Kegiatan pendataan dilakukan dengan cara mencatat jumlah armada dan kapasitas angkutan masuk ke TPA setiap hari.

(37)

Gambar 3.10. Grafik Pengelolaan Sampah

Sumber : Kajian Studi EHRA Tahun 2014

Pada grafik Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Jeneponto menunjukkan bahwa sebanyak 53,6% masyarakat mengolah sampahnya dengan membakar; 2,5% yang membuang sampahnya ke sungai/kali/laut/danau; 0,9% membuang sampahnya ke tempat lain; 11,8 % yang dikumpulkan dan dibuang ke TPS; 23,9% yang membiarkan sampahnya membusuk; 4,5 % yang membuang ke lahan kosong/kebun/hutan/dan dibiarkan membusuk; 0,9% pengelolaan sampahnya lain-lain; 2,0% sampahnya dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah.

(38)

Gambar 3.11.

Grafik Pengangkutan Sampah

Sumber : Kajian Studi EHRA Tahun 2014

Kriteria dan dasar pelayanan persampahan berdasarkan target Pembangunan Nasional adalah 70% sampah domestik dan 100% sampah non domestik harus mendapatkan penanganan melalui sistem pelayanan umum. Dalam memaksimalkan pelayanan pengelolaan persampahan perkotaan dibutuhkan arahan yang tepat, bukan hanya pada kebutuhan akan pendanaan tetapi juga adalah bagaimana pengelolaan kegiatan pelayanan yang terdiri atas beberapa kegiatan utama, antara lain adalah pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemerosesan akhir sampah. Disamping itu, tak bisa dipungkiri bahwa peranan masyarakat sangat besar dalam pelayanan pengelolaan persampahan dimana perlunya peningkatan kesadaran masyarakat akan lingkungan yang sehat bebas dari sampah karena sebaik apapun sarana maupun sistem pengelolaan persampahan apabila masyarakat tidak memiliki kesadaran akan tetap menjadi masalah yang tak bisa diselesaikan.

Penanganan sampah dengan cara membakar secara terbuka (open burning) masih menjadi pilihan pertama dan utama yang dilakukan masyarakat. Padahal dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 tentang Juknis SPM Bidang Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa selain kegiatan transportasi dan industri, kegiatan pembakaran terbuka dan kawasan permukiman juga memiliki pengaruh terhadap kualitas udara.

Pelayanan persampahan diJjeneponto saat ini didukung oleh keberadaan sarana dan prasarana yang kondisinya jumlahnya masih minim, sehingga dalam pelaksanaan operasionalnya memiliki beban yang lebih berat, sehingga memberikan pengaruh pada keadaan dan kondisinya. Jumlah sarana dan

(39)

unit truck mini, 1 unit arm roll truck. yang kesemuannya beroperasi untuk kawasan perkotaan dengan ritasi yang berbeda-beda.

(40)
(41)

Gambar 3.12.

Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Persampahan Diagram Sistem Sanitasi Persampahan

Produk Input User Interface (A) Pengumpulan (B) Setempat (C) Penampungan Sementara (TPS) (D) Pengangkutan (E) (Semi) Pengolahan Akhir Terpusat (F) Daur Ulang / Pembuangan Akhir Sampah Organik dan Anorganik Lindi Dibakar

(42)

Tabel 3.16.

Sistem Pengelolaan Persampahan Yang Ada Di Kabupaten Jeneponto

No Kecamatan/ Nama Kelurahan Jumlah Pendudu k Volume Terlayani Tidak Terlayani Timbula n Sampah 3R Institusi Pengelola TPA (orang) (m3) (%) (m3) (%) (m3) (%) (m3) (%) (m3)

I Bangkala Barat Kecamatan 6.747 0 0 0 0 202,4

1 Garassikang 492 0 0 0 0 0 0 0 100 14,75 2 Banrimanurung 790 0 0 0 0 0 0 0 100 23,69 3 Pattiro 436 0 0 0 0 0 0 0 100 13,09 4 Tuju 831 0 0 0 0 0 0 0 100 24,94 5 Bulu Jaya 1.553 0 0 0 0 0 0 0 100 46,59 6 Barana 1.151 0 0 0 0 0 0 0 100 34,54 7 Beroanging 1.145 0 0 0 0 0 0 0 100 34,35 8 Pappalluang 349 0 0 0 0 0 0 0 100 10,46 II Kecamatan Bangkala 12.770 383,1 1 Malassoro 1.099 0 0 0 0 0 0 0 100 32,97 2 Punagaya 968 0 0 0 0 0 0 0 100 29,03 3 Bontorannu 1.173 0 0 0 0 0 0 0 100 35,19 4 Pantai Bahari 717 0 0 0 0 0 0 0 100 21,50 5 Palengu 988 0 0 0 0 0 0 0 100 29,63 6 Tombo Tombolo 625 0 0 0 0 0 0 0 100 18,74 7 Jenetalassa 902 0 0 0 0 0 0 0 100 27,05 8 Kalimporo 915 0 0 0 0 0 0 0 100 27,44 9 Benteng 777 0 0 0 0 0 0 0 100 23,32 10 Pallantikang 1.111 0 0 0 0 0 0 0 100 33,34 11 Gunung Silanu 766 0 0 0 0 0 0 0 100 22,99 12 Kapita 1.280 0 0 0 0 0 0 0 100 38,39 13 Marayoka 771 0 0 0 0 0 0 0 100 23,12 14 Bontomanai 681 0 0 0 0 0 0 0 100 20,42

(43)

2 Maccini Baji 895 0 0 0 0 0 0 0 100 26,85 3 Kaluku 717 0 0 0 0 0 0 0 100 21,50 4 Togo togo 998 0 0 0 0 0 0 0 100 29,93 5 Bungeng 856 0 0 0 0 0 0 0 100 25,69 6 Bontoraya 500 0 0 0 0 0 0 0 100 14,99 IV Kecamatan Arungkeke 4.670 140,1 1 Kampala 556 0 0 0 0 0 0 0 100 16,67 2 Bulo Bulo 638 0 0 0 0 0 0 0 100 19,13 3 Kalumpangloe 565 0 0 0 0 0 0 0 100 16,95 4 Palajau 835 0 0 0 0 0 0 0 100 25,04 5 Arungkeke 1.095 0 0 0 0 0 0 0 100 32,84 6 Boronglamu 436 0 0 0 0 0 0 0 100 13,09 7 Arpak 546 0 0 0 0 0 0 0 100 16,38 V Kecamatan Rumbia 5.797 173,9 1 Bontomanai 515 0 0 0 0 0 0 0 100 15,45 2 Rumbia 765 0 0 0 0 0 0 0 100 22,95 3 Lebangmanai 592 0 0 0 0 0 0 0 100 17,77 4 Lebangmanai utara 315 0 0 0 0 0 0 0 100 9,44 5 Pallantikang 440 0 0 0 0 0 0 0 100 13,19 6 Bontocini 267 0 0 0 0 0 0 0 100 8,01 7 Bontotiro 479 0 0 0 0 0 0 0 100 14,36 8 Kassi 582 0 0 0 0 0 0 0 100 17,46 9 Loka 494 0 0 0 0 0 0 0 100 14,82 10 Tompobulu 419 0 0 0 0 0 0 0 100 12,57 11 Ujungbulu 530 0 0 0 0 0 0 0 100 15,89 12 Jenetalasa 400 0 0 0 0 0 0 0 100 11,99 VI Bontoramba Kecamatan 8.958 268,7 1 Bulusuka 815 0 0 0 0 0 0 0 100 24,45 2 Maero 631 0 0 0 0 0 0 0 100 18,94 3 Lentu 554 0 0 0 0 0 0 0 100 16,63 100

Referensi

Dokumen terkait

dengan bidang cipta karya diuraikan sebagai berikut (RPJMD Kabupaten Sragen, 2016-2021) : 1) Masih kurangnya kepedulian pemilik jenis usaha atau kegiatan dalam pengelolaan limbah.

Pemaparan pada bab ini mengenai profil sanitasi wilayah yang mencangkup wilayah kajian sanitasi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) terkait sanitasi, pengelolaan air

Sistem pengolahan air limbah domestik yang ada di Kabupaten Klungkung yaitu input dari user interface (WC sentor) ke penampungan awal (tangki septik) dialirkan

Masyarakat masih menggunakan cara yang tidak sehat yaitu dengan memanfaatkan badan sungai atau saluran drainase untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana pengelolaan

Kabupaten Banjarnegara sering terjadi kekurangan air yang disebabkan karena sumber mata air yang kering dan cadangan air tanah yang berkurang. Hal ini menjadi

Salah satu upaya masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan adalah dengan pengelolaan limbah padat ( sampah ) dapat terlihat dalam beberapa kegiatan yang

Untuk mengetahui kelembagaan dilingkungan pengelolaan air limbah rumah tangga, Pokja Sanitasi telah melakukan study kelembagaan, terkait dengan pengelolaan air limbah baik

Untuk mengetahui kondisi pengelolaan air limbah rumah tangga di Kabupaten Tulang