• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : SARI HOTNA SIMBOLON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : SARI HOTNA SIMBOLON"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

DITINJAU DARI UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

SARI HOTNA SIMBOLON 170200281

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM

PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

DITINJAU DARI UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

SARI HOTNA SIMBOLON 170200281

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof.Dr.Rosnidar Sembiring,S.H.,M.Hum NIP. 196602021991032002

Dosen Pembimbing I: Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS Syamsul Rizal,SH.,M.Hum NIP : 196204211988031004 NIP:19640216198911101

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sari Hotna Simbolon NIM : 170200281

Judul : Akibat Hukum Terhadap Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir Ditinjau dari UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa skripsi ini adalah benar dari penelitian saya sendiri dan tidak menjiplak ataupun mengambil hasil karya orang lain maupun dibuatkan orang lain.

2. Apabila terbukti bahwa saya melakukan kecurangan ataupun pelanggaran,maka saya bersedia untuk bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Medan, Maret 2021

SARI HOTNA SIMBOLON

NIM. 170200281

(4)

segala berkat dan karunianya yang berlimpah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan suatu kewajiban bagi setiap mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi yang berjudul “AKIBAT HUKUM TERHADAP KETERLAMBATAN KONSUMEN PEMBAYARAN CICILAN MOTOR PADA CV PANDU MITRA MOTOR CABANG PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR DITINJAU DARI UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan.

Oleh karena itu penulis seraya minta maaf sekaligus sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan dan kemanfaatannya.

Kedua Orang Tua penulis yang tercinta, Bapak Nasip Simbolon dan Ibu Nursani Tambunan yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam mendidik dan membimbing anaknya untuk menjadi orang yang berhasil, dan juga tiada hentinya mencari rezeki dari terbit fajar hingga terbenam matahari untuk menafkahi keluarga dan membiayai pendidikan penulis hingga saat ini, serta keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi hingga saat ini, terima kasih atas doa yang tiada henti.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

(5)

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Dr.Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Prof.Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., MS, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk memberikan masukan, bimbingan, arahan, saran, serta ilmu yang sangat bermanfaat dalam proses penelitian skripsi ini.

8. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk memberikan masukan, bimbingan, arahan, saran, serta ilmu yang sangat bermanfaat dalam proses penelitian skripsi ini.

9. Almarhum Dr. Muhammad Hamdan, SH., M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik Peneliti yang telah membimbing peneliti selama peneliti menimba ilmu perkuliahan di Fakultas Hukum Universita Sumatera Utara.

(6)

Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik peneliti di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12. Terima kasih kepada Saudara/I peneliti, Sofia Simbolon, Ebby Simbolon, Tutur Simbolon, Okto Simbolon, Bungaran Simbolon, yang telah memberikan semangat dan motivasi selama perkuliahan penulis dan saat mengerjakan skripsi.

13. Terima kasih untuk Sahabat peneliti sedari SMP sampai dengan sekarang, Rheka Gurning dan Apriwanta Sitanggang, yang turut mendoakan serta memberikan nasehat dan juga semangat.

14. Terima Kasih untuk Sahabat peneliti di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Cristi Marta Gusnita Manihuruk, yang selalu memberikan motivasi dan membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi. Terimakasih untuk tetap mengingatkan peneliti dan memberikan dorongan untuk tetap berusaha serta memberikan keceriaan selama menjalani masa perkuliahan.

15. Terima Kasih untuk Sahabat peneliti di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Kharisma Sitanggang, yang selalu mendengarkan keluh kesah peneliti baik selama perkuliahan sampai dengan penyusunan skripsi.

Terimakasih selalu mengingatkan peneliti untuk ingat akan Tuhan.

(7)

dimasa perkuliahan sampai sekarang.

17. Terima Kasih untuk teman sekampung peneliti di Kabupaten Samosir Sumatera Utara, Intan Sitanggang, Intan Situmeang, Indah Simbolon yang memberikan semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi, terimakasih untuk segala masukan dan nasehat selama perkuliahan.

18. Terima kasih kepada teman-teman klinis PTUN, Perdata, dan Pidana atas kekompakan dan kerjasamanya.

19. Terima kasih kepada Idol Thailand penulis, Gulf Kanawut dan Mew Suppasit yang menjadikan hari-hari penulis berwarna dan terus semangat dalam menulis skripsi ini.

20. Terima kasih kepada keluarga GMNI USU yang telah memberikan semangat dan keceriaan selama menjalani penulisan skripsi.

21. Terima kasih kepada semua pihak yang belum disebutkan dan telah membantu dalam penyelsaian penelitian skripsi ini

Peneliti menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datan dan semoga bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 2021

Penulis

(8)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metode Penelitian... 13

G. Sistematika Penulisan... 19

BAB II HUBUNGAN HUKUM KONSUMEN DENGAN CV PANDU MITRA MOTOR CABANG PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR A. Hubungan Hukum Antara Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir ... 22

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir 1. Hak dan Kewajiban Pihak Debitur (Konsumen) ... 30

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ... 32

(9)

Pangururan Kabupaten Samosir ... 32 BAB IIII PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA CV PANDU MITRA MOTOR CABANG PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

A. Perjanjian Jual Beli pada CV Pandu Mitra Motor Cabang

Pangururan Kabupaten Samosir ... 38 B. Bentuk Perjanjian Jual Beli pada CV Pandu Mitra Motor Cabang

Pangururan Kabupaten Samosir ... 42 C. Tahap Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli pada CV Pandu Mitra

Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir ... 50 BAB IV AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL TERHADAP KETERLAMBATAN KONSUMEN PEMBAYARAN CICILAN MOTOR PADA CV PANDU MITRA MOTOR CABANG PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

A. Sanksi Pelanggaran dalam Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir ... 53 B. Hambatan yang Timbul dalam Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir ... 56

(10)

Pangururan Kabupaten Samosir ... 60 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ………..70

(11)

Syamsul Rizal***

Penelitian yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai pelaksanaan perjanjian jual beli dan hubungan hukum para pihak dalam perjanjian jual beli serta akibat hukum dari perjanjian jual beli pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir.

Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:(1)Hubungan Hukum Konsumen dengan CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir.(2)Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir.(3)Akibat Hukum yang Timbul Terhadap Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis empiris atau dengan kata lain disebut dengan penelitian hukum sosiologis yaitu sebuah metode penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian nyata atau dapat dikatakan melihat, meneliti, bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat. Penelitian yuridis empiris bisa pula digunakan untuk meneliti efektivitas bekerjanya hukum didalam masyarakat. Sumber data yang dipergunakan ialah terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yang menggunakan teknik penngumpulan data studi kepustakaan dan studi wawancara yang mendalam ke lapangan (CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir).

Dari penelitian yang dilakukan bahwa:(1)Hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen telah terjadi ketika pelaku usaha memberikan janji-janji serta informasi-informasi terkait barang dan/atau jasa, karena sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak, baik pelaku usaha dan konsumen.(2)CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir memperjual belikan sepeda motor dengan pembayaran cicilan (angsuran) melalui lembaga pembiayaan yang dimana terdapat kontrak dan didalamnya berisi pasal perjanjian yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.(3)Akibat hukum yang diterima oleh pihak konsumen adalah menerima teguran secara tertulis atau peringatan tertulis serta penjatuhan denda. Apabila semua teguran tertulis (somasi) yang diberikan sebayak dua kali dihiraukan oleh debitur (konsumen) yang wanprestasi, maka lembaga pembiayaan (leasing) berhak melakukan tindakan yang lebih tegas lagi, yaitu dengan melakukan penarikan kendaraan bermotor yang berada dalam kekuasaan pihak debitur.

Kata Kunci : Jual beli, Motor, Cicilan

*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

** Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

***Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

(12)

1. Latar Belakang Masalah

Persekutuan komanditer atau Commanditaire Vennotschap dalam bahasa Belanda adalah persekutuan firma yang memiliki satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang, atau tenaga sebagai pemasukan pada persekutuan (sebagai modal), namun dia tidak ikut campur dalam pengurusan atau penguasaan persekutuan, dan tanggung jawabnya terbatas sampai pada sejumlah uang yang dimasukkannya.

Artinya, sekutu komanditer tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap persekutuan komanditer, sebab hanya sekutu komplementerlah yang diserahi tugas untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga (Pasal 19 KUH Dagang).1

Dalam upaya untuk mewujudkan hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen, perlu ditingkatkan suatu penyelenggaraan perlindungan konsumen, sehingga pemerintah perlu menuangkan perlindungan konsumen dalam suatu produk hukum. Hal ini penting karena hanya hukum yang memiliki kekuatan untuk memaksa pelaku usaha untuk mentaatinya, dan juga hukum memiliki sanksi yang tegas. Mengingat dampak penting yang dapat ditimbulkan akibat tindakan pelaku usaha yang sewenang-wenang dan hanya mengutamakan keuntungan dari bisnisnya sendiri, sehingga pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi konsumen yang posisinya memang lemah, di samping ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen belum memadai (Penjelasan Undang-Undang

1Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Jakarta:

Kencana 2017, hal 93.

(13)

Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen) Hal ini menunjukan bagaimana keterbatasan kemampuan hukum dalam melindungi kepentingan konsumen. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen). Kepastian hukum itu meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha sebagai penyedia kebutuhan konsumen. (Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen). Pembentukan undang- undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat sangat dibutuhkan walaupun kemampuan hukum itu sendiri terbatas, di samping kemudahan dalam proses penyelesaian perkara sengketa konsumen yang timbul karena kerugian yang bersifat materil maupun yang bersifat immaterial sebagai akibat pemakaian, penggunaan dan/atau pemanfaatan produk oleh masyarakat konsumen. Undang-Undang Perlindungan konsumen ini memang sengaja dibentuk dengan beberapa pertimbangan, antara lain karena ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum memadai. Selain itu, dalam era globalisasi, pembangunan perekonomian nasional harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peraturan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru untuk mendorong iklim berusaha yang sehat dan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha

(14)

mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga dapat melahirkan perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan. Tetapi dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen juga menjelaskan kewajiban konsumen terhadap pelaku usaha, yang dimana hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa banyak konsumen yang tidak melakukan kewajibannya dengan baik atau dengan kata lain disebut wanprestasi. Penyelesaian sengketa yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha dijelaskan pada UUPK.

Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overseen-komst (dalam bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian, meskipun demikian dalam uraian selanjutnya penulis memakai istilah kontrak untuk perjanjian yang sebenarnya memiliki arti yang hamper sama.

Kontrak adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut, menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis).

Dengan demikian, kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hukum formal, asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah. 2 Pelaksanaan sebuah perjanjian, bentuk perjanjian-perjanjian yang dibuat ini pada dasarnya berbentuk bebas. Dapat diadakan secara lisan, dan dapat pula diterapkan dalam bentuk tulisan. Namun perjanjian yang diterapkan dalam bentuk tulisan biasanya digunakan hanya sebagai alat bukti semata.3 Pembuktian dengan adanya

2Ibid, hal 39.

3Wan Sadjaruddin, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, Medan: USU Press 1992, hal 24.

(15)

perjanjian tertulis tentu akan membantu dari aspek legalitas. Sebab dalam perkara perdata, bukti surat menjadi sebuah pertimbangan hakim dalam memutus sebuah perkara perdata di lembaga peradilan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian dalam bentuk tertulis sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan- kemungkinan terjadinya sengketa di kemudian hari. Apabila melihat ketentuan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berisi mengenai peraturan perikatan. Pada Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-Undang BW (KUHPerdata) sebagai Undang-Undang mulai berlaku atau diumumkan secara resmi pada tanggal 30 April 1847 (St. No. 23/1847).Dari tahun pengundangannya jelas dapat kita ketahui, BW yang dalam Buku III mengatur hukum perjanjian adalah Undang-Undang Produk Kolonial Belanda.4

Perjanjian dapat dimaknai sebagai pelaksanaan dari sebuah kesepakatan antara dua pihak atau lebih. Untuk mengetahui arti sebenarnya dari suatu perjanjian tidaklah mudah karena banyak pendapat para ahli hukum didalam memberikan rumusan perjanjian tersebut. Penulis merasa perlu memberikan beberapa pengertian perjanjian menurut para sarjana. Buku III KUH Perdata berbicara tentang perikatan (verbintenis) yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak dengan beberapa syarat yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan Undang-Undang.5 Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa “Perjanjian adalah suatu perbuatan yang satu atau orang lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

4M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni 1986, hal 3.

5Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia 2009, hal 39.

(16)

Pengertian perjanjian menurut Wrijono Prodjodikoro, Perjanjian adalah “sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut janji itu”6 Pendapat yang hampir sama juga disebutkan oleh Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian ialah suatu suatu hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam bidang harta kekayaan, dengan mana pihak yang satu berhak atau prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.7 Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut hanya menyebutkan sebagai suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dari berbagai defenisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa: Pertama, kontrak tersebut merupakan media atau piranti yang dapat menunjukkan apakah suatu perjanjian dibuat sesuai dengan syarat sahnya perjanjian. Kedua, kontrak tersebut dibuat secara tertulis untuk dapat saling memantau diantara para pihak, apakah prestasi telah dijalankan atau bahkan telah terjadi suatu wanprestasi. Ketiga, kontrak tersebut sengaja dibuat sebagai suatu alat bukti bagi mereka yang berkepentingan, sehingga apabila ada pihak yang dirugikan telah memiliki alat bukti untuk mengajukan suatu tuntutan ganti rugi kepada pihak lainnya.8

Akibat hukum suatu kontrak pada dasarnya lahir dari adanya hubungan hukum dari suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban inilah yang merupakan salah satu bentuk dari akibat hukum

6Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju 2000, hal 7.

7Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni 1994, hal 3.

8Hasanuddin Rahman, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis, Contract Drafting Bandung: Citra Aditya Bakti 2003, hal 1.

(17)

suatu kontrak. Kemudian, hak dan kewajiban ini tidak lain adalah hubungan timbal balik dari para pihak, maksudnya kewajiban dipihak pertama merupakan hak bagi pihak kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak kedua merupakan hak bagi pihak pertama. Jadi akibat hukum disini tidak lain adalah pelaksanaan dari suatu kontrak itu sendiri.9

Berdasarkan latar belakang diatas, serta keadaan yang ada dan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas pelaksanaan perjanjian jual beli kendaraan bermotor secara angsuran atau cicilan, maka penulis berusaha mengadakan penelitian yang akan diwujudkan dalam suatu penulisan hukum (skripsi) dengan judul: “Akibat Hukum Terhadap Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir Ditinjau dari UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Hubungan Hukum Konsumen dengan CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir?

2. Bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir ?

3. Bagaimana Akibat Hukum yang Timbul Terhadap Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir?

9Ibid, hal 12.

(18)

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penulisan dan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Hubungan Hukum Konsumen dengan CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir.

2. Untuk mengetahui Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir

3. Untuk mengetahui Akibat Hukum yang timbul terhadap Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir.

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum keperdataan, yang terkhusus berkaitan dengan perjanjian jual beli dan wanprestasi yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa keperdataan.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lainnya dalam penulisan-penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan.

b. Agar menambah pengetahuan kepada masyarakat berkaitan dengan penyelesaian sengketa perdata yang berkaitan dengan wanprestasi.

c. Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi pelaksanaan penyelesaian sengketa wanprestasi.

(19)

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan beberapa Universitas yang ada di Indonesia baik secara fisik maupun online khususnya Fakultas Hukum, tidak didapati judul skripsi Akibat Hukum Terhadap Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir Ditinjau dari UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Namun ada beberapa judul penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian jual beli kendaraan bermotor , diantaranya:

Rizki Nurul Huda (2013) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitian Tinjauan Tentang Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor (Studi pada PT. Federal Internasional Finance). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Pelaksanaan perjanjian sewa beli kendaraan bermotor.

2. Bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor.

3. Penyelesaian masalah pada perjanjian sewa beli kendaraan bermotor pada PT.

Federal Internasional Finance.

Nurul Huda Br.Pangaribuan (2016) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitian Tinjauan Hukum Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Dengan Asuransi (Studi pada PT.Jasa Motor Jaya Belawan). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bentuk wanprestasi yang terdapat dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor.

2. Resiko-resiko yang terjadi dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor.

(20)

3. Bentuk penyelesaian sengketa antara Kreditur dan Debitur dengan pihak Asuransi dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor.

Kriston Bolim Sirait (2011) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitian Analisa Hukum Asuransi Kendaraan Bermotor (Menurut KUH Dagang). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Proses pengajuan klaim dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam asuransi kendaraan bermotor.

2. Pertanggungan asuransi dalam hukum dagang.

3. Analisa hukum asuransi kendaraan bermotor menurut KUH Dagang.

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa skripsi ini belum ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan tulisan yang telah dilakukan di Fakultas Hukum manapun. Berdasarkan hal tersebut, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawab kan secara ilmiah maupun secara akademik.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang mennjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada didalam topik yang diangkat dari permasalahan di atas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian yang lebih, karena investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi Indonesia, dimana

(21)

ekonomi Indonesia juga berkaitan dengan ekonomi dunia. Persaingan Internasional dapat membawa implikasi negative bagi konsumen.10

Perlindungan konsumen dalam bidang hukum privat paling banyak ditemukan dalam BW khususnya dalam Buku III tentang perikatan, seperti ketentuan tentang wanprestasi (Pasal 1243 sampai Pasal 1252) serta ketentuan tentang perikatan yang lahir karena perjanjian (Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351) dan perikatan yang lahir karena undang-undang (Pasal 1352 sampai dengan Pasal 1369), terutama perbuatan melanggar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1369. Disamping itu, dalam Pasal 1370 juga ditegaskan tentang kemungkinan menuntut ganti kerugian oleh orang-orang yang berada dalam tanggungan si korban, apabila ia meninggal akibat kesengajaan atau kelalaian orang lain. Demikian pula jika tindakan tersebut hanya menimbulkan cacat bagi si korban, tuntutan ganti rugi kerugian juga dimungkinkan (Pasal 1371).11

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.12 Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa,

10Erman Rajagukguk, Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen dalam Era Perdagangan Bebas, dalam Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati (Penyunting), Hukum Perlindungan Konsumen Bandung: Mandar Maju 2000, hal 2.

11Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2011, hal 71.

12Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(22)

yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang/jasa tersebut.

Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu:13 1. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada

konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.

2. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen.

Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Terbukti bahwa semua norma perlindungan konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki sanksi pidana.14

2. Wanprestasi

Menurut Pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaliknya dianggap wanprestasi bila seseorang:15

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaiman dijanjikan.

3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya.

Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan kontrak, peralihan resiko, maupun membayar biaya perkara.

Sebagai contoh seorang debitur (si berutang) dituduh melakukan perbuatan

13Andrianus Meliala, Praktik Bisnis Curang, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1993, hal 152.

14Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, Bandung:

Citra Aditya Bakti 2003, hal 30-31.

15Abdul R.Saliman, Op.cit, hal 41

(23)

melawan hukum, lalai atau secara sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi yang telah disepakati dalam kontrak, jika terbukti maka debitur harus mengganti kerugian (termasuk ganti rugi+bunga+biaya perkaranya).

Dalam tanggung gugat berdasarkan adanya wanprestasi, kewajiban untuk membayar ganti kerugian tidak lain daripada akibat penerapan ketentuan dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum oleh kedua pihak secara sukarela tunduk berdasarkan perjanjiannya. Dengan demikian, bukan undang-undang yang menentukan apakah harus dibayar ganti kerugian atau berapa besar ganti kerugian yang harus dibayar, melainkan kedua belah pihak yang menentukan syarat- syaratnya serta besarnya ganti kerugian yang harus dibayar.

Di dalam hukum Common Law, jika terjadi wanprestasi (brench of contracht), maka kreditur dapat menggugat debitur untuk membayar ganti rugi (damages) dan bukan pemenuhan prestasi (performance). Akan tetapi dalam perkembangannya, adanya kebutuhan akan gugatan pemenuhan prestasi yang lebih umum, akhirnya dimungkinkan berdasarkan equality,di samping legal remedy (ganti rugi), ada equitable remedy (pemenuhan prestasi). Disamping kedua gugatan tersebut, dalam hukum Anglo-Amerika tidak dibutuhkan suatu gugatan khusus untuk pembubaran karena dapat dilakukan repudiation (penolakan kontrak sejauh dimungkinkan) tanpa campur tangan hakim.16

Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena kesengajaan, kesalahan, tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian). Wanprestasi diatur di dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai,

16Salim HS, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika 2006, hal 100.

(24)

atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak.

Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan, perlu diperingatkan debitur supaya debitur tersebut memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan.

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian skripsi ini dengan tujuan agar lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan masalah ataupun cara mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. Menurut Sugiyono metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu, sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.17

Metode penelitian yang digunakan, antara lain:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah yuridis empiris atau dengan kata lain disebut dengan penelitian hukum sosiologis yaitu sebuah metode penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam

17Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Depok: Prenadamedia Group, 2016, hal 4.

(25)

artian yang nyata atau dapat dikatakan melihat, meneliti bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat.

Penelitian hukum sosiologis mempunyai objek kajian mengenai perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat yang dikaji adalah perilaku yang timbul akibat berinteraksi dengan system norma yang ada. Penelitian yuridis empiris bisa pula digunakan untuk meneliti efektivitas bekerjanya hukum didalam masyarakat.18 2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analistis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.19 Penelitian deskriptif dimaksudkan peneliti memaparkan apa adanya tentang suatu peristiwa hukum atau kondisi hukum, peristiwa hukum adalah peristiwa yang beraspek hukum terjadi disuatu tempat tertentu pada saat tertentu. Dalam mendeskripsikan ini dikemukakan apa adanya tanpa disertai tanggapan atau pendapat pribadi peneliti. Jadi, teknis deskripsi terhadap kondisi hukum dilakukan terhadap norma hukum primer seperti peraturan perundang- undangan dalam posisi netral atau dalam “each statute become an independent source of law” artinya undang-undang tersebut belum mendapat komentar dari pihak mana pun.20 Maksud utama mengadakan analisis terhadap bahan hukum adalah melakukan pemeriksaan secara konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan, serta bagaimana penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum. Pemeriksaan itu memiliki 2 segi, sang peneliti berusaha memperoleh makna baru yang

18Ibid, hal 150.

19Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika 2002, hal 13.

20I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum, Jakarta: Pranadamedia Group 2019, hal 152.

(26)

terkandung dalam aturan hukum yang bersangkutan dan selanjutnya menguji istilah-istilah hukum tersebut dalam praktik melalui analisis terhadap putusan- putusan hukum.21

Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya didalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian dan ingin menggambarkan sejelas mungkin objek penelitian dsn ingin menggambarkan sejelas mungkin akibat hukum terhadap keterlambatan konsumen pembayaran cicilan motor pada CV. Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir ditinjau dari UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama melalui penelitian lapangan22, seperti melalui wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder tersebut dapat dibagi menjadi:23

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah pernyataan yang memiliki otoritas hukum yang ditetapkan oleh suatu cabang kekuasaan pemerintah yang meliputi Undang- Undang yang dibuat parlemen, putusan-putusan pengadilan, dan peraturan eksekutif/administratif. Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan

21Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, Op.Cit, hal 138.

22Bambang Waluyo, Op.Cit, hal 16.

23Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika 2009, hal 106.

(27)

perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian, seperti Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Konsumen.

b. Bahan Hukum Sekunder

Dalam arti sempit bahan hukum sekunder berupa buku-buku yang berisi ajaran atau doktrin atau treatises; terbitan berkala berupa artikel-artikel tentang ulasan hukum atau law review; dan narasi tentang arti istilah, konsep, phrase, berupa kamus hukum atau ensiklopedia hukum. Dalam arti luas adalah bahan hukum yang tidak tergolong bahan hukum primer atau “any written work that is not primary authority….” Termasuk segala karya ilmiah hukum yang tidak dipublikasikan atau yang dimuat dikoran atau majalah popular.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.24

4. Metode Pengumpulan Data

a. Metode Penelitian Library Research

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data tersebut adalah dengan menggunakan studi dokumen (document study) atau studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus yang berkaitan dengan judul skripsi yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi.25

b. Metode Penelitian Lapangan (Field Research)

24I Made Pasek Diantha, Op.Cit, hal 143.

25Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia ( UI Press), 2005, hal 21.

(28)

Metode penelitian lapangan yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara. Peneliti ini melakukan wawancara dengan konsumen, atau pembeli sepeda motor di CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir secara langsung guna mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

c. Informan Penelitian

Informan yang akan diwawancarai di dalam penelitian ini adalah:

1. Konsumen

Konsumen yang akan diwawancarai secara mendalam dalam penelitian ini berjumlah kurang lebih 5 orang konsumen, yaitu :

a. Rheka (Mahasiswa);

b. Agung (Mahasiswa);

c. Tiurma (Pedagang);

d. Gordon (Wirausaha);

2. Pelaku Usaha yang akan diwawancarai oleh peneliti ini secara mendalam dalam penelitian berjumlah satu orang pelaku usaha di CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir yang menjabat sebagai Sales Manager yaitu Etta Malau.

5. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah:

a. Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan salah satu alat yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan data-data yang valid dan relevan. Studi dokumen yaitu menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,

(29)

gambar, maupun dokumen elektronik.26 Studi dokumen ini diselidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, dokumen, catatan harian, dan lain sebagainya.27 Studi dokumen bertujuan untuk memperoleh data gambaran umum mengenai konsumen terkait dengan perjanjian jual beli sepeda motor.

b. Pedoman Wawancara

Alat pengumpulan data dalam penelitian skripsi ini salah satu alat pengumpulan data yang digunakan yaitu pedoman wawancara. Wawancara adalah situasi peran pribadi bertatap muka ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden.28 Wawancara langsung dalam pengumpulan fakta sosial sebagai bahan kajian ilmu hukum empiris, dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung dimana semua pertanyaan disusun secara sistematis, jelas dan terarah sesuai dengan isu hukum yang diangkat dalam penelitian. Wawanacara langsung dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat dari sumber yang ditetapkan sebelumnya. Wawancara tersebut semua keterangan yang diperoleh mengenai apa yang diinginkan dicatat atau direkam dengan baik.29 Dalam proses pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, dilakukan wawancara narasumber langsung pada konsumen perjanjian jual beli sepeda motor di CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir.

26Nana Syaodih Sukma Dinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008, hal 221

27Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hal 231.

28Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008, hal 82.

29Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2011, hal 167.

(30)

6. Metode Analisis Data

Analisis data adalah tahap yang sangat penting dan menentukan setiap penelitian. Dalam tahap ini harus dilakukan pemilihan data yang telah diperoleh.

Penganalisisan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.30

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif yaitu dengan memahami manusia dari sudut pandang orang yang bersangkutan itu sendiri, berguna untuk memahami dan mengerti gejala yang diteliti.31 Jadi, dalam analisis data kualitatif dilakukan dengan cara mengorganisasikan data, dan memilah- milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola dan menemukan apa yang penting dan apa saja yang dipelajari serta menemukan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.

G. Sistematika Penulisan

Keselurahan sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak terpisahkan.

Sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar didalamnya terurai mengenai latar belakang, rumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan penulisan, manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

30Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hal 13.

31Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal 32.

(31)

BAB II : HUBUNGAN HUKUM KONSUMEN DENGAN CV PANDU MITRA MOTOR CABANGPANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Hubungan Hukum Antara Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor Pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir, Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor Pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir, Tanggung Jawab Pelaku Usaha dalam Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor Pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir.

BAB III : PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA CV PANDU

MITRA MOTOR

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Perjanjian Jual Beli Pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir, Bentuk Perjanjian Jual Beli Pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir, Tahap Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir.

BAB IV : AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL TERHADAP KETERLAMBATAN KONSUMEN PEMBAYARAN

(32)

CICILAN MOTOR PADA CV PANDU MITRA MOTOR CABANG PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Sanksi Pelanggaran dalam Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir, Hambatan yang Timbuldalam Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor Pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir, Penyelesaian Sengketa dalam Keterlambatan Konsumen Pembayaran Cicilan Motor Pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir.

BAB V : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi penerapan pelaksanaan penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan keterlambatan konsumen terhadap pembayaran cicilan pada perjanjian jual beli sepeda motor.

(33)

BAB II

HUBUNGAN HUKUM KONSUMEN DENGAN CV PANDU MITRA MOTOR CABANG PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR A. Hubungan Hukum Antara Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli

Kendaraan Bermotor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir

1. Pelaku Usaha

Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.32 Dengan demikian, produsen tidak hanya diartikan sebagai pihak pembuat pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian/

peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen. Dengan perkataan lain, dalam konteks perlindungan konsumen produsen dapat diartikan secara luas.

Sebagai contoh, dalam hubungannya dengan produk makanan hasil industry (pangan olahan), maka produsennya adalah mereka yang terkait dalam proses pengadaan makanan hasil industri (pangan olahan) itu hingga sampai ke tangan konsumen.

Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memakai istilah produsen, tetapi memakai istilah lain yang kurang lebih sama artinya, yaitu pelaku usaha yang diartikan sebagai berikut: “Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang di dirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

32Harry Duintjer Tebbens, Internasional Product, Netherland: Sitjhoff dan Noordhaff Internasional Publishers, 1980, hal 4.

(34)

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-bersama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” Sebagai penyelenggara kegiatan usaha, pelaku usaha adalah pihak yang bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan oleh usahanya terhadap pihak ketiga, yaitu konsumen, sama dengan produsen.

2. Konsumen

Konsumen pada umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha,33 yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjual belikan lagi.34 Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa: “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk di perdagangkan.” Sebagai mana yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 tersebut bahwa konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir yang dikenal dalam kepustakaan ekonomi.

3. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen

Hubungan hukum (rechtbetrekkingen) adalah hubungan antara dua subyek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.35 Hubungan hukum dapat terjadi antara sesama subyek hukum dan antara subyek hukum dengan benda. Hubungan antara

33 Mariam Darus, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi Standar Kontrak (Baku), Makalah pada Simposium Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHN

Binacipta, 1980, hal 59-60.

34 Az. Nasution, Iklan dan Konsumen ( Tinjauan dari Sudut Hukum dan Perlindungan Konsumen) dalam Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 3 Thn. XXII, Jakarta: LPM FE- UI,1994, hal 23.

35Soeroso R, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006, hal 269.

(35)

sesama subyek hukum dapat terjadi antara orang, orang dengan badan hukum, dan antara sesama badan hukum. Hubungan hukum antara subyek hukum dengan benda berupa hak apa yang dikuasai oleh subyek hukum itu atas benda tersebut, baik benda berwujud, benda bergerak, atau benda tidak bergerak.36 Hubungan hukum memiliki syarat-syarat yaitu adanya dasar hukum dan adanya peristiwa hukum.37Menurut Ernest Barker, agar hak-hak konsumen itu sempurna harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yakni hak itu dibutuhkan untuk perkembangan manusia, hak itu diakui oleh masyarakat dan hak itu dinyatakan demikian dan karena itu dilindungi dan dijamin oleh lembaga Negara.38

Di Indonesia hak-hak konsumen diatur didalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), terutama huruf b yang menyatakan “hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan”, dan huruf c menyatakan bahwa “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”. Dengan menggunakan kedua ayat pada Pasal 4 UUPK ini, maka dapat diketahui bahwa konsumen berhak atas segala janji yang dijanjikan oleh pelaku usaha dalam mempromosikan barang dan/atau jasa serta berhak atas segala informasi terkait dengan barang dan/atau jasa. Selain itu dijelaskan pada Pasal 5 huruf b UUPK menyebutkan bahwa konsumen harus beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; dan Pasal 5 huruf UUPK bahwa konsumen memiliki kewajiban membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati oleh para

36Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Prenada Media Grup, 2012, hal 254.

37Soeroso, Op.Cit, hal 271.

38Andrian Sutendi, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008, hal 50.

(36)

pihak untuk menepati janji-janji serta memberikan segala informasi terkait barang dan/atau jasa.

Selain pengaturan mengenai hak-hak konsumen, diatur juga mengenai kewajiban dari pelaku usaha pada sebagaimana Pasal 7 huruf b UUPK menyatakan bahwa “kewajiban pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, dimana kewajiban dari pelaku usaha tersebut dapat dilihat juga sebagai hak dari konsumen”.

Pelaku usaha dalam memberikan informasi barang atau jasa harus memperhatikan ketentuan dari Pasal 9 dan 10 UUPK bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar. Mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan sebelum konsumen membeli atau mempergunakan barang atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

Berkaitan dengan hal tersebut, hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen telah terjadi ketika pelaku usaha memberikan janji-janji serta informasi-informasi terkait barang dan/atau jasa, karena sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak, baik pelaku usaha dan konsumen. Hubungan hukum tersebut didasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPer), dimana pelaku usaha telah sepakat terhadap apa yang dijanjikan pada saat memberikan janji-janji pada sebuah iklan, ataupun selebaran atau brosur, sehingga janji-janji tersebut akan berlaku sebagai undang undang bagi para pihak yang membuatnya. Peristiwa hukum yang terjadi terhadap

(37)

pelaku usaha dengan konsumen tersebut adalah perdagangan baik barang ataupun jasa.

Hubungan antara produsen dan konsumen yang berkelanjutan terjadi saja proses produksi, distribusi pada pemasaran dan penawaran. Rangkaian kegiatan tersebut merupakan rangkaian perbuatan hukum yang tidak mempunyai akibat hukum dan yang mempunyai akibat hukum baik terhadap semua pihak maupun hanya terhadap pihak tertentu saja. Hal tersebut dimanfaatkan secara sistematis oleh produsen dalam suatu sistem distribusi dan pemasaran produk barang guna mencapai tingkat produktivitas dan efektivitas dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dihasilkan hubungan yang sifatnya massal, yakni adanya permintaan meningkat dari masyarakat sehingga produsen dituntut untuk meningkatkan produktivitasnya. Untuk itu perlu diatur perlindungan konsumen berdasarkan undang-undang antara lain menyangkut mutu barang, cara prosedur produksi, syarat kesehatan, syarat pengemasan, syarat lingkungan, dan sebagainya.

Hubungan antara produsen dan konsumen menimbulkan tahapan transaksi untuk mempermudah dalam memahami akar permasalahan dan mencari jalan penyelesaian. Barang atau jasa yang dialihkan kepada konsumen dalam suatu transaksi dibatasi berupa barang dan jasa yang biasa digunakan untuk keperluan kehidupan atau rumah tangga dan tidak untuk tujuan komersial. Dalam praktik sehari-hari terjadi beberapa tahap transaksi konsumen tahap tersebut adalah:39 a. Tahap Pra-Transaksi Konsumen

Tahap pra-transaksi konsumen, transaksi (pembelian, penyewaan, peminjaman, pemberian hadiah komersial, dan sebagainya) belum terjadi.

39Az. Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Harapan, 1995, hal 39-56

(38)

Konsumen masih mencari keterangan dimana barang atau jasa kebutuhannya dapat diperoleh, beberapa hanya dan apapula syarat-syarat yang harus dipenuhi, serta mempertimbangkan berbagai fasilitas atau kondisi dari transaksi yang diinginkan. Pada tahap ini informasi tentang barang atau jasa konsumen memegang peranan penting. Informasi yang benar dan bertanggung jawab (informative information) merupakan kebutuhan pokok konsumen sebelum dapat mengambil suatu keputusan untuk mengadakan, menunda atau tidak mengadakan transaksi dalam kebutuhan hidupnya. Putusan pilihan konsumen yang benar mengenai barang dan jasa yang dibutuhkan (informed choice), sangat tergantung pada kebenaran dan bertanggungjawabnya informasi yang disediakan oleh pihak- pihak berkaitan dengan barang atau jasa konsumen.

b. Tahap Transaksi Konsumen

Fase ini transaksi konsumen sudah terjadi. Jual beli atau sewa menyewa barang, setelah terjadi. Berbagai syarat peralihan kepemilikan, penikmatan, cara- cara pembayaran atau hak dan kewajiban mengikuti, merupakan hal-hal pokok bagi konsumen. Pada saat ini umumnya suatu perikatan antara pelaku usaha dan konsumen dengan pembayaran atau pelunasan berjangka (antara lain perjanjian beli sewa, kredit, perbankan, kredit perumahan dan sebagainya) tidak jarang memunculkan masalah. Informasi yang benar dan bertanggungjawab dapat membantu konsumen menetapkan pilihan yang tepat, begitu pula cara-cara memasarkan barang atau jasa. Cara-cara pemasaran yang wajar akan sangat mendukung putusan pilihan konsumen yang menguntungkannya. Leluasanya konsumen memilih barang atau jasa kebutuhannya salah satu hak dan juga merupakan kepentingan konsumen.

(39)

c. Tahap Purna-Transaksi Konsumen

Tahap ini transaksi konsumen telah terjadi dan pelaksanaan telah diselenggarakan. Keutuhan konsumen akan barang atau jasa, baik kebutuhan produk rohaniah dan jasmaniah maupun kebutuhan yang dirangsang oleh berbagai praktek atau strategi pemasaran dan keberanian pengusaha mengambil resiko dalam menyediakan berbagai kebutuhan konsumen tersebut, sesungguhnya merupakan dua sisi dari satu kehidupan. Tinjauan lain yang dikemukakan diatas dengan sendirinya memperhatikan makin tingginya tingkat ilmu dan teknologi dalam memproduksi produk-produk konsumen karena itu anjuran supaya

“konsumen teliti dalam membeli” (caveat emptor) seharusnya didampingi oleh kewajiban “pengusaha bertanggung jawab” (caveat venditor).

Tanpa tanggung jawab pengusaha, kepentingan ekonomis, keselamatan tubuh dan keamanan jiwa dipertaruhkan dan mengahadapi resiko yang tidak sepatutnya mereka hadapi. Keadaan barang atau jasa setelah mulai digunakan atau mulai dinikmati, kemudian ternyata tidak sesuai dengan deskripsi yang klaim pengusaha, baik tentang asal produk, keadaan, sifat, jumlahnya, atau jaminan/garansi merupakan masalah pada tahap purnal jual. Dengan memperbincangkan asal produk konsumen, mutu, sifat, keadaan, jumlah, garansi dan hal-hal yang berkaitan dengan itu sesungguhnya masalah sudah termasuk pertanggungjawaban pelaku usaha atau tanggung jawab produk.

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Sebelum membahas hak dan kewajiban para pihak maka terlebih

(40)

dahulu akan membahas tentang pengertian hak dan kewajiban. Hukum didalamnya mengatur peranan dari para subjek hukum yang berupa hak dan kewajiban. Hak adalah suatu peran yang bersifat fakultatif artinya boleh dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, berbeda dengan kewajiban adalah peran yang bersifat imperative artinya harus dilaksanakan. Hubungan keduanya adalah saling berhadapan dan berdampingan karena didalam hak terdapat kewajiban untuk tidak melanggar hak orang lain dan tidak menyalahgunakan haknya.40

Hak dan Kewajiban lahir karena adanya hubungan hukum. Setiap hubungan hukum mempunyai dua aspek yaitu kekuasaan disatu pihak dan kewajiban (pilot) dipihak lain. Kekuasaan yang oleh hukum diberikan kepada orang lain (badan hukum) disebut sebagai hak. Di dalam lapangan hukum perdata yang terjadi dalam praktek sehari-hari dimana telah ditentukan bahwa suatu perikatan hukum dilahirkan oleh suatu perjanjian mempunyai dua sudut yaitu, suatu kewajiban-kewajiban yang dipikul oleh satu pihak dan sudut-sudut hak-hak atau manfaat yang diperoleh oleh pihak lain yaitu hak-hak untuk menuntut dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian itu.

Adapun bunyi pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal- hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang- undang”.41

Di dalam ketentuan pasal 1234 KUH Perdata menyebutkan bahwa : “Tiap- tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat atau tidak berbuat

40Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta: Visimedia, 2008, hal 22.

41R.Subekti dan R.Tjitrosudibio. Op,Cit, hal 285.

(41)

sesuatu”. Dari ketentuan pasal di atas maka jelas bahwa para pihak harus melaksanakan keseluruhan isi dari surat perjanjian pembiayaan konsumen sesuai dengan apa yang mereka sepakati, hal ini sesuai juga degan ketentuan pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik maka pihak yang membuat perjanjian diwajibkan untuk melaksanakan keseluruhan kewajiban masing-masing dengan itikad baik, hal ini merupakan salah satu wujud dari pada hak dan kewajiban terhadap perjanjian yang telah mereka sepakati sebelumnya”.

Menurut Suroyo Wignjodipuro, menyatakan bahwa “hubungan hukum ialah hubungan antara dua subjek hukum atau lebih di mana hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban di pihak lain”42

Dalam perjanjian pembiayaan konsumen ini, maka dapat dijabarkan sebagai berikut :43

1. Hak dan Kewajiban Pihak Debitur (Konsumen) 1. 1 Hak Pihak Debitur (Konsumen)

a) Pihak debitur berhak menerima penyerahan kendaraan bermotor roda dua dari CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir yang dilakukan secara Fidusia. Hal ini berarti bahwa pihak debitur belum menjadi pemilik sepenuhnya atas kendaraan bermotor roda dua tersebut selama apa yang menjadi kewajibannya belum dapat terlaksana sebagai mana mestinya.

42 Suroyo Wignjodipuro, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, hal 45.

43 Wawancara dengan Etta Malau, Sales Manager CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir, Tanggal 18 Januari 2021, Pukul 10.00 WIB.

(42)

b) Pihak debitur berhak untuk menerima dan mendapatkan fasilitas pembiayaan berupa fasilitas pembiayaan untuk melakukan pembelian kendaraan bermotor roda dua.

c) Pihak debitur berhak atas seluruh Surat Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor Roda Dua (BPKB) dari CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir apabila seluruh hutang pokok berikut bunga telah di bayar lunas.

1.2 Kewajiban Pihak Debitur (Konsumen)

a) Pihak debitur dilarang meminjamkan, menyewakan, mengalihkan, menjaminkan atau menyerahkan penguasaan atau penggunaan atas barang tersebut kepada pihak lain dengan jalan apapun selama seluruh hutang pokok berikut bunga belum di bayar secara lunas. Jika hal tersebut, maka pihak kreditur berdasarkan syarat-syarat perjanjian pembiayan konsumen berhak untuk menarik dan mengambil kendaraan tersebut dari tangan siapapun juga yang menguasai barang-barang tersebut, dan jika diperlukan dengan meminta bantuan dari pihak yang berwajib.

b) Pihak debitur berkewajiban melaksanakan pembayaran tepat pada waktu yang telah di tentukan oleh kedua belah pihak, pembayaran yang dilakukan ini sesuai dengan jumlah angsuran dari hutang pokok berikut bunga yang harus di bayar debitur.

c) Pihak debitur wajib memelihara dan mengurus kendaraan tersebut dengan sebaik-baiknya termasuk segera melakukan perbaikan atas biaya sendiri dan bila ada bagian dari kendaraan tersebut yang diganti atau ditambah maka bagian tersebut termasuk dalam penyerahan secara fidusia kepada kreditur.

(43)

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha 2.1 Hak Pelaku Usaha

a) Berhak untuk meminta kembali kepada debitur berupa pembayaran atas fasilitas pembiayaan kendaraan bermotor roda dua sesuai dengan jumlah angsuran dari hutang pokok berikut bunga.

b) Berhak untuk mengambil dimanapun dan ditempat siapapun kendaraan tersebut berada apabila debitur tidak melunasi sebagian atau seluruh jumlah terhutang atau tidak memenuhi kewajibannya menurut ketentuan perjanjian pembiayaan konsumen.

c) Berhak untuk menyimpan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) berikut faktur kendaraan selama hutang pihak debitur belum dilunasi.

2.2 Kewajiban Pelaku usaha

a) Berkewajiban untuk menyerahkan fasilitas pembiayaan kepada debitur.

b) Berkewajiban untuk menyerahkan Surat Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) kepada debitur jika seluruh hutang pokok dan bunganya telah dibayar lunas.

Kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang telah ditentukan pada umumnya berlaku untuk semua pihak debitur yang terikat dalam perjanjian ini.

Adapun kewajiban dan larangan pihak pembeli telah di tetapkan dalam suatu perjanjian dan bersifat memaksa

C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha dalam Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor pada CV Pandu Mitra Motor Cabang Pangururan Kabupaten Samosir

Perlindungan konsumen merupakan istalah yang digunakan untuk menggambarkan aspek perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun hak ulayat diatur dalam UUPA, pihak Keraton tidak memilih status hak ulayat sebab melalui hak ulayat Keraton hanya bisa memberikan tanah dalam jangka waktu tertentu

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, kartel adalah apabila pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan

Menimbang, bahwa terhadap pembelaan yang disampaikan oleh Terdakwa dan Penasehat Hukumnya, yang mana sebagimana pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas dimana

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

Adapun yang menjadi rumusan masalah penulisan ini adalah bagaimana pengetahuan tradisional dalam pengaturan Hak Kekayaan Intelektual, bagaimana pengaturan mengenai

Dakwaan tesebut merupakan rujukan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan kepada terdakwa yang menyatakan tindak pidana pencurian dengan kekerasan “(2) Diancam dengan