Terhadap Kondisi Lingkungan Sekitarnya
Diajukan Sebagai Syarat untuk M encapai Gelar Strata-1
Perencanaan Wilayah dan Kota
Oleh :
RINI FAUZIA I0606039
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WLAYAH DAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS M ARET
Disusun Oleh : RINI FAUZIA NIM . I0606039
Surakarta, Juli 2010
Dosen Pembimbing Tugas Akhir :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. Ana Hardiana, M T M urtanti Jani Rahayu, ST, M T NIP. 196909191994122001 NIP. 197201172000032001
M engesahkan,
Ketua Ketua
Jurusan Arsitektur FT UNS Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota
Ir. Hardiyati, M T Ir. Galing Yudana, M T
NIP. 195612091986012001 NIP. 196201291987031002
Pembantu Dekan I
Ir. Nugroho Djarwanti, M T NIP. 195611121984032007
PROGRAM S TUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUS AN ARS ITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERS ITAS S EBELAS MARET S URAKARTA
Dosen Pembimbing : Ir. Ana Hardiana, M T
M urtanti Jani Rahayu, ST. M T
Abstrak
Dibangunnya apartemen, mall, kondotel dan city walk Solo Paragon di Kota Surakarta merupakan pembangunan sebagai upaya intensifikasi fungsi di pusat kota, yaitu berupa pembangunan vertikal. Solo Paragon memberikan pengaruh terhadap kecenderungan perubahan baik kondisi fisik, kondisi sosial, maupun kondisi ekonomi warga sekitarnya. Dan terjadi selama kurun waktu 3 tahun belakangan ini mulai dari berkembangnya isu-isu Solo Paragon dibangun.
Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh fisik terkait kemunculan gejala-gejala perkembangan perubahan pemanfaatan lahan menjadi komersil, mengidentifikasi pengaruh sosial pada masyarakat sekitar dan mengidentifikasi pengaruh ekonomi masyarakat sekitar apartemen Solo Paragon. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pertama, dilakukan identifikasi gejala perkembangan, jenis kegiatan komersial yang ada sebelum dan sesudah Solo Paragon dibangun, sebaran lokasi unit-unit perubahan dan pola pemanfaatan lahan yang disajikan secara spasial. Pada tahap akhir, dilakukan identifikasi pengaruh kondisi sosial dan ekonomi warga sekitar terkait adanya pembangunan Solo Paragon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perubahan pemanfaatan lahan komersial memanjang ada bagian periferi (menghadap jalan utama) khususnya Jalan Yosodipuro. Dengan pertambahan sebesar 27 unit untuk kegiatan perdagangan dan sebesar 19 unit untuk kegiatan jasa. Pada aspek sosial, diperoleh bahwa masyarakat sekitar tidak siap menerima kehadrian Solo Paragon karena merasa semakin heterogennya strata sosial sehingga sulit untuk berinteraksi, dan khawatir akan adanya gab/kesenjangan sosial dan infiltrasi kalangan menengah ke atas. Selain itu, khususnya PKL merasa semakin tereduksinya ruang publik untuk berjualan di sekitar Solo Paragon. Pada aspek ekonomi, hanya sedikit warga sekitar yang direkrut sebagai tenaga kerja Solo Paragon. Kemudian, dengan adanya pembangunan Solo Paragon dapat mendorong kegiatan usaha ekonomi masyarakat sekitar. Selain itu, harga lahan menjadi naik sehingga sebesar 22.35% warga sekitar yang mengubah fungsi bangunan menjadi komersil (komersialisasi bangunan).
baginya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya” (Ath Thalaq : 2 – 3)
“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah maha mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al-baqarah : 216)
karunia-Nya, Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Papa dan mama tercinta, terima kasih atas dorongan dan doa yang selalu
diberikan selama ini.
2. Ketiga kakakku tersayang yang selalu ada saat aku susah maupun senang.
3. Ibu Ir. Ana Hardiana, M T selaku dosen pembimbing I dan Ibu M urtanti
Jani Rahayu, ST, M T, yang telah memberikan waktu, arahan dan
kesabarannya kepada peneliti selama penyusunan tugas akhir ini.
4. Ir. Galing Yudana, M T, selaku ketua Prodi Perencanaan Wilayah dan
Kota.
5. Ir. Widaryatmo, M si dan Ir. Hari Y, M T, selaku dosen penguji.
6. Seluruh dosen PWK UNS atas pengetahuan, wawasan dan motivasi y ang
diberikan.
7. Teman-teman PWK „06. Untuk my besties Ruli, Isna, Dela, Riri, Isma,
Panganti, Ektin dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
8. Seluruh staf dan karyawan/manajemen Solo Paragon, DTK, maupun
dinas-dinas lain yang terkait terima kasih atas bantuannya.
9. Seluruh pihak-pihak lain yang membantu penulis dalam pembuatan Tugas
Akhir yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT M embalas segala kebaikan Bapak, Ibu, Saudara/i dengan
balasan yang lebih baik.
Semoga penelitian ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Saran dan kritik yang
konstruktif sangat diharapkan penulis untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya.
Surakarta, Juli 2010
Lembar Pengesahan ...ii
1.6 Batasan Penelitian ... 7
1.6.1 Batasan Wilayah Penelitian... 7
1.6.2 Batasan Waktu Penelitian... 9
1.6.3 Batasan M ateri Penelitian ... 9
1.7 Sistematika Penulisan ... 9
BAB 2 PENGARUH PEMBANGUNAN APARTEMEN DALAM PERS PEKTIF TEORI ... 11
2.1 Perkembangan kota... 11
2.1.1Proses Perkembangan Spasial Sentripetal... 11
2.1.2Proses Perkembangan Spasial Secara Vertikal... 11
2.1.3Dampak Perkembangan Spasial Sentripetal ... 13
2.2 Lahan ... 13
2.2.1Definisi Lahan ... 13
2.2.2Definisi Pemanfaatan Ruang/Lahan ... 14
2.2.3Kecenderungan perubahan pemanfaatan lahan ... 14
2.3 Perubahan Sosial ... 16
2.4 Teori Nilai Lahan ... 19
2.5 Pusat Pertumbuhan ... 20
BAB 3 METODE PENELITIAN... 22
3.1 Pendekatan Penelitian ... 22
3.2 Jenis Penelitian... 22
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 23
3.4 Metode Pengambilan Sampel ... 24
3.5 Metode Pengumpulan Data... 25
3.5.1 T eknik Survey ... 25
3.5.2 Instrumen Survey... 26
3.5.3 Desain Survey ... 27
4.2 Kebijakan Wilayah... 33
4.3 Apartemen Solo Paragon... 35
4.4 Kondisi Pemanfaatan Lahan ... 43
4.5 Kondisi Sosial ... 61
4.6 Kondisi Perekonomian ... 67
4.7 Potensi Lingkungan Sekitar Wilayah Studi ... 74
BAB 5 ANALIS IS PENGARUH PEMBANGUNAN APARTEMEN S OLO PARAGON TERHADAP KONDIS I LINGKUNGAN S EKITARNYA ... 77
5.1 Analisis Pengaruh Fisik ... 77
5.1.1 Gejala Perkembangan Kegiatan ... 77
5.1.2 Jenis Kegiatan Komersial ... 80
5.1.3 Sebaran Lokasi Unit-unit Perubahan ... 86
5.1.4 Pola Pemanfaatan Lahan M asing-masing Segmen ... 90
5.2 Analisis Pengaruh Sosial... 98
5.2.1 Kesiapan M asyarakat Sekitar ... 98
5.2.2 Berkurangnya Ruang Publik Bagi M asyarakat – PKL.... 103
5.3 Analisis Pengaruh Ekonomi... 106
5.3.1 Penyerapan Tenaga Kerja Sekitar ... 106
5.3.2 Usaha Kegiatan Ekonomi Warga Sekitar ... 109
5.3.3 Nilai Lahan (Land Value)... 110
5.4 Analisis Integrasi Aspek Pengaruh Fisisk, Sosial, dan Ekonomi ... 114
BAB 6 PENUTUP... 118
6.1 Kesimpulan ... 118
6.2 Rekomendasi ... 120
DAFTAR PUSTAKA ... 122
Lampiran 1 ... 124
Lampiran 2 ... 132
Lampiran 3 ... 133
Lampiran 4 ... 138
Gambar 4.1 Peta Kota Surakarta ... 31
Gambar 4.2 Lokasi Solo Paragon ... 37
Gambar 4.3 Site Plan Solo Paragon Tahun 2007 ... 38
Gambar 4.4 Perspektif Solo Paragon ... 40
Gambar 4.5 Kost-kostan Dibangun Sebelum Pembangunan Solo Paragon ... 45
Gambar 4.6 Kost-kostan Dibangun Sesudah Pembangunan Solo Paragon ... 45
Gambar 4.7 Rumah Sebelum Pembangunan Solo Paragon ... 45
Gambar 4.8 Rumah Sesudah Pembangunan Solo Paragon... 45
Gambar 4.9 Sarana Pendidikan Sebelum Pembangunan Solo Paragon... 46
Gambar 4.10 Sarana Pendidikan Sesudah Pembangunan Solo Paragon ... 46
Gambar 4.11 Sarana Kesehatan Sebelum Pembangunan Solo Paragon ... 46
Gambar 4.12 Sarana Kesehatan Sesudah Pembangunan Solo Paragon... 46
Gambar 4.13 Toko Sebelum Pembangunan Solo Paragon ... 48
Gambar 4.14 Toko Sesudah Pembangunan Solo Paragon... 48
Gambar 4.15 Ruko Baru Sesudah Pembangunan Solo Paragon... 48
Gambar 4.16 Pasar Tradisional Nangka ... 49
Gambar 4.17 Restoran Sebelum Pembangunan Solo Paragon ... 50
Gambar 4.18 Kafe Sesudah Pembangunan Solo Paragon ... 50
Gambar 4.19 Salon Sebelum Pembangunan Solo Paragon ... 51
Gambar 4.20 Salon Sesudah Pembangunan Solo Paragon ... 51
Gambar 4.21 Laundry Sebelum Pembangunan Solo Paragon ... 51
Gambar 4.22 Laundry Sesudah Pembangunan Solo Paragon... 51
Gambar 4.23 Hotel di Jalan Hasanudin ... 52
Gambar 4.24 Bimbingan Belajar Sesudah Pembangunan Solo Paragon... 53
Gambar 4.25 Bengkel dan Tambal Ban di jalan Cipto M angunkusumo ... 54
Gambar 4.26 Kantor Kelurahan M angkubumen ... 54
Gambar 4.27 Kantor Keuangan Sesudah Pembangunan Solo Paragon... 55
Gambar 4.28 Kantor Asuransi Sesudah Pembangunan Solo Paragon... 55
Gambar 4.29 Peta Pemanfaatan Lahan Sekitar SoloParagon Tahun 2006 ... 59
Gambar 4.30 Peta Pemanfaatan Lahan Sekitar Solo Paragon Tahun 2010 ... 60
Gambar 4.31 Peta Ruang Publik PKL di Sekeliling Solo Paragon ... 66
Gambar 4.32 Diagram Jumlah Warga Sekitar yang Bekerja di Solo Paragon ... 75
Gambar 5.1 Bagan Perkembangan Kawasan Penelitian ... 79
Gambar 5.2 Peta Jenis Kegiatan Komersial Sebelum dan Sesudah Pembangunan Solo Paragon... 85
Gambar 5.3 Peta Pembagian Segmen di Kawasan Penelitian ... 87
Gambar 5.4 Peta Kondisi pemanfaatan Lahan Pada Segmen I ... 93
Gambar 5.5 Peta Kondisi pemanfaatan Lahan Pada Segmen II... 94
Gambar 5.6 Peta Kondisi pemanfaatan Lahan Pada Segmen III ... 95
Gambar 5.7 Peta Kondisi pemanfaatan Lahan Pada Segmen IV ... 96
R i n i F a u z i a │ I 0 6 0 6 0 3 9
Tabel 3.3 Tahap M etode Analisis... 29
Tabel 4.1 Rencana Penggunaan Ruang Kota ... 32
Tabel 4.2 Peruntukan dan Wilayah Pengembangan Kawasan Penelitian... 34
Tabel 4.3 Tahap Perjalanan Pembangunan Solo Paragon ... 36
Tabel 4.4 Identitas Pembangunan Solo Paragon ... 41
Tabel 4.5 Proporsi Kegiatan Komersial Pada Bagian Periferi Kawasan Penelitian Sebelum dan Sesudah Pembangunan Solo Paragon ... 56
Tabel 4.6 Proporsi Kegiatan Komersial Pada Bagian Enclave Kawasan Penelitian Sebelum dan Sesudah Pembangunan Solo Paragon ... 57
Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Kelurahan M angkubumen... 61
Tabel 4.8 Jumlah Penduduk Kelurahan Penumping... 61
Tabel 4.9 Jumlah Penduduk Kelurahan Sriwedari... 62
Tabel 4.10 Olah Data Kuisioner Variabel Sosial Pertama ... 64
Tabel 4.11 Tabel Olah Data Kuisioner Variabel Sosial Kedua... 65
Tabel 4.12 Jumlah PKL Sebelum dan Sesuda Pembangunan Solo Paragon ... 65
Tabel 4.13 Harga Tanah di sekitar Solo Paragon ... 67
Tabel 4.14 Harga Pajak Bumi dan Bangunan di Sekitar Solo Paragon ... 68
Tabel 4.15 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Kerja di Kelurahan M angkubumen ... 69
Tabel 4.16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Kerja di Kelurahan Penumping ... 70
Tabel 4.17 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Kerja di Kelurahan Sriwedari ... 70
Tabel 4.18 Jumlah Penduduk M enurut M ata Pencaharian di Kelurahan M angkubumen ... 72
Tabel 4.19 Jumlah Penduduk M enurut M ata Pencaharian di Kelurahan Penumping ... 72
Tabel 4.20 Jumlah Penduduk M enurut M ata Pencaharian di Kelurahan Sriwedari ... 73
Tabel 5.1 Analisis Kegiatan Komersial Pada Bagian Periferi Kawasan Penelitian Sebelum dan Sesudah Pembangunan Solo Paragon ... 82
Tabel 5.2 Analisis Kegiatan Komersial Pada Bagian Enclave Kawasan Penelitian Sebelum dan Sesudah Pembangunan Solo Paragon ... 83
Tabel 5.3 Identifikasi Kegiatan Komersial di Bagian Periferi Pada M asing-M asing Segmen ... 89
Tabel 5.4 Identifikasi Kegiatan Komersial di Bagian Enclave Pada M asing-M asing Segmen ... 90
Tabel 5.5 Olah Data Kusioner Variabel Sosial Pertama... 100
Tabel 5.6 Olah Data Kusioner Variabel Sosial Kedua ... 103
Tabel 5.7 Analisis Jumlah PKL Sebelum dan Sesudah Pembangunan Solo Paragon ... 105
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah
penduduk, maka semakin meningkat pula permintaan kesediaan lahan
yang dipergunakan untuk penyediakan fasilitas sarana prasarana.
Permintaan akan lahan terus bertambah, sedangkan lahan yang tersedia
jumlahnya terbatas. Hal tersebut gencar dilakukan baik dari pemerintah
maupun pihak swasta untuk mengadakan pembangunan khususnya upaya
intensifikasi fungsi di pusat kota, yaitu berupa pembangunan vertikal dalam hal ini “high rise apartemens” untuk pengkonsentrasian tempat tinggal di pusat kota (Yunus, 2008).
Adanya pembangunan dalam suatu kota membawa konsekuensi
spasial di kawasan sekitarnya. Selain itu, perkembangan pembangunan
perkotaan membawa perubahan pada berbagai aspek baik dari segi
lingkungan, fisik, sosial, dan ekonomi. Sebagai dampak globalisasi,
perencanaan perkotaan perlu dikembangkan secara interdisiplin untuk
mengkaji dampak yang timbul akibat pelaksanaan pembangunan di
kawasan perkotaan termasuk mendorong terjadinya perubahan
pemanfaatan lahan. Khususnya pembangunan yang berada di area
permukiman yang sudah ada sebelumny a.
Beberapa tahun belakangan ini pembangunan Kota Solo meningkat
drastis. Dibangunnya sejumlah konsep hunian kelas vertikal di Kota Solo
dalam rentang waktu yang hampir bersamaan dengan tujuan memfasilitasi
masyarakat sesuai perubahan zaman. Kehadiran hunian sekelas apartemen,
akan memberikan nuansa lain bagi pertumbuhan warna-warni bisnis
properti industri properti kota Surakarta. Dan prospek ekonomi Kota
Surakarta dinilai bagus dan pertumbuhan ekonominya terbilang cukup
pesat mendorong animo para investor untuk melakukan investasi di kota
Solo Paragon merupakan salah satu bangunan mix-use yang di
dalamnya mengintegrasikan fungsi hunian berupa apartemen dan kondotel,
dengan city walk, lifestyle mall dan entertainment akan menjadi tonggak
kemegahan kota. Dan dipastikan megaproyek ini akan menjadi pusat tren
(trend setter) dalam industri properti, baik untuk regional Solo maupun
Jawa Tengah secara umum. Dibangun di atas lahan seluas 4,1 hektare
dengan tinggi bangunan 24 lantai, Apartemen Solo Paragon merebut
julukan sebagai bangunan tertinggi pertama di Jawa Tengah & DIY.
Dengan mengambil lokasi yang cukup strategis, dekat dengan pusat Kota
Solo yaitu di antara 3 Kelurahan yaitu kelurahan M angkubumen
Kecamatan Banjarsari, Kelurahan Sriwedari dan Kelurahan Penumping,
Kecamatan Laweyan tepatnya pada lahan bekas RSUP M uwardi, hunian
kelas vertikal pencakar langit ini akan menjadi ikon baru bagi Solo.
Pembangunan mix use yang berada di lahan bekas lahan kosong di
tengah kota ini berada di BWK VI yang sesuai dengan RUTRK Kota
Surakarta tahun 1993-2013, bahwa kawasan ini merupakan peruntukan
perumahan dan kawasan komersial sekaligus sebagai kawasan mix use.
Sehingga kecenderungan perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi di
sekitar Apartemen Solo Paragon semakin menguatkan perda yang
ditetapkan tersebut. Usaha-usaha untuk memaksimalkan penggunaan lahan
tercermin dari semakin intensifnya pemanfaatan suatu guna lahan.
Kegiatan-kegiatan yang dianggap tidak produktif dan tidak
menguntungkan selalu akan dengan cepat digantikan dengan kegiatan lain
yang lebih produktif dan menguntungkan.
Perubahan fungsional tersebut, menimbulkan gejala bangkitan lain
di dalam perubahan pemanfaatan lahan di sekitarnya seperti munculnya
kegiatan ekonomi baru di sekitar Apartemen Solo Paragon (komersialisai
bangunan). Saat ini, tidak hanya persil yang menghadap ke koridor jalan
utama (bagian periferi) yang telah beralih fungsi menjadi kegiatan
komersial, tetapi sudah menerobos persil-persil lainnya di dalam (bagian
kegiatan perdagangan, jasa, perkantoran, pendidikan dan kesehatan selama
kurun waktu 3 tahun belakangan ini mulai dari berkembangnya isu-isu
Solo Paragon dibangun. M uncul area street parking parkir di sepanjang
koridor jalan di sekitar cafe atau restoran berada, kemacetan, dan
kepadatan bangunan. Bangkitan ini tidak pernah terpikirkan, karena belum
terjadi ketika kawasan M angkubumen masih menjadi daerah perumahan.
Hal ini terjadi karena guna lahan yang baru (komersial) mendapat
pengaruh dari pembangunan Apartemen Solo Paragon.
Setelah adanya pembangunan Apartemen Solo Paragon di kawasan
tersebut, diduga harga lahan di sekitarnya cenderung naik. Sehingga
merangsang terjadinya persaingan dalam pengalokasian kegiatan pada
suatu lahan yang akan menyebabkan perubahan pemanfaatan lahan dari
satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Selain itu, perubahan pemanfaatan lahan
akan menciptakan pola penggunaan lahan tersendiri sesuai dengan pola
aksesibilitas dan nilai lahannya.
Kesiapan masyarakat menerima budaya apartemen perlu
dipertanyakan. Perkembangan Kota Solo yang terbilang metropolis sangat
berseberangan dengan tradisi masyarakat yang ada. Terlihat bahwa
pembangunan Apartemen Solo Paragon ini cenderung bersifat modern di
tengah sekelompok masyarakat yang sebelumnya adalah masyarakat yang
belum pernah menerima dinamika pembangunan yang menuju ke arah
metropolis ini. Kecenderungan ini dalam jangka panjang akan
mempengaruhi pula pada perubahan sosial masyarakat karena adanya
infiltrasi orang-orang yang masuk dengan memiliki kemampuan ekonomi
menengah ke atas seperti gab antar strata sosial dan pengaruh gaya hidup
konsumtif.
Dari segi ekonomi, adanya Solo Paragon dijadikan sebagai
keuntungan tersendiri bagi berbagai pihak, baik pemerintah, pengembang
maupun masyarakat khususnya masyarakat sekitar. Karena dianggap dapat
menunjang ekonomi masyarakat sekitar karena selain membuka lapangan
pertumbuhan yang menarik kelompok usaha yang sifat hubungannya
memiliki perekonomian unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu
menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke daerah
belakangnya (Tarigan, 2005).
Konsekuensi dari perubahan pemanfaatan lahan suatu kawasan
bisa jadi mempengaruhi pula terhadap kodisi sosial ekonomi masyarakat.
Dan hal tersebut diduga karena adanya pembangunan Apartemen Solo
Paragon. Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis bagaimana pengaruh
pembangunan Apartemen Solo Paragon terhadap kondisi spasial yang
nantinya juga mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat di
lingkungan sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berangkat dari kajian teoritis dan kajian empiris, muncul dugaan
permasalahan yang berupa indikasi perubahan pemanfaatan lahan akibat
adanya pembangunan Apartemen Solo Paragon seperti perubahan fungsi
bangunan komersial, serta pengaruh sosial dan ekonomi yang dipengaruhi
oleh pembangunan Apartemen Solo Paragon.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab beberapa pertanyaan
penelitian yaitu :
Bagaimana pengaruh pembangunan Apartemen Solo Paragon terhadap kecenderungan perubahan kondisi fisik, sosial dan
ekonomi masyarakat di sekitarnya ?
1.3 Tujuan dan S asaran
Tujuan :
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan akhir penelitian
ini adalah mengetahui bagaimana pengaruh pembangunan Apartemen Solo
Paragon terhadap kecenderungan perubahan kondisi lingkungan
Sasaran :
1. M engidentifikasi gejala perkembangan kegiatan yang terjadi akibat
adanya pembangunan Solo Paragon.
2. M engidentifikasi jenis kegiatan komersial sebelum dan sesudah
adanya pembangunan Solo Paragon.
3. M engidentifikasi sebaran lokasi unit-unit perubahan di sekitar Solo
Paragon.
4. M engidentifikasi pola pemanfaatan lahan di sekitar Solo Paragon.
5. M engidentifikasi pengaruh sosial pada masyarakat sekitar Solo
Paragon.
6. M engidentifikasi pengaruh ekonomi masyarakat sekitar Solo
Paragon.
1.4 Manfaat Penelitian
M anfaat penelitian ini bagi para pengambil kebijakan maupun bagi
para akademisi adalah sebagai berikut :
1. Dalam pengembangan keilmuan perencanaan wilayah dan kota,
informasi mengenai pengaruh perubahan kondisi fisik dan sosial
ekonomi akibat pembangunan Solo Paragon dapat dimanfaatkan
sebagai bentuk antisipasi bagi pengembang, pemerintah kota
Surakarta dan masyarakat sekitar agar ke depannya dapat lebih
terkendali
2. Pada sisi praktis, penelitian ini menghasilkan suatu gambaran
mengenai perubahan pemanfaatan lahan, sosial dan ekonomi,
sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi
pemerintah kota Surakarta khususnya dan masyarakat pada
1.5 Tahapan Penelitian
Globalisasi yang terjadi di kota Solo memunculkan adanya salah satu mix use
development yaitu Apartemen Solo Paragon. Pembangunan yang terletak di pusat kota Solo tersebut diduga dapat mempengaruhi kondisi spasial di lingkungan sekitar yang terkait pula dengan perubahan kondisi sosial maupun ekonomi
Rumusan Masalah :
Bagaimana pengaruh pembangunan Apartemen Solo Paragon terhadap indikasi perkembangan kondisi fisik, sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya
1. Metode pengumpulan data Survey (primer dan sekunder) Kuisioner dgn teknik sampling Wawancara
2. Metode Analisis Data
Metode kualitatif
Mengetahui bagaimana pengaruh pembangunan Apartemen Solo Paragon terhadap kecenderungan perkubahankondisi lingkungan sekitar
Sasaran :
1.Mengidentifikasi gejala perkembangan kegiatan yang terjadi akibat adanya pembangunan Solo Paragon.
2.Mengidentifikasi jenis kegiatan komersial sebelum dan sesudah adanya pembangunan Solo Paragon.
3.Mengidentifikasi sebaran lokasi unit-unit perubahan di sekitar Solo Paragon.
4.Mengidentifikasi pola pemanfaatan lahan di sekitar Solo Paragon.
5. Mengidentifikasi pengaruh sosial pada masyarakat sekitar Apartemen Solo Paragon. 6. Mengidentifikasi pengaruh ekonomi
masyarakat sekitar Apartemen Solo Paragon.
Data :
- Hasil kuesioner tentang
1.6 Batasan Penelitian
1.6.1 Batasan Wilayah Penelitian
Lokasi penelitian ini mempunyai 2 batasan wilayah yaitu :
Lokus : Terdiri atas Kelurahan M angkubumen, Kelurahan
Sriwedari, dan Kelurahan Penumping.
Fokus : Difokuskan pada wilayah penelitian yang berada di
sekitar Apartemen Solo Paragon, dengan menggunakan batas-batas fisik wilayah penelitian sebagai berikut :
• Sebelah Utara : Jalan Hasanudin
Gambar 1.1
1.6.2 Batasan Waktu Penelitian
Batasan waktu penelitian yang dilakukan adalah mulai dari
awal terjadinya isu pembangunan Solo Paragon yaitu tahun 2006
hingga penelitian berlangsung yaitu tahun 2010 (sesudah
pembangunan Solo Paragon).
1.6.3 Batasan Materi Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah pengaruh perubahan
pemanfataan lahan, pengaruh perubahan sosial dan pengaruh
ekonomi masyarakat sekitar Apartemen Solo Paragon. Dan kajian
terhadap variabel pengaruhnya.
1.7 S istematika Penulisan
Sistematika pembahasan pada penelitian ini terdiri dari :
Tahap 1 Pendahuluan
Berisi latar belakang dilakukan studi, rumusan masalah,
tujuan dan sasaran, ruang lingkup wilayah studi dan
substansi pembahasan, serta sistematika penulisan.
Tahap 2 Pengaruh pembangunan apartemen dalam perspektif teori
Berisi tentang hasil studi literatur dari beberapa referensi
yang berkaitan dengan pembangunan mix use Apartemen
Solo Paragon. Tinjauan pustaka juga menguraikan
tentang perkembangan kota, variabel pengaruh yang
digunakan seperti perubahan pemanfaatan lahan,
perubahan sosial dan teori pusat pertumbuhan.
Tahap 3 M etode penelitian
M embahas tentang jenis penelitian, variabel penelitian,
metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data,
metode analisis, dan sintesa.
Tahap 4 Gambaran umum obyek penelitian
M enjelaskan kondisi eksisting berupa kondisi
Kelurahan mangkubumen, Kelurahan Penumping, dan
Kelurahan Sriwedari secara umum berdasarkan materi
pembahasan, kedudukan fungsi kawasan dan potensi
lingkungan.
Tahap 5 Analisis pengaruh pembangunan apartemen Solo Paragon
terhadap kondisi lingkungan sekitar
Analisis dilakukan dengan terlebih dahulu
mengidentifikasi karakteristik perubahan kegiatan yang
berkaitan dengan pemanfaatan lahan, analisis pengaruh
perubahan pemanfataan lahan, pengaruh perubahan
sosial dan pengaruh ekonomi masyarakat sekitar
Apartemen Solo Paragon.
Tahap 6 Penutup
Penutup berisi kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan
diperoleh dari semua pembahasan dalam studi untuk
menjawab tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan
rekomendasi diberikan secara praktis di lapangan atau
teoritis yang berupa usulan studi lanjutan kepada pihak
BAB 2
PENGARUH PEMBANGUNAN APARTEMEN DALAM PERS PEKTIF TEORI
Untuk mengkaji pengaruh fisik, soial dan ekonomi ari sebuah
pembangunan apartemen, terlebih dahulu perlu dipahami tentang teori
perkembangan kota, teori lahan, teori perubahan sosial, teori nilai lahan
dan teori pusat pertumbuhan.
2.1Perkembangan kota
2.1.1 Proses Perkembangan S pasial S entripetal
Proses perkembangan spasial sentripetal adalah suatu proses
penambahan bangunan-bangunan kekotaan yang terjadi di bagian
dalam kota (the inner parts of the city). Proses ini terjadi pada
lahan-lahan yang masih kosong di bagian dalam kota, baik berupa lahan-lahan
yang terletak diantara bangunan-bangunan yang sudah ada, maupun
pada lahan-lahan terbuka lainnya. (Yunus, 2008)
Perkembangan vertikal adalah bentuk penambahan ruang di
bagian dalam kota dengan cara membangun bangunan bertingkat
dengan tujuan mempeoleh ruang yang lebih luas untuk
mengakomodasikan kegiatan. Hal inilah yang menyebabkan mengapa
proses perkembangan spasial sentripetal ini disebut juga proses
pengisian ruang-ruang yang kosong (the spatial infilling process/SIP).
(Yunus, 2008)
Pada umumnya, persyaratan pembangunan yang dilaksanakan
sebagian besar sudah memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga
kesesuaianya dengan konsep tata ruang sangat mudah dilihat. Di
bagian pusat kota biasanya akan didominasi oleh perkembangan
spasial vertikal dalam wujud bangunan bertingkat banyak (high rise
building/multi storied building). Hal ini wajar karena daerah pusat
tinggi dan sekaligus merupakan Central Business District dimana
konsentrasi kegiatan ekonomi utama kota berada. (Yunus, 2008)
2.1.2 Proses Perkembangan S pasial S ecara Vertikal
Gejala perkembangan spasial kota secara vertikal adalah proses
penambahan ruang kota dengan menambahkan jumlah lantai
bangunan pada bangunan tertentu sehingga luas lantai bangunan akan
semakin luas seiring dengan bertambah banyaknya lantai bangunan
tersebut. (Yunus, 2008)
Bangunan-bangunan yang terbentuk adalah bangunan-bangunan
bertingkat dari tingkat dua sampai puluhan tingkat yang kemudian
terkenal dengan skyscrapers. Oleh karena tingginya bangunan yang
menjulang seolah-olah mencapai langit, sehingga dijuluki gedung
pencakar langit. Gejala munculnya gedung bertingkat banyak seiring
dengan kemajuan di bidang teknologi konstruksi gedung serta makin
langkanya ruang di bagian dalam kota untuk mengakomodasikan
kegiatan yang terus berkembang. (Yunus, 2008)
Penyebab utamanya adalah upaya intensifikasi fungsi di bagian
dalam kota, sejalan dengan makin langkanya lahan-lahan kosong dan
makin tingginya frekuensi dan volume kegiatan kota. Beberapa
pemerintah kota berinisiatif untuk mengadakan revitalisasi pusat kota
dengan membangun bangunan-bangunan bertingkat banyak yang tidak
semata-mata dimanfaatkan untuk kegiatan komersial, namun juga
untuk tempat tinggal. Perkembangan ini telah mengubah struktur tata
ruang kota, khususnya di bagian pusat kota yang semula hanya
berfungsi sebagai business district, kemudian juga berfungsi sebagai
residential district, khususnya pada lantai-lantai bangunan yang berada
di bagian paling atas. Sementara itu untuk lantai-lantai di bagian
bawahnya berturut-turut adalah perkantoran dan bagian paling bawah
adalah kegiatan retailing. Pengaturan pemanfaatan ruang semacam ini
sebenarnya berkaitan erat dengan faktor kemudahan untuk mencapai
gedung-gedung bertingkat banyak, akan dicerminkan dari jaraknya
terhadap permukaan tanah. M akin dekat ke permukaan tanah makin
tinggi aksesibilitasnya sehingga makin tinggi pula space rentnya.
Persaingan antara berbagai jenis kegiatan untuk menduduki posisi
paling ideal tersebut dengan sendirinya akan dimenangkan oleh fungsi
dengan kekuatan finansial paling tinggi dan fungsi tersebut adalah
fungsi retailing. (Yunus 2002)
2.1.3 Dampak Perkembangan S pasial S entripetal
Secara fisikal, dampak langsung yang dapat diamati adalah
adanya suatu kepadatan bangunan (densitifikasi) di bagian dalam kota
dimana terjadinya densifikasi bangunan menyebabkan proporsi massa
bangunan (solids) kebih besar daripada ruang luarnya (voids). Dan
bila tidak ada upaya manajemen dapat mengakibatkan
kerusakan/deteorisasi lingkungan. Kenyataan empiris menunjukkan
bahwa proses densifikasi di Indonesia selama ini tidak sepenuhnya
terarah dan terkendali (uncontrolled densitification process), sehingga
dampak negatif yang tidak diharapkan telah muncul di berbagai kota
besar yaitu deteroisasi lingkungan (environmental deteriorisation),
khususnya lingkungan permukiman. (Yunus 2008)
2.2Lahan
2.2.1 Definisi Lahan
Secara umum, lahan memiliki karakteristik tertentu yang
membedakan dengan sumberdaya alam yang lain, yaitu:
1. Lahan mempunyai sifat tertentu yang berbeda dengan sumber daya
yang lain, meliputi:
a. Lahan merupakan aset ekonomis yang tidak terpengaruh oleh
penurunan nilai dan harganya tidak terpengaruh oleh faktor
waktu.
b. Jumlah lahan terbatas dan tidak dapat bertambah, kecuali
c. Lahan secara fisik tidak dapat dipindahkan, sehingga lahan yang
luas di suatu daerah merupakan keuntungan bagi daerah tersebut
yang tidak dapat dialihkan dan dimiliki oleh daerah lain.
2. Lahan mempunyai nilai dan harga.
3. Hak atas lahan dapat dimiliki dengan aturan tertentu.
2.2.2 Definisi Pemanfaatan Ruang/Lahan
Pemanfaatan ruang adalah bermacam aktivitas yang dilakukan
manusia dalam memanfaatkan lahan pada suatu wilayah berdasarkan
perilaku manusia itu sendiri yang mempunyai arti dan nilai yang
berbeda-beda. Wujud pola pemanfaatan lahan berupa pola spasial
pemanfaatan ruang, antara lain meliputi penyebaran permukiman, pola
alokasi, tempat kerja, pertanian serta pola penggunaan lahan perkotaan
dan pedesaan (Jayadinata, 1992).
Penentuan (determinan) tata guna tanah dipengaruhi oleh beberapa
aspek, yaitu (Jayadinata, 1992):
1. Tingkah laku manusia
2. Kosentrasi penduduk (dalam wilayah yang luas)
3. Segregasi (terkumpulnya kelompok homogen) sehingga terpisah
dari kelompok lain
4. Sentralisasi dan desentralisasi (terkumpulnya penduduk
disebabkan oleh prasarana sosial-ekonomi)
5. Dominasi atau hal yang menonjol (misalnya : prestige untuk
tinggal di bagian tertentu)
6. Invasi dari kelompok lain yang berbeda dalam keadaan sosial,
ekonomi, dan budaya. Jika kelompok baru mengalahkan
kelompok lama, hal tersebut di sebut suksesi (penggantian)
7. Kepentingan umum sebagai penentu, meliputi : kesehatan,
keamanan, dan moral
8. Kesejahteraan umum (termasuk kemudahan, keindahan,
2.2.3 Kecenderungan perubahan pemanfaatan lahan
Fenomena perubahan pemanfaatan lahan tidak terjadi pada semua
lokasi. Hal ini terjadi karena adanya pertimbangan lokasi (produktivitas
lahan) sebagai salah satu faktor penyebab perubahan pemanfatan lahan
(Alit, 2001). Pendekatan teori neoklasik tentang ekonomi dan
perubahan lokasi yang dikembangkan oleh Von Thunen (1826), Weber
(1929) dan Christaler (1933), mengemukakan bahwa secara normatif
masyarakat akan memaksimalkan keuntungan yang dapat diperoleh dari
lahan dan/atau kegiatan yang dilakukan dalam pemilihan lokasinya
(Alit, 2001). Oleh karena itu, kecenderungan perubahan pemanfaatan
lahan terjadi pada lokasi-lokasi yang menawarkan peluang dan
kemudahan dibandingkan dengan lokasi lainnya, seperti tingkat
aksesibilitas tinggi dan kelengkapan utilitas. Perubahan pada suatu
lahan dapat dibedakan atas perubahan lahan pada kawasan komunitas
seperti kawasan pusat kota (CBD). Contoh jenis perubahan
pemanfaatan lahan yang terjadi di Kawasan Pusat Kota (CBD) seperti :
1. Dari tanah kosong menjadi : rumah atau tempat tinggal, tempat
usaha, tempat tinggal dan tempat usaha.
2. Dari fungsi rumah atau tempat tinggal menjadi : tempat tinggal
dan tempat usaha, tempat usaha.
3. Dari gudang menjadi : tempat usaha.
Adanya suatu pembangunan berpengaruh terhadap perubahan spasial
wilayah di sekitarnya. dimana faktor-faktor pengaruh perubahan spasial
yaitu : (Yunus, 2002)
1. Faktor aksesibilitas
Aksesibilitas mempunyai peranan yang besar terhadap pemanfaatan
lahan, aksesibilitas dalam hal ini adalah aksesibilitas fisikal. Dalam
penjelasannya, Lee (1979) lebih menekankan kepada aksesibilitas
fisikal. Aksesibilitas fisikal tidak lain merupakan tingkat
lain. Di daerah yang mempunyai nilai aksesibilitas fisikal yang
tinggi akan mempunyai daya tarik yang lebih kuat dibandingkan
dengan daerah yang mempunyai nilai aksesibilitas fisikal yang
rendah terhadap penduduk maupun fungsi-fungsi kekotaan.
Akibatnya adalah bahwa daerah yang mempunyai nilai aksesibilitas
fisikal yang tinggi akan mengalami perkembangan fisikal yang
lebih intens bila dibandingkan dengan daerah yang mempuyai nilai
aksesibilitas fisikal yang rendah.
2. Faktor karakteristik pemilik lahan
Faktor karakteristk lahan menentukan corak perkembangan spasial
di suatu tempat, khususnya akselerasi intensitas perkembangannya.
Pemilik lahan yang mempunyai status ekonomi kuat akan berbeda
dengan pemilik lahan yang berstatus ekonomi lemah. Beberapa
penelitian mengindikasikan bahwa pemilik lahan yang mempunyai
status ekonomi lebih lemah mempunyai kecenderungan lebih kuat
untuk menjual lahannya dibanding dengan mereka yang
mempunyai status ekonomi kuat (Yunus, 2001).
3. Faktor prakarsa pengembang
Faktor prakarsa pengembang mempunyai peranan yang kuat pula
dalam mengarahkan pengembangan spasial suatu kota. Oleh karena
pengembang selalu menggunakan ruang yang cukup luas maka
keberadaan kompleks yang dibangun akan mempunyai dampak
yang besar pula terhadap lingkungan sekitar. Pada daerah tertentu
yang mungkin sebelum dibeli oleh pengembang merupakan lahan
yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat rendah, setelah dibeli
oleh pengembang merupakan lahan yang mempunyai nilai
ekonomis yang sangat rendah, setelah dibeli dan dimanfaatkan
pengembang untuk pembangunan kawasan permukiman elit dengan
prasarana dan sarana permukiman yang lengkap dan baik, maka
daerah yang bersangkutan akan berubah menjadi daerah yang
2.3Perubahan S osial
Lahan sangat dihargai masyarakat dan keberadaannya tidak dapat
dipisahkan dengan masyarakat. Lahan mempunyai nilai yang tidak dapat
direndahkan begitu saja bahkan oleh slogan pembangunan
(Nasution,1993). M enurut Jayadinata (1992) terdapat nilai-nilai dalam
hubungannya dengan penggunaan lahan yaitu hubungan dalam bentuk
kebiasaan, sikap moral, pantangan, peraturan pemerintah, peninggalan
kebudayaan, dan pola tradisional. Terdapat berbagai pendapat kontradiksi
terhadap penggunaan lahan yaitu, di satu sisi menyikapi lahan sebagai
komoditi, di lain sisi menganggap lahan sebagai suatu hubungan jiwa dan
kehidupan.
“space is not a photocopy of society,, it is society. Spatial form and processes are formed by the dynamics of overall social culture” (Castell, 2002)
Kehidupan sosial budaya masyarakaat perkotaan mencakup diferensiasi
sosial, pola hubungan sosial, kelompok strategik dan sistem struktur sosial.
Ruang sendiri hanyalah materi fisik yang mewadahi kehidupan ekonomi,
politik dan sosial budaya masyarakat. Perkembangan kota tidak dapat
dipisahkan dari pengaruh proses globalisasi dan kemajuan teknologi
informasi. Perubahan sosial yang berlangsung di tingkat kemasyarakatan
menjadi kajian strategik bagi para ahli ilmu sosial. Bahkan pada abad ini
dapat dijadikan peluang untuk memahami kecenderungan dan
mengkonfigurasikan kembali tatanan sosial (Sassen,2000)
Berkembangnya kajian budaya lokal dengan konfigurasi baru berbagai
aspek kehidupan komunitas antara lain gaya hidup, subkultur perkotaan,
dan disorganisasi sosial. Selain proses urbanisasi, kemajuan teknologi
membawa konsekuensi sosial terhadap kehidupan sosial budaya khususnya
Proses lokalitas kota merupakan tarik-menarik yang kompleks antar ruang
fisik dan kehidupan sosial budaya. Locality, menunjuk pada sistem sosial
lokal, berkaitan dengan ruang yang dialokasikan untuk jenis kegiatan
tertentu.
Pertambahan penduduk akan mendorong perubahan spasial maupun
kehidupan sosial budaya. Proses globalisasi mempengaruhi integrasi dan
dis-integrasi perubahan sosial budaya komunitas kota. (URDI, 2005)
Stratifikasi merupakan hasil kebiasaaan hubungan antar manusia secara
teratur dan tersusun, sehingga setiap orang, setiap saat mempunyai situasi
yang menentukan hubungannya dengan orang lain secara vertikal maupun
mendatar dalam masyarakatnya.
M engenai situasi individu dalam kelompok maupun dalam masyarakat
luas, F. Znaniecki berpendapat bahwa situasi dapat ditinjau dari 2 segi,
yaitu segi subyektif dan segi obyektif. Subyektif yaitu penilaian pribadi,
sesuai interpretasi dan konsep pribadi. Obyektif yaitu penilaian oleh
masyarakat yang ditentukan oleh faktor-faktor kebudayaannya.
Dalam kehidupan bermasyarakat ataupun public life-nya, maka manusia
belajar untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan nilai dan keadaan
yang sebenarnya, yang sering tidak diinginkannya.
Pembangunan dan akibatnya terhadap stratifikasi sosial dimana
pembangunan menginginkan peningkatan martabat manusia melalui
pembangunan dalam segala bidang seperti sesuai dengan pembangunan
dalam bidang materi dan nonmateri. Suatu elit akan menerima perubahan
kebudayaan, apabila menunjang bahkan mengukuhkan kedudukannya
sebagai elit. Sebaliknya suatu elit akan menolak apabila suatu inovasi akan
melemahkan kedudukannya yang terhormat dan berkuasa. Dengan
sendirinya perubahan akan dinilai dan diteropong oleh elit dari segi
kepentingan sosialnya. Ia akan menunjang ide pembangunan apabila
pembangunan memperkuat kedudukannya.
Akibat dari situasi ketergantungan pembangunan dari sikap mendukung
memang hasil pembangunan sudah mulai tampak, akan tetapi situasi sosial
yang menikmati perbaikan tidak banyak berbeda. Setiap kegiatan
pembangunan dan perubahan kebudayaan mempunyai 2 segi : (Rogers dan
Shoemaker,1971)
a. M eningkatkan tingkat kehidupan materi dan sosial
b. M emperluas distribusi perbaikan kehidupan materi dan sosial
2.4Teori Nilai Lahan
M enurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat
pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. M akin tinggi
kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan
kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Perkembangan dari teori Von
Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin
menurun apabila makin jauh dari pusat kota. Namun, adanya
pembangunan mengakibatkan harga lahan tidak dapat terjangkau oleh
kelompok strata menengah ke bawah (URDI, 2005).
M enurut Yunus, 2002, terdapat kaitan yang sangat erat antara nilai
lahan dan penggunaan lahan. Nilai lahan atau land value adalah suatu
penilaian atas lahan didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis
dalam hubungannya dengan produktivitas dan strategi ekonominya
(Yunus, 2002). Berdasarkan konsep highest and best use, maka tingginya
harga lahan akan menyebabkan hanya kegiatan-kegiatan tertentu saja
(tingkat produktifitasnya tinggi) yang dilokasikan di lahan tersebut. Lahan
yang digunakan untuk kegiatan yang tingkat produktifitasnya tinggi akan
menyebabkan lahan tersebut mempunyai nilai yang semakin tinggi. Jadi,
persaingan dalam pengalokasian kegiatan pada suatu lahan akan
menyebabkan perubahan pemanfaatan lahan dari satu kegiatan ke kegiatan
lainnya. Selain itu, perubahan pemanfaatan lahan akan menciptakan pola
penggunaan lahan tersendiri sesuai dengan pola aksesibilitas dan nilai
M enurut Sanggono, 1993, perubahan pemanfaatan lahan terjadi akibat
perubahan nilai lahan, sehingga guna lahan eksisiting mengalami
penyesuaian. Pertimbangan nilai lahan akan menentukan bahwa lahan
tersebut lebih produktif untuk kegiatan lain, sehingga terbentuk guna lahan
baru. Proses perubahan penggunaan lahan kaitannya dengan nilai lahan
yang ada dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Proses Perubahan Lahan
Sumber : sintesis tinjauan pustaka
2.5Pusat Pertumbuhan
Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara,
yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat
pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha yang karena
sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu
menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke daerah
belakangnya. Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi
yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat
daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan barbagai macam usaha
tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat senang datang
memanfaatkan fasilitas yang ada di kawasan tersebut. (Tarigan, 2005) Guna lahan eksisting
P erubahan nilai lahan
P enyesuaian guna lahan dengan nilai lahan
Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri (Tarigan, 2005) yaitu :
1. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan
Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota ada
keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya, sehingga
apabila ada satu sektor yang tumbuh, akan mendorong
pertumbuhan sektor lainnya, karena saling terkait.
2. Ada efek pengganda (M ultiplier Effect)
Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling
mendukung, akan menciptakan efek pengganda. Unsur efek
pengganda sangat berperan dalam membuat kota itu mampu
memacu pertumbuhan di belakangnya. Karena jika kegiatan
berbagai sektor di kota meningkat maka kebutuhan akan tenaga
kerja yang dipasok dari daerah belakangnya akan meningkat tajam.
3. Ada konsentrasi geografis
Konsentrasi dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa
menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling
membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attractiveness) dari
kota tersebut.
4. Bersifat mendorong daerah belakangnya
Antara kota dan daerah di belakangnya terdapat hubungan yang
harmonis. Konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat
pertumbuhan apabila konsentrasi itu dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah di
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomologi yang memiliki
kebenaran teori empiri sensual, yaitu kebenaran bersumber dari teori yang
dibandingkan dengan empiri fakta pada suatu obyek yang spesifik untuk
melakukan analisis terhadap obyek yang spesifik pula. Pendekatan
pengaruh pembangunan apartement Apartemen Solo Paragon dilakukan
dengan pendekatan persepsi masyarakat secara tidak terstruktur serta
eksplorasi data primer dari kuesioner secara terstruktur.
Pada tahap awal penelitian, terlebih dahulu dirumuskan teori
pembatasan lingkup dan definisi secara teoritik yang berkaitan dengan
kecenderungan perkembangan pemanfaatan lahan, pengaruh sosial dan
ekonomi. Selanjutnya, obyek penelitian dilihat secara spesifik dalam
konteksnya yang tercakup dalam konstruksi teoritik yang telah
dirumuskan. Hal ini dilakukan sehingga obyek lebih spesifik sesuai dengan
konteks dalam teori namun tetap melihat kesatuan holistik karena pada
dasarnya topik yang dibahas saling berkaitan dan tidak dapat berdiri
sendiri. Keterkaitan tersebut menghasilkan suatu analisa pembahasan yang
selanjutnya dengan generalisasi dapat ditarik suatu kesimpulan.
Dalam pengumpulan data, metode penelitian yang digunakan
adalah metode survei. M etode survei adalah penyelidikan yang dilakukan
untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari
keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial,
ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (M och.
Nazir, 2003).
Pengertian lain mengenai metode survei adalah penelitian yang mengambil
sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat
yang dilakukan diarahkan oleh hasil sintesis tinjauan pustaka dan variabel
penelitian.
3.2Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan
model penelitian studi kasus (case study). Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang memaparkan, menuliskan, dan melaporkan suatu peristiwa.
Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi atau
pencanderaan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (M och. Nazir, 2003).
Studi kasus dalam penelitian ini adalah menganalisis
perkembangan pemanfaatan lahan, beserta pengaruh sosial dan
ekonominya. Analisa deskriptif digunakan dalam memaparkan
perkembangan kegiatan/adaptasi yang terjadi di lapangan sebagai akibat
adanya pembangunan Apartemen Solo Paragon. Selanjutnya diidentifikasi
pengaruh sosial dan ekonominya. Berdasarkan hasil analisis, selanjutnya
dirumuskan rekomendasi untuk berbagai pihak, baik masyarakat,
pengembang maupun pemerintah.
3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian adalah hal yang diteliti yang memiliki ukuran,
baik ukuran yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penentuan variabel
penelitian berdasarkan pada kriteria pengaruh perkembangan pemanfataan
lahan, kriteria pengaruh sosial dan kriteria pengaruh ekonomi yang
merupakan hasil sistesis tinjauan pustaka. Variabel penelitian dajabarkan
Tabe l 3.1.
Variabe l Pe ngaruh yang Diolah dari Te ori
Sumber : Hasil Sintesa Tinjauan Pustaka,2010
3.4Me tode Pe ngambilan Sampe l
Populasi diartikan sebagai keseluruhan satuan analisis yang
merupakan sasaran penelitian. Dalam hal ini yang menjadi populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat yang melakukan adaptasi terhadap
perkembangan baik dari aspek fisik, sosial dan ekonomi karena faktor kebutuhan manusia dalam menampung kegiatan yang ada
Chapin dan Kaiser, 1999
2 Sosial Kesiapan masyarakat
Kesiapan masyarakat dalam menerima kehadiran pembangunan Apartemen dan infiltrasi orang-orang menengah ke atas untuk mendapatkan ruang publik terutama ruang untuk berdagang bagi para PKL
Z.W Baihaki, sekitarnya sebagai tenaga kerja
Mencari keuntungan karena faktor kedekatan dengan pusat pertumbuhan mempunyai status ekonomi lebih lemah mempunyai kecenderungan lebih kuat untuk menjual lahannya dibanding dengan mereka yang mempunyai status ekonomi kuat
kedekatan dengan pembangunan Apartemen Solo Paragon. Selanjutnya
yang dimaksud dengan sampel adalah bagian dari populasi yang diambil
melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas,
dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi (Nazir, 2003). Untuk
memperoleh sampel yang benar-benar representatif, maka teknik sampling
yang digunakan harus sesuai. Teknik yang digunakan untuk menentukan
sampel dalam penelitian ini, yaitu teknik pengambilan Sampel Gugus
Sederhana (Simple Cluster Sampling). M etode ini menggunakan unit-unit
analisa dalam populasi yang digolongkan ke dalam gugus-gugus yang
disebut cluster, dan ini merupakan satuan-satuan dimana sampel akan
diambil secara acak dan menyeluruh (Effendy, 2002).
Jumlah sampel (n) didapatkan dari perhitungan berikut : (Wulandari, 2007)
n = N / (1+ N.e 2 )
Dimana :
n = jumlah responden
N = jumlah populasi
e = besarnya toleransi yang digunakan (0,1)
Sehingga sampel total responden (n) :
N = 600 / (1+ 600. 0.12) = 85
3.5Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Teknik survey
Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data yang bersifat
kualitatif, yang diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan
data dengan cara pengamatan langsung (observasi lapangan), studi
dokumentasi, wawancara, dan kuisisoner.
a. Observasi
Pengumpulan data dan informasi dengan cara observasi langsung
atau pengamatan langsung menggunakan mata tanpa ada
serta pengukuran-pengukuran langsung di wilayah studi dan juga
mengambil dokumentasi berupa foto dari obyek yang diamati.
b. Studi Dokumentasi
M etode studi dokumentasi merupakan teknik yang digunakan
untuk mengumpulkan data penelitian. Data-data yang diambil
biasanya berupa data sekunder dari suatu instansi. Dat a
dokumentasi yang dimaksud adalah berupa kebijakan pemerintah
terkait penggunaan ruang di wilayah penelitian dan data-data
sekunder mengenai gambaran umum Solo Paragon dan kelurahan
M angkubumen, Kelurahan Penumping dan Kelurahan Sriwedari.
c. Wawancara
Pengumpulan data dan informasi dengan mengajukan pertanyaan
secara langsung oleh pewawancara kepada responden. Wawancara
ini ditujukan pada warga sekitar Apartemen Solo Paragon yang
tinggal di kelurahan M angkubumen, Kelurahan Penumping, dan
Kelurahan Sriwedari pegawai kantor kecamatan, pegawai Dinas
Tata Kota (DTK), dan pihak developer Apartemen Solo Paragon.
d. Kuisioner
Kuisioner berisi daftar pertanyaan yang sudah disiapkan dengan
jawaban yang terbatas atau diarahkan. M etode ini digunakan untuk
mengumpulkan informasi atas pengaruh pemanfaatan lahan,
pengaruh sosial dan pengaruh ekonomi di wilayah penelitian akibat
pembangunan Apartemen Solo Paragon.
3.5.2 Instrumen S urvey
Kuesioner yang dibuat memuat 2 bagian yang saling terkait, yaitu :
1. Data responden, meliputi :
a. Jenis kegiatan (pemilik tanah; toko; restoran; jasa; lembaga
keuangan; kantor bisnis/profesional; pemilik kost -kostan,
pedagang kaki lima; masyarakat Kota Surakarta, dll)
b. Lokasi (segmen-segmen yang mengelilingi Apartemen Solo
c. Segmen (utara; selatan; barat dan timur Apartemen Solo
Paragon, sampai pada lingkup se-Kota Surakarta)
2. Tabulasi kuisioner, yaitu : mengolah hasil kuisioner yang diperoleh
dari responden. Data dari kuisioner tersebut seperti kondisi yang
dipengaruhi, yaitu penilaian kondisi fisik, sosial dan ekonomi yang
terkena pengaruh. Baik penilaian secara langsung oleh subyek
(peneliti) maupun tidak langsung berdasar persepsi obyek
Kelurahan
Monografi penduduk √ Kantor
Kelurahan
RUT RK Surakarta √ Bappeda
Surakarta
Lexy J Moleong (1995) : “Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data itu.”
Trianggulasi dalam penelitian diperlukan untuk menghilangkan
variabel. Trianggulasi ini dilakukan dengan penyebaran kuisioner kembali
kepada para stakeholder.
3.7Metode Analisis
M etode analisis digunakan untuk mengkaji data-data yang
diperoleh dari hasil survei primer dan sekunder dengan meriver dari
berbagai teori yang digunakan sesuai variabel yang digunakan untuk
mencapai tujuan penelitian. M etode yang digunakan untuk menganalisis
yaitu dengan menggunakan metode kualitatif : M enggunakan metode
deskriptif-induktif untuk menjelaskan hasil analisis pengaruh perubahan
pemanfataan lahan, pengaruh sosial dan pengaruh ekonomi masyarakat
sekitar Apartemen Solo Paragon.
Tabe l 3.3 Tahap Me tode Analisis
Tahap Variabe l Ke te rangan Me tode
Menganalisis pengaruh kondisi fisik sesuai dengan variabel yaitu Perubahan pemanfaatan lahan
M enganalisis kegiatan komersial sebelum pembangunan
apartemen Solo Paragon dan sesudah pembangunan apartemen Solo Paragon dan memetakan kecenderungan
perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi di wilayah studi kegiatan komersial tiap segmen.
Deskriptif induktif
Pola pemanfaatan lahan sekitar
Analisis kondisi sosial masyarakat sekitar Apartemen Solo Paragon sebelum dan sesudah
Menganalisis reduksi ruang publik secara kualitas maupun kuantitas bagi masyarakat khususnya PKL
Pengolahan hasil kuisioner/ Wawancara
Analisis kondisi ekonomi masyarakat sekitar Apartemen Solo Paragon sebelum dan sesudah penyerapan tenaga kerja pada warga sekitar oleh pihak apartemen Solo Paragon
Menganalisis kecenderungan sikap warga sekitar dalam menghadapi lahan/bangunan milik mereka
Sintesa berupa penarikan kesimpulan dari hasil proses analisa yang
telah dilakukan dan menghasilkan suatu kesimpulan yang merupakan
BAB 4
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
4.1Kondisi Umum Kota S urakarta
Kota Surakarta berada di propinsi Jawa Tengah dengan letak yang
strategis karena diapit oleh 3 kota besar seperti Yogyakarta Semarang, dan Surabaya. Kota Surakarta notabene adalah kota buday a yang kental dengan adat budaya Jawa dan bangunan-bangunan tradisional di dalamnya.
Namun, seiring perkembangan jaman Kota Surakarta maju dan
berkembang menjadi kota yang modern.
Sumber : Bappeda Kota Surakarta, 2009
Gambar 4.1 Pe ta Kota Surakarta
Letak yang strategis ini, mempengaruhi perkembangan Kota
Surakarta dengan segala potensi yang dimilikinya yaitu sebagai kota
perdagangan dan jasa. Penduduk mayoritas Kota Surakarta bermata
pencaharian sebagai pedagang, dan didukung dengan banyaknya
sentra-senra industri batik dan pusat-pusat perdagangan batik yang cukup besar di
Kepadatan penduduk di Kota Surakarta tersebar tidak merata.
Di Kota Surakarta bagian selatan memiliki kepadatan yang tinggi,
sedangkan di kota Surakarta bagian utara masih memiliki kepadatan yang
sedang bahkan rendah. Kepadatan yang tinggi disebabkan karena terdapat
banyak penduduk pendatang dari sekitar Kota Surakarta (hinterland) yang
melakukan aktifitas pekerjaan pada kawasan tersebut. Hal ini terjadi
karena banyaknya kantor-kantor, perdagangan, jasa, hotel, bank dan
lain-lain yang berada pada pusat pertumbuhan kota. Disamping itu kota
Surakarta bagian selatan memang merupakan pusat pertumbuhan kota
yang pertama. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat,
semakin besar pula kebutuhan penyediaan pembangunan perumahan dan
permukiman di perkotaan. Padahal kenyataannya, lahan sifatnya tetap.
Tetapi kebutuhan akan guna lahan perumahan lah yang menjadi
peruntukan paling besar. Penyediaan perumahan juga dibutuhkan oleh
warga dari hinterland yang cenderung ingin tinggal di dekat dengan pusat
kota atau pusat kegiatan. Oleh karena itulah penyediaan apartemen Solo
Paragon ini dianggap sebagai ide yang tepat untuk menjawab kebutuhan
akan perumahan di Kota Surakarta. Berikut adalah jumlah prosentase
tingkat penggunaan ruang untuk hunian di Kota Surakarta yang menjadi
prosentase terbesar di antara penggunaan ruang yang lain :
Tabe l 4.1 Re ncana Pe nggunaan Ruang Kota
No PENGGUNAAN RUANG
5. Perkantoran Komersial 44,04 1,00
6. Perkantoran Pemerintah 77,07 1,75
7. Pendidikan 253,23 5,75
9. Fasilitas T ansportasi 44,04 1,00
10. Industri 85,88 2,00
11. Pe rumahan 2.642,44 60,00
12. Ruang T erbuka 22,02 0,50
13. Fasilitas Khusus 11,01 0,25
14. Lain-lain 605,58 13,70
J u m l a h 4.404,07 100,00
Sumber : RTUTRK Dati II Surakarta Tahun 1993-2013
4.2Kebijakan Wilayah
Kawasan Solo Paragon merupakan kawasan mix use antara
kawasan permukiman, kawasan komersial (perdagangan dan jasa),
pariwisata dan olah raga. Sesuai dengan ketentuan dalam RUTRK Kota
Surakarta Tahun 1993-2013 bahwa kawasan Solo Paragon adalah kawasan
mix use sehingga dengan adanya Solo Paragon yang bersifat mix use ini,
dan perkembangan fisik yang terjadi di sekitarnya mendukung dan sangat
relevan sebagai bentuk pengayaan kawasan ini dengan berbagai fasilitas
komersial yang belum ada sebelumnya.
Sesuai dengan ketentuan dalam RUTRK kota Surakarta tahun
1993-2013 bahwa kawasan Yosodipuro adalah kawasan komersial
sekaligus sebagai kawasan mix use yang sangat padat. Sehingga
kemunculan fasilitas sub sektor apartemen sangat relevan dan sesuai
sebagai bentuk pengayaan kawasan ini dengan berbagai fasilitas komersial
yang belum ada sebelumnya. Sehingga kelak Solo Paragon dicanangkan
memiliki peran bagi kawasan di sekitarnya dalam peningkatan wujud
kawasan pada khususny a dan peningkatan perekonomian bagi Kota
Surakarta pada umumnya. Lokasi sebuah properti khususnya apartemen,
kondotel dan mall juga sangat mempengaruhi terhadap nilai jual lahan di
sekitarnya kelak. Sehingga hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi
warga sekitar yang memiliki lahan dekat dengan letak Solo Paragon. Di
kebutuhan hunian Kota Surakarta dan luar Kota Surakarta, tetapi juga
sebagai tujuan investasi para pelaku bisnis.
Kota Surakarta yang kini berkembang dengan kekuatan
sentra-sentra batik yang dimiliki, menjadikan kota tersebut menarik para
wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk datang ke Kota
Surakarta. Sehingga harapan pemerintah Kota Surakarta selain menjadikan
Kota Surakarta adalah kota pariwisata dengan memiliki sejarah dan
budaya sebagai nilai lebih, dengan hadirnya Solo Paragon di Kota tersebut
akan bersinergi saling tarik menarik dan saling mendukung satu sama lain.
Seperti yang diungkapkan Kepala Sub Bidang Dinas Tat a Kota:
“Kota Surakarta adalah sebuah kota, bukan desa, sehingga yang namanya kota itu sifatnya dinamis. Cocok jika ada apartemen masuk ke
sini, cocok juga untuk berinvestasi. Selain itu dengan adanya Solo
Paragon, banyak wisatawan dan investor yang datang, akan mendukung
adanya aset yang kita tonjolkan yaitu sentra-sentra batik” (Kasubbid
DTK)
Secara administratif, kawasan Solo Paragon mencakup 3 Kelurahan
yaitu Kelurahan M angkubumen, Kelurahan Penumping, dan Kelurahan
Sriwedari. Dimana peruntukannya seperti yang disebutkan dalam tabel di
bawah ini :
Tabe l 4.2 Pe runtukan dan Wilayah Pe nge mbangan Kawasan Pe ne litian
(Kecamatan) Fungsi Kegiatan T itik Pertumbuhan
Mangkubumen IV Banjarsari
Permukiman,
Penumping IV Laweyan Pariwisata dan
Olah raga
Perdagangan, jasa, perkantoran pada
Sumber : RUTRK Kota Surakarta Tahun 1993-2013
4.3Apartemen S olo Paragon
Sejarah awal kawasan Solo Paragon dahulunya yaitu berupa RSUP
Dr. M uwardi yang berdiri sejak jaman Belanda sampai dengan jaman orde
baru tahun 1996 dan kemudian dipindah tangan ke Ibu Tin Soeharto yang
rencananya akan diganti nama dengan Yayasan Harapan Kita khusus
untuk jantung. Namun belum sempat itu terjadi, beliau Ibu Tin Soeharto
sudah meninggal dunia. Ketika Tahun 1996 terjadi krisis moneter global
di Indonesia, RSUP ini dipindah ke Kecamatan Jebres. Lalu tanah seluas ±
4 Ha tersebut dijual dan dibersihkan sampai menjadi tanah kosong. Sampai
pada sekitar tahun 1998, datang suatu perusahaan besar Citraland yang
hendak membeli tanah tersebut dan akan dibangun mall. Namun, karena
pada tahun itu nilai dolar tinggi, rupiah menurun drastis, harga-harga
bahan bangunan melambung tinggi, dan kondisi p erekonomian negara
tidak stabil/colabse, maka terjadi dead lock terhadap pihak Citraland
karena tidak mampu lagi melanjutkan proyek pembangunan mall tersebut.
Padahal proses pembangunan sudah sampai pada pemasangan tiang
pancang. Sampai pada akhirnya tahun 2000 tanah itu menjadi rata selama
bertahun-tahun.
Sampai pada akhirnya di tahun 2006, masuklah 2 pengusaha
raksasa PT. SUNINDO GAPURA PRIM A dan SUN M OTOR yang
tertarik untuk saling bekerja sama membangun tanah seluas ± 4 Ha
tersebut untuk dibangun resort apartemen, kondotel, life style mall dan city
walk yang menjadi satu kesatuan dan dinamakan Solo Paragon. M elihat
Kota Surakarta yang perekonomiannya semakin menggeliat baik, skala
nasional bahkan sampai dengan skala internasional. Itulah yang menjadi
Sriwedari IV Laweyan Pariwisata dan
Olah raga
Perdagangan, jasa, perkantoran pada
pertimbangan utama perusahaan tersebut untuk mengadakan pembangunan
ini demi prospek investasi yang baik sampai beberapa tahun ke depan.
Saat ini awal tahun 2010 perkembangan pembangunan Solo
Paragon sampai pada tahap penyelesaian apartemen dan kondotel, dan
kemudian akan dilanjutkan dengan pembangunan mall beserta city walk
yang rencananya akhir tahun ini akan selesai. Itupun untuk apartemen
sendiri sudah hampir 90% terjual oleh warga Kota Surakarta sendiri
maupun orang-orang dari luar Kota Surakarta yang hendak menetap disitu
maupun hanya sekedar untuk melakukan investasi saja.
Tabe l 4.3 Tahap Pe rjalanan Pe mbangunan Solo Paragon
Waktu Aktivitas
Awal tahun 2006 Presiden direktur Chandra T ambayong memutuskan untuk membangun bangunan
dengan konsep m ix use Solo Paragon
April 2008 Masyarakat menerima kehadiran Solo Paragon baik pro maupun kontra
Akhir 2008
Juni 2008
T ahap perijinan Solo Paragon selesai
Meluncurkan contoh unit apartemen
Pe rte ngahan 2008 Pembangunan Solo Paragon mulai berjalan
Me i 2009 Beberapa unit kamar apartemen selesai dikerjakan
Akhir 2009 Hampir 90% unit apartemen laku terjual
Akhir 2010 Ditargetkan pembangunan ini akan selesai pada akhir tahun 2010 nanti
Solo Paragon terletak di lokasi yang cukup strategis, dekat dengan
pusat Kota Solo yaitu di antara 3 Kelurahan yaitu kelurahan
M angkubumen Kecamatan Banjarsari, Kelurahan Sriwedari dan Kelurahan
Penumping, Kecamatan Laweyan tepatnya pada lahan bekas Rumah Sakit
Umum Dr. M uwardi. Lokasi yang strategis karena letak Solo Paragon
yang juga berada di bagian barat-selatan Kota Surakarta yang mana
kawasan tersebut merupakan pusat pertumbuhan utama Kota Surakarta.
Selain itu, mudah untuk dijangkau dari arah manapun karena dihubungkan
dengan jalan-jalan kolektor seperti Jalan Slamet Riyadi, Jalan yosodipuro
dan Jalan Ciptomangunkusumo.
Gambar 4.2 Lokasi Sol o Paragon
Solo Paragon merupakan salah satu bangunan mixed-use yang di
dalamnya mengintegrasikan fungsi hunian berupa apartemen dan kondotel,
dengan city walk, lifestyle mall dan entertainment akan menjadi tonggak
kemegahan kota. Dan dipastikan megaproyek ini akan menjadi pusat tren
(trend setter) dalam industri properti, baik untuk regional Solo maupun
Jawa Tengah secara umum. Solo Paragon memiliki kemudahan dari tiga
titik akses masuk dari jalan utama, yaitu : Jalan Slamet Riyadi, Jalan
Yosodipuro, Jalan Dr Cipto M angunkusumo. Apartemen Solo Paragon
dengan 24 lantai atau setinggi 84 meter ini mendapatkan julukan sebagai