• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG/PUKAT TERKAIT KESEJAHTERAAN SOSIAL NELAYAN DI DESA PASAR SORKAM KECAMATAN SORKAM BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAMPAK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG/PUKAT TERKAIT KESEJAHTERAAN SOSIAL NELAYAN DI DESA PASAR SORKAM KECAMATAN SORKAM BARAT"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG/PUKAT TERKAIT KESEJAHTERAAN SOSIAL NELAYAN DI DESA PASAR SORKAM KECAMATAN SORKAM BARAT

KABUPATEN TAPANULI TENGAH

SIKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan

Pendidikan Sarjana (SI) Administrasi Publik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh :

LISDIANI ARITONANG NIM : 140903042

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

ABSTRAK

Kebijakan publik merupakan suatu istilah yang dipakai dalam memecahkan masalah.kebijakan publik dalam hal pelarangan alat tangkap cantrang/pukat menjadi syarat bagi terwujudnya pemerintahan yang baik. Dimana jaminan kepastian hukum yang akan diterima oleh publik secara terbuka dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat nelayan secara menyeluruh, serta memberi kesadaran terhadap masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem laut. Dikeluarkanlah PEREN KP No 2 Tahun 2015 tentang kebijakan pelarangan alat tangkap cantrang/trawl yang mulai berlaku pada tanggal 8 Januari 2015 menunjukkan bahwa komitmen pemerintah dalm meningkatkan hasil penangkapan ikan masyarakat nelayan dengan alat tangkap yang ramah lingkungan.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan menggunakan teori implementasi kebijakan yang di kemukakan oleh Van Meter dan Van Horn dimana variabel yang menentukan keefektifan implementasi adalah standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi, karakteristik agen pelaksana, lingkungan sosial, ekonomi dan politik serta disposisi implementor.

Implementasi Kebijakan Pelarangan Alat Tangka Cantrang/Pukat Terkait Kesejahteraan Sosial Nelayan di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah sudah dapat di implementasikan dengan cukup baik meskipun belum maksimal karena variabel yang menjadi tolak ukur penelitian belum terpenuhi secara maksimal yaitu khususnya pada kualitas dan kuantitas sumber daya yang kurang serta kurangnya pengawasan kepada pengguna alat tangkap cantrang yang masih nekat beroperasi.

Kata kunci : Implementasi Kebijakan, Pelarangan Alat Tangkap Cantrang/Pukat, Kesejahteraan Nelayan

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperolah gelar sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak mulai dari masa perkuliahan sampai dengan penyusunan skripsi ini sangatlah sulit dalam melewati dan menyelesaikannya.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Muryanto Amin, M.SI selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Sekaligus Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan ilmunya dalam membantu mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Asima Yanti Siahaan, M.A, Ph,D selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Staf Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu selama mengikuti perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi ini.

(4)

5. Staf Tata Usaha Program Ilmu Administrasi Publik yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi ini (terkhusus buat Kak Dian dan Bang Hendri).

6. Seluruh Pimpinan dan Staf pada Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kantor Kepala Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Pasar Sorkam dan juga telah membantu penulis dalam memperoleh Data yang diperlukan.

7. Kepada Kedua orang tua penulis, Bapak Alimuddin Aritonang dan Umak Nurbailis Batubara Serta saudara yang banyak penulis yang tidak dapat di sebutkan satu persatu, dan Abang penyemangat dan selalu memotivasi Maradona Sihombing, serta keponaan Sehat, Togap, Dedek dan Buyung.

Penulis mengucapkan terima kasih untuk kesabaran dan pengorbanan sehingga penulis mampu berada pada tahap ini. Kata-kata tidak akan dapat melukiskan kasih sayang penulis kepada kalian, pengorbanan dan jasa kalian yang tak terhingga kepada penulis. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal kesuksesan penulis agar dapat membahagiakan dan membanggakan kalian.

8. Sahabat Nora, Lailan, Nia, Sri, Syafrida, Alma, Nindy dan Rika yang senantiasa selalu baik dalam perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini dan semoga bagi kalian yang belum secepatnya menyusul.

Kemudian kepada Kawan sekampung pina, wahyu, ady, lily, puput, sandri, ayu, manraini, raini, uppa, dina, semoga kalian secepatnya menyusul

(5)

penulis mengucapkan terima kasih untuk waktu dan kenangan yang tidak akan penulis lupakan.

9. Untuk Teman-teman PKL di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Simalungun yang telah memberikan banyak kenangan dan ilmu kepada penulis, kawan-kawan lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah bersama-sama dan saling menyemangati dalam mengikuti bangku perkuliahan maupun penyusunan skripsi.

10. Para sahabat dan rekan-rekan mahasiswa Ilmu Administrasi Publik Fisip USU yang telah bersama-sama dan saling menyemangati dan menyertai penulis menyelesaikan studi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap kepada Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu, semoga skripsi ini dapat bermanfaat buat pengembangan keilmuan.

Medan,

Penulis (Lisdiani Aritonang)

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... ..7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik ... ..8

2.2 Implementasi Kebijakan ... 11

2.2.1 Model Implementasi Kebijakan ... 12

2.3 Kesejahteraan Sosial ... 17

2.4 Kebijakan Kemaritiman Nelayan ... 19

2.4.1 Ciri-Ciri Masyarakat Nelayan ... 20

2.5 Alat Tangkap Cantrang ... 22

2.6 Kontruksi Alat Tangkap Cantrang ... .... 23

2.7 Hipotesis Kerja ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ... 25

3.2 Lokasi Penelitian ... 27

3.3 Informan Penelitian ... 27

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.5 Teknik Analisis Data ... 34

3.6 Teknik Keabsahan Data ... 35

(7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah ... 36

4.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah ... 37

4.1.2 Visi dan Misi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli ... 45

4.1.3 Gambaran Umum Desa Pasar Sorkam ... 47

4.1.4 Visi dan Misi Desa Pasar Sorkam ... 48

4.2 Implementasi Kebijakan Pelarangan Alat Tangkap Cantrang di Desa Pasar Sorkam ... 52

4.3 Standar dan Sasaran Kebijakan Pelarangan Alat Tangkap Cantrang... 54

4.4 Sumber daya ... 59

4.5 Hubungan Antar Organisasi Terkait dengan KebijakanPelarangan Alat Tangkap Cantrang ... 66

4.6 Karakteristik Agen Pelaksana Kebijakan Pelarangan Alat Tangkap Cantrang ... 70

4.7 Kondisi Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik ... 74

4.8 Disposisi Implementor ... 78

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara Lampiran 2 : Pedoman Observasi Lampiran 3 : Pedoman Dokumentasi Lampiran 4 : Traskip Wawancara Lampiran 5 : Transkip Observasi Lampiran 6 : Taraskip Dokumentasi

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian ... 29 Tabel 4.1Data sumber daya nelayan non manusia Desa Pasar Sorkam ... 50

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kontruksi alat tangkap cantrang ... 24

Gambar 4.1 struktur organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan ... 46

Gambar 4.2 struktur organisasi Desa Pasar Sorkam ... 50

Gambar 4.3 alat tangkap cantrang ... 65

Gambar 4.4 POS PSDKP Sokam ... 70

Gambar 4.5 TNI, Konservasi Penyu, dan Masyarakat ... 73

(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara maritim yang dua pertiga wilayahnya merupakan perairan yang terdiri atas laut pesisir, laut lepas, teluk, dan selat dengan panjang garis pantai 95.181 km, luas perairan 5,8 juta km2 menurut Subani dan Barus (Supriadi 2011:4). Luas perairan tersebut terdiri atas Perairan laut teritorial 0,3 juta km2, Perairan nusantara 2,8 juta km2, dan, Perairan Zona Ekonomi Eksekutif Indonesia (ZEEI) 2,7 km2. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bangsa dengan memanfaatkan sumber daya alam hayati dan non hayati, sumber daya alam yang ada di dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang air di atasnya harus di lindungi dan dikelola dengan cara yang tepat, terarah dan bijaksana.

Dengan perairan laut yang sangat luas tersebut menjadikan Indonesia berpotensi dalam mengembangkan sektor perikanan. Potensi perikanan Indonesia di bidang penangkapan rata-rata 6,4 juta ton per tahun, potensi perikanan umum sebesar 305.650 ton per tahun, serta potensi kelautan kurang lebih 4 milyar USD per tahun. Produksi perikanan tangkap Indonesia pada tahun 2017 adalah sebesar 7,67 juta ton, mengalami kenaikan dari tahun 2016 yang hanya sebesar 6,54 juta ton (KKP, 2018). Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi perikanan tangkap tahun 2018 mencapai 9,45 juta ton. Hal tersebut dicapai dengan menambah jumlah armada sebnayak 522 unit (Kontan.co.id,https://www.google.com/amp/amp.kontan.co.id/news/kkp-

klaim produksi-ikan-tangkap-2017-capai767-juta-ton diakses pada tanggal 29 Januari 2018).

(11)

Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi sektor perikanan yang cukup besar adalah Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara memiliki panjang garis pantai 1300 km yang terdiri dari panjang garis timur 545 km, panjang garis pantai barat 375 km dan Kepulaun Nias serta pulau-pulau baru sepanjang 350 km. Pengembangan sektor perikanan dibagi menjadi beberapa wilayah dengan potensi masing-masing yang terdiri dari 12 Kabupaten/Kota termasuk Kabupaten Tapanuli Tengah (Bappeda Provinsi Sumata Utara, 2017,http://bappeda.sumutprov.go.id/index.php/potensi-daerah/141-aspek-

geografi-dan-demografi

Secara umum potensi kelautan dan perikanan di Kabupaten Tapanuli Tengah meliputiproduksi perikanan tangkap dan budidaya.Produksi perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2017 mencapai 22.329,40 ton, meliputi produksi perikanan tangkap di laut 20.731,60 ton dan produksi perikanan budidaya sebesar 1.597,80 ton. Kabupaten Tapanuli Tengah dengan ibu kota Pandan terdiri atas 20 Kecamatan 30 Kelurahan dan 147 Desa termasuk salah satunya Desa Pasar Sorkam sebagai pemasok ikan di KabupatenTapanuli Tengah(

diakses pada tanggal 30 November 2017).

www.TapTeng.go.id,http://www.tapteng.go.id/potensidaerah.html?id=kela

utan_dan_perikanan

Selain ikan, lautan juga mempunyai potensi lainnya yaitu terumbu karang.

Salah satu fungsi keberadaan terumbu karang adalah sebagai habitat ikan. Jika terumbu karang dalam kondisi baik, maka akan terdapat berbagai jenis ikan dengan jumlah yang melimpah, begitu juga sebalikya jika terumbu karang dalam kondisi rusak maka jumlah ikan juga akan terbatas, sehingga produksi tangkapan pun menurun. Menurut Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan

diakses pada tanggal 24 Januari 2018).

(12)

Indonesia (LIPI), kondisi terumbu karang di perairan Indonesia pada tahun 2017 perlu diwaspadai. Sekitar 35,15 persen terumbu karang dalam kondisi jelek, 35,06 persen dalam kondisi cukup, 23,40 persen dalam kondisi baik, dan hanya sekitar 6,39 persen terumbu karang yang masih dalam kondisi sangat baik. Menurut Dirmansyah (2017), kerusakan terumbu karang di Indonesia disebabkan oleh aktivitas perusakan seperti penangkapan ikan menggunakan alat tangkap terlarang seperti bom, pencemaran, peningkatan pengembangan wilayah pesisir, sedimentasi akibat rusaknya wilayah hulu dan daerah aliran sungai, pertambangan, dan pemutihan karang akibat perubahan iklim, serta penambanganterumbukarang(Republika.co.id,https://www.google.com/url?sa=t&s ource=web&cd=2&ved=2ahUEwi10MTgycDZAhUC6Y8KHTKUDuMQFjABeg QICRA&url=http%3A%2F%2Flipi.go.2lipimedia%Fkondisiterumbukarangindon esiamengkhawatirkan%2F1841&usg=AOVvAW2UzT5bw0zULCNEdgNbZm

Dalam kaitannya dengan penggunaan alat tangkap terlarang, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil langkah strategi guna mengatasi ancaman kerusakan ekosistem laut nasional melalui penerbitanPeraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (PERMEN-KP) No 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunn Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Dengan di keluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut artinya seluruh kegiatan perikanan tangkap yang menggunakan pukat hela dan pukat tarik di larang dan berlaku sampai izin masa berlakunya habis.

dia kses pada tanggal 1 Januari 2018).

(13)

Yang terdapat pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikana (PERMEN KP) No 2 Tahun 2015 tentang Larangan Pengguna Alat Tangkap Cantrang ini bagi masyarakat yang menggunakannya atau dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan menggunakannya alat penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak ekosistem laut serta merusak keberlangsungan perikanan di tindak pidana. Bentuk alat tangkap cantrang berbentuk pukat kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari 2 bagian sayap, badan dan kantong jaring, tali pemberat dan tali pelampung, tali ris atas dan ris bawah, alat tangkap cantrang ini digunakan untuk menangkap berbagai jenis ikan dari dasar laut. Dan masih banyak nelayan yang belum memahami dampak dari penyimpangan teknik penggunaan alat tangkap cantrang tersebut, maka penggunaan alat tangkap cantrang harus dilarang. Karna termasuk kedalam kejahatan dengan delik dolus karna perbuatannya dilakukan dengan sengaja dan berakibat dari perbuatan tersebut yang dapat mengganggu ekosisitem laut dan merusak sumber daya ikan yang tidak diperlukan. Bagi masyarakat nelayan dengan perbuatan yang hanya membawa atau mempunyai alat tangkap cantrang dan belum sampai menggunakannya sudah dikenakan pasal 85 dan asalkan dilakukannya di atas kapal penangkapan ikan tersebut.

Dengan adanya pelarangan alat tangkap tersebut, penggunaan pukat hela dan pukat tarik yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia salah satunya di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah yang memiliki pukat hela yang cukup banyak, secara tegas di larang oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang terdapat pada pasal 4 ayat (2) huruf (e) yang menyebutkan bahwa cantrang termasuk dalam jenis alat penangkapan ikan pukat

(14)

tarik berkapal. Peraturan ini juga merupakan salah satu pendorong untk menjaga ekosistem kelautan dengan cara melarang alat tangkap cantrang.

Pada umumnya nelayan di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan nelayan kecil yang hanya memiliki perahu kecil dan menggunakan alat tangkap yang sederhana. Nelayan di Desa Pasar Sorkam dengan kualitas sumber daya yang kurang memadai dapat bertahan hidup dengan meminjam uang kepada koperasi ataupun peminjaman kepada perbankan.Tidak seperti nelayan yang bermodal besar, mereka dapat menggunakan peralatan yang terbilang canggih untuk menangkap ikan seperti alat tangkap cantrang. Hal ini menimbulkan masalah sosial ekonomi pada masyarakat nelayan Desa Pasar Sorkam dan menjadi persoalan meningkatnya kelangkaan sumber daya perikanan, kerusakan ekosistem pesisir dan laut serta keterbatasan kualitas dan kapasitas teknologi penangkapan, rendahnya sumberdaya manusia, ketimpangan terhadap sumber daya perikanan, serta lemahnya proteksi kebijakan dan dukungan fasilitas pembangunan untuk masyarakat nelayan.

Dengan dikeluarkannya kebijakan pelarangan alat tangkap cantrang tersebut, sesungguhnya akan mempengaruhi taraf hidup dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial nelayan. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan sesungguhnya sangat memadai apabila alat tangkap cantrang atau pukat hela dan pukat tarik dihapuskan karena pada dasarnya nelayan di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah menggunakan alat tangkap pancing dan jaring. Dengan pelarangan alat tangkap cantrang, maka keputusan pemerintah merupakan kebijakan yang tepat karena seiring berjalannya waktu, nelayan buruh maupun nelayan kecil telah menikmati hasil dari keputusan

(15)

pemerintah tersebut dengan membaiknya ekosistem laut sehingga jumlah produksi ikan bertambah dan terjaganya ekosistem laut. Dengan bertambahnya jumlah produksi ikan nelayan Desa Pasar Sorkam, otomatis pendapatan mereka juga meningkat sehingga kesejahteraan sosial nelayan Desa Pasar Sorkam meningkat.

Dari fenomena diatas, penulis tertarik untuk mengangkat penelitian dengan judul “Dampak Implementasi Kebijakan Pelarangan Alat Tangkap Cantrang Terkait Kesejahteraan Sosial Nelayan di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah’’

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang menjadi pokok penelitian ini adalah :Bagaimana Dampak Implementasi Kebijakan Pelarangan Alat Tangkap Cantrang Terkait Kesejahteraan Sosial Nelayan di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah serta apa saja strategi yang dilakukan pemerintah dan nelayan untuk bisa bertahan memenuhi kebutuhan nelayan untuk meningktakan kesejahteraan sosial ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapaun tujuan penulis melakukan penelitian tentang judul di atas adalah : 1.3.1 Untuk mengetahui apakah ada Dampak Implementasi Kebijakan Pelarangan Alat Tangkap Cantrang Terkait Kesejahteraan Sosial Nelayan di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah.

(16)

1.3.2 Untuk mengetahui strategi yang dilakukan oleh Pemerintah dan nelayan untuk bisa bertahan dalam memenuhi kebutuhan keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara subjektif, bermanfaaat bagi peneliti untuk melatih, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis dan kemampuan untuk menuliskan karya ilmiah.

2. Secara praktis, hasil peneliti ini diharapkan dapat memberikan masukan atau sumbangan pemikiran bagi penulis lainnya yang ingin mengamati kebijakan Pelarangan alat tangkap cantrang maupun berbagai pihak terkait dalam pelaksanaannya.

3. Secara akademis, peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah di buat oleh para mahasiswa bagi program Suti Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan ilmu sosial sangat berkembang pesat sehingga memunculkan banyak teori sosial, untuk itu dalam melaksanakan penelitian ilmiah, teori berperan sebagai landasan berfikir dalam mendorong berbagai pemecahan masalah. Secara umum teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta yang di susun secara sistematis, logis, rasional, empiris(kenyataan), juga simbolis dalam menjelaskna suatu penomena, maka dalam penelitian kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan dasar yang berguna untuk membantu penelitian dalam memecahkan masalah.

2.1 Kebijakan Publik

Kebijakan publik merupakan suatu istilah yang dipakai dalam memecahkan masalah sehingga dalam lingkungan kita sehari-hari hal tersebut menjadi bahasan apa yang di maksud dengan kebijakan publik. Menurut Chandler dan Plano (1988) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah- masalah publik untuk pemerintah. Dalam kenyataannya, kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut perpartisipasi dalam lingkungan secara luas (Tangkilisan 2003:1).

(18)

Menurut Woll (1966) juga mendefinisikan kebijakan publik adalah sejumlah aktifitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang memepengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai imlikasi dari tindakan pemerintah yaitu:

1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya bertujuan menggunakan kekuatau publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.

2. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

3. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat (Tangkilisan 2003:2).

Dalam tahapan kebijakan ini, kebijakan dipandang sebagai sebuah siklus yang di mungkinkan akan menjadi evolusi kebijakan. Sebuah kebijakan akan melewati serangkaian proses implementasi, monitoring, dan evaluasi. Kebijakan akan lahir kembali dengan perubahan secara inkremental dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi perubahan yang mendasar meskipun amat jarang terjadi. Oleh karena itu tidaklah heran jika teori kebijakan inkrementalism lebih banyak menemui kebenarannya dalam arti lebih banyak terjadi ketimbang teori kebijakan yang lain seperti rational comprehensive.Kebijakan publik yang inkremental lebih banyak mewarnai kebijakan pemerintah karna memang kebijakan inkramental lebih memilih resiko penolakan yang kecil ketimbang harus memenuhi ambisi kelompok kepentingan yang radikal (sebagai oposisi), yang menginginkan lahirmya kebijakan yang radikal. Selain itu, kebijakan inkramental juga menggambarkan kondisi sosial yang pro kepada quo ketimbang melakukan perubahan yang belum jelas arah dan tujuannya (Indiahono 2009:23).

(19)

Kebijakan publik dalam definisi yang mashur dari Dye adalah whatever governments choose to do or not to to. Maknanya Dye hendak menyatakan bahwa

apapun kegiatan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit merupakan kebijakan. Jika anda melihat banyak jalan berlubang, jembatan rusak atau sekolah rubuh kemudian anda mengira bahwa pemerintah tidak berbuat apa-apa, maka

‘’diamnya’ pemerintah itu menurut Dye adalah kebijakan. Interprestasi dari kebijakan menurut Dye diatas harus dimaknai dengan dua hal penting: pertama, bahwa kebijakan haruslah dilakukan oleh badan pemerintah, dan kedua, kebijakan tersebut mengandung pilihan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

Selain Dye,James E. Anderson mendefinisikan kebijakan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidangkegiatan tertentu. Pembicaraan tentang kebijakan memang tidak lepas dari kaitan kepentinganantar kelompok, baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat secara umum. (Indiahonio 2009:17).

Berhubungan dengan dampak implementasi kebijakan larangan alat tangkap cantrang dalam peraturan menteri kelautan dan perikanan(PERMEN KP) No 2 Tahun 2015, tentunya dapat diambil dalam mengatasi dan melakukan pembenahan yang tujuannya untuk menjaga keseimbangan ekonomi dari sisi kesejahteraan sosial nelayan terutama dalam penyetaraan alat tangkap secara keseluruhan dan tidak merusak ekosistem laut sehingga kebijakan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah bisa terlaksana. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian keputusan peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dan dituliskan

(20)

dalamperaturan resmi dan ditujukan untuk mensejahterakan seluruh masyarakat dan tidak mempunyai perbedaan tertentu.

2.2 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan bagian yang paling penting dalam proses pelaksanaan kebijakan, karena tanpa implementasi yang baik dan efektif maka kebijakan yang telah di rumuskan akan sia-sia. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pengambilan keputusan dalam kebijakan publik. Menurut Pressman dan Wildansky Implementasi kebijakan adalah suatu interaksi antara penyusun kebijakan tujuan dengan saran-saran tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Sedangkan menurut Wibawa implementasi kebijakan merupakan pengejawantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam undang-undang namun juga dapat berbentuk intruksi-intruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundang-undangan. Idenya keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara menggambarkan struktur proses implementasi tersebut (Tangkilisan 2003:18-19).

Claves secara tegas menyebutkan bahwa implementasi itu mencakup proses bergerak menuju tujuan kebijakan dengan cara langkah administratif dan politik (dalam Wahab 2008:23). sedangkan Menurut Patton dan Sawicki juga menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan dalam

(21)

mengatur cara dalam mengorganisir, mengintresprestasikan dan menerapkankebijakan yang telah di seleksi (Santoso 2008:41).

Dari definisi diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan sebuah pelaksanaan kebijakan pemerintahan yang bertujuan untuk pencapaian tujuan yang diharapkan sesuai dengan sasaran kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah dapat mencapai tujuan terutama dalam hal pelarangan alat tangkap cantrang dimana implementasi kebijakan ini sangat menuai pro dan kontra, sehingga akan menimbulkan dampak kepada para nelayan dan sangat berpengaruh kepada kesejahteraan sosial masyarakat nelayan di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah.

2.2.1 Model Implementasi Kebijakan

Model adalah sebuah kerangka sederhana yang merupakan sebuah usaha untuk memudahkan penjelasan terhadap suatu fenomena. Model banyak digunakan untuk memudahkan para peneliti dan pembelajar tingkat awal. Model diperlukan untuk menyampaikan fenomena yang rumit dan kompleks, dengan tujuan menyamakan persepsi terhadap sebuah fenomena dan kemudian diabstraksikan ke dalam sebuah model untuk menjelaskan fenomena tesebut (Indiahono 29:19).

a. Model George C.Edward III

George C. Edward lll mengemukakan empet variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yakni kemukasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi, ke empat variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain.

1. Komunikasi

(22)

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditrasmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasarn suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

2. Sumber daya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten tetapi apabila implementator kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementator, dan sumber daya financial. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengna baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga tidak efektif.

4. Struktur birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak.

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan organisasi tidak fleksibel. ( Subarsono 2005)

b. Model Merilee S. Grindle

Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan Grindle dimana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal, yakni:

1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

(23)

2. Apakah tujuan kebijakan tercapai, dimensi ini dapat diukur melihat dua faktor, yaitu dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok dan kedua, tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi.

Keberhasilan implementasi juga menurut Grindle di pengaruhi oleh dua variabel besar yakni isi kebijakan context of policy dan lingkungan implementasi context of implementation. Variabel isi kebijakan ini mencakup sejauh mana

kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran dan sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif sulit di implementasikan kepada program yang sekedar memberiakn bantuan kredit atau bantuan beras pada masyarakat miskin.

Sedangkan variabel lingkungan implementasi mencakup seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang di miliki oleh para aktor yang terlihat dalam implementasi kebijakan,karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa, tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran (Subarsono 2005).

c. Model Van Meter dan Van Horn

Dari beberapa model implementasi kebijakan diatas yang telah dijelaskan, maka model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Horn menetapan beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan. Beberapa variabel yang terdapat dalam Model Van Meter dan Horn sebagai berikut:

1. Strandar dan Sasaran/ Ukuran dan Tujuan Kebijakan

(24)

Pada dasarnya adalah untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh pelaksanaan kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat pencapaian standar dan sasarn tersebut. Pemehaman tentang maksud umum dari sebuah standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhsasil, bisa jadi gagal ketika para pelaksana tidak sepenuhnya menyadari standar dan tujuan kebijakan.

2. Sumber Daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya kebijakan tidak kalah pentingnya dengan komunikasi dan kebijakan ini harus juga tersedia dalam rrangka untuk mempelancar administrasi implementasi suatu kebijakan.

3. Karakteristik Organisasi Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informmal yang akan terlibat dalam pengeimplementasian kebijakan.

Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksanaanya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksanaan kebijakan yang ketat dan disiplin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

4. Komunikasi antar Organisasi terkait dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksana

Komunikasi dalam rangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai sumber informasi. Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksanaan kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa yang seharusnya dilakukan. Dalam suatu organisasi publik, komunikasi sering merupakan proses yang sulit dan kompleks. Proses pentrasferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi yang lain, dan ke komunikator lain, sering mengalami gangguan baik yang disengaja maupun tidak.

Prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan konsisten. Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan.

5. Disposisi atau Sikap Pelaksana

(25)

Menurut pendapat Van Meter dan Horn, sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang di laksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka sarankan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.

6. Lingkungan Sosial Ekonomi dan Politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.

Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif (Wahab Solichin, A 2004:78).

Sementara itu model implementasi kebijakan dan Van Meter dan Horn ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan merupakan model sangat kompleks, dimana satu variabel dapat mempengaruhi variabel yang lain, sperti:

a. Variabel sumber daya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi dan politik.

b. Variabel sumber daya juga dapat mempengaruhi komunikasi antar badan pelaksana.

c. Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi sikap pelaksana

d. Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi kinerja kebijakan.

e. Komunikasi antar badan pelaksana memiliki hubungan yang saling mempengaruhi dengan karekteritik badan pelaksana.

f. Komunikasi antar badan pelaksana dapat mempengaruhi sikap pelaksana.

g. Karakteristik badan pelaksana dapat mempengaruhi sikap pelaksana.

h. Karakteristik badan pelaksana juga dapat mempengaruhi kinerja kebijakan secara langsung.

Hubungan yang terkait dan kompleks diatas memang amat dimungkinkan terjadi dalam ranah implementasi kebijakan, sehingga penelitian implementasi kebijakan seharusnya tidak dilihat sebagai penelitian yang sederhana. Penelitian implementasi kebijakan menjadi menarik jika dapat menggambarkan yang terjadi antara variabel yang terdapat dalam model Van Meter dan Horn ini. Gambaran

(26)

yang utuh serta detail nantinya akan sangat menarik dan terlihat amat dinamis (Indiahono 2009:41).

Dari enam variabel yang dikemukakan Van Meter dan Van Horn di atas dapat di simpulkan bahwa model implementasi kebijakan ini dapat mengukur serta menjelaskan bagaimana dampak implementasi kebijakan pelarangan alat tangkap cantrang terkait kesejahteraan sosial nelayan di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah yang ditinjau dati standar dan sasaran yang harus dicapai oleh pelaksana kebijakan, sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu implementasi kebijakan dan aparat yang terlibat sebagai organisasi pelaksana dengan komunikasi dalam rangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa yang menjadi standar dan tujuan yang akan di terima atau di tolak oleh para agen pelaksana kebijakan yang snagat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik dan sangat berpengaruh pada lingungan sosial, ekonomi dan politik.

2.3 Kesejahteraan Sosial

Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa. Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinnya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri. Permasalah sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak dan bermatabat itu adalah masyarakat yang menyandang masalah kesejahteraan sosial. Kesejahteraan sosial dalam arti yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf

(27)

kehidupan yang lebih baik, ini tidak hanya di ukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial mental dan segi kehidupan spiritual. Maksud dengan kesejahteraan sosial ini adalah suatu ilmu yang mengembangkan taraf hidup terhadap komunitas nelayan untuk melakukan suatu kegiatan dalam mencapai tingkat kesejahteraan sosial terhadap masyarakat (Rukminto 2003:4).

Sedangkan menurut Midgley kesejahteraan adalah suatu keadaan sejahtera secara sosial tersusun dari tiga unsur sebagai berikut. Pertama, setinggi apa masalah-masalah sosial dikendalikan, kedua seluas apa kebutuhan-kebutuhan di penuhi dan ketiga, setinggi apa kesempatan-kesempatan untuk maju tersedia. Tiga unsur ini berlaku bagi individu-individu, keluarga-keluarga, komunitas-komunitas dan bahkan seluruh masyarakat. Selanjutnya ada juga yang mendefinisikan baha kesejahteraan sosial sebagai suatu usaha. Sebagaimana oleh Remansyhyn mencakup semua bentuk intervensi sosial yang mempunyai suatu perhatian utama dan langsung pada usaha peningkatan kesejahteraan individu dan masyarakat sebagai keseluruhan. Kesejahteraan sosial mencakup penyediaan pertolongan yang proses-proses yang secara langsung berkenaan bagi penyembuhan dan pencegahan masalah-masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia dan perbaikan kualitas hidup. Itu meliputi pelayanan sosial bagi individu, keluarga dan juga memperkuat dan atau memperbaiki lembaga-lembaga sosial (Muhadjir Effendy 2007:4).

Dari pernyataan ahli dan kutipan diatas, maka kesejahteraan sosial nelayan Desa Pasar Sorkam jelas belum seimbang sesuai dengan perbedaan antara pemilik modal besar yang menggunakan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik dengan

(28)

nelayan kecil atau nelayan buruh yang hanya menggunakan alat tangkap yang sederhana, namun tidak merusak ekosistem laut. Dikeluarkannya PERMEN KP No 2 tahun 2015 sangat membantu dalam meningkatkan penjagaan terhadap ekosistem laut. Sesuai dengan kutipan di atas gejala yang tidak sesuai norma dan nilai standar sosial diharapkan akan dilaksanakan sepenuhnya oleh kementrian Kelautan dan Perikanan agar nelayan tidak terpinggirkan, dan penyetaraan alat tangkap yang sederhana dan tidak mengganggu ekosistem kelautan bisa di canangkan kepada seluruh nelayan yang mempunyai kapal besar maupun sampan serta kapal-kapal kecil lainnya, dengan demikian maka kesejahteraan sosial nelayan kedepannya akan lebih baik.

2.4 Kebijakan Kemaritim Nelayan

Kebijakan tentang keselamatan dan keamanan kemaritiman nelayan dalam menunjang sistem trasportasi laut di Indonesia, maritim yang dimaksud yang berhubungan dengan angkatan laut, kekuatan darat dan udara, masih belum berjalan optimal, masih sering terjadi kecelakaan baik karena faktor alam maupun karena faktor manusia. Kebijakan pemerintah di bidang kemaritiman baik industri perikanan maupun industri pelayaran belum dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan undang-undang yang berlaku, selama ini pengembangan potensi maritim terbentur masalah struktur, dan belum ada kesadaran politis secara nasional tentang betapa besarnya potensi ekonomi, perikanan, dan maritim tersebut. Dan masih sedikit masyarakat yang mengetahui tentang kandungan potensi sumber daya kelautan di Indonesia khususnya di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah sehingga pelaranga alat tangkap tersebut di berlakukan guna untuk menjaga sumber daya kelautan kerusakan ekosistem laut,

(29)

serta keanekaragaman hayati lainnya. Oleh karena itu dapat di lihat Indonesia mempunyai lautan yang luas dan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dan memberikan banyak harapan serta kesejahteraan masyarakat TerutamamasyarakatNelayan(www.researchgate.net,https://www.researchgate.net /publication/319641897_kebijakan_keselamatan_dan_keamanan_maritim_dalam_

menunjang_sistem_trasportasi_laut, diakses pada tanggal 10 Maret 2018).

2.4.1 Ciri-Ciri Masyarakat Nelayan

Sastrawidjaya (2002:13) mengungkapkan bahwa masyarakat nelayan adalah mereka yang segala aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir atau mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka.

Paparan tersebut memberikan gambaran bahwa masyarakat nelayan memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat lain pada umumnya. Secara geografis, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut. Sedangkan menurut Imron Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kedidupanya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan enangkapan ataupun budi daya. Ereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Mulyadi S. 2005).

Sastrawidjaya (2002:15) juga menjelaskan ciri-ciri masyarakat nelayan dari berbagai segi, yaitu:

a. Dari segi cara hidup

Komunitas nelayan adalah komunitas gotong-royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong-menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga yang banyak. Seperti saat berlayar. Membangun rumah atau tanggul penahan gelombang di sekitar desa.

(30)

b. Dari segi keterampilan.

Meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memiliki ketrampilan sederhana. Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua. Bukan yang dipelajari secara professional.

c. Dari bangunan struktur sosial.

komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan homogen.

Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat. Sedangkan yang homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya mengunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil.

Sementara itu, kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut di daerah mereka.

Selain ciri, Retnowati (2011:12) mengemukakan masyarakat nelayan pun memiliki klasifikasi menjadi 6 macam, yaitu:

a. Nelayan pemilik (juragan) adalah orang atau perseorangan yang melakukan usaha penangkapan ikan, dengan hak atau berkuasa atas kapal/perahu dan/atau alat tangkap ikan yang dipergunakan untuk menangkap ikan.

b. Nelayan penggarap (buruh atau pekerja) adalah seseorang yang menyediakan tenaganya atau bekerja untuk melakukan penangkapan ikan yang pada umumnya merupakan/membentuk satu kesatuan dengan yang lainnya dengan mendapatkan upah berdasarkan bagi hasil penjualan ikan hasil tangkapan.

c. Nelayan tradisional adalah orang perorangan yang pekerjaannya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan perahu dan alat tangkap yang sederhana. Dengan keterbatasan perahu maupun alat tangkapnya, maka jangkauan wilayah penangkapannya pun menjadi terbatas biasanya hanya berjarak 6 mil laut dari garis pantai. Nelayan ini biasanya adalah nelayan yang turun-temurun yang melakukan penangkapan ikan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

d. Nelayan kecil pada dasarnya berasal dari nelayan yang hanya dengan adanya program modernisasi atau motorisasi perahu dan alat tangkap maka mereka tidak lagi semata-mata mengandalkan perahu tradisional maupun alat tangkap yang konvensional saja melainkan juga menggunakan diesel atau motor, sehingga jangkauan wilayah penangkapan agak meluas atau jauh.

e. Nelayan gendong (nelayan angkut) adalah nelayan yang dalam keadaan senyatanya dia tidak melakukan penangkapan ikan karena kapal tidak dilengkapi dengan alat tangkap melainkan berangkat dengan membawa modal uang (modal dari juragan) yang akan digunakan untuk melakukan transaksi membeli ikan di tengah laut yang kemudian akan dijual kembali.

f. Perusahaan penangkapan ikan atau industri penangkapan ikan adalah perusahaan yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang melakukan usaha penangkapan ikan dengan tujuan untuk perdagangan

(31)

eksport atau berorientasi komersil. Perusahaan yang bergerak di bidang penangkapan ini memperkerjakan pekerja-pekerja yaitu nahkoda dan pembantu-pembantunya atau Anak Buah Kapal (ABK) dengan sistem upah/gaji.

2.3 Alat Tangkap Cantrang

Cantrang merupakan alat tangkap untuk menangkap ikan yang berada di dasar perairan, Dengan hal tersebut pengoperasian cantrang akan mengeruk dasar perairan. terumbu karang yang terdapat pada dasar perairan tidak menutup kemungkinan akan terkeruk juga oleh alat tangkap cantrang. Rusaknya terumbu karang akan mengganggu ekosistem bawah laut. Ekosistem terumbu karang merupakan tempat makan bagi ikan, tempat memijah (memisahkan), tempat asuhan, tempat berlindung dan menempelnya rumput laut. Menurut George et, al, (1953) cantrang menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil. Di lihat dari fungsi dan hasil tangkapan cantrang menyerupai trawl yaitu untuk menangkap sumber daya perikanan terutama ikan dan udang, tetapi bentuknya lebih sederhana dan pada waktu penangkapannya menggunakan perahu yang sedang hingga yang besar kemudian bagian bibir atas dan bibir bawah cantrang berukuran sama panjang, panjang jaring dari ujung belakang kantong sampai pada ujung kaki sekitar 8-12 meter (Dalam Subani dan Barus 1989:7).

Keputusan menteri perikanan dan kelautan yang tetap melarang penggunaan alat tangkap cantrang tidak ramah lingkungan seperti cantrang mempunyai alasan yaitu alat tangkap tersebut telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan.

Hasil tangkapan cantrang di nilai sebagai alat tangkap yang kurang selektif terhadap ikan tangkapan, biota-biota yang belum matang dan memijah dapat

(32)

tertangkap oleh alat tangkap cantrang hal ini akan menyebabkan berkurangnya stok sumber daya ikan di seluruh perairan indonesia termasuk Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah.

2.4 Kontruksi Alat Tangkap Cantrang

Kontruksi alat tangkap cantrang menurut George et, al, (1953) secara umum terdiri atas kantong, sayap, badan, dan mulut Berikut gambaran umum bagian-bagian cantrang :

1) Kantong (Cod end), merupakan bagian jaring tempat terkumpulnya hasil tangkapan. Pada ujung katong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan tidak mudah lolos (terlepas)

2) Badan (Body), merupakan bagian jaring terbesar, terletak antara sayap dan kantong. Bagian ini berfungsi untuk menghubungkan bagian sayap dan kantong untung menampung jenis ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong. Badan terdiri atas bagian-bagian kecil jaring dengan ukuran mata jaringnya berbeda-beda.

3) Sayap (Wing), merupaka bagian jaring yang merupakan sambungan atau perpanjangan badan sampai tali salambar. Bagian ini juga sering disebut jaring pengarah. Sayap teridiri dari sayap kanan dan sayap kiri, masing-masing memiliki sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing). Kedua sayap membentuk mulut jaring yang terdiri dari mulut atas (head line) yang diikatkan tali ris atas (head rope) sebagai tempat penampung dan mulut bawah (ground line) yang diikatkan tali ris bawah (ground rope) yang diberi pemberat. Fungsi sayap untuk menghadang dan mengarahkan ikan agar masuk ke dalam kantong.

4) Mulut (Mouth), alat cantrang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan sama pada mulut jaring terdapat :

a. Pelampung (float), tujuan umum penggunaan pelampung adalah untuk memberikan daya apung pada alat tangkap cantrang yamg dipasang pada bagian tali ris atas (bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka.

b. Pemberat (Sinker), dipasang pada tali ris bagian bawah dengan tujuan agar bagian-bagian jaring yang dipasang pemberat ini cepat tenggelam dan tetap berada pada posisinya (dasar perairan) meskipun mendapat pengaruh dari arus.

c. Tali ris atas (head rope), berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, badan jaring (bibir bagian atas) dan pelampung.

(33)

d. Tali ris bawah (ground rope), berfungsi sebagia tempat mengikatkan bagian sayap jaring, badan jaring (bibir bagian bawah) dan pemberat.

e. Tali penarik (Warp), berfungsi untuk menarik jaring selama dioperasikan (Dalam Subani dan Barus 1989:7).

Gambar 2.1 Kontruksi alat tangkap cantrang

Sumber : Subani dan Barus 1989:7 2.5 Hipotesis Kerjakan

Hipotesis kerja adalah hipotesa yang sebenarnya, yang asli, yang bersumber dari kesimpulan teoritik (Tatang M.Amirin 2000:84).Sejalan dengan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan hipotesis kerja yaitu:

Dampak Implementasi Kebijakan Pelarangan Alat Tangkap Cantrang Terkait Kesejahteraan Sosial Nelayan di Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah meliputi standar dan sasaran kebijakan, sumber daya,karakteristik organisasi pelaksana, komunikasi antar organisasi, sikap pelaksana, lingkungan sosial ekonomi dan politik.

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian

Berdasarkan bentuk penelitian penulis mengemukaan bahwa bentuk penelitian yang dikemukakan adalah deskriptif kualitatif. Bentuk penelitian deskriptif berarti penulis akan menggambarkan atau mendeskripsikan gejala- gejala peristiwa dari dampak implementasi kebijakan pelarangan alat tangkap cantrang terkait kesejahteraan sosial nelayan tradisional di desa pasar sorkam kecamatan sorkam barat kabupaten tapanuli tengah. Oleh karena itu dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti akan mengumpulkan informasi.

Metode penelitian kualitatif yang dijelaskan oleh Gay (dalam Yusuf 2014:31) metode ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang menyangkut sesuatu pada waktu yang sedang berlangsungnya proses penelitian. Metode penelitian ini dapat digunakan dengan lebih banyak segi dan lebih luas dari metode yang lain. Iapun memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai macam masalah. Dengan demikian Ini adalah suatu fenomena sosial yang memerlukan informasi secara mendalam dan menyeluruh melalui wawancara secara mendalam dari masing-masing informan utama maupun tambahan agar terlihat jelas apa yang sebenarnya yang terjadi dilapangan dan ingin mengetahui serta melihat langsung bagaimana kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan apakah ada dampak yang terlihat secara langsung.

(35)

3.2 Lokasi Penelitian

Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam hal pelarangan alat tangkap cantrang, gejala-gejala yang dialami oleh masyarakat nelayan menuai pro dan kontra terutama dalam hal kesejahteraan nelayan yang kurang mampu untuk bersaing memenuhi kebutuhan hidup dengan alat tangkap yang sederhana yang dikarenakan masih banyaknya beroperasi nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang yang merusak ekosistem laut, seperti terumbu karang serta perkembangan biotalaut yang terganggu dan juga kita ketahui pertumbuhan karang yang sangat sulit bekembangnya. total keseluruhan kapal yang menggunakan alat tangkap cantrang/trawl ±51 kapal sedangkan kapal yang menggunakan alat tangkap sederhana yang berbentuk jaring atau alat pancing

±130 kapal. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, maka penelitian ini akan dilaksanakan di tempat yang sesuai dengan judul penelitian ini yaitu pada Desa Pasar Sorkam, Jl. Abdul Kahar Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.3 Informan Penelitian

Untuk mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan dalam suatu penelitian, maka dapat diperoleh melalui informan penelitian. Dijelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif subyek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subyek penelitian tersebutlah yang akan menjadi informan yang dapat memberikan berbagai informasi yang dioerlukan selama proses penelitian (Suyanto 2005:108)

Informan penelitian adalah Implementator dari kebijakan yang dapat memahami informasi yang berkaitan dengan objek penelitian. Untuk memperoleh

(36)

informasi yang jelas mengenai masalah yang sedang dibahas maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive Sampling dalam menentukan informan penelitiannya. Dimana penulis akan mewawancarai tiga informan sampai jawaban dari responden sehingga kemudian dapat diperoleh informasi yang jelas dan dapat dipercaya berupa pernyataan-pernyataan , keterangan ataupun data -data yang membantu mengatasi permasalahan tersebut.

Berdasarkan uraian diatas maka adapun informan penelitian ini terdiri atas:

1. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah 2. Konservasi Penyu Desa Pasar Sorkam

3. Kepala Desa Pasar Sorkam

4. Masyarakat Nelayan Desa Pasar Sorkam

No Informan Jenis informan yang dibutuhkan Teknik pengumpula n data

Jumlah

1. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Tapanuli Tengah.

a. Kabid

Penangkapan,

Perizinan dan Pemberdayaan

b. Kabid

1. Standar dan sasaran yang dibutuhkan adalah penyetaraan alat tangkap yang sederhana di Kabupaten Tapanuli Tengah.

2. Sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implentasi kebijakan.

3. Karakteristik organisasi pelaksana merupakan hal

Wawancara 3.

orang

(37)

Pemasaran

c. Kabid Bagian Umun/Staf

penting karena kinerja implemntasi kebijakan sangat dipengaruhi dengan para agen pelaksananya.

4. Komunikasi antar organisasi dalam rangka penyampaian informasi tentang yang menjadi standar dan tujuan dalam berbagai kegiatan pelaksana.

5.Sikap pelaksana merupakan penerimaan atau penolokan dari kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi.

6. Lingkungan sosial ekonomi dan politik menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan di tinjau dari sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik.

2. Kelompok Konservasi

Penyu Desa

1. Standar dan sasaran yang dibutuhkan adalah penyetaraan alat tangkap yang sederhana di

Wawancara 3.

orang

(38)

Pasar Sorkam

a. Ketua

Konservasi Penyu

b. Sekretaris Konservasi

Penyu

c. Bendahara Konservasi

Penyu

Kabupaten Tapanuli Tengah.

2. Sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implentasi kebijakan.

3. Karakteristik organisasi pelaksana merupakan hal penting karena kinerja implemntasi kebijakan sangat dipengaruhi dengan para agen pelaksananya.

4. Komunikasi antar organisasi dalam rangka penyampaian informasi tentang yang menjadi standar dan tujuan dalam berbagai kegiatan pelaksana.

5.Sikap pelaksana merupakan penerimaan atau penolokan dari kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi.

6. Lingkungan sosial ekonomi dan politik menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan di tinjau

(39)

dari sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik.

3. a. Kepala Desa Pasar Sorkam

b. Sekretaris Desa Pasar Sorkam

c. BPD Desa Pasar Sorkam

1. Standar dan sasaran yang dibutuhkan adalah penyetaraan alat tangkap yang sederhana di Desa Pasar Sorkam.

2. Sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implentasi kebijakan.

3. Karakteristik organisasi pelaksana merupakan hal penting karena kinerja implemntasi kebijakan sangat dipengaruhi dengan para agen pelaksananya.

4. Komunikasi antar organisasi dalam rangka penyampaian informasi tentang yang menjadi standar dan tujuan dalam berbagai kegiatan pelaksana.

5.Sikap pelaksana merupakan penerimaan atau penolokan dari kebijakan yang sangat

Wawancara 3 orang

(40)

mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi.

6. Lingkungan sosial ekonomi dan politik menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan di tinjau dari sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik.

4. Masyarakat Nelayan Desa Pasar Sorkam

1. Standar dan sasaran yang dibutuhkan adalah penyetaraan alat tangkap yang sederhana di Desa Pasar Sorkam.

2. Sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implentasi kebijakan.

3.Sikap pelaksana merupakan penerimaan atau penolokan dari kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi.

4. Lingkungan sosial ekonomi dan politik menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja

Wawancara 9 orang

(41)

implementasi kebijakan di tinjau dari sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik.

Jumlah 18

Tabel 3.1 Matriks Informan 3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian karna bertujuan untuk mendapatkan data, keterangan dan informasi sumber data yang diperoleh. Dalam hal ini yang digunakan adalah observasi, partisipatif, wawancara dan dokumentasi untuk mendapatkan sumber data (Sugiyono 2012:83) teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain untuk sebagai berikut:

1. Teknik pengumpulan data Primer

Teknik Pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab yang dilakukan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relepansi tethadap masalah yang berhubungan dengan penelitian. Wawancara yang dilakukan termasuk wawancara yang mendalam yaitu dengan terlibat secara tatap muka serta

(42)

menggunakan wawancara yang bersifat semi struktur.Maka dari itu, sebelum kelapangan penulis harus menyusun pedoman wawancara.

b. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang merupakan mengamati secara langsung terhadap fenomena-fenomena yang menjadi obyek penelitian yang mencatat segala gejala-gejala yang ditemukan dilapangan untuk mempelajari data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.

Maka dari itu, sebelum kelapangan penulis harus menyusun pedoman wawancara.

c. Studi dekumentasi

Studi dokemntasi yaitu dengan mengumpulkan data yang diperoleh menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada dalam lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan masalah penelitian. Oleh karena itu sebelum penulis turun ke lapangan penulis terlebih dahulu menyusun pedoman dokumentasi.

1.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu menguraikan serta menginterprestasikan data yang di peroleh di lapangan dari para informan. Teknik analisis data dilakukan secara interatif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya benar-benar jelas dan menyakinkan.

(43)

Menurut Miles dan Huberman ( Sugiyono 2007:243) Terdapat beberapa langkah dalam melakukan analisis data, yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data dilakukan dengan merangkum dan memfokuskan hal-hal yang penting dalam penelitian dengan mencari tema dan pola sehingga memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila diperlukan.

2. Penyajian data

Penyajian data digunakan sebagai pengumpulan informasi yang memberikan adanya penarikan kesimpulan dan tindakan. Setelah langkah pertama selesai maka langka selanjutnya Penyajian data ini dilakukan dalam bentuk uraian atau teks yang bersifat naratif, bagan dan bentuk tabel sehingga memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3. Penarikan kesimpulan

Dalam penelitian ini, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan bisa berubah tidak di temukan bukti-bukti yang kuat pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun apabila kesimpulan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali ke lapangan maka data tersebut dapat dikatakan sebagai data yang kredibel.

3.6 Teknik Keabsahan Data

Triangulasi merupakan cara pemeriksaaan keabsahan data yang paling umum di gunakan. Cara ini dilakukan dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di

(44)

luar data untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam kaitan ini Patton (dalam Sutopo 2006:92) menjelaskan teknik Triangulasi yang dapat digunakan menurut Patton meliputi:

a. Triangulasi Data, dapat disebut juga triangulasi sumber cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data ia berusaha menggunakan berbagai sumber yang ada .

b. Triangulasi Peneliti, adalah hasil penelitian baik yang berupa data maupun kesimpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya yang dapat diuji oleh peneliti lain (Sutopo 2006:93).

c. Triangulasi Metodologis, teknik Triangulasi metode digunakan dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi menggunakan metode yang berbeda.

d. Triangulasi Teoritis, Triangulasi jenis ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang di kaji (Sutopo 2006:98).

Dalam penelitian ini menggunakan tekhnik pemeriksaan keabsahan data triangulasi sumber data dengan triangulasi metode. Teknik triangulasi sumber data dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh melalui wawancara antara subjek penelitian yang satu dengan yang lain. Teknik triangulasi metode digunakan dengan cara mengumpulkan data sejenis dengan metode yang berbeda dan membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan dengan hasil pengamatan peneliti yang berkaitan dengan dampak implementasi kebijakan pelarangan alat tangkap cantrang terkait kesejahteraan sosial nelayan tradisional di desa pasar sorkam kecamatan sorkam barat kabupaten tapanuli tengah.

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu dari beberapa sektor potensi dan peluang investasi yang besar di Kabupaten Tapanuli Tengah, yang berada di pesisir Kawasan Pantai Barat Sumatera Utara dengan panjang garis pantai ± 200 km dan memiliki pulau – pulau kecil serta wilayahnya langsung menghadap ke Samudera Indonesia. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah adalah salah satu SKPD yang berperan untuk Pencapaian Masyarakat Pesisir untuk Maju, Sejahtera dan Bermartabat di bidang Sektor PerikananKabupaten Tapanuli Tengah. Peran sektor kelautan dan perikanan menjadi salah satu pilar utama pembangunan dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah sehingga pembangunan bidang kelautan dan perikanan harus tetap dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.

Terwujudnya Masyarakat Tapanuli Tengah yang Berkarakter,Mandiri, Berakhlak dan Berkeadilan yang Sejahtera” Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah dalam Visi dan Misi yang tertuang dalam Rencana Strategis untuk Mewujudkan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan yang Terpadu, Berkelanjutan dan Berdaya Saing Menuju Masyarakat Sejahtera’’ Dalam mewujudkan Pembangunan Bidang Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah.

(46)

4.1.1Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah

Dinas Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas menyelenggarakan sebagian kewenangan daerah di bidang kelautan dan perikanan meliputi perumusan kebijakan teknis, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengendalian.

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Dinas Kelauatn dan Perikanan mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. perumusan kebijakan pemberdayaan nelayan kecil dan usaha kecil pembudidayaan ikan, penerbitan Surat Izin Usaha Perikanan di bidang pembudidayaan ikan. Pengelolaan, pemasaran dan penyelenggaraan Tempat Pelelangan Ikan (TPI);

b. pelaksanaan kebijakan pemberdayaan nelayan kecil dan usaha kecil pembudidayaan ikan, penerbitan SIUP di bidang pembudidayaan ikan, pengelolaan, pemasaran dan penyelenggaraan Tempat Pelelangan Ikan (TPI);

c. pelaksanaan evaluasi, administrasi dan pelaporan pemberdayaan nelayan kecil dan usaha kecil pembudidayaan ikan, penerbitan SIUP di bidang pembudidayaan ikan, pengelolaan, pemasaran dan penyelenggaraan Tempat Pelelangan Ikan (TPI);

d. pelaksanaan fungsi lain yang terkait bidang kelautan dan perikanan yang diberikan oleh Bupati.

1. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah

• Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas membantu Bupati melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan di bidang kelautan dan perikanan;

• Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. pembinan dan pengawasan pelaksanaan urusan ketatausahaan dinas;

b. pembinaan dan pengawasan penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka panjang dinas;

c. pembinaan umum di bidang kelautan dan perikanan;

d. pembinaan Teknis di bidang kelautan dan perikanan;

e. pemberian rekomendasi izin dan pembinaan usaha serta penyuluhan;

f. pemberdayaan masyarakat pantai;

g. penelitian dalam bidang perikanan spesifik daerah sesuai keperluan dan kondisi lingkungan ekonomi daerah;

h. pengujian teknologi dalam rangka penerapan teknologi anjuran;

i. pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan pendidikan, latihan pilot proyek dan penyuluhan bidang kelautan dan perikanan;

j. pembinaan dan pengawasan penjagaan ekosistem laut, pesisir, pantai dan dasar laut;

k. pelaksanaan penataan dan penegakan hukum kelautan dan perikanan;

(47)

l. pelaksanaan pengawasan dan perlindungan laut;

m. pelaksanaan kerjasama bidang kelautan dan perikanan antar daerah dan masyarakat internasional;

n. pelaksanaan koordinasi dengan instansi dan atau lembaga terkait lainnya di bidang kelautan dan perikanan;

o. pelaksanaan pengembangan, pengolahan potensi kelautan dan perikanan dan pemasaran hasil perikanan;

p. pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan keuangan dinas;

q. pembinaan UPTD;

r. pembinaan Kelompok Jabatan Fungsional; dan

s. melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

2. Bidang

Bidang pada Dinas Kelautan dan Perikanan, terdiri dari:

1. Bidang Penangkapan, Perizinan dan Pemberdayaan, dan;

2. Bidang Budidaya, Pengelolaan dan Pemasaran.

PENJELASAN

1. Bidang Penangkapan, Perizinan dan Pemberdayaan pada Dinas Kelautan dan Perikananmempunyai tugas membantu Kepala Dinas di bidang urusan penangkapan, perizinan dan pemberdayaan.

2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bidang Penangkapan, Perizinan dan Pemberdayaanmenyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. Bidang Penangkapan, Perizinan dan Pemberdayaan pada Dinas Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas membantu Kepala Dinas di bidang urusan penangkapan, perizinan dan pemberdayaan;

b. Menghimpun dan mempelajari peraturan dan perundang-undangan, petunjuk dan pelaksanaan teknis, serta bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas bidang penangkapan, perizinan dan pemberdayaan;

c. Perumusan kebijakan di bidang penangkapan, perizinan dan pemberdayaan pada Dinas Perikanan;

d. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang bidang penangkapan, perizinan dan pemberdayaan pada Dinas Perikanan;

e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penangkapan, perizinan dan pemberdayaan pada Dinas Perikanan;

f. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang penangkapan, perizinan dan pemberdayaan. pada Dinas Perikanan;

g. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penangkapan, perizinan dan pemberdayaan pada Dinas Perikanan;

h. Perumusan pemberdayaan nelayan kecil;

i. Evaluasi serta pelaporan pelaksanaan pemberdayaan nelayan kecil;

j. Pelaksanaan dan penyelengaaraan Tempat Pelelangan Ikan (TPI);

k. Pelaksanaan administrasi penangkapan, perizinan dan pemberdayaan pada Dinas Perikanan;

Referensi

Dokumen terkait

Telegram, mengarahkan siswa untuk mencermati contoh-contoh pada diktat yang telah dibagikan secara online melalui blog, serta mengamati penjelasan pada channel Youtube

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk

memposting semua kebutuhan yang diingkan oleh user. Website yang dirancang merupakan suatu web yang memberikan output informasi yang akan ditampilkan. Tujuan dari

Untuk kondisi percepatan, waktu pe- nyelesaian selama 161 hari ( total percepatan 42 hari) dengan 3 lintasan kritis yang semua proses masuk ke lintasan kritis tersebut.

Adalah dana yang dialokasikan dari APBN untuk daerah sebagai pengeluaran pemerintah pusat untuk belanja daerah, yang meliputi:.. 1) Dana

Peningkatan nilai rasio H 0 /D 0 billet ataupun besar deformasi yang terjadi tidak serta merta berpengaruh pada besar peningkatan nilai kekerasan rata-rata (sifat mekanik)

Hasil pengujian efek diuretik menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirsak mulai dosis 25mg/kg bb memiliki aktivitas diuretik yang lebih lemah dibandingkan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap objek atau sampel penelitian yang diteliti, maka dapat disimpulkan bahwa semua unit bisnis air bersih,