PERBEDAAN SIKAP TERHADAP HOMOSEKSUALITAS ANTARA MURID S EKOLAH HOMOGEN DAN HETEROGEN
Dicky Sugianto
ABSTRAK
Masyarakat secara umum memiliki sikap yang negatif terhadap homoseksualitas (Blaauw, 2012; Rathus, Nevid & Fichner-Rathus, 2008). Sikap yang negatif ini menimbulkan perlakuan yang negatif terhadap orang-orang homoseksual. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sikap terhadap homoseksualitas pada murid sekolah homogen dan heterogen. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap perbedaan sikap terhadap homoseksualitas antara sekolah yang memiliki murid sejenis kelamin dan sekolah yang memiliki murid kedua jenis kelamin. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif. Skala yang mengukur sikap terhadap homoseksualitas dikonstruksi dengan model penskalaan Likert. Data (N = 358) diambil dari empat sekolah yang berada di dua kota besar di Indonesia, yang terdiri dari dua sekolah homogen masing-masing dikhususkan untuk perempuan dan laki-laki, serta dua sekolah heterogen. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan independent sample t-test. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa tidak ada perbedaan sikap terhadap homoseksualitas yang signifikan antara murid sekolah homogen dan heterogen (t(345,377) = 0,745; p > 0.05).
ATTITUDE DIFFERENCE TOWARD HOMOSEXUALITY BETWEEN SINGLE-SEX AND COEDUCATIONAL SCHOOL STUDENTS
Dicky Sugianto
ABSTRACT
Society in general has negative attitudes toward homosexuality (Blaauw, 2012; Rathus, Nevid & Fichner-Rathus, 2008). These negative attitudes toward homosexuality lead to negative treatments of homosexual people. This research aims to observe attitude toward homosexuality in single-sex and coeducational school students. This research tries to reveal attitude difference toward homosexuality between school which has same-sex students and school which has mixed-sex students. This research is a comparative quantitative research. A scale measuring attitude toward homosexuality was constructed using Likert scale modeling. Data (N = 358) was collected from four schools in two big cities in Indonesia, consisting two single-sex schools each specified for females and males, and also two coeducational schools. Data was analyzed using independent sample t-test. According to data analysis, it is found that there is no significant difference in attitude toward homosexuality between single-sex and coeducational school students (t(345,377) = 0,745; p > 0.05).
i
PERBEDAAN SIKAP TERHADAP HOMOSEKSUALITAS
ANTARA MURID SEKOLAH HOMOGEN DAN HETEROGEN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Dicky Sugianto
NIM: 099114108
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii SKRIPSI
PERBEDAAN SIKAP TERHADAP HOMOSEKSUALITAS
ANTARA MURID SEKOLAH HOMOGEN DAN HETEROGEN
Oleh:
Dicky Sugianto
NIM: 099114108
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
iii SKRIPSI
PERBEDAAN SIKAP TERHADAP HOMOSEKSUALITAS
ANTARA MURID SEKOLAH HOMOGEN DAN HETEROGEN
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Dicky Sugianto
NIM: 099114108
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal 17 Januari 2014
dan dinyatakan memenuhi syarat.
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Penguji I Debri Pristinella, S.Psi., M.Si. ………
Penguji II M. M. Nimas Eki S., M.Si ………
Penguji III C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi ………
Yogyakarta,
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
Allah Bapa Yang Mahakudus, Pencipta alam semesta. Tuhan Yesus Kristus, Sahabat dan Juruselamat.
Roh Kudus, Sang Penghibur dan Penuntun. Kupersembahkan tulisan ini pada-Mu. Karena segala sesuatu berawal dari Engkau.
v
Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit.
Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka:
“Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya janda miskin ini
memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan.
Sebab mereka memberi dari kelimpahannya tetapi janda ini memberi dari kekurangannya,
yaitu seluruh nafkahnya.” – Markus 12:42-44
Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.
– Rasul Paulus dalam 1 Korintus 10:31
Ad maiorem Dei gloriam.
– St. Ignasius Loyola, motto Society of Jesus
Live righteously, pursue happiness, and never regret.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 Februari
2014
Penulis
vii
PERBEDAAN SIKAP TERHADAP HOMOSEKSUALITAS ANTARA MURID S EKOLAH HOMOGEN DAN HETEROGEN
Dicky Sugianto
ABSTRAK
Masyarakat secara umum memiliki sikap yang negatif terhadap homoseksualitas (Blaauw, 2012; Rathus, Nevid & Fichner-Rathus, 2008). Sikap yang negatif ini menimbulkan perlakuan yang negatif terhadap orang-orang homoseksual. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sikap terhadap homoseksualitas pada murid sekolah homogen dan heterogen. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap perbedaan sikap terhadap homoseksualitas antara sekolah yang memiliki murid sejenis kelamin dan sekolah yang memiliki murid kedua jenis kelamin. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif. Skala yang mengukur sikap terhadap homoseksualitas dikonstruksi dengan model penskalaan Likert. Data (N = 358) diambil dari empat sekolah yang berada di dua kota besar di Indonesia, yang terdiri dari dua sekolah homogen masing-masing dikhususkan untuk perempuan dan laki-laki, serta dua sekolah heterogen. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan independent sample t-test. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa tidak ada perbedaan sikap terhadap homoseksualitas yang signifikan antara murid sekolah homogen dan heterogen (t(345,377) = 0,745; p > 0.05).
viii
ATTITUDE DIFFERENCE TOWARD HOMOSEXUALITY BETWEEN SINGLE-SEX AND COEDUCATIONAL SCHOOL STUDENTS
Dicky Sugianto
ABSTRACT
Society in general has negative attitudes toward homosexuality (Blaauw, 2012; Rathus, Nevid & Fichner-Rathus, 2008). These negative attitudes toward homosexuality lead to negative treatments of homosexual people. This research aims to observe attitude toward homosexuality in single-sex and coeducational school students. This research tries to reveal attitude difference toward homosexuality between school which has same-sex students and school which has mixed-sex students. This research is a comparative quantitative research. A scale measuring attitude toward homosexuality was constructed using Likert scale modeling. Data (N = 358) was collected from four schools in two big cities in Indonesia, consisting two single-sex schools each specified for females and males, and also two coeducational schools. Data was analyzed using independent sample t-test. According to data analysis, it is found that there is no significant difference in attitude toward homosexuality between single-sex and coeducational school students (t(345,377) = 0,745; p > 0.05).
ix
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Dicky Sugianto Nomor Mahasiswa : 099114108
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Perbedaan Sikap Terhadap Homoseksualitas antara Murid Sekolah Homogen dan Heterogen
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal 12 Februari 2014
Yang menyatakan
x
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur dan terima kasih terutama kepada Allah yang
Mahakudus dalam perantaraan Tuhan Yesus Kristus, Sang Juruselamat melalui
penyertaan dan hikmat dari Roh Kudus yang karena kuasa-Nya yang ajaib serta
curahan hikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Perbedaan Sikap Terhadap Homoseksualitas antara Murid Sekolah Homogen dan Heterogen” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi dan
mengakhiri pendidikan penulis di program S1 Psikologi Universitas Sanata
Dharma.
Dunia ini telah berkembang menjadi dunia yang penuh penerimaan.
Kemanusiaan merupakan nilai yang harus dimiliki oleh setiap individu. Meskipun
demikian, masih banyak aspek dalam kehidupan manusia yang luput dari nilai
kemanusiaan tersebut. Kebenaran eksistensi nilai kemanusiaan ini tampak maya,
ilusi positif dari idealisme manusia. Banyak kelompok masyarakat masih belum
mendapatkan penerimaan dan hak yang setara, salah satunya adalah orang-orang
seksual minoritas. Terdorong oleh isu tersebut, penulis memutuskan untuk
melaksanakan penelitian ini sebagai langkah awal untuk membangun keadaan
yang lebih baik bagi orang-orang seksual minoritas, khususnya orang-orang
homoseksual. Penulis berharap penelitian ini dapat membuka jalan untuk
langkah-langkah berikutnya, dengan tujuan membuat dunia ini lebih nyaman dihuni oleh
xi
Banyak pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini dan penulis sangat
bersyukur karena kehadiran mereka dalam kehidupan penulis. Oleh karena itu,
penulis mengungkapkan rasa terima kasih setulus hati kepada:
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma karena telah mengizinkan saya mengerjakan,
menyelesaikan, dan mempertahankan skripsi ini.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kepala Program Studi Psikologi
karena juga telah mengizinkan saya mengerjakan, menyelesaikan, dan
mempertahankan skripsi ini. Terima kasih juga atas segala dukungan Ibu.
3. Ibu Debri Pristinella, S.Psi., M.Si., terima kasih atas kesabarannya
menghadapi saya selama mengerjakan penelitian ini. Terima kasih juga
atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi asisten
penelitian Prof. Bukatko.
4. Papah dan Mamah, terima kasih telah menjadi uluran tangan Tuhan Yesus
Kristus. Terima kasih telah menjadi orangtua anugerah yang penuh kasih
dalam ketulusan salib Kristus. Terima kasih atas kesabaran dan pelayanan
yang luar biasa dalam hidup saya.
5. Emak Kwee Siang Lan, Oh Dial Sugianto, S.P., Oh Dion Sugianto, S.TP.,
dan Denny Sugianto. Terima kasih atas integritas makna yang telah kalian
berikan kepada saya, begitu pula untuk Ci Sinta Novasari dan Ci Anita
Anasstasia.
6. Prof. Danuta Bukatko, Ph.D., terima kasih atas segala ilmu, kasih,
xii
atas kuliah, penelitian, dan publikasi yang lahir karena Anda. Terima kasih
telah membuat pendidikan saya semakin bermakna.
7. Bapak Agung Santoso, M.A., terima kasih atas segala ilmu statistika dan
SPSS, serta terima kasih atas dukungan dan kemurahan Bapak selama saya
duduk di bangku kuliah.
8. Ibu Maria Laksmi Anantasari, M.Si., terima kasih karena dukungan,
senyuman, kesabaran, dan nasehat yang telah Ibu berikan.
9. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si., terima kasih atas kuliah-kuliah Ibu yang
terapeutik dan memicu insight. Terima kasih juga atas segala senyuman
dan keramahan Ibu.
10. Alm. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, terima kasih atas segala dukungan
Ibu pada suatu momen penting dalam kehidupan perkuliahan saya.
11. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi., terima kasih juga atas segala ilmu
yang saya dapatkan dari Bapak.
12. Ibu Agnes Indar Etikawati, M.Si. dan Ibu A. Tanti Arini, M.Si.,, terima
kasih atas kesempatan menjadi asisten yang sangat berharga.
13. Ibu Maria Magdalena Nimas Eki Suprawati, M.Si., terima kasih atas ilmu,
dukungan, keramahan, dan kesempatan yang dapat saya alami selama
menempuh studi.
14. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M.Si., terima kasih untuk ilmu, kekritisan,
dan kuliah-kuliah Bapak yang selalu membuat saya berpikir berhari-hari.
15. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum, M.App.Psych., terima kasih atas
xiii
16. Ibu Sylvia Carolina MYM., M.Si. dan Mbak P. Henrietta PDADS., M.A.,,
terima kasih atas kesempatan, ilmu, dan keramahan yang telah diberikan.
17. Ibu Lusia Pratidarmanastiti, M.S., terima kasih atas keramahan dan
inspirasinya. Terima kasih juga atas pemaknaan yang Ibu berikan.
18. Segenap staf pengajar yang memberikan saya keutuhan makna selama
saya menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma: Ibu Titik Kristiyani, M.Si., Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., Ibu
Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi., Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si., Prof. Dr.
A. Supratiknya, Romo A. Priyono Marwan, Ph.D., SJ., Prof. J. Subagja,
Bapak Minto Istono, M.Si., Bapak C. Wijoyo Adi Nugroho, M.Si. Terima
kasih atas ilmu, keramahan, dan kemurahan hati Bapak dan Ibu sekalian.
19. Sekolah-sekolah yang menjadi tempat pengambilan sampel untuk skripsi
ini. Terima kasih atas kemurahan hati dan kerjasamanya.
20. Segenap staf administratif Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma:
Ibu M.B. Rohaniwati, Mas Y. Gandung Widyantoro, Pak Gi. Terima kasih
atas pelayanan yang sangat baik, keramahan, kemurahan hati, dan
kerjasamanya.
21. Segenap staf laboratorium Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma:
Mas P. Mujiono dan Mas AG. Doni Indarto. Terima kasih atas
kepercayaan dan pelayanan yang sangat baik.
22. Segenap staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas
pelayanan yang sangat baik. Terima kasih telah membuat perpustakaan
xiv
yang sangat nyaman untuk menghabiskan waktu luang. Terima kasih atas
informasi dan kepercayaan yang diberikan.
23. Segenap staf pelayanan kebersihan dan keamanan Universitas Sanata
Dharma, terima kasih atas kebersihan, keamanan, dan lingkungan kampus
yang akan selalu dirindukan.
24. Teman-teman angkatan 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012,
khususnya Ci Puji, Mba Tinna, Nino, Ci Nana, Mba Berta, Mba Ica, Mba
Mengthy, Ci Jeje, Miss Titien, Kak Licia, Rani, Mei mei, dan segenap
teman, segenap asisten, mantan anak asisten, dan kenalan lain yang tidak
dapat disebutkan di sini. Terima kasih atas pertemanan, dukungan, dan
senyuman kalian.
25. Teman-teman seperjuangan: Ong Imelda Gunawan, S.TP., Jevri Eka
Susilo, Edo Elkana, terima kasih atas kemurahan hati, kebaikan, ketulusan,
dan tawa yang ada karena eksistensi kalian.
26. Lia Susanti, S.Farm. terima kasih karena telah menjadi rekan penulis
skripsi, rekan berbagi, teman yang baik. Terima kasih atas segala
kemurahan hati, penerimaan, dan kasih dalam Tuhan Yesus Kristus.
27. Yosef Indra Sidharta, S.E., terima kasih telah menjadi teman yang luar
biasa baik dan memahami. Terima kasih atas setiap dukungan dan
semangatnya.
28. Teman-teman kos Dewi 1: Ci Jojo, Anggi, Alvia, Istri, Nanda, Mita, Pricil,
Raisa, Rani, Rea. Terima kasih atas saat-saat dimana saya merasa menjadi
xv
29. Untuk kamu, terima kasih telah menjadi bagian penuh makna dalam
kehidupan yang singkat ini. Semoga Tuhan Yesus Kristus memberkati
kalian kini, nanti, dan selamanya.Hiduplah selalu dalam kebahagiaan!
30. Dan untuk para pembaca skripsi ini, semoga Anda menemukan makna
dalam penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis terbuka pada saran dan kritik terkait dengan karya tulis ini.
Semoga karya ini dapat menambah kajian ilmu psikologi dan bermanfaat secara
praktis untuk masyarakat.
Yogyakarta, 27 Januari 2014
Penulis
xvi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xvi
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR SKEMA ... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 8
xvii
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Sikap ... 9
1. Definisi Sikap ... 9
2. Komponen Sikap ... 9
3. Pembentukan Sikap ... 10
B. Homoseksualitas ... 11
1. Orientasi Seksual dan Homoseksualitas... 11
2. Homoseksualitas dan Nonkonformitas Gender ... 12
C. Sikap terhadap Homoseksualitas... 13
1. Definisi Sikap terhadap Homoseksualitas ... 13
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Homoseksualitas ... 14
3. Komponen Sikap terhadap Homoseksualitas ... 16
D. Sekolah Homogen dan Heterogen ... 17
1. Definisi Sekolah Homogen dan Heterogen ... 17
2. Promosi Peran Gender Tradisional pada Sekolah Homogen... 18
3. Promosi Peran Gender Tradisional pada Sekolah Heterogen ... 19
4. Gambaran Sikap terhadap Homoseksualitas pada Murid Sekolah Homogen dan Heterogen ... 20
xviii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23
A. Jenis Penelitian ... 23
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 23
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 23
1. Sikap terhadap Homoseksualitas... 23
2. Jenis Sekolah ... 24
D. Subjek Penelitian ... 25
E. Metode dan Instrumen Penelitian... 25
F. Kredibilitas Instrumen Penelitian ... 30
1. Uji Validitas ... 30
xix
B. Hasil Penelitian ... 39
1. Deskripsi Data Penelitian ... 39
2. Hasil Uji Asumsi ... 40
3. Hasil Uji Hipotesis ... 41
C. Analisis Data Tambahan ... 42
D. Pembahasan ... 43
BAB V PENUTUP ... 49
A. Kesimpulan ... 49
B. Keterbatasan Penelitian ... 49
C. Saran ... 49
1. Bagi anggota orientasi seksual minoritas ... 49
2. Bagi murid-murid sekolah homogen dan heterogen ... 50
3. Bagi penelitian selanjutnya ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel Spesifikasi Skala Sikap terhadap Homoseksualitas Sebelum
Seleksi Aitem ... 27
Tabel 2 Cetak Biru Skala Sikap terhadap Homoseksualitas Sebelum Seleksi
Aitem ... 28
Tabel 3 Sistem Skoring untuk Pernyataan Favorable ... 29
Tabel 4 Sistem Skoring untuk Pernyataan Unfavorable ... 29
Tabel 5 Cetak Biru Skala Sikap terhadap Homoseksualitas Sebelum dan
Sesudah Seleksi Aitem ... 33
Tabel 6 Karakteristik Usia Subjek ... 38
Tabel 7 Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39
Tabel 8 Karakteristik Subjek Berdasarkan Tingkatan Kelas ... 39
Tabel 9 Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 40
Tabel 10 Ringkasan Hasil Uji Normalitas ... 40
Tabel 11 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas ... 41
xxi
DAFTAR SKEMA
Skema 1 Skema Perbedaan Sikap terhadap Homoseksualitas pada Siswa
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Sikap terhadap Homoseksualitas Sebelum Uji Coba ... 56
Lampiran 2 Skala Sikap terhadap Homoseksualitas Sesudah Uji Coba ... 64
Lampiran 3 Analisis Reliabilitas Skala dan Kualitas Aitem Skala... 72
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan ini, muncul penelitian-penelitian di
Amerika Serikat yang berfokus pada pengalaman anak-anak muda lesbian,
gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di sekolah (Kosciw, Greytak, & Diaz,
2009). Sebagai contoh, Kosciw dan Diaz (2008) meneliti pengalaman negatif
anak-anak muda LGBT di sekolah. Sementara itu, D’Augelli (2006) meneliti kekerasan yang dialami oleh anak-anak muda LGBT di sekolah.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut menemukan bahwa anak-anak muda
LGBT rentan mengalami hal-hal yang negatif di sekolah yang disebabkan oleh
orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender mereka (Kosciw et al.,
2009).
Hal-hal negatif yang dialami anak-anak muda LGBT di sekolah ini
membuat sekolah dapat menjadi lingkungan yang kurang menyenangkan bagi
anak-anak muda yang tidak mengidentifikasikan dirinya sebagai heteroseksual
(Wilkinson & Pearson, 2009). Anak-anak muda yang memiliki ketertarikan
homoseksual (lesbian, gay, dan biseksual) rentan untuk mengalami kekerasan
verbal, fisik (Bontempo & D’Augelli, 2002; D’Augelli, 2006), seksual (D’Augelli, Grossman, & Starks, 2006; Wyss, 2004), dan psikologis (Pearson,
memiliki ketertarikan homoseksual di sekolah. Di sekolah, anak-anak muda
yang memiliki ketertarikan homoseksual juga rentan untuk mengalami isolasi
dan masalah interpersonal dengan teman sebaya (Pearson et , 2007; Ueno,
2005). Ueno (2005) menemukan bahwa anak-anak dari kalangan seksual
minoritas cenderung kurang lekat dengan teman-temannya di sekolah, dan
dengan demikian mereka memiliki jumlah teman yang sedikit di sekolah.
Hal-hal negatif yang dialami oleh anak-anak muda dari kalangan seksual minoritas
ini menyebabkan mereka memiliki distress psikologis yang lebih tinggi
dibandingkan anak-anak muda yang berasal dari kalangan seksual mayoritas
(Ueno, 2005). Selain itu, dampak psikologis dari kekerasan yang dialami
anak-anak ini lebih parah dibandingkan dengan orang dewasa (Bontempo &
D’Augelli, 2002).
Hal-hal negatif yang dialami oleh anak-anak dari kalangan seksual
minoritas ini sangat mempengaruhi perkembangan dan kesehatan mental
mereka. Anak-anak muda yang memiliki ketertarikan homoseksual seringkali
merasa tidak aman dan nyaman berada di sekolah (Kosciw et al., 2009). Hal
ini menyebabkan mereka cenderung tidak masuk sekolah (Bontempo &
D’Augelli, 2002; Kosciw, et al., 2009; Kosciw, Greytak, Bartkiewicz, Boesen,
& Palmer, 2012; Wyss, 2004) dan tidak terintegrasi secara sosial dengan
sekolah (Pearson et al., 2007). Pearson dan rekan-rekannya (2007)
menemukan anak-anak muda yang memiliki ketertarikan homoseksual merasa
tidak terikat dengan sekolahnya dan kesulitan menjalin keterikatan dengan
dirinya dan resiko bunuh diri yang meningkat (Bontempo & D’Augelli, 2002;
Espelage, Aragon, Birkett, & Koenig, 2008; Russell, 2003; Wyss, 2004).
Anak-anak muda ini memiliki resiko untuk terlibat dalam penyalahgunaan
obat (Bontempo & D’Augelli, 2002; Espelage et al, 2008; Jordan, 2000;
Pearson et al., 2007). Bentuk-bentuk penyalahgunaan obat ini antara lain
penggunaan alkohol, mariyuana, kokain, rokok, dan jenis narkotika lainnya
(Bontempo & D’Augelli, 2002). Resiko untuk terlibat dalam penyalahgunaan
obat ini terkait dengan perasaan terasing dari masyarakat, usaha untuk
meringankan depresi dan perasaan terisolasi, dan untuk melepaskan diri dari
stress kronis karena stigma yang mereka terima dari masyarakat (Jordan,
2000).
Dampak lain dari kekerasan yang diterima oleh anak-anak muda dari
kalangan seksual monoritas tersebut adalah meningkatnya resiko terlibat
dalam perilaku seksual yang beresiko (Bontempo & D’Augelli, 2002). Hal-hal
ini berdampak pada performansi sekolah dan penghargaan diri anak-anak dari
kalangan seksual minoritas. Performansi sekolah mereka menurun (Kosciw et
al., 2012; Pearson et al., 2007; Ueno, 2005; Wyss, 2004) dan mereka memiliki
penghargaan diri yang rendah (Pearson et al., 2007; Wyss, 2004).
Kekerasan-kekerasan yang dialami oleh anak-anak muda dari
kalangan seksual minoritas tersebut disebabkan karena sikap yang negatif
terhadap homoseksualitas (lihat Rathus, Nevid, & Fichner-Rathus, 2008).
Sikap adalah evaluasi seseorang terhadap aspek kehidupan sosial tertentu
yang negatif terhadap homoseksualitas adalah keyakinan terhadap peran
gender tradisional (Herek, 1988; Horn, 2012; Whitley & Kite, 2010). Peran
gender tradisional adalah stereotip mengenai sekelompok karakteristik yang
dimiliki oleh laki-laki dan perempuan, yang membedakan kedua gender
tersebut (lihat Baron et al., 2006). Dengan kata lain, peran gender tradisional
adalah pandangan masyarakat mengenai bagaimana laki-laki dan perempuan
harus berperilaku dan karakteristik kepribadian apa saja yang harus mereka
miliki sesuai jenis kelamin mereka. Orang-orang yang memegang peran
gender tradisional memiliki sikap yang lebih negatif terhadap orang-orang
homoseksual (Herek, 1988; Whitley & Kite, 2010). Hal ini dikarenakan
orang-orang homoseksual diyakini memiliki nonkonformitas gender, sehingga
mereka dianggap menyimpang dari peran gender yang seharusnya mereka
tampilkan.
Nonkonformitas gender adalah ekspresi perilaku yang tidak konsisten
dengan peran gender terkait anatomi seksual seseorang (Rathus et al., 2008).
Masyarakat memiliki stereotip bahwa orang-orang homoseksual memiliki
nonkonformitas gender, dalam hal ini terkait penampilan fisik dan peran sosial
mereka, seperti pria gay berlaku seperti wanita heteroseksual dan wanita
lesbian berlaku seperti pria heteroseksual (Whitley & Kite, 2010). Dengan
demikian, masyarakat memiliki keyakinan bahwa orang-orang homoseksual
menyimpang dari peran gender mereka. Berdasarkan penjelasan di atas
mengenai pengaruh keyakinan terhadap peran gender tradisional pada sikap
negatif terhadap orang-orang homoseksual. Hal ini dikarenakan orang-orang
homoseksual, yang diasumsikan memiliki nonkonformitas gender, dianggap
menyimpang dari peran gender mereka.
Sekolah memiliki peran yang penting bagi anak muda homoseksual
(Jordan, 2000). Anak-anak muda homoseksual membutuhkan lingkungan
sekolah yang aman untuk menunjang perkembangannya. Sekolah-sekolah
tertentu dapat menjadi tempat yang kurang aman bagi anak-anak muda
homoseksual. Hal ini disebabkan karena jenis sekolah tertentu dapat
mempromosikan sikap yang negatif terhadap homoseksualitas. Promosi sikap
yang negatif terhadap homoseksualitas ini terkait dengan promosi peran
gender tradisional kepada murid-muridnya.
Sekolah homogen, atau sekolah yang seluruh muridnya memiliki jenis
kelamin yang sama cenderung mempromosikan seksisme kepada
murid-muridnya (lihat Lee, Marks, & Byrd, 1994). Seksisme merupakan sebuah bias
dan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin (lihat Lee et al., 1994). Seksisme
merupakan manifestasi dari keyakinan terhadap peran gender tradisional.
Martino dan Frank (2006) menemukan bahwa sekolah homogen khusus
laki-laki di Australia memiliki sistem pendidikan yang mempromosikan
maskulinitas. Hal yang sama mungkin saja terjadi di sekolah homogen di
tempat lain. Demikian pula Charles (2004) menemukan bahwa sekolah
homogen khusus perempuan mempromosikan femininitas. Sementara itu,
seksisme tidak dipromosikan pada sekolah heterogen (Lee et al., 1994), yaitu
juga membuka kesempatan bagi murid-muridnya untuk berinteraksi dengan
lawan jenisnya sehingga anggota kedua jenis kelamin dapat saling mengerti
satu sama lain (Ogden, 2011). Promosi maskulinitas dan femininitas pada
sekolah homogen akan menyebabkan murid-murid sekolah homogen
cenderung memiliki keyakinan yang lebih kuat terhadap peran gender
tradisional dibandingkan dengan murid-murid sekolah heterogen. Hal ini akan
membuat sikap murid-murid sekolah homogen terhadap homoseksualitas
cenderung lebih negatif dibandingkan murid-murid sekolah heterogen.
Berdasarkan uraian di atas mengenai promosi peran gender tradisional
pada sekolah homogen dan heterogen, tampak bahwa jenis sekolah dapat
mempengaruhi sikap terhadap homoseksualitas. Penelitian ini bermaksud
untuk melihat apakah ada perbedaan sikap terhadap homoseksualitas antara
murid sekolah homogen dan heterogen. Hasil penelitian ini akan memberikan
gambaran mengenai sekolah mana yang memberikan perasaan yang lebih
aman bagi anak-anak muda homoseksual. Iklim sekolah yang aman dicirikan
dengan sikap terhadap perbedaan individu yang positif dan perasaan aman
murid ketika berada di sekolah (Cohen, McCabe, Michelli, & Pickeral, 2009).
Sekolah yang aman juga mendorong anak-anak muda homoseksual untuk
memiliki kelekatan dan keterikatan dengan sekolah (bandingkan Pearson et
al., 2007; Robinson & Espelage, 2011) yang menghasilkan performansi
akademik yang lebih baik.
Penelitian ini penting untuk dilaksanakan karena hingga penelitian ini
homoseksualitas pada murid sekolah homogen dan heterogen. Hingga saat ini,
penelitian yang telah dilakukan berkisar pada sikap terhadap homoseksualitas
pada remaja secara umum (bandingkan Bontempo & D’Augelli, 2002; D’Augelli et al., 2006; Diaz & Kosciw, 2009; Espelage et al., 2008;
Goodenow, Szalacha, & Westheimer, 2006) dan belum menyelidiki lebih
lanjut kelompok remaja tertentu, seperti remaja dari etnik tertentu atau remaja
yang berasal dari jenis sekolah tertentu. Berdasarkan hal tersebut, penelitian
yang berfokus pada kelompok remaja tertentu menjadi penting untuk
dilakukan untuk memperoleh gambaran utuh mengenai sikap terhadap
homoseksualitas. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi dasar untuk
melakukan langkah berikutnya dalam memastikan terciptanya iklim sekolah
yang aman dan sehat.
B. Rumusan Masalah
Adakah perbedaan sikap terhadap homoseksualitas pada murid
sekolah homogen dan heterogen?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan sikap
terhadap homoseksualitas pada siswa sekolah homogen dan heterogen. Selain
itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memeriksa perbedaan sikap terhadap
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi pada ranah
studi orientasi seksual dan psikologi sosial, terutama sikap terhadap
anggota orientasi seksual minoritas.
2. Manfaat Praktis
a. Pada anggota orientasi seksual minoritas
Penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi sebagai
bahan pertimbangan dalam memilih sekolah baginya atau orang lain
sesama anggota orientasi seksual minoritas.
b. Pada murid sekolah homogen dan heterogen
Penelitian ini dapat menjadi sarana murid sekolah homogen
dan heterogen untuk merefleksikan sikap mereka terhadap orang-orang
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sikap
1. Definisi Sikap
Sikap adalah evaluasi seseorang terhadap berbagai aspek
kehidupan sosial (Baron, Byrne, & Branscombe, 2006), seperti
orang-orang, obyek, ataupun ide-ide (Aronson, Wilson, & Akert, 2005). Evaluasi
ini akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak dan merasa pada
cara-cara tertentu (Lahey, 2012). Sikap seseorang terhadap suatu aspek
kehidupan sosial dapat positif maupun negatif. Sikap yang positif
dimaksudkan sebagai evaluasi menyenangkan dari seseorang terhadap
suatu aspek kehidupan sosial tertentu, sementara sikap yang negatif
merujuk pada evaluasi tidak menyenangkan. Seseorang juga dapat
memiliki sikap yang positif sekaligus negatif pada suatu aspek kehidupan
sosial tertentu (Baron et al., 2006).
2. Komponen Sikap
Berdasarkan definisi sikap menurut Lahey (2012), sikap memiliki
tiga komponen yaitu keyakinan, perasaan, dan kecenderungan untuk
bertindak. Hal ini selaras dengan komponen sikap menurut Aronson,
Wilkinson, dan Akert (2005) yang menyatakan bahwa sikap memiliki
komponen afektif, kognitif, dan perilaku. Komponen afektif terdiri dari
Komponen kognitif terdiri dari pemikiran dan keyakinan mengenai suatu
aspek kehidupan sosial. Sementara itu, komponen perilaku terdiri dari
tindakan atau perilaku tampak terhadap suatu aspek kehidupan sosial.
3. Pembentukan Sikap
Hampir semua psikolog sosial meyakini bahwa sikap terbentuk
karena proses belajar (Baron et al., 2006). Pengalaman sosial seseorang
berperan penting dalam membentuk sikapnya (Aronson et al., 2005).
Seseorang memiliki sikap tertentu dari interaksinya dengan orang lain atau
semata-mata mengamati perilaku mereka (Baron et al., 2006). Berdasarkan
teori belajar, sikap terbentuk melalui pengkondisian klasik, pengkondisian
instrumental, pembelajaran melalui pengamatan, dan pengaruh dari
perbandingan sosial (Baron et al., 2006; lihat juga Aronson et al., 2005;
Lahey, 2012).
Teori pengkondisian klasik menyatakan bahwa sikap terbentuk
melalui proses asosiasi suatu aspek kehidupan sosial dengan pengalaman
tertentu. Sementara itu, teori pengkondisian instrumental menyatakan
bahwa sikap terbentuk karena adanya penguatan atau hukuman yang
didapat seseorang ketika merespon aspek kehidupan sosial tertentu. Teori
belajar melalui pengamatan menyatakan sikap terbentuk dari pengamatan
terhadap perilaku orang lain ketika orang tersebut merespon suatu aspek
kehidupan sosial. Selain itu, pengaruh perbandingan sosial mempengaruhi
tersebut dengan sikap orang-orang di sekitarnya untuk menentukan apakah
sikapnya benar atau tidak.
B. Homoseksualitas
1. Orientasi Seksual dan Homoseksualitas
Orientasi seksual merujuk pada pola ketertarikan emosional,
romantik, dan seksual yang menetap kepada anggota jenis kelamin yang
sama atau berbeda dari dirinya, maupun keduanya (APA, 2008; Rathus et
al., 2008). Orientasi seksual juga meliputi perasaan identitas seseorang
berdasarkan ketertarikan, perilaku terkait, dan keanggotaan pada
komunitas yang beranggotakan orang-orang dengan ketertarikan tersebut
(APA, 2008). Orientasi seksual biasanya dikelompokkan menjadi tiga
kategori, yaitu orientasi heteroseksual, homoseksual, dan biseksual.
Orientasi heteroseksual merujuk pada ketertarikan emosi, romantik,
dan erotik yang menetap serta kecenderungan untuk mengem-bangkan
hubungan romantik pada anggota jenis kelamin yang berbeda dengan
dirinya (APA, 2008; Rathus et al., 2008). Sebaliknya, orientasi
homoseksualitas merujuk pada ketertarikan emosi, romantik, dan erotik
yang menetap serta kecenderungan untuk mengembangkan hubungan
romantik pada anggota jenis kelamin yang sama dengan dirinya (APA,
2008; Rathus et al., 2008). Sementara itu, orientasi biseksualitas merujuk
kecenderungan untuk mengembangkan hubungan romantik pada anggota
kedua jenis kelamin.
2. Homoseksualitas dan Nonkonformitas Gender
Banyak orang mengira orang-orang homoseksual ingin menjadi
anggota lawan jenis kelaminnya karena mereka tertarik dengan anggota
sesama jenis kelaminnya (Rathus et al., 2008). Meskipun demikian,
homoseksualitas berbeda dari transgender. Transgender merupakan sebuah
istilah bagi orang-orang yang identitas dan ekspresi gendernya tidak
konform dengan jenis kelamin mereka saat lahir (APA, 2011).
Orang-orang transgender menjalani kehidupannya dengan mengikuti peran
gender lawan jenisnya (APA, 2011). Orang-orang homoseksual belum
tentu merupakan seorang transgender (lihat APA, 2011).
Beberapa orang homoseksual menunjukkan nonkonformitas
gender, tetapi hal ini tidak dapat digeneralisasikan kepada semua orang
homoseksual. Nonkonformitas gender adalah ekspresi perilaku yang tidak
konsisten dengan peran gender terkait anatomi seksual seseorang (Rathus,
et al., 2008). Beberapa laki-laki homoseksual melaporkan nonkonformitas
gender yang disadari sejak kecil, demikian juga beberapa perempuan
homoseksual melaporkan perilaku maskulin saat masih kanak-kanak
(Rathus et al., 2008). Hal ini terkait dengan faktor biologis terjadinya
homoseksualitas, dimana orang-orang homoseksual memiliki struktur
neurologis yang cenderung mirip dengan orang-orang yang berjenis
beberapa orang homoseksual lainnya tidak menunjukkan nonkonformitas
gender dan memiliki ekspresi gender sesuai dengan jenis kelaminnya.
Beberapa orang homoseksual berusaha untuk menunjukkan
konformitas gender untuk menyembunyikan identitasnya sebagai
homoseksual. Hal ini terkait dengan anggapan masyarakat bahwa
orang-orang homoseksual cenderung memiliki nonkonformitas gender (Whitley
& Kite, 2010). Dengan menunjukkan konformitas gender, orang-orang
homoseksual yang menyembunyikan identitasnya akan merasa lebih
terlindungi dari diskriminasi, prasangka, dan stereotip sehingga mereka
merasa lebih aman (bandingkan D’Augelli et al., 2006; Whitley & Kite,
2010). Sementara itu, beberapa orang homoseksual lainnya memiliki
kecenderungan alami untuk menunjukkan konformitas gender. Hal ini
semata-mata dikarenakan karakteristik individu bawaan yang dimiliki oleh
orang tersebut (lihat LeVay, 2012).
C. Sikap terhadap Homoseksualitas
1. Definisi Sikap terhadap Homoseksualitas
Sikap adalah evaluasi seseorang terhadap aspek-aspek kehidupan
sosial (Baron et al., 2006). Evaluasi tersebut diantaranya adalah evaluasi
terhadap orang-orang (Aronson et al., 2005). Berdasarkan definisi tersebut,
sikap terhadap homoseksualitas adalah evaluasi seseorang terhadap
homo-seksualitas.
Sikap seseorang terhadap homoseksualitas dapat positif maupun
menyenangkan atau menerima terhadap orang-orang homoseksual maupun
homoseksualitas secara umum. Sebaliknya, sikap yang negatif terhadap
homoseksualitas merujuk pada reaksi tidak menyenangkan atau menolak
terhadap orang-orang homoseksual maupun homoseksualitas secara
umum.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Homoseksualitas
Sikap terhadap homoseksualitas dipengaruhi oleh ajaran agama
(lihat Moon, 2002: Olson et al., 2006) dan keyakinan terhadap peran
gender tradisional (Herek, 1988; Horn, 2012; Whitley & Kite, 2010).
Masing-masing faktor yang mempengaruhi sikap terhadap
homoseksualitas tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengaruh agama pada sikap terhadap homoseksualitas
Beberapa agama tertentu memiliki sikap yang negatif terhadap
homoseksualitas. Agama-agama tersebut diantaranya Kristianitas,
Islam, dan Yahudi (Moon, 2002; lihat juga Olson et al., 2006).
Meskipun sama-sama memiliki sikap yang negatif terhadap
homoseksualitas, beberapa pemeluk agama tertentu memiliki sikap
yang lebih negatif terhadap homoseksualitas dibandingkan pemeluk
agama lainnya. Orang-orang yang memeluk agama Islam memiliki
sikap yang lebih negatif dan tidak menerima homoseksualitas
dibandingkan dengan orang-orang beragama lain atau tidak menganut
kepercayaan tertentu (Adamczyk & Pitt, 2009). Orang-orang yang
dan orang-orang yang tidak menganut sistem kepercayaan tertentu
memiliki sikap yang lebih positif terhadap homoseksualitas
dibandingkan orang-orang yang memeluk agama Islam (Adamczyk &
Pitt, 2009). Di sisi lain, Adamczyk dan Pitt (2009) juga menemukan
bahwa sikap pemeluk agama Kristen Protestan terhadap
homoseksualitas juga tidak lebih positif daripada pemeluk agama
Islam. Dengan demikian, dalam konteks sosial Indonesia, orang-orang
yang memeluk agama Islam dan Kristen Protestan akan memiliki sikap
yang lebih negatif terhadap homoseksualitas dibandingkan dengan
orang-orang yang memeluk agama Katolik, Hindu, maupun Buddha.
b. Pengaruh keyakinan terhadap peran gender tradisional pada sikap
terhadap homoseksualitas
Orang-orang yang memiliki keyakinan terhadap peran gender
tradisional yang kuat memiliki sikap yang negatif terhadap
homoseksualitas (Herek, 1988; Horn, 2012; Whitley & Kite, 2010).
Peran gender tradisional adalah stereotip mengenai sekelompok
karakteristik yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan, yang
membedakan kedua gender tersebut (lihat Baron et al., 2006). Dengan
kata lain, peran gender tradisional adalah pandangan masyarakat
mengenai bagaimana laki-laki dan perempuan harus berperilaku dan
karakteristik kepribadian apa saja yang harus mereka miliki sesuai
Penyimpangan dari peran gender tradisional dapat memicu
sikap yang negatif dan penolakan dari orang lain (bandingkan Whitley
& Kite, 2010). Masyarakat secara umum menganggap bahwa
orang-orang homoseksual menyimpang dari peran gender tradisional (Rathus
et al., 2008; Whitley & Kite, 2010). Masyarakat cenderung meyakini
bahwa laki-laki yang feminin dan perempuan yang maskulin adalah
homoseksual (Whitley & Kite, 2010). Dengan demikian, masyarakat
akan cenderung memiliki sikap yang negatif dan menolak orang-orang
homoseksual karena orang-orang homoseksual menyimpang dari peran
gender tradisional.
3. Komponen Sikap terhadap Homoseksualitas
LaMar dan Kite (1998) meneliti sikap terhadap homoseksualitas
pada laki-laki dan perempuan. Mereka membagi sikap terhadap
homo-seksualitas dalam empat komponen. Komponen-komponen tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Moralitas homoseksual
Moralitas homoseksual merupakan komponen sikap terhadap
homoseksualitas dengan cara melihat evaluasi seseorang mengenai
keselarasan homoseksualitas dengan nilai-nilai moral.
b. Toleransi/generalisasi hukuman kepada orang-orang homoseksual
Toleransi/generalisasi hukuman kepada orang-orang
yang berusaha melihat evaluasi seseorang mengenai harus/tidaknya
seorang homoseksual dihukum/diterima.
c. Kontak dengan orang-orang homoseksual
Kontak dengan orang-orang homoseksual adalah komponen
sikap terhadap homoseksualitas yang berusaha melihat evaluasi
seseorang mengenai kenyamanan dirinya ketika harus menjalin kontak
dengan orang-orang homoseksual.
d. Stereotip terhadap orang-orang homoseksual
Stereotip terhadap orang-orang homoseksual merupakan
komponen sikap terhadap homoseksualitas yang berusaha melihat
stereotip yang dimiliki seseorang terhadap orang-orang homoseksual.
Pada penelitian ini, komponen kognitif, afektif, dan konatif sikap
(Aronson, Wilson, & Akert, 2005) digabungkan dengan komponen sikap
terhadap homoseksualitas menurut LaMar & Kite (1998). Masing-masing
komponen kognitif, afektif, dan konatif sikap mencakup komponen sikap
terhadap homoseksualitas menurut LaMar & Kite (1998).
D. Sekolah Homogen dan Heterogen
1. Definisi Sekolah Homogen dan Heterogen
Sekolah homogen secara umum merujuk pada pendidikan di
tingkat dasar, menengah, dan lanjut yang mana laki-laki dan perempuan
mengenyam masa sekolah dengan anggota sesama jenis kelaminnya (U.S.
Department of Education, 2005). Berdasarkan definisi tersebut, sekolah
seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu, sekolah homogen
perempuan adalah sebuah sekolah yang terdiri dari murid yang seluruhnya
berjenis kelamin perempuan. Sejalan dengan penjelasan sekolah homogen
oleh U.S. Department of Education (2005) tersebut, sekolah heterogen
merupakan sebuah sistem pendidikan dimana laki-laki dan perempuan
mengenyam masa sekolah dengan anggota sesama maupun berbeda dari
jenis kelaminnya. Dengan kata lain, sekolah heterogen merupakan sebuah
sekolah yang terdiri dari murid laki-laki dan perempuan.
2. Promosi Peran Gender Tradisional pada Murid Sekolah Homogen
Martino dan Frank (2006) melakukan penelitian pada sebuah
sekolah homogen laki-laki dan menemukan sistem pendidikan untuk
mempromosikan maskulinitas. Guru-guru pada sekolah khusus laki-laki
tersebut mengajarkan dan membina hubungan dengan para siswanya untuk
menumbuhkan maskulinitas (Martino & Frank, 2006). Selain itu,
guru-guru juga dituntut untuk menjadi contoh maskulinitas (Martino & Frank,
2006). Guru-guru di sekolah khusus laki-laki tersebut harus menunjukkan
maskulinitasnya, seperti menjadi pelatih tim olahraga sepakbola (Martino
& Frank, 2006). Selain itu, ketidaksetaraan gender juga dipromosikan pada
sekolah khusus laki-laki (Lee et al., 1994). Hal ini tampak dari sistem
pengajaran yang mensosialisasikan kontrol dan kekuasaan atas perempuan
dan penempatan perempuan sebagai objek seksual (Lee et al., 1994).
Femininitas juga dipromosikan pada sekolah khusus perempuan
sekolah homogen khusus perempuan juga mendorong murid-muridnya
untuk menjadi dependen dan kekanak-kanakan, suatu perilaku yang
merupakan stereotip peran gender perempuan. Dengan demikian,
murid-murid sekolah homogen akan memiliki keyakinan yang kuat terhadap
peran gender tradisional karena sistem sekolah yang mempromosikan
maskulinitas (pada sekolah homogen laki-laki) dan femininitas (pada
sekolah homogen perempuan).
3. Promosi Peran Gender Tradisional pada Sekolah Heterogen
Sekolah heterogen membuka kesempatan bagi para
murid-muridnya untuk saling berinteraksi dengan lawan jenisnya sehingga
anggota kedua jenis kelamin dapat saling mengerti satu sama lain (Ogden,
2011). Murid-murid sekolah heterogen dapat belajar bagaimana lawan
jenisnya berpikir, merasa, merespon, dan bereaksi (Ogden, 2011). Hal ini
dapat membuat murid-murid sekolah heterogen cenderung memiliki
persepsi peran gender tradisional yang rendah karena adanya proses saling
memahami antara satu gender dengan yang lainnya. Selain itu, sekolah
heterogen cenderung tidak mempromosikan pembentukan stereotip
berdasarkan peran gender (Lee et al., 1994). Dengan kata lain, sekolah
heterogen cenderung tidak mempromosikan peran gender tradisional. Lee,
Marks, dan Byrd (1994) juga menemukan tingkat seksisme (diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin yang didasarkan pada pemahaman bahwa
laki-laki lebih superior dari perempuan) yang lebih rendah dan kesetaraan antar
murid-murid sekolah heterogen akan cenderung menerima kehadiran
orang-orang yang tidak mengikuti peran gender tradisional, sehingga
murid-murid sekolah heterogen akan cenderung lebih menerima
homoseksualitas.
4. Gambaran Sikap terhadap Homoseksualitas pada Murid Sekolah Homogen
dan Heterogen
Sekolah homogen memiliki sistem pendidikan untuk
mempromosikan maskulinitas (pada sekolah homogen laki-laki) dan
femininitas (pada sekolah homogen perempuan). Hal ini disebabkan tidak
hanya melalui proses di kelas (lihat Lee et al., 1994) tetapi juga melalui
proses meniru dari para guru (Lee et al., 1994; Martino & Frank, 2006).
Pada sekolah homogen, peran gender tradisional juga dikuatkan melalui
penyampaian materi pelajaran (Lee et al., 1994). Sebagai contoh, pada
sekolah khusus perempuan, rumus kimia dianalogikan dengan resep
masakan (Lee et al., 1994). Sementara itu, di sekolah khusus laki-laki,
kelas bahasa Inggris menggunakan literatur yang menempatkan
perempuan sebagai objek seksual (Lee et al., 1994). Dengan demikian,
murid-murid sekolah homogen akan memiliki keyakinan akan peran
gender tradisional yang kuat. Oleh karena keyakinan terhadap peran
gender tradisional yang kuat dapat membentuk sikap yang negatif terhadap
homoseksualitas, murid-murid sekolah homogen akan memiliki sikap yang
Sekolah heterogen memiliki sistem pengajaran untuk
mempromosikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan (Lee et al.,
1994) melalui interaksi yang terbuka antara kedua jenis kelamin (Ogden,
2011). Hal ini dapat membuat murid-murid sekolah heterogen dapat saling
memahami kedua jenis kelamin (Ogden, 2011) yang berdampak pada
meningkatnya pemahaman para murid akan kesetaraan gender. Selain itu,
karena ketidaksetaraan gender tidak diperkuat di sekolah heterogen,
murid-murid sekolah heterogen akan saling menganggap bahwa murid
lainnya juga merasa pembedaan gender bukanlah suatu hal yang positif.
Berdasarkan teori pembentukan sikap berdasarkan perbandingan sosial,
murid-murid sekolah heterogen akan memiliki sikap yang cenderung
negatif terhadap ketidaksetaraan gender. Dengan demikian, murid-murid
sekolah heterogen akan memiliki keyakinan terhadap peran gender
tradisional yang cenderung rendah, sehingga sikap murid-murid sekolah
heterogen terhadap homoseksualitas akan cenderung lebih positif.
E. Hipotesis
Ada perbedaan sikap terhadap homoseksualitas antara murid sekolah
homogen dan heterogen, dimana sikap murid sekolah heterogen lebih positif
Skema 1
Skema Dinamika Perbedaan Sikap terhadap Homoseksualitas
pada Murid Sekolah Homogen dan Heterogen Jenis Kelamin
Sekolah Heterogen Sekolah Homogen
Adanya Promosi Heteroseksualitas
Tidak Adanya Promosi Heteroseksualitas
Tingkat Kepercayaan pada Peran Gender Tradisional
Cenderung Tinggi
Tingkat Kepercayaan pada Peran Gender Tradisional
Cenderung Rendah
Sikap terhadap Homoseksualitas Cenderung Lebih Negatif
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif. Penelitian
kuantitatif komparatif menggunakan analisis statistik inferensial yang
bertujuan untuk membandingkan rerata dari dua atau lebih kelompok populasi
untuk melihat apakah ada perbedaan statistik yang signifikan pada kedua
populasi tersebut (lihat Neuman, 2000). Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan sikap terhadap homoseksualitas pada sekolah homogen dan
sekolah heterogen.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Tergantung : Sikap terhadap Homoseksualitas
2. Variabel Bebas : Jenis Sekolah
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Sikap terhadap Homoseksualitas
Sikap terhadap homoseksualitas adalah evaluasi seseorang terhadap
orang-orang homoseksual. Evaluasi ini memiliki tiga aspek, yaitu kognitif,
afektif, dan konatif. Pada tiap-tiap aspek, aitem-aitem disususn
oleh LaMar dan Kite (1998) yaitu keyakinan moralitas orang-orang
homoseksual, toleransi seseorang terhadap orang-orang homoseksual,
kenyamanan menjalin kontak dengan orang-orang homoseksual, dan
stereotip yang dipegang orang tersebut terhadap orang-orang homoseksual.
Sikap terhadap homoseksualitas diukur dengan sebuah skala yang
melihat penilaian seseorang akan dirinya pada pernyataan-pernyataan yang
mewakili masing-masing komponen tersebut. Nilai skala menunjukkan
seberapa positif/negatif sikap seseorang terhadap homoseksualitas, dengan
nilai yang semakin tinggi menunjukkan sikap yang semakin positif dan
nilai yang semakin rendah menunjukkan sikap yang semakin negatif.
2. Jenis Sekolah
Sekolah homogen merupakan sekolah yang memiliki murid
berjenis kelamin sama, dapat berupa sekolah yang seluruh muridnya
berjenis kelamin laki-laki maupun sekolah yang seluruh muridnya berjenis
kelamin perempuan. Sementara itu, sekolah heterogen merupakan sekolah
yang muridnya berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Jenis sekolah
partisipan penelitian diketahui dengan cara mengelompokkan skala yang
telah diisi berdasarkan jenis sekolah dan diberikan kode yang berbeda
untuk masing-masing sekolah. Dengan demikian, peneliti dapat
mengetahui apakah partisipan penelitian bersekolah di sekolah homogen
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah murid-murid kelas X hingga XII. Subjek
penelitian berasal dari sekolah homogen dan sekolah heterogen yang berada di
Indonesia. Pada masing-masing sekolah, partisipan penelitian didapatkan dari
tiap tingkatan kelas. Penentuan kelas ditentukan oleh sekolah dengan
menyesuaikan kalender akademik dan kesediaan tiap sekolah. Pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel purposif. Teknik
pengambilan sampel purposif adalah sebuah cara untuk mengambil sampel
berdasarkan tujuan tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Neuman, 2000).
Pada penelitian ini, agama dikontrol karena memiliki pengaruh yang
cukup signifikan pada sikap terhadap homoseksualitas. Kontrol terhadap
variabel agama ini dilakukan dengan memilih sekolah-sekolah yang memiliki
latar belakang agama yang sama. Hal ini dilakukan untuk lebih memastikan
bahwa hasil penelitian merupakan pengaruh dari jenis sekolah, bukan latar
belakang agama sekolah.
E. Metode dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan desain lintas
sektoral. Pada desain lintas sektoral, pengambilan data dari satu atau lebih
populasi dilakukan pada saat yang bersamaan (Creswell, 2009). Penelitian ini
menggunakan instrumen berupa skala yang mengukur sikap terhadap
homoseksualitas disusun berdasarkan empat komponen sikap terhadap
homo-seksualitas yang dipaparkan oleh LaMar & Kite (1998).
Berdasarkan komponen dan aspek sikap terhadap homoseksualitas
tersebut, peneliti menyusun skala dengan pernyataan sejumlah 40 pernyataan.
Keempat komponen sikap terhadap homoseksualitas yang diungkapkan oleh
LaMar dan Kite (1998) masing-masing diwakilkan oleh sepuluh pernyataan.
Setiap komponen sikap memiliki empat pernyataan yang favorable dan enam
pernyataan yang unfavorable. Pernyataan-pernyataan yang favorable merujuk
pada sikap yang positif terhadap homoseksualitas, sementara
pernyataan-pernyataan yang unfavorable merujuk pada sikap yang negatif terhadap
homoseksualitas. Konstruksi skala penelitian dijelaskan dalam tabel-tabel
Tabel 1
Tabel Spesifikasi Skala Sikap terhadap Homoseksualitas
Sebelum Seleksi Aitem
Komponen Kognitif Afektif Konatif Jumlah %
Moralitas Homoseksual 5 3 2 10 25
Toleransi/Generalisasi
Hukuman kepada Orang
Homoseksual
3 2 5 10 25
Kontak dengan Orang
Homoseksual 2 3 5 10 25
Stereotip terhadap Orang
Homoseksual 5 3 2 10 25
Tabel 2
Cetak Biru Skala Sikap terhadap Homoseksualitas
Sebelum Seleksi Aitem
Mor : Moralitas homoseksual
Tol : Toleransi/generalisasi hukuman kepada orang homoseksual
Cont : Kontak dengan orang homoseksual
Skala disusun dengan menggunakan Skala Likert, yaitu suatu bentuk
skala dimana seseorang memilih salah satu respon dari pernyataan-pernyataan
skala (Smith & Davis, 2010). Dalam skala ini, respon terdistribusi dalam
jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (STS), dan Sangat Tidak
Setuju (STS). Demi kemudahan penilaian skala, skor untuk tiap respon terbagi
dalam rentang 1 (satu) hingga 4 (empat). Sistem skoring dijelaskan dalam
tabel berikut:
Tabel 3
Sistem Skoring untuk Pernyataan Favorable
Respon Skor
Sangat Setuju (SS) 4
Setuju (S) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Tabel 4
Sistem Skoring untuk Pernyataan Unfavorable
Respon Skor
Sangat Setuju (SS) 1
Setuju (S) 2
Tidak Setuju (TS) 3
Berdasarkan sistem skoring tersebut, semakin tinggi skor subjek,
semakin positif sikapnya terhadap homoseksualitas. Sebaliknya, semakin
rendah skor subjek, semakin negatif sikapnya terhadap homoseksualitas.
F. Kredibilitas Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Validitas pengukuran merujuk pada sejauh mana definisi
konseptual dan operasional saling berhubungan (Neuman, 2000). Semakin
besar hubungan antara definisi konseptual dan operasional, alat ukur
dinyatakan semakin valid. Selain itu, validitas merujuk pada seberapa baik
sebuah ide mengenai realitas sesuai dengan realitas (Neuman, 2000). Pada
skala yang telah dikonstruksi, validitas yang digunakan adalah validitas
validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang didapatkan dari uji
kelayakan alat ukur (Azwar, 2012). Dalam validitas isi, ahli menilai
kesesuaian isi alat ukur dengan domain yang hendak diukur. Pada
penelitian ini, validitas isi terpenuhi melalui penilaian kesesuaian isi alat
ukur dengan domainnya oleh dosen pembimbing skripsi.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah konsistensi atau tingkat kepercayaan alat ukur
(Neuman, 2000). Reliabilitas akan menunjukkan hasil yang sama ketika
pengukuran dilakukan kembali pada kondisi yang mirip atau identik
(Neuman, 2000). Pada skala yang telah dikonstruksi, metode uji
Cronbach. Nilai alpha Cronbach yang ideal adalah 0,7 hingga 0,9 (Clark-
Carter, 2004).
3. Hasil Uji Alat Ukur
Skala penelitian yang telah dikonstruksi diujikan kepada 93 orang
murid sebuah sekolah heterogen di Yogyakarta. Sebanyak 13 skala uji
coba gugur karena tidak diisi dengan lengkap. Data yang diperoleh dari
hasil uji coba alat ukur adalah sebanyak 80 data. Data kemudian dianalisis
untuk mengetahui nilai reliabilitas skala dan kualitas tiap-tiap aitem skala.
a. Hasil Uji Reliabilitas
Reliabilitas skala penelitian dilihat melalui nilai alpha
Cronbach. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan
perangkat lunak statistik SPSS versi 16.0.0, nilai alpha Crobach skala
sebelum seleksi aitem adalah sebesar 0,912. Sementara itu, nilai alpha
Cronbach skala sesudah seleksi aitem adalah sebesar 0,941. Dengan
demikian, skala dapat dinyatakan sebagai reliabel karena nilai alpha
Cronbach yang ideal berkisar antara 0,7 hingga 0,9 (Clark-Carter,
2009).
b. Hasil Uji Kualitas Aitem
Data uji coba dari skala penelitian diujikan kualitas aitemnya.
Hal ini ditujukan untuk mengetahui daya diskriminasi tiap-tiap aitem
skala. Daya diskriminasi aitem adalah kemampuan suatu aitem untuk
membedakan individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut
aitem skala adalah kemampuan aitem-aitem skala untuk membedakan
individu yang memiliki sikap positif terhadap homoseksualitas dengan
individu yang memiliki sikap negatif terhadap homoseksualitas. Daya
diskriminasi aitem didapat dengan menghitung koefisien korelasi
distribusi skor aitem dengan skor total keseluruhan aitem yang
menghasilkan koefisien korelasi aitem-total (Azwar, 2013). Aitem
yang memiliki koefisien korelasi aitem-total (rix) sebesar minimal 0,3
dianggap memiliki daya diskriminasi yang cukup memuaskan (Azwar,
2013).
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan
perangkat lunak statistik SPSS versi 16.0.0 terhadap data uji coba
skala, didapati 32 aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem-total
minimal 0,3. Sebanyak 8 aitem memiliki koefisien korelasi aitem total
dibawah 0,3, sehingga aitem-aitem tersebut dikeluarkan dari skala
penelitian. Konstruksi skala penelitian setelah proses uji coba
Tabel 5
Cetak Biru Skala Sikap terhadap Homoseksualitas
Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem
Aspek Komponen
Nomor Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable Sebelum Sesudah
Kognitif
Mor : Moralitas homoseksual
Tol : Toleransi/generalisasi hukuman kepada orang homoseksual
Cont : Kontak dengan orang homoseksual
Keterangan: nomor-nomor aitem yang dicetak tebal menunjukkan aitem-aitem
yang dikeluarkan dari skala.
G. Metode Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah suatu metode statistika yang digunakan untuk
melihat apakah data sebuah penelitian berasal dari populasi yang
sebarannya normal (Santoso, 2010). Uji normalitas diperlukan sebelum
melakukan uji hipotesis karena uji hipotesis dirancang dengan asumsi data
yang akan dianalisis berasal dari suatu populasi yang memiliki sebaran
normal (Santoso, 2010). Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan
skor Z dari teknik Kolmogorov-Smirnov (lihat Santoso, 2010). Jika hasil
uji normalitas menunjukkan nilai p lebih besar dari 0,1, data penelitian
dinyatakan normal (Santoso, 2010).
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah suatu metode statistika yang digunakan
untuk melihat perbedaan varians pada dua kelompok (Santoso, 2010). Uji
homogenitas diperlukan untuk melakukan independent sample t-test
(Santoso, 2010). Hal ini disebabkan karena pada independent sample
t-test, data yang dibandingkan adalah sampel dari dua populasi (Santoso,
2010) dan membutuhkan homogenitas varians (Clark-Carter, 2004). Uji
homogenitas penting dilakukan untuk menghindari kesalahan mengambil
Levene. Suatu data dianggap homogen jika uji homogenitas menunjukkan
nilai p yang lebih besar dari 0,05 (lihat Santoso, 2010).
3. Uji Hipotesis
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sikap terhadap
homoseksualitas antara murid sekolah homogen dan heterogen. Oleh
karena itu, hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan
independent sample t-test karena penelitian ini menggunakan dua sampel.
Independent sample t-test merupakan metode statistika yang digunakan
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Peneliti melakukan beberapa persiapan sebelum penelitian
dilakukan. Peneliti mendapatkan surat izin penelitian yang ditandatangani
oleh Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma pada tanggal 19
September 2013. Peneliti mengajukan izin penelitian kepada dua sekolah
yang terdiri dari satu sekolah heterogen dan satu sekolah homogen khusus
perempuan pada tanggal 23 September 2013 dan mendapatkan izin
penelitian dari kedua sekolah pada tanggal 24 September 2013. Peneliti
mengajukan izin penelitian pada satu sekolah homogen khusus laki-laki
pada tanggal 3 Oktober 2013 dan mendapatkan izin penelitian pada hari
yang sama. Peneliti mengajukan izin penelitian pada satu sekolah
heterogen lainnya pada tanggal 30 Oktober 2013 dan mendapatkan izin
pada hari yang sama. Sekolah-sekolah yang menjadi tempat pengambilan
data merupakan sekolah yang memiliki latar belakang agama Katolik.
2. Proses Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada sekolah homogen khusus laki-laki
pada tanggal 24 Oktober 2013. Pengambilan data dilakukan pada
murid-murid kelas X, XI, dan XII sebanyak satu kelas untuk tiap tingkatan kelas.