• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Deskripsi Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa SMA Berkemampuan Matematika Tinggi pada Materi Bentuk Aljabar T1 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Deskripsi Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa SMA Berkemampuan Matematika Tinggi pada Materi Bentuk Aljabar T1 Full text"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA SMA

BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI

PADA MATERI BENTUK ALJABAR

JURNAL

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana

pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana

Oleh:

Martina Agustin

202013078

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA SMA BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI

PADA MATERI BENTUK ALJABAR

Martina Agustin1), Tri Nova Hasti Yunianta2)

202013078@student.uksw.edu1),trinova.yunianta@staff.uksw.edu2) Universitas Kristen Satya Wacana1, 2)

Abstrak

Kemampuan berpikir merupakan salah satu kecakapan matematika dan merupakan tolak ukur tercapainya tujuan pembelajaran matematika. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan berpikir reflektif siswa SMA berkemampuan matematika tinggi pada materi bentuk aljabar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu 3 siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 2 Salatiga dengan kemampuan matematika tinggi. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa subjek DY dan QL memiliki kemampuan berpikir reflektif tinggi pada materi bentuk aljabar karena melalui tiga fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting, elaborating dan contemplating. Subjek SW memiliki kemampuan berpikir reflektif sedang pada materi bentuk aljabar karena hanya melalui dua fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting dan elaborating. Hasil di atas menunjukkan kemampuan berpikir reflektif siswa berbeda meskipun memiliki tingkat kemampuan matematika yang sama. Temuan ini memberikan gambaran mengenai kemampuan berpikir reflektif siswa dan masukan perlunya menciptakan pembelajaran yang memunculkan aktivitas–aktivitas untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif.

Kata Kunci : kemampuan berpikir reflektif, bentuk aljabar.

PENDAHULUAN Latar Belakang

The Partnership for 21’ century skills (Mahmudi, 2016: 4), menyatakan salah satu

bagian penting dari sistem pendukung bagi bertumbuhnya kompetensi masa depan adalah

kurikulum yang selanjutnya diopersionalkan dalam kegiatan pembelajaran, termasuk

pembelajaran matematika. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang

tidak hanya dimaksudkan untuk menguasai materi matematika sebagai ilmu semata,

melainkan untuk mencapai tujuan yang lebih ideal, yakni penguasaan akan kecakapan

matematika (mathematical literacy) yang diperlukan untuk memahami dunia disekitarnya

serta untuk keberhasilan dalam kehidupan. Salah satu kecakapan matematika yaitu

menggunakan kemampuan berpikir dan bernalar dalam pemecahan masalah (Permendikbud

Nomor 21, 2016: 10)

Kemampuan berpikir akan mempengaruhi keberhasilan hidup karena terkait dengan

(7)

kemampuan berpikir matematika menjadi salah satu tolak ukur tercapainya tujuan

pembelajaran matematika. Peningkatan kemampuan berpikir perlu dilakukan mulai level

terendah yaitu recall (kemampuan bersifat ingatan dan spontanitas), basic (kemampuan

bersifat pemahaman), sampai pada kemampuan berpikir tingkat tinggi (Restu, 2012: 5).

Krulik (1993: 1) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi

berpikir kritis, penalaran, berpikir reflektif, kemampuan metakognitif dan berpikir kreatif.

Salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu berpikir reflektif. Fisher (2001: 2-3)

menjelaskan bahwa teori mengenai kemampuan berpikir reflektif dimulai dari pemikiran

John Dewey bahwa berpikir reflektif merupakan pemikiran secara aktif, terus menerus dan

hati-hati dalam suatu keyakinan atau bentuk dugaan dari pengetahuan dengan alasan jelas

yang mendukung dan untuk menuju kesimpulan yang lebih lanjut.

Gurol (2011: 388) mendefinisikan berpikir reflektif sebagai proses kegiatan terarah

dan tepat dimana individu menyadari untuk diikuti, menganalisis, mengevaluasi, memotivasi,

mendapatkan makna yang mendalam, menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Skemp

(1982: 54-55) mengemukakan bahwa berpikir reflektif dapat digambarkan sebagai proses

berpikir yang merespon masalah dengan menggunakan informasi atau data yang berasal dari

dalam diri (internal), dapat menjelaskan apa yang telah dilakukan, memperbaiki kesalahan

yang ditemukan dalam memecahkan masalah, serta mengkomunikasikan ide dengan simbol

bukan dengan gambar atau objek langsung. Berpikir reflektif sangat dibutuhkan dalam

menyelesaikan permasalahan matematika.

Selama ini masih terdapat siswa yang cenderung fokus pada menghafal rumus untuk

menyelesaikan masalah matematika. Menurut Dea Kania (2012: 8), para siswa cenderung

menganggap matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit sebab mereka hanya

terfokus pada hafalan rumus untuk menyelesaikan masalah. Mereka berpikir hanya dengan

menghafalkan rumus bisa menemukan solusi dari permasalahan. Padahal, hal itu belum tentu

bisa terealisasikan. Belajar matematika dengan cara menghafal membuat siswa cepat sekali

melupakan apa yang mereka pelajari dan mengalami kesulitan ketika dihadapkan dengan

permasalahan matematika.

Permasalahan matematika salah satunya dapat disajikan dalam materi bentuk aljabar.

Materi tersebut pertama kali diperkenalkan kepada siswa tingkat sekolah menengah pertama

dan merupakan salah satu materi matematika yang memerlukan keterampilan berpikir.

Aljabar merupakan salah satu cabang penting dari matematika yang sering dianggap sulit dan

abstrak (Hayati, 2013: 398). Salah satu hambatan dalam aljabar adalah menyatakan ekspresi

(8)

kemampuan berpikir matematika dan penalaran. Salah satu cara untuk mengembangkan

kemampuan berpikir siswa adalah dengan mengembangkan kemampuan berpikir aljabar

siswa, dengan membiasakan siswa menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah (Prianto,

2014: 2).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lailatun Nisak (2013: 15) dalam

penelitiannya mengenai analisis kemampuan berpikir reflektif siswa dalam memecahkan

masalah berbentuk semantik, figural, dan simbolik pada pokok bahasan fungsi kelas XI IPA

menunjukkan berpikir reflektif siswa adalah tinggi. Immas Metika dkk (2016: 820) dalam

penelitiannya mengenai analisi proses berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah

matematika non rutin dikelas VII SMP ditinjau dari kemampuan awal menunjukan siswa

menunjukkan siswa dengan kemampuan awal tinggi mencapai semua tahap berpikir reflektif.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dianggap perlu mengetahui kemampuan

berpikir reflektif siswa pada materi bentuk aljabar, karena aljabar merupakan salah satu

materi matematika yang memerlukan keterampilan berpikir. Menurut van De Walle (2006: 1)

berpikir aljabar bisa ditemukan diseluruh area matematika dan cukup penting membuat

matematika berguna dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsi kemampuan berpikir reflektif Siswa

SMA berkemampuan matematika tinggi pada materi bentuk aljabar.

KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF

Surbeck, Han dan Moyer (Noer, 2010: 39) mengutarakan bahwa kemampuan berpikir

reflektif adalah kemampuan mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, menerapkan

pengetahuan yang dimiliki dalam situasi yang lain, memodifikasi pemahaman berdasarkan

informasi dan pengalaman-pengalaman baru yang meliputi tiga fase/tingkat seperti berikut

ini.

a. Reacting (berpikir reflektif untuk aksi): bereaksi dengan pemahaman pribadi terhadap

peristiwa, situasi, atau masalah matematis dengan berfokus pada sifat alami situasi.

b. Elaborating (berpikir reflektif untuk evaluasi): melakukan analisis dan klarifikasi

pengalaman individual, serta makna dan informasi-informasi untuk mengevaluasi apa

yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan pengalaman yang lain, seperti

mengacu pada suatu prinsip umum maupun suatu teori.

c. Contemplating (berpikir reflektif untuk inkuiri kritis): mengutamakan pengertian pribadi

(9)

proses-proses seperti menguraikan, menginformasikan, mempertimbangkan dan merekonstruksi

situasi atau masalah.

Adapun indikator pada setiap fase atau tingkatan kemampuan berpikir reflektif dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Indikator Fase atau Tingkatan Kemampuan Berpikir Reflektif

Fase/

Tingkatan Indikator

Reacting

a. Menyebutkan apa yang ditanyakan. b. Menyebutkan apa yang diketahui.

c. Menyebutkan hubungan antara yang ditanya dengan yang diketahui.

d. Mampu menjelaskan apa yang diketahui sudah cukup untuk menjawab yang ditanyakan

Elaborating

a. Menjelaskan jawaban pada permasalahan yang pernah didapatkan. b. Mengaitkan masalah yang ditanyakan dengan masalah yang pernah

dihadapi.

Contemplating

a. Menentukan maksud dari permasalahan. b. Mendeteksi kesalahan pada jawaban.

c. Memperbaiki dan menjelaskan jika terjadi kesalahan pada jawaban. d. Membuat kesimpulan dengan benar

Diadaptasi dari Nisak (2013: 31-32)

Nisak (2013: 32-33) menyatakan bahwa tingkatan atau fase kemampuan berpikir

reflektif siswa yaitu memiliki kemampuan berpikir kurang reflektif apabila hanya melalui

fase reacting yaitu bisa melakukan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi melalui

beberapa indikator di atas. Siswa memiliki kemampuan berpikir cukup reflektif apabila dapat

melalui fase reacting dan comparing yaitu bisa memahami masalah sekaligus menjelaskan

jawaban dari permasalahan yang pernah didapatkan, mengaitkan masalah yang ada dengan

permasalahan lain yang hampir sama dan pernah dihadapi. Siswa memiliki kemampuan

berpikir reflektif apabila dapat melalui fase reacting, elaborating, dan contemplating yaitu

bisa membuat kesimpulan berdasarkan pemahaman terhadap apa yang ditanyakan,

pengaitannya dengan permasalahan yang pernah dihadapi, menentukan maksud dari

permasalahan, dapat memperbaiki dan menjelaskan jika jawaban yang diutarakan salah.

Kemampuan berpikir reflektif siswa dikatakan sangat rendah jika semua hasil

jawaban siswa berada pada kurang reflektif. Kemampuan berpikir reflektif siswa dikatakan

rendah jika jawaban siswa berada pada kurang reflektif dan jawaban yang lain berada pada

cukup reflektif. Kemampuan berpikir reflektif siswa dikatakan sedang jika jawaban siswa

berada pada kurang reflektif dan jawaban lainnya berada pada reflektif. Kemampuan berpikir

reflektif siswa dikatakan sedang jika semua jawaban berada pada cukup reflektif.

(10)

reflektif dan jawaban siswa yang lain berada pada reflektif. Kemampuan berpikir reflektif

siswa dikatakan sangat tinggi jika semua jawaban siswa berada pada reflektif.

ALJABAR

Aljabar merupakan salah satu cabang materi matematika, diindonesia aljabar

diajarkan mulai pada sekolah menengah pertama. Kaput (Walle, 2006:2) menyatakan bahwa

aljabar “meliputi melakukan generalisasi dan menampilkan generalisasi tersebut

menggunakan bahasa yang semakin formal, dimana generalisasi dimulai dari aritmatika,

situasi pemodelan, geometri dan hampir semua matematika yang ada ditingkat dasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan

kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan

atau menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai sifat populasi tertentu,

dengan kata lain peneliti hendak menggambarkan suatu gejala (fenomena), atau sifat

tertentu, mencari atau menerangkan keterkaitan antar variabel (Sanjaya, 2013: 59).

Penelitian ini menggambarkan data kualitatif dan dideskripsikan untuk menghasilkan

gambaran yang mendalam serta terperinci mengenai deskripsi kemampuan berpikir reflektif

siswa SMA berkemampuan matematika tinggi pada materi bentuk aljabar.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Salatiga pada tahun ajaran 2016/2017.

Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu 3 siswa kelas

XI IPA 5 dengan kemampuan matematika tinggi. Alasan memilih ketiga subjek

berkemampuan matematika tinggi yaitu agar ketiga subjek memiliki level kemampuan

matematika yang setara. Adapun pemilihan subjek tersebut dengan pertimbangan tertentu

yaitu, subjek telah mempelajari materi aljabar sejak sekolah menengah pertama dan materi

bentuk aljabar lainnya pada kelas X Sekolah Menengah Atas, memiliki kemampuan

matematika tinggi berdasarkan nilai UAS serta merupakan rekomendasi dari guru yang

mengampu sebagai siswa yang mudah dalam berkomunikasi. Subjek yang terpilih diberi

kode DY untuk subjek 1, QL untuk subjek 2 dan SW untuk subjek 3.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan teknik tes tertulis,

wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Pada teknik tes tertulis peneliti menggunakan soal

uraian berupa soal aljabar sebanyak 4 butir soal yang kemudian diperkuat dengan melalui

wawancara sehingga dapat dianalisis. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti

sendiri yang dibantu dengan instrumen lainnya yaitu soal tes tertulis, pedoman wawancara

(11)

Uji validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas

konstruksi yang diperoleh melalui expert judgement atau melalui pendapat para ahli

(Sugiyono, 2010: 125). Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles

& Huberman (Sugiyono, 2010: 337) yang memaparkan analisis data kualitatif deskriptif

melalui tiga alur, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis terhadap hasil tes dan wawancara, diperoleh bahwa kemampuan

berpikir reflektif ketiga subjek yang memiliki kemampuan matematika tinggi pada materi

aljabar berada pada fase atau tingkatan yang berbeda pada setiap butir soal.

Kemampuan Berpikir Reflektif pada Soal Nomor 1

Berdasarkan hasil analisis dari tes tertulis dan wawancara yang dilakukan pada subjek

DY, QL dan SW pada soal nomor satu, ketiga subjek memiliki kemampuan berpikir reflektif

karena melalui ketiga fase atau tingkatan berpikir reflektif yaitu fase reacting, elaborating

dan contemplating. Pada fase reacting ketiga subjek dapat menjelaskan apa yang ditanyakan

pada soal, apa saja yang diketahui pada soal, menyatakan apa yang diketahui pada soal sudah

cukup untuk menjawab yang ditanyakan dan dapat menghubungkan apa yang diketahui

dengan apa yang ditanyakan.

Pada fase elaborating ketiga subjek dapat menjelaskan pernah mendapatkan masalah

yang hampir sama seperti pada soal dan dapat mengaitkan masalah yang dihadapi dahulu

dengan masalah yang sekarang. Adapun hasil tes tertulis subjek DY dan QL dapat dilihat

pada Gambar 1.

Subjek DY Subjek SW

(12)

Selanjutnya pada fase contemplating subjek DY dan SW dapat menjelaskan

jawabannya sekaligus mengecek jawaban, meyakini jawabannya benar dan dapat membuat

kesimpulan dengan benar. Subjek QL dapat menjelaskan jawabannya dan menyadari

kesalahan dalam membuat model matematika dari apa yang ditanyakan dari soal dan dapat

memperbaiki kesalahan, diperkuat dengan membuat kesimpulan dengan benar dari soal.

adapun hasil tes tertulis dan cuplikan wawancara subjek QL dapat dilihat pada Gambar 2.

P : “menurutmu jawaban yang diungkapkan

Gambar 2. Hasil Tes Tertulis dan Cuplikan Wawancara Subjek QL Kemampuan Berpikir Reflektif pada Soal Nomor 2

Pada soal nomor dua, berdasarkan analisis dari tes tertulis dan diperkuat dengan

wawancara yang dilakukan subjek DY, QL dan SW, didapatkan hasil subjek DY dan QL

memiliki kemampuan berpikir reflektif karena melalui ketiga fase atau tingkatan berpikir

reflektif yaitu fase reacting, elaborating dan contemplating. Subjek SW memiliki

kemampuan berpikir kurang reflektif karena hanya melalui fase atau tingkatan berpikir

reflektif reacting.

Pada fase reacting ketiga subjek dapat menjelaskan apa yang ditanyakan pada soal,

apa saja yang diketahui pada soal, menyatakan apa yang diketahui pada soal sudah cukup

untuk menjawab yang ditanyakan dan dapat menghubungkan apa yang diketahui dengan apa

yang ditanyakan. Pada fase elaborating subjek DY dan QL menyatakan pernah mendapatkan

masalah yang hampir sama seperti soal dan dapat mengaitkan masalah yang sekarang dengan

masalah yang dahulu dihadapi. Subjek SW tidak dapat mengaitkan masalah yang dihadapi

dahulu dengan yg sekarang terlihat pada petikan wawancara “kaitannya gak tau, lupa

(13)

Selanjutnya pada fase contemplating subjek DY dapat menjelaskan jawabannya dan

meyakini jawabannya benar serta dapat membuat kesimpulan dengan benar. Subjek QL

menyadari kesalahan ketika menjelaskan jawabannya. Subjek QL menyadari kesalahan saat

mensubstitusikan dan dapat memperbaiki jawabannya sampai pada membuat kesimpulan

secara benar. Adapun hasil hasil tes tertulis dan cuplikan wawancara subjek QL dapat dilihat

pada Gambar 3.

P : “kurang yakinnya dimana?”

QL : “ kurang yakin saat mensubstitusikan” P : “ coba lihat lagi substitusinya”

QL : “kesimpulannya nilai bilangan itu berarti349”

Subjek QL Subjek QL

Gambar 3. Hasil Tes Tertulis dan Cuplikan Wawancara Subjek QL

Subjek SW tidak meyakini jawabannya benar dan pada saat menjelaskan jawaban

yang didapat subjek juga tidak menyadari kesalahan dari jawabannya tersebut, sehingga tidak

dapat membuat kesimpulan secara benar. Adapun hasil hasil tes tertulis dan cuplikan

wawancara subjek SW dapat dilihat pada Gambar 4.

P : “menurutmu jawaban yang diungkapkan

SW : “gak tau juga salahnya dimana, bingung”

Subjek SW Subjek SW

Gambar 4. Hasil Tes Tertulis dan Cuplikan Wawancara Subjek SW Kemampuan Berpikir Reflektif pada Soal Nomor 3

Pada soal nomor tiga, berdasarkan analisis dari tes tertulis dan diperkuat dengan

wawancara yang dilakukan subjek DY, QL dan SW, didapatkan hasil subjek DY memiliki

kemampuan berpikir reflektif karena melalui ketiga fase atau tingkatan berpikir reflektif yaitu

fase reacting, elaborating dan contemplating. Sedangkan subjek QL dan SW memiliki

kemampuan berpikir cukup reflektif karena hanya melalui fase atau tingkatan berpikir

(14)

Pada fase reacting ketiga subjek dapat menjelaskan apa yang ditanyakan pada soal,

apa saja yang diketahui pada soal, menyatakan apa yang diketahui pada soal sudah cukup

untuk menjawab yang ditanyakan dan dapat menghubungkan apa yang diketahui dengan apa

yang ditanyakan. Pada fase elaborating subjek DY, QL, dan SW menyatakan pernah

mendapatkan masalah yang hampir sama seperti soal dan dapat mengaitkan masalah yang

sekarang dengan masalah yang dahulu dihadapi.

Selanjutnya pada fase contemplating subjek DY dapat menjelaskan jawabannya dan

meyakini jawabannya benar serta dapat membuat kesimpulan dengan benar. Subjek QL dan

SW dapat menjelaskan jawabannya tetapi tidak dapat menyadari kesalahan. Subjek QL tidak

menyadari kesalahan hitungan dan subjek SW tidak menyadari variabel x dan y yang

digunakan tertukar. Subjek QL dan SW tetap meyakini jawaban mereka sudah benar,

sehingga berdampak pada kesimpulan yang mereka buat salah. Adapun hasil hasil tes tertulis

subjek QL dan SW dapat dilihat pada Gambar 5.

Subjek QL Subjek SW

Gambar 5. Hasil Tes Tertulis Subjek QL dan SW Kemampuan Berpikir Reflektif pada Soal Nomor 4

Pada soal nomor empat, berdasarkan analisis dari tes tertulis dan diperkuat dengan

wawancara yang dilakukan subjek DY, QL, dan SW, didapatkan hasil subjek DY, SW dan

QL memiliki kemampuan berpikir cukup reflektif karena melalui ketiga fase atau tingkatan

berpikir reflektif yaitu fase reacting dan elaborating.

Pada fase reacting ketiga subjek dapat menjelaskan apa yang ditanyakan pada soal,

apa saja yang diketahui pada soal, menyatakan apa yang diketahui pada soal sudah cukup

untuk menjawab yang ditanyakan dan dapat menghubungkan apa yang diketahui dengan apa

yang ditanyakan. Pada fase elaborating subjek DY, QL, dan SW menyatakan pernah

mendapatkan masalah yang hampir sama seperti soal dan dapat mengaitkan masalah yang

(15)

Selanjutnya pada fase contemplating subjek DY dapat menjelaskan jawabannya dan

tidak meyakini jawabannya benar namun tidak menyadari adanya kesalahan perhitungan

sehingga berdampak pada kesimpulan yang salah. Subjek QL dan SW tidak mengerjakan soal

nomor 4, baru sampai membuat model matematika dikarenakan tidak mengerti cara

melanjutkan jawaban dan angkanya dianggap sulit karena berbentuk pecahan. Adapun hasil

hasil tes tertulis dan cuplikan wawancara subjek DY dapat dilihat pada Gambar 6.

P : “menurutmu jawaban yang diungkapkan

Gambar 6. Hasil Tes Tertulis dan Cuplikan Wawancara Subjek DY PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh bahwa kemampuan berpikir reflektif subjek DY

pada materi bentuk aljabar adalah tinggi. Hal ini terbukti dari hasil analisis ketiga soal siswa

dikatakan reflektif, karena melalui ketiga fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting,

elaborating, dan contemplating. Sementara satu soal lainnya siswa dikatakan cukup reflektif

karena hanya melalui dua fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting, dan elaborating.

Kemampuan berpikir reflektif subjek QL pada materi bentuk aljabar adalah tinggi.

Hal ini terbukti dari hasil analisis dua soal siswa dikatakan memiliki kemampuan berpikir

reflektif, karena melalui ketiga fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting, elaborating,

dan contemplating. Sementara dua soal lainnya siswa dikatakan cukup reflektif karena hanya

melalui dua fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting dan elaborating.

Selanjutnya kemampuan berpikir reflektif subjek SW pada materi bentuk aljabar

adalah sedang. Hal ini terbukti dari hasil analisis satu soal siswa dikatakan reflektif, karena

melalui ketiga fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting, elaborating, dan

contemplating. Dua soal lainnya siswa dikatakan cukup reflektif karena hanya melalui dua

(16)

dikatakan kurang reflektif karena hanya melalui satu fase kemampuan berpikir reflektif yaitu

elaborating.

Temuan pada penelitian ini yaitu kemampuan berpikir reflektif siswa pada materi

bentuk aljabar tidak berada pada fase atau tingkatan kemampuan berpikir reflektif yang sama

meskipun berada pada kategori kemampuan matematika yang sama yaitu tinggi dan berada

pada level pendidikan yang sama yaitu kelas XI SMA. Hal ini menujukkan hasil berbeda

dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Immas Metika dkk (2016: 820) dalam

penelitiannya mengenai analisis proses berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah

matematika non rutin ditinjau dari kemampuan awal siswa, didapatkan hasil siswa dengan

kemampuan awal tinggi memiliki semua tahap berpikir reflektif. Lailatun Nisak (2013: 15)

dalam penelitiannya mengenai analisis kemampuan berpikir reflektif siswa dalam

memecahkan masalah berbentuk semantik, figural, dan simbolik pada pokok bahasan fungsi

kelas XI IPA juga menunjukkan siswa dengan kemampuan awal matematika tinggi memiliki

kemampuan berpikir reflektif tinggi. Selain itu juga ditemukan tidak ada subjek yang

memiliki kemampuan berpikir reflektif sangat tinggi, karena tidak ada subjek memiliki

kemampuan berpikir reflektif atau melalui semua fase berpikir reflektif yaitu reacting,

elaborating dan contemplanting pada semua butir soal.

PENUTUP

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan yaitu kemampuan berpikir

reflektif siswa berkemampuan matematika tinggi pada materi bentuk aljabar tidak berada

pada fase atau tingkatan kemampuan berpikir reflektif yang sama. Subjek DY dan QL

memiliki kemampuan berpikir reflektif tinggi pada materi bentuk aljabar karena melalui tiga

fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting, elaborating dan contemplating. Sedangkan

subjek SW memiliki kemampuan berpikir reflektif sedang pada materi bentuk aljabar karena

hanya melalui dua fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting dan elaborating. Selain

itu juga tidak ada subjek yang memiliki kemampuan berpikir reflektif sangat tinggi.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada guru dan kepada

peneliti lainnya tentang kemampuan berpikir reflektif siswa kelas XI SMA berkemampuan

matematika tinggi pada materi bentuk aljabar. Diharapkan dengan mengetahui tingkatan atau

fase kemampuan berpikir refklektif siswa, guru dan peneliti dapat merancang pembelajaran

yang memunculkan aktivitas–aktivitas untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif,

hendaknya dihadirkan bukan hanya pada saat pembelajaran matematika yang dilaksanakan

dengan pendekatan khusus, tetapi juga dalam pendekatan yang sifatnya tradisional atau

(17)

Guru perlu menghadirkan situasi-situasi pemecahan masalah yang yang memberikan

peluang untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif siswa. Siswa juga hendaknya

lebih melatih lagi kemampuan berpikir reflektif dan membiasakan untuk menerapkannya

dalam menyelesaikan masalah sehingga diharapkan mampu meningkatkan prestasi siswa.

Bagi penelitian lain disarankan untuk meneliti kemampuan berpikir reflektif siswa dengan

kemampuan awal matematika sedang atau rendah dan pada materi matematika lainnya yang

membutuhkan kemampuan berpikir reflektif.

DAFTAR PUSTAKA

Dea,Kania. 2012. Penerapan Model P embelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Reflektif. Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI

Fisher, A. 2001. Critical Thinking: An Introduction. Cambridge: Cambridge University Press. Gurol. A. 2011. Determining the reflective thinking skills of pre-service teachers in learning teaching process. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies 2011 Volume (issue) 3(3): 387-402.

Hayati, L. 2013. Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Aljabar Siswa. Prosiding Seminar nasional matematika dan pendidikan matematika FMIPA UNY Yogyakarta, 9 November 2013. ISBN: 978-979-16353-9.

Krulik, S., Rudnick, J., dan Milou, E. 2003. Teaching Mathematics in Middle School A Practical Guide. Boston.

Mahmudi, Ali. 2016. Memberdayakan Pembelajaran Matematika Untuk Mengembangkan Kompetensi Masa Depan. Prosiding Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika UNY 2016.

Metika, Immas dkk. 2016. Analisis Proses Berpikir Reflektif Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika Non Rutin Di Kelas VIII SMP Islamic International School Pesantren Sabilil Muttaqien (IIS PSM) Magetan Ditinjau Dari Kemampuan Awal. Jurnal Elektronik P embelajaran Matematika ISSN: 2339-1685 Vol. 4, No. 9, hal 812-823 November 2016

Nisak, Lailatun. 2013. Analisis Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa dalam Memecahkan Masalah Berbentuk Semantik, Figural, dan Simbolik pada Pokok Bahasan Fungsi Kelas XI IPA di MAN Nglawak Kertosono Nganjuk. Skripsi. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.

Noer, Sri Hastuti. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi. Bandung: FPMIPA UPI.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.

Priatno, Agus. 2014. Kajian Materi Aljabar dan Komunikasi Matematis. Indonesia digital journal of mathematics and education Vol 2 edisi 2014

Rahmy, Zulmaulida. 2012. Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir

Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa.

(18)

Restu, Widiawati. 2012. Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika Pada Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) Berdasarkan Gender Kelas VIII Di Mts Negeri Tanjunganom. Jurnal universitas Nusantara PGRI Kediri

Sanjaya, Wina. 2103. Penelitian Pendidikan Jenis, Metode, dan Prosedur. Jakarta: Prenada Media Group.

Subagya. 2004. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan P endekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Skemp, R. 1982. The Psycology of Learning Mathenatics. USA. Peguin Books.

The Partnership for 21st Century Skills. 2007. Framework for 21st Century Learning. Dapat diakses di www.p21.org pada 17 maret 2017.

Gambar

Tabel 1. Indikator Fase atau Tingkatan Kemampuan Berpikir Reflektif
Gambar 1. Hasil Tes Tertulis Subjek DY dan SW
Gambar 2. Hasil Tes Tertulis dan Cuplikan Wawancara Subjek QL
Gambar 4. Hasil Tes Tertulis dan Cuplikan Wawancara Subjek SW
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penghitungan menurut pendekatan ini adalah hitungan bagi hasil yang berdasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya usaha

Abstrak: Penelitian ini menguji Pengaruh Budaya Etika terhadap Kesesuaian Individu dengan Organisasi dan dampaknya pada Niat untuk Bertahan (Studi pada PT. Garuda

Sesuatu yang Bisa Diakadkan Sepakat Melakukan Syarikah dalam Urusan Tertentu Sepakat Melakukan Syarikah Sepakat Memberikan Modal Hukum Syarikah dalam Islam Barang Jasa

a. Subyek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas VIII MTs Ma’arif Karangan Trenggalek. Siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII

Hal-hal yang perlu ditentukan dan mungkin diklarifikasi dalam proses pemeriksaan pendahuluan, antara lain: (1) apakah Termohon adalah Badan Publik yang merupakan obyek

Ekonomi membahas individu dan masyarakat dalam membuat pilihan, dengan atau tanpa menggunakan uang , dengan menggunakan sumber-sumber daya yang terbatas tetapi dapat digunakan

 Sinyal penerimaan pada pesawat penerima radio AM/FM yang berupa sinyal audio dapat dimanfaatkan sebagai sinyal input untuk menyambung dan memutuskan catu daya

Didalam Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 52 harus dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan undang- undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik