Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Persentase Karakteristik Responden
Karakteristik Jumlah Total Pasien (n=45)
Jumlah Perawat Persentase (%) Jenis Kelamin
Pria 4 8,89 %
Wanita 41 91,11%
Usia
23-25 8 17,78 %
26-30 16 35,56 %
31-35 19 42,22 %
36-40 2 4,44 %
Pendidikan terakhir
D3 28 62,22 %
S1 5 11,11 %
Ners 12 26,67 %
Lama bekerja
> 5 tahun masa kerja 37 82,22 %
> 10 tahun masa kerja 8 17, 78 %
Menyajikan profil perawat yang bekerja di Rumah Sakit Ken Saras Kab. Semarang, yang menggambarkan karakteristik responden, seperti jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan lama bekerja di Rumah Sakit. Pada tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa mayoritas didapati berjenis kelamin perempuan sebanyak 41 perawat (91,11%). Berdasarkan usia responden mayoritas didapati berumur 31-35 tahun sebanyak 19 perawat (42,22%). Kategori pendidikan perawat mayoritas didapati D3 sebanyak 28 perawat (62,22%). Lama berkerja perawat mayoritas didapati >5 tahun sebanyak 37 perawat (82,22%).
Perawat yang merupakan tenaga profesional berperan penting dalam pelayanan mutu rumah sakit serta memiliki kontak langsung dengan pasien lebih lama khususnya bagi pasien rawat inap. Salah satu indikator pelayanan kesehatan yang baik di rumah sakit adalah
terkendalinya infeksi nosokomial (Setiyawati, 2008). Perawat dalam penelitian ini mayoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 41 perawat (91,11%). Perawat dengan jenis kelamin perempuan cenderung lebih taat dan mematuhi standar yang ada serta cenderung lebih rajin dalam praktik pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Berdasarkan jenis kelamin pada umumnya dalam kepatuhan wanita lebih patuh daripada pria, karena wanita lebih patuh dan peduli untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien (Wardhara, 2013). Berdasarkan
karakteristik perawat yang paling dominan perawat dengan usia 31-35 tahun yaitu mencapai 19 orang (42,22 %). Namun berdasarkan penelitian Mazaputra (2008) bahwa usia bukan faktor yang memengaruhi pelaksanaan kinerja dan mutu layanan seorang perawat. Lama bekerja perawat didominasi lebih dari 5 tahun sebanyak 37 perawat (82,22 %). Hasil penelitian oleh Lusiani (2006) perawat yang masa kerjanya lama memiliki pengalaman kerja yang baik dalam memberikan layanan keperawatan. Namun pengaruh atau tidaknya masa kerja tergantung pada komponen yang berkaitan dengan perawat itu sendiri.
Kemudian tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pelaksanaan pelayanan mutu perawat secara profesional, pendidikan terkahir perawat pada penelitian ini paling banyak adalah D3 keperawatan sebanyak 28 perawat (62,22 %). Perawat rawat inap dengan pendidikan S1 Keperawatan dan Ners masih tergolong sedikit. Peneliti berpendapat bahwa pendidikan sangat memengaruhi pemberian mutu layanan pada pasien, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Muhlisin A, dkk (2018) memaparkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan persepsi pasien tentang mutu layanan keperawatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin besar keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan mutu layanan keperawatan pada pasien secara profesional.
Tabel 2. Mutu Layanan Perawat
No Pertanyaan
Pilihan Jawaban (likert)
Rata- rata
Katego Sangat ri
Setuju Setuju Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju Daya Tanggap
1 Perawat sudah 18 27 0 0 3,42 Baik
memberikan
informasi pengobatan yang jelas kepada pasien
2 Terkadang saya kurang detail memberikan
penjelasan mengenai penyakit yang diderita pasien.
2 20 23 0 2,49 Tidak
baik
3 Perawat kurang tanggap dalam merespon pasien saat memerlukan bantuan
0 6 31 8 3,02 Baik
4 Saya sudah
memberikan
pelayanan yang berkualias untuk pasien
14 31 0 0 3,29 Baik
5 Pasien harus diberikan penjelasan secara jelas
& akurat sesuai dengan penyakit pasien.
18 27 0 0 3,40 Baik
Jaminan
1 Pelayanan yang saya berikan sudah cepat namun terkadang belum tepat
22 23 0 0 2,56 Baik
2 Saya sudah
melakukan pekerjaan
13 32 0 0 3,29 Baik
sebagai perawat sesuai dengan visi &
misi RS
3 Pasien merasa kurang percaya pada perawat dalam melakukan tindakan
3 6 33 3 2,80 Tidak
baik
4 Saya percaya diri dalam melakukan tindakan kepada pasien
21 24 0 0 3,42 Baik
5 Dalam memberikan pelayanan terkadang
saya kurang
menunjukkan
keseriusan pada pasien
2 5 28 10 2,84 Tidak
baik
Bukti Fisik
1 Saya melakukan tindakan medis dengan percaya diri
21 22 1 1 3,38 Baik
2 Terkadang saya merasa gugup pada saat memasang peralatan medis kepada pasien
3 13 25 4 2,67 Tidak
baik
3 Untuk mengakses data pasien saya menggunakan system informasi (aplikasi) dari RS (tidak
14 27 4 0 3,36 Baik
manual)
4 Sebelum tindakan saya meyakinkan pasien dengan memberikan
komunikasi terapeutik
30 15 0 0 3,67 Sangat
baik
5 Saya mempersiapkan peralatan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan pada pasien
18 26 1 0 3,18 Baik
6 Saat bertugas di ruang perawat, saya
melakukan kegiatan yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan
4 6 29 6 2,87 Tidak
baik
Empati
1 Saat pasien bertanya / mengeluh saya cenderung diam &
mengiyakan apa yang pasien katakan
0 11 31 3 2,89 Tidak
baik
2 Saat saya melihat pasien sedang kesulitan, saya dengan sigap membantunya
23 21 1 0 3,44 Sangat
baik
3 Terkadang saya belum sepenuhnya responsive saat pasien
0 11 31 3 2,78 Tidak
baik
Tabel 2. 1 Frekuensi dan dist ribusi mutu layanan perawat Kategori Jumlah Responden
Perawat Persentase (%)
Sangat Baik 9 20%
Baik 36 80%
membutuhkan bantuan
4 Keterlibatan saya dalam memecahkan masalah dan melayani pasien, tidak
berpengaruh pada kualitas layanan
2 8 32 3 2,78 Tidak
baik
Keandalan
1 Saya handal dalam menggunakan
teknologi untuk mendukung
pelayanan yang akurat
& memuaskan
6 39 0 0 3,13 Baik
2 Saya kurang handal dalam melakukan tindakan medis tertentu
1 15 26 3 2,69 Tidak
baik
3 Pengetahuan,
keterampilan saya, belum cukup efektif &
efisien dalam melayani pasien
2 14 28 1 2,49 Tidak
baik
Tidak Baik 0 0%
Sangat Tidak Baik 0 0%
Total Perawat 45 100 %
Pada tabel distribusi dan frekuensi mutu layanan dapat dilihat terdapat 9 responden dengan persentase 20% berada di kategori sangat baik, terdapat 36 responden dengan persentase 80%
berada dalam kategori baik. Ketika dijumlahkan totalnya adalah 45 dengan persentase 100%. Hal ini menggambarkan bahwa mutu layanan perawat secara keseluruhan pada Rumah Sakit Ken Saras berada dalam kategori baik dan memuaskan. Berdasarkan tabel diatas, didapati aspek bukti fisik mempunyai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan aspek lainnya dengan kategori baik sebesar 40,37%. Bukti fisik termasuk dalam mutu layanan keperawatan, dimana hal ini dapat diwujudkan dalam pemehuhan sarana dan prasarana pelayanan, penggunaan teknologi yang digunakan, kemampuan perawat dalam menggunakan alat dan perlengkapan secara efisien (Nursalam, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian Butar dkk, (2016) mengungkapkan bahwa semakin lengkap fasilitas yang dimiliki rumah sakit, kebersihan ruangan, dan penampilan perawat, maka semakin baik pula mutu pelayanan yang diberikan pada pasien. Penelitian dari Rahayu (2019) mengungkapkan bahwa gambaran mutu pelayanan keperawatan dari segi bukti fisik di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Banda Aceh, berada pada kategori baik dan puas. Artinya bahwa, pihak rumah sakit dapat memenuhi keinganan dan harapan pasien sebagai pengguna jasa keperawatan.
Berdasarkan tabel diatas, didapati bahwa aspek daya tanggap memiliki rata-rata 49,32%
dengan kategori baik. Aspek daya tanggap termasuk dalam mutu layanan keperawatan dimana hal ini dapat direalisasikan dengan cara perawat cepat datang ketika pasien membutuhkan, perawat secara berkala mengunjungi pasien tanpa diminta, perawat aktif bertanya kepada pasien mengenai hal yang perlu dibantu, dan perawat tanggap dalam melakukan pelayanan terhadap pasien (Supriyanto, 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian Sparilla (2018) dalam penelitiannya memaparkan bahwa terdapat pengaruh mutu layanan dengan kepuasan pasien pada Rumah Sakit Haji Surabaya dan terdapat 20% responden mengatakan puas terhadap ketanggapan perawat. Hal ini menunjukkan semakin bagus daya tanggap perawat, maka akan semakin meningkatkan kepuasan pasien di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Hal ini sejalan dengan penelitian Jalal (2012) mengungkapkan bahwa mutu layanan dalam aspek daya tanggap dirumah sakit Tugurejo
Semarang berada dalam ketegori tinggi sebesar 53%. Hal ini didapat karena perawat sudah mengikuti Hospital’s Service Exellent sehingga perawat diharapkan tanggap memenuhi keluhan dan keinginan pasien.
Berdasarkan tabel diatas, pada aspek jaminan memiliki nilai rata-rata sebesar 99,95%
dengan kategori sangat baik. Aspek jaminan merupakan salah satu mutu layanan yang bisa diwujudkan dengan adanya interaksi yang baik antara perawat dan pasien sehingga akan menumbuhkan sikap kepercayaan dan membentuk persepsi pasien bahwa jasa yang ditawarkan memiliki jaminan keamanan. Jaminan dari perawat disini dapat diwujudkan dengan tingkah laku yang baik, seperti menyapa pasien, selalu bersikap ramah dan menunjukkan sikap yang sopan terhadap pasien (Putri, 2016;Pohan 2007). Pelayanan yang diberikan haruslah sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan agar pasien yang mendapat pelayanan yakin dan sesuai dengan perilaku yang dilihatnya (Nursalam, 2014). Hasil penelitian diatas sesuai dengan penelitian Jalal (2012) mengungkapkan bahwa mutu layanan jaminan berada berada pada kategori tinggi sebesar 53%. Penelitian dari Harun dkk (2019) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara mutu layanan jaminan dengan kepuasan pasien. Hal ini menandakan bahwa jika jaminan perawat baik, maka akan pasien akan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan.
Bedasarkan tabel diatas, didapati bahwa aspek empati mutu layanan perawat memiliki nilai rata-rata sebesar 52, 77% dengan kategori tidak baik. Hal ini berbeda dengan penelitian dari Jalal (2012) pada pasien rawat inap Rumah sakit Tugurejo dengan hasil untuk mutu layanan empati berada dalam ketegori sedang dengan persentase 55% dari 100 responden. Penelitian Butar dan Simamora (2016) menemukan hal yang sama yaitu untuk aspek perhatian ini berada dalam kategori sedang dengan persentase 64,9%. Artinya bahwa, pasien memberikan penilaian yang cukup atas kepedulian dan perhatian perawat kepada mereka. Hal ini disebabkan karena kesibukan dan banyaknya kegiatan perawat berakibat pada kurangnya perhatian perawat kepada pasien. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian dari Olgun Kitapci dkk (2014) menemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara empati dengan kepuasan pasien. Hal ini berarti semakin tinggi perhatian dari perawat, maka pasien akan merasa puas juga.
Berdasarkan tabel diatas, mutu layanan selanjutnya adalah keandalan. Pada aspek keandalan memiliki nilai rata-rata sebesar 40% dengan kategori tidak baik. Keandalan dapat diwujudkan dengan perawat memiliki kemampuan yang andal, mengetahui seluruih prosedur kerja, memiliki kemandirian profesionalisme kerja yang tinggi (Nursalam, 2014). Keandalan
dapat diberikan jika dapat dipercaya oleh pelanggan seperti pelayanan hatus konsisten, pelayanan yang berbelit-belit dan lamanya menunggu dapat menentukan mutu layanan keperawatan karena membuat pasien tidak dilayanai dengan baik sehingga berpengaruh pada tingkat kepuasan pasien (Anjaryani, 2009). Hal ini berbeda dengan penelitian Jalal (2012) dalam penelitiannnya menemukan bahwa aspek keandalan berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 62,5%. Hal ini menandakan bahwa pasien memberikan penilaian yang cukup terhadap kinerja rumah sakit dalam hal, pelayanan kepada pasien, prosedur dan tindakan perawat kepada pasien.
Penelitian dari Harun dkk (2016) mengemukakan bahwa terdapata hubungan antara aspek keandalan dengan kepuasan pasien, hal ini dikarenakan keandalan dinilai paling penting oleh pasien sebagai pengguna industri jasa.
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat dilihat bahwa kelima aspek bukti fisik, daya tanggap, jaminan, empati, dan keandalan merupakan komponen yang tidak bisa dipisahkan, dan kelima aspek tersebut dipakai untuk mengukur sejauh mana mutu layanan yang diberikan kepada perawat kepada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan, dan harapannya berdampak pada kepuasan pasien. Semakin baik mutu layanan yang diberikan perawat, maka semakin besar juga kepuasan pasien yang didapatkan. Bukti fisik menjadi sesuatu yang penting bagi institusi pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit. Menurut Gibson, dkk (2003) hal ini dikarenakan perubahan zaman yang semakin maju, menuntut rumah sakit mengedepankan pemenuhan pelayanan kepada masyarakat dengana memaksimalkan seluruh potensi fasilitas yang memadai sehingga pelayanan kesehatan akan semakin baik. Bukti fisik merupakan suatu hal yang penting karena orang yang mendapat pelayanan akan melihat secara langsung dari pemberi layanan baik menggunakan, mengoprasikan, dan menyikapi kondisi fisik suatu pelayanan. Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap yang diberikan. Aspek daya tanggap merupakan hal penting karena dilakukan dirumah sakit karena, setiap orang yang mendapatkan pelayanan di rumah sakit, harus diberikan penjelasan atas tindakan apa yang dilakukan agar, agar pasien tersebut mendapat kejelasan dan pemahaman yang baik. Apabila pelayanan yang diberikan dengan penjelasan yang baik, dan dapat dimengerti oleh individu yang mendapat pelayanan, maka secara langsung pelayanan daya tanggap dianggap berhasil (Nursalam, 2014).
Aspek jaminan juga merupakan hal penting diimplementasikan dirumah sakit karena, pelayanan yang diberikan harus memiliki kepastian dan kepercayaan atas orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh pelayanan yang menyakinkan, maka pegawai harus
menunjukkan kualitas layanan komitmen organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan (Nursalam, 2014). Aspek selanjutnya adalah empati, aspek merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam pelayanan rumah sakit, karena ini merupakan suatu bukti nyata konsep caring dilakukan. Hal ini menekankan bahwa, empati dalam suatu organisasi kerja sangat penting dalam memberikan kualitas layanan yang bermutu.
Empati dapat diwujudkan dengan memahami orang yang dilayani dengan penuh perhatian, serius, simpati dan adanya keterlibatan dalam proses pemecahan masalah. Aspek terakhir dalam mutu layanan adalah keandalan. Aspek ini sangat penting dikarenakan, dalam pekerjaan kita dituntuk memberikan pelayanan yang andal dalam arti memiliki pengetahuan, keahlian, kemandirian dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga bisa menghasilkan kepuasan tanpa ada keluhan dan kesan atas pelayanan yang dilakukan (Nursalam, 2014).
Tabel 3. Pengendalian Infeksi Nosokomial
No Pertanyaan
Pilihan Jawaban (Likert)
Rata-
rata Kategori Sangat
Setuju Setuju Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju Cuci Tangan
1 Mencuci tangan menggunakan antiseptic/handrub tidak dapat
menghilangkan kuman pada tangan
4 11 25 5 2.44 Tidak
baik
2 Mencuci tangan memakai antiseptic dapat membunuh dan menghilangkan kuman 99 %
3 31 7 0 3,07 Baik
3 Mencuci tangan dengan benar dapat
21 24 0 0 3,29 Baik
menimimalisir berbagai penyakit yang diakibatkan karena kuman 4 Mencuci tangan
bukan cara memutus rantai penularan penyakit
0 11 21 13 2,89 Tidak
baik
5 Penularan penyakit dapat diputus salah satunya melalui cuci tangan
18 27 0 0 3,33 Baik
6 Mencuci tangan 5 moment dan 6 langkah dapat mencegah terjadinya infeksi nosocomial
25 20 0 0 3,56 Baik
Fasilitas
1 Lingkungan rawat inap yang bersih tidak berpengaruh terhadap infeksi nosocomial
2 10 30 3 2,51 Tidak
baik
2 Lingkungan rawat inap yang bersih akan meminimalisir
terjadinya infeksi nosocomial
18 26 1 0 2,51 Baik
3 Ruangan rawat inap yang lembab dan kurang penyinaran tidak akan
1 13 28 3 2,58 Tidak
baik
berkontribusi terhadap penyebaran infeksi di RS
4 Ventilasi ruang rawat inap yang kurang memadai beresiko terhadap infeksi nosokomial
17 28 0 0 3,24 Baik
5 Sirkulasi udara ruang inap yang baik tidak berpengaruh terhadap resiko terkena infeksi nosokomial
1 16 25 3 2,58 Tidak
baik
6 Ruangan rawat inap yang lembab lebih memungkinkan bakteri untuk berkembang biak
12 28 1 0 3,31 Baik
7 Ruang isolasi sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan virus dan bakteri
17 28 0 0 3,33 Baik
Pelatihan
1 Peralatan medis yang sudah dipakai pada pasien, tidak perlu disterilisasi lagi untuk mencegah terjadinya infeksi
2 5 18 20 3,00 Sangat
Tidak baik
2 Membuang sampah 17 28 0 0 3,27 Baik
medis pada tempat yang sudah disediakan akan meminimalisir kontaminasi kuman &
bakteri
3 Pelatihan harus diikuti perawat sebagai bagian dari program keselamatan dan kesehatan kerja
17 27 1 0 3,20 Baik
4 Mengikuti dan menjalankan SOP dalam rumah sakit kurang berpengaruh dalam mencegah penularan infeksi
1 11 27 6 2,76 Tidak
baik
5 Rumah sakit wajib memfasilitasi perawat dalam mengikuti pelatihan pencegahan infeksi
20 23 2 0 3,42 Baik
Tabel 3.1 Frekuensi dan distribusi pengendalian infeksi nosokomial Kategori Jumlah Responden
Perawat Persentase (%)
Sangat Baik 15 33,33 %
Baik 21 46,67 %
Tidak Baik 9 20%
Sangat Tidak Baik 0 0%
Total Perawat 45 100 %
Pada tabel distribusi dan frekuensi pengendalian infeksi nosokomial didapat bahwa terdapat 15 responden dengan persentase 33,33% berada pada kategori sangat baik, 21 responden dengan persentase 46,67% berada pada kategori baik, dan terdapat 9 responden dengan persentase 20% berada pada kategori tidak baik. Ketika dijumlahkan totalnya adalah 45 dengan persentase 100%. Berdasarkan tabel diatas, didapati aspek mencuci tangan mempunyai nilai rata- rata tertinggi dibandingkan dengan aspek lainnya dengan kategori baik sebesar 45,92 %. Mencuci tangan menjadi hal penting karena, transmisi penyakit dapat diminilimalisir dengan menjaga kebersihan tangan (Nursalam, 2014). Hal ini didukung dengan penelitian Sari dkk (2020) menyatakan bahwa salah satu bentuk mencegah kejadian infeksi perawat harus meningkatkan pemahanan, pengetahuan, dan tindakan dalam mencuci tangan yang baik dan benar.
Tabel 4. Uji signifikansi pengaruh 2 variabel menggunakan analisis regresi sederhana
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .557a .311 .295 8.144
a. Predictors: (Constant), mutu
Pada tabel tersebut nilai R menjelaskan besarnya hubungan antar kedua variabel yaitu sebesar 0,557. Sedangkan nilai R Square menjelaskan besarnya persentase pengaruh yang diberikan oleh variabel mutu layanan terhadap infeksi nosokomial. Dari tabel tersebut diketahui bahwa terdapat pengaruh antara variabel mutu layanan dan infeksi nosokomial dengan nilai R sebesar 0,557 dan variabel X (mutu layanan) memberikan pengaruh sebesar 31,1 % terhadap variabel Y (infeksi nosocomial).
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1285.654 1 1285.654 19.382 .000b
Residual 2852.257 43 66.332
Total 4137.911 44 a. Dependent Variable: noso
b. Predictors: (Constant), mutu
Tabel di atas menjelaskan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel mutu layanan dan variabel infeksi nosokomial. Dari tabel tersebut diketahui nilai Fhitung adalah 19.382 dan Ftabel dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel X (mutu layanan) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Y (infeksi nosocomial).
Pada penelitian ini didapati hasil terdapat pengaruh mutu layanan perawat terhadap pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Ken Saras. Sehingga pengaruh mutu layanan perawat terhadap pengendalian infeksi nosokomial pada penelitian ini berada pada kategori Sangat Baik sebesar 31,1 % dan kategori baik sebesar 68,89 %, dimana mutu layanan perawat yang sangat baik memengaruhi pengendalian infeksi nosokomial yang sangat baik pula yakni dengan mencuci tangan sesuai petunjuk 5 langkah, fasilitas sarana prasarana lingkungan rumah sakit yang memadai, serta pelatihan yang wajib diikuti perawat sebagai upaya pengendalian nosokomial. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Serzysko, dkk (2015) menunjukkan pengaruh mutu layanan medis terhadap pengendalian infeksi nosokomial yakni meningkatnya kualitas perawatan kesehatan dapat meminimalkan resiko infeksi lebih lanjut hal tersebut menguntungkan rumah sakit. Penelitian lain dilakukan Wang, dkk (2020) didapati hasil penguatan manajemen mutu keperawatan dapat secara efektif menurunkan angka infeksi nosokomial, hal ini berpengaruh juga dalam pemulihan pasien serta penilaian mutu layanan rumah sakit menjadi baik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian diatas, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh mutu layanan perawat terhadap pengendalian infeksi nosokomial dengan signifikansi 31,11 %. Artinya semakin baik mutu pelayanan seorang perawat di rumah sakit maka semakin baik pula pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Ken Saras Ungaran.
Saran
Diharapkan pihak rumah Sakit Ken Saras dapat meningkatkan lagi pelayanan perawat kepada pasien sehingga dapat mengendalikan infeksi nosokomial. Sedangkan untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor-faktor lain yang memengaruhi pengendalian infeksi nosokomial. Sehingga semakin banyak faktor lain diteliti, pengendalian infeksi nosokomial diharapkan akan semakin baik juga.