1.Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Skala Intercultural Sensitivity
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 100 100.0
Excludeda 0 .0
Total 100 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items N of Items
.796 .797 17
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
Aitem 1 3.90 .810 100
aitem 3 3.53 .717 100
aitem 5 3.33 .853 100
Aitem 6 3.56 .845 100
Aitem 7 4.02 .841 100
Aitem 8 4.42 .741 100
Aitem 9 4.17 .766 100
Aitem 10 3.35 .687 100
Aitem 11 3.20 .804 100
Aitem 12 3.86 .841 100
Aitem 15 3.87 .872 100
Aitem 16 4.13 .761 100
Aitem 17 3.94 .874 100
Aitem 18 4.31 .720 100
Aitem 22 4.13 .787 100
Aitem 24 4.12 .795 100
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Aitem 1 61.63 38.256 .506 .434 .777
aitem 3 62.00 40.747 .308 .395 .791
aitem 5 62.20 39.556 .345 .317 .789
Aitem 6 61.97 38.272 .479 .435 .779
Aitem 7 61.51 39.404 .367 .469 .787
Aitem 8 61.11 38.988 .481 .536 .780
Aitem 9 61.36 40.617 .305 .393 .792
Aitem 10 62.18 40.533 .341 .445 .789
Aitem 11 62.33 40.365 .301 .353 .792
Aitem 12 61.67 38.446 .464 .430 .780
Aitem 13 61.84 39.388 .315 .409 .792
Aitem 15 61.66 39.196 .369 .322 .787
Aitem 16 61.40 39.495 .409 .465 .784
Aitem 17 61.59 39.537 .335 .338 .789
Aitem 18 61.22 39.668 .419 .277 .784
Summary Item Statistics
Mean Minimum Maximum Range
Maximum /
Minimum Variance N of Items
Aitem 22 61.40 40.364 .301 .202 .791
Aitem 24 61.41 38.042 .542 .477 .775
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
2. Skor Total Aitem Skala Intercultural Sensitivity
Skor Homogen Skor Heterogen
62 69
64 77
53 82
3. Uji Normalitas
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Skor Homogen 200 59.99 6.380 37 79
Skor Hetero 200 71.38 4.673 64 84
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Skor Homogen Skor Hetero
N 200 200
Normal Parametersa,,b Mean 59.99 71.38
Std. Deviation 6.380 4.673
Most Extreme Differences Absolute .126 .117
Positive .078 .117
Negative -.126 -.061
Kolmogorov-Smirnov Z 1.777 1.660
Asymp. Sig. (2-tailed) .004 .008
a. Test distribution is Normal.
4. Uji Homogenitas
Descriptives
Jenis Sekolah Statistic Std. Error
Intercultural Sensitivity Sekolah Homogen Mean 59.99 .451
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 59.10
Upper Bound 60.88
5% Trimmed Mean 60.12
Median 61.00
Variance 40.703
Std. Deviation 6.380
Minimum 37
Maximum 79
Range 42
Interquartile Range 8
Skewness -.444 .172
Kurtosis .922 .342
Sekolah Heterogen Mean 71.38 .330
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 70.73
Upper Bound 72.03
5% Trimmed Mean 71.15
Median 70.50
Variance 21.835
Std. Deviation 4.673
Minimum 64
Maximum 84
Range 20
Interquartile Range 6
Skewness .718 .172
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Intercultural Sensitivity Based on Mean 10.728 1 398 .001
Based on Median 8.446 1 398 .004
Based on Median and with
adjusted df
8.446 1 352.597 .004
5. Independent T-test
Group Statistics
Jenis Sekolah N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Intercultural Sensitivity Sekolah Homogen 200 59.9900 6.37992 .45113
Sekolah Heterogen 200 71.3800 4.67277 .33041
Independent Samples Test Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper Intercultural
Sensitivity
Equal variances assumed
10.728 .001 -20.369 398 .000 -11.39000 .55919 -12.48933 -10.29067
Equal variances not assumed
6. Contoh Aitem Skala Intercultural Sensitivity
No : …….
RAHASIA
SKALA PSIKOLOGI
Fakultas Psikologi
Universitas
KATA PENGANTAR
Partisipan yang terhormat,
Saya adalah seorang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang sedang melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan untuk menjadi sarjana Psikologi. Dalam tugas akhir ini saya melakukan penelitian mengenai
“Gambaran Sensitivitas Budaya pada siswa sekolah yang homogen dan heterogen” dan partisipasi Anda sangat dibutuhkan demi terselesaikannya penelitian ini.
Pada peneilitian ini Anda diminta untuk merespon seluruh pernyataan yang ada dalam skala ini sesuai dengan keadaan diri Anda. Tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam pengisian skala ini. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri anda dengan sejujur-jujurnya. Semua respon dan informasi yang Anda berikan melalui skala ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.
Atas kesediaan Anda meluangkan waktu dan kerjasama yang Anda berikan, saya mengucapkan terimakasih.
Peneliti
IDENTITAS DIRI
Nama/Inisial : Agama :
Jenis Kelamin : L/P* Suku :
Asal sekolah :
Usia : Tahun
*Coret yang tidak perlu
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut disajikan sejumlah pernyataan, mohon Anda baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih salah satu pilihan yang tersedia di sebelah kanan pernyataan berdasarkan keadaan diri Anda yang sesungguhnya.
Tidak ada jawaban yang salah dan data yang diperoleh akan dijaga kerahasiannya.
Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan Anda. Alternatif jawaban yang tersedia terdiri dari 5 pilihan, yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak
Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS).
Contoh Pengisian Skala:
No. PERNYATAAN STS TS N S SS
1. Saya senang belajar X
Jika Anda ingin mengganti jawaban Anda, berikan tanda = pada jawaban yang salah dan berikan tanda silang pada jawaban yang Anda anggap sesuai.
Contoh Koreksi Jawaban:
No. PERNYATAAN STS TS N S SS
No. PERNYATAAN STS TS N S SS
1.
Saya menikmati interaksi saya
dengan teman yang berbeda budaya
2.
Saya cukup yakin dengan diri saya
sendiri ketika berinteraksi dengan
orang-orang dari budaya yang
berbeda.
3.
Ketika saya berinteraksi dengan
orang-orang yang berbeda budaya,
saya tahu apa yang harus dikatakan.
4.
Saya bisa bersosialisasi dengan baik
seperti
kemauan
saya
ketika
berinteraksi dengan orang-orang
dari budaya yang berbeda
5.
Saya tidak suka berada bersama
dengan orang-orang dari budaya
yang berbeda.
6.
Saya menghormati nilai-nilai/tradisi
orang-orang dari budaya yang
berbeda.
7.
Saya mudah marah saat berinteraksi
dengan orang-orang dari budaya
yang berbeda.
8.
Saya merasa percaya diri saat
No. PERNYATAAN STS TS N S SS
09
Saya cenderung lama membentuk kesan
pada teman yang berbeda budaya.
10.
Ketika bersama-sama dengan
orang-orang yang berbeda budaya dengan
saya,saya sering merasa berkecil hati
(minder).
11.
Saya adalah seseorang yang berpikiran
terbuka
terhadap
orang-orang
dari
budaya yang berbeda.
12.
Saya sering merasa tak berguna/berarti
ketika berinteraksi dengan orang-orang
dari budaya yang berbeda
13.
Saya menghormati cara berprilaku
orang-orang dari budaya yang berbeda.
14.
Saya berusaha mendapatan informasi
sebanyak mungkin ketika berinteraksi
dengan orang-orang dari budaya yang
berbeda.
15.
Saya tidak akan menerima pendapat
orang lain dari budaya yang berbeda.
16Saya akan cenderung menghindari kerja
sama/urusan dengan orang-orang yang
berbeda budaya dengan saya.
7. Data Mentah
Sekolah Homogen (Sekolah Santo Thomas 3 dan Sekolah Shafiyyatul)
SMA
12 Aitem 1 Aitem 2 Aitem 3 Aitem 4 Aitem 5 Aitem 6 Aitem 7 Aitem 8 Aitem 9 Aitem 10 Aitem 11 Aitem 12 Aitem 13 Aitem 14 Aitem 15 Aitem 16 Aitem 17 Skor X
Sultan Iskandar muda Aitem 1 Aitem 2 Aitem 3 Aitem 4 Aitem 5 Aitem 6 Aitem 7 Aitem 8 Aitem 9 Aitem 10 Aitem 11 Aitem 12 Aitem 13 Aitem 14 Aitem 15 Aitem 16 Aitem 17 Skor X
Santomas 3 Aitem 1 Aitem 2 Aitem 3 Aitem 4 Aitem 5 Aitem 6 Aitem 7 Aitem 8 Aitem 9 Aitem 10 Aitem 11 Aitem 12 Aitem 13 Aitem 14 Aitem 15 Aitem 16 Aitem 17 Skor X
Safiatul Aitem 1 Aitem 2 Aitem 3 Aitem 4 Aitem 5 Aitem 6 Aitem 7 Aitem 8 Aitem 9 Aitem 10 Aitem 11 Aitem 12 Aitem 13 Aitem 14 Aitem 15 Aitem 16 Aitem 17 Skor X
Uji normalitas,Homogenitas dan T-test Dimensi Intercultural senstivty
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Komponen1Homogen 200 12 23 17.93 2.130
Komponeni2Homogen 200 4 20 15.17 2.432
Komponen3Homogen 200 7 19 13.00 2.008
Komponen4homogen 200 6 15 11.30 1.801
Komponen5Homogen 200 1 5 3.61 .896
Komponen1Heterogen 200 15 25 20.55 2.061
Komponen2Heterogen 200 14 20 18.11 1.410
Komponen3Heterogen 200 8 20 15.55 2.088
Komponen4Heterogen 200 8 15 13.08 1.421
Komponen5Heterogen 200 2 5 4.08 .593
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Komponen 1
ISS
Komponen 2
ISS
Komponen 3
ISS
Komponen 4
ISS
Komponen 5
ISS
N 400 400 400 400 400
Normal Parametersa,,b Mean 19.24 16.64 14.27 12.19 3.84
Std. Deviation 2.470 2.470 2.410 1.851 .794
Most Extreme
Differences
Absolute .106 .142 .120 .157 .290
Positive .106 .087 .120 .091 .235
Negative -.083 -.142 -.099 -.157 -.290
Kolmogorov-Smirnov Z 2.124 2.848 2.400 3.133 5.796
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000
a. Test distribution is Normal.
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
Dimensi1ISS Equal variances
assumed
.261 .610 -12.500 398 .000 -2.620 .210 -3.032 -2.208
Equal variances not
assumed
-12.500 397.570 .000 -2.620 .210 -3.032 -2.208
Dimensi2ISS Equal variances
assumed
30.234 .000 -14.766 398 .000 -2.935 .199 -3.326 -2.544
Equal variances not
assumed
-14.766 319.199 .000 -2.935 .199 -3.326 -2.544
Dimensi3ISS Equal variances
assumed
2.003 .158 -12.426 398 .000 -2.545 .205 -2.948 -2.142
Equal variances not
assumed
-12.426 397.387 .000 -2.545 .205 -2.948 -2.142
Dimensi4ISS Equal variances
assumed
10.076 .002 -11.035 398 .000 -1.790 .162 -2.109 -1.471
Equal variances not
assumed
Dimensi5ISS Equal variances
assumed
65.582 .000 -6.187 398 .000 -.470 .076 -.619 -.321
Equal variances not
assumed
DAFTAR PUSTAKA
Andy Field, 2009. Discovering Statistics using SPSS Third Edition. London : Sage Publications
Azwar, S. 2004. Reliabititas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Badan Pusat Statistika Indonesia 2009. Akses Internet http://www.bps.go.id
Banks, James A. 1993. An Introduction to Multicultural Education. Boston: Allyn and Bacon.
Cherry A McGee Banks (editor). 2001. Handbook of Research on
MulticulturalEducation 2nd Edition. San Fransisco: Jossey Bass.
Bennett, M. J. (1986). Towards ethnorelativism: A developmental model of intercultural sensitivity. In R.M. Paige (Ed.), Cross-cultural orientation:
New conceptualizations andapplications (pp. 27-69). New York:
University Press of America.
Bennett, M.J. (1986). A developmental approach to training for intercultural sensitivity.International Journal of Intercultural Relations, 10, 179-196.
Bhawuk, D. P. S., & Brislin, R. (1992). The measurement of intercultural
sensitivity using the concepts of individualism and collectivism.
International Journal of Intercultural Relations, 16, 413-436.
Bronfenbrener, U., Harding, J, & Gallwey, M. (1958). The measurement of skill
in socialperception. In McClelland, D.C. (Ed.). Talent and society. NY:
Van Nostrand.
Chen, G.M (1997). Review of the Concept of Intercultural Sensitivity.Department of Communication StudiesUniversity of Rhode IslandKingston, RI 02881. ED 408 634
Chen, G.M. & Starosta, W. (1996) Intercultural Communication Competence: A
synthesis.Communication Yearbook, 19, 353-383.
Chen, G.M. & Starosta, W. (2000) The development and validation of the
Intercultural Sensitivity Scale.Human Communication, 3(1), 2-14.
Chen, G.M. & Starosta, W. (2010) The Impact of Intercultural Sensitivity on
Ethnocentrism and Intercultural Communication Apprehension,
Intercultural Communication Studies XIX: 1 2010: University of Rhode Island.
Effendi Anwar. 2008. “Sekolah Sebagai tempat Persemaian Nilai Multikultularisme” Jurnal Online diakses 16 oktober 2015
Elly M. Setiadi & Usman Kolip 2010. “Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan gejala Permasalahn Sosial” Jakarta: Kencana 2011
Grendi Hendrastomo. 2012. (Jurnal) “Homogenisasi pendidikan : potret Eksklusiftas Pendidikan Modern”
Gudykunst, W. B., & Hammer, M. R. (1983). Basic training design: Approaches
to interculturaltraining. In D. Landis and R. W. Brislin (Eds.), Handbook of intercultural training, Vol. 1 (pp.118-154). New York: Pergamon.
Hadi, S. (2000).Metodologi Research.(Jilid I – IV). Yogyakarta: Andi Offset.
Hart, R. P., & Burks, D. M. (1972). Rhetorical sensitivity and social interaction.
SpeechMonographs, 39, 75 - 91.
Lawrence, E. Harrison and Samuel P. Huntington. 2000. Culture Matters, How
Values Shape Human Progress. New York: Basic Books.
Mulkhan, Abdul Munir. (2004). Multikulturalisme-Opini: Pendidikan Monokultural Versus Multikultural dalam Politik. 1-2. Akses internet
Harian umum kompas 28 September 2004
Ridwan, Nur Khalik, 2002, Pluralisme Borjuis, Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur, Yogyakarta : Galang Press
Saefulloh,Aris. 2009. Membaca Paradigma Pendidikan dalam Bingkai
Sinurat Widia, Yuni Bella (Jurnal)“Studi Deskriptif SekolahMulticultural Di SMA Sultan Iskandar Muda”
Spitzberg, B. H., & Cupach, W. R. (1984). Interpersonal communication
competence. CA: SagePublications.
Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa
Depan dan Transformasi Pendidikan Nasional. PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia: Jakarta.
Uwes A.Chaeruman & Ruslan Pasari 2011. (Jurnal)“Penerapan Pendidikaan Multikultur Di Sekolah”
Vilà Baños, Ruth (2005). Intercultural Sensitivity of Teenagers: A Study
ofEducational Necessities in Catalonia. Tesis leída en la Universidad de
BarcelonaIntercultural Communication Studies XV: 2 2006
Zoon Roh, Seek (2014). A Study on the Factors Affecting the Intercultural
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif komparatif,
dimana bertujuan untuk melihat perbedaan serta perbandingan antar varibel
(Azwar, 2004). Dalam penelitian ini tujuannya untuk memberikan melihat
perbedaan Intercultural Sensitivity yang ada dari siswa-siswi sekolah yang
berbasis homogen (monokultural) dengan yang berbasis heterogen (multikultural)
di kota Medan.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah
Variabel Tergantung : Intercultural Sensitivity
Variabel Bebas : Tipe Sekolah :
1. Sekolah Homogen (Monokultural) (Suku dan Agama Sejenis)
2. Sekolah Heterogen (Multikultural)
C.Definisi Operasional
C.1 Variabel Tergantung (Intercultural Sensitivity)
Intercultural Sensitivity adalah suatu kemampuan seseorang dalam
mengembangkan emosi positif terhadap pemahaman dan penghargaan pada
perbedaan budaya yang ada sehingga memunculkan prilaku yang tepat dan efektif
dan menikmati perbedaan-perbedaan yang ada. Dimana terdapat
komponen-komponen dasar didalam Intercultural Sensitivity yaitu:
a) Interaction Engagement. (Keterikatan dalam berinteraksi)
b) Respect for Cultural Differences (Penerimaan perbedaan budaya)
c) Interaction Confidence (Kepercayaan dalam berinteraksi)
d) Interaction Enjoyment (Kenikmatan dalam berinteraksi)
e) Interaction Attentiveness (Kepekaan/perhatian dalam berinteraksi)
Setiap kompenan ini saling berkaitan dengan kemampuan seseorang
dalam mengembangkan emosi positif untuk memunculkan prilaku yang tepat dan
efektif dalam interkasi antar budaya yang beragam. Sehingga semakin tinggi skor
subjek pada setiap komponen yang ada pada skala Intercultural Sensitivity maka
semakin kuat Intercultural Sensitivity yang dimiliki para siswa sekolah yang
berbasis homogen (monokultural) dan sekolah heterogen (monokultural) di kota
Medan begitu juga sebaliknya.
C.2 Varibel Bebas 1. Sekolah Homogen
Sekolah homogen merupakan sekolah yang memiliki kesamaan
karakteristik peserta didik baik secara ekonomi, golongan, agama, maupun
etnisitas dan system pendidikan pun cenderung melibatkan satu budaya yang
2. Sekolah Heterogen
Sekolah heterogen merupakan sekolah yang memiliki karakteristik peserta
didik yang berbeda-beda baik secara ekonomi, golongan, agama, maupun
etnisitas dengan sisitem pendidikan yang melibatkan budaya yang beragam.
D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi & Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah para siswa sekolah yang berbasis
homogen (monokultural) yaitu sekolah SMA Santothomas 3 & SMA Syafiyaatul
Hasanah serta sekolah yang berbasis heterogen (multikultural) yaitu SMA Negeri
12 & SMA Sultan Iskandar Muda di kota medan.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini, sampel diperoleh melalui teknik probability sampling
yaitu convenience/accidental sampling. Menurut Myers dan Hansen (2006),
sampel didapatkan dengan menggunakan kelompok yang tersedia. Peneliti
menggunakan teknik ini karena subjek penelitian pada sekolah homogen dan
heterogen sesuai dengan ketersedian siswa yang ada pada sekolah tersebut sesuai
izin dari pihak sekolah. Namun khusus untuk sekolah homogen para siswa yang
dijadikan sample dikelompokkan sesuai dengan suku dan agama.
3. Jumlah Sampel Penelitian
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah400 orang
yaitu 200 orang siswa dari sekolah berbasis Homogen (Sekolah Santo Thomas 3
(Sekolah SMA Negeri 12 Medan dan SMA Swasta Sultan Iskandar Muda) yang
diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat populasi.
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan satu buah skala psikologi yaitu skala ISS
(Intercultural Sensitivity Scale). Yang akan diadaptasi dari skala penelitian yang
dibuat oleh Chen and Starosta (2000). Skala ini menggunakan skala model
Likert. Skala terdiri dari pernyataan dengan lima pilihan jawaban yaitu Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) dan
unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-5, bobot
penilaian untuk pernyataan favorable yaitu SS = 5, S = 4, N= 3, TS = 2, STS = 1.
Sedangkan bobot pernyataan unfavorabel yaitu SS = 1, S = 2, N = 3, TS= 4 dan
STS = 5.Blue print dari skala Skala Intercultural Sensitivity dapat dilihat pada
[image:45.595.75.548.558.731.2]Tabel 1
Tabel 1. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity
Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot
Interaction Engangement 1,13,21, 23, 24 11, 22 7 29, 16%
Respect for Cultural Differences 8, 16 7, 18, 20, 2 6 25%
Interaction Confidence 3, 5, 6, 10 4 5 20,83%
Interaction Enjoyment 9, 12, 15 3 12,5%
Interaction Attentivenes 14, 17, 19 3 12,5%
F. Validitas alat ukur, Daya Beda Item dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas alat ukur
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content
validity). Validitas isi menunjukkan sejauhmana item-item dalam tes mencakup
keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Pengertian ini mencakup
keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes itu harus komprehensif akan tetapi
isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran.
Face validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena
hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes.
Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu
mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa face validity
telah terpenuhi. Content validity berkaitan dengan aitem-aitem alat ukur yang
sesuai dengan apa yang akan di ukur (Azwar, 2000).Azwar (2004) menyebutkan
bahwa validitas konten adalah validitas yang diestimasi dengan menguji isi tes
melalui metode professional judgement. Proffesional judgement dalam penelitian
ini melibatkan dua dosen departemen psikologi sosial dan seorang dosen di
bidang metode penelitian di Fakultas Psikologi USU.
2. Daya beda aitem
Uji daya beda item pernyataan ini akan dilakukan pada alat ukur dalam
penelitian ini, yaitu Intercultural Sensitivity Scale. Besarnya koefisien korelasi
item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif.
Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin
mendekati angka 1,00 (Azwar, 2000). Daya beda aitem dianggap memuaskan jika
Crocker & Algina; dalam Azwar, 2010).Penghitungan daya beda aitem dilakukan
dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows. Koefisien korelasi
aitem total yang digunakan pada penelitian ini adalah rix ≥ 0,30.
3. Reliabilitas alat ukur
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama,
selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah Azwar
(2004).
Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang
merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi
ukurnya bersama-sama (Azwar, 2009). Koefisien reliabilitas yang semakin
mendekati angka satu menandakan semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya,
koefisien yang semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas
yang dimiliki (Azwar, 2009). Teknik estimasi reliabilitas yang digunakan adalah
teknik koefisien Alpha Cronbach dengan menggunakan programSPSS Versi
17.00 for Windows.
G. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Uji coba alat ukur bertujuan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur
dapat mengungkap dengan tepat apa yang diukur dan seberapa jauh alat ukur
menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar,2007). Ujicoba alat ukur penelitian ini
heterogen yang dianggap memiliki kesamaan karakteristik dengan populasi yang
diteliti.
1. Uji Validitas
Uji validitas yang dilakukan peneliti pada skalaIntercultural Sensitivity
Scaleadalah uji validitas konten. Dimana validitas ini diuji dengan cara
diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Kemudian peneliti meminta pendapat
mengenai aitem-aitem yang telah diterjemahkan tersebut kepada beberapa orang
yang berkompeten dalam bahasa Inggris. Setelah mendapatkan aitem-aitem
terjemahan, peneliti kemudian menerjemahkannya kembali ke dalam bahasa asli
skalalalu memeriksa kembali bahasa terjemahan tersebut. Selanjutnya peneliti
melakukan pengujian validitas isi dengan melakukan analisis rasional atau
profesional judgement, dalam hal ini peneliti dibantu oleh dosen pembimbing
peneliti, dua orang dosen departemen psikologi sosial dan salah seorang dosen
yang ahli dalam bidang metode penelitian di Fakultas Psikologi USU.
2. Uji Daya Beda Item
Aitem yang diujicobakan dalam skala Intercultural Sensitivity sebanyak
24 aitem. Berdasarkan hasil analisis uji daya beda item aitem maka diperoleh 17
aitem yang memiliki nilai diskriminasi aitem di atas 0.3 dan 7 aitem yang gugur.
Aitem-aitem inilah yang nantinya akan digunakan didalam penelitian. Hasil uji
coba terhadap Intercultural Sensitivity Scale menunjukkan koefisien α = 0.796
Tabel 2. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity setelah uji coba
Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot
Interaction Engangement 1, 13, 24 11, 22 5 29,41%
Respect for Cultural Differences 8, 16 7, 18 4 23,52%
Interaction Confidence 3, 5, 6, 10 4 23,52%
Interaction Enjoyment 9, 12, 15 3 17,64%
Interaction Attentivenes 17 1 5,88%
17 100%
3. Uji Reliabilitas
Hasil uji reliabilitas terhadap alat ukur setelah dihitung dengan metode
Cronbach’s Alpha, menunjukkan koefisien reliabilitas yang memuaskan. Nilai
hasil uji reliabilitas Intercultural Sensitivity Scale sebesar α = 0,796
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini beberapa hal yang perlu diperhatikan
peneliti, antara lain :
a. Rancangan Alat Ukur Penelitian
Alat ukur dalam penelitian ini terdiri satu skala yaitu skala ISS
(Intercultural Sensitivity Scale) yang dibuat oleh Chen dan Starosta (2000)
yang akan diterjemahkan ke bahasa Indonesia, dan kemudian akan ditelaah
dengan analisis rasional dari professional judgement. Skala terdiri dari aitem –
aitem berupa pernyataan yang mengarah pada informasi mengenai data yang
Skala menggunakan model Likert dengan pilihan jawaban Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
b. Melakukan survey
Untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria sampel yang
hendak diteliti, maka peneliti melakukan survey awal ke sekolah untuk
meminta izin melakukan penelitian dan melihat bagaimana kemudian skala ini
bisa disebar.
c. Uji coba alat ukur
Sebelum menjadi alat ukur yang sebenarnya, skala diujicobakan kepada
50 orang siswa SMA sekolah homogen dan 50 orang siswa sekolah heterogen
d. Revisi Alat Ukur
Menguji validitas dan reliabilitasnya aitem – aitem dari skala, untuk
mengetahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi validitas dan reliabilitas,
peneliti. Skala inilah yang digunakan peneliti dalam mengambil data untuk
penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah diujicobakan, selanjutnya peneliti mengambil data dari
masing-masing 200 orang siswa dari dua sekolah berbasis homogen (monocultural) dan
200 orang siswa dari duasekolah berbasis heterogen (multicultural)dengan
memberikan skala ISS (Intercultural Sensitivity). Penelitian ini dilakukan pada
hari berbeda pada setiap sekolah sesuai dengan hari tanggal dan waktu yang
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
a) Peneliti menentukan sekolah yang ingin dijadikan tempat penelitian.
Kemudian mendatangi sekolah tersebut untuk meminta izin melakukan
pengambilan penelitian.
b) Peneliti mengurus surat izin pengambilan data dari Fakultas Psikologi yang
akan ditujukan kepada pihak sekolah tempat pengambilan data penelitian.
c) Setelah surat permohonan izin selesai, peneliti memberikan surat
permohonan izin pengambilan data kepada pihak sekolah,
kemudianmendiskusikan segala keperluan yang berhubungan dengan
penelitian ini dan penentuan hari pelaksanaan pengambilan data dengan
pihak sekolah.
d) Setelah ditentukan hari pelaksanaanya, peneliti datang ke sekolah tersebut dan memberikan Intercultural Sensitivity Scalekepada guru yang telah
ditugaskan Bapak kepala sekolah untuk dibagikan kepada para siswa. Hal ini
dilakukan atas kesepakatan dengan kepala sekolah agar tidak mengganggu
jam pelajaran. Kemudian setelah selesai, skala penelitian dikumpulkan dan
memberikan reward kepada para siswa yang menjadi subjek peneliitian.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah diperoleh hasil skor orientasi nilai pada masing-masing subjek,
maka untuk pengolahan data selanjutnya, diolah dengan menggunakan aplikasi
H. Metode Analisa Data
Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran perbedaandari
Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah yang berbasis homogen
(monocultural) dengan sekolah yang berbasis heterogen (multicultural) di
kotaMedan. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik
t-test untuk melihat perbedaan Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah
homogen (monocultural) dan sekolah heterogen (multicultural). Seluruh proses
pengolahan data penelitian akan dilakukan dengan menggunakan bantuan
program computer SPSS for windows 17.0 version:
Sebelum dilakukan uji t-test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
penelitian yang meliputi:
1. Uji Normalitas:
Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data
(Santoso & Ashari, 2005). Penggunaan uji normalitas karena pada analisis
statistik parametrik, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data
tersebut terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan
denganmenggunakan Kolmogorov Smirnov Testdengan bantuan SPSS version
17.0. for Windows
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan
sampel penelitian homogen. Uji homogenitas yang digunakan adalah Uji
Homogenitas Anova dengan Levene Test karena biasanya pengujian ini dilakukan
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti akan menguraikan keseluruhan hasil analisa data
penelitian, diawali dengan gambaran umum subjek penelitian, gambaran
Intercultural Sensitivitypada siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah
heterogenkemudian pembahasan mengenai hasil penelitian berdasarkan teori.
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian
1. Gambaran Umum Subjek PenelitianSecara Umum
Dalam penelitian pada sekolah homogen terdiri dari 200 orang subjek dari
sekolah homogen dan 200 orang dari sekolah heterogen. Sebelum melakukan
analisis data, peneliti akan menguraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan
jenis kelamin,agama,suku dan usia:
a) Berdasarkan jenis kelamin subjek maka diperoleh data subjek sebagai
berikut:
Tabel 3. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen
Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa pada sekolah homogen
jumlah subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 73 orang
(36,5%), dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 127 orang (63,55%).
Sedangkan pada sekolah heterogen jumlah subjek penelitian yang berjenis
Sekolah Homogen Sekolah Heterogen
Jenis Kelamin Frekuensi (N) Persentase Frekuensi (N) Persentase
Laki-laki 73 36,5 % 70 35%
Perempuan 127 63,5 % 130 65%
kelamin laki-laki sebanyak 70 orang (35%), dan yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 130 orang (65%).
[image:54.595.89.548.259.376.2]b) Berdasarkan Agama subjek maka diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Agama pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen
Sekolah Homogen Sekolah Heterogen
Agama Frekuensi (N) Persentase Agama Frekuensi (N) Persentase
Islam 100 50% Islam 75 37,5%
Kristen 100 50% Kristen 65 32,5%
Total 200 100% Katholik 22 11%
Buddha 23 11,5%
Hindu 15 7,5%
Total 200 100%
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada sekolah homogen
jumlah subjek penelitian yang berAgama Islam sebanyak 100 orang (50%), dan
yang ber-Agama Kristen sebanyak 100 orang (50%). Sedangkan berdasarkan
tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada Sekolah heterogen jumlah subjek
penelitian yang ber-agama Islam sebanyak 72 orang (36%), yang ber-agama
Kristen sebanyak 68 orang (34%), yang ber-agama Katholik 22 orang (11%),
Yang ber-agama Buddha 23 orang (11,5%) dan yang ber-agama Hindu 15 orang
c) Berdasarkan Suku Subjek maka diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Suku pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen
Sekolah Homogen Sekolah Heterogen
Suku Frekuensi (N) Persentase Suku Frekuensi (N) Persentase
Jawa 100 50% Jawa 49 24,5%
Batak 100 50% Batak 59 29,5%
Total 200 100% Chiness 31 15,5%
Karo 19 8,5%
Benggali 16 8%
Padang 13 6,5%
Nias 12 6%
Aceh 11 5,5%
Total 200 100%
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada sekolah homogen
jumlah subjek penelitian yang bersuku Jawa sebanyak 100 orang (50%) dan yang
ber-Suku Batak sebanyak 100 orang (50%). Sedangkan berdasarkan tabel di atas,
dapat diketahui bahwa pada Sekolah heterogen jumlah subjek penelitian yang
ber-suku Jawa sebanyak 49 orang (24,5%), yang ber-suku Batak sebanyak 59
orang (29,5%), yang ber-suku Karo 19 orang (8,5%), yang ber-suku Benggali 16
orang (8%), yang ber-suku Padang 13 orang (6,5%), yang bersuku Nias 12 orang
d) Berdasarkan Usia Subjek maka diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen
Sekolah Homogen Sekolah Heterogen
Usia Frekuensi (N) Persentase Usia Frekuensi (N) Persentase
15 85 42,5% 15 19 8,5%
16 115 57,5% 16 131 65,5%
Total 200 100% 17 50 25%
Total 200 100%
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada sekolah homogen
jumlah subjek penelitian yang ber-usia 15 tahun sebanyak 85orang (42,5%), dan
yang ber-usia 16 tahun sebanyak 115 orang (57,5%). Sedangkan berdasarkan
tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada Sekolah heterogen jumlah subjek
penelitian yang ber-usia 15 tahun sebanyak 19 orang (8,5%), yang ber-usia 16
tahun sebanyak 131 orang (65,5%), dan yang ber-usia 17 tahun sebanyak 50
B. Hasil Utama Penelitian 1. Uji Asumsi
1.1. Asumsi Normalitas
Uji asumsi normalitas dengan menggunakan Kolmogorov – Smirnov Test
terhadap variabel penelitian Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah homogen
(Monocultural) dan sekolah heterogen (Multicultural) menunjukkan bahwa semua
variabel memiliki data yang terdistribusi normal (syarat normal jika probabilitas
/nilai p > 0.05). Dari Uji normalitas terhadap skala pengukuran Intercultural
[image:57.595.77.548.420.663.2]Sensitivity ditemukan nilai p 0,059.
Tabel 7. Data Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Skor Heterogen Skor Homogen Skor ISS
N 200 200 400
Normal Parametersa,,b Mean 71.38 59.98 65.69
Std. Deviation 4.673 6.389 7.982
Most Extreme Differences Absolute .117 .126 .066
Positive .117 .078 .038
Negative -.061 -.126 -.066
Kolmogorov-Smirnov Z 1.660 1.785 1.328
Asymp. Sig. (2-tailed) .008 .003 .059
1.2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah subjek yang
[image:58.595.44.555.228.338.2]digunakan dalam penelitian ini homogen atau tidak.
Tabel 8. Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Intercultural Sensitivity
Based on Mean 10.728 1 398 .001
Based on Median 8.446 1 398 .004
Based on Median and with adjusted df 8.446 1 352.597 .004
Based on trimmed mean 10.920 1 398 .001
Data penelitian dikatakan homogen apabila signifikansi menunjukkan nilai
yang lebih besar dari 0.05 (ρ > 0.05). Berdasarkan data yang diperoleh di tabel
12, didapatkan nilai signifikansi Intercultural Sensitiviy sebesar 0.001 sehingga
dapat dikatakan bahwa sampel tidak bersifat homogen terhadap populasi.
Dengan demikian sampel dari penelitian ini tidak bersifat homogen tetapi
uji-t tetap dapat dipakai karena data sampel penelitian terdistribusi secara normal
namun dengan catatan, jika data homogen baca lajur Equal Variances Assumed,
jika data tidak homogen baca lajur Equal Variances not Assumed. (Azwar 2004)
2. Uji Hipotesa Penelitian pada Sekolah homogen dan Sekolah heterogen
Untuk menjawab sejumlah hipotesa yang diajukan maka digunakan
independent samples test untuk menguji perbedaan Intercultural Sensitivity siswa
sekolah homogen (monokultural) dan sekolah heterogen (multikultural). Untuk
melakukan pengujian statistik maka terlebih dahulu dilakukan perumusan hipotesa
1. Ho (hipotesa nihil): μHomogen= μHeterogen, artinya tidak ada perbedaan
Intercultural Sensitivitypada siswa sekolah homogen (monocultural) dan sekolah
heterogen (multicultural)
2. Ha (hipotesa alternatif): μHomogen≠ μHeterogen, artinya ada perbedaan
Intercultural Sensitivitypada siswa sekolah homogen (monocultural) dan sekolah
[image:59.595.69.563.309.397.2]heterogen (multicultural)
Tabel 9.Deskrpsi skor Intercultural Sensitivity
Group Statistics
Jenis Sekolah N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Intercultural Sensitivity
Sekolah homogeny 200 59.9900 6.37992 .45113
Sekolah heterogen 200 71.3800 4.67277 .33041
Jika dilihat melalui nilai mean terdapat perbedaan antara mean
siswa-siswisekolah homogen dan sekolah heterogen. Mean tertinggi diperoleh
kelompok subjek pada sekolah heterogen yakni sebesar 71.38 (SD = 4.672),
sedangkan kelompok subjek pada sekolah homogenmemiliki nilai mean sebesar
Tabel 10. Independent T-test
Dari hasil penghitungan uji-t di atas, didapatkan nilai ρ < 0.05, yakni sebesar
0.000 sehingga didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan Intercultural
Sensitivity antara siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah heterogen sebesar 11,39
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval
of the Difference
F Sig. T df
Sig.
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
Intercultural
Sensitivity
Equal variances
assumed
10.728 .001 -20.369 398 .000 -11.39000 .55919 -12.48933 -10.29067
Equal variances
not assumed
3. Hasil Tambahan Penelitian
Penelitian ini juga memperoleh beberapa hasil tambahan penelitian, yaitu
gambaran skor berdasarkan komponen Intercultural Sensitivity pada sekolah
[image:61.595.89.535.248.437.2]heterogen dengan sekolah homogen.
Tabel 11. Nilai Mean pada Komponen Intercultural Sensitivity
Dilihat dari tabel nilai mean dan satandar deviasi dari setiap komponen
Intercultural Sensitivity diatas ditemukan bahwa:
Pada setiap komponen nilai mean dan satandard deviasi subjek pada
sekolah heterogen lebih tinggi daripada sekolah homogen.
Skor mean dan satandard deviasi dari subjek pada dimensi Interaction
Engangement adalah skor yang tertinggi baik pada sekolah homogen
maupun sekolah heterogen.
Skor mean dan standard deviasi dari subjek pada dimensi Interaction
Attentiveness adalah skor yang terendah pada sekolah homogen maupun
heterogen.
Skor Komponen
Homogen Heterogen
IE (Interaction Engangement) Mean 17,93 20,55
SD 2,130 2,061
RCD (Respect for Cultural Diffrence) Mean 15,7 18,11
SD 2,432 1,410
IC (Interaction Confidence) Mean 13,00 15,55
SD 2,008 2,088
IEnj (Interaction Enjoyment) Mean 11,30 13,08
SD 1,801 1,421
IA (Interaction Attentiveness) Mean 3,61 4,08
C. PEMBAHASAN
Dari hasil Penelitian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan
Intercultural Sensitivity pada sekolah homogen dengan sekolah heterogen.
Karena dari hasil uji T-test yang dilakukan diperoleh didapatkan nilai ρ < 0.05,
yakni sebesar 0.000 sehingga didapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
Intercultural Sensitivity antara siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah
heterogen.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh Chen
dalam The Concept of Intercultural Sensitivity (1997) dimana "Intercultural
Sensitivity" merupakan kemampuan individu untuk mengembangkan emosi
positif terhadap pemahaman dan menghargai perbedaan budaya sehingga
menampilkan perilakuyang tepat dan efektif dalam komunikasi antarbudaya.
Semakin tinggi skor subjek pada tiap dimensi yang ada dalam skala Intercultural
Sensitivity maka semakin kuat Intercultural Sensitivity yang dimiliki para siswa
sekolah yang berbasis homogen (Monocultural) dan sekolah heterogen
(Monocultural) di kota Medan begitu juga sebaliknya.
Dari hasil tambahan penelitian dapat dilihat bahwa komponen Interaction
Engangement merupakan komponen yang paling menonjol baik disekolah
homogen maupun heterogen. Data ini diperoleh dari perbandingan nilai mean dan
standard deviasi. Sementara komponen yang paling rendah dari Intercultural
Sensitivity adalah Interaction Attentivenes. Artinya hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan bahwa semakin tinggi skor subjek pada tiap dimensi yang ada
dalam skala Intercultural Sensitivity maka semakin kuat Intercultural Sensitivity
begitu juga sebaliknya. Hal ini jg terlihat dari keberagaman budaya yang ada
antara sekolah homogen dan sekolah heterogen dimana sekolah homogen
memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan budaya yang berbeda lebih kecil
dari pada sekolah heterogen sehingga akan sangat mempengaruhi skor Interaction
Engangement. Sedangkan pada komponen Interaction Attentivenes merupakan
komponen yang memiliki nilai mean dan standard deviasi yang rendah dimana
komponen ini adalah komponen yang berhubungan dengan kemampuan individu
untuk peka dan memberikan perhatian ketika komunikasi antar budaya. Artinya
ketika interaksi antar budaya terbatas tentu kemampuan untuk peka dan
memberikan perhatian terhadap keragaman budaya juga akan berkurang.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ekstrand, L.H. dalam Saha,
Lawrence J. 1997, didalam proses pendidikanlah kesadaran, toleransi,
pemahaman dan pengetahuan tentang perbedaan dan persamaan antar budaya
yang berkaitan dengan konsep, nilai, keyakinan dan sikap ini akan diajarkan,
dipelajari, diarahkan dan diwujudkan. Pendidikan berbasis homogen
(monocultural) cenderung melemahkan kesadaran akan pentingnya nilai
kebersamaan, sikap toleransi,dan perilaku yang mampu menghargai, memahami,
serta peka terhadap potensi kemajemukan, pluralitas bangsa, dalam bidang etnik,
agama, dan budaya yang ada sehingga kesempatan mereka untuk melakukan
Interaction Engangement dengan budaya berbeda lebih kecil. Sementara
pendidikan berbasis heterogen (Multicultural) diarahkan untuk mewujudkan
kesadaran,toleransi, pemahaman dan pengetahuan yang mempertimbangkan
dengan konsep, nilai, dan keyakinan serta sikap (Lawrence J. Saha, 1997:348)
sehingga kesempatan mereka untuk berinteraksi lebih besar.
Menurut Fay (1996) multikulturalisme adalah suatu ideologi yang akan
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara
kebudayaan individu maupun secara kolektivitas. Dengan demikian
mulitikulturalisme dapat mewujudkan masyarakat yang rukun dan menjunjung
nilai-nilai kesederajatan. Dalam konteks pendidikan, multikulturalisme sangat
penting diajarkan di sekolah-sekolah. Hal ini berkenaan dengan Indonesia sebagai
bangsa yang besar yang terdiri dari keanekaragaman masyarakat dan budaya.
Kemajemukan itu harus di internalisasi dalam muatan pendidikan yang
menekankan pada aspek kesederajatan dalam pemenuhan hak - hak bagi warga
negara, sehingga benturan-benturan sosial dan politik dapat diminimalisasikan.
Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan tentang perbedaan
Intercultural Sensitivity yang terdapat antara sekolah homogen (monocultural)
dengan sekolah heterogen (multicultural) sehingga dapat dijadikan evaluasi dan
bahan pertimbangan bagi dinas terkait dan sekolah-sekolah yang ada di kota
medan sehingga dalam konteks pendidikan multikulturalisme depat ditumbuhkan
dan dikembangkan melalui proses pembelajaran dan pendidikan di lingkungan
sekolah maupun dilingkungan bermasyarakat. Intercultural Sensitivity merupakan
suatu kemampuanmengembangkan emosi positif terhadap pemahaman dan
penghargaan terhadap perbedaan budaya sehingga dapat memunculkan prilaku
yang tepat dan efektif dalam komunikasi antar budaya. Dengan Intercultural
Sensitivity ini kita dapat menjadi masyarakat yang multikuturalisme, menikmati
orang-orang dari budaya yang berbeda. Sehingga melalui proses pendidikan
menghasilkan dan mewujudkan masyarakat multikultural yang memiliki
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran yang
berhubungan dengan hasil dari penelitian yang diperoleh dari penelitian ini. Pada
bagian pertama akan diuraikan kesimpulan dari penelitian dan di bagian akhir
akan dikemukakan saran-saran yang diharapkan berguna bagi penelitian yang
akan datang yang berhubungan dengan penelitian ini.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil utama penelitian hipotesa dalam penelitian ini diterima
yaitu terdapat perbedaan Intercultural Sensitivity antara siswa-siswi
sekolah homogen dan sekolah heterogen.
2. Berdasarkan hasil tambahan penelitian dapat disimpulkan bahwa
komponen yang paling tinggi dari Intercultural Sensitivity terdapat pada
komponen Interaction Engagement, karena Interaction Engangement
adalah komponen dasar yang paling mudah dilakukan dan terlihat ketika
terjadi interaksi dengan budaya yang berbeda.. Sementara komponen yang
paling rendah terdapat pada komponen Interaction Attentiveness, karena
perhatian yang sulit diberikan dan dimunculkan ketika terjadi interaksi
dengan budaya yang berbeda
3. Berdasarkan hasil tambahan penelitian dapat disimpulkan bahwa
Intercultural Sensitivitypada sekolah heterogen lebih tinggi daripada
sekolah homogen.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang telah
dikemukakan, maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dibagi ke dalam
dua bagian, yaitu saran metodologis dan saran praktis (ditujukan kepada instansi
penelitian) sebagai berikut:
1. Saran Metodologis
a. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
komparatif sehingga, untuk peneliti yang tertarik untuk melanjutkan
penelitian yang sama diharapkan dapat memperluas data sampel
penelitian seperti budaya, suku, agama, ras, dan demografi yang lebih
bervariatif.
b. Untuk peneliti yang tertarik melanjutkan penelitian yang sama,
sebaiknya mencari faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada
pembentukan Intercultural Sensitivity.
c. Untuk peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian yang sama,
diharapkan dapat lebih mengadaptasi atau memperbaiki alat ukur agar
2. Saran Praktis
a. Kepada pihak sekolah agar lebih memperhatikan basis pendidikan
yang lebih mengedepankan pendidikan multikultural seperti
pendidikan dan pembelajaran mengenai keanekaragaman budaya dan
pluralitas bangsa yang kita miliki.
b. Kepada para siswa agar belajar memahami, menghargai dan
menerima, sehingga kita dapat mewujudkan masyarakat yang
multikultural.
c. Hasil penelitian ini kiranya dapat menjadi suatu evaluasi bagi
sekolah-sekolah untuk dapat melihat sejauh mana pendidikan mendukung
keragaman budaya melalui gambaran perbedaan Intercultural
Sensitivity siswa pada sekolah yang berbasis pendidikan homogen dan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Intercultural Sensitivity
1. Pengertian Intercultural Sensitivity
Kajian terhadap konsep yang menyerupai intercultural sensitivity tidak
hanya dapat dilakukan dengan perspektif ilmu psikologi, melainkan juga dari
perspektif disiplin ilmu lainnya seperti antropologi, komunikasi, hubungan
internasional dan sosiologi. Oleh sebab itulah dalam penelitian-penelitian ilmiah,
lazim ditemukan beragam pengertian dan cara pengkategorian berbeda yang
disematkan pada intercultural sensitivity.
Secara umum konsep intercultural sensitivity dikategorisasikan oleh
bebrapa tokoh. Tipe pertama adalah tokoh yang mengkategorikan intercultural
sensitivity sebagai salah satu dimensi yang menyusun suatu konsep yang lebih
besar. Tokoh yang pandangannya termasuk ke dalam kategori ini antara lain Chen
dan Starosta (Kashima, 2006) yang menyatakan bahwa intercultural sensitivity
merupakan dimensi afektif dari variabel intercultural communication
competence. Juga Cui dan Van den Berg (Panggabean, 2004) yang menyatakan
bahwa cultural empathy adalah salah satu dimensi yang menyusun variabel
intercultural effectiveness. Tipe kedua adalah tokoh yang menganggap bahwa intercultural sensitivity merupakan suatu variabel tunggal yang sifatnya mandiri
yang pandangannya termasuk ke dalam tipe ini antara lain Bhawuk dan Brislin
(1992) serta Bennett (1998, 2004).
Studi mengenai kepekaan interpersonal dilakukan oleh Bronfenbrener,
Harding, dan Gallwey (1958) adalah salah satu studi awal yang membahas
mengenai konsep sensitivitas ini. Mereka mencetuskan bahwa kepekaan secara
umum dan kepekaan terhadap perbedaan individu adalah dua jenis kemampuan
utama dalam persepsi sosial. Kepekaan terhadap orang lain secara umum adalah
"semacam kepekaan terhadap norma sosial satu kelompok sendiri" (McClelland,
1958, hal. 241), dan sensitivitas interpersonal adalah kemampuan untuk
membedakan bagaimana orang lain berbeda dalam perilaku, persepsi atau
perasaan (Bronfenbrener , et al., 1958). Konsep kepekaan interpersonal ini secara
lebih luas hampir sama dengan konsepIntercultural Sensitivity.
Hart Dan Burks (1972) Dan Hart, Carlson, dan Eadie (1980) juga
mengatakan bahwa Intercultural Sensitivity sebagai pola pikir yang diterapkan
seseorang dalam kehidupannya sehari-hari sehingga orang-orang yang sensitif
harus mampu menerima kompleksitas pribadi, menghindari kekakuan
komunikasi, sadar dalam interaksi, menghargai ide-ide yang dipertukarkan, dan
memiliki toleransi. Dan elemen-elemen ini tampaknya tertanam dalam dimensi
kognitif, afektif, dan perilaku interaksi antarbudaya.
Milton J. Bennett pada tahun (1986) juga menambahkan dengan
mendefinisikan Intercultural Sensitivity sebagai kemampuan untuk mengubah diri
dalam berinteraksi baik secara afektif,kognitif dan perilaku dari tahap penolakan
Bennett (1984) memahami Intercultural Sensitivity sebagai proses
perkembangan di mana seseorang memiliki kemampuan mengubah diri secara
afektif, kognitif, dan perilaku dari tahap etnosentris ketahap ethnorelative. Rute
proses transformasi ini dapat terpisah menjadi enam tahap yaitu:
(1) Penolakan -di mana salah satunya menyangkal perbedaan budaya
dengan orang-orang lain
(2) Pertahanan - di mana salah satunya berupaya untuk melindungi cara
pandangnya dengan melawan ancaman yang dirasakan.
(3) Minimisasi - di mana salah satu berupaya untuk melindungi inti dari satu
pandangan secara umum dengan menyembunyikan perbedaan
dalam bayangan kesamaan budaya.
(4) Penerimaan - di mana seseorang mulai menerima adanya perbedaan perilaku
yang didasari oleh perbedaan budaya.
(5) Adaptasi - di mana seseorang menjadi empatik terhadap perbedaan budaya
dan menjadi bicultural atau multikultural, dan
(6) Integrasi - di mana seseorang mampu menerapkan ethnorelativism identitas
sendiri dan dapat memahami perbedaan sebagai aspek penting
dan menyenangkan dari semua kehidupan.
Bhawuk dan Brislin (1992)menunjukkan, Intercultural Sensitivity
merupakan reaksi individu untuk orang-orang dari budaya lain, yang dapat
menentukan kemampuan kesuksesan seseorang untuk bekerja dan berkomunikasi
sebuah alat untuk mengukur Intercultural Sensitivity dari perspektif
individualisme vs kolektivisme. Mereka mengembangkan pengukuran
Intercultural Sensitivity yang berdasarkan unsur-unsur dimensi afektif, kognitif,
dan perilaku. Unsur-unsur yang digunakan antara lain:
(1) Pemahaman tentang cara berperilaku seseorang yang berbeda,
(2) Keterbukaan pikiran mengenai adanya perbedaan dan
(3) Tingkat fleksibilitas perilaku yang ditunjukkan dalam budaya baru.
Konsep yang lebih sederhana dikembangkan Chen dalam The Concept of
Intercultural Sensitivity (1997) telah mendefinisikan "Intercultural Sensitivity"
merupakan kemampuan individu untuk mengembangkan emosi positif terhadap
pemahaman dan menghargai perbedaan budaya sehingga menampilkan perilaku
yang tepat dan efektif dalam komunikasi antarbudaya. Dalam studinya Chen
(1997) juga mengidentifikasi bahwa Interaction Engagement, Respect for Cultural
Differences, Interaction Confidence, Interaction Enjoyment, Interaction
Attentiveness merupakan komponen dasar Intercultural Sensitivity. Defenisi
2. Komponen Intercultural Sensitivity
Chen dan Starosta (2000 ) berpendapat bahwa sensitivitas antar budaya
merupakan salah satu faktor penting dalam komunikasi antar budaya yang terdiri
dari lima kemampuan yang menjadi komponen pembentuk Intercultural
Sensitivity, komponen tersebut antara lain:
a) Interaction Engagement.
Interaction Engangement merupakan keterlibatan interaksi yang
menyangkut tentang perasaan peserta dalam proses komunikasi
antarbudaya.
b) Respect for Cultural Differences
Dalam hal ini Respect for Cultural Differences mengacu pada bagaimana
peserta mengarahkan atau mentolerir perbedaan budaya yang ada pada
rekan-rekan mereka .
c) Interaction Confidence
Interaction Confidence ini mengacu pada tingkat kepercayaan dari
seseorang selama interaksi antarbudaya berlangsung.
d) Interaction Enjoyment
Dalam interaksi yang terjadi, hal ini mengacu pada kenikmatan
berinteraksi yang berhubungan dengan reaksi peserta komunikasi antar
budaya.
e) Interaction Attentiveness
Perhatian terhadap interaksi yang terjadi mencerminkan upaya peserta
Studi yang dilakukan oleh Chen dan Starosta ' s (2000) mengindikasikan
bahwa individu dengan sensitivitas antar budaya yang berkembang dengan
baikakan menjadi lebih perhatian , lebih mampu bersosialisasi dengan baik,
memiliki hubungan interpersonal yang baik sehingga dapat menyesuaikan
perilaku mereka , dapat menunjukkan harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi,
lebih empatik , dan lebih efektif dalam interaksi antarbudaya .
B. Sekolah Homogen (Monokultural)
Grendi Hendrastomo mengatakandalam “Homogenisasi pendidikan:
Potret Eksklusifitas Pendidikan Modern” (2012) bahwa sekolah
homogenmerupakan suatu sekolah yang memiliki ciri kesamaan karakteristik
peserta didik baik secara persamaan ekonomi,golongan,agama,maupun etnisitas.
Grendi Hendrastomo (2012) berkesimpulan bahwa homogenitas
pendidikan tampak nyata dalam pendidikan,ditengah banyaknya sekolah yang
menawarkan keragaman,sekolah homogen menciptakan suatu pandangan sama
yang memunculkan realitas yang tidak sesuai dengan keadaan di dalam
lingkungan nyata di tengah masyarakat yang cenderung heterogen. Pendidikan
homogen ini dianggap berbahaya karena tidak membiasakan siswa dengan
lingkungan dengan tantangan yang beragam.
Aris Saefulloh (2009) dalam “Paradigma pendidikan dalam bingkai
Multicultural” juga menambahkan Sekolah negeri atau swasta yang berbasis
Islam menjadi identik bagi sekolah kaum pribumi. Sedangkan sekolah-sekolah
yang berbasis Kristen menjadi identik dengan sekolah bagi anak-anak keturunan
eksklusivisme dan dapat melahirkan sikap anti toleran terhadap kemajemukan.
Aris Saefulloh (2009) juga menambahkan bahwa pada sekolah yang berbasis
homogen (monokultural) akan cenderung memiliki budaya yang sama didalam
lingkungan sekolah dan akan menciptakan budaya yang homogen di lingkungan
sekolah dan dalam diri para siswa dan siswi.
Homogenitas pendidikan kemudian diartikan sebagai keseragaman,
harmonisasi yang “dipaksakan”, kesamaan, kesebandingan, sesuatu hal yang
dibuat sama dan seragam dalam dunia pendidikan, termasuk didalamnya
kesamaan status sosial, kesamaan agama, hingga etnis para peserta didiknya.
Homogenitas disini secara tidak langsung sama artinya dengan diskriminasi
terhadap siswa yang berbeda dalam hal status sosial, agama atau etnis. Anwar
Effendi (2012)
C. Sekolah Heterogen (Multikultural)
Secara sederhana pendidikan multikultural dapat didefenisikan sebagai
“pendidikan tentang keberagaman budaya yang ada didalam lingkungan
masyarakat tertentu atau bahkan lingkungan umum secara keselurahan”. Dimana
hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Paulo freire (effendi, A.,
2012) bahwa pendidikan harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang
terdidik dan berpendidikan secara luas kepada setiap warga negara. Anderson dan
Custer (1994) berpendapat bahwa pendidikan multicultural dapat diartikan
sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Sekolah yang berbasis
pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman
(Hilliard 1992). Banks (1993) menyatakan bahwa pengertian pendidikan
multicultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan
multikultural ingin mengekplorasi perbedaan sebagai keniscayaan, kemudian
memberi apresiasi perbedaan itu dengan semangat egaliter dan toleran.
Multikulturalisme dipahami sebagai konsep yang berkaitan dengan aspek
sosial, politik,ekonomi, dan budaya. Aspek-aspek tersebut memberikan relasi
baru dalam mewujudkan masyarakat yang harmonis dan terintegrasi. Secara
sederhana, multikulturalisme didefinisikan sebagai suatu pemahaman dalam
peningkatan drajat manusia dan kemanusiaannya yang mencakup, keyakinan,
keberagamaan, kebersamaan dalam perbedaaan yang sederajat,kesukubangsaan,
kebersamaan perolehan pendidikan, dsb (Yuni Widia Bella dalam jurnal Studi
Deskriptif SekolahMulticultural Di SMA Sultan Iskandar Muda)
Menurut Fay (1996) multikulturalisme sebagai suatu ideologi yang akan
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara
kebudayaan individu maupun secara kolektivitas. Dengan demikian
mulitikulturalisme dapat mewujudkan masyarakat yang rukun dan menjunjung
nilai-nilai kesederajatan. Dalam konteks pendidikan, multikulturalisme sangat
penting diajarkan di sekolah-sekolah. Hal ini berkenaan dengan Indonesia sebagai
bangsa yang besar yang terdiri dari keanekaragaman masyarakat dan budaya.
Kemajemukan itu harus di internalisasi dalam muatan pendidikan yang
menekankan pada aspek kesederajatan dalam pemenuhan hak - hak bagi warga
Menurut James A. Banks (1997) pendidikan multikultural adalah konsep,
ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan
penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di
dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi,
kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.
Pendidikan multikultural dapat dipahami sebagai proses atau strategi
pendidikan yang melibatkan lebih dari satu budaya yang ditunjukkan melalui
kebangsaan, bahasa, etnik, dan lain-lain. Pendidikan multikultural diarahkan
untuk mewujudkan kesadaran, toleransi, pemahaman dan pengetahuan yang
mempertimbangkan perbedaan cultural dan juga perbedaan dan persamaan antar
budaya dan kaitannya dengan kosep, nilai, dankeyakinan serta sikap (Lawrence J.
Saha, 1997:348).
Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna meminimalisasi
dan mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui pendidikan berbasis
multicultural, sikap dan pemikiran siswa akan lebih terbuka dalam memahami
dan menghargai keberagaman yang ada sehingga menjadi salah satu metode
efektif dalam meredam konflik yang ditimbulkan oleh keberagaman yang ada.
Semua diarahkan sebagai upaya mencerdaskan keh