• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PENGURUS DAN ANGGOTA KOPERASI DALAM PEMBAGIAN SISA HASIL USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992

TENTANG PERKOPERASIAN

( Studi Pada Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur Gunung Tua )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH : NIM : 150200197

RAHMAT ANSHAR HASIBUAN

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rahmat Anshar Hasibuan NIM : 150200197

Departemen : Hukum Ekonomi

Judul skripsi :PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PENGURUS DAN ANGGOTA KOPERASI DALAM PEMBAGIAN SISA

HASIL USAHA BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN. (Studi Pada Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur Gunung Tua).

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa skripsi ini yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan jiplakan dari atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Juli 2019

150200197

Rahmat Anshar Hasibuan

(4)

ABSTRAK

Rahmat Anshar Hasibuan. * Prof. Dr. Sunarmi SH, M.Hum.**

Dr. Detania Sukarja SH, LLM.***

Koperasi adalah suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak, berkewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. Permasalahan dalam skrispsi ini adalah untuk mengetahui Perkembangan Pengaturan Koperasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, Peran dan Tanggung Jawab Penggurus dan Anggota Koperasi Dalam Pembagian Sisa Hasil Usaha Pada Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur Gunung Tua. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah menganalisis aturan hukum dalam pembagian hasil sisa hasil usaha, secara yuridis empiris, tehnik pengumpulan data melalui wawancara dan studi pustaka dan data-data, serta data-data tersebut dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan hasil analisis dan penelitian. Hasil analisis dan penelitian dalam skrispsi ini adalah untuk mengetahui segala perkembangan pengaturan koperasi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hak dan kewajiban pengurus dan anggota koperasi. Dan lebih mengetahui peran dan tanggung jawab pengurus dan anggota koperasi dalam pembagian sisa hasil usaha berdasarkan - Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.Peran pengurus dan anggota koperasi dalam peningkatan hasil pada pembagian sisa hasil usaha, yang pertama pengurus dan anggota sama-sama mensosialisasikan bagaimana untuk menarik minat non anggota untuk menjadi anggota, sehingga makin bertambahnya anggota koperasi maka peningkatan sisa hasil usaha makin bertambah. Yang kedua dengan mensosialisasikan kelebihan dari koperasi simpan pinjam dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembingbing I

***Dosen Pembimbing II

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PENGURUS DAN ANGGOTA KOPERASI DALAM PEMBAGIAN SISA HASIL USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN. (Studi Pada Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur Gunung Tua).” guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyusun skripsi ini.Namun, menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi penulisan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, dukungan serta bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak.

Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih dan rasa hormat yang sebesar- besarnya kepada kedua orang tua yaitu Ibunda Murni Hotna Siregardan Ayahanda Usni Hasibuan, Terimakasih untuk setiap pengorbanan, perjuangan, motivasi, nasehat, kasih sayang serta dukungan yang tak pernah habis-habisnya dari kalian kepada penulis.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini juga ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

(6)

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr.Saidin, SH., M.Hum selaku wakil dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku wakil dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku wakil dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution,SH.M.H selaku ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Tri Murti Lubis, SH., M.Hum selaku sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

7. IbuProf. Dr. Sunarmi SH, M.Hum, selaku dosen pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk serta bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

8. Ibu Dr. Detania Sukarja SH, LLM selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk serta bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen serta para Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi selama mengikuti perkuliahan.

(7)

10. Kepada saudara tercinta penulis Ibrah Parlindungan Hasibuan, Nur Hamila Hasibuan, Indah Rosa Hasibuan, Alfa Sahrin Hasibuan yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

11. Rekan-rekan stambuk 2015, terima kasih atas dukungannya kepada penulis.

12. Kepada para narasumber dari pihak Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur Gunung Tua, mengucapkan terima kasih banyak atas arahan dan dukungannya selama ini telah banyak memberikan informasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

13. Kepada Pejuang Skripsi di WA, Muhammad Eka Sahrin, Rally Aditya, Zulfikar Lubis, Rudi Setiawan Pasaribu, Fajar Ramadahan, Ade Bagoes Wiranto, Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas dukungan kawan-kawan dan motivasi nya sehingga saya bisa menyelesaikan studi ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga bermanfaat untuk semua pihak.

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Kepustakaan ... 11

F. Metode Penulisan ... 20

G. Sistematika Penulisan ... 25

BAB II PERKEMBANGAN PENGATURAN KOPERASI DI INDONESIA ... 27

A. Sejarah Koperasi di Indonesia ... 27

B. Jenis-jenis Koperasi di Indonesia ... 46

C. Dasar Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Indonesia ... 53

D. Hak dan Kewajiban ... 61

1. Pengurus Koperasi ... 61

2. Anggota Koperasi... 65

3. Rapat Anggota ... 70

E. Struktur dan Tanggung Jawab Pengurus dan Anggota Koperasi Menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADART) Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur Gunung Tua... 76

(9)

BAB III PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PENGURUS DAN ANGGOTA KOPERASI DALAM PEMBAGIAN SISA HASIL USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN ... 85

A. Penerapan dan Pelaksanaan Dalam Pembagian Sisa Hasil Usaha Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Pada Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur Gunung Tua ... 85 B. Tanggung Jawab Koperasi Simpan Maju Makmur Gunung Tua

pada Pelaksanaan Pembagian Sisa Hasil Usaha... 93 C. Peran Pengurus dan Anggota Koperasi Dalam Peningkatan

Hasil pada Pembagian Sisa Hasil Usaha ... 97 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 101 B. Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA ... 103

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Secara umum yang di maksud dengan koperasi adalah suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak, berkewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.1Salah satu lembaga yang sesuai dengan pembangunan masyarakat pedesaan dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan koperasi memiliki prinsip gotong royong, rasa kebersamaan dan rasa kekeluargaan. Organisasi koperasi yang diperlukan masyarakat adalah koperasi yang jujur dan dinamis sehingga potensi anggota dalam menghimpun dana dapat terwujud.2

Dalam buku Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi Indonesia, yang di tulis oleh Wirjono Prodjodikoro, beliau mendefinisikan koperasi sebagai suatu kerjasama antara orang-orang yang termasuk golongan kurang mampu, yang ingin bersama untuk meringankan beban hidup atau beban kerja.3

Pemerintah Indonesia saat ini telah melakukan perbaikan-perbaikan diberbagai sektor pembangunan sebagai usaha dalam pencapaian tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke IV yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

1Kartasapoetra dkk, Koperasi Indonesia. Jakarta, Jakarta Rineka,2007, hal.1

2Ibid.

3Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi Indonesia, Dian Rakjat, 1969.

(11)

ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selain itu untuk mewujudkan hakikat pembangunan masyarakat yang utuh secara spiritual dan material harus berdasarkan sila-sila Pancasila. Karena Pancasila merupakan hukum tertinggi dalam penyelenggaraan Negara, baik di bidang ekonomi, politik, sosial dan bidang lainnya. Hal ini berarti bahwa segala kebijakan yang dibuat olehpemerintah dalam penyelenggaraan Negara tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.4

Cara untuk mewujdkan cita-cita luhur tersebut, dengan kemerdekaan yang telah berhasil di rebut tersebut harus diisi dengan berbagai bidang pembangunan secara menyeluruh tersebut merupakan Pembangunan Nasional yang merupakan suatu proses perubahan yang di lakukan berdasarkan rencana tertentu, dengan Bangsa Indonesia dalam mencapai taraf hidup yang lebih baik sudah mencanangkan gerakan hidup berkoperasi yang pada umumnya sangatlah penting bagi rakyat menengah ke bawah, dengan demikian koperasi lebih mengutamakan peranan manusia dalam memupuk modal. Sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia yang dalam prembul Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke IV yang menyatakan sebagai berikut :

”Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan di dorong oleh keinginan luhur, supaya kehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

4Mahmuddin, Skripsi: “Perlindungan Hukum Terhadap Anggota Koperasi Yang Melakukan Penyimpanan Dana Pada Suatu Lembaga Non Bank” (Medan: USU, 2009), Hal 3.

(12)

sengaja dan memang dikehendaki, baik oleh Pemerintah yang menjadi pelopor pembangunan, maupun oleh masyarakat. Pembangunan Nasional tersebut antara lain mencakup aspek-aspek Ekonomi, Politik, Psikologi, Demografi, Hukum, Intelektual maupun Teknologi maupun Industri.

Sejak diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan sehari kemudian Undang-Undang Dasar 1945 disahkan, maka timbul semangat baru untuk menggerakkan koperasi.5 Hal ini dikarenakan koperasi sudahmendapat landasan hukum yang kuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pada Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.6

5R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hal.21.

6Ibid.

Ketika masa pemerintahan Orde Lama sampai berakhirnya Orde Baru, koperasi di Indonesia tidak pernah lepas dari campur tangan pemerintah. Koperasi sering menjadi objek dari kebijakan politik pemerintah. Ini di sebabkan dari keinginan pemerintah menjadikan koperasi sebagai pelaksana kebijakan- kebijakannya di tingkat bawah. Kebijakan pembinaan usaha koperasi sejak Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama, yang diprioritaskan untuk mendukung keberhasilan program pengadaan pangan nasional melalui Koperasi Unit Desa, seperti penyaluran pupuk, pembelian padi petani, penyaluran benih varietas baru, yang didukung dengan pemberian kredit pengadaan pangan beserta jaminan kreditnya telah memberikan sumbangan besar bagi tercapainya swasembada beras tahun 1984.

(13)

Sebagai sarana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, koperasi memerlukan landasan hukum yang tegas sebagai tempat berpijak. Landasan koperasi Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Bab II, Bagian Pertama, Pasal 2 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (UU Perkoperasian).7 Dalam pasal 2 UU Perkoperasian 8 telah menentukan bahwa asas koperasi Indonesia adalah kekeluargaan.9

Asas kekeluargaan ini merupakan salah satu sifat, jiwa dan kepribadian bangasa Indonesia yang sudah melekat pada diri bangsa Indonesia. Sesuai dengan kepribadian bangsa tersebut koperasi Indonesia harus menyadari bahwa dalam dirinya terdapat kepribadian sebagai pencerminan kehidupan yang dipengaruhi oleh keadaan, tempat, lingkungan, waktu, dengan suatu ciri khas adanya unsur ke Tuhanan Yang Maha Esa, kegotongroyongan dalam arti bekerjasama, saling bantu membantu, kekeluargaan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.10

Koperasi sangat memerlukan modal sebagai pembiayaan dari usahanya untuk memperoleh penghasilan. Besar kecilnya nilai modal yang ada pada koperasi sangat menentukan besar kecilnya usaha yang akan dijalankan koperasi.

Sehingga dengan demikian faktor modal dalam usaha koperasi merupakan salah satu alat yang ikut menentukan maju mundurnya koperasi. Tanpa adanya modal,

7Mulhadi. Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Bogor, Ghalia Indonesia, hal.120.

8Indonesia (Perkoperasian), Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, LN Tahun 1992 Nomor 116.

9Ibid.

10R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Op.Cit hal. 37

(14)

sesuatu usaha yang bersifat ekonomis tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.11

Koperasi sebagai ujung tombak perekonomian masyarakat dan anggota pada khususnya, dan untuk mewujudkannya maka banyak permasalahan yang ditemukan pada koperasi itu sendiri.12

Pertama, permasalahan yang muncul dari segi anggota, kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap keuntungan dan kemudahan yang diperoleh jika menjadi anggota koperasi. Masyarakat mengira kalau keuntungan yang diperoleh dari usaha berkoperasi sangatlah kecil dan dinilai kurang memuaskan. Akibatnya perkembangan anggota tidak mengalami peningkatan, bahkan tidak hanya itu, akan terjadi pengunduran dirinya sebagai anggota koperasi.13

Kedua, permasalahan yang muncul dari segi permodalan, yaitu lambatnya pertumbuhan modal, dikarenakan kurangnya partisipasi anggota terhadap penanaman modal di koperasi.14

Ketiga, permasalahan yang muncul dari segi volume usaha, yaitu kurangnya pemanfaatan modal yang baik untuk mngembangkan unit-unit usaha yang dapat meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan anggotanya.15

11Ibid. Hal. 95

12Dian Sukmalega, Skripsi: “Pengaruh Permodalan dan Volume Usaha Terhadap Sisa Hasil Usaha Koperasi Pegawai Negeri di Kabupaten Solok Sumatera Barat” (Medan: USU, 2009), Hal 2.

13Ibid.

14Ibid. Hal 3

15Ibid.

(15)

Kempat, masalah dari pemberian pinjaman. Pemberian pinjaman terbatas karena modal yang juga terbatas. Selain itu, pemanfaatan modal yang kurang baik juga dapat menghambat peningkatan sisa hasil usaha dalam koperasi.16

Pada dasarnya koperasi dikelola dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan masyarakat secara keseluruhan. Sekalipun koperasi tidak mengutamakan keuntungan, usaha-usaha yang dikelola oleh koperasi harus memperoleh sisa hasil usaha yang layak sehingga koperasi dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dan meningkatkan kemampuan usaha.

Tujuan utama didirikan koperasi adalah untuk mencegah masyarakat agar tidak terjebak dalam sistem lintah darat atau rentenir. Pembentukan koperasi pada awalnya untuk memudahkan partisipasi para anggotanya untuk menyimpan dana dan peminjamannya kembali kepada anggotanya dengan jumlah bunga dan waktu yang telah disepakati. Sehingga koperasi diharapkan mampu memperoleh modal untuk membiayai kegiatan operasionalnya.17

Menurut UU Perkoperasian yang di maksud dengan sisa hasil usaha adalah sisa hasil usaha koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.16Sisa hasil usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh, masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari koperasi, sesuai

16Ibid.

17Made Taman Ayuk,Pengaruh Jumlah Anggota, Jumlah Simpanan,Jumlah Pinjaman dan Jumlah Modal Kerja terhadap Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi Simpan Pinjam (KSP) di Kabupaten Badung Provinsi Bali,https://ojs.unud.ac.id/index.php/EEB/article/view/5868/, Diakses

(16)

dengan keputusan Rapat Anggota.Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.18

Sebagai suatu badan usaha, koperasi di dalam menjalankan kegiatan usahanya tentu juga menghendaki untuk mendapatkan keuntungan atau sisa hasil usaha.19 Jika koperasi bisa mendapatkan sisa hasil usaha yang cukup banyak, maka sisa hasil usaha tersebut dapat di sisihkan sebagian untuk cadangan koperasi, yang selanjutnya bisa di pergunakan untuk menambah modal koperasi.

Apabila modal koperasi bertambah besar, maka dengan sendirinya lingkup usaha koperasi akan dapat bertambah besar pula.20

Besarnya pembagian sisa hasil usaha koperasi diatur lebih lanjut di dalam setiap Anggaran Dasar koperasi Indonesia. Demikian pula halnya mengenai penggunaan sisa hasil usaha tersebut, apakah untuk keperluan pendidikan koperasi ataukah untuk keperluan lain dari koperasi bersangkutan, selain di atur lebih lanjut di dalam Anggaran Dasar koperasi tersebut mengenai pelaksanaannya harus melalui keputusan Rapat Anggota koperasi.21

Kontribusi anggota terhadap kegiatan usaha koperasi dapat berbentuk kewajiban anggota untuk membayar harga atas pelayanan koperasi. Di dalam harga atas pelayanan koperasi terdapat unsur pendapatan koperasi, yang akan digunakan oleh koperasi guna menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh

18Indonesia (Perkoperasian), Op. Cit Pasal 45 ayat 1,2 dan 3, LN Tahun 1992 Nomor 116.

19R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Op.Cit.Hal. 104

20Ibid.

21Ibid.Hal. 105

(17)

organisasi koperasi. Secara keseluruhan, bentuk kontribusi anggota terhadap kebutuhan pembiayaan koperasi dapat terdiri dari:22

a. Partisipasi bruto, yaitu patisipasi anggota terhadap seluruh biaya yang dikeluarkan oleh koperasi dalam rangka memberikan pelayanan-pelayanan. Partisipasi bruto dihitung dari harga pelayanan yang diterima atau dibayar oleh anggota.23

b. Partisipasi neto, yaitu partisipasi anggota terhadap biaya-biaya ditingkat organisasi koperasi, dalam rangka menjalankan fungsi- fungsi sebagai pemegang mandat anggota.24

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah mengenai bagaimana peran dan tanggung jawab penggurus dan anggota koperasi dalam pembagian sisa hasil usaha untuk diteliti dan di bahas. Dalam hal penulisanini akan melakukan analisis pada Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur diGunung Tua. Penelitian ini berjudul “Peran dan Tanggung Jawab Penggurus dan Anggota Koperasi Dalam Pembagian Sisa Hasil Usaha Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian”.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai hal-hal berikut:

22Kartasapoetra dkk, Op.Cit., Hal 128

23Ibid.

24

(18)

1. Bagaimanakah Perkembangan Pengaturan Koperasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian?

2. Bagaimana Peran dan Tanggung Jawab Penggurus dan Anggota Koperasi dalam Pembagian Sisa Hasil Usaha Berdasarkan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui segala perkembangan pengaturan koperasi di Indonesiaberdasarkan UU Perkoperasian.

2. Mengetahui bagaimana pelaksanaanhak dan kewajiban pengurus dan anggota koperasi.

3. Lebih mengetahui peran dan tanggung jawab penggurus dan anggota koperasi dalam pembagian sisa hasil usaha berdasarkan UU Perkoperasian.

Adapun manfaat dari tulisan ini adalah:

1. Hasil penulisan dapat bermanfaat bagi penulis di bidang hukum mengenai peran dan tanggung jawab pengurus dan anggota koperasi dalam pembagian sisa hasil usaha.

2. Agar penulisan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya sehingga di harapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan sistem pembagian sisa hasil usaha

(19)

koperasi dan dapat menjadi salah satu pendorong perekonomian bangsa.

3. Agar penulisan ini dapat bermanfaat terhadap Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur Gunung Tua untuk meningkatkan hasil pada pembagian sisa hasil usaha sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pengurus dan anggota koperasi serta kemajuan koperasi.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi dengan judul " Peran dan Tanggung Jawab Penggurus dan Anggota Koperasi Dalam Pembagian Sisa Hasil Usaha Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian (Studi Pada Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur di Desa Gunung Tua) ". Di susun berdasarkan bahan-bahan baik berupa bahan pustaka, Undang-Undang, maupun peraturan lain mengenai hukum tentang perkoperasian.

Sehubungan untuk mengetahui keaslian penelitian, penulis sebelumnya melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat tertanggal 13 Februari 2019 menyatakan bahwa "tidak ada judul yang sama" dan tidak terlihat adanya keterkaitan dan substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat di lingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Apabila di kemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis oleh orang lain dalam

(20)

berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Kepustakaan

Secara harfiah kata koperasi berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu Cooperation, dan dalam bahasa Belanda disebut co-operatie, yang artinya bekerja

bersama atau kerja sama.25

Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi Indonesia.26 Mendefinisikan koperasi adalah bersifat suatu kerja sama antara orang-orang yang termasuk golongan kurang mampu, yang ingin bersama untuk meringankan beban hidup atau beban kerja.27

Muhammad Hatta mengemukakan koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong. 28 Koperasi menurut Muhammad Hatta menyatakan semangat baru untuk menolong diri sendiri yang didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan kebersamaan.29

Pasal 1 angka 1 UU Perkoperasian, memberikan definisi koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi

25Edillius dan Sudarsono, Manajemen Koperasi dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal 1

26Wirjono Prodjodikoro.Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi Indonesia, Jakarta, Dian Rakyat, 1986, hal.19.

27Ibid.

28Kurniawan, Hukum Perusahaan Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hal 116

29Ibid

(21)

dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.30

Penjabaran lebih rinci mengenai pengertian koperasi Indonesia adalah sebagai berikut :

Di dalam UU Perkoperasian di atur tentang usaha koperasi. Undang- Undang tersebut di buat berdasarkan pada Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Kelima yang menentukan bahwa perekonomian Indonesia di susun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

Penjelasan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut ditambahkan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang.

31

1. Koperasi didirikan atas dasar adanya kesamaan kebutuhan di antara para anggotanya.

2. Koperasi didirikanatas dasar kesadaran mengenai keterbatasan kemampuan.

3. Koperasi didirikan atas dasar kesukarelaan dan keterbukaan.

4. Koperasi menjunjung tinggi asas demokrasi.

5. Koperasi didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya atas dasar perikemanusiaan.

6. Koperasi memerlukan usaha dan kegiatan dibidang yang dapat memenuhi kebutuhan bersama para anggotanya,

30Kurniawan,Op. Cit. hal 117.

31

(22)

7. Koperasi adalah gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

8. Koperasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

9. Koperasi selain beranggotakan orang-perorang, dapat pula beranggotakan badan-badan hukum koperasi.

10. Koperasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan membangun sistem perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Berdasarkan jenis usahanya, koperasi dibagi menjadi empat jenis usaha.

1. Koperasi Produksi

Koperasi produksi adalah sebuah koperasi yang memiliki tujuan untuk membantu usaha para anggotanya atau melakukan usaha secara bersama- sama. Ada berbagai macam bentuk koperasi produksi seperti koperasi produksi untuk para petani, peternak sapi, pengrajin, dan sejenisnya. Pada koperasi produksi yang membantu usaha para anggotanya biasanya memiliki tujuan untuk membantu kesulitan-kesulitan anggotanya dalam menjalani usaha. Sebagai contoh koperasi membantu menyiapkan bahan baku untuk dibuat kerajinan.

2. Koperasi Konsumsi

Koperasi konsumsi adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari tiap- tiap orang yaang mempunyai kepentingan langsung dalam lapangan

(23)

konsumsi. Koperasi jenis ini biasanya menjalankan usaha untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari para anggotanya dan masyarakat sekitarnya.32

3. Koperasi Serba Usaha

Koperasi serba usaha (KSU) adalah jenis koperasi yang didalamnya terdapat berbagai macam bentuk usaha. Bentuk usaha yang dilakukan bisa berupa gabungan antara koperasi produksi dan koperasi konsumsi atau antara koperasi produksi dan koperasi simpan pinjam.33

4. Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi simpan pinjam baisanya juga dikenal sebagai koperasi kredit.

Koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam soal perkreditan atau simpan pinjam.34

Lahirnya koperasi simpan pinjam dan usaha simpan pinjam selama ini dilatarbelakangi oleh berbagai alasan yang berbeda. Ada koperasi simpan pinjam yang lahir dari adanya kepentingan dan kebutuhan bersama akan layanan jasa keuangan (simpanan, kredit dan payment point).35

Kelompok masyarakat yang memiliki modal untuk bersama-sama mendirikan koperasi simpan pinjam telah ada sejak masa orde baru di Indonesia. Biasanya mereka memiliki latar belakang yang sama, misalnya pedagang, bankir, guru, pegawai dan sebagainya. Awalnya mereka membentuk paguyuban, asosiasi atau perkumpulan. Permasalahan bersama

32R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Op.Cit hal. 64.

33Muhammad Firdaus, Perkoperasian Sejarah,Teori, dan Praktek , Bogor Selatan, Ghalia Indonesia, Cetakan ke-2, 2004, hal. 65.

34R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Op.Cit hal. 65.

35Ahmad Subagyo, Manajemen Koperasi Simpan pinjam, Mitra Wacana Media, Jakarta,

(24)

yang masing-masing anggota mengalaminya adalah persoalan keuangan, sehingga setiap ada perkumpulan selalu membutuhkan jasa layanan keuangan.36

UU Perkoperasian disusun untuk mempertegas jatidiri, kedudukan, permodalan, dan pembinaan koperasi sehingga dapat lebih menjamin kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, maka semakin jelas bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteran koperasi, kegiatan usaha simpan pinjam perlu ditumbuh kembangkan agar koperasi simpan pinjam dan atau unit simpan pinjam pada koperasi dapat melaksanakan fungsinya untuk menghimpun simpanan koperasi dan simpanan berjangka koperasi, serta memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya serta koperasi lain dan atau anggotanya.37

Mengenai modal koperasi di Indonesia, koperasi Indonesia bukan merupakan bentuk akumulasi modal atau kumpulan modal, namun suatu badan usaha di dalam menjalankan kegiatan usahanya, koperasi memerlukan modal pula.38 Namun demikian pengaruh modal dan penggunaannya pada koperasi tidak boleh mengaburkan dan mengurangi makna koperasi. Di dalam koperasi penekanan kepentingan kemanusiaan (humanitas) lebih diutamakan dari pada kepentingan kebendaan.39

36Ibid. Hal 3.

37Ahmad Subagyo, Op. Cit. hal 4.

38R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Op.Cit hal. 95

39Ibid.

(25)

Sebagai suatu badan usaha yang bergerak di bidang kegiatan ekonomi, koperasi sangat memerlukan modal sebagai pembiayaan dari usahanya tersebut. Besar kecilnya nilai modal yang ada pada koperasi menentukan pula besar kecilnya lapangan usaha yang dijalankan koperasi tersebut. Sehingga dengan demikian faktor modal dalam usaha koperasi ini merupakan salah satu alat yang menentukan maju mundurnya koperasi. Tanpa adanya modal ini, sesuatu usaha yang bersifat ekonomis tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Berapa jumlah modal yang diperlukan oleh suatu koperasi sudah harus bisa ditentukan dalam proses pengorganisasian atau pada waktu pendiriannya dengan rinciannya berapa untuk modal tetap atau yang disebut juga sebagai modal jangka panjang dan berapa untuk modal kerja yang disebut sebagai modal jangka pendek. Di samping itu juga masih memerlukan sejumlah dana yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran selama dalam proses pendiriannya itu, yang disebut dana pengorganisasian.40

Mengenai modal koperasi Indonesia, di dalam UU Perkoperasian diatur di dalam ketentuan Pasal 41 dan Pasal 42 beserta penjelasannya.41

Yang dimaksudkan dengan modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut modal equity, ini dapat berasal dari

Menurut ketentuan tersebut, modal dalam koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.

42

40Hendrojogi, Koperasi Asas-asas Teori dan Praktik, Pt Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hal 189

41Indonesia (Perkoperasian), Op. Cit Pasal 41 dan 42, LN Tahun 1992 Nomor 116.

42

:

(26)

1. Simpanan pokok

Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan pada saat masuk menjadi anggota oleh setiap anggota kepada koperasi, yang besarnya untuk maasing-masing anggota adalah sama. Simpanan pokok ini tidak dapat diambil kembali oleh anggota, selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.43

Simpanan wajib adalah sejumlah simpanan tertentu yang wajib dibayar oleh setiap anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, yang nilainya untuk masing-masing anggota tidak harus sama. Dengan demikian anggota yang lebih mampu dari segi keuangan, dapat memberikan lebih kepada koperasi dibandingkan anggota lainnya, sebagai simpanan wajibnya.

Pelaksanaannya dapat dilakukan misalnya per hari, per minggu, per bulan, dan sebagainya.

Mengenai cara penyerahan atau penyetoran simpanan pokok dari anggota kepada koperasi ini, dapat diatur dalam setiap Anggaran Dasar koperasi, apakah dilakukan sekaligius ataukah dengan cara diangsur.

2. Simpanan Wajib

44

Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi jika diperlukan. Sehubungan dengan itu, dana cadangan koperasi itu tidak boleh dibagikan kepada anggota, meskipun terjadi pembubaran

3. Dana Cadangan

43Ibid.

44Ibid. hal 97.

(27)

koperasi. Karena pada masa pembubaran ini, oleh penyelesaian pembubaran, danacadangan tersebut dipakai untuk menyelesaikan hutang-hutang koperasi, kerugian-kerugian koperasi, biaya-biaya penyelesaian dan lain sebagianya.45

Hibah adalah suatu pemberian atau hadiah dari seseorang semasa hidupnya orang tersebut.

4. Hibah

46 Hibah ini dapat berbentuk wasiat, jika pemberian tersebut diucapkan atau ditulis oleh seseorang sebagai wasiat atau pesan atau kehendak terakhir sebelum dia meninggal dunia, dan baru berlaku setelah dia meninggal dunia.47 Modal koperasi yang merupakan pemberian (hibah) ini, adalah pemberian harta kekayaan dari seseorang yang berupa kebendaan, baik benda bergerak atau benda tetap, yang bertubuh maupun tidak bertubuh.48

Sedangkan modal pinjaman atau modal luar, bersumber dari49

1) Anggota, yaitu pinjaman dari anggota ataupun calon anggota koperasi yang bersangkutan.

:

2) Koperasi lainnya dan/atau anggotanya, yaitu pinjaman dari koperasi lainnya dan atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerja sama antara koperasi.

3) Bank dan lembaga keuangan lainnya, pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

45Ibid.

46Ibid.

47Andi Hamzah, Kamus Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1986, hal. 236

48R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Loc. Cit.

49Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, Koperasi Teori dan Praktik, Jakarta, Erlangga, 2001,

(28)

4) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, yaitu dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

5) Sumber lain yang sah, yaitu pinjaman yang diperoleh dari hukum anggota yang dilakukan tanpa melalui penawaran secara umum.

Sebagai suatu badan usaha, koperasi dalam menjalankan kegiatan usahanya tentu juga menghendaki untuk mendapatkan keuntungan atau sisa hasil usaha. Jika koperasi bisa mendapatkan sisa hasil usaha yang cukup banyak, maka sisa hasil tersebut dapat disisihkan sebagai untuk cadangan koperasi, yang selanjutnya bisa dipergunakan untuk menambah modal koperasi. Apabila modal koperasi bertambah besar, maka dengan sendirinya lingkup usaha koperasi akan dapat bertambah besar pula.50

Pengertian sisa hasil usaha koperasi menurut ketentuan Pasal 45 UU Perkoperasian adalah pendapatan koperasi yang di peroleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya-biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.51

Besarnya pembagian sisa hasil usaha koperasi diatur lebih lanjut di dalam setiap Anggaran Dasar koperasi Indonesia. Demikian pula haknya mengenai penggunaan sisa hasil usaha tersebut, apakah untuk keperluan pendidikan koperasi ataukah untuk kepentingan lain dari koperasi bersangkutan, selain diatur lebih lanjut didalam Anggaran Dasar koperasi tersebut mengenai pelaksanaanya harus melalui keputusan Rapat Anggota koperasi. Jadi di dalam Rapat Anggota

50R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Op. Cit., hal 104.

51Indonesia (Perkoperasian), Op. Cit Pasal 45, LN Tahun 1992 Nomor 116.

(29)

koperasi, dapat dibicarakan serta diputuskan mengenai penggunaan sisa hasil usaha ini yang selanjutnya pelaksanaannya dapat diserahkan kepada pengurus koperaasi.52

Jika ada modal yang disimpan dalam kopersai sebagai pemupukan modal dari anggota, simpanan modal ini perlu diberi bunga atau jasa modal yang besarnya tidak boleh melebihi tingkat bunga yang berlaku resmi dan ditetapkan oleh Rapat Anggota koperasi. Sedangkan terhadap dana cadangan yang diambil dari sisi hasil usaha dan dipakai atau dipergunakan sebagai pemupukan modal kopersai, besar kecilnya pemupukan dana cadangan tersebut ditetapkan melalui Rapat Anggota.53

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten.

Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu. Sedangkan sistematis ialah berdasarkan suatu sistem. Konsisten adalah tidak adanya hal–hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.

F. Metode Penulisan

54

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan empiris. Penelitian hukum yang dilakukan dengan mengkaji Undang-Undang

1. Jenis Penelitian

52R.T.Sutantya Rahardja Hadhikusuma,SH.,MH, Op.Cit, hal. 105

53R.T.Sutantya Rahardja Hadhikusuma,SH.,MH, Op.Cit, hal. 106

54Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), hlm, 2.

(30)

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang telah diatur oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk bagaimana pelaksanaan penegakan hukum peran dan tanggung jawab pengurus dan anggota koperasi dalam pembagian sisa hasil usaha koperasi.

Penelitian hukum normatif-empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan-ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.55

Penelitian hukum normatif adalah 56 pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan baku utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum dengan menggunakan data sekunder, diantaranya asas, kaidah, norma dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan erat dengan penelitian.

Penelitian hukum normatif, yang mencakup:57 a. Penelitian terhadap azas-azas hukum.

b. Penelitian terhadap sistematika hukum.

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum.

d. Penelitian sejarah hukum.

e. Penelitian perbandingan hukum.

55Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung : Citra Aditya, 2004), hlm, 134.

56Ibid.

57Ibid.

(31)

Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti secara langsung kelapangan untuk melihat secara langsung penerapan perundang–undangan atau aturan hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum, serta melakukan wawancara dengan beberapa informan yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan hukum tersebut.58

a. Bahan Hukum Primer 2. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan-keterangan dan pendapat dari para informan dan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan melalui wawancanra dengan pejabat terkait, observasi dan dokumentasi, dalam penelitian ini sumber data primer berasal dari wawancara dengan informan.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari peraturan perudang-undangan, buku-buku hukum, dan dokumen yang berhubungan erat dengan permasalahan yanga akan dibahas. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

Bahan hukum primer yaitu data yang diambil dari sumber aslinya yang berupa undang-undang yang memiliki otoritas tinggi yang bersifat mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat.59

Dalam penelitian ini bahan hukum primer terdiri dari :

58Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : UI-Press, 2014), hlm, 51.

59Peter Muhammad Marzuki, Penelitian hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Group,

(32)

1. Undang – undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1995 Tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu merupakan bahan hukum yang memberikan keterangan terhadap bahan hukum primer dan diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya atau dengan kata lain dikumpulka oleh pihak lain berupa buku jurnal hukum, dokumen-dokumen resmi, penelitian yang berwujud laporan dan buku- buku hukum.60

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan hukum sekunder. Yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum seperti :

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

2. Ensiklopedia.

3. Indeks kumulatif.

4. Media massa, koran, majalah.61 3. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh sebagai berikut:

1. Studi pustaka

60Ibid. Hlm, 22.

61Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm, 52.

(33)

Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data denganmengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan- laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.

2. Studi lapangan

Studi lapangan metode penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data secara langsung dengan pengamatan, wawancara, mencatat, atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait masalah yang akan dipecahkan.62

3. Analisis Data

Adapun studi lapangan khususnya melalui wawancara yang dilakukan terhadap:

Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur Gunung Tua, koperasisimpan pinjam Maju Makmurmenjadi sasaran dalam mengambil data ataupun menjadi narasumber untuk memenuhi kebutuhan penulis, dikarenakan koperasi simpan pinajm Maju Makmur merupakan subjek hukum.

Data yang diperoleh kemudian secara deskriptif kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan interpretasi, evaluasi, dan pengetahuan umum.

Terdapat tiga teknik analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Proses ini berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung. Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul. Analisis data yang dilakukan secara kualitatif adalah tahapan yang sangat penting dalam suatu penelitian yakni penelitian teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin dan

62

(34)

pasal-pasal didalam perundang-undangan terpenting yang relevan dengan permasalahan proses analisis kualitatif yang mendasarkan pada adanya hubungan semantis antar variabel yang sedang diteliti.63

63Ariesto Hadi Sutopo, Terampil Mengolah Data Kualitatif Dengan NVIVO (Jakarta : Media Grup, 2010), hlm, 23.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang teratur dan saling berkaitan satu sama lain diperlukan untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi ini sesuai. Tiap bab terdiri dari sub-bab dengan maksud untuk mempermudah hal-hal yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini ialah :

Bab I merupakan bab pendahuluan, pada bab ini penulis menggambarkan secara umum tentang latar belakang penulisan judul, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan yang akan berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Bab II akan membahas perkembangan pengaturan koperasi di Indonesia, tentang sejarah koperasi di Indonesia, jenis-jenis koperasi di Indonesia, dasar hukum koperasi simpan pinjam di Indonesia,tentang hak dan kewajiban pengurus koperasi, hak dan kewajiban anggota koperasi,rapat anggota,serta Struktur dan tanggung jawab pengurus dan anggota koperasi menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADART) Koperasi Simpan Pinjam Maju Makmur di Desa Gunung Tua.

(35)

Bab III membahas tentang peran dan tanggung jawab pengurus dan anggota koperasi dalam pembagian sisa hasil usaha menurut Undang-Undang No.

25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pada bab ini di jelaskan secara mendalam tentang penerapan dan pelaksanaan dalam pembagian sisa hasil usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pada koperasi simpan pinjam Maju Makmur di Desa Gunung Tua., tanggung jawab koperasi simpan pinjam Maju Makmur di Desa Gunung Tua pada pelaksanaan pembagian sisa hasil usaha, peran pengurus dan anggota koperasi dalam peningkatan hasil pada pembagian sisa hasil saha

Bab IV merupakan penutup, pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari semua bab yang telah diuraikan diatas, serta mencantumkan yang menjadi saran penulis tentang permasalahan yang diangkat pada judul skripsi ini.

(36)

BAB II

PERKEMBANGAN PENGATURAN KOPERASI DI INDONESIA

A. Sejarah Koperasi di Indonesia 1. ZamanBelanda

Pada masa kolonial Belanda, tercatat dua orang Belanda yang turut memikirkan nasib penderitaan rakyat Hindia Belanda, yaitu E. Siedeburg (Kepala Daerah Purwokerto) dan penggantinya, De Wolf van Westerrede. Kedua orang Belanda ini banyak kaitannya dengan perintisan berdirinya koperasi pertama di Indonesia, yaitu di Puewokerto.64

Orang pribumi Indonesia pertama yang jelas tercatat dalam sejarah perintisan koperasi di Indonesia adalah Raden Aria Wiria Atmadja, seorang pegawai negeri di Purwokerto yang tergugah untuk memperbaiki kondisi para pegawai negeri yang kebanyakan terlilit utang dari rentenir. Untuk itu pada tahun 1896, dengan di dorong oleh E. Siedeburgh, Raden Aria Waria Atmadja mendirikan Hulp en Spaarbank (Bank Bantuan dan Tabungan). Untuk menjalankan bank itu, awalnya di dayagunakan uang dana masjid, dan selanjutnya berhasil mengumpulkan sendiri dana sebesar 4.000 guldensebagai modal kerja.65

Dua tahun berikutnya, 1898, E. Siedeburg dihentikan oleh De Wolf van Westerrede, yang telah lama mengharapkan terbentuknya koperasi simpan pinjam untuk menolong para petani. De Wolf beranggapan bahwa, para petani di Hindia Belanda telah memiliki kebiasaan turun temurun yang telah melekat pada diri

64Andjar Pachta W.Op.Cit, hal.39

65Ibid.

(37)

mereka, yaitu gotong royong dan kerja sama, yang merupakan dasar paling baik untuk berdiri suburnya koperasi.66

Kemudian hal yang pertama dilakukannya yaitu dengan mendukung sepenuhnya keberadaan Hulp en Spaarbank – nya Raden Aria Wiria Atmadja yang mana jelas mengandung unsur-unsur perkoperasian dan telah memberikan banyak manfaat, meskipun hanya pada lingkungan pegawai negeri. Saat itu De Wolf mendukung dan menganjurkan agar memperluas usaha Hulp en Spaarbank dan menyerasikannya menjadi Poerwokertosche Hulp-Spaar en Landbouwcredietbank(bank bantuan, tabungan, dan kredit pertanian Purwokerto),

hal ini agar dapat membantu petani secara langsung.67

Tindakan politik pemerintah penjajah yang merintangi usaha Raden Aria Wiria Atmadja pada waktu itu, dapat dibuktikan dengan didirikannya Algemene Nellescrediet Bank, Rumah Gadai, Bank Desa (sekarang menjadi BRI), dan

sebagainya.

Pada akhirnya De Wolf berhasil mendirikan 250 buah lumbung desa sebagai badan untuk meminjamkan padi kepada rakyat. Lumbung tersebut diurus oleh komisi yang terdiri dari Kepala Desa, Juru Tulis Desa, dan Penghulu Kampung.

68

Adapun tidak terlaksananya pembentukan koperasi pada saat itu, karena beberapa sebab antara lain69

66Ibid. Hal. 40.

67Ibid. Hal. l40.

68R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Op.Cit. hal. 15

69Nindyo Pramono, Beberapa Aspek Koperasi pada Umumnya dan Koperasi Indonesia di

:

(38)

a) Belum adanya instansi pemerintah maupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.

b) Ide yang muncul mengenai koperasi hanya muncul dari segelintir orang dan tidak mendapat dukungan secara luas dari masyarakat.

c) Pemerintah penjajah Belanda pada saat itu tidak memberi dukungan untuk pertumbuhan koperasi di masyarakat, hal ini dikarenakan mereka takut koperasi akan digunakan oleh kaum pejuang untuk tujuan yang dapat membahayakan pemerintah penjajah.

d) Karena belum adanya Undang-Undang tentang perkoperasian.

Pada tahun 1908–1913 bertepatan dengan lahirnya Kebangkitan Nasional, Boedi Oetomo mencoba memajukan koperasi-koperasi rumah tangga, koperasi toko, yang kemudian menjadi koperasi konsumsi yang di dalam perkembangannya kemudian menjadi koperasi batik.70

Dengan adanya gerakan Boedi Oetomo pada tahun 1908 dan di bantu oleh Serikat Islam yang melahirkan koperasi pertama kali di Indonesia, bersamaan dengan lahirnya Gerakan Kebangkitan Nasional tersebut.71

Namun demikian, perkembangan koperasi pada waktu itu kurang memuaskan karena adanya hambatan yang datang dari Pemerintah Belanda.72

70R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Op.Cit hal. 16

71Ibid.

72Ibid.

Meskipun perkembangan koperasi kurang lancar, Pemerintah Belanda tetap khawatir jika koperasi makin tumbuh dan berkembang di kalangan Boemi

(39)

Poetra.73 Untuk itu, agar perkembangan koperasi tidak makin luas, Pemerintah Belanda pada tahun 1915 berusaha mengatur kehidupan koperasi dengan suatu Undang-Undang.74

Pada tahun 1915 lahirlah Undang-Undang koperasi yang pertama kali di negara jajahan Hindia Belanda, yang disebut sebagai Verordening op de Cooperatieve Verenegingen(Koninklijk Besluit, 7 April 1915, Stb. 431). 75

Undang-Undang ini konkordan dengan Undang-Undang Koperasi Belanda tahun 1876, dan Undang-Undang koperasi tahun 1915 ini berlaku bagi semua golongan rakyat pada waktu itu.76

Dengan Undang-Undang koperasi tahun1915, Stb. 431 ini, rakyat tidak mungkin dapat mendirikan koperasi, karena77

a) Harus mendapat izin dari Gubernur Jenderal.

:

b) Harus dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Belanda.

c) Membayar bea materai sebesar 50 gulden d) Hak tanah harus menurut Hukum Eropa.

e) Harus diumumkan di Javasche Courant, yang biayanya cukup tinggi.

Melihat ketentuan-ketentuan seperti tersebut, dapat di simpulkan bahwa peraturan itu sengaja diterapkan untuk menghambat laju pertumbuhan koperasi di Indonesia (Hindia Belanda).78

73Ibid.

74Ibid.

75Ibid.

76Ibid.

77Arifinal Chaniago, dkk., Pendidikan Perkoperasian Indonesia, Bandung, Angkasa, Cetakan ke-2, 1973, hal. 55-56.

78

Pemerintah Belanda dengan politiknya pada waktu

(40)

itu, tidak menghendaki koperasi berkembang karena khawatir jika dipakai sebagai perjuangan rakyat untuk menentang Pemerintah penjajah Belanda.79

Munculnya Undang-Undang koperasi tahun 1915, Stb. 431 tanggal 17 April 1915 tersebut kemudian mendapat tantangan keras dari para pemuka masyarakat Indonesia, khususnya dari kaum Gerakan Nasional.80 Akhirnya pada tahun 1920 Pemerintah Belanda membentuk suatu komisi atau panitia koperasi, atas desakan keras dari pemuka rakyat. komisi ini di pimpin oleh Prof. DR. J. H. Boeke di mana di dalam komisi ini duduk pula beberapa wakil pemuda pejuang Indonesia.

Komisi atau panitia koperasi ini bertugas untuk81

a) Mempelajari apakah bentuk koperasi itu sesuai dengan kondisi Indonesia atau tidak.

:

b) Mempelajari dan menyiapkan cara-cara memperkembangkan koperasi, jika koperasi dipandnag cocok untuk rakyat Indonesia.

c) Menyiapkan Undang-Undang koperasi yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.

Dengan demikian, hasil dari komisi ini melaporkan bahwa koperasi di Indonesisa sangat perlu dikembangkan. Dan akhirnya pada tahun 1927 rancangan Undang-Undang koperasi yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia selesai dibuat dan di undangkan pada tahun itu juga. Maka kelualah Undang-Undang koperasi tahun 1927 yang disebut Regeling Inlandsche Cooperatieve

79Ibid.

80Ibid.

81Ibid.

(41)

Verenegingen (Stb. 1927-91).82 Isi Undang-Undang koperasi tahun 1927 tersebut antara lain83

a) Akte pendirian tidak perlu Notariil, cukup didaftarkan pada Penasihat Urusan Kredit Rakyat dan koperasi, dan dapat ditulis dalam bahasa daerah.

:

b) Bea materainya cukup 3 gulden.

c) Dapat memiliki hak tanah menurut hukum adat.

d) Hanya berlaku bagi Golongan Bumi Putera.

Dengan keluarnya Undang-Undang koperasi tahun 1927, koperasi di Indonesia mulai bangkit dan berkembang lagi. Selain koperasi-koperasi lama yang di rintis oleh Boedi Oetomo, Serikat Islam, Partai Nasioanal Indonesia, maka bermunculan koperasi-koperasi lainnya seperti: koperasi perikanan, koperasi kredit, dan koperasi kerajinan.84

Adapun yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan koperasi pada waktu itu adalah sebagai berikut85

1. Adanya Undang-Undang koperasi tahun 1927 yang diperuntukkan khusus bagi golongan bumi putra.

:

2. Adanya jawatan koperasi yang dibentuk sejak tahun 1930 pimpinan Prof.

Dr. H. J. Boeke di lingkungan Departemen Dalam Negeri.

Pemerintahan Belanda mengeluarkan lagi peraturan koperasi pada tahun 1933, yaitu Algemene Regeling op de Cooperative Verenegingen (Stb. 1933 –

82Ibid.

83Ibid.

84Muhammad Firdaus, Op. Cit. hal. 22.

85

(42)

108) sebagai pengganti Undang-Undang Koperasi Tahun 1927. Dengan adanya peraturan yang baru tersebut, tidak ada bedanya dengan peraturan koperasi tahun 1915 yang sama sekali tidak cocok dengan kondisi rakyat Indonesia. Dengan tidak cocoknya peraturan tersebut, berakibatkan koperasi semakin bertambah mundur.

Peraturan koperasi tahun 1933, konkordan dengan peraturan koperasi di negara Belanda pada tahun 1925.86

Pada tahun 1935, jawatan koperasi dipindahkan dari Departemen Dalam Negeri ke Departemen Ekonomi karena banyaknya kegiatan di bidang ekonomi dan dirasa bahwa koperasi lebih sesuai berada di bawah Departemen Ekonomi.87

Kemudian pada tahun 1937, pada tahunnya inilah koperasi simpan pinjam terbentuk dengan bantuan modal dari pemerintah. Koperasi simpan pinjam ditugaskan untuk membantu petani agar lepas dari hutang, khususnya para tani yang tidak dapat lepas dari cengkeraman para rentenir.88

Pada tahun 1939, jawatan kopersi diperluas ruang lingkupnya menjadi jawatan koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri. 89 Ini disebabkan karena koperasi belum mampu untuk mandiri, sehingga pemerintah penjajah menaruh perhatian dengan memberikan bimbingan, penyuluhan dan pengarahan tentang bagaimana cara koperasi dapat memperoleh barang dan memasarkan hasilnya.

Perhatian tersebut dimaksudkan agar koperasi mampu bangkit dan berkembang serta mampu mengatasi dirinya sendiri.90

86Ibid.

87Ibid.

88Ibid.

89Ibid.

90Ibid.

(43)

2. Zaman Jepang

Di zaman pendudukan Jepang (1942-1945), usaha-usaha koperasi dipusatkan dalam badan-badan koperasi yang bernama Kumiai yang berfungsi sebagai pengumpul barang-barang logistik untuk kepentingan perang.91

Sejak Balatentara Jepang mendarat di Indonesia pada tahun 1942, peranan koperasi menjadi berubah lagi.92 Koperasi bercirikan demokrasi sudah tidak ada lagi, karena oleh Balatentara Jepang sebagai penguasa pada waktu itu, koperasi dijadikan sebagai alat pendistribusian barang-barang keperluan tentara Jepang.

Koperasi-koperasi yang ada kemudian diubah menjadi Kumai, yang berfungsi sebagai pengumpul barang untuk keperluan perang.93

Penjajahan bangsa Jepang berlangsung kurang lebih tiga setengah tahun.

Tetapi penjajahan tersebut menimbulkan malapetaka yang lebih dahsyat dari pada penjajahan bangsa Belanda.94 Kekayaan alam Indonesia dikuras oleh tentara Jepang. Mereka membeli padi dan bahan pangan lain dengan paksa, dengan harga yang sudah ditetapkan secara sewenang-wenang. Mereka yang berani menolak akan dihukum berat, bahkan disiksa atau dibunuh. Rakyat kekurangan pangan dan bahkan mati kelaparan.95

Pada masa ini, koperasi tidak mengalami perkembangan bahkan semakin hancur. Hal ini disebabkan karena adanya ketentuan dari penguasa Jepang bahwa

91Budi Untung, Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia, Yogyakarta, Andi, 2005, hal. 23.

92R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Op.Cit hal. 20

93Ibid.

94Muhammad Firdaus, Op.Cit. Hal. 23.

95

(44)

untuk mendirikan koperasi harus mendapat izin dari pemerintah setempat, dan biasanya izin tersebut sangat dipersulit.96

3. Masa Kemerdekaan

Setelah perang kemerdekaan dan diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan sehari kemudian Undang- Undang Dasar 1945 disahkan, maka timbul semangat baru untuk menggerakkan koperasi. Pada saat itu koperasi telah mendapat landasan hukum yang kuat di dalam pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.97

Pada waktu itu Indonesia mengalami kesulitan dalam mendistribusikan barang-barang keperluan rakyat di pelosok tanah air karena adanya blokade ekonomi yang dilakukan oleh penjajah Belanda, oleh karena itu koperasi dijadikan alat untuk melakukan distribusi tersebut.

Pada Desember 1946, jawatan koperasi hanya khusus menangani koperasi, tidak lagi mengurusi perdagangan dalam negeri, karena urusan perdagangan dalam negeri tersebut dijadikan jawatan perdagangan.

98

96Ibid.

97Ibid. Hal. 24.

98Andjar Pachta W. Op.Cithal 58.

Semangat koperasi dipakai untuk melancarkan distribusi keperluan pokok rakyat, sehingga semangat ini diwujudkan dengan mendirikan koperasi sebagai alat distribusi di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pekerjaan pedagang sepertinya ingin dilenyapkan, bahkan dibeberapa daerah koperasi dijadikan alat propoganda politik partai. Hingga akhir

(45)

1946 terdapat sebanyak 2.500 koperasi. Koperai tersebutlah yang berada dibawah kontrol Pemerintah.99

Denganadanya landasan hukum yang kuat mengenai koperasi dan koperasi menjadibentuk ekonomi yang sesuai dengan jiwa kekeluargaan rakyat Indonesia, dengan hal ini, gerakan koperasi seluruh Indonesia mengadakan kongres yang pertama kali pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dari beberapa keputusan penting pada rapat tersebut, salah satunya yaitu menetapkan bahwa tanggal 12 Juli di Indonesia dijadikan sebagai Hari Koperasi, yang memiliki arti sebagai hari bertekad dari seluruh bangsa Indonesia untuk melaksankan kegiatan perekonomian melalui koperasi.100

Pada tahun 1949, peraturan koperasi tahun 1927 yaitu Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenegingen (Stb. 1927-91) diubah menjadi Regeling Cooperatieve Verenegingen 1949 (Stb. 1949-179). Namun perubahan ini tidak

disertai dengan pencabutan Stb. 1933-108 yang mana berlaku bagi semua golongan rakyat, sehingga pada tahun 1949 ini di Indonesia berlaku dualisme peraturan, yaitu101

1. Regeling Cooperatieve Verenegingen 1949 (Stb. 1933-108) yang berlaku bagi golongan Boemi Poetra.

:

2. Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenegingen 1933 (Stb.

1933 – 108) yang berlaku bagi semua golongan rakyat, termasuk golonga Boemi Poetra.

99Ibid.

100R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Op.Cit.hal. 22.

101

(46)

Kemudian pada tahun 1953, gerakan koperasi Indonesia mengadakan kongres yang kedua, di mana salah satu keputusannya adalah menetapkan dan mengangkat DR. M. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Pada tahun 1958, Pemerintah mengeluarkan Undang-undang tentang Koperasi Nomor 79 Tahun 1958 (Lembaran Negara 1958 – 139). Undang-Undang Koperasi ini dibuat berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Pasal 38.

Dikarenakan masih mengacu pada Pasal 38 Undang-Undang Dasar Sementara, maka sering dikatakan bahwa jiwa dari Undang-Undang tentang Koperasi ini dianggap bertolak belakang, sehingga koperasi yang berdiri merupakan koperasi yang masih bersemangat liberal dan setengah revolusioner.102 Namun demikian beberapa hal yang membedakan undang-undang dengan peraturan sebelumnya adalah sebegai berikut103

1. Undang-undang ini berpedoman pada semangat dan asas gotong royong.

:

2. Pemerintah tidak lagi hanya bertindak sebagai pendaftar dan penasihat saja melainkan aktif membimbing rakyat untuk berkoperasi.

3. Pengertian mengenai asas dan dasar koperasi yang berasal dari luar negeri harus ditinjau dan di sesuaikan dengan asaa gotong royong Indonesia.

4. Koperasi tidak boleh merupakan kosentrasi modal dan kekuatan untuk menguasai perekonomian rakyat.

102Soenarto Djojosoempeno. Pola koperasi dan Perkembangannya. (Jogjakarta, Sinar Asia, 1964. Hal 30.

103Ibid. hal 28.

(47)

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Dasar 1945 berdasar Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, maka pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 1959 sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi. Dalam peraturan ini ditentukan bahwa pemerintah bersikap sebagai pembina, pengawas perkembangan koperasi di Indonesia.104

Jawatan koperasi bertanggung jawab kepada perkembangan koperasi Indonesia. Segala kegiatan pemerintah dalam perekonomian dan perkoperasian disalurkan melalui jawatan koperasi, baik dari tingkat pusat maupun daerah.

Dalam hal ini, tugas dari jawatan koperasi tersebut ialah105

1. Menumbuhkan organisasi koperasi dalam segala sektor perekonomian.

:

2. Mengadakan pengamatan dan bimbingan terhadap koperasi.

3. Mendaftar dan memberi pengesahan badan hukum koperasi.

Pada tanggal 2-10 Agustus 1965, diselenggarakanlah Munas ke II yang kemudian melahirkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang Pokok- pokok Perkoperasian.

Yang disayangkan dalam Undang-undang tersebut ialah masih terdapat unsur-unsur politik yang masuk di dalam koperasi, dalam hal ini berarti koperasi masih tetap menjadi alat perjuangan dari partai politik yang menguasainya. Akibat dari kelakuan dari partai politik tersebut, menjadikan anggota koperasi kehilangan

104Muhammad Firdaus, Op.Cit. Hal. 24.

105

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun hak ulayat diatur dalam UUPA, pihak Keraton tidak memilih status hak ulayat sebab melalui hak ulayat Keraton hanya bisa memberikan tanah dalam jangka waktu tertentu

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

Rumusan masalah tersebut dikaji dengan menggunakan data-data kepustakaan atau sekunder atau dengan metode penelitian normatif yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan dan

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana pengawasan sebagai sarana penegakan hukum dalam Hukum Administrasi Negara, Bagaimana tugas pokok dan

73 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi , Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal 77.. regulasi-regulasi yang relevan untuk

Pengertian Bilyet Giro seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia No. 18/41/PBI/2016 adalah sebagai berikut: “Bilyet Giro adalah surat