• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective)"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

Dugem

Gaya Hidup Para Clubbers

(Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective)

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi

Oleh :

Muhammad Liyansyah 030905014

Antropologi Sosial

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Antropologi

Medan

2009

(2)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

Saat ini dugem telah menjadi salah satu gaya hidup masyarakat perkotaan.

Gaya hidup yang penuh dengan hura-hura dan kesenangan ini sering dianggap sebagai suatu hal yang negatif oleh sebagian besar masyarakat. Keglamoran gaya hidup para penikmat dugem yang biasa disebut clubber ini dianggap bertolak belakang dengan keadaan masyarakat Indonesia. Terus berkembangnya penikat dugem ini kemudian memunculkan pertanyaan-pertanyaan tentang siapa saja yang disebut sebagai clubbers ? Apa saja yang dilakukan clubbers saat dugem ? dan apa yang diperoleh clubbers dari kegiatan dugem ? sehingga perlu dilakukan penelitian secara sistematis.

Penelitian ini bertipekan deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif.

Untuk memperoleh data , metode yang digunakan adalah observasi semi-partisipasi, wawancara mendalam, dan studi pustaka. Penelitian ini berlokasi di Retro spective yang merupakan salah satu diskotik di Kota Medan. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah para penikmat hiburan malam yang sering berkunjung ke diskotik Retro. Informan dalam penelitian ini adalah 12 clubbers yang mengunjungi retro dengan frekuensi kunjungan minimal satu kali dalam seminggu.

Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa yang disebut para clubber adalah para penikmat kehidupan malam yang memilih cara menghabiskan waktunya dengan berkumpul dengan teman-temannya di sebuah diskotik dengan segala aktivitas didalamnya. Kegiatan yang biasa dilakukan clubbers pada saat dugem adalah ngobrol, minum, dan dance (jojing). Aktivitas ini adalah kegiatan utama para clubber pada saat dugem dan mampu membuat para clubber merasa senang dan terlebur dalam suasana malam hingga lupa waktu. Para clubber merasa bahwa pada saat dugem, mereka dapat memperoleh kepuasan, kesenangan, informasi, dan citra diri. Melalui dugem para clubber merasa memperoleh kepuasan dan kesenangan yang mampu menghilangkan beban pikiran yang mereka rasakan.

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dugem merupakan salah satu dari berbagai gaya hidup yang dianut oleh masyarakat perkotaan khususnya para penikmat dunia malam. Para clubber umumnya menjadikan dugem sebagai cara mereka memperoleh hiburan dan kesenangan. Clubbers terdiri dari berbagai golongan, mulai dari siswa hingga pekerja, generasi muda hingga yang tua, dan dari yang kaya hingga yang miskin. Beranekaragamnya latar belakang para clubber ini kemudian menciptakan tipe-tipe clubbers yang berada di dalam diskotik sesuai dengan prilaku mereka. Pola konsumsi merupakan pembentuk utama dari gaya hidup para clubber.

Dugem dianggap para clubber merupakan bagian dari sebuah kemajuan dan bagi mereka sebuah kemajuan adalah sesuatu yang harus diikuti. Anggapan bahwa budaya atapun gaya hidup Barat adalah sebuah kemajuan kemudian memunculkan konsep ketertinggalan pada mereka yang tidak mengikuti trend tersebut. Para clubber umumnya menganggap bahwa gaya hidup yang mereka lakukan adalah bagian dari sebuah peradaban yang lebih maju dan para clubbers juga memiliki anggapan bahwa orang-orang yang tidak menjalani kehidupan seperti yang mereka lakukan adalah orang-orang yang hidup dalam kekurangan dan ”tertinggal” dibandingkan mereka.

(3)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-nya yang senantiasa menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi ini dengan sebaik- baiknya. Berkat rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat merangkai kata demi kata dan menghadapi berbagai hambatan selama proses penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul Dugem Gaya Hidup Para Clubbers.

Dengan ketulusan hati, skripsi ini penulis persembahkan sebagai tanda terima kasih dan sebagai ungkapan rasa sayang yang tak terhingga kepada Ayah saya Rachmatsyah dan Mamak saya Lili Sudarmiati, serta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan moril dan material serta perhatian yang tulus kepada penulis selama ini

Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini. Maka izinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M.Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

(4)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA dan Bapak Irfan S. M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin selaku dosen Wali.

4. Rasa hormat dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk bang Drs. Ermansyah M. Hum dan bang Nurman Achmad, S. Sos. M. Soc selaku dosen pembimbing skripsi dan proposal yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, masukan serta ide-ide dan pemikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Dengan rasa sayang yang sedalam-dalamnya penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada kedua orang tua saya yang tercinta, Ayah saya Rachmatsyah dan Mamak saya Lili Sudarmiati, atas doa, kasih sayang, pengorbanan moril maupun materil, motivasi, dan nasehat bijak yang tiada henti-hentinya diberikan kepada penulis. Skripsi ini penulis persembahkan sebagai tanda ucapan terima kasih dan bakti penulis.

6. Terima Kasih kepada adik-adik saya, Muhammad Anshari dan Lisa Oktasari Hasanah yang menjadi sumber motivasi dan semangat bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis persembahkan kepada Rizky Indah Sari atas kasih sayang, perhatian, doa, dukungan, motivasi, dan kesabaran yang telah di berikan kepada penulis sehingga semua kesulitan

(5)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

dalam penulisan skripsi ini dapat penulis lewati. Semoga cita-cita kita dapat tercapai. Amin..

8. Terima kasih untuk seluruh keluarga Rizky Indah Sari yang selalu mendoakan, mendukung, memberi semangat kepada penulis. Sehingga memotivasi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Terima kasih buat sobat-sobat terbaikku: Syah ”blend” Putra, Iskandar ”Abeb” Putra, Ibnu ”Abu” Avena, Fiqry ”predator” Munzir, Ikhwan ”Buaya”, ”Echonk”, Yoepie ”Kabau”, Febri ”Jembre”, Fachrul ”Ramirez”, Ira ”ombol” dan semua kerabat Antro USU.

10. Terima kasih kepada seluruh informan yang telah membantu dan menyediakan waktu untuk memberikan informasi yang penulis perlukan dalam penyusunan skripsi ini. Skripsi ini tidak akan selesei tanpa bantuan kalian semuanya.

Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas doa, dukungan dan partisipasinya. Semoga amal kebaikan yang telah diberikan senantiasa mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin Ya Robbal Alamin. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, 2009 Penulis

( Muhammad Liyansyah)

(6)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... .v

Daftar Gambar ... vii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.4. Lokasi Penelitian ... 8

1.5. Tinjauan Pustaka ... 8

1.6. Metode Penelitian ... 19

BAB II. GAMBARAN CLUBBERS 2.1. Tempat-Tempat Hiburan di Kota Medan... 22

2.2. Penikmat Kehidupan Malam Kota Medan ... 32

2.3. Diskotik Kota Medan Sebagai Pusat Hiburan Malam Kota Medan ... 37

2.4. Clubbers Sebagai Suatu Kelompok Penikmat Hiburan Malam Kota Medan ... 43

BAB III. KOMUNITAS CLUBBERS di KOTA MEDAN 3.1 Clubbers Kota Medan ... 50

3.2. Clubbers sebagai suatu Komunitas ... 55

3.3 Aktivitas Kelompok Clubbers... 64

3.3.1. Minum dan ngobrol ... 64

(7)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

3.3.2. Dance (jojing) ... 66

3.4. Hubungan Clubbers Antar Sesama Clubbers dan Kelompok Clubbers ... 73

BAB IV. DUGEM SEBAGAI SUATU GAYA HIDUP 4.1. Hal-Hal Yang Mendorong Clubbers Melakukan Dugem ... 79

4.2. Dugem Sebagai Pola Konsumsi Simbolik ... 86

4.3. Dugem Sebagai Identitas Kelas Sosial ... 92

4.4. Pengaruh Dugem Dalam Kehidupan Clubbers ... 96

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan 104 DAFTAR PUSTAKA ... 111 LAMPIRAN

(8)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

Daftar Gambar

Gambar 1. Para Penikmat Karaoke ... 34

Gambar 2. Para wanita yang memeriahkan salah satu acara di Retrospective 40 Gambar 3. Retrospective yang baru selesai di renovasi ... 42

Gambar 4. Clubbers yang sedang asik ngobrol dan minum ... 66

Gambar 5. Para clubbers yang sedang dance (jojing)... 68

Gambar 6. DJ import yang memeriahkan diskotik ... 69

(9)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini, perkembangan dan pertumbuhan kota di beberapa daerah di Indonesia terlihat semakin maju. Berbagai gedung-gedung yang menjulang tinggi ke angkasa terlihat kokoh berdiri di tengah-tengah daerah perkotaan. Salah satu pembangunan yang berkembang pesat adalah pembangunan pada sektor industri hiburan. Berbagai tempat-tempat hiburan di daerah perkotaan terus bertambah, mulai dari tempat hiburan yang dapat dinikmati semua golongan, tempat hiburan untuk anak-anak dan para remaja, hingga tempat hiburan yang hanya didatangi oleh golongan-golongan tertentu saja seperti diskotik.

Setiap tempat hiburan memiliki daya tarik tersendiri dan memiliki penikmatnya masing-masing. Kesamaan dalam hal mencari hiburan dan cara menghabiskan waktu oleh beberapa masyarakat perkotaan ini kemudian menjadikan munculnya gaya hidup1 masyarakat perkotaan. Kemajuan teknologi juga merupakan salah satu faktor pendukung berkembangnya tempat-tempat hiburan di daerah perkotaan dan salah satu tempat hiburan yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi adalah diskotik2

1Gaya hidup dapat didefinisikan sebagai suatu cara tentang bagaimana beberapa individu menghabiskan waktunya (aktivitas), hal-hal apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang dipikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga lingkungan disekitarnya.

2Suatu tempat hiburan yang penuh dengan lampu warna-warni dan musik tanpa henti yang dimainkan seorang DJ (disk jockey)

. Peralihan dari piringan hitam menuju CD (Compact Disk) hingga DVD dan penambahan daya suara dari sound system hingga lampu-lampu

(10)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

gemerlap yang semakin mengkilau dengan kehadiran sinar laser merupakan bagian dari perkembangan diskotik yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi.

Diskotik merupakan tempat hiburan yang disuguhkan untuk para penikmat dunia malam. Hal ini dikarenakan diskotik hanya dibuka pada malam hari hingga menjelang pagi. Fenomena diskotik sebenarnya sudah muncul pada tahun 1970-an dan terus berkembang hinggga sekarang (http://nirwansyahputra.wordpress.com /2008/02/05/ini-medan-bung/). Lebih lanjut dejelaskan bahwa pada awal perkembangannya di Indonesia pada dekade 1970-an, diskotik dan dunia malam merupakan hiburan yang hanya dinikmati oleh orang tua saja dan hanya sebatas live music dan karoke. Namun akhirnya dimasuki oleh kaum muda dengan menciptakan dunia malam mereka sendiri dengan gaya mobile disco. Memasuki era 80-an, diskotik dan dunia malam semakin berkembang serta mengalami perubahan gaya yang terkenal dengan sebutan breake dance atau “tari kejang.” Pada era 90-an hingga sekarang, dunia malam dan diskotik terus berkembang, para penikmat dunia malam sekarang sudah dapat memilih antara live music dan karoke atau dance, karena tempatnya sudah tersendiri dan para penikmatnya tidak hanya sebatas anak muda.

Saat ini, diskotik merupakan salah satu tempat hiburan yang banyak dipilih oleh sebagian masyarakat perkotaan sebagai tempat mereka melepaskan kepenatan, khususnya bagi para penikmat dunia malam. Disadari ataupun tidak, pergi ke diskotik telah menjadi suatu kebutuhan bagi para penikmat dunia malam. Munculnya diskotik-diskotik baru di berbagai kota-kota besar di Indonesia telah menunjukkan bahwa kehidupan dunia malam semakin banyak peminatnya. Meningkatnya para

(11)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

penikmat dunia malam, khususnya diskotik, memunculkan kelompok-kelompok penikmat dunia malam yang sekarang sering disebut clubbers. Clubbers adalah sekumpulan individu-individu yang memilih cara menghabiskan waktunya dengan berkumpul dengan teman-temannya di sebuah diskotik dan kegiatan ini biasa disebut dengan dugem (dunia gemerlap).

Dugem (dunia gemerlap), begitulah istilah yang digunakan oleh mereka yang gemar menghabiskan waktu malamnya untuk berpesta pora baik bersama pasangan masing-masing maupun koleganya. Istilah ini sangat dikenal di kalangan individu- individu yang mengganderungi pesta dan hiburan malam. Pada era modernisasi ini, dugem (dunia gemerlap) sudah sangat identik dengan kehidupan masyarakat metropolitan. Dugem selalu diasosiasikan dengan musik menghentak yang dimainkan seorang DJ (disc jockey) yang bisa membuat orang larut dalam suasana gemerlapnya dunia malam. Dugem merupakan salah satu gambaran tentang kegiatan bersenang- senang para masyarakat perkotaan, biasanya dilakukan di tempat yang penuh dengan lampu warna-warni dan musik tanpa henti yang disebut diskotik dengan para pengunjung yang berpakaian serba seksi, serta anggur di gelas yang indah (http://indonesianyouth.blogspot.com/).

Konsep makna yang masih senada dengan dugem adalah clubbing. Kata clubbing berasal dari bahasa Inggris yang dibentuk dari kata club yang bermakna

"perkumpulan". Istilah clubbing yang terdapat dalam kamus tersebut bermakna

"berkumpul". Istilah clubbing yang dapat kita pahami adalah berkumpul-kumpul pada malam untuk menikmati hiburan di tempat yang menawarkan berbagai hiburan,

(12)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

kenyamanan, dan kenikmatan biasanya dilakukan pada akhir pekan untuk melepaskan kepenatan dan semua beban ritual sehari-hari (http://www.geocities.com/trance box_21/Underground/TU_dugemz.htm). Hal ini juga yang menjadikan alasan kenapa para penikmat dugem dinamakan clubbers.

Tidak semua pengunjung diskotik dapat dikatakan clubbers karena sebagian dari pengunjung diskotik adalah pengunjung biasa yang mungkin sedang mencari suasana hiburan yang berbeda atau hanya ingin mencoba gaya hidup sebagai seorang clubbers. Untuk membedakan antara seorang clubber dengan pengunjung biasa merupakan hal yang sangat sulit. Namun bila diperhatikan dengan seksama maka perbedaan tersebut dapat dilihat, hal ini dapat dilihat dari gaya berpakaian, cara ngedance, serta frekuensi kunjungannya yang tidak sesering para clubber. Selain itu beberapa diskotik juga ada yang memberikan kartu member bagi clubbers langganannya.

Alasan lain kenapa kegiatan berkumpulnya beberapa individu di sebuah klub malam ataupun diskotik ini dikatakan dugem atau dunia gemerlap adalah karena kegiatan ini biasanya dilakukan dengan mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Para penikmat kegiatan ini biasanya adalah orang-orang perkotaan yang berasal dari golongan menengah ke atas yang memiliki kemampuan ekonomi atau finansial yang baik atau para pekerja yang memiliki gaji yang tinggi. Mereka adalah orang-orang yang memilih cara melepaskan kepenatan dan menghabiskan sisa waktu luang mereka dengan bersenang-senang, menikmati iringan musik, meminum “wine”

hingga mabuk ataupun minuman beralkohol mahal lainnya, bercengkrama dengan

(13)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

sahabat-sahabat mereka, hingga sex bebas. Semua kegiatan ini mampu menghabiskan uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah permalamnya.

Dugem merupakan bagian dari gaya hidup para clubber. Namun bagi masyarakat awam dugem selalu diasosiasikan sebagai kegiatan negatif. Hal ini disebabkan karena dugem selalu identik dengan musik menghentak yang hingar bingar, wanita sexy, minuman yang memabukkan, sampai pada sex bebas. Bagi sebagian orang dugem dianggap sebagai pemberi kesenangan semu (sementara) dan budaya bagi kaum yang menganut faham hedonisme3

Kultur dunia malam Indonesia adalah sasaran yang mudah untuk diselubungkan dengan citra negatif (http://journal.marisaduma.net/2007/04/30 /mengenai-budaya-clubbing-dan-rave-indonesia). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengikut kultur dunia malam seringkali dianggap sebagai segerombolan anak muda yang hedonis dan penganut sekularisme. Masyarakat umumnya telah mempersepsikan bahwa kehidupan malam adalah bukan bagian dari budaya Timur . Namun bagi penikmatnya dugem adalah bagian dari gaya hidup metropolitan yang dilakukan untuk mencari hiburan, membuang kepenatan dari kegiatan rutinitas kerja, atau hanya sekedar mengisi waktu bersama rekan. Dugem merupakan sesuatu yang mampu memberikan kesenangan dan kepuasan bagi penikmatnya. Kesenangan yang hanya bisa mereka dapatkan dengan menghabiskan waktu dan uang tanpa memperdulikan keadaan di luar mereka.

3Menurut Epikuros (341-270 SM) hedonisme adalah suatu faham yang memiliki pendapat bahwa ukuran baik dan buruk terletak pada kesenangan, dan kesenangan merupakan tujuan hidup manusia. Bila perbuatan manusia menimbulkan suatu kenikmatan dialah orang yang mempunyai moral dan etika yang tinggi. (http://beranda.blogsome.com/2007/06/02/etika/).

(14)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

yang dimiliki bangsa Indonesia. Apa yang ada di dalam kehidupan malam adalah sesuatu yang akan merusak generasi bangsa ini. Namun bagi para clubbers, dugem bukan merupakan hal yang selalu mengandung hal-hal negatif, karena di balik kegiatan dugem yang penuh dengan hura-hura banyak hal-hal positif yang bisa mereka ambil dari dugem.

Terlepas dari penilaian baik dan buruk, kegiatan dugem terus berjalan sebagai salah satu kegiatan para penikmat dunia malam. Para penikmat kehidupan malam di sebuah diskotik yang disebut sebagai clubbers ini bahkan mengatakan dugem sebagai gaya hidup mereka. Gaya hidup clubbers merupakan salah satu gaya hidup masyarakat perkotaan yang memiliki ciri tersendiri. Gaya hidup para clubbers yang terlalu glamour berbanding terbalik dengan keadaan sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat juga menganggap bahwa gaya hidup clubbers cenderung mengarah pada hal-hal yang negatif

Berdasarkan uraian sebelumnya maka fenomena clubbers merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji. Penelitian ini mencoba mendeskripsikan tentang bagaimana clubbers menjalani kehidupan malamnya di dalam sebuah diskotik, tentang berbagai aktivitas para clubber saat dugem, pola konsumsi, tingkah laku dan hubungan sesama para clubber yang semuanya terangkum dalam gaya hidup para clubber.

(15)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang dikaji adalah mengapa dugem dianggap sebagai sesuatu yang penting oleh para clubbers hingga menjadikannya sebagai gaya hidup ? Permasalahan ini lalu diuraikan ke dalam 3 (tiga) pertanyaan penelitian yaitu :

1. Siapa saja yang disebut sebagai clubbers ? 2. Apa saja yang dilakukan clubbers saat dugem ? 3. Apa yang diperoleh clubbers dari kegiatan dugem ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk mendeskripsikan dugem sebagai suatu gaya hidup dari individu-individu yang disebut clubbers. Lebih luasnya penelitian ini mendeskripsikan tentang keberadaan clubbers, seperti siapa saja yang disebut clubbers dan apa saja yang dilakukan clubbers saat dugem

Secara akademis, penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan, khususnya antropologi, yang menyangkut tentang gaya hidup masyarakat diperkotaan, khususnya tentang dugem dan para clubbers. Secara praktis, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam membuat kebijakan-kebijakan khususnya yang terkait dengan keberlangsungan

(16)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

hidup beraneka-ragam kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat perkotaan, sehingga tidak menimbulkan persepsi-persepsi yang salah dari masyarakat tentang keberadaan suatu kelompok yang dapat menimbulkan konflik di antara masyarakat itu sendiri.

1.4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan tepatnya disebuah diskotik Retrospective. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini karena Retrospective merupakan salah satu diskotik terkenal di Kota Medan dengan tingkat kegiatan dugem yang sangat tinggi. Retrospective dibuka setiap hari mulai dari sore hingga pagi hari. Retrospective merupakan salah satu diskotik yang menjadi pusat diadakannya kegiatan-kegiatan party (pesta) anak muda Kota Medan. Retro juga memiliki hari-hari khusus tertentu yang dapat mendukung penelitian ini, diskotik ini memiliki hari-hari khusus seperti Ladies Night, yang diadakan setiap malam Sabtu dimana setiap pengunjung wanita dipersilakan masuk secara gratis. Pada malam sabtu dan saat diadakan pesta pengunjung retro akan lebih banyak dari hari-hari biasa sehingga akan membantu peneliti dalam hal melakukan pengamatan dan mendapatkan informan.

1.5. Tinjauan Pustaka

Pada tahun 2025, ada sebuah perhitungan yang memperkirakan bahwa 60,7 persen penduduk Indonesia akan berada di kota, maka sebagian besar wilayah Indonesia akan menjadi kosong karena 39,3 persen penduduk itu akan membagi

(17)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

wilayah yang sangat luas (Abdullah, 2006). Perkiraan ini bisa saja terjadi apabila perkembangan dan berbagai kemajuan teknologi terus terpusat didaerah perkotaan dan hanya diciptakan untuk memperoleh keuntungan tanpa memperdulikan dampak sosial budayanya. Penduduk kota akan menjadi orang-orang yang terlibat langsung dalam proses globalisasi dan akan terlihat jelas dari gaya hidup (Featherstone, 2005).

Istilah gaya hidup (lifestyle) sampai sekarang ini masih kabur (Hastuti, 2007:

70). Lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa, istilah ini memiliki arti sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup khas dari berbagai kelompok status tertentu. Dalam budaya konsumen kontemporer istilah ini mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah, kendaraan dan pilihan hiburan, dan seterusnya di pandang sebagai indikator dari individualitas selera serta rasa gaya dari pemilik atau konsumen (Featherstone, 2005: 201).

Gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern, atau yang biasa juga di sebut modernitas, maksudnya adalah siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain (Chaney, 1996: 40). Lebih lanjut dijelaskan Chaney bahwa gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Dalam interaksi sehari-hari setiap orang dapat menerapkan suatu gagasan mengenai gaya hidup tanpa harus menjelaskan apa yang dimaksud.

Salah satu faktor utama yang mendorong munculnya gaya hidup adalah pola konsumsi, pola konsumsi masyarakat perkotaan telah menjadikan barang-barang

(18)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

ataupun jasa sebagai identitas mereka, barang dan jasa dikonsumsi bukan dikarenakan kebutuhan mereka melainkan hanya sebatas memenuhi keinginan dan penunjuk identisas sosial mereka. Pola konsumsi masyarakat perkotaan ini telah merubah nilai suatu produk yang awalnya memiliki nilai fungsional menjadi nilai simbolis. Perubahan nilai-nilai suatu barang dan jasa ini kemudian memunculkan gaya hidup masyarakat perkotaan. Salah satu gaya hidup tersebut adalah dugem yang dilakukan para clubber.

Gaya hidup adalah suatu titik tempat pertemuan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak, yang tertuang dalam norma-norma kepantasan (Hastuti, 2007: 72). Lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa terdapat norma-norma kepantasan yang diinternalisasikan dalam diri individu, sebagai standar dalam mengekspresikan dirinya dalam kehidupannya di dalam mayarakat.

Gaya hidup sendiri lahir karena adanya masyarakat komoditas, masyarakat yang mengkonsumsi barang-barang dan jasa bukan karena kebutuhannya tetapi untuk memuaskan keinginannya. Masyarakat komoditas ini terjadi karena meningkatnya tuntutan terus menerus akan pemuasan kebutuhan masyarakat terhadap benda-benda komoditas.

Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidup setiap kelompok akan mempunyai ciri-ciri unit tersendiri. Gaya hidup secara luas diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang dipikirkan tentang

(19)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya. Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat lainnya. Bahkan, dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relative permanen.

Menurut Weber, konsumsi juga merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu (dalam Hastuti, 2007: 72). lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa pola konsumsi suatu individu atau kelompok terhadap barang merupakan landasan bagi perjenjangan dari kelompok status, selain itu konsumsi juga dapat dijadikan penggunaan barang-barang simbolik kelompok tertentu. Dengan demikian ia dibedakan dari kelas yang landasan penjenjangannya dalah hubungan terhadap produksi dan perolehan barang-barang. Dalam hal ini konsumsi seseorang menentukan gaya hidup seseorang. Karena penggunaan barang-barang simbolik itu tadi seperti pemilihan konsumsi gaya berpakaian, selera dalam hiburan, selera konsumsi terhadap makanan dan minuman menentukan dari kelas mana ia berada.

Modernisasi dan industrialisasi menyebabkan munculnya manusia jenis baru (http://www.republika.co.id/suplemen/cetak.details.asp). Lebih lanjut dijelaskan bahwa modernisasi mengubah gaya hidup menjadi lebih maju seirama perkembangan zaman. Terjadi pergeseran sosial dan perubahan gaya hidup dengan meninggalkan nilai lama. Modernisasi juga mengharuskan perubahan sikap dan mental dalam rangka penyesuaian dengan lingkungan baru. Sementara itu, industrialisasi berkaitan dengan penyebaran barang-barang yang diproduksinya, di antaranya perlengkapan

(20)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

untuk budaya metroseksual. Nantinya, perlengkapan yang tadinya sebatas kebutuhan sekunder dapat menjadi primer.

Revolusi teknologi elektronik dan teknologi komunikasi/transportasi telah menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai tempat dari berbagai belahan dunia (Abdullah, 2006: 28-29). Lebih lanjut dijelaskan Abdullah bahwa hal yang mencolok dari kejadian ini adalah munculnya “consumer culture” atau budaya konsumtif di daerah perkotaan Hal ini merupakan bagian dari ekspansi pasar dalam proses ini konsumsi merupakan faktor penting dalam mengubah tatanan nilai dan tatanan simbolis.

Media informasi telah mempengaruhi cara pandang mereka mengenai gaya hidup yang harus mereka jadikan pedoman dalam mengekpresikan diri, yang dianggap nilai-nilai Barat, mengandung nilai-nilai moderen sehingga banyak ditiru oleh masyarakat perkotaan, nilai Timur bergeser menjadi gaya hidup Barat.

Kapitalisme melalui media informasi membentuk dan mengembangkan suatu gaya yang ideal menurut mereka melalui media dan instrumen komunikasi. Misalnya mereka menciptakan busana yang sedang trend, pasar musik, asesoris, film, dan pergaulan yang ideal sebagai budaya massa.

Proses konsumsi, seperti konsumsi rumah atau berbagai barang lainnya merupakan instrumen yang cukup signifikan untuk menjelaskan gaya hidup. Tingkah laku konsumsi merupakan penanda identitas (Douglas & Isherwood, 1980). Hal ini didasari oleh asumsi bahwa barang-barang konsumsi merupakan alat komunikasi (Goffman, 1951). Ada dua proses yang merupakan tanda dari transformasi sosial

(21)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

perkotaan yaitu : proses konsumsi simbolik dan transformasi estetis. Proses konsumsi simbolik merupakan tanda penting dari pembentukan gaya hidup dimana nilai-nilai simbolis suatu produk dan praktek telah mendapat penekanan yang besar dibandingkan dengan nilai-nilai kegunaan dan fungsional. Hal ini paling tidak dapat dijelaskan dengan tiga cara. Pertama, kelas-kelas sosial telah membedakan proses konsumsi di mana setiap kelas menunjukkan proses identifikasi yang berbeda, nilai simbolis dalam konsumsi tampak diinterpretasikan secara berbeda oleh satu kelompok dengan kelompok lain. Kedua, barang yang di konsumsi kemudian menjadi wakil dari kehadiran seseorang atau kelompok. Hal ini berhubungan dengan aspek- aspek psikologis di mana konsumsi suatu produk berkaitan dengan perasaan atau rasa percaya diri yang menunjukkan bahwa itu bukan sekedar aksesoris, tetapi barang- barang merupakan isi dari kehadiran seseorang karena dengan cara itu ia berkomunikasi (goffman, 1951). Ketiga, berdasarkan proses konsumsi maka dapat dilihat bahwa konsumsi juga dapat bersifat citra (image) dimana citra yang dipancarkan oleh suatu produk (seperti pakaian atau makanan) merupakan alat ekpresi diri bagi kelompok yang mampu menegaskan keberadaannya dan identitasnya.

Erving Goffman mengemukakan bahwa kehidupan sosial terutama terdiri dari penampilan teatrikal yang diritualkan, yang kemudian lebih dikenal dengan pendekatan dramaturgi (dramaturgical approach), yang dia maksudkan adalah bahwa kita bertindak seolah-olah diatas sebuah panggung (Chane, 1996: 15). Bagi Goffman, berbagai penggunaan ruang, barang-barang, bahasa tubuh, ritual interaksi sosial

(22)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

tampil untuk memfasilitasi kehidupan sosial sehari-hari suatu individu di dalam masyarakat.

Tingkat dan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang sangat tinggi telah memberikan kesempatan besar bagi para pengusaha untuk terus mengembangkan usahanya terutama di bidang hiburan. Berbagai kota-kota besar di Indonesia yang terus berkembang dijadikan sasaran bagi para pemilik modal. Sebagai kota terbesar keempat di Indonesia Medan juga sedang mengalami perkembangan. Para pengusaha hiburan telah banyak membuka usahanya di Kota Medan. Saat ini tempat-tempat hiburan terus bertambah di tiap-tiap sudut Kota Medan (www.korantempo.com /korantempo/2007/11/11/Perjalanan/krn,20071111, 39.id.html - 21k -). Salah satu tempat hiburan yang ‘menjamur’ saat ini adalah klub malam dan diskotik yang kemudian memunculkan clubbers dan gaya hidupnya.

Salah satu gaya hidup yang dapat terlihat dari pola konsumsi adalah dugem.

Dugem merupakan salah satu gaya hidup masyarakat perkotaan. Gemerlapnya hiburan malam tak lepas dari sikap masyarakat yang makin hedonis. Sikap ini muncul lantaran tak sanggup membentengi diri dari gaya hidup kapitalis. Penikmat dugem telah menjadikan barang dan jasa yang di konsumsi sebagai simbol-simbol yang menunjukkan eksistensi mereka baik di dalam kelompok mereka ataupun di dalam masyarakat.

Budaya clubbing dan rave di Indonesia dimulai sebagai gerakan underground, bertempat di klub-klub kecil di Jakarta sekitar tahun 1996 (http://

journal.marisaduma.net/2007/04/30/mengenai-budaya-clubbing-dan-rave-indonesia/).

(23)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada tahun 2002, raver Indonesia memulai gelaran rave outdoor dan pantai, mengusung label internasional seperti Cream, Gatecrasher, Godskitchen, dan Heineken Thirst. Berbagai acara rave seperti Jakarta Movement, Lost Chapter, Aquasonic, dan lain-lain pun tercatat sebagai bagian dari festival musik lokal. Berawal dari para penikmat musik elektronik ini kemudian progresive music memasuki club dan diskotik menggantikan house music. Semenjak itu pula jumlah club, event organizer, manajemen DJ, dan penikmat musik elektronika meningkat secara signifikan dari sekitar tahun 2000 hingga detik ini. Jenis musik-baik yang dimainkan oleh DJ atau dimainkan secara live meliputi trance, electro, progressive, tribal, drum n bass, new wave, dan sub-genre lainnya dengan rave-ambiance sejenis.

Dengan label-label minuman dan DJ tingkat internasional kegiatan ini kemudian dianggap sebagai kegiatan yang memiliki nilai prestice di mata anak muda dan penikmat hiburan malam.

Dugem kini telah menjadi bagian penting dari kehidupan malam. Bagi para penikmatnya dugem telah menjadi suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan untuk memperlihatkan eksistensi mereka. Namun oleh sebagian individu atau kelompok, dugem dianggap lebih banyak memberikan dampak negatif bagi para penikmatnya.

Selain memberikan dampak negatif dari sisi kehidupan sosial, menurut beberapa ahli kesehatan dugem juga dianggap memberikan dampak negatif dari segi kesehatan. Hal ini disebabkan karena dugem dilakukan pada malam hari dan dalam ruangan yang sempit untuk ukuran penikmat dugem yang mencapai ratusan orang dalam satu diskotik atau klub malam.

(24)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

Clubbing, dugem atau sekedar hang out di kafe, tentu tidak bisa dipisahkan dengan musik yang menggelegar dan suasana yang temaram . Nyatanya, sebuah trend gaya hidup modern yang penuh hura-hura ini selalu diikuti oleh kebiasaan yang berakibat buruk bagi kesehatan (Male Emporium, April 2007). Kecenderungan yang terjadi, aktivitas yang biasa dilakukan pun banyak merugikan kesehatan. Dugem yang biasanya dilakukan pada malam hari, tentu saja mengurangi waktu istirahat kita.

Bahkan, seorang clubber bisa saja melakukannya lebih dari dua kali sepekan. Jarang dari para clubber yang menyadari bahwa kegiatan mereka akan memberi dampak buruk pada kesehatan.

Lebih jauh dijelaskan male Emporium bahwa asap rokok merupakan salah satu ancaman bagi para clubber. Hal inilah yang seringkali tidak disadari para clubber saat berada di tempat clubbing. Resiko terkena kanker paru-paru pun terbilang besar. Padahal, paru-paru adalah organ tubuh yang berperan penting dalam sistem pernapasan. Tempat tubuh mengambil darah bersih dan tempat pencucian darah yang berasal dari seluruh tubuh (banyak C02) sebelum ke jantung untuk kembali diedarkan ke seluruh tubuh. Kanker paru biasanya ditandai oleh adanya pertumbuhan jaringan pada paru-paru yang apabila dibiarkan dapat menyebar (metastasis) ke organ lain, baik yang dekat dengan paru maupun yang jauh misalnya tulang, hati, atau otak.

Ancaman lainnya adalah alkohol. Alkohol dapat berbahaya apabila dikonsumsi dalam jumlah besar dan rutin. Dapat dipastikan bahwa para clubber

(25)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

selalu menkonsumsi alkohol dari berbagai minuman yang tersedia di diskotik.

Rutinitas mereka melakukan dugem tentu dibarengi dengan rutinitas mereka mengkonsumsi alkohol. Hal ini tentu sangat membahayakan para clubber. Belum lagi, gangguan audio yang dapat merusak telinga. Suasana club yang sangat kental dengan musik yang menggelegar, sangat mengancam pendengaran para clubber. Kekuatan suara yang dihasilkan sound system di dalam sebuah diskotik hampir selalu di atas rata-rata batas pendengaran telinga manusia. Kebisingan yang dirasakan para clubber tanpa mereka sadari akan merusak pendengaran mereka.

Beberapa orang menganggap bahwa dugem hanyalah tren belaka atau sebuah produk lain dari budaya pop yang dilebih-lebihkan (http://journal.marisa duma.net/2007/04/30/mengenai-budaya-clubbing-dan-rave-indonesia/). Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada sesuatu yang unik fenomena dugem di Indonesia yaitu kenyataan bahwa citranya yang telah menciptakan persepsi multidimensi dalam masyarakat, dan bahwa pelaku kultur itu sendiri tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan citra tersebut. Masyarakat umumnya memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai budaya clubbing, dance, dan rave di Indonesia. Secara garis besar pandangan masyarakat adalah sebagai berikut : Pertama, budaya ini dilihat sebagai ciptaan masyarakat, sebuah pengakuan bahwa masyarakat mempunyai kemapanan secara finansial untuk kebutuhan sekunder dan subordinat. Dengan tingginya statistik untuk konsumen berada di level “non-tax paying”, sebagian besar pemasar komersil dan perencana retail menggunakan ini sebagai potensi pasar yang besar; pengiklan juga menggunakan ilustrasi yang diasosiasikan dengan kuat ke

(26)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

budaya ini. Ketika dikatakan konsumen berada di level “non-tax paying”, itu adalah istilah ekonomi belaka untuk: mereka adalah remaja, setidaknya sebagian besar dari mereka.

Pandangan kedua menganggap bahwa kultur malam adalah alat peer-pressure dimana mereka mempelajari suatu susunan nilai yang baru, bukan pada apa yang benar atau salah, tetapi lebih kemampuan mereka mengikuti perkembangan jaman.

Pilihan mereka sendiri terpapar di depan mereka: apakah mereka mau mengkonsumsi ekstasi, minum alkohol sampai ‘tepar’, menemukan cinta, atau hanya mendengarkan musik, atau mungkin menghabiskan uang mereka. Pilihan itu ada di tangan mereka sendiri, dan apapun yang mereka pilih, apapun konsekuensi yang mereka ambil, itu akan membentuk karakter mereka.

Ketiga adalah bahwa dugem telah menjadi “kambing hitam” dalam masyarakat. Kultur dunia malam Indonesia adalah sasaran yang mudah untuk diselubungkan dengan citra negatif. Pengikutnya seringkali dianggap sebagai segerombolan anak muda yang hedonis dan penganut sekularisme dan yang perempuan hanyalah ‘lollipop barbie’. Sinetron menggunakan mereka sebagai target untuk diantagoniskan, menggambarkan kultur ini dimana orang-orang jahat berkumpul dan dimana kejadian buruk terjadi. Pendek kata, glamor itu salah, kesenangan adalah dosa. Banyak pengamat perilaku konsumen berteori bahwa ini adalah perlawanan masyarakat terhadap “the invisible hand”: kekuatan yang memegang pasar.

(27)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

Dugem yang merupakan salah satu gaya hidup masyarakat perkotaan secara tidak disadari telah menciptakan suatu tatanan yang mengatur dan mengikat beberapa individu-individu kedalam tatanannya. Dalam setiap sistem kehidupan masyarakat tertata aturan yang mengikat diantara mereka. Koentjaraningrat (1990:164) menjelaskan bahwa suatu sistem norma khusus diperlukan untuk menata suatu rangkaian tindakan berpola guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam masyarakat.4

Dugem saat ini terus mengalami perkembangan, banyak generasi muda yang menjadikan dugem sebagai gaya hidup mereka. Walaupun dugem sangat diidentikkan dengan berbagai hal yang berbau negatif, banyak pakar sosial yang melihat ada sisi- sisi positif dari kegiatan dugem karena dugem juga dekat dengan berbagai kemajuan teknologi. Maka dari itu diperlukan kontrol sosial dan budaya karena tanpa kontrol sosial dan budaya, dugem akan memunculkan determinasi teknologi yaitu kebebasan Aturan tersebut pada akhirnya akan membentuk sanksi-sanksi bagi komunitasnya, dimana ‘feedback’ dari sanksi tersebut berguna untuk melanggengkan peraturan yang ada agar terbentuk keharmonisan yang kontinu dalam komunitas tersebut. Dalam sebuah komunitas clubbers yang menjadikan dugem sebagai bagian dari kehidupan mereka, telah terbentuk semacam aturan yang mengharuskan siapa saja yang ingin masuk kedalam komunitas ini untuk mengikuti apa yang telah berlaku di dalam komnunitas tersebut.

4Koentjaraningrat menyebut norma khusus tersebut sebagai pranata. Paling tidak ada delapan macam pranata, yaitu; (1) Pranata kekerabatan (domestic institusions); (2) Pranata-ekonomi (economic institusions); (3) Pranata pendidikan manusia (educational institusions); (4) Pranata ilmiah (scientific institusions); (5) Pranata keindahan (aesthetic and recreational institusions); (6) Pranata religi (religious institusions); (7) Pranata ( political institusions); (8) Pranata keamanan dalam hidup (somatic institusions) (Koenjtaraningrat 1990:166-167).

(28)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

perkembangan dan penggunaan kemajuan teknologi tanpa memperdulikan implikasi sosial dari pengembangan dan penggunaan teknologi tersebut.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian ini bertipekan deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif.

Suatu penelitian yang bermaksud memberi gambaran secara terperinci mengenai tingkah laku para clubber dengan gaya hidup dugemnya. Untuk dapat mendeskripsikan tingkah laku ini diperlukan data primer yang akan dilakukan dengan penelitian lapangan. Sedangkan untuk memperoleh data sekunder dilakukan studi kepustakaan dan melalui bahan-bahan bacaan lain seperti : artikel-artikel, majalah, jurnal, koran, dan browsing internet.

Untuk memperoleh data primer, metode yang digunakan adalah observasi semi-partisipasi dan wawancara mendalam. Metode observasi semi-partisipasi dalam penelitian ini yaitu peneliti terlibat langsung dengan sebagian kegiatan dugem yang dilakukan para clubbers. Namun dalam beberapa kegiatan lainnya peneliti hanya sebatas sebagai pengamat. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk mengamati situasi sosial yang berhubungan dengan para clubber seperti karakteristik fisik para clubber, ekspresi para clubber, tingkah laku para clubber, serta aktifitas-aktifitas para clubber pada saat melakukan dugem. Observasi ini akan dibantu dengan alat perekam gambar atau kamera.

Metode wawancara mendalam digunakan untuk menggali informasi yang sebanyak-banyaknya dari informan dengan menggunakan pedoman wawancara yaitu

(29)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

interview guide (pedoman wawancara) yang telah disusun sebelumnya. Informan ditentukan secara snow ball untuk dapat memperoleh benang merah dari satu informan ke informan yang lain. Dengan cara snow ball akan diperoleh data-data yang akan menghubungkan satu informasi ke informasi lainnya, sehingga akan menjadi suatu kesatuan data yang mengarahkan peneliti kepada informan-informan yang mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Para informan yang menjadi sumber data tentunya adalah individu-individu yang terkait dan memiliki pengetahuan tentang dugem. Informasi yang diperoleh dari informan adalah tentang siapa saja para pelaku dugem, aktifitas-aktifitas para clubber, dan segala hal yang berkaitan dengan dugem. Jumlah informan telah disesuaikan dengan kebutuhan data dalam penelitian, sesuai dengan hasil wawancara yang menunjukkan pengulangan informasi.

Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah tahap analisa data. Tahap ini adalah tahap yang penting dan menentukan. Pada tahap inilah data akan dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil mengumpulkan kebenaran yang berguna untuk menjawab persoalan yang diajukan oleh peneliti ( Koentjaraningrat, 1998: 328). Dalam penelitian kualitatif, khususnya antropologi analisa data sesungguhnya telah dimulai sejak awal hingga selesainya penelitian. Analisa data adalah proses pengorganisasian dalam pengurutan data ke dalam pola, kategori, dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data (Moleong, 1993: 103).

(30)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

BAB II

Gambaran Umum Clubbers

2.1. Pusat-Pusat Hiburan di Kota Medan

Perkembangan Kota Medan tidak terlepas dari dimensi historis, ekonomi dan karakteristik Kota Medan itu sendiri, yakni sebagai kota yang mengemban fungsi yang luas dan besar, serta sebagai salah satu dari 3 (tiga) kota metropolitan terbesar di

(31)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

Indonesia (Yin, 2003). Lebih jauh dijelaskan Yin bahwa realitasnya, Kota Medan kini memiliki fungsi yaitu :

1. Sebagai pusat pemerintahan daerah, baik pemerintahan Propinsi Sumatera Utara, maupun kota Medan, sebagai tempat kedudukan perwakilan/ konsultan negara- negara sahabat, serta wilayah kedudukan berbagai perwakilan perusahaan, bisnis, keuangan di Sumatera Utara.

2. Sebagai pusat pelayanan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat Sumatera Utara seperti: Rumah sakit, Perguruan Tinggi, Stasiun TVRI, RRI, dan lain-lain, termasuk berbagai fasilitas yang dikembangkan swasta, khususnya pusat-pusat perdagangan maupun perbelanjaan baikpasar tradisional dan modern.

3. Sebagai pintu gerbang regional/internasional/kepariwisataan untuk kawasan Indonesia bagian Barat.

Berdasarkan hal tersebut maka sudah sewajarnya bila Kota Medan menjadi salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Wujud perkembangan ini antara lain ditandai dengan bertambahnya berbagai tempat- tempat hiburan yang meramaikan Kota Medan. Seperti halnya kota-kota besar lain di Indonesia, perkembangan tempat-tempat hiburan di Kota Medan sangat pesat. Hal ini sangat dimungkinkan karena para pemilik modal melihat Kota Medan sebagai wilayah yang memiliki potensi besar sebagai tempat membuka usaha hiburan.

Padatnya kegiatan masyarakat Kota Medan menuntut mereka untuk mencari hiburan.

Saat ini, tempat-tempat hiburan tidak hanya berada dalam satu tempat khusus seperti taman bermain yang dulu pernah ada di Kota Medan yaitu Taman Ria. Perkembangan

(32)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

tempat-tempat hiburan di Kota Medan telah memberikan banyak pilihan bagi masyarakat Kota Medan dalam hal memilih hiburan.

Salah satu yang sangat berkembang di Kota Medan adalah tumbuh pesatnya berbagai tempat-tempat hiburan yang berada di dalam sebuah pusat perbelanjaan modern. Saat ini pusat-pusat perbelanjaan modern yang ada di Kota Medan umumnya telah dipadukan dengan konsep entertaint. Saat ini, pengunjung mall bisa menemukan beragam wahana yang bisa memberikan hiburan di tengah rutinitas sehari-hari. Hal ini disebabkan karena mall kini bukan sekadar tempat belanja, tetapi telah diafiliasikan dengan konsep nuansa entertaint. Dari situlah kemudian hadir berbagai arena bermain bagi anak-anak, kafe-kafe yang menawarkan suasana nyaman hingga arena bermain billiard, karaoke dan diskotik. Pusat-pusat perbelanjaan yang menawarkan nuansa entertaint yang ada di kota Medan antara lain:

• Grand Palladium Mall ● Sun Plaza

• Thamrin Plaza ● Medan Plaza

• Millenium Plaza ● Plaza Medan Fair

• Medan Mall ● Deli Plaza

Sebagai kota terbesar keempat di Indonesia, Medan memiliki peran strategis.

Secara geografis, di sebelah Barat, Timur dan Selatan, kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang yang dikenal kaya dengan sumber daya alamnya. Di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, salah satu jalur lintas laut paling sibuk (padat) di dunia. Kota Medan juga didukung daerah yang kaya sumber alam lainnya seperti Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan,

(33)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis ini mendorong perkembangan kota dalam 2 (dua) kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu Belawan dengan pelabuhannya dan pusat Kota Medan itu sendiri. Pertumbuhan kota yang berpenduduk kurang-lebih 2.006.142 jiwa ini (Data BPS 2004) ternyata diikuti dengan berkembangnya tempat hiburan malam.

Tak heran bila kemudian kota yang memiliki luas 26.510 hektar atau 265,10 km² ini dikenal sebagai salah satu barometer hiburan malam untuk wilayah Sumatra –setelah Batam tentunya.

Menurut Wara Sinuhaji, hiburan malam muncul di Medan seiring dengan redupnya pamor bioskop (dalam http://www.popular-maj.com/content/Preview/

Liputankhusus/042006/). Lebih lanjut dijelaskan Wara Sinuhaji bahwa bumbu nafsu birahi yang belakangan menyertai gemerlapnya hiburan malam tak lepas dari sikap masyarakat yang makin hedonis. Sikap ini muncul lantaran tak sanggup membentengi diri dari gaya hidup kapitalis. Akhirnya, berbagai cara dilakukan guna mendapatkan

(34)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

produk-produk kapitalis tersebut, tak berlebihan bila aktifitas hiburan malam terus menggeliat di kota yang terdiri dari 21 kecamatan ini.

Hadirnya berbagai tempat-tempat hiburan Kota Medan yang ikut memicu berkembangnya kehidupan malam Kota Medan merupakan sebuah fenomena yang menarik. Hiburan dan kehidupan malam di Kota Medan sebenarnya sudah ada sejak era tahun 1970-an. Hanya saja pada tahun itu hiburan malam hanya bisa dinikmati oleh orang tua saja. Hal ini disebabkan pengawasan orang tua pada anak-anaknya pada masa itu masih sangat ketat. Pada tahun 1980-an, kehidupan malam di Kota Medan semakin semarak. Hal itu ditandai dengan munculnya berbagai pesta yang sering diadakan di diskotik-diskotik pada saat itu. Pesta yang diadakan pada tahun 1980-an semakin meriah dengan munculnya budaya breakdance atau tari kejang. Saat itu kehadiran budaya baru ini masih mengalami penolakan dari masyarakat (http://nirwansyahputra.wordpress.com/2008/02/05/ini-medan-bung/). Lebih lanjut dijelaskan walaupun akhirnya breakdance diterima oleh masyarakat, jam malam kehidupan malam anak muda Medan hanya dibatasi mulai dari jam 7 hingga pukul 11 malam. Hal ini sangat berbeda bila dibandingkan jam malam anak muda Kota Medan saat ini yang bisa sampai menjelang pagi. Memasuki era tahun 1990-an hingga era milenium geliat kehidupan malam Kota Medan terus meningkat. Hal ini ditandai dengan munculnya pusat-pusat hiburan malam yang seakan tak mau kalah dibanding kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Makasar, Bandung, dan juga Batam.

Selain terus berkembang, kehidupan malam Kota Medan juga telah dibumbui dengan kehadiran narkoba dan seks bebas. Indikasinya semakin kuat terasa dengan

(35)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

munculnya pusat hiburan malam beraroma hedonis. Jenisnya pun beraneka ragam, mulai dari salon, panti pijat, cafe, karaoke, club/bar, hotel, hingga diskotik.

Segmentasi pasarnya pun beragam. Hal ini juga diikuti dengan tingginya animo masyarakat Kota Medan yang menggandrungi berbagai tempat hiburan yang memang di buka pada malam hari hingga menjelang pagi.

Tingginya animo masyarakat itulah yang kemudian membuat kehidupan malam Kota Medan terus berkembang dengan pesat dan meunculkan berbagai pilihan tempat-tempat hiburan malam. Di era globalisasi ini, tempat-tempat hiburan malam banyak sekali di huni oleh kalangan anak muda dan para remaja. Hal ini disebabkan para pengusaha tempat-tempat hiburan malam biasanya tidak pandang bulu dalam melihat konsumennya. Bagi para pengusaha hiburan malam, latar belakang pendidikan, klasifikasi umur, bermacam status sosial dipandang sama oleh perusahaan asalkan sama-sama menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini memerlukan pengawasan bagi para pembuat kebijakan dan para aparat penegak hukum agar para pengusaha hiburan malam memberikan batasan umur yang jelas bagi para pengunjungnya agar generasi bangsa ini dapat diselamatkan.

MERDEKA WALK

Merdeka Walk merupakan salah satu tempat hiburan terbaru di Kota Medan.

Merdeka Walk didirikan di atas lahan seluas 6.600 m2 oleh PT Orange Indonesia Mandiri dengan dukungan dari Pemerintah Kota Medan, diperuntukkan bagi cafe, restaurant, lokasi pameran, pagelaran acara, hiburan, serta mainan anak-anak.

(36)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

Merdeka Walk adalah sebuah pusat makanan, informasi, dan rekreasi yang terletak di sisi Barat Lapangan Merdeka (alun-alun Kota Medan), dan merupakan lokasi yang paling strategis karena berada di titik pusat kota. Konsep paduan cafe tenda-tenda besar juga tempat jajanan makanan baik di dalam maupun yang terbuka, serta berbagai aktivitas pameran, kegiatan promosi maupun hiburan, menjadikan area tersebut sebuah sentral pertemuan untuk aktifitas warga. Merdeka Walk merupakan lahan hiburan yang akan menjadi satu kesatuan dengan sebuah mall yang akan dibangun yaitu The City Hall Town Square, yang terdiri dari Hotel bintang lima yang terintegrasi dengan The City Walk, The Deli River Cafe, dan The City Hall Club.

Konsep yang ditawarkan merupakan yang pertama di Medan. Merdeka Walk memiliki berbagai warung dan stan yang ditutupi dengan tenda bertaraf Internasional dengan konsep ruangan terbuka dan tertutup, tersedia restaurant franchise dan non- franchise lengkap dengan aneka makanan dan minuman.

Merdeka Walk juga menjadi salah satu tempat berkumpulnya anak-anak muda Kota Medan baik pada siang hari maupun pada malam hari, sebab di Merdeka Walk terdapat berbagai pilihan hiburan, mulai dari stan pijat refleksi, shisha (rokok ala Lebanon), hingga stan sebuah stasiun radio swasta. Kedai-kedai dan kafe-kafe di Merdeka Walk juga menawarkan makanan yang sangat beragam. Ada kedai makanan khas Indonesia, kedai makanan barat, dan gerai makanan cepat saji dari negeri sebrang. Ada juga restoran yang menyediakan dim sum (makanan khas Cina) atau bahkan makanan Jepang cepat saji. Di Merdeka Walk juga terdapat ‘hot spot’

(sambungan langsung untuk internet tanpa menggunakan kabel) yang memudahkan

(37)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

mengakses internet, dengan menggunakan laptop. Kehadiran Merdeka Walk ikut melengkapi berbaga tempat hiburan yang terus memanjakan warga Medan.

• KARAOKE

Karaoke merupakan salah satu tempat hiburan malam yang banyak diminati penikmat hiburan malam. Karaoke adalah jenis hiburan yang menyediakan sebuah ruangan untuk bernyanyi. Saat ini tempat-tempat karaoke di Kota Medan juga beragam. Mulai dengan fasilitas dan layanan elit hingga sarana yang terkesan sembarangan dan murahan. Ada beberapa lokasi karaoke di Medan yang cukup memikat untuk dikunjungi para penikmat dunia malam di antaranya : Classical yang berada di Capital Building lantai 6 (enam), Stroom di Selecta Building, Station di Hotel Tiara Medan, De Brand di Millennium Plaza, Fair Ebony di Emerald Garden Int'l Hotel, Rainbow di Best Western Hotel, ada juga Jet Plane di Plaza Medan Fair yang tidak pernah dipublikasikan keberadaannya, tetapi juga tetap menjadi pilihan banyak orang. Karaoke memang bukanlah tempat hiburan yang hanya buka pada malam hari, namun saat ini tempat-tempat karaoke umumnya buka pada malam hari dan menjadi salah satu pilihan bagi para penikmat hiburan malam.

• Billiard

Selain karaoke, billiard juga tengah booming di Medan. Beberapa bulan terakhir ini, puluhan rumah billiard muncul di berbagai kawasan di Kota Medan. Ada

(38)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

beberapa lokasi bermain billiard di Kota Medan yang cukup menarik, yakni Domino Bilyard, Jump Shot, Legend, Portal, dan Solar Pool Lounge. Biasanya, setiap rumah billiard menerapkan tarif Rp. 20.000 untuk bermain di meja biasa hingga Rp. 95.000 per jam di ruang VIP.

Saat ini rumah billiard tidak lagi hanya diisi oleh meja-meja billiard saja. Hal ini disebabkan karena sekarang beberapa rumah billiard telah memadukan antara konsep olahraga dengan entertainment. Beberapa rumah billiard kini telah memberikan hiburan musik bagi para pengunjungnya mulai dari penampilan DJ hingga live music. Hal ini semakin memanjakan pencinta kehidupan malam Kota Medan.

• HOTEL

Kehadiran hotel-hotel dengan berbagai kelas juga merupakan salah satu faktor yang menunjang berkembangnya kehidupan malam Kota Medan. Saat ini, berbagai hotel kelas Melati banyak dibuka dengan beragam tawaran menarik untuk para pemburu syahwat, mulai dari para WTS (wanita tuna susila) yang menawarkan tubuhnya, pijat plus-plus, dan lain sebagainya.

Menurut Wara Sinuhaji, aktifitas kehidupan malam di Medan, tak lepas dari aroma hedonisme (dalam http://www.popular-maj.com/content/Preview/Liputan khusus/042006/). Lebih lanjut dijelaskan Wara Sinuhaji bahwa aktifitas berburu syahwat mungkin dapat disebut sebagai salah satu bentuk produk kultural manusia yang paling tua. Dari waktu ke waktu selalu saja ada kreasi yang dilakukan, mulai

(39)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

dari yang terang-terangan hingga yang terselubung atau pun dibungkus lewat aktifitas hiburan malam.

• SALON PLUS-PLUS

Remang-remang Medan seolah tak lengkap tanpa kehadiran layanan seks kilat yang tak berhubungan dengan hiburan. Salon X adalah salah satu contoh. Salon plus- plus ini menawarkan aroma hedonis bagi tamu yang berminat. Seperti salon lain pada umumnya di sini juga tersedia paket lulur dan mandi susu. Namun paket lulur dan mandi susu di salon ini cenderung lebih diminati oleh kaum laki-laki. Hal ini disebabkan karena para wanita pramuria di salon ini mampu memberikan pelayanan plus-plus bagi para pengunjungnya.

• WARKOP

Warkop, singkatan dari warung kopi, adalah julukan yang diberikan masyarakat Medan untuk cafe tenda. Ada beberapa warkop yang menjadi tempat

“nongkrongnya” anak muda Kota Medan hingga larut malam, salah satunya adalah warkop Harapan. Warkop Harapan juga sering disebut café Sudirman. Disebut begitu, karena asal mulanya adalah beberapa warung kopi yang mangkal di belakang sekolah Yayasan Harapan di jalan Sudirman. Dimulai dari persimpangan jalan Sudirman, café ini berserak di setiap sudut jalan hingga ke arah jalan Multatuli. Setiap warung kopi yang berada di sepanjang jalan tersebut dikatakan warkop Harapan dan untuk membedakan satu warung dengan warung lainnya biasanya warkop-warkop tersebut memberikan nama untuk warkop mereka. Warkop Harapan sangat terkenal di Kota

(40)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

Medan, begitu tersohornya sehingga tidak jarang orang terkenal alias selebriti yang menyempatkan diri untuk singgah di tempat nongkrong khas anak muda ini. Warkop juga menjadi persinggahan para penikmat hiburan malam yang disebut clubbers, biasanya mereka menjadikan warkop sebagai tempat untuk istirahat sejenak dari diskotik di Medan. Seperti yang dikatakan Yudha (bukan nama asli) salah satu clubbers yang juga suka hang-out di warkop Haparapan :

“Kalo udah ngerasa bosen dengan suasana Retro kami biasanya nongkrong di warkop Harapan. Ya..buat nyegerin badan yang udah rada capek, minum-minum kopi, ngobrol- ngobrol, pokoknya yang bisa ngilangin pening kepala.”

Warkop juga menjadi tempat untuk menghilangkan mabuk dan bau alkohol bagi sebagian clubbers yang tidak ingin diketahui sedang mabuk oleh orang tua mereka.

Seperti yang dikatakan Anif (bukan nama asli) :

“Biasanya kami nongkrong di Warkop kalo retro udah tutup.

Aku sendiri biasanya kesini buat ngilangin mabuk dan bau minuman dari mulut. Habis ngobrol-ngobrol, minum kapucino, trus baru pulang”

Keberadaan wanita ABG (anak baru gede) yang ikut meramaikan warkop juga menjadi daya tarik pemburu nafsu hedonis untuk menyambangi Warkop Harapan.

Kalau bicara kehidupan malam di Medan, tidak bisa dilepaskan dari Warkop Harapan, selain warkop Harapan juga terdapat banyak warkop-warkop lain yang berserakan dari arah persimpangan Juanda, Sisingamangaraja, Jalan Halat, simpang Medan Area, jalan AR Hakim, jalan Gajah Mada sampai setiap kawasan kampus di seluruh Kota Medan.

(41)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

2.2. Penikmat Hiburan Malam Kota Medan

Hiburan adalah salah satu kebutuhan manusia yang mendasar dan sebagai mahluk sosial manusia sangat membutuhkan hiburan. Untuk memenuhi kebutuhannya akan hiburan manusia telah menciptakan berbagai hiburannya sendiri mulai dari beratus-ratus tahun yang lalu bahkan mungkin lebih lama. Mulai dari berbagai permainan tradisonal, tarian tradisonal, hingga pertandingan antar manusia seperti pertandingan gladiator di Italia adalah merupakan bentuk hiburan yang diciptakan manusia untuk memberikan kesenangan bagi dirinya. Seiring dengan perkembangan zaman, jenis hiburan untuk manusia pun terus bertambah. Kemajuan teknologi adalah salah satu faktor pendukung berkembangnya berbagai jenis hiburan manusia. Saat ini, manusia tinggal memilih berbagai jenis hiburan yang cocok untuk dirinya.

Salah satu hiburan yang berkembang saat ini adalah munculnya berbagai tempat dan jenis hiburan malam. Hiburan malam adalah hiburan yang hanya ada dan muncul ketika malam hari. Umumnya hiburan malam selalu identik dengan hal-hal yang berhubungan dengan syahwat dan hura-hura. Saat ini hiburan malam sangat berkembang dengan pesat khususnya di daerah kota-kota besar di Indonesia. Budaya hedonisme yang dianggap sebagai nenek moyangnya hiburan malam kini berkembang pesat menjadi primadona bagi sebagian masyarakat kota yang menyenangi hingar bingar kehidupan malam. Sebagai kota terbesar keempat di Indonesia, Medan memiliki peran strategis bagi para pengusaha hiburan malam untuk mengembangkan usahanya.

(42)

Muhammad Liyansyah : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective), 2009.

USU Repository © 2009

Geliat kehidupan malam Kota Medan ditandai dengan munculnya berbagai pusat hiburan malam di setiap penjuru kota. Hal ini seakan ingin menunjukkan bahwa Kota Medan tidak kalah dibanding kota besar lainnya seperti Jakarta, Denpasar, Surabaya, Makassar, Bandung, juga Batam. Indikasinya semakin kuat terasa dengan munculnya pusat hiburan malam beraroma hedonis. Jenisnya pun beraneka ragam, mulai dari salon, panti pijat, cafe, karaoke, club/bar, hotel, hingga diskotek dan segmentasi pasarnya pun beragam (http://www.popular-maj.com/

content/Preview/Liputankhusus/042006/).

Penikmat hiburan malam Kota Medan memang datang dari berbagai kalangan mulai dari para siswa, mahasiwa, hingga para eksekutif muda. Hiburan malam yang dipilih pun beraneka ragam. Secara garis besar penikmat hiburan malam Kota Medan dapat dibagi ke dalam beberapa bagian berdasarkan jenis hiburan yang mereka pilih, berikut ini adalah beberapa penikmat hiburan malam Kota Medan.

• Penikmat Karaoke

Penikmat karaoke umumnya adalah para penikmat hiburan malam yang lebih mementingkan privatisasi karena tempat-tempat karaoke umumnya memiliki ruangan-ruangan yang memisahkan antara satu pelanggan dengan pelanggan lainnya.

Penikmat karaoke menjadikan ruangan karaoke sebagai tempat melepaskan berbagai ekspresi mereka secara bebas. Mulai bernyanyi sekeras mungkin, tertawa lepas, hingga berteriak sekeras yang mereka inginkan. Penikmat karaoke bisa datang dari berbagai kalangan mulai dari anak muda hingga orang tua. Karaoke merupakan salah satu tempat hiburan malam yang banyak diminati penikmat hiburan malam

Gambar

Gambar 1. Para Penikmat Karaoke.
Gambar 2. Para wanita yang memeriahkan salah satu acara di Retrospective
Gambar 3. Retrospective yang baru selesai di renovasi
Gambar 4. Clubbers yang sedang asik ngobrol dan minum
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan terhadap 200 orang responden, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pasar modern mampu mempengaruhi gaya hidup remaja di kota Medan serta mengetahui

Gambaran mengenai gaya hidup yang dimiliki oleh pengunjung kafe di Jatinangor penting untuk ditelaah untuk dapat memahami karakteristik mereka sebagai konsumen.. Dengan

Gaya hidup konsumtif memiliki banyak pengaruh yang membawa perubahan pada mahasiswa, baik perubahan penampilan dan perilaku, perubahan pada penampilan tersebut adalah

Gaya hidup guru sebelum adanya program sertifikasi mendapatkan tunjangan profesi guru, pada umumnya berperilaku hidup sederhana, dalam berpenampilan tidak harus bermerek tetapi

Menyatakan bahwa Karya Ilmiah atau Skripsi Saya yang berjudul Perubahan Gaya Hidup Konsumtif (Studi pada Gaya Hidup Fashion Mahasiswa Laki - laki Kangean UMM)

Selain dampak positif juga terdapat dampak negatif dari gaya hidup hedon yaitu orang dengan gaya hidup hedon cenderung ingin melakukan sesuatu hal yang baru dan

Agar memiliki gaya hidup sehat, usahakan untuk berbahagia dan berpikir positif setiap bangun pagi, misaln- ya dengan berpikir bahwa pekerjaan yang harus dihadapi hari itu

Bourdieu menempatkan gaya hidup dalam sebuah rangkaian atau sebuah proses sosial panjang yang melibatkan modal, kondisi objektif, habitus, disposisi, praktik, gaya hidup,