• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Intercultural Sensitivity siswa SMA Sekolah Heterogen (Multicultural) dan Sekolah Homogen (Monocultural)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Intercultural Sensitivity siswa SMA Sekolah Heterogen (Multicultural) dan Sekolah Homogen (Monocultural)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

1.Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Skala Intercultural Sensitivity

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 100 100.0

Excludeda 0 .0

Total 100 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha

Based on

Standardized Items N of Items

.796 .797 17

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Aitem 1 3.90 .810 100

aitem 3 3.53 .717 100

aitem 5 3.33 .853 100

Aitem 6 3.56 .845 100

Aitem 7 4.02 .841 100

Aitem 8 4.42 .741 100

Aitem 9 4.17 .766 100

Aitem 10 3.35 .687 100

Aitem 11 3.20 .804 100

Aitem 12 3.86 .841 100

(2)

Aitem 15 3.87 .872 100

Aitem 16 4.13 .761 100

Aitem 17 3.94 .874 100

Aitem 18 4.31 .720 100

Aitem 22 4.13 .787 100

Aitem 24 4.12 .795 100

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance

if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

Aitem 1 61.63 38.256 .506 .434 .777

aitem 3 62.00 40.747 .308 .395 .791

aitem 5 62.20 39.556 .345 .317 .789

Aitem 6 61.97 38.272 .479 .435 .779

Aitem 7 61.51 39.404 .367 .469 .787

Aitem 8 61.11 38.988 .481 .536 .780

Aitem 9 61.36 40.617 .305 .393 .792

Aitem 10 62.18 40.533 .341 .445 .789

Aitem 11 62.33 40.365 .301 .353 .792

Aitem 12 61.67 38.446 .464 .430 .780

Aitem 13 61.84 39.388 .315 .409 .792

Aitem 15 61.66 39.196 .369 .322 .787

Aitem 16 61.40 39.495 .409 .465 .784

Aitem 17 61.59 39.537 .335 .338 .789

Aitem 18 61.22 39.668 .419 .277 .784

Summary Item Statistics

Mean Minimum Maximum Range

Maximum /

Minimum Variance N of Items

(3)

Aitem 22 61.40 40.364 .301 .202 .791

Aitem 24 61.41 38.042 .542 .477 .775

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

(4)

2. Skor Total Aitem Skala Intercultural Sensitivity

Skor Homogen Skor Heterogen

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

62 69

64 77

53 82

3. Uji Normalitas

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Skor Homogen 200 59.99 6.380 37 79

Skor Hetero 200 71.38 4.673 64 84

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Skor Homogen Skor Hetero

N 200 200

Normal Parametersa,,b Mean 59.99 71.38

Std. Deviation 6.380 4.673

Most Extreme Differences Absolute .126 .117

Positive .078 .117

Negative -.126 -.061

Kolmogorov-Smirnov Z 1.777 1.660

Asymp. Sig. (2-tailed) .004 .008

a. Test distribution is Normal.

(10)

4. Uji Homogenitas

Descriptives

Jenis Sekolah Statistic Std. Error

Intercultural Sensitivity Sekolah Homogen Mean 59.99 .451

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 59.10

Upper Bound 60.88

5% Trimmed Mean 60.12

Median 61.00

Variance 40.703

Std. Deviation 6.380

Minimum 37

Maximum 79

Range 42

Interquartile Range 8

Skewness -.444 .172

Kurtosis .922 .342

Sekolah Heterogen Mean 71.38 .330

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 70.73

Upper Bound 72.03

5% Trimmed Mean 71.15

Median 70.50

Variance 21.835

Std. Deviation 4.673

Minimum 64

Maximum 84

Range 20

Interquartile Range 6

Skewness .718 .172

(11)

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Intercultural Sensitivity Based on Mean 10.728 1 398 .001

Based on Median 8.446 1 398 .004

Based on Median and with

adjusted df

8.446 1 352.597 .004

(12)

5. Independent T-test

Group Statistics

Jenis Sekolah N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Intercultural Sensitivity Sekolah Homogen 200 59.9900 6.37992 .45113

Sekolah Heterogen 200 71.3800 4.67277 .33041

Independent Samples Test Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Intercultural

Sensitivity

Equal variances assumed

10.728 .001 -20.369 398 .000 -11.39000 .55919 -12.48933 -10.29067

Equal variances not assumed

(13)

6. Contoh Aitem Skala Intercultural Sensitivity

No : …….

RAHASIA

SKALA PSIKOLOGI

Fakultas Psikologi

Universitas

(14)

KATA PENGANTAR

Partisipan yang terhormat,

Saya adalah seorang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang sedang melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan untuk menjadi sarjana Psikologi. Dalam tugas akhir ini saya melakukan penelitian mengenai

Gambaran Sensitivitas Budaya pada siswa sekolah yang homogen dan heterogen” dan partisipasi Anda sangat dibutuhkan demi terselesaikannya penelitian ini.

Pada peneilitian ini Anda diminta untuk merespon seluruh pernyataan yang ada dalam skala ini sesuai dengan keadaan diri Anda. Tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam pengisian skala ini. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri anda dengan sejujur-jujurnya. Semua respon dan informasi yang Anda berikan melalui skala ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.

Atas kesediaan Anda meluangkan waktu dan kerjasama yang Anda berikan, saya mengucapkan terimakasih.

Peneliti

(15)

IDENTITAS DIRI

Nama/Inisial : Agama :

Jenis Kelamin : L/P* Suku :

Asal sekolah :

Usia : Tahun

*Coret yang tidak perlu

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut disajikan sejumlah pernyataan, mohon Anda baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih salah satu pilihan yang tersedia di sebelah kanan pernyataan berdasarkan keadaan diri Anda yang sesungguhnya.

Tidak ada jawaban yang salah dan data yang diperoleh akan dijaga kerahasiannya.

Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan Anda. Alternatif jawaban yang tersedia terdiri dari 5 pilihan, yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak

Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS).

Contoh Pengisian Skala:

No. PERNYATAAN STS TS N S SS

1. Saya senang belajar X

Jika Anda ingin mengganti jawaban Anda, berikan tanda = pada jawaban yang salah dan berikan tanda silang pada jawaban yang Anda anggap sesuai.

Contoh Koreksi Jawaban:

No. PERNYATAAN STS TS N S SS

(16)

No. PERNYATAAN STS TS N S SS

1.

Saya menikmati interaksi saya

dengan teman yang berbeda budaya

2.

Saya cukup yakin dengan diri saya

sendiri ketika berinteraksi dengan

orang-orang dari budaya yang

berbeda.

3.

Ketika saya berinteraksi dengan

orang-orang yang berbeda budaya,

saya tahu apa yang harus dikatakan.

4.

Saya bisa bersosialisasi dengan baik

seperti

kemauan

saya

ketika

berinteraksi dengan orang-orang

dari budaya yang berbeda

5.

Saya tidak suka berada bersama

dengan orang-orang dari budaya

yang berbeda.

6.

Saya menghormati nilai-nilai/tradisi

orang-orang dari budaya yang

berbeda.

7.

Saya mudah marah saat berinteraksi

dengan orang-orang dari budaya

yang berbeda.

8.

Saya merasa percaya diri saat

(17)

No. PERNYATAAN STS TS N S SS

09

Saya cenderung lama membentuk kesan

pada teman yang berbeda budaya.

10.

Ketika bersama-sama dengan

orang-orang yang berbeda budaya dengan

saya,saya sering merasa berkecil hati

(minder).

11.

Saya adalah seseorang yang berpikiran

terbuka

terhadap

orang-orang

dari

budaya yang berbeda.

12.

Saya sering merasa tak berguna/berarti

ketika berinteraksi dengan orang-orang

dari budaya yang berbeda

13.

Saya menghormati cara berprilaku

orang-orang dari budaya yang berbeda.

14.

Saya berusaha mendapatan informasi

sebanyak mungkin ketika berinteraksi

dengan orang-orang dari budaya yang

berbeda.

15.

Saya tidak akan menerima pendapat

orang lain dari budaya yang berbeda.

16

Saya akan cenderung menghindari kerja

sama/urusan dengan orang-orang yang

berbeda budaya dengan saya.

(18)

7. Data Mentah

Sekolah Homogen (Sekolah Santo Thomas 3 dan Sekolah Shafiyyatul)

(19)

SMA

12 Aitem 1 Aitem 2 Aitem 3 Aitem 4 Aitem 5 Aitem 6 Aitem 7 Aitem 8 Aitem 9 Aitem 10 Aitem 11 Aitem 12 Aitem 13 Aitem 14 Aitem 15 Aitem 16 Aitem 17 Skor X

(20)
(21)
(22)
(23)

Sultan Iskandar muda Aitem 1 Aitem 2 Aitem 3 Aitem 4 Aitem 5 Aitem 6 Aitem 7 Aitem 8 Aitem 9 Aitem 10 Aitem 11 Aitem 12 Aitem 13 Aitem 14 Aitem 15 Aitem 16 Aitem 17 Skor X

(24)
(25)
(26)
(27)

Santomas 3 Aitem 1 Aitem 2 Aitem 3 Aitem 4 Aitem 5 Aitem 6 Aitem 7 Aitem 8 Aitem 9 Aitem 10 Aitem 11 Aitem 12 Aitem 13 Aitem 14 Aitem 15 Aitem 16 Aitem 17 Skor X

(28)
(29)
(30)
(31)

Safiatul Aitem 1 Aitem 2 Aitem 3 Aitem 4 Aitem 5 Aitem 6 Aitem 7 Aitem 8 Aitem 9 Aitem 10 Aitem 11 Aitem 12 Aitem 13 Aitem 14 Aitem 15 Aitem 16 Aitem 17 Skor X

(32)
(33)
(34)
(35)

Uji normalitas,Homogenitas dan T-test Dimensi Intercultural senstivty

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Komponen1Homogen 200 12 23 17.93 2.130

Komponeni2Homogen 200 4 20 15.17 2.432

Komponen3Homogen 200 7 19 13.00 2.008

Komponen4homogen 200 6 15 11.30 1.801

Komponen5Homogen 200 1 5 3.61 .896

Komponen1Heterogen 200 15 25 20.55 2.061

Komponen2Heterogen 200 14 20 18.11 1.410

Komponen3Heterogen 200 8 20 15.55 2.088

Komponen4Heterogen 200 8 15 13.08 1.421

Komponen5Heterogen 200 2 5 4.08 .593

(36)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Komponen 1

ISS

Komponen 2

ISS

Komponen 3

ISS

Komponen 4

ISS

Komponen 5

ISS

N 400 400 400 400 400

Normal Parametersa,,b Mean 19.24 16.64 14.27 12.19 3.84

Std. Deviation 2.470 2.470 2.410 1.851 .794

Most Extreme

Differences

Absolute .106 .142 .120 .157 .290

Positive .106 .087 .120 .091 .235

Negative -.083 -.142 -.099 -.157 -.290

Kolmogorov-Smirnov Z 2.124 2.848 2.400 3.133 5.796

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

a. Test distribution is Normal.

(37)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of

the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Dimensi1ISS Equal variances

assumed

.261 .610 -12.500 398 .000 -2.620 .210 -3.032 -2.208

Equal variances not

assumed

-12.500 397.570 .000 -2.620 .210 -3.032 -2.208

Dimensi2ISS Equal variances

assumed

30.234 .000 -14.766 398 .000 -2.935 .199 -3.326 -2.544

Equal variances not

assumed

-14.766 319.199 .000 -2.935 .199 -3.326 -2.544

Dimensi3ISS Equal variances

assumed

2.003 .158 -12.426 398 .000 -2.545 .205 -2.948 -2.142

Equal variances not

assumed

-12.426 397.387 .000 -2.545 .205 -2.948 -2.142

Dimensi4ISS Equal variances

assumed

10.076 .002 -11.035 398 .000 -1.790 .162 -2.109 -1.471

Equal variances not

assumed

(38)

Dimensi5ISS Equal variances

assumed

65.582 .000 -6.187 398 .000 -.470 .076 -.619 -.321

Equal variances not

assumed

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Andy Field, 2009. Discovering Statistics using SPSS Third Edition. London : Sage Publications

Azwar, S. 2004. Reliabititas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Badan Pusat Statistika Indonesia 2009. Akses Internet http://www.bps.go.id

Banks, James A. 1993. An Introduction to Multicultural Education. Boston: Allyn and Bacon.

Cherry A McGee Banks (editor). 2001. Handbook of Research on

MulticulturalEducation 2nd Edition. San Fransisco: Jossey Bass.

Bennett, M. J. (1986). Towards ethnorelativism: A developmental model of intercultural sensitivity. In R.M. Paige (Ed.), Cross-cultural orientation:

New conceptualizations andapplications (pp. 27-69). New York:

University Press of America.

Bennett, M.J. (1986). A developmental approach to training for intercultural sensitivity.International Journal of Intercultural Relations, 10, 179-196.

Bhawuk, D. P. S., & Brislin, R. (1992). The measurement of intercultural

sensitivity using the concepts of individualism and collectivism.

International Journal of Intercultural Relations, 16, 413-436.

Bronfenbrener, U., Harding, J, & Gallwey, M. (1958). The measurement of skill

in socialperception. In McClelland, D.C. (Ed.). Talent and society. NY:

Van Nostrand.

Chen, G.M (1997). Review of the Concept of Intercultural Sensitivity.Department of Communication StudiesUniversity of Rhode IslandKingston, RI 02881. ED 408 634

Chen, G.M. & Starosta, W. (1996) Intercultural Communication Competence: A

synthesis.Communication Yearbook, 19, 353-383.

(40)

Chen, G.M. & Starosta, W. (2000) The development and validation of the

Intercultural Sensitivity Scale.Human Communication, 3(1), 2-14.

Chen, G.M. & Starosta, W. (2010) The Impact of Intercultural Sensitivity on

Ethnocentrism and Intercultural Communication Apprehension,

Intercultural Communication Studies XIX: 1 2010: University of Rhode Island.

Effendi Anwar. 2008. “Sekolah Sebagai tempat Persemaian Nilai Multikultularisme” Jurnal Online diakses 16 oktober 2015

Elly M. Setiadi & Usman Kolip 2010. “Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan gejala Permasalahn Sosial” Jakarta: Kencana 2011

Grendi Hendrastomo. 2012. (Jurnal) “Homogenisasi pendidikan : potret Eksklusiftas Pendidikan Modern”

Gudykunst, W. B., & Hammer, M. R. (1983). Basic training design: Approaches

to interculturaltraining. In D. Landis and R. W. Brislin (Eds.), Handbook of intercultural training, Vol. 1 (pp.118-154). New York: Pergamon.

Hadi, S. (2000).Metodologi Research.(Jilid I – IV). Yogyakarta: Andi Offset.

Hart, R. P., & Burks, D. M. (1972). Rhetorical sensitivity and social interaction.

SpeechMonographs, 39, 75 - 91.

Lawrence, E. Harrison and Samuel P. Huntington. 2000. Culture Matters, How

Values Shape Human Progress. New York: Basic Books.

Mulkhan, Abdul Munir. (2004). Multikulturalisme-Opini: Pendidikan Monokultural Versus Multikultural dalam Politik. 1-2. Akses internet

Harian umum kompas 28 September 2004

Ridwan, Nur Khalik, 2002, Pluralisme Borjuis, Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur, Yogyakarta : Galang Press

Saefulloh,Aris. 2009. Membaca Paradigma Pendidikan dalam Bingkai

(41)

Sinurat Widia, Yuni Bella (Jurnal)“Studi Deskriptif SekolahMulticultural Di SMA Sultan Iskandar Muda”

Spitzberg, B. H., & Cupach, W. R. (1984). Interpersonal communication

competence. CA: SagePublications.

Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa

Depan dan Transformasi Pendidikan Nasional. PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia: Jakarta.

Uwes A.Chaeruman & Ruslan Pasari 2011. (Jurnal)“Penerapan Pendidikaan Multikultur Di Sekolah”

Vilà Baños, Ruth (2005). Intercultural Sensitivity of Teenagers: A Study

ofEducational Necessities in Catalonia. Tesis leída en la Universidad de

BarcelonaIntercultural Communication Studies XV: 2 2006

Zoon Roh, Seek (2014). A Study on the Factors Affecting the Intercultural

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif komparatif,

dimana bertujuan untuk melihat perbedaan serta perbandingan antar varibel

(Azwar, 2004). Dalam penelitian ini tujuannya untuk memberikan melihat

perbedaan Intercultural Sensitivity yang ada dari siswa-siswi sekolah yang

berbasis homogen (monokultural) dengan yang berbasis heterogen (multikultural)

di kota Medan.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah

Variabel Tergantung : Intercultural Sensitivity

Variabel Bebas : Tipe Sekolah :

1. Sekolah Homogen (Monokultural) (Suku dan Agama Sejenis)

2. Sekolah Heterogen (Multikultural)

C.Definisi Operasional

C.1 Variabel Tergantung (Intercultural Sensitivity)

Intercultural Sensitivity adalah suatu kemampuan seseorang dalam

mengembangkan emosi positif terhadap pemahaman dan penghargaan pada

perbedaan budaya yang ada sehingga memunculkan prilaku yang tepat dan efektif

(43)

dan menikmati perbedaan-perbedaan yang ada. Dimana terdapat

komponen-komponen dasar didalam Intercultural Sensitivity yaitu:

a) Interaction Engagement. (Keterikatan dalam berinteraksi)

b) Respect for Cultural Differences (Penerimaan perbedaan budaya)

c) Interaction Confidence (Kepercayaan dalam berinteraksi)

d) Interaction Enjoyment (Kenikmatan dalam berinteraksi)

e) Interaction Attentiveness (Kepekaan/perhatian dalam berinteraksi)

Setiap kompenan ini saling berkaitan dengan kemampuan seseorang

dalam mengembangkan emosi positif untuk memunculkan prilaku yang tepat dan

efektif dalam interkasi antar budaya yang beragam. Sehingga semakin tinggi skor

subjek pada setiap komponen yang ada pada skala Intercultural Sensitivity maka

semakin kuat Intercultural Sensitivity yang dimiliki para siswa sekolah yang

berbasis homogen (monokultural) dan sekolah heterogen (monokultural) di kota

Medan begitu juga sebaliknya.

C.2 Varibel Bebas 1. Sekolah Homogen

Sekolah homogen merupakan sekolah yang memiliki kesamaan

karakteristik peserta didik baik secara ekonomi, golongan, agama, maupun

etnisitas dan system pendidikan pun cenderung melibatkan satu budaya yang

(44)

2. Sekolah Heterogen

Sekolah heterogen merupakan sekolah yang memiliki karakteristik peserta

didik yang berbeda-beda baik secara ekonomi, golongan, agama, maupun

etnisitas dengan sisitem pendidikan yang melibatkan budaya yang beragam.

D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi & Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah para siswa sekolah yang berbasis

homogen (monokultural) yaitu sekolah SMA Santothomas 3 & SMA Syafiyaatul

Hasanah serta sekolah yang berbasis heterogen (multikultural) yaitu SMA Negeri

12 & SMA Sultan Iskandar Muda di kota medan.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini, sampel diperoleh melalui teknik probability sampling

yaitu convenience/accidental sampling. Menurut Myers dan Hansen (2006),

sampel didapatkan dengan menggunakan kelompok yang tersedia. Peneliti

menggunakan teknik ini karena subjek penelitian pada sekolah homogen dan

heterogen sesuai dengan ketersedian siswa yang ada pada sekolah tersebut sesuai

izin dari pihak sekolah. Namun khusus untuk sekolah homogen para siswa yang

dijadikan sample dikelompokkan sesuai dengan suku dan agama.

3. Jumlah Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah400 orang

yaitu 200 orang siswa dari sekolah berbasis Homogen (Sekolah Santo Thomas 3

(45)

(Sekolah SMA Negeri 12 Medan dan SMA Swasta Sultan Iskandar Muda) yang

diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat populasi.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan satu buah skala psikologi yaitu skala ISS

(Intercultural Sensitivity Scale). Yang akan diadaptasi dari skala penelitian yang

dibuat oleh Chen and Starosta (2000). Skala ini menggunakan skala model

Likert. Skala terdiri dari pernyataan dengan lima pilihan jawaban yaitu Sangat

Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju

(STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) dan

unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-5, bobot

penilaian untuk pernyataan favorable yaitu SS = 5, S = 4, N= 3, TS = 2, STS = 1.

Sedangkan bobot pernyataan unfavorabel yaitu SS = 1, S = 2, N = 3, TS= 4 dan

STS = 5.Blue print dari skala Skala Intercultural Sensitivity dapat dilihat pada

[image:45.595.75.548.558.731.2]

Tabel 1

Tabel 1. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot

Interaction Engangement 1,13,21, 23, 24 11, 22 7 29, 16%

Respect for Cultural Differences 8, 16 7, 18, 20, 2 6 25%

Interaction Confidence 3, 5, 6, 10 4 5 20,83%

Interaction Enjoyment 9, 12, 15 3 12,5%

Interaction Attentivenes 14, 17, 19 3 12,5%

(46)

F. Validitas alat ukur, Daya Beda Item dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas alat ukur

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content

validity). Validitas isi menunjukkan sejauhmana item-item dalam tes mencakup

keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Pengertian ini mencakup

keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes itu harus komprehensif akan tetapi

isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran.

Face validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena

hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes.

Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu

mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa face validity

telah terpenuhi. Content validity berkaitan dengan aitem-aitem alat ukur yang

sesuai dengan apa yang akan di ukur (Azwar, 2000).Azwar (2004) menyebutkan

bahwa validitas konten adalah validitas yang diestimasi dengan menguji isi tes

melalui metode professional judgement. Proffesional judgement dalam penelitian

ini melibatkan dua dosen departemen psikologi sosial dan seorang dosen di

bidang metode penelitian di Fakultas Psikologi USU.

2. Daya beda aitem

Uji daya beda item pernyataan ini akan dilakukan pada alat ukur dalam

penelitian ini, yaitu Intercultural Sensitivity Scale. Besarnya koefisien korelasi

item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif.

Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin

mendekati angka 1,00 (Azwar, 2000). Daya beda aitem dianggap memuaskan jika

(47)

Crocker & Algina; dalam Azwar, 2010).Penghitungan daya beda aitem dilakukan

dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows. Koefisien korelasi

aitem total yang digunakan pada penelitian ini adalah rix ≥ 0,30.

3. Reliabilitas alat ukur

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan

pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama,

selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah Azwar

(2004).

Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang

merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi

ukurnya bersama-sama (Azwar, 2009). Koefisien reliabilitas yang semakin

mendekati angka satu menandakan semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya,

koefisien yang semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas

yang dimiliki (Azwar, 2009). Teknik estimasi reliabilitas yang digunakan adalah

teknik koefisien Alpha Cronbach dengan menggunakan programSPSS Versi

17.00 for Windows.

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur bertujuan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur

dapat mengungkap dengan tepat apa yang diukur dan seberapa jauh alat ukur

menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar,2007). Ujicoba alat ukur penelitian ini

(48)

heterogen yang dianggap memiliki kesamaan karakteristik dengan populasi yang

diteliti.

1. Uji Validitas

Uji validitas yang dilakukan peneliti pada skalaIntercultural Sensitivity

Scaleadalah uji validitas konten. Dimana validitas ini diuji dengan cara

diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Kemudian peneliti meminta pendapat

mengenai aitem-aitem yang telah diterjemahkan tersebut kepada beberapa orang

yang berkompeten dalam bahasa Inggris. Setelah mendapatkan aitem-aitem

terjemahan, peneliti kemudian menerjemahkannya kembali ke dalam bahasa asli

skalalalu memeriksa kembali bahasa terjemahan tersebut. Selanjutnya peneliti

melakukan pengujian validitas isi dengan melakukan analisis rasional atau

profesional judgement, dalam hal ini peneliti dibantu oleh dosen pembimbing

peneliti, dua orang dosen departemen psikologi sosial dan salah seorang dosen

yang ahli dalam bidang metode penelitian di Fakultas Psikologi USU.

2. Uji Daya Beda Item

Aitem yang diujicobakan dalam skala Intercultural Sensitivity sebanyak

24 aitem. Berdasarkan hasil analisis uji daya beda item aitem maka diperoleh 17

aitem yang memiliki nilai diskriminasi aitem di atas 0.3 dan 7 aitem yang gugur.

Aitem-aitem inilah yang nantinya akan digunakan didalam penelitian. Hasil uji

coba terhadap Intercultural Sensitivity Scale menunjukkan koefisien α = 0.796

(49)
[image:49.595.83.554.151.327.2]

Tabel 2. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity setelah uji coba

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot

Interaction Engangement 1, 13, 24 11, 22 5 29,41%

Respect for Cultural Differences 8, 16 7, 18 4 23,52%

Interaction Confidence 3, 5, 6, 10 4 23,52%

Interaction Enjoyment 9, 12, 15 3 17,64%

Interaction Attentivenes 17 1 5,88%

17 100%

3. Uji Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas terhadap alat ukur setelah dihitung dengan metode

Cronbach’s Alpha, menunjukkan koefisien reliabilitas yang memuaskan. Nilai

hasil uji reliabilitas Intercultural Sensitivity Scale sebesar α = 0,796

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini beberapa hal yang perlu diperhatikan

peneliti, antara lain :

a. Rancangan Alat Ukur Penelitian

Alat ukur dalam penelitian ini terdiri satu skala yaitu skala ISS

(Intercultural Sensitivity Scale) yang dibuat oleh Chen dan Starosta (2000)

yang akan diterjemahkan ke bahasa Indonesia, dan kemudian akan ditelaah

dengan analisis rasional dari professional judgement. Skala terdiri dari aitem

aitem berupa pernyataan yang mengarah pada informasi mengenai data yang

(50)

Skala menggunakan model Likert dengan pilihan jawaban Sangat Setuju (SS),

Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

b. Melakukan survey

Untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria sampel yang

hendak diteliti, maka peneliti melakukan survey awal ke sekolah untuk

meminta izin melakukan penelitian dan melihat bagaimana kemudian skala ini

bisa disebar.

c. Uji coba alat ukur

Sebelum menjadi alat ukur yang sebenarnya, skala diujicobakan kepada

50 orang siswa SMA sekolah homogen dan 50 orang siswa sekolah heterogen

d. Revisi Alat Ukur

Menguji validitas dan reliabilitasnya aitem – aitem dari skala, untuk

mengetahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi validitas dan reliabilitas,

peneliti. Skala inilah yang digunakan peneliti dalam mengambil data untuk

penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah diujicobakan, selanjutnya peneliti mengambil data dari

masing-masing 200 orang siswa dari dua sekolah berbasis homogen (monocultural) dan

200 orang siswa dari duasekolah berbasis heterogen (multicultural)dengan

memberikan skala ISS (Intercultural Sensitivity). Penelitian ini dilakukan pada

hari berbeda pada setiap sekolah sesuai dengan hari tanggal dan waktu yang

(51)

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

a) Peneliti menentukan sekolah yang ingin dijadikan tempat penelitian.

Kemudian mendatangi sekolah tersebut untuk meminta izin melakukan

pengambilan penelitian.

b) Peneliti mengurus surat izin pengambilan data dari Fakultas Psikologi yang

akan ditujukan kepada pihak sekolah tempat pengambilan data penelitian.

c) Setelah surat permohonan izin selesai, peneliti memberikan surat

permohonan izin pengambilan data kepada pihak sekolah,

kemudianmendiskusikan segala keperluan yang berhubungan dengan

penelitian ini dan penentuan hari pelaksanaan pengambilan data dengan

pihak sekolah.

d) Setelah ditentukan hari pelaksanaanya, peneliti datang ke sekolah tersebut dan memberikan Intercultural Sensitivity Scalekepada guru yang telah

ditugaskan Bapak kepala sekolah untuk dibagikan kepada para siswa. Hal ini

dilakukan atas kesepakatan dengan kepala sekolah agar tidak mengganggu

jam pelajaran. Kemudian setelah selesai, skala penelitian dikumpulkan dan

memberikan reward kepada para siswa yang menjadi subjek peneliitian.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh hasil skor orientasi nilai pada masing-masing subjek,

maka untuk pengolahan data selanjutnya, diolah dengan menggunakan aplikasi

(52)

H. Metode Analisa Data

Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran perbedaandari

Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah yang berbasis homogen

(monocultural) dengan sekolah yang berbasis heterogen (multicultural) di

kotaMedan. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik

t-test untuk melihat perbedaan Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah

homogen (monocultural) dan sekolah heterogen (multicultural). Seluruh proses

pengolahan data penelitian akan dilakukan dengan menggunakan bantuan

program computer SPSS for windows 17.0 version:

Sebelum dilakukan uji t-test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi

penelitian yang meliputi:

1. Uji Normalitas:

Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data

(Santoso & Ashari, 2005). Penggunaan uji normalitas karena pada analisis

statistik parametrik, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data

tersebut terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan

denganmenggunakan Kolmogorov Smirnov Testdengan bantuan SPSS version

17.0. for Windows

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan

sampel penelitian homogen. Uji homogenitas yang digunakan adalah Uji

Homogenitas Anova dengan Levene Test karena biasanya pengujian ini dilakukan

(53)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menguraikan keseluruhan hasil analisa data

penelitian, diawali dengan gambaran umum subjek penelitian, gambaran

Intercultural Sensitivitypada siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah

heterogenkemudian pembahasan mengenai hasil penelitian berdasarkan teori.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

1. Gambaran Umum Subjek PenelitianSecara Umum

Dalam penelitian pada sekolah homogen terdiri dari 200 orang subjek dari

sekolah homogen dan 200 orang dari sekolah heterogen. Sebelum melakukan

analisis data, peneliti akan menguraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan

jenis kelamin,agama,suku dan usia:

a) Berdasarkan jenis kelamin subjek maka diperoleh data subjek sebagai

berikut:

Tabel 3. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa pada sekolah homogen

jumlah subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 73 orang

(36,5%), dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 127 orang (63,55%).

Sedangkan pada sekolah heterogen jumlah subjek penelitian yang berjenis

Sekolah Homogen Sekolah Heterogen

Jenis Kelamin Frekuensi (N) Persentase Frekuensi (N) Persentase

Laki-laki 73 36,5 % 70 35%

Perempuan 127 63,5 % 130 65%

(54)

kelamin laki-laki sebanyak 70 orang (35%), dan yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 130 orang (65%).

[image:54.595.89.548.259.376.2]

b) Berdasarkan Agama subjek maka diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Agama pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen

Sekolah Homogen Sekolah Heterogen

Agama Frekuensi (N) Persentase Agama Frekuensi (N) Persentase

Islam 100 50% Islam 75 37,5%

Kristen 100 50% Kristen 65 32,5%

Total 200 100% Katholik 22 11%

Buddha 23 11,5%

Hindu 15 7,5%

Total 200 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada sekolah homogen

jumlah subjek penelitian yang berAgama Islam sebanyak 100 orang (50%), dan

yang ber-Agama Kristen sebanyak 100 orang (50%). Sedangkan berdasarkan

tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada Sekolah heterogen jumlah subjek

penelitian yang ber-agama Islam sebanyak 72 orang (36%), yang ber-agama

Kristen sebanyak 68 orang (34%), yang ber-agama Katholik 22 orang (11%),

Yang ber-agama Buddha 23 orang (11,5%) dan yang ber-agama Hindu 15 orang

(55)
[image:55.595.82.550.191.352.2]

c) Berdasarkan Suku Subjek maka diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Suku pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen

Sekolah Homogen Sekolah Heterogen

Suku Frekuensi (N) Persentase Suku Frekuensi (N) Persentase

Jawa 100 50% Jawa 49 24,5%

Batak 100 50% Batak 59 29,5%

Total 200 100% Chiness 31 15,5%

Karo 19 8,5%

Benggali 16 8%

Padang 13 6,5%

Nias 12 6%

Aceh 11 5,5%

Total 200 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada sekolah homogen

jumlah subjek penelitian yang bersuku Jawa sebanyak 100 orang (50%) dan yang

ber-Suku Batak sebanyak 100 orang (50%). Sedangkan berdasarkan tabel di atas,

dapat diketahui bahwa pada Sekolah heterogen jumlah subjek penelitian yang

ber-suku Jawa sebanyak 49 orang (24,5%), yang ber-suku Batak sebanyak 59

orang (29,5%), yang ber-suku Karo 19 orang (8,5%), yang ber-suku Benggali 16

orang (8%), yang ber-suku Padang 13 orang (6,5%), yang bersuku Nias 12 orang

(56)
[image:56.595.61.548.191.280.2]

d) Berdasarkan Usia Subjek maka diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen

Sekolah Homogen Sekolah Heterogen

Usia Frekuensi (N) Persentase Usia Frekuensi (N) Persentase

15 85 42,5% 15 19 8,5%

16 115 57,5% 16 131 65,5%

Total 200 100% 17 50 25%

Total 200 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada sekolah homogen

jumlah subjek penelitian yang ber-usia 15 tahun sebanyak 85orang (42,5%), dan

yang ber-usia 16 tahun sebanyak 115 orang (57,5%). Sedangkan berdasarkan

tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada Sekolah heterogen jumlah subjek

penelitian yang ber-usia 15 tahun sebanyak 19 orang (8,5%), yang ber-usia 16

tahun sebanyak 131 orang (65,5%), dan yang ber-usia 17 tahun sebanyak 50

(57)

B. Hasil Utama Penelitian 1. Uji Asumsi

1.1. Asumsi Normalitas

Uji asumsi normalitas dengan menggunakan Kolmogorov – Smirnov Test

terhadap variabel penelitian Intercultural Sensitivity pada siswa sekolah homogen

(Monocultural) dan sekolah heterogen (Multicultural) menunjukkan bahwa semua

variabel memiliki data yang terdistribusi normal (syarat normal jika probabilitas

/nilai p > 0.05). Dari Uji normalitas terhadap skala pengukuran Intercultural

[image:57.595.77.548.420.663.2]

Sensitivity ditemukan nilai p 0,059.

Tabel 7. Data Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Skor Heterogen Skor Homogen Skor ISS

N 200 200 400

Normal Parametersa,,b Mean 71.38 59.98 65.69

Std. Deviation 4.673 6.389 7.982

Most Extreme Differences Absolute .117 .126 .066

Positive .117 .078 .038

Negative -.061 -.126 -.066

Kolmogorov-Smirnov Z 1.660 1.785 1.328

Asymp. Sig. (2-tailed) .008 .003 .059

(58)

1.2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah subjek yang

[image:58.595.44.555.228.338.2]

digunakan dalam penelitian ini homogen atau tidak.

Tabel 8. Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Intercultural Sensitivity

Based on Mean 10.728 1 398 .001

Based on Median 8.446 1 398 .004

Based on Median and with adjusted df 8.446 1 352.597 .004

Based on trimmed mean 10.920 1 398 .001

Data penelitian dikatakan homogen apabila signifikansi menunjukkan nilai

yang lebih besar dari 0.05 (ρ > 0.05). Berdasarkan data yang diperoleh di tabel

12, didapatkan nilai signifikansi Intercultural Sensitiviy sebesar 0.001 sehingga

dapat dikatakan bahwa sampel tidak bersifat homogen terhadap populasi.

Dengan demikian sampel dari penelitian ini tidak bersifat homogen tetapi

uji-t tetap dapat dipakai karena data sampel penelitian terdistribusi secara normal

namun dengan catatan, jika data homogen baca lajur Equal Variances Assumed,

jika data tidak homogen baca lajur Equal Variances not Assumed. (Azwar 2004)

2. Uji Hipotesa Penelitian pada Sekolah homogen dan Sekolah heterogen

Untuk menjawab sejumlah hipotesa yang diajukan maka digunakan

independent samples test untuk menguji perbedaan Intercultural Sensitivity siswa

sekolah homogen (monokultural) dan sekolah heterogen (multikultural). Untuk

melakukan pengujian statistik maka terlebih dahulu dilakukan perumusan hipotesa

(59)

1. Ho (hipotesa nihil): μHomogen= μHeterogen, artinya tidak ada perbedaan

Intercultural Sensitivitypada siswa sekolah homogen (monocultural) dan sekolah

heterogen (multicultural)

2. Ha (hipotesa alternatif): μHomogen≠ μHeterogen, artinya ada perbedaan

Intercultural Sensitivitypada siswa sekolah homogen (monocultural) dan sekolah

[image:59.595.69.563.309.397.2]

heterogen (multicultural)

Tabel 9.Deskrpsi skor Intercultural Sensitivity

Group Statistics

Jenis Sekolah N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Intercultural Sensitivity

Sekolah homogeny 200 59.9900 6.37992 .45113

Sekolah heterogen 200 71.3800 4.67277 .33041

Jika dilihat melalui nilai mean terdapat perbedaan antara mean

siswa-siswisekolah homogen dan sekolah heterogen. Mean tertinggi diperoleh

kelompok subjek pada sekolah heterogen yakni sebesar 71.38 (SD = 4.672),

sedangkan kelompok subjek pada sekolah homogenmemiliki nilai mean sebesar

(60)
[image:60.595.41.584.152.352.2]

Tabel 10. Independent T-test

Dari hasil penghitungan uji-t di atas, didapatkan nilai ρ < 0.05, yakni sebesar

0.000 sehingga didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan Intercultural

Sensitivity antara siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah heterogen sebesar 11,39

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval

of the Difference

F Sig. T df

Sig.

(2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Intercultural

Sensitivity

Equal variances

assumed

10.728 .001 -20.369 398 .000 -11.39000 .55919 -12.48933 -10.29067

Equal variances

not assumed

(61)

3. Hasil Tambahan Penelitian

Penelitian ini juga memperoleh beberapa hasil tambahan penelitian, yaitu

gambaran skor berdasarkan komponen Intercultural Sensitivity pada sekolah

[image:61.595.89.535.248.437.2]

heterogen dengan sekolah homogen.

Tabel 11. Nilai Mean pada Komponen Intercultural Sensitivity

Dilihat dari tabel nilai mean dan satandar deviasi dari setiap komponen

Intercultural Sensitivity diatas ditemukan bahwa:

Pada setiap komponen nilai mean dan satandard deviasi subjek pada

sekolah heterogen lebih tinggi daripada sekolah homogen.

Skor mean dan satandard deviasi dari subjek pada dimensi Interaction

Engangement adalah skor yang tertinggi baik pada sekolah homogen

maupun sekolah heterogen.

Skor mean dan standard deviasi dari subjek pada dimensi Interaction

Attentiveness adalah skor yang terendah pada sekolah homogen maupun

heterogen.

Skor Komponen

Homogen Heterogen

IE (Interaction Engangement) Mean 17,93 20,55

SD 2,130 2,061

RCD (Respect for Cultural Diffrence) Mean 15,7 18,11

SD 2,432 1,410

IC (Interaction Confidence) Mean 13,00 15,55

SD 2,008 2,088

IEnj (Interaction Enjoyment) Mean 11,30 13,08

SD 1,801 1,421

IA (Interaction Attentiveness) Mean 3,61 4,08

(62)

C. PEMBAHASAN

Dari hasil Penelitian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan

Intercultural Sensitivity pada sekolah homogen dengan sekolah heterogen.

Karena dari hasil uji T-test yang dilakukan diperoleh didapatkan nilai ρ < 0.05,

yakni sebesar 0.000 sehingga didapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

Intercultural Sensitivity antara siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah

heterogen.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh Chen

dalam The Concept of Intercultural Sensitivity (1997) dimana "Intercultural

Sensitivity" merupakan kemampuan individu untuk mengembangkan emosi

positif terhadap pemahaman dan menghargai perbedaan budaya sehingga

menampilkan perilakuyang tepat dan efektif dalam komunikasi antarbudaya.

Semakin tinggi skor subjek pada tiap dimensi yang ada dalam skala Intercultural

Sensitivity maka semakin kuat Intercultural Sensitivity yang dimiliki para siswa

sekolah yang berbasis homogen (Monocultural) dan sekolah heterogen

(Monocultural) di kota Medan begitu juga sebaliknya.

Dari hasil tambahan penelitian dapat dilihat bahwa komponen Interaction

Engangement merupakan komponen yang paling menonjol baik disekolah

homogen maupun heterogen. Data ini diperoleh dari perbandingan nilai mean dan

standard deviasi. Sementara komponen yang paling rendah dari Intercultural

Sensitivity adalah Interaction Attentivenes. Artinya hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan bahwa semakin tinggi skor subjek pada tiap dimensi yang ada

dalam skala Intercultural Sensitivity maka semakin kuat Intercultural Sensitivity

(63)

begitu juga sebaliknya. Hal ini jg terlihat dari keberagaman budaya yang ada

antara sekolah homogen dan sekolah heterogen dimana sekolah homogen

memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan budaya yang berbeda lebih kecil

dari pada sekolah heterogen sehingga akan sangat mempengaruhi skor Interaction

Engangement. Sedangkan pada komponen Interaction Attentivenes merupakan

komponen yang memiliki nilai mean dan standard deviasi yang rendah dimana

komponen ini adalah komponen yang berhubungan dengan kemampuan individu

untuk peka dan memberikan perhatian ketika komunikasi antar budaya. Artinya

ketika interaksi antar budaya terbatas tentu kemampuan untuk peka dan

memberikan perhatian terhadap keragaman budaya juga akan berkurang.

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ekstrand, L.H. dalam Saha,

Lawrence J. 1997, didalam proses pendidikanlah kesadaran, toleransi,

pemahaman dan pengetahuan tentang perbedaan dan persamaan antar budaya

yang berkaitan dengan konsep, nilai, keyakinan dan sikap ini akan diajarkan,

dipelajari, diarahkan dan diwujudkan. Pendidikan berbasis homogen

(monocultural) cenderung melemahkan kesadaran akan pentingnya nilai

kebersamaan, sikap toleransi,dan perilaku yang mampu menghargai, memahami,

serta peka terhadap potensi kemajemukan, pluralitas bangsa, dalam bidang etnik,

agama, dan budaya yang ada sehingga kesempatan mereka untuk melakukan

Interaction Engangement dengan budaya berbeda lebih kecil. Sementara

pendidikan berbasis heterogen (Multicultural) diarahkan untuk mewujudkan

kesadaran,toleransi, pemahaman dan pengetahuan yang mempertimbangkan

(64)

dengan konsep, nilai, dan keyakinan serta sikap (Lawrence J. Saha, 1997:348)

sehingga kesempatan mereka untuk berinteraksi lebih besar.

Menurut Fay (1996) multikulturalisme adalah suatu ideologi yang akan

mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara

kebudayaan individu maupun secara kolektivitas. Dengan demikian

mulitikulturalisme dapat mewujudkan masyarakat yang rukun dan menjunjung

nilai-nilai kesederajatan. Dalam konteks pendidikan, multikulturalisme sangat

penting diajarkan di sekolah-sekolah. Hal ini berkenaan dengan Indonesia sebagai

bangsa yang besar yang terdiri dari keanekaragaman masyarakat dan budaya.

Kemajemukan itu harus di internalisasi dalam muatan pendidikan yang

menekankan pada aspek kesederajatan dalam pemenuhan hak - hak bagi warga

negara, sehingga benturan-benturan sosial dan politik dapat diminimalisasikan.

Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan tentang perbedaan

Intercultural Sensitivity yang terdapat antara sekolah homogen (monocultural)

dengan sekolah heterogen (multicultural) sehingga dapat dijadikan evaluasi dan

bahan pertimbangan bagi dinas terkait dan sekolah-sekolah yang ada di kota

medan sehingga dalam konteks pendidikan multikulturalisme depat ditumbuhkan

dan dikembangkan melalui proses pembelajaran dan pendidikan di lingkungan

sekolah maupun dilingkungan bermasyarakat. Intercultural Sensitivity merupakan

suatu kemampuanmengembangkan emosi positif terhadap pemahaman dan

penghargaan terhadap perbedaan budaya sehingga dapat memunculkan prilaku

yang tepat dan efektif dalam komunikasi antar budaya. Dengan Intercultural

Sensitivity ini kita dapat menjadi masyarakat yang multikuturalisme, menikmati

(65)

orang-orang dari budaya yang berbeda. Sehingga melalui proses pendidikan

menghasilkan dan mewujudkan masyarakat multikultural yang memiliki

(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran yang

berhubungan dengan hasil dari penelitian yang diperoleh dari penelitian ini. Pada

bagian pertama akan diuraikan kesimpulan dari penelitian dan di bagian akhir

akan dikemukakan saran-saran yang diharapkan berguna bagi penelitian yang

akan datang yang berhubungan dengan penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil utama penelitian hipotesa dalam penelitian ini diterima

yaitu terdapat perbedaan Intercultural Sensitivity antara siswa-siswi

sekolah homogen dan sekolah heterogen.

2. Berdasarkan hasil tambahan penelitian dapat disimpulkan bahwa

komponen yang paling tinggi dari Intercultural Sensitivity terdapat pada

komponen Interaction Engagement, karena Interaction Engangement

adalah komponen dasar yang paling mudah dilakukan dan terlihat ketika

terjadi interaksi dengan budaya yang berbeda.. Sementara komponen yang

paling rendah terdapat pada komponen Interaction Attentiveness, karena

(67)

perhatian yang sulit diberikan dan dimunculkan ketika terjadi interaksi

dengan budaya yang berbeda

3. Berdasarkan hasil tambahan penelitian dapat disimpulkan bahwa

Intercultural Sensitivitypada sekolah heterogen lebih tinggi daripada

sekolah homogen.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang telah

dikemukakan, maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dibagi ke dalam

dua bagian, yaitu saran metodologis dan saran praktis (ditujukan kepada instansi

penelitian) sebagai berikut:

1. Saran Metodologis

a. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif

komparatif sehingga, untuk peneliti yang tertarik untuk melanjutkan

penelitian yang sama diharapkan dapat memperluas data sampel

penelitian seperti budaya, suku, agama, ras, dan demografi yang lebih

bervariatif.

b. Untuk peneliti yang tertarik melanjutkan penelitian yang sama,

sebaiknya mencari faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada

pembentukan Intercultural Sensitivity.

c. Untuk peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian yang sama,

diharapkan dapat lebih mengadaptasi atau memperbaiki alat ukur agar

(68)

2. Saran Praktis

a. Kepada pihak sekolah agar lebih memperhatikan basis pendidikan

yang lebih mengedepankan pendidikan multikultural seperti

pendidikan dan pembelajaran mengenai keanekaragaman budaya dan

pluralitas bangsa yang kita miliki.

b. Kepada para siswa agar belajar memahami, menghargai dan

menerima, sehingga kita dapat mewujudkan masyarakat yang

multikultural.

c. Hasil penelitian ini kiranya dapat menjadi suatu evaluasi bagi

sekolah-sekolah untuk dapat melihat sejauh mana pendidikan mendukung

keragaman budaya melalui gambaran perbedaan Intercultural

Sensitivity siswa pada sekolah yang berbasis pendidikan homogen dan

(69)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Intercultural Sensitivity

1. Pengertian Intercultural Sensitivity

Kajian terhadap konsep yang menyerupai intercultural sensitivity tidak

hanya dapat dilakukan dengan perspektif ilmu psikologi, melainkan juga dari

perspektif disiplin ilmu lainnya seperti antropologi, komunikasi, hubungan

internasional dan sosiologi. Oleh sebab itulah dalam penelitian-penelitian ilmiah,

lazim ditemukan beragam pengertian dan cara pengkategorian berbeda yang

disematkan pada intercultural sensitivity.

Secara umum konsep intercultural sensitivity dikategorisasikan oleh

bebrapa tokoh. Tipe pertama adalah tokoh yang mengkategorikan intercultural

sensitivity sebagai salah satu dimensi yang menyusun suatu konsep yang lebih

besar. Tokoh yang pandangannya termasuk ke dalam kategori ini antara lain Chen

dan Starosta (Kashima, 2006) yang menyatakan bahwa intercultural sensitivity

merupakan dimensi afektif dari variabel intercultural communication

competence. Juga Cui dan Van den Berg (Panggabean, 2004) yang menyatakan

bahwa cultural empathy adalah salah satu dimensi yang menyusun variabel

intercultural effectiveness. Tipe kedua adalah tokoh yang menganggap bahwa intercultural sensitivity merupakan suatu variabel tunggal yang sifatnya mandiri

(70)

yang pandangannya termasuk ke dalam tipe ini antara lain Bhawuk dan Brislin

(1992) serta Bennett (1998, 2004).

Studi mengenai kepekaan interpersonal dilakukan oleh Bronfenbrener,

Harding, dan Gallwey (1958) adalah salah satu studi awal yang membahas

mengenai konsep sensitivitas ini. Mereka mencetuskan bahwa kepekaan secara

umum dan kepekaan terhadap perbedaan individu adalah dua jenis kemampuan

utama dalam persepsi sosial. Kepekaan terhadap orang lain secara umum adalah

"semacam kepekaan terhadap norma sosial satu kelompok sendiri" (McClelland,

1958, hal. 241), dan sensitivitas interpersonal adalah kemampuan untuk

membedakan bagaimana orang lain berbeda dalam perilaku, persepsi atau

perasaan (Bronfenbrener , et al., 1958). Konsep kepekaan interpersonal ini secara

lebih luas hampir sama dengan konsepIntercultural Sensitivity.

Hart Dan Burks (1972) Dan Hart, Carlson, dan Eadie (1980) juga

mengatakan bahwa Intercultural Sensitivity sebagai pola pikir yang diterapkan

seseorang dalam kehidupannya sehari-hari sehingga orang-orang yang sensitif

harus mampu menerima kompleksitas pribadi, menghindari kekakuan

komunikasi, sadar dalam interaksi, menghargai ide-ide yang dipertukarkan, dan

memiliki toleransi. Dan elemen-elemen ini tampaknya tertanam dalam dimensi

kognitif, afektif, dan perilaku interaksi antarbudaya.

Milton J. Bennett pada tahun (1986) juga menambahkan dengan

mendefinisikan Intercultural Sensitivity sebagai kemampuan untuk mengubah diri

dalam berinteraksi baik secara afektif,kognitif dan perilaku dari tahap penolakan

(71)

Bennett (1984) memahami Intercultural Sensitivity sebagai proses

perkembangan di mana seseorang memiliki kemampuan mengubah diri secara

afektif, kognitif, dan perilaku dari tahap etnosentris ketahap ethnorelative. Rute

proses transformasi ini dapat terpisah menjadi enam tahap yaitu:

(1) Penolakan -di mana salah satunya menyangkal perbedaan budaya

dengan orang-orang lain

(2) Pertahanan - di mana salah satunya berupaya untuk melindungi cara

pandangnya dengan melawan ancaman yang dirasakan.

(3) Minimisasi - di mana salah satu berupaya untuk melindungi inti dari satu

pandangan secara umum dengan menyembunyikan perbedaan

dalam bayangan kesamaan budaya.

(4) Penerimaan - di mana seseorang mulai menerima adanya perbedaan perilaku

yang didasari oleh perbedaan budaya.

(5) Adaptasi - di mana seseorang menjadi empatik terhadap perbedaan budaya

dan menjadi bicultural atau multikultural, dan

(6) Integrasi - di mana seseorang mampu menerapkan ethnorelativism identitas

sendiri dan dapat memahami perbedaan sebagai aspek penting

dan menyenangkan dari semua kehidupan.

Bhawuk dan Brislin (1992)menunjukkan, Intercultural Sensitivity

merupakan reaksi individu untuk orang-orang dari budaya lain, yang dapat

menentukan kemampuan kesuksesan seseorang untuk bekerja dan berkomunikasi

(72)

sebuah alat untuk mengukur Intercultural Sensitivity dari perspektif

individualisme vs kolektivisme. Mereka mengembangkan pengukuran

Intercultural Sensitivity yang berdasarkan unsur-unsur dimensi afektif, kognitif,

dan perilaku. Unsur-unsur yang digunakan antara lain:

(1) Pemahaman tentang cara berperilaku seseorang yang berbeda,

(2) Keterbukaan pikiran mengenai adanya perbedaan dan

(3) Tingkat fleksibilitas perilaku yang ditunjukkan dalam budaya baru.

Konsep yang lebih sederhana dikembangkan Chen dalam The Concept of

Intercultural Sensitivity (1997) telah mendefinisikan "Intercultural Sensitivity"

merupakan kemampuan individu untuk mengembangkan emosi positif terhadap

pemahaman dan menghargai perbedaan budaya sehingga menampilkan perilaku

yang tepat dan efektif dalam komunikasi antarbudaya. Dalam studinya Chen

(1997) juga mengidentifikasi bahwa Interaction Engagement, Respect for Cultural

Differences, Interaction Confidence, Interaction Enjoyment, Interaction

Attentiveness merupakan komponen dasar Intercultural Sensitivity. Defenisi

(73)

2. Komponen Intercultural Sensitivity

Chen dan Starosta (2000 ) berpendapat bahwa sensitivitas antar budaya

merupakan salah satu faktor penting dalam komunikasi antar budaya yang terdiri

dari lima kemampuan yang menjadi komponen pembentuk Intercultural

Sensitivity, komponen tersebut antara lain:

a) Interaction Engagement.

Interaction Engangement merupakan keterlibatan interaksi yang

menyangkut tentang perasaan peserta dalam proses komunikasi

antarbudaya.

b) Respect for Cultural Differences

Dalam hal ini Respect for Cultural Differences mengacu pada bagaimana

peserta mengarahkan atau mentolerir perbedaan budaya yang ada pada

rekan-rekan mereka .

c) Interaction Confidence

Interaction Confidence ini mengacu pada tingkat kepercayaan dari

seseorang selama interaksi antarbudaya berlangsung.

d) Interaction Enjoyment

Dalam interaksi yang terjadi, hal ini mengacu pada kenikmatan

berinteraksi yang berhubungan dengan reaksi peserta komunikasi antar

budaya.

e) Interaction Attentiveness

Perhatian terhadap interaksi yang terjadi mencerminkan upaya peserta

(74)

Studi yang dilakukan oleh Chen dan Starosta ' s (2000) mengindikasikan

bahwa individu dengan sensitivitas antar budaya yang berkembang dengan

baikakan menjadi lebih perhatian , lebih mampu bersosialisasi dengan baik,

memiliki hubungan interpersonal yang baik sehingga dapat menyesuaikan

perilaku mereka , dapat menunjukkan harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi,

lebih empatik , dan lebih efektif dalam interaksi antarbudaya .

B. Sekolah Homogen (Monokultural)

Grendi Hendrastomo mengatakandalam “Homogenisasi pendidikan:

Potret Eksklusifitas Pendidikan Modern” (2012) bahwa sekolah

homogenmerupakan suatu sekolah yang memiliki ciri kesamaan karakteristik

peserta didik baik secara persamaan ekonomi,golongan,agama,maupun etnisitas.

Grendi Hendrastomo (2012) berkesimpulan bahwa homogenitas

pendidikan tampak nyata dalam pendidikan,ditengah banyaknya sekolah yang

menawarkan keragaman,sekolah homogen menciptakan suatu pandangan sama

yang memunculkan realitas yang tidak sesuai dengan keadaan di dalam

lingkungan nyata di tengah masyarakat yang cenderung heterogen. Pendidikan

homogen ini dianggap berbahaya karena tidak membiasakan siswa dengan

lingkungan dengan tantangan yang beragam.

Aris Saefulloh (2009) dalam “Paradigma pendidikan dalam bingkai

Multicultural” juga menambahkan Sekolah negeri atau swasta yang berbasis

Islam menjadi identik bagi sekolah kaum pribumi. Sedangkan sekolah-sekolah

yang berbasis Kristen menjadi identik dengan sekolah bagi anak-anak keturunan

(75)

eksklusivisme dan dapat melahirkan sikap anti toleran terhadap kemajemukan.

Aris Saefulloh (2009) juga menambahkan bahwa pada sekolah yang berbasis

homogen (monokultural) akan cenderung memiliki budaya yang sama didalam

lingkungan sekolah dan akan menciptakan budaya yang homogen di lingkungan

sekolah dan dalam diri para siswa dan siswi.

Homogenitas pendidikan kemudian diartikan sebagai keseragaman,

harmonisasi yang “dipaksakan”, kesamaan, kesebandingan, sesuatu hal yang

dibuat sama dan seragam dalam dunia pendidikan, termasuk didalamnya

kesamaan status sosial, kesamaan agama, hingga etnis para peserta didiknya.

Homogenitas disini secara tidak langsung sama artinya dengan diskriminasi

terhadap siswa yang berbeda dalam hal status sosial, agama atau etnis. Anwar

Effendi (2012)

C. Sekolah Heterogen (Multikultural)

Secara sederhana pendidikan multikultural dapat didefenisikan sebagai

“pendidikan tentang keberagaman budaya yang ada didalam lingkungan

masyarakat tertentu atau bahkan lingkungan umum secara keselurahan”. Dimana

hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Paulo freire (effendi, A.,

2012) bahwa pendidikan harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang

terdidik dan berpendidikan secara luas kepada setiap warga negara. Anderson dan

Custer (1994) berpendapat bahwa pendidikan multicultural dapat diartikan

sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Sekolah yang berbasis

pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman

(76)

(Hilliard 1992). Banks (1993) menyatakan bahwa pengertian pendidikan

multicultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan

multikultural ingin mengekplorasi perbedaan sebagai keniscayaan, kemudian

memberi apresiasi perbedaan itu dengan semangat egaliter dan toleran.

Multikulturalisme dipahami sebagai konsep yang berkaitan dengan aspek

sosial, politik,ekonomi, dan budaya. Aspek-aspek tersebut memberikan relasi

baru dalam mewujudkan masyarakat yang harmonis dan terintegrasi. Secara

sederhana, multikulturalisme didefinisikan sebagai suatu pemahaman dalam

peningkatan drajat manusia dan kemanusiaannya yang mencakup, keyakinan,

keberagamaan, kebersamaan dalam perbedaaan yang sederajat,kesukubangsaan,

kebersamaan perolehan pendidikan, dsb (Yuni Widia Bella dalam jurnal Studi

Deskriptif SekolahMulticultural Di SMA Sultan Iskandar Muda)

Menurut Fay (1996) multikulturalisme sebagai suatu ideologi yang akan

mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara

kebudayaan individu maupun secara kolektivitas. Dengan demikian

mulitikulturalisme dapat mewujudkan masyarakat yang rukun dan menjunjung

nilai-nilai kesederajatan. Dalam konteks pendidikan, multikulturalisme sangat

penting diajarkan di sekolah-sekolah. Hal ini berkenaan dengan Indonesia sebagai

bangsa yang besar yang terdiri dari keanekaragaman masyarakat dan budaya.

Kemajemukan itu harus di internalisasi dalam muatan pendidikan yang

menekankan pada aspek kesederajatan dalam pemenuhan hak - hak bagi warga

(77)

Menurut James A. Banks (1997) pendidikan multikultural adalah konsep,

ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan

penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di

dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi,

kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.

Pendidikan multikultural dapat dipahami sebagai proses atau strategi

pendidikan yang melibatkan lebih dari satu budaya yang ditunjukkan melalui

kebangsaan, bahasa, etnik, dan lain-lain. Pendidikan multikultural diarahkan

untuk mewujudkan kesadaran, toleransi, pemahaman dan pengetahuan yang

mempertimbangkan perbedaan cultural dan juga perbedaan dan persamaan antar

budaya dan kaitannya dengan kosep, nilai, dankeyakinan serta sikap (Lawrence J.

Saha, 1997:348).

Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna meminimalisasi

dan mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui pendidikan berbasis

multicultural, sikap dan pemikiran siswa akan lebih terbuka dalam memahami

dan menghargai keberagaman yang ada sehingga menjadi salah satu metode

efektif dalam meredam konflik yang ditimbulkan oleh keberagaman yang ada.

Semua diarahkan sebagai upaya mencerdaskan keh

Gambar

Tabel 1. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity
Tabel 2. Blue Print Skala Intercultural Sensitivity setelah uji coba
Tabel 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Agama pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen
Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Suku pada Sekolah Homogen dan Sekolah Heterogen
+7

Referensi

Dokumen terkait

berjudul “Perbedaan tingk at moral siswa antara sekolah berbasis Islam dengan sekolah umum”.. Mengetahui perbedaan tingkat moral siswa antara sekolah

Sekalipun sistem sekolah heterogen mem-promosikan kesetaraan gender, yang membuat keyakinan terhadap peran gender tradisional semakin rendah, interaksi sosial antara

Tujuan dari penelitian ini untuk menelaah perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis antara siswa kelas heterogen

Kemudian jika dilihat dari mean yang dimiliki setiap kelompok, sekolah homogen memiliki mean sebesar 5,74 dan sekolah heterogen sebesar 13,03 menandakan bahwa remaja di

Kepada siswa-siswi SMA di sekolah bermuatan pendidikan multikultural Sultan Iskandar Muda, hendaknya mempertahankan dan meningkatkan student engagement sehingga

Hal ini menunjukkan hipotesis pada penelitian ini diterima, yang berarti ada perbedaan yang signifikan dimana sekolah Sekolah Menengah Atas Homogen memiliki kecenderungan bullying

Berdasarkan fakta tersebut, terlihat bahwa siswa yang berasal dari sekolah homogen memiliki kemampuan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab lebih tinggi dibandingkan dengan

Beberapa penelitian yang membahas penjadwalan job shop kelompok mesin paralel homogen dan heterogen dengan kriteria minimasi makespan diantaranya, Puryani (2003)