• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. singkat pada tiga objek penelitian. Masing-masing objek kemudian dibagi menjadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. singkat pada tiga objek penelitian. Masing-masing objek kemudian dibagi menjadi"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Setting

Gambaran setting menjabarkan kondisi umum disertai dengan latar belakang singkat pada tiga objek penelitian. Masing-masing objek kemudian dibagi menjadi beberapa setting untuk memudahkan proses analisis fenomena yang terjadi pada setting.

4.1.1 Objek 1 (Bendungan Gerak Tukad Badung)

Objek secara fisik berupa bangunan Bendungan Gerak Tukad Badung yang membendung sungai yang memiliki lebar cukup besar. Program wisata tirta pernah diupayakan pada objek ini dalam rangka promosi wisata Kota Denpasar.

Promosi tersebut berupa program-program pemerintah kota dalam meningkatkan daya tarik kota sebagai suatu objek wisata yang dapat dibanggakan seperti Denpasar Sightseeing dan Denpasar City Tour.

Tahap awal pengadaan objek wisata tirta yaitu dengan pembangunan

bangunan bale sakapat untuk tempat tunggu pengunjung wahana air, dermaga,

dan pengadaan wahana air itu sendiri. Objek ini diresmikan pada bulan februari

2011 dan dalam masa awal operasionalnya mendapatkan pencapaian kunjungan

yang tidak telalu mengecewakan. Berdasarkan hasil wawancara, diperkirakan

kunjungan perhari hingga 100 orang dengan hasil penjualan tiket 400-500 ribu

rupiah.

(2)

Setelah dirintisnya proyek objek wisata tirta pada

Badung, pemerintah kemudian melaksanakan proyek lain yang mempengaruhi keberlanjutan wisata tirta.

banjir mendorong dilaksanakan proyek pembuatan jalur drainase bawah tanah (sodetan) dari Tukad Mati di Jalan Pura Demak yang tembus hingga ke aliran Tukad Badung. Untuk memudahkan teknis penggalian saluran, m

tepat dibawah jalan inspeksi dimana titik tembus berada di se Pulau Batanta.

Gambar 4.1 Proyek tersebut menyebabkan j menuju objek wisata tirta.

dan suara akibat aktivitas proyek yang menggunakan alat berjalan selama satu tahun yaitu sepanjang tahun 2012. Polusi

yang mengenai objek, dan tertutupnya akses menuju objek menurunkan jumlah pengunjung secara signifikan, hal tersebut menyebabkan objek wisata tirta mengalami “mati suri”.

Setelah dirintisnya proyek objek wisata tirta pada Bendungan Gerak Badung, pemerintah kemudian melaksanakan proyek lain yang mempengaruhi keberlanjutan wisata tirta. Tukad Mati di sebelah utara yang seringkali mengalami dilaksanakan proyek pembuatan jalur drainase bawah tanah Mati di Jalan Pura Demak yang tembus hingga ke aliran memudahkan teknis penggalian saluran, maka jalur dibuat alan inspeksi dimana titik tembus berada di sebelah utara Jalan

Gambar 4.1 Peta lokasi proyek sodetan Tukad Mati

Proyek tersebut menyebabkan jalan ditutup dan menghalangi akses utama menuju objek wisata tirta. Dampak lain dari proyek tersebut adalah polusi udara dan suara akibat aktivitas proyek yang menggunakan alat-alat berat. Proyek ini berjalan selama satu tahun yaitu sepanjang tahun 2012. Polusi udara, polusi suara yang mengenai objek, dan tertutupnya akses menuju objek menurunkan jumlah pengunjung secara signifikan, hal tersebut menyebabkan objek wisata tirta

Tukad Mati

Tukad Badung

Jalur Sodetan banjir (dibawah jalan)

Penutupan jalan Penutupan jalan

Objek WIsata Tirta

Bendungan Gerak Tukad Badung, pemerintah kemudian melaksanakan proyek lain yang mempengaruhi mengalami dilaksanakan proyek pembuatan jalur drainase bawah tanah Mati di Jalan Pura Demak yang tembus hingga ke aliran aka jalur dibuat belah utara Jalan

ditutup dan menghalangi akses utama adalah polusi udara alat berat. Proyek ini udara, polusi suara yang mengenai objek, dan tertutupnya akses menuju objek menurunkan jumlah pengunjung secara signifikan, hal tersebut menyebabkan objek wisata tirta

Jalur Sodetan banjir (dibawah jalan)

(3)

Gambar 4.2 Foto kondisi objek wisata tirta dan wahana air yang terbengkalai (dilihat dari dermaga)

Setelah proyek drainase rampung, maka objek wisata tirta coba kembali dihidupkan, salah satu upaya adalah dengan membangun beberapa fasilitas tambahan yaitu dua buah bale bengong dan WC umum.

Pada saat ini, beberapa bangunan pada objek yaitu bangunan pintu air DAM Tukad Badung dan beberapa bangunan disekitarnya seperti bale tunggu dan bale bengong. Objek ini merupakan ujung utara dari jalan inspeksi yang menyusur di

sepanjang sisi barat Tukad Badung. Ujung selatan dari jalan inspeksi sendiri terhubung ke jalan Gelogor Carik. Lokasi objek berada di tengah pemukiman warga.

Secara umum objek terlihat ramai pada waktu-waktu tertentu, saat melintas di jalan inspeksi, terlihat banyak kendaraan yang parkir di pinggiran jalan.

Aktifitas memancing telihat paling dominan dilakukan pada objek, namun ada

juga telihat aktivitas lain seperti orang yang berbelanja pada PKL dan orang yang

duduk untuk bersantai. Ironisnya, kendaraan air yang awalnya merupakan rintisan

objek wisata tirta terlihat mangkrak dalam kondisi yang cukup memprihatinkan.

(4)

Dalam mendeskripsikan temuan di lapangan, objek 1 akan dibagi menjadi 8 setting agar lebih mudah dan jelas yang dijabarkan dalam gambar dibawah.

Gambar 4.3 Pembagian Setting pada Objek 1 4.1.1.1 Seting A (Bale Bengong/gazebo)

Setting ini awalnya dibangun sebagai fasilitas pendukung wisata tirta yang

direncanakan dan dibangun pada lokasi yang dianggap strategis. Setting berada di sisi jalan (alternatif) sehingga mudah dijangkau saat melintas.

Gambar 4.4 Foto bale tunggu dermaga dari seberang jalan

Walaupun tidak difungsikan sesuai dengan rencana awal, objek ini ternyata tidak serta merta menjadi suatu ruang yang pasif. Masih terlihat sekelompok

KETERANGAN A|areal dermaga B|Areal kosong berisi

pelinggih dan warung

rujak

C|Dua buah bale bengong D|areal pengelola sisi

barat yang dipakai pedagang

E|Bangunan pintu air F|jalan tepi sungai timur G|Areal pengelola sisi

timur yang dipakai pedagang

H | sandaran sungai

selatan

A

B

C

D

E

G F

H

(5)

orang yang mendatangi bale tunggu ini pada waktu-waktu tertentu. Berdasarkan observasi awal pengunjung berkumpul pada bale karena beberapa hal, yaitu bangunan yang memberi keteduhan dari terik matahari, udara yang sejuk dan panorama yang baik ke arah sungai. Pengunjung areal ini sebagian besar parkir di sebelah utara bangunan yaitu berupa areal lapang berumput yang dapat diakses dari jalan. (lihat gambar 4.5)

Gambar 4.5 Potongan arsitektural setting A 4.1.1.2 Setting B (Warung Rujak)

Setting B berupa ruang sisa berupa gundukan tanah kosong yang ditanami

sejumlah pohon dan tanaman perdu. Ruang ini merupakan ruang sisa yang terbentuk dari jalan lingkungan pemukiman dan jalan inspeksi. Sebuah pelinggih berada ditengah-tengah dan pohon besar meneduhkan areal ini. Dibawah pohon ini dimanfaatkan oleh salah satu warga untuk berjualan camilan seperti tipat dan rujak. Berbagai aktivitas yang terjadi adalah aktivitas berbelanja, berjualan dan

Bale bengong

Panorama yang baik

Populasi ikan rendah Penataan taman dan bangunan untuk

mendukung objek daya tarik wisata tirta Jalan Kolektor

penghubung Jalan Imam Bonjol dengan

Jalan Pulau Batanta sisi

barat

Tanaman hias

Arel sungai yang terbendung Dermaga wahana air

Parkir

(6)

aktivitas duduk-duduk yang dilakukan oleh civitas warga, pegawai, pengunjung lain dan pemancing.

Gambar 4.6 Potongan arsitektural setting B

Objek warung rujak memang tidak terlalu menarik perhatian pengendara di jalan, namun akan berbeda kasusnya jika objek dilihat oleh pengunjung yang sedang singgah pada bale tunggu dan dua bale bengong yang ada di seberang jalan. Warung rujak seringkali melayani pembeli hingga menyeberangi jalan untuk membawakan makanan yang dipesan.

Beberapa elemen yang ditambahkan oleh pemilik warung rujak yaitu meja untuk berjualan yang beratap terpal, balai kecil, bangku dan tempat duduk dari batang pohon (lihat Gambar 4.7). Perlerngkapan pedagang pada setting ini hanya dirapikan dengan dibungkus terpal dan dibiarkan pada tempat itu pada saat warung tutup.

Pohon besar

parkir Sepeda motor Warung rujak

Pelinggih Gang kecil

penghubung antar Pemukiman

Jalan Kolektor penghubung

Jalan Imam Bonjol dengan Jalan sisi barat

Pulau Batanta Tanaman

perdu

Ruang yang terbentuk antara gang pemukiman dengan jalan penghubung

(7)

Gambar 4.7 Foto warung rujak dengan kondisi bangunan yang semipermanen 4.1.1.3 Setting C (Dua Buah Bale bengong)

Dua buah bale bengong yang berdiri di tepi sungai berperan sebagai street furniture yang berguna untuk tempat duduk, beristirahat maupun berteduh. Bale bengong ini dibangun atas prakarsa Disparda Kota Denpasar dalam rangka

menghidupkan kembali objek yang pernah dicanangkan sebagai wisata tirta.

Objek ini memiliki daya tarik yang kuat karena berada dipinggir jalan dengan perkerasan aspal yang cukup ramai dilewati. Dua buah bale ini juga sekaligus berada di pinggir sungai sehingga dapat dengan jelas melihat ke sungai dan pintu air.

Pada dua bangunan bale bengong ini , balai lebih sempit dari bale tunggu

dermaga dan terbagi dua sehingga menyerupai kursi yang berhadap-hadapan. Bale

bengong dikelilingi dinding pembatas kayu di ketiga sisi sehingga hanya bisa

diakses dari satu sisi (depan). Kendaraan pengunjung bisa parkir hingga ke tanah

berumput karena tidak ada penghalang

(8)

Gambar 4.8 Potongan arsitektural setting C

Kebun disekitar bangunan juga tertata cukup baik. Rerumputan menghampar disekitar bangunan mulai dari pinggiran jalan hingga ke planter dan bangku beton ditepi sandaran sungai (lihat Gambar 4.9).

Tercetusnya ide untuk membangun dua buah bale bengong ini sebenarnya dipengaruhi oleh ramainya masyarakat yang memanfaatkan bale pada dermaga untuk tempat duduk dan bersantai. Hal tersebut dilihat oleh pemerintah sebagai suatu potensi untuk lebih menghidupkan fungsi objek sebagai ruang terbuka publik.

Gambar 4.9 Foto dua buah bale bengong di pinggir sungai Tanaman

hias

planter Bale bengong

(Gazebo) Jalan Kolektor

penghubung Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi

barat

Tukad Badung Tanaman

hias

Panorama yang baik

Populasi ikan

rendah

(9)

4.1.1.4 Setting D (Areal Barat Pintu Air)

Objek berupa areal sekitar pintu masuk ke bangunan pengelola bendung gerak yang menjadi setting dari beragam aktivitas. Banyak vegetasi yang ditanam sebagai element lansekap buatan yang meneduhkan. Areal ini menjadi akses utama menuju unit pintu air bendung gerak sekaligus menjadi jembatan ke seberang barat sungai.

Gambar 4.10 Potongan arsitektural setting D

Pengunjung yang hendak memasuki pintu air dan jembatan akan disambut oleh beberapa PKL yang berjualan di sekitar pintu masuk. Di sekitar objek ini juga terdapat areal sisa yang terbentuk diantara jalan dengan sungai yang sering dimanfaatkan untuk parkir pengunjung PKL. Dalam berjualan, PKL membentuk setting tambahan untuk mendukung dalam berjualan.

Areal tepi jalan dimanfaatkan

oleh PKL

Areal Pengelola

bendungan Pintu Air

Tukad Badung Pohon

Perindang

Panorama yang baik Jalan Kolektor

penghubung Jalan Imam Bonjol dengan

Jalan Pulau Batanta sisi

barat

Populasi ikan tinggi

(10)

Pedagang minuman menempatkan suatu kotak etalase aluminium di depan pagar dinding kantor pengelola. Sarana pendukung seperti meja dan kursi ditempatkan menempel dengan pagar pembatas, dan menggunakan kain terpal sebagai atap. Saat tidak berjualan pun, etalase ini tetap ditinggalkan pada objek dengan keadaan terbungkus kain terpal.

Gambar 4.11 Foto suasana setting ruang D dari tepi jalan

Pedagang mi ayam berada di sebelah pedagang minuman, menggunakan rombong beroda yang bisa berpindah-pindah dan juga menyediakan tempat makan dengan meja pendek beralas dan beratapkan terpal yang terikat ke pagar pembatas.

Gambar 4.12 Foto Setting yang terbentuk oleh pedagang minuman dan mi ayam

Pengunjung juga banyak yang memarkir sepeda motor didalam areal bendung

gerak karena lebih teduh dan kebanyakan adalah pengunjung yang menuju areal

(11)

sekitar pintu air. Banyak pengunjung yang parkir hingga ke atas teras bangunan untuk menghindarkan sepeda motornya dari panas dan hujan. (lihat Gambar 4.13)

Gambar 4.13 Foto pengunjung yang parkir didalam areal pengelola pintu air 4.1.1.5 Setting E ( Bangunan Pintu Air)

Bangunan bendung gerak terbagi menjadi koridor luar dan dalam. Areal ini menjadi daya tarik terutama bagi pemancing yang dominan memancing di koridor luar (menghadap ke arah selatan) yang beranggapan bahwa memancing pada bagian sungai yang berarus akan lebih banyak mendapatkan ikan (lihat gambar 4.14).

Koridor luar yang terbuka ada di sebelah selatan yang didominasi pemancing,

jalur sirkulasi dan parkir sepeda motor. Koridor dalam hanya dimanfaatkan oleh

pejalan kaki untuk bersirkulasi dan melihat pemandangan sungai di sebelah utara.

(12)

Gambar 4.14 Bangunan pintu air bendungan

Beberapa ruang-ruang mekanik pada pintu air juga ikut dimanfaatkan pengunjung untuk duduk dan bersantai. Pada koridor dalam tidak dijumpai pemancing dan sirkulasi lebih sepi daripada koridor luar. Ada beberapa ruang yang dianggap cukup nyaman oleh pengunjung untuk duduk-duduk bersantai dan minum kopi. Selasar kecil diantara pintu air yang menjadi penghubung antara koridor dengan luar dengan koridor dalam dijadikan tempat duduk-duduk.

Sedangkan komponen pintu air yang bermaterial besi menjadi meja untuk menaruh barang, makanan ataupun minuman (lihat Gambar 4.15).

Gambar 4.15 Pemanfaatan lain dimana mesin pintu air mekanis dimanfaatkan menjadi fungsi baru

sebagai meja dan kursi

(13)

Di dekat pintu air terdapat ruang yang dibatasi terali besi berukuran sekitar 160x160 cm yang dibuat sebatas sebagai ruang untuk mengoperasikan pintu air mekanis juga muncul pemanfaatan lain yaitu kegiatan duduk-duduk mengobrol bahkan tidur.

Gambar 4.16 Pemanfaatan lain pada ruang kontrol pintu air mekanis menjadi tempat tidur dan tempat untuk mengobrol oleh pengunjung

Dibuatnya set ruang seperti ini sebenarnya sebatas untuk memenuhi standar keamanan dan kenyamanan operator yang bekerja di bendungan ini. Waktu penggunaan ruang yang teramat jarang justru menarik pengunjung pada objek untuk memanfaatkan ruang sebagai suatu setting kegiatan rekreatif. Bangunan beratap, tanpa sekat pembatas (terbuka) sehingga sirkulasi udara sangat baik.

Bangunan ini juga berada di atas aliran sungai, dengan suara air mancur dari pintu air, menciptakan kesejukan dan kenyamanan bagi orang yang berada disana.

Bentuk atap juga mendukung kenyamanan ruang dibawahnya dengan mengangkat

beberapa bagian sehingga terbentuk celah yang semakin melancarkan sirkulasi

udara ruang dibawahnya.

(14)

Aktivitas memancing selalu menjadi pemandangan rutin pada objek ini.

Pemancing biasa memancing dari atas jembatan, sandaran maupun langsung turun memancing ditengah sungai.

Gambar 4.17 Pemancing yang masih memperhatikan kenyamanan dan keselamatan dalam beraktivitas

Gambar 4. 18 Potongan Arsitektural Setting E 4.1.1.6 Setting F (Jalan di Sisi Timur Sungai)

Areal ini tidak terdapat pemancing karena berada di sebelah utara pintu air.

Walaupun tidak ada pemancing, namun areal ini seringkali disinggahi penduduk sekitar untuk duduk-duduk dan sekedar menikmati pemandangan. Lingkungan sudah tertata cukup baik dengan jalan yang sudah di paving dan planter box di

Bangunan

pintu air Areal Aliran air dari bendungan Areal air

terbendung

Populasi ikan tinggi Populasi

ikan rendah

Panorama yang baik Panorama

yang baik

(15)

pinggiran sungai. Tanaman yang ada ditata dan juga tumbuh alami (lihat gambar 4.19).

Gambar 4.19 Potongan arsitektural setting F

Penataan yang sangat baik pada objek ini dilakukan pemerintah untuk memperbaiki wajah tepi sungai yang jorok karena keberadaan pemukiman padat (yang cenderung kumuh). Pemukiman tersebut terletak di sisi utara yang sering bersirkulasi pada jalan ini baik ke utara (Jalan Teuku Umar) ataupun ke selatan (Jalan Pulau Batanta).

Sirkulasi yang terjadi selain untuk mencapai tujuan lokasi tertentu juga sengaja dilakukan warga untuk melihat-lihat pemandangan di sungai. Pada sisi jalan ditepi sungai sangat jarang terlihat orang yang memancing. Pemancing disini tidak seramai pemancing di sebelah selatan pintu air (lihat gambar 4.20).

Gambar 4. 20 Foto jalan lingkungan di sebelah utara Jalan Penghubung Antara Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi

timur Tukad Badung

Populasi ikan rendah

Pohon perindang Pohon perindang

Panorama yang baik

(16)

4.1.1.7 Setting G (Areal di Sisi Timur Bangunan Pintu Air)

Di sisi timur areal pintu air dimanfaatkan pedagang bakso untuk berjualan.

Warung bakso yang berada di sisi barat jembatan menempatkan rombongnya tepat disebelah pagar pembatas areal pintu air. Areal sisa dekat sandaran sungai dimanfaatkan menjadi tempat makan dengan menempatkan meja dan kursi yang menciptakan setting baru pada objek ini. Pembeli banyak yang memarkir sepeda motor di sisi jalan untuk membeli bakso disini (lihat gambar 4.21).

Gambar 4.21 Foto suasana setting yang terbentuk oleh pedagang bakso di sisi sungai

Objek ini terasa lebih teduh karena banyaknya pohon disekitar warung dan di

pinggiran jalan. Sirkulasi jalan aspal didepannya (timur sungai) cenderung lebih

sepi dari jalan inspeksi di sebelah barat sungai.

(17)

Gambar 4.22 Potongan arsitektural setting G 4.1.1.8 Setting H (Areal Tanggul Tukad Badung)

Tipe sandaran sungai seperti ini jarang terlihat di daerah tepi Tukad Badung yang didominasi tipe sandaran berupa kanalisasi. Sandaran dibuat miring dari batas atas sungai hingga mencapai permukaan air sungai. Pada sandaran banyak terdapat pemancing yang duduk seharian untuk mendapatkan ikan. Di puncak sandaran berupa undakan yang banyak diduduki pengunjung untuk melihat pemandangan sungai beserta orang-orang yang memancing.

Gambar 4.23 Potongan arsitektural setting ruang H objek 1 Tukad

Badung

Areal Pintu air Areal antara jalan dengan areal pengelola dimanfaatkan PKL

Sandaran sungai Populasi

ikan tinggi

Jalan Penghubung Antara Jalan Imam Bonjol dengan

Jalan Pulau Batanta sisi timur

Pohon Perindang

Panorama yang baik

Sandaran sungai Tukad Badung

Jalan Penghubung Antara Jalan Imam Bonjol dengan Jalan

Pulau Batanta sisi timur

Populasi ikan tinggi Pohon perindang

Pemandangan baik

(18)

4.1.2 Objek 2 (Persimpangan Jalan Gelogor Carik- Jalan Taman Pancing) Objek berada pada ujung selatan jalan inspeksi (Jalan Taman Pancing) dan membentuk persimpangan dengan Jalan Gelogor Carik. Ruang yang ramai oleh pengunjung yaitu kanalisasi sungai berumput dan jembatan (bekas pintu air) di sebelah selatan.

Pemerintah kota kemudian menggagas ide untuk memanfaatkan daerah tepi sungai agar dapat bermanfaat secara ekonomis bagi warga sekitar sekitar tahun 80an. Pemanfaatan dilakukan dengan menjadikan lahan di sisi kiri dan kanan sungai menjadi areal perkebunan. Pemanfaatan tersebut ternyata menyebabkan areal sungai menjadi semakin kotor dan tidak terawat, pohon-pohon yang ditanam justru terlihat seperti semak belukar dan berkesan liar.

Sekitar tahun 1985 dilaksanakan proyek pelebaran sungai dan senderisasi (pembangunan dinding sungai secara permanen). Pelebaran sungai dilakukan untuk menanggulangi banjir. Dalam pelaksanaan pelebaran sungai, dilakukan pembebasan lahan di sisi sungai, kemudian pengerukan tanah yang menyisakan gundukan tanah di kiri dan kanan sungai. Gundukan ini seringkali menjadi areal sirkulasi warga sekitar yang lama kelamaan terbentuk menjadi jalan setapak. Jalan setapak ini kemudian dikembangkan oleh pemerintah menjadi jalan inspeksi dalam rangka peningkatan kebersihan sungai yang prosesnya terus berjalan hingga tahun 2002 seperti sistem kanalisasi dengan grassblok seperti saat ini.

Adapun sistem kanalisasi pada Tukad Badung yaitu pembuatan undakan kecil di

dalam sungai yang berfungsi untuk memudahkan aktivitas pembersihan dan

perawatan sungai. Kanalisasi juga membuat areal sungai yang menjadi lebih

(19)

sempit karena ruang dipakai untuk kanalisasi di dua sisi. Sungai yang lebih sempit akan meninggikan permukaan air sungai sehingga aliran air selalu lancar walaupun saat debit air rendah.

.

Gambar 4. 24 Foto Tukad Badung diambil dari jembatan lama dengan kanalisasi di kedua sisi Titik keramaian pengunjung pada objek yaitu di pinggir jalan inspeksi, pinggiran kanal rumput dan di sekitar jembatan (bekas pintu air). Aktivitas yang dominan adalah memancing, kemudian duduk- duduk dan orang yang berbelanja pada PKL.

Gambar 4.25 Foto PKL di pinggir jalan inspeksi dan foto pengunjung yang duduk-duduk di

pinggir kanal berumput

(20)

Objek 2 dibagi menjadi tiga setting dari selatan ke utara. Pembagian setting yaitu pertama areal jembatan lama (A) persimpangan Jalan Inspeksi dengan Jalan Gelogor Carik dan kanal tepi Tukad Badung yang berpaving rumput (C).

Gambar 4.26 Pembagian Objek 2 menjadi 3 setting

Areal kanal berumput pada objek ini juga sekaligus menjadi representasi dari areal kanal paving-rumput yang terhampar di sepanjang Jalan Inspeksi Tukad Badung yang memiliki karakteristik fisik dan aktivitas yang hampir serupa.

4.1.2.1 Setting A (areal sekitar jembatan lama)

Jembatan lama merupakan bekas pintu air yang tidak digunakan lagi.

Letaknya agak tersembunyi/ tidak terlihat langsung saat melintasi jalan inspeksi ataupun Jalan Gelogor Carik. Area ini dapat dijangkau melalui pertigaan jalan Inspeksi dengan Jalan Gelogor Carik (dari utara) atau melalui Jalan Griya Anyar (dari selatan). Walaupun jalan akses menuju areal ini hanya berupa jalan setapak, banyak pengunjung yang datang kesini dengan membawa sepeda motor dan memarkir di dekat jembatan (lihat gambar 4.27).

A B

C

(21)

Gambar 4.27 Foto situasi setting A

Pengunjung kebanyakan berkumpul di sekitar jembatan baik untuk duduk- duduk maupun memancing. PKL yang sering berjualan pada objek adalah penjual umpan, pedagang kopi dan PKL yang tidak tetap lain seperti pedagang bakso.

Gambar 4.28 Setting yang dibentuk oleh pedagang kopi dan pedagang umpan

Pedagang kopi membawa dagangannya dengan sepeda motor yang diparkir di

dekat jembatan, pembelinya biasa duduk dijembatan. Pedagang umpan

menggunakan meja tambahan serta ember untuk menempatkan umpan

dagangannya. Pembeli dari penjual umpan ini adalah pemancing yang ada

disekitar objek. Aktivitas pedagang dan pengunjung yang bersantai pada setting

ini cenderung berkumpul dibawah bayangan dari sebuah pohon besar di dekat

jembatan.

(22)

Gambar 4.29 Potongan arsitektural objek 2 setting A

4.1.2.2 Setting B (Areal sekitar Persimpangan Jalan Gelogor Carik- Jalan Taman Pancing)

Setting B adalah areal disekitar persimpangan Jalan Gelogor Carik dengan

Jalan Inspeksi (Jalan Taman Pancing). Elemen pembentuk pada setting ini adalah jalan inspeksi, pohon peneduh di pinggir jalan sebelah barat, kanal, paving, rumput, dan sandaran Tukad Badung (lihat gambar 4.).

Pemancing pada objek cenderung berjajar membentuk teritorinya pada areal kanal berumput, sedangkan sepeda motor (baik pemancing maupun pengunjung lain) diparkir berjajar di sepanjang jalan inspeksi. Pemancing cenderung ramai di kanalisasi sisi barat karena lebih dekat dari Jalan Taman Pancing yang menyusur

di sebelah barat sungai. Adapun di sisi timur sungai sebenarnya juga terdapat jalan inspeksi, namun lalu lintasnya tidak seramai jalan inspeksi di sisi barat. Jalan inspeksi timur lebih sempit dan kualitas aspal tidak sebaik jalan inspeksi barat.

Jembatan lama Jalan Setapak

Jalan setapak Pohon Besar

Populasi ikan tinggi Populasi ikan tinggi

Panorama yang baik

Panorama yang baik

(23)

Gambar 4.30 Foto pemancing dan pengunjung lain pada kanal rumput

Di sebelah barat jalan, banyak pengunjung yang parkir sekaligus duduk-duduk santai dan mengobrol di sepeda motornya sendiri. Dari titik ini, memang masih dapat melihat pemandangan di sekitar sungai dengan sangat jelas dan juga lebih teduh.

Berdasarkan lama waktu berjualan, ada dua jenis PKL yang berjualan pada objek ini. Pertama adalah PKL yang berjualan sepanjang hari pada objek tanpa berpindah ke tempat lain. Kedua, PKL yang berjualan berkeliling dan menjadikan objek sebagai salah satu tempat singgah. PKL yang menetap berjualan di tikungan sebelum persimpangan jalan. sedangkan PKL yang berkeliling selain berdiam di dekat PKL yang menetap, juga seringkali turun ke kanal rumput untuk menghampiri pemancing dan pengunjung lain.

Gambar 4.31 PKL menetap yang membentuk setting dan menunjukkan areal teritorinya

PKL yang berjualan menetap yaitu pedagang pentol dan deretan warung semi

permanen di seberang jalan. Pedagang pentol membentuk setting tambahan pada

(24)

objek. untuk mendukung kegiatan seperti meletakkan meja, kursi dan payung.

Warung di barat membuat bangunan semi permanen yang terkesan agak kumuh.

Gambar 4.32

PKL yang berkeliling adalah pedagang bakpao, bakso

Selama berkeliling, objek menjadi tempat yang paling lama disinggahi oleh para PKL dibanding tempat singgah lainnya.

Gambar 4.

4.1.2.3 Setting C (Tepi Jalan Taman Pancing) Setting areal kanalisasi

Badung. Penataan tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai pertimbangan, terutama untuk mempermudah operasional pembersihan sungai sungai secara rutin (lihat gambar 4.

Jalan Taman Pancing Areal di tepi

persimpangan dimanfaatkan PKL

untuk mendukung kegiatan seperti meletakkan meja, kursi dan payung.

Warung di barat membuat bangunan semi permanen yang terkesan agak kumuh.

32 Warung semi permanen di sisi barat jalan inspeksi

PKL yang berkeliling adalah pedagang bakpao, bakso dan pedagang mi ayam.

Selama berkeliling, objek menjadi tempat yang paling lama disinggahi oleh para banding tempat singgah lainnya.

Gambar 4.33 Potongan arsitektural objek 2 setting B (Tepi Jalan Taman Pancing)

kanalisasi dapat dijumpai pada sebagian besar areal sisi

Penataan tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai pertimbangan, terutama untuk mempermudah operasional pembersihan sungai sungai secara rutin (lihat gambar 4.34).

Jalan Taman Pancing

Kanalisasi Tukad Badung

Tukad

Panorama yang baik

Populasi ikan tinggi Pohon

perindang

untuk mendukung kegiatan seperti meletakkan meja, kursi dan payung.

Warung di barat membuat bangunan semi permanen yang terkesan agak kumuh.

dan pedagang mi ayam.

Selama berkeliling, objek menjadi tempat yang paling lama disinggahi oleh para

dapat dijumpai pada sebagian besar areal sisi Tukad Penataan tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai pertimbangan, terutama untuk mempermudah operasional pembersihan sungai Tukad Badung

Panorama yang baik

(25)

Gambar 4.34 Berbagai pemanfaatan lain pada kanalisasi Tukad Badung

Beberapa penambahan bangunan fisik oleh warga yang tinggal disekitar sungai mewarnai areal kanalisasi Sungai Badung. Penambahan tersebut seperti pembangunan bale bengong, posko, ramp tambahan untuk parkir dan pagar-pagar kayu untuk membatasi binatang ternak.

Gambar 4.35 Pengunjung yang parkir sekaligus duduk-duduk di atas sepeda motor

Dibuatnya sistem kanalisasi di sepanjang Sungai Badung ternyata memiliki

suatu dampak lain dari segi pemanfaatan oleh masyarakat umum yaitu sebagai

ruang untuk memancing. Pembangunan-pembangunan fisik yang dilakukan oleh

masyarakat juga mulai mengusik kinerja aparat pemerintah dalam pembersihan

rutin sungai (lihat Gambar 4.34).

(26)

Gambar 4.

4.1.3 Objek 3 (Waduk Muara Nusadua)

Waduk Muara Nusa Dua, yang terletak di muara

Jembatan By Pass Ngurah Rai, Suwung, Denpasar dibangun untuk menyediakan air baku guna memenuhi kebutuhan air bersih.

melalui beberapa tahapan.Pembangunan tahap

1995/1996 dan telah dimanfaatkan untuk mensuplai kebutuhan air bersih di Kawasan Nusa Dua dan Kuta sebesar 300 lt/dt, yang dikelola oleh PDAM Kabupaten Badung – PT. Tirta Buana.

Gambar 4.37 Jalan Taman

Pancing

Pohon perindang Pohon

perindang

Gambar 4.36 Potongan arsitektural setting C objek 2 (Waduk Muara Nusadua)

aduk Muara Nusa Dua, yang terletak di muara Tukad Badung, tepat di hilir Jembatan By Pass Ngurah Rai, Suwung, Denpasar dibangun untuk menyediakan air baku guna memenuhi kebutuhan air bersih. Dalam pembangunannya waduk ini melalui beberapa tahapan.Pembangunan tahap-I seluas 35 Ha selesai pada tahun dan telah dimanfaatkan untuk mensuplai kebutuhan air bersih di Kawasan Nusa Dua dan Kuta sebesar 300 lt/dt, yang dikelola oleh PDAM

T. Tirta Buana.

Gambar 4.37 Foto udara Waduk Muara Nusa Dua pada tahun 2003 Sumber : PU Propinsi Bali

Kanalisasi Tukad Badung

Populasi ikan Tukad Badung

Panorama yang baik Pohon perindang

Badung, tepat di hilir Jembatan By Pass Ngurah Rai, Suwung, Denpasar dibangun untuk menyediakan annya waduk ini pada tahun dan telah dimanfaatkan untuk mensuplai kebutuhan air bersih di Kawasan Nusa Dua dan Kuta sebesar 300 lt/dt, yang dikelola oleh PDAM Populasi ikan

tinggi Tukad Badung

Panorama yang baik

(27)

Pendeskripsian setting pada objek tiga dibagi menjadi empat setting. Adapun pembagian keempat setting tersebut yaitu pada areal bangku beton (A) Areal Operasional (B) areal sekitar pintu air (C) dan areal sepanjang tepi waduk (D).

Gambar 4.38 Pembagian objek 3 menjadi 4 setting

Pada awal tahun 2000an dilakukan beberapa penataan untuk mengembangkan objek ini menjadi objek rekerasi publik. Penataan yang dilakukan yaitu berupa pengadaan bangku-bangku beton, lampu taman, dan pohon perindang serta pavingisasi di jalan kontrol di sisi bendungan.

Gambar 4.39 Foto penataan yang dilakukan pada objek A

B

c D

D

(28)

Pada tahun 2005 dilakuk

objek rekreasi dengan memberlakukan retribusi parkir atas kerjasama LPD Desa Pemogan dengan PD Parkir Kota Denpasar. Kerjasama tersebut di tandai dengan pembangunan sebuah bale

parkir.

Gambar 4.40

4.1.3.1 Setting A (Areal Bangku Beton) Beberapa elemen penyusun

yang berpaving, tangga turunan ke waduk dan jalan inspeksi yang berpaving.

Setting ruang seperti ini merupakan hasil karya dari pemerintah yang melihat

adanya potensi aktivitas masyarakat yang duduk memancing pada waduk (

Pada tahun 2005 dilakukan kerjasama lanjutan untuk memanfaatkan sebagai objek rekreasi dengan memberlakukan retribusi parkir atas kerjasama LPD Desa Pemogan dengan PD Parkir Kota Denpasar. Kerjasama tersebut di tandai dengan bale/gazebo yang dilengkapi papan tanda pemberlakuan

40 papan tanda pemberlakuan retribusi parkir pada objek (Areal Bangku Beton)

Beberapa elemen penyusun setting ini yaitu pohon perindang, bangku beton yang berpaving, tangga turunan ke waduk dan jalan inspeksi yang berpaving.

ruang seperti ini merupakan hasil karya dari pemerintah yang melihat adanya potensi aktivitas masyarakat yang duduk-duduk santai maupun memancing pada waduk (lihat gambar 4.41).

an kerjasama lanjutan untuk memanfaatkan sebagai objek rekreasi dengan memberlakukan retribusi parkir atas kerjasama LPD Desa Pemogan dengan PD Parkir Kota Denpasar. Kerjasama tersebut di tandai dengan yang dilengkapi papan tanda pemberlakuan

, bangku beton yang berpaving, tangga turunan ke waduk dan jalan inspeksi yang berpaving.

ruang seperti ini merupakan hasil karya dari pemerintah yang melihat

duduk santai maupun

(29)

Gambar 4.41 Setting yang terbentuk karena aktivitas awal (kiri) dan Aktivitas yang semakin berkembang akibat setting yang dibentuk (kanan)

Pada kenyataannya, fasilitas ini direspon dengan cukup baik oleh masyarakat untuk bersantai dan memancing. PKL pun berdatangan untuk mendekati pengunjung dengan jajanannya.

Gambar 4.42 Potongan arsitektural objek 3 setting A 4.1.3.2 Setting B (Areal Pengelola Waduk)

Aktivitas yang banyak pada areal ini adalah aktivitas pengelola mengoperasikan alat berat serta orang-orang yang berbelanja pada warung. Salah satu bangunan pengelola di setting menjadi warung yang juga menjual perlengkapan memancing. Pemancing di sepanjang waduk banyak yang membeli perlengkapan memancing di warung ini.

Jalan kontrol waduk

Tempat duduk – duduk

Waduk Muara

Populasi ikan tinggi Pohon perindang

Pohon palem perindang

Panorama yang baik

(30)

Gambar 4.43 Foto bangunan pengelola dan warung didalam areal waduk

Penjaga warung (Ibu Sudarmi) memiliki suami yang bekerja sebagai operator alat kebersihan di waduk muara. Elemen pembentuk setting warung yaitu etalase, balai kecil, meja dan kursi.

Gambar 4.44 Potongan arsitektural objek 3 setting b 4.1.3.3 Setting C (Areal Sekitar Pintu Air Waduk Muara)

Ada beberapa bangunan pada setting ini yaitu bangunan pintu air, bangunan warung dan bangunan pengelola. Ruang ini sebenarnya bukan ruang yang bisa diakses oleh umum, namun banyak pengunjung yang tidak mempedulikan larangan untuk memasuki areal ini (lihat gambar 4.45).

Bangunan pengelola

Parkir dan tempat turunnya alat berat ke

dalam waduk Jalan kontrol waduk

Pohon perindang

Waduk muara

Populasi ikan

rendah

(31)

Gambar 4.45 Foto didepan pintu masuk areal pintu air (kiri) larangan masuk areal pengelola (tengah) dan sepeda motor yang parkir didalam areal pengelola (kanan)

Pada pintu masuk ke areal pintu air terlihat parkir mengumpul. Pemilik kendaraan yang parkir disini ternyata memancing di sebelah selatan bendungan (berbatasan dengan hutan mangrove).

Gambar 4.46 Suasana lingkungan di selatan pintu air yang berhadapan dengan hutan mangrove

Mengumpulnya kendaraan di sini karena ada pagar pembatas yang menghalangi

kendaraan masuk ke areal pintu air. Namun di saat-saat tertentu, banyak pula

pengunjung yang memasukkan sepeda motor dengan membuka pagar dan parkir

di dalam areal pengelola. Adapun dilarangnya akses masyarakat umum adalah

untuk menjaga keamanan pintu air dan bangunan pengelola bendungan muara dan

juga karena areal tersebut dapat membahayakan keselamatan (lihat Gambar 4.47) .

(32)

Gambar 4. 47 Potongan Arsitektural Objek 3 Setting C 4.1.3.4 Setting D ( Areal Tepi Waduk Muara)

Setting D merepresentasikan setting yang dominan pada objek ini, berupa

areal yang berada di sisi waduk. Tempat para pemancing berjajar menghadap ke waduk di sepanjang hari. Pemancing tersebut menjadi fenomena yang menjadi ciri khas objek ini, yang dapat dilihat oleh pengguna jalan By Pass Ngurah Rai yang melintas di Jembatan Pura Luhur Tanah Kilap (lihat gambar 4.48).

Gambar 4.48 Potongan arsitektural setting D objek 3 4.2 Tipe Dasar Pola Penyusun Setting

Menurut Edward T. Hall (1982),terdapat tiga tipe dasar pola penyusun setting yaitu fixed feature space (ruang berbatas tetap), semifixed feature space (ruang berbatas semitetap) dan informal space (ruang informal yang terbentuk karena

Hutan Mangrove

Pintu air Areal pengelola pintu air

Parkir sepeda motor didalam areal

pengelola

Panorama yang baik

Populasi ikan tinggi Populasi ikan tinggi

Jalan kontrol waduk Areal sisi waduk Waduk Muara

Populasi ikan tinggi

Pohon perindang

(33)

interaksi individu). Merujuk pada teori landscape akan digunakan membagi fixed feature space menjadi hardscape dan elemen Softscape.

4.2.1 Pola Penyusun Objek 1 (Bendungan Gerak Tukad Badung) 4.2.1.1 Pola Penyusun Setting A (Bale Tunggu)

Fixed feature space pada setting A terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah dermaga wahana air (beton), bale bengong, perkerasan pavingblok, tangga dan jalan aspal. Elemen softscape pada setting adalah tanah dan tanaman yang tumbuh diatasnya. Semifixed feature space pada setting A yaitu wahana air dan kendaraan pengunjung yang keberadaannnya sementara dan selalu berubah. Informal space pada setting A terjadi pada areal bale tunggu, dermaga, areal paving dan areal rumput.

Fixed Feature

Space Layout Setting A Semifixed Feature

Space

(Hardscape) Wahana air yang

Dermaga wahana air diparkir selama masa

(perkerasan beton) rehat pengelola

Bale tunggu disekitar dermaga

wahana air (kayu, genteng)

Kendaraan Lantai Pavingblok

penanda ruang

pengunjung diparkir di utara bale bengong

Tangga beton yang Informal Space

membatasi akses Pada bale tunggu,

kendaraan dermaga, areal

paving, areal rumput

Jalan Aspal Civitas

Fixed Feature Space Warga Pengunjung

(Softscape) lain, pegawai

Tanah berumput Pedagang rujak

Tanaman hias (seberang jalan)

Gambar 4.49 Layout setting A objek 1

(34)

4.2.1.2 Pola Penyusun Setting B (Warung Rujak)

Fixed feature space pada setting B terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah bangunan perlinggih dan jalan aspal.

Elemen softscape pada setting adalah tanah dengan berbagai tanaman yang tumbuh diatasnya termasuk sebuah pohon besar. Semifixed feature space pada setting yaitu perlengkapan berdagang seperti meja, kursi dan kendaraan pengunjung (sepeda motor) yang keberadaannnya sementara dan selalu berubah.

Informal space pada setting banyak terjadi pada areal teduh dibawah pohon terutama pada bangku lebar. Berbagai aktivitas yang terjadi disana yaitu duduk, berjualan, belanja, bermain.

Fixed Feature Space (hardscape)

Layout Setting B Semi Fixed Feature Space

Jalan Aspal Meja dagangan beratap

Bangunan Pelinggih Kursi untuk pengunjung

Fixed Feature Space Kendaraan pengunjung

(Softscape) Informal Space

Lantai Tanah berumput Bangku lebar yang

Pohon Besar tersedia di warung

Civitas Warga, Pegawai Pengunjung lain Pemancing

Pengunjung lain Pedagang

Gambar 4.50 Layout setting B objek 1 4.2.1.3 Elemen Penyusun Setting C (Dua buah Bale bengong)

Fixed feature space pada setting C terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, dua buah bale bengong, planter

box dan sandaran sungai.

(35)

Fixed Feature Space

Layout Setting C Fixed Feature Space

(Hardscape) (Softscape)

Dua balai Rumput

Planter Tanaman di planter

tempat duduk beton Sandaran tanggul perkerasan

Semifixed Feature Space

semen batu kali Kursi di dalam

Jalan aspal Bale

Civitas Kendaraan

Warga pengunjung

Pegawai Informal Space

Pemancing Bale

Pengunjung lain Rerumputan

Pedagang rujak

Gambar 4.51 Layout setting C objek 1

Elemen softscape pada setting adalah tanah disekitar bale bengong dan di dalam planterbox dengan berbagai tanaman hias yang tumbuh di atasnya.

Semifixed feature space pada setting yaitu meja dan kursi di dalam bale bengong.

Informal space pada setting adalah pada bale dan areal rumput.

4.2.1.4 Pola Penyusun Setting D ( Areal Barat Pintu Air)

Fixed feature space pada setting D terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, dua buah bangunan

pengelola,pagar pembatas dan sandaran sungai. Elemen softscape pada setting

adalah tanah disekitar bale bengong dan didalam planterbox dengan berbagai

tanaman hias yang tumbuh diatasnya. Semifixed feature space pada setting yaitu

meja dan kursi didalam bale bengong. Informal space pada setting adalah

berbagai aktivitas yang terjadi pada areal sandaran, areal pengelola maupun areal

sisa tepi sungai.

(36)

Fixed Feature Space (hardscape)

Layout Setting D Semifixed Feature Space

Bangunan pengelola Sarana pendukung

bendungan (Areal yang Pedagang minuman

tidak dapat diakses umum) Sarana pendukung

gerbang masuk areal pintu Pedagang Pedagang

air mi ayam

Sandaran sungai Barang Dagangan

Jalan Aspal Pedagang keliing

Fixed Feature Space (softscape)

Informal Space Pada areal sandaran,

Tanah + rumput Areal pengelola,

Tanaman hias Ruang sisa pinggir

Civitas jalan

Warga, Pegawai, Pengunjung lain operator, pemancing Pemancing

Pedagang minuman Pedagang mi ayam

Gambar 4.52 Layout setting D pada objek 1

4.2.1.5 Pola Penyusun Setting E (Pintu air Bendungan Gerak Tukad Badung) Fixed feature space pada setting E terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah beberapa komponen penyusun pintu air

seperti pondasi, jembatan, railing dan ruang kontrol mekanis. Semifixed feature

space pada setting yaitu sepeda motor yang dibawa pengunjung. Informal space

pada setting terjadi pada ruang kontrol mekanik dan sepanjang koridor jembatan.

(37)

Fixed Feature Space

Layout Setting E Semifixed

Feature Space

(Hardscape) Sepeda motor

SubStruktur bangunan

pintu

Civitas

air (beton) Warga,Pegawai

Koridor dalam Pengunjung

lantai semen, lain

reling besi, Pemancing

beratap genteng Informal space

Koridor luar

lantai semen Ruang kontrol

reling besi mekanik, koridor

Ruang control mekanis (besi)

Gambar 4.53 Layout setting E pada objek 1 4.2.1.6 Pola Penyusun Setting F ( Jalan sisi Barat bendungan)

Fixed feature space pada setting F terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah perkerasan paving pada jalan, planterbox, hingga sandaran beton sungai.

Fixed Feature Space Layout setting F Semifixed Feature Space

(hardscape) Sepeda motor

Akses jalan pavingblok yang tembus ke Jalan

imam Bonjol Civitas

Planter dan tempat Warga, Pengunjung

duduk di puncak dinding

lain

sandaran sungai Informal space

Sandaran bendungan Tempat duduk

sungai Fixed Feature Space

(softscape) pohon Rumput Tanaman hias

Gambar 4.54 Layout setting F pada objek 1

(38)

Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung dimana posisinya tidak tetap/berubah-ubah. Informal space pada setting adalah tempat duduk.

4.2.1.7 Pola Penyusun Setting G (Areal Barat Pintu Air)

Fixed feature space pada setting G terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, dinding pembatas areal pengelola dan sandaran beton sungai. Element Softscape pada setting yaitu tanah pada ruang-ruang sisa, pohon perindang dan tanaman-tanaman lain.

Semifixed feature space pada setting yaitu perlengkapan berjualan pedagang

bakso seperti rombong dan meja kursi untuk pembeli dan sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal sandaran sungai. Areal sandaran sungai memiliki banyak ruang yang seringkali dimanfaatkan oleh anak-anak untuk bermain dan membentuk informal space saat melakukan aktivitasnya.

Fixed Feature Space

Layout setting G Civitas

(hardscape) Warga,Pegawai

Dinding pembatas Pengunjung

Jalan aspal lain

Sandaran sungai pemancing

(pondasi batu kali) Pemancing

Fixed Feature Space

Pedagang

(softscape) bakso

Pohon Informal space

Tanah berumput Areal sandaran

Tanaman hias sungai

Semifixed Feature Space

Rombong bakso Meja kursi pembeli

bakso

Gambar 4.55 Layout setting G pada objek 1

(39)

4.2.1.8 Pola Penyusun Setting H (Sandaran Tanggul Sungai)

Fixed feature space pada setting H terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal dan sandaran beton sungai.

Fixed Feature Space

Layout setting H Semifixed Feature Space

(hardscape) Sepeda Motor

Jalan aspal (Jalan Civitas

taman pancing) Warga,Pegawai

Undakan batas atas Pengunjung

sandaran lain

Sandaran sungai pemancing

(pondasi batu kali) Pemancing

Fixed Feature Space

Informal space

(softscape) Sandaran sungai

Pohon/Tanaman hias Pinggiran jalan (Tanah berumput)

Gambar 4.56 Layout setting H objek 1

Element Softscape pada setting yaitu tanah pada areal antara jalan dengan tanggul sungai yang ditanami rerumputan, tanaman dan pohon kecil. Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung.

Informal space pada setting terjadi pada sandaran sungai.

4.2.2 Pola Penyusun Objek 2 (Persimpangan Jalan Gelogor Carik-Jalan Taman Pancing)

4.2.2.1 Pola Penyusun Setting A (Areal Sekitar Jembatan Lama)

Fixed feature space pada setting A terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah bangunan jembatan beserta railingnya, beserta bangunan. Element Softscape pada setting yaitu tanah pada jalan setapak, rerumputan yang tumbuh pada sedimentasi tepi sungai dan sebuah pohon besar.

Semifixed feature space pada setting yaitu sarana pedagang yang berjualan dan

(40)

sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada ruang diatas jembatan.

Fixed Feature Space Layout setting A Civitas

(Hardscape) Warga,Pegawai

Jembatan (beton) Pengunjung

Railing pipa besi lain

Deretan bangunan pemancing

Pemancing

Fixed Feature Space Pedagang

(Softscape) (menetap

Jalan Tanah & keliling )

Pohon besar Informal space

sedimentasi sungai yang

Aktivitas duduk-duduk

ditanami rumput Aktivitas jajan

Aktivitas berjualan Semifixed Feature

Space

Aktivitas memancing

Sarana dagang Aktivitas jalan-jalan

pedagang umpan dan pedagang kopi

Gambar 4.57 Layout Setting ruang A objek 2

4.2.2.2 Pola Penyusun Setting B (Areal Persimpangan Jalan Gelogor Carik-Taman Pancing)

Fixed feature space pada setting B terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai dan pavingblok pada kanalisasi sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan dan rerumputan pada grassblok.

Semifixed feature space pada setting yaitu sarana pedagang yang berjualan dan

sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi

pada areal kanalisasi.

(41)

Fixed Feature Space Layout setting B Civitas

(Hardscape) Warga,Pegawai

Jl Taman Pancing (aspal) Pengunjung

Sandaran sungai lain

Grassblok pada kanalisasi pemancing

Fixed Feature Space Pemancing

(Softscape) Pedagang

Pepohonan (menetap & keliling )

Tanah berumput

Rumput pada grassblok Informal space

Sedimen pada Kanalisasi sungai

muara anak sungai Semifixed Feature Space Sepeda motor Sarana pedagang

Gambar 4.57 Layout setting B objek 2 4.2.2.3 Pola Penyusun Setting C (Areal Jalan Tepi Sungai)

Fixed feature space pada setting C terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai dan pavingblok pada kanalisasi sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan dan rerumputan pada grassblok.

Fixed Feature Space (Softscape)

Layout setting C Semifixed Feature Space

Pepohonan Sepeda motor

Pinggiran jalan (tanah berumput)

Informal space Fixed Feature Space

(Hardscape)

Kanalisasi sungai Jalan Taman Pancing

(aspal) Civitas

Sandaran (batu kali) Warga, pengunjung

Grassblok pada kanalisasi lain,pemancing

Pemancing Pedagang keliling

(dagangan jinjing)

lumpia, kopi, dll

Gambar 4.58 Layout Setting C objek 2

(42)

Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh

pengunjung dengan posisi yang tidak tetap/berubah-ubah. Informal space pada setting terjadi pada areal kanalisasi sungai.

4.2.3 Pola Penyusun Objek 3 (Waduk Muara Nusadua) 4.2.3.1 Pola Penyusun Setting A (Areal Bangku Beton)

Fixed feature space pada setting A terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal,bangku beton, tangga dan sandaran sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan. Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal rumput tepi jalan dan tepi waduk.

Fixed Feature Space (hardscape)

Layout setting A Semifixed Feature Space

Anak tangga beton Sepeda motor

ke arah waduk Civitas

Jalan kontrol waduk Warga, pengunjung

(aspal) lain, pegawai,

Bangku beton pemancing

Areal ber paving Pemancing

Informal space Fixed Feature

Space (hardscape) Pohon peneduh

Rumput

Gambar 4.59 Layout Setting A objek 3

Diluar areal bangku beton, terdapat areal berumput di tepi waduk yang

seringkali dijadikan wadah aktivitas memancing, duduk-duduk dan istirahat kerja.

(43)

Tiap aktivitas ataupun kelompok pengunjung akan memiliki ruang informalnya tersendiri bergantung dari jumlah kelompok tersebut.

4.2.3.2 Pola Penyusun Setting B (Areal Pengelola Waduk)

Fixed feature space pada setting B terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai dan bangunan pengelola. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan.

Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung dan kendaraan berat yang sering parkir di tepi waduk. Informal space pada setting terjadi pada warung dimana pengunjung yang berbelanja di warung sering kali melakukan interaksi dengan kerabatnya yang membentuk ruang informal di warung.

Fixed Feature Space (hardscape)

Layout setting B Semifixed Feature Space

Jembatan Element

Jembatan kontrol Sepeda motor

Jalan kontrol waduk (aspal)

Kendaraan berat Civitas Bangunan pengelola

dan warung (menjual

Warga,Pengunjung Lain, pemancing

jajanan dan pedagang

perlengkapan Pemancing

memancing ) milik Informal space

pengelola Warung

Fixed Feature Space (Softscape)

Pepohonan Tanah Tanah berumput

Gambar 4.60 Layout Setting B objek 3

(44)

4.2.3.3 Pola Penyusun Setting C (Areal sekitar Pintu Air Waduk Muara)

Fixed feature space pada setting C terdiri dari hardscape dan softscape.

Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai, bangunan pengelola (warung) dan bangunan waduk muara. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan dan juga hutan bakau (mangrove). Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal sekitar pintu air muara.

Fixed Feature Space (hardscape)

Layout setting C Semifixed Feature Space (Civitas)

Pagar pembatas Sepeda motor

masuk areal pintu air

Warung pengelola Civitas

Bangunan pengelola warga,Pengunjung

Pintu air Lain,

Areal dan properti Pedagang keliling

milik pengelola Pemancing

dilarang untuk umum Informal space

Fixed Feature Space (Softscape)

Areal pintu air Muara Areal berumput di

sisi pintu air Hutan mangrove

Gambar 4.61 Setting C objek 3 4.2.3.4 Pola Penyusun Setting D (Areal Tepi Waduk Muara)

Fixed Element pada setting D terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal dan sandaran sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang dan rerumputan yang ada di tepi jalan.

Semifixed Element pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh

(45)

pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal berumput di tepi waduk.

Fixed Feature Layout setting D Semifixed

Feature Space

(hardscape)

Space Jalan Kontrol

Waduk

Sepeda motor

(aspal) Sarana pedagang

Sandaran (Pasangan

Civitas

Batu Kali) warga,

Pengunjung

Fixed Feature lain

Space (Softscape)

Pedagang keliling

Tanah berumput Pemancing

Pohon Perindang Informal space

Areal rumput tepi Gambar 4.62 Layout setting D objek 3

4.3 Pola Penyusun Setting dalam Mendukung Aktivitas

Penjabaran tipe dasar pola penyusun setting dari ketiga objek diatas kemudian menjadi dasar dalam peninjauan terhadap pola penyusun setting yang mendukung aktivitas tertentu yang dijelaskan dalam Tabel 4.1.

Beberapa temuan dapat diidentifikasi dari tabel tersebut. Temuan tersebut berupa adanya aktivitas yang memiliki kecenderungannya masing-masing terhadap tipe dasar pola setting yang ada.

Sebagian besar aktifitas duduk dilakukan pada fixed feature space baik sudah

terencana sebelumnya maupun ada unsur affordances. Aktivitas duduk yang

dilakukan pada semifixed feature space terjadi pada setting yang minim akan

fasilitas serta pada setting yang didiami pedagang dan setting pengunjung yang

berdiam di kendaraan (sepeda motor) yang diparkir.

(46)

Tabel 4.1 Tabel pola dasar penyusun setting di ketiga objek

Kegiatan OBJEK 1 OBJEK 2 OBJEK 3

A B C D E F G H A B C A B C D

Duduk f,i s f f,s, i

f,i f f, s

f,i f, s

f,s, i

f,i f,s, i

f f,s, i Bermain f,i f,i f,i f,i f,

i

f,i f, i

f,i f,i f,i Istirahat f,i s f f,s,

i

f f,

s

f,i f,i

Memancin g

f f f f f f f f f f f

Berjualan f, s

f,s f, s

f, s

f, s

f, s

f,s, f,s ,

f,s, f, s

f,s

Jajan f s f f,s f f,

s

f,i f,i f,i f,i f,i f f,i Program

Rekreasi

f f

Seremonia l

f, s

f, s

f, s

f, s

f,s

f : fixed feature space s : semifixed feature space i : informal space Aktivitas duduk pada ruang informal terjadi karena didalam fixed feature space memungkinkan terdapat lebih dari satu kelompok sehingga batas teritori masing-masing kelompok tersebut berupa badan mereka serta arah hadapnya.

Aktivitas bermain dilakukan anak-anak dan orang dewasa dilakukan pada fixed feature space dan informal space. Instensifnya penggunaan ruang informal

karena sifat aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak mengeksplorasi ruang- ruang yang ada. Aktivitas bermain yang dilakukan orang dewasa yaitu bermain catur dilakukan pada areal rerumputan karena nuansa kegiatan yang santai, akrab dan kedekatan yang kuat dengan lingkungan alami.

Kegiatan istirahat kebanyakan terjadi pada fixed feature space terutama yang bersifat teduh karena aktivitas ini terjadi di siang hari (jam makan siang).

Kegiatan ini juga banyak membentuk ruang informal karena areal yang terbagi

(47)

menjadi beberapa teritori yang dibatasi oleh diri mereka sendiri sehingga dapat dikatakan sebuah ruang informal.

Kegiatan memancing selalu terjadi pada fixed feature space yaitu aktivitas yang berorientasi pada tepi perairan sebagai habitat dari ikan.Kegiatan berjualan melibatkan fixed feature space sebagai tempat bernaung dan semifixed feature space yang berasal dari perlengkapan berjualan yang dibawa. Untuk aktifitas jajan, selain memanfaatkan semifixed feature space dari pedagang justru kebanyakan memanfaatkan fixed feature space yang ada. Pada objek 2 dan 3 lebih banyak pada ruang informal karena minimnya fasilitas untuk mengakomodasi kegiatan mereka. Kebanyakan jajan pada areal tepi sungai dengan duduk membentuk lingkaran dengan kelompoknya sehingga terbentuk informal space.

4.4 Identifikasi Tipologi dalam Proses Terbentuknya Setting

Adapun dalam penjabaran proses terbentuknya setting akan menggunakan skema dengan tahapannya. Dalam penjabaran tahapan tersebut terdapat komponen penyusun yang menggunakan beberapa tipologi yang kemudian diidentifikasi sebagai berikut.

4.4.1 Elemen Penyusun Lanskap

Berbagai elemen fisik yang ada pada setting kemudian dijabarkan masing- masing dengan berlandaskan teori lanskap yang membagi elemen lanskap menjadi 3 (Burton, 1995) yaitu :

4.4.1.1 Bentang alam yang dijabarkan dalam panorama

4.4.1.2 Mahkluk hidup

Referensi

Dokumen terkait

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dikelas, tidak hanya tergantung dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik

Citra medis hasil implementasi metode ITF ini memiliki intensitas yang lebih tinggi yang terlihat dengan gambar yang lebih terang dan batas antar objek

PERILAKU PERUNDUNGAN SIBER REMAJA DITINJAU DARI KELEKATAN ANAK DENGAN IBU DAN KECERDASAN

Aspects of hospital design such as air quality, lighting, patient room design and other interior design elements can directly impact safety outcomes such as nosocomial

Dengan melihat latar belakang di atas maka, peneliti tertarik untuk meneliti masalah tersebut untuk mengetahui hubungan antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 36 responden di SMAN 1 Polanharjo didapati bahwa pengaruh orang tua lebih tepatnya pola asuh orang tua memberikan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai kemampuan menulis puisi berkenaan dengan keindahan alam siswa