• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Bagi Anak Perspektif Hukum Islam (Studi Terhadap Wacana Raperda Tes Keperawanan Sebagai Syarat Kelulusan Siswi Sekolah Di Kabupaten Jember)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Perlindungan Hukum Bagi Anak Perspektif Hukum Islam (Studi Terhadap Wacana Raperda Tes Keperawanan Sebagai Syarat Kelulusan Siswi Sekolah Di Kabupaten Jember)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum Islam (Studi Terhadap Wacana Raperda Tes Keperawanan Sebagai Syarat Kelulusan Siswi Sekolah Di Kabupaten Jember)

Maraknya pergaulan bebas para pelajar di Jember memberikan sebuah inisiatif pemerintah kabupaten Jember untuk melindungi dari kerusakan moral dan akhlak anak-anak di kabupaten Jember. Sehingga muncul sebuah wacana dari anggota DPRD yaitu Raperda Akhlakul Karimah tentang tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah dengan tujuan perlindungan terhadap anak.

Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah : 1) Bagaimana konsep tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah dalam wacana Raperda DPRD kabupaten Jember ? 2) Bagaimana perlindungan hukum bagi anak dalam wacana Raperda DPRD Jember tentang tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah ? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah ?

Tujuan skripsi ini adalah untuk 1) mengetahui konsep tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah. 2) mengetahui perlindungan hukum terhadap anak dalam wacana raperda tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah dan 3) mengetahui tinjauan hukum Islam tentang tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data yakni wawancara dan dokumentasi. Analisis datanya menggunakan analisis perbandingan tetap.

Penelitian ini mempunyai kesimpulan bahwa 1) konsep tes keperawanan ini berlaku bagi seluruh siswi sekolah SMP maupun SMA yang sudah akan lulus.

Siswi tersebut akan di tes keperawanannya satu persatu oleh dokter ahli. Jika siswi yang dites keperawanannya tadi ternyata selaput daranya robek maka konsekuensinya siswi tersebut tidak dapat lulus dari sekolahnya. 2) dalam wacana raperda tes keperawanan ada dua sisi yang berlawanan yaitu sisi yang menganggap bahwa wacana Raperda tes keperawanan tidak mengandung sebuah perlindungan hukum bagi anak karena terdapat diskriminasi terhadap anak perempuan. Sehingga Raperda tersebut bertentangan dengan apa yang terdapat dalam pasal 13 UU 23 TH 2002 yang menyebutkan bahwa anak harus bebas dari tindakan diskriminasi dan juga bertentangan dengan UU 7 th 1984 tentang Pengesahan Mengenai Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Kemudian sisi yang lain menganggap bahwa wacana Raperda tersebut mengandung sebuah perlindungan dengan mengaitkan dalam UU 23 th 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 13 ayat 1 huruf (b) tentang adanya perlindungan terhadap tindakan eksploitasi seksualitas anak. 3) tes keperawanan dalam Islam merupakan sebuah kemaslahatan yang darurat sehingga perlu dilakukan tes keperawanan agar perzinahan tidak terus berlangsung pada anak- anak pelajar. Akan tetapi kemaslahatan tersebut tidak mempunyai kemaslahatan yang bersifat universal, sehingga tidak bisa dikatakan maslahat. Jadi tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah tidak bisa dijadikan PERDA.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam bergaul. Sehingga mereka hidup berdampingan, bahkan hidup berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya.

Hubungan itu terjadi berkenaan dengan kebutuhan hidupnya yang tidak mungkin selalu dapat dipenuhi sendiri. Oleh karena itu manusia satu pasti membutuhkan manusia yang lain. Dalam kehidupan sosial tidak mengenal batas umur, baik itu masa anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua pun masih membutuhkan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.1

Dengan adanya perilaku sosial manusia ini perlu adanya suatu batasan dalam bersosial atau bergaul, agar nantinya pergaulan tetap dalam batasan yang wajar dan tidak melanggar norma sosial dan hukum. Terlebih perilaku sosial anak-anak yang masih mempunyai sifat yang polos. Sehingga perlu adanya suatu batasan yang lebih agar nantinya anak-anak tidak terjerumus dalam pergaulan yang bebas dan tidak terkontrol.

Anak adalah amanah dari Allah SWT yang wajib dilindungi dan dijaga.

Selain itu anak juga merupakan generasi penerus dalam membangun bangsa.

Sehingga anak merupakan aset penting bangsa untuk dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya, agar anak yang tumbuh dewasa mampu meneruskan cita-cita bangsa. Oleh karena itu untuk melindungi anak, pemerintah harus

1Hasan Shadily, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993), 113.

(3)

memperhatikan tumbuh kembang anak dengan cara memberikan mereka perlindungan secara penuh dari tindakan yang merugikan mereka seperti tindak kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan yang diberikan negara terhadap anak-anak meliputi berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, hankam maupun aspek hukum.2

Pembangunan Nasional yang dilakukan di Indonesia dari waktu ke waktu bertujuan untuk terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, material maupun spiritual, sehingga pembangunan yang dilakukan haruslah berorientasi pada tercapainya manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.3 Dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 jo. undang-undang nomor 35 tahun 2014 (pasal 1 ayat 2) dinyatakan bahwa “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

2Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di Indonesia (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2008), 1.

3Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998), 155.

(4)

Seorang anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta maupun pemerintahan) baik secara langsung maupun tidak langsung.4 Perlindungan anak dilihat dari segi pembinaan generasi muda. Pembinaan generasi muda merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional dan juga menjadi sarana guna tercapainya tujuan Pembangunan Nasional, yaitu masyarakat yang adil dan makmur serta aman dan sentosa berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 dengan wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam ketertiban pergaulan Internasional yang damai, adil dan merdeka.5

Saat ini hal yang mengancam masa depan anak sangat banyak salah satunya adalah pergaulan yang bebas. Pergaulan bebas disini bisa berdampak kepada seks bebas. Seks bebas adalah melakukan hubungan seperti suami isteri tanpa ikatan apa-apa, selain suka sama suka.6 Seks bebas merupakan hal yang negatif bagi anak yang bisa mengancam masa depan dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu seks bebas harus segera dicegah agar tidak memberikan dampak negatif yang lebih besar.

Hubungan seks bebas dikalangan anak muda saat ini memang tidak terkendalikan, baik di kalangan siswa-siswi SMP maupun SMA. Banyak dari siswi SMP atau SMA yang sudah tidak perawan lagi akibat hubungan seks dengan lawan jenisnya. Seks bebas dikalangan pelajar SMP dan SMA ini bisa mengancam masa depan dan tumbuh kembang anak sebagai penerus generasi

4Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Jakarta : Akademi Presindo, 1989), 35.

5Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1997), 2.

6Sarlito Wirawan Sarwono, Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja (Jakarta : CV.

Rajawali, 1981), 33.

(5)

Bangsa. Sehingga perlu adanya perlindungan terhadap anak dari hal yang bisa mengancam tumbuh kembangnya. Perlindungan anak SMP dan SMA tersebut menjadi tanggung jawab orang tua, instansi sekolah dan juga pemerintah.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Meskipun demikian, dipandang masih diperlukan suatu undang-undang yang khusus mengatur mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut dengan demikian, pembentukan undang-undang harus didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.7

Oleh sebab itu di kabupaten Jember muncul sebuah usulan yaitu mewacanakan Raperda Akhlakul Karimah yang fungsinya menekan angka pergaulan bebas para pelajar SMA di Jember agar tidak mengarah kepada perzinaan yang bisa merusak masa depan pelajar. Wacana Raperda tersebut berisi tentang diadakannya tes keperawanan terhadap anak perempuan yang masih sekolah guna dijadikan syarat kelulusan sekolah.8

Dengan adanya Perda Akhlakul Karimah yang diwacanakan oleh anggota DPRD Jember diharapkan dapat memperbaiki moral dan perilaku

7Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Pengagkatan Anak Di Indonesia, 2.

8Nani Mashitah, “DPRD Jember usulkan tes keperawanan bagi siswi yang ingin lulus Unas”, http://www.lensaindonesia.com/2015/02/06/dprd-jember-usulkan-tes-keperawanan-bagi-siswi- yang-ingin-lulus-unas (30 Juni 2015).

(6)

warga Jember khususnya para pelajar SMP maupun SMA menjadi lebih baik dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan menurut Hukum Islam. Wacana Raperda tes keperawanan tersebut yang seharusnya fungsinya dijadikan sebuah tameng hukum agar pergaulan bebas para pelajar di kabupaten Jember bisa dicegah nyatanya mendapatkan sambutan yang pro dan kontra dikalangan banyak pihak. Sehingga perlu pengkajian ulang terhadap wacana tersebut, agar bisa memperoleh kejelasan apakah wacana tersebut mengandung sebuah perlindungan hukum bagi anak perempuan atau malah sebaliknya dengan mengkaji dari kaca mata Hukum Islam dan Hukum Positif.

Wacana Tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi yang akan dijadikan Perda tersebut haruslah memberikan perlindungan hukum bagi anak yang bersifat nyata yang berlandaskan dengan ketentuan-ketuan yang berlaku di Indonesia. Tidak hanya sebuah perda yang hanya bersifat formalitas saja tanpa perlindungan hukum yang nyata bagi anak di kabupaten Jember.

Dengan munculnya wacana Raperda tes keperawanan, banyak beberapa pandangan terhadap wacana tersebut, sehingga peneliti merasa perlu menganalisis lebih dalam wacana tersebut dan mengangkat judul

“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM (STUDI TERHADAP WACANA RAPERDA TES

KEPERAWANAN SEBAGAI SYARAT KELULUSAN SISWI SEKOLAH DI KABUPATEN JEMBER)”, agar nantinya hasil penelitian dapat menyimpulkan kejelasan apakah tes keperawanan itu mengandung sebuah perlindungan hukum bagi anak atau tidak menurut perspektif Hukum

(7)

Islam. Sehingga hasil penelitian nanti dapat dijadikan bahan pertimbangan peneliti untuk menilai wacana tes keperawanan tersebut.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka peneliti memberikan fokus kajian penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah dalam wacana Raperda DPRD kabupaten Jember ?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi anak dalam wacana Raperda DPRD Jember tentang tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah ? 3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap wacana Raperda tes

keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah ? C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan pokok masalah diatas, maka tujuan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konsep tes keperawanan yang dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah dalam wacana raperda DPRD kabupaten Jember. Konsep tersebut diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan anggota DPRD Jember, yakni Habib Isa Mahdi dan Mufti Ali selaku pelopor munculnya wacana tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah.

Dengan mengetahui konsep tes keperawanan peneliti bisa mengetahui proses dan tata cara memberlakukan Perda tes keperawanan pada perempuan dan mengetahui alasan diwacanakannya tes keperawanan yang dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah di kabupaten Jember.

(8)

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi anak dalam wacana Raperda DPRD Jember tentang tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah. Perlindungan yang dimaksud disini adalah perlindungan yang bersifat nyata ada dalam wacana tersebut, bukan hanya perlindungan yang bersifat formalitas belaka.

3. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap wacana Raperda tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah. Dengan melihat aspek- aspek perlindungan hukum bagi anak dalam Islam dan juga aspek kemaslahatan dalam Islam.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang saya teliti ini diharapkan dapat membawa manfaat secara teoritis dan praktis bagi peneliti antara lain :

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah hasil yang bisa dipertimbangkan oleh semua pihak, khususnya pihak-pihak yang terkait dengan wacana tes keperawanan ini, agar nantinya bisa dijadikan bahan perluasan keilmuan.

b. Serta dapat dijadikan rujukan dalam penelitian selanjutnya sehingga dapat bermanfaat untuk generasi penerus dalam mengadakan penelitian yang sejenis, dan sebagai referensi penelitian lain yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.

(9)

2. Manfaat praktis

a. Dapat dijadikan sebagai sebuah usaha untuk menyumbang pemikiran secara ilmiah dalam kaitannya dengan wacana DPRD Jember.

b. Sebagai petunjuk bagi pembaca bahwa wacana DPRD tersebut mengandung sebuah perlindungan hukum bagi anak atau tidak.

D. Definisi Istilah

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami makna istilah sebagaimana dimaksud oleh peneliti yang terdapat dalam penelitian ini, maka sangat diperlukan adanya definisi istilah. Sebagai berikut :

1. Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo, Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.9

Sedangkan menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai- nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.10

2. Perlindungan Hukum Bagi Anak

Perlindungan hukum bagi anak merupakan upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights

9Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), 53.

10Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia (Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), 14.

(10)

and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.11 Jadi dalam penelitian ini peneliti menitik beratkan penelitian pada perlindungan hukum bagi anak yang ada dalam wacana DPRD Jember tentang tes keperawanan siswi sekolah.

3. Anak

Pengertian anak di sini mencakup batas usia anak. Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut sebagai anak. Yang dimaksud dengan batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum.12 Sedangkan anak dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bab I Ketentuan umum pasal 1 nomor 1 adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.13 Sehingga para siswi SMP dan SMA masih disebut sebagai anak karena mayoritas masih berusia dibawah 18 tahun.

4. Hukum Islam

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam.14 Sumber hukum Islam antara lain al-Quran, al-Sunnah dan akal pikiran (ra’yu) manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad

11Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana, 155.

12Maulana Hasan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak (Jakarta : Grafindo,2000), 24.

13Sekretariat Negara RI, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

14Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2011), 42.

(11)

karena pengetahuan dan pengalamannya dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah metode ijma’ dan qiyas.15

5. Wacana

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia wacana adalah : 1) Komunikasi verbal ; percakapan ; 2) Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan ; 3) Satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato atau khotbah ; 4) Kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis ; kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat ; 5) Pertukaran ide secara verbal.16

Sementara itu dalam penelitian ini, wacana yang dimaksud adalah wacana argumentasi. Wacana argumentasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha membuktikan suatu kebenaran. Lebih jauh sebuah argumentasi berusaha mempengaruhi serta mengubah sikap dan pendapat orang lain untuk menerima suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti mengenai objek yang diargumentasikan itu.17

Definisi lain menyebutkan bahwa wacana argumentasi adalah wacana yang bertujuan mempengaruhi pembaca agar dapat menerima ide, pendapat, atau pernyataan yang dikemukakan penulisnya. Untuk memperkuat ide atau pendapatnya, penulis wacana argumentasi

15Ibid., 78.

16http://kbbi.web.id/wacana.

17Gorys Keraf, Eksposisi: Komposisi Lanjutan II ( Jakarta: Grasindo, 1995), 10.

(12)

menyertakan data-data pendukung. Tujuannya, pembaca menjadi yakin atas kebenaran yang disampaikan penulis.18

6. Raperda

Raperda merupakan kepanjangan dari Rancangan Peraturan Daerah. Sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”.19

Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota”.20

7. Keperawanan

Keperawanan menurut bahasa adalah berasal dari kata perawan yang berarti gadis. Sedangkan menurut istilah, keperawanan adalah selaput tipis yang ada di dalam kemaluan wanita, yang disebut juga dengan kegadisan. Perawan adalah wanita yang belum pecah selaput darahnya dan belum pernah disentuh laki-laki.21

18Ibid., 11.

19Sekretariat Negara RI, Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

20Sekretariat Negara RI, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

21Muhammad Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, terj. Munirul Abidin, cet.1 (Jakarta : Pustaka Al- Kautsar, 2001), 277.

(13)

E. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah penulisan penelitian ini, maka penyusun dalam penelitiannya membagi menjadi lima bab. Dalam tiap-tiap bab dibagi dalam sub-bab yang disesuaikan dengan ruang lingkup pembahasannya. Didalam penulisan penelitian ini penulis telah menyusun sistematikanya dengan tujuan agar pembaca dapat diarahkan kepada satu masalah apabila ingin memahaminya. Secara umum sistematika pembahasan dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : Pada bab I dalam skripsi ini berisikan pendahulan yang memuat antara lain latar belakang masalah, fokus penelitian, tujun penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah dan sistematika pembahasan. Latar belakang dalam bab I ini merupakan pemaparan pentingnya penelitian ini dan mengapa peneliti memilih untuk meneliti tentang wacana raperda DPRD Jember.

kemudian fokus penelitian, tujuannya yaitu untuk mengetahui jawaban dari permasalahan yang akan diteliti. Kemudian tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang dituju dalam melakukan penelitian yang harus mengacu kepada masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.

Sedangkan definisi istilah merupakan definisi operasional berisi tentang pengertian istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti.

Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan skripsi yang dimulai dari bab pendahuluan hingga penutup.22

22Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember : STAIN Jember Press, 2014), 72-73.

(14)

BAB II : Pada bab II dalam skripsi ini berisikan kajian kepustakaan yang kemudian terdiri dari dua sub bab yaitu penelitian terdahulu dan kajian teori. Dalam penelitian terdahulu, peneliti mengambil karya skripsi yang telah diteliti, dengan tema yang sama dengan penelitian pada skripsi ini. Kemudian, dalam kajian teori peneliti menggunakan referensi-referensi yang sesuai dengan judul pembahasan dalam skripsi ini.

BAB III : Pada bab III dalam skripsi ini membahas tentang metode penelitian yang diterapkan dalam menyusun atau menulis skripsi ini. Yang mana dalam bab metode penelitian pada skripsi ini terdiri dari beberapa sub bab, antara lain pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, keabsahan data, dan tahap- tahap penelitian.

BAB IV : Pada bab IV ini penyusun menulis tentang penyajian data dan analisis data dalam meneliti. Penyajian data dan analisis data ini terdiri dari beberapa sub bab antara lain gambaran obyek penelitian, penyajian data dan analisis, dan pembahasan temuan.

BAB V : Bab V menyimpulkan dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan memberikan saran atau rekomendasi sebagai bahan refleksi bagi semua pihak terkait temuan-temuan di lapangan mengenai wacana raperda DPRD Jember tentang tes keperawanan yang akan dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah.

(15)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini peneliti memaparkan tiga penelitian terdahulu yang relevan dengan memberikan sebuah perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang peneliti teliti. Penelitian terdahulu ini menjadi sebuah rujukan peneliti yang berkaitan dengan isi pokok bahasan penelitian.

Pertama, penelitian yang dilakukan Muhammad Lutfi mahasiswa STAIN Jember program studi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah pada tahun 2013 dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENIKAH DIBAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 DAN HUKUM ISLAM”. Skripsi ini mempunyai tujuan yaitu 1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum anak yang menikah

dibawah umur menurut undang-undang.

2. Untuk mengetahui bagaimana menurut hukum Islam terkait pernikahan di bawah umur.

Dari penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yaitu :

1. Dalam undang-undang perlindungan anak mendefinisikan batas umur bisa disebut anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, apabila ada anak yang melakukan pernikahan dibawah umur 18 tahun maka tidak diperkenankan untuk melakukan pernikahan sebagaimana yang tertera dalam undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974. Undang-undang

(16)

tersebut menetapkan batas umur minimal perkawinan 19 tahun bagi laki- laki dan 16 tahun bagi perempuan (pasal 7 ayat (1), undang-undang nomor 23 tahun 2002 ini juga memberikan larangan kepada orang tua untuk tidak menikahkan anaknya pada usia dini yakni pada pasal 26 ayat 1 undang- undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

2. Dalam Islam tidak dibatasi secara eksplisit terkait batasan umur dalam sebuah perkawinan, kebanyakan para ulama’ bagi yang mampu untuk menyegerakan dalam menikah apabila ditakutkan untuk terjerumus dalam perzinahan. Akan tetapi bagi yang akan menikah harus matang dalam tindakan hukum dan sudah mampu memberikan nafkah baik secara jasmani maupun rohani.

Persamaan penelitian Muhammad Lutfi dengan penelitian yang peneliti lakukan ini adalah sama-sama membahas tentang perlindungan hukum terhadap anak menurut hukum positif dan hukum Islam. Sedangkan perbedaannya adalah ruang lingkup pembahasannya. Penelitian Muhammad Lutfi ruang lingkup pembahasnnya adalah anak yang menikah di bawah umur sedangkan penelitian yang peneliti lakukan ruang lingkupnya adalah wacana Raperda DPRD Jember tentang tes keperawanan yang akan dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Indarini Mufidah mahasiswi STAIN Jember program studi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah pada tahun 2010 dengan judul “PENGASUHAN ANAK MENURUT UNDANG-UDANG

(17)

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”. Skripsi ini mempunyai tujuan yaitu :

1. Untuk mengetahui pengasuhan anak dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

2. Untuk mengetahui pengasuhan anak dalam perspektif hukum Islam.

Dari penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yaitu :

1. Dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak sangat dilindungi hak yang diberikan pada anak antara lain : hak hidup dan perlindungan anak, pemberian nama, kebebasan beragama, orang tua dan orang tua asuh kesehatan dan jaminan sosial, pendidikan kebebasan berpendapat dan rehabilitasi untuk anak cacat.

2. Peninjauan pengasuhan yang ada dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindumgan anak dengan pandangan Islam, banyak ditemukan hal-hal yang lebih luas dari apa-apa yang ada dalam undang- undang. Pengasuhan anak dalam islam dilakukan secara detail dan terperinci mulai dari dilahirkannya anak itu.

Persamaan penelitian Indarini Mufidah dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama membahas tentang perlindungan anak berdasarkan hukum positif dan hukum islam. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian Indarini Mufidah ruang lingkup pembahasannya ditekankan pada pengasuhan anak, sedangkan ruang lingkup pembahasan penelitian yang peneliti lakukan ditekankan pada tes keperawanan kepada anak.

(18)

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Masyhuryadi mahasiswa fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2010 dengan skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KESEHATAN ANAK (Studi Perbandingan Hukum Islam dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak)”. Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap kesehatan anak menurut Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Hukum Islam.

2. Untuk mengetahui perbandingan hukum Islam dan undang-undang nomor 23 tahun 2002 dalam memberi perlindungan terhadap kesehatan anak.

Dari penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yaitu per lindungan hukum terhadap kesehatan anak dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mencakup segala aspek yang berkaitan dengan kesehatan anak, baik dari segi ekonomi, pendidikan, pergaulan sosial di masyarakat, agar anak terhindar dari segala sesuatu yang membahayakan kesehatannya. Dalam konteks itu, pasal 44 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindugan Anak menyebutkan bahwa pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.

Sedangkan dalam hukum Islam perlindungan hukum terhadap kesehatan anak mencakup aspek kafalah, aspek wiqayah, aspek siyasah, aspek tarbiyah wa ta’lim.

(19)

Persamaan penelitian Masyhuryadi dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama membahas tentang perlindungan hukum terhadap anak. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian Masyhuryadi membahas perlindungan anak dengan mengkaji dari aspek kesehatan, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan dengan mengkaji wacana tes keperawanan yang dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah.

Berdasarkan berbagai penelitian terdahulu tersebut, maka penelitian yang peneliti lakukan dalam skripsi ini tergolong masih baru karena belum ada yang meneliti tentang wacana tes keperawanan yang dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah.

Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :

Judul Persamaan Perbedaan

1. Penelitian yang dilakukan Muhammad Lutfi mahasiswa STAIN Jember program studi Al-Ahwal Al- Syakhsiyyah pada tahun 2013 dengan judul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

ANAK YANG

MENIKAH DIBAWAH

UMUR MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 DAN HUKUM ISLAM”.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Indarini Mufidah mahasiswi STAIN Jember program studi Al-Ahwal Al- Syakhsiyyah pada tahun 2010 dengan judul

1. Sama-sama membahas tentang perlindungan hukum terhadap anak menurut hukum positif dan hukum Islam 2. Sama-sama membahas

tentang perlindungan anak berdasarkan hukum positif dan hukum Islam

3. Sama-sama membahas tentang perlindungan hukum terhadap anak.

1. Ruang lingkup pembahasannya.

Penelitian Muhammad Lutfi ruang lingkup pembahasnnya adalah anak yang menikah di bawah umur sedangkan penelitian yang peneliti lakukan ruang lingkupnya adalah wacana Raperda DPRD Jember tentang tes keperawanan yang akan dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah 2. Penelitian Indarini Mufidah ruang lingkup pembahasannya

ditekankan pada pengasuhan anak, sedangkan ruang lingkup pembahasan penelitian yang peneliti

(20)

“PENGASUHAN

ANAK MENURUT

UNDANG-UDANG NOMOR 23 TAHUN

2002 TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”

3. Penelitian yang dilakukan oleh Masyhuryadi

mahasiswa fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2010 dengan skripsi yang berjudul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KESEHATAN ANAK (Studi Perbandingan Hukum Islam dan Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak)”

lakukan ditekankan pada tes keperawanan kepada anak.

3. Penelitian Mashuryadi membahas

perlindungan anak dengan mengkaji dari aspek kesehatan, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan dengan mengkaji

wacana tes

keperawanan yang dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah.

B. Kajian Teori

Kajian teori dalam proses penelitian merupakan salah satu tahapan yang penting untuk diperhatikan oleh para peneliti. Para ahli memberikan banyak definisi teori dalam penelitian. Neuman mengatakan “researchers use theory differently in various types of research, but some type of theory is present in most social research”.1

1Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung : Alfabeta, 2014), 68.

(21)

Sementara itu Kerlinger berpendapat bahwa teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variable, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.

1. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum

Perlindungan Hukum adalah segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada.2 Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.3

Perlindungan hukum merupakan hak semua masyarakat Indonesia.

Hak tersebut berlaku mulai saat berada dalam kandungan ibunya sudah dianggap telah dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia, hal ini berlangsung selama dia hidup. Setiap anak Indonesia adalah aset bangsa yang sangat berharga, generasi penerus dan sumber daya manusia Indonesia yang bakal menjadi penentu masa depan bangsa dan negara. Negara

2Sekretariat Negara RI, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

3Rahardjo, Ilmu Hukum, 53.

(22)

berkewajiban menciptakan rasa aman dan memberikan perlindungan hukum kepada setiap anak Indonesia agar mereka tumbuh serta berkembang secara wajar dan berperan serta dalam pembangunan.4

Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya karena itu perlindungan hukum tersebut akan melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wadah negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi mencapai kesejahteraan bersama.5

Berlakunya seseorang manusia sebagai pembawa hak (subyek hukum) dimulai saat berada dalam kandungan ibunya dan berakhir pada saat ia meninggal dunia, hal ini berlangsung selama dia hidup. Sebagaimana ketentuan Pasal 2 KUH Perdata Indonesia “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya dianggap ia tidak pernah telah ada”.6

Tujuan perlindungan hukum itu sendiri untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, berkembang dan partisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat

4Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di Indonesia, 2.

5Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1987), 38.

6Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2009), 4.

(23)

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.7

2. Tinjauan tentang Perlindungan Anak

Anak adalah merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia, karena pada masa anak-anaklah sesungguhnya karakter dasar seseorang dibentuk baik yang bersumber dari fungsi otak maupun emosionalnya. Berkualitas atau tidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak-kanaknya. Dengan kata lain, kondisi seseorang di masa dewasa adalah merupakan hasil dari proses pertumbuhan yang diterima di masa anak-anak.

Adapun faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan anak adalah orang tua, sekolah dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.8 Dalam hal mengenai pembahasan anak, maka diperlukan suatu perumusan yang dimaksud dengan anak, termasuk mengenai batasan umur. Sampai saat ini ternyata masih banyak terdapat perbedaan dan pendapat mengenai pengertian anak.

Definisi mengenai pengertian anak dapat dilihat dari berbagai macam peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

7Sekretariat Negara RI, Pasal 3 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

8Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di Indonesia, 2.

(24)

Menurut KUHPerdata batas kedewasaan anak diatur dalam Buku I bab kelima belas bagaian kesatu yang terdapat dalam Pasal 330 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin”.9

Dari pernyataan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa anak menurut KUH Perdata yaitu seseorang yang usianya belum mencapai dua puluh satu tahun atau belum pernah kawin sebelum mencapai usia dua puluh satu tahun. Dari pernyataan selanjutnya dalam Pasal 330 KUH Perdata tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah kawin sebelum usia dua puluh satu tahun dan kemudian perkawinannya itu bubar sebelum usianya mencapai satu tahun pula, maka ia tidak dapat kembali pada satu “anak”.

2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 45 KUHP disebutkan bahwa Dalam menuntut anak yang belum cukup umur (minderjaring) karena melakukan perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat memutuskan : memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa dipidana apaupun ; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, tanpa dipidana apapun.10

Sedangkan di dalam pasal-pasal lain diterangkan sebagai berikut : 1) Pasal 283 angka 1 KUHP

Diancam dengan pidana paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah, barangsiapa menawarkan,

9Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, 90.

10Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1991), 39

(25)

memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan hamil, kepada seorang yang belum cukup umur, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambaran, alat itu telah diketahuinya.11

2) Pasal 287 angka 1 KUHP

Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinannya, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sebilan tahun.12

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas disimpulkan bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana dapat dikatakan sebagai “anak”

apabila ia belum berumur enam belas tahun, atau seseorang dikatakan melakukan tindak pidana anak apabila saat melakukan tindak pidana ia belum berumur enam belas tahun.

3) Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Pasal 1 menyatakan bahwa

“anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”13

11Ibid., 171.

12Ibid., 175.

13Sekretariat Negara RI, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

(26)

4) Anak Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (Undang-Undang Perkawinan)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak memberikan definisi yang tegas mengenai anak. Setidaknya terdapat dua pasal yang dapat kita analisis untuk mencari batasan mengenai anak yaitu Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (1).

Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mengemukakan : “Untuk melangsungkan perkawinan, seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orangtua”.

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mengemukakan : “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.

Dari kedua ketentuan pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum seseorang yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun masih dikatakan sebagai anak karena masih membutuhkan izin orangtua ketika akan melaksanakan perkawinan (Pasal 6 ayat 2).

Secara lebih khusus lagi terdapat perbedaan antara batasan anak antara pria dan wanita, yaitu untuk pria batasan anak adalah seseorang yang berumur kurang dari sembilan belas tahun sedangkan untuk. Wanita batasan anak adalah seseorang yang belum kurang dari enam belas tahun (Pasal 7 ayat (1)).

(27)

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan akhir bahwa menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat batasan yang berbeda mengenai anak untuk pria dan wanita. Batasan “anak” untuk pria yaitu seseorang yang berumur kurang dari sembilan belas tahun.

Sedangkan batasan “anak” untuk wanita yaitu seseorang yang berumur kurang dari enam belas tahun.

Perlindungan anak adalah suatu kegiatan bersama yang bertujuan mengusahakan pengamanan, pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak yang sesuai dengan kepentingannya dan hak asasinya.14 Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat yang dengan demikian harus diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan dan bermasyarakat.

Perlindungan anak merupakan bidang pembangunan nasional.

Melindungi anak berarti melindungi manusia, yaitu membangun manusia seutuhnya. Hakekat dalam pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Dengan mengabaikan masalah perlindungan anak tidak akan memantapkan pembangunan nasional, sehingga akibat dari tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang akan mengganggu ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional, yang berarti bahwa perlindungan anak harus diusahakan apabila kita ingin mengusahakan pembangunan nasional yang memuaskan.

14Gosita, Masalah Perlindungan Anak, 35.

(28)

Perlindungan anak dalam suatu masyarakat dan bangsa merupakan tolak ukur peradaban masyarakat dan bangsa tertentu. Jadi, demi pengembangan manusia seutuhnya dan beradab, maka kita wajib untuk mengusahakan perlindugan anak sesuai dengan kemampuan demi kepentingan nusa dan bangsa.

Dalam hal ini yang mengusahakan perlindungan anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampunya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Pelaksanaan perlindungan anak agar nantinya perlindungan terhadap anak dapat efektif, nasional positif, bertanggung jawab dan bermanfaat haruslah memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :15

a. Para partisipan dalam terjadinya dan terlaksanakannya perlindungan anak harus mempunyai pengertian-pengertian yang tepat berkaitan dengan masalah perlindungan anak agar dapat bersikap dan bertindak secara tepat dalam menghadapi dan mengatasi permasalah yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan anak.

b. Perlindungan anak harus dilakukan bersama antara setiap warga negara, anggota masyarakat secara individual maupun kolektif dan pemerintah demi kepentingan bersama dan kepentingan nasional.

c. Kerjasama dan kordinasi diperlukan dalam melancarkan kegiatan perlindungan anak yang rasional, bertanggung jawab, dan bermanfaat antara para partisipan yang bersangkutan.

15Ibid., 19-21.

(29)

d. Perlunya diusahakan inventarisasi faktor yang menghambat dan mendukung kegiatan perlindungan anak.

e. Harus dicegah adanya penyalahgunaan kekuasaan, mencari kesempatan yang menguntungkan dirinya sendiri dalam membuat ketentuan yang mengatur masalah perlindungan anak.

f. Perlindungan anak harus tercermin dan diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

g. Pelaksanaan kegiatan perlindungan anak, pihak anak harus diberikan kemampuan dan kesempatan untuk ikut serta melindungi diri sendiri dan kelak dikemudian hari dapat menjadi orang tua yang berperan aktif dalam kegiatan perlindungan anak.

h. Pelaksanaan kegiatan perlindungan anak tidak boleh menimbulkan rasa tidak dilindungi pada pihak yang bersangkutan dan oleh karena adanya penimbulkan penderitaan, kerugian pada para pertisipan tertentu.

i. Perlindungan anak harus didasarkan antara lain atas pengembangan hak dan kewajiban asasinya.

Menurut Darwan Prinst ada beberapa macam cara yang dilakukan untuk melindungi anak menurut KUHP yaitu :16

a. Menjaga Kesopanan Anak

Pasal 283 KUHP melarang orang tua untuk menawarkan, menyewakan untuk selamanya atau sementara, menyampaikan di tangan atau mempertunjukkan sesuatu tulisan, gambar, barang yang

16Prinst, Hukum Anak Indonesia, 99-100.

(30)

menyinggung perasaan atau kesopanan. Misalnya gambar porno, tulisan-tulisan porno atau alat-alat kontrasepsi.

b. Larangan Bersetubuh dengan Orang yang Belum Dewasa

Pasal 297 KUHP melarang orang bersetubuh dengan perempuan yang belum genap berusia 15 (lima belas) tahun, baik persetubuhan itu dilakukan atas dasar suka sama suka antara pelakunya ataupun tidak.

Akan tetapi pasal ini tidak mengatur larangan bersetubuh dengan anak yang belum dewasa. Delik ini adalah delik aduan, dan karenanya penuntutan hanya akan dilakukan apabila ada perempuan yang disetubuhi itu belum genap berusia 12 (dua belas) tahun, maka delik ini menjadi delik biasa.

c. Larangan untuk Berbuat Cabul dengan Anak

Hal ini diatur dalam Pasal 290, 294, 295, dan 297 KUHP. Pasal 290 KUHP yaitu tentang larangan untuk berbuat cabul dengan anak dibawah umur. Pasal 294 KUHP yaitu tentang larangan berbuat cabul dengan anaknya sendiri ataupun anak bukan anaknya sendiri yang di bawah pengawasannya. Pasal 295 KUHP yaitu tentang larangan untuk memudahkan perbuatan cabul oleh anaknya, anak tiri, atau anak angkatnya yang belum dewasa atau orang belum dewasa di bawah pengawasannya Pasal 297 KUHP yaitu tentang larangan menyuruh anak perempuan atau laki-laki yang di bawah umur untuk berbuat cabul.

(31)

Kemudian untuk dalam rangka perlindungan terhadap anak maka hak-hak anak juga harus dipenuhi yaitu hak-hak anak antara lain :

1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, merumuskan hak-hak anak sebagai berikut :17

1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.

2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kepribadian bangsa dan untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.

2. Deklarasi Hak-Hak Anak 20 November 1958

Pada tanggal 20 November 1958, Majelis Umum PBB secara aklamasi mengesahkan Deklarasi Hak-Hak Anak Jiwa dokumen ini tercermin dalam mukadimah Deklarasi tersebut, yang menyatakan antara lain, umat manusia berkewajiban memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Banyak di antara hak dan kemerdekaan yang dicantumkan

17Sekretariat Negara RI, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

(32)

dalam Deklarasi tersebut merupakan penegasan kembali dari bagian- bagian Deklarasi Sedunia tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 dan dokumen lain yang terdahulu. Akan tetapi masyarakat dunia berkeyakinan bahwa anak-anak mempunyai kebutuhan khusus yang begitu mendesak, sehingga perlu diadakan suatu pemisahan yang lebih khusus berupa deklarai tersendiri. Adapun pernyataan tentang hak-hak anak menurut Deklarasi Hak Anak-Anak 20 November 1958 meliputi :18

1) Anak-anak berhak menikmati seluruh hak yang tercantum didalam deklarasi ini. Semua anak tanpa pengecualian yang bagaimanapun berhak atas hak-hak ini, tanpa membedakan suku, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat di bidang politik atau bidang lainnya, asal usul bangsa atau tingkatan sosial, kaya atau miskin, keturunan atau status, baik dilihat dari segi dirinya sendiri maupun dari segi keluarga.

2) Anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus, dan harus memperoleh kesempatan dan fasilitas yang dijamin oleh hukum dan sarana lain sehingga secara jasmani, mental, akhlak, rohani dan sosial, mereka dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermanfaat.

3) Sejak dilahirkan, anak-anak harus memiliki nama dan kebangsaan.

18Mulyana W. Kusumah, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Suatu Pemahaman Kritis (Bandung : Alumni, 1986), 62-64.

(33)

4) Anak-anak harus mendapat jaminan. Mereka harus tumbuh dan berkembang dengan sehat. Untuk maksud ini, baik sebelum maupun sesudah dilahirkan, harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi si anak dan ibunya. Anak-anak berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi dan pelayanan kesehatan.

5) Anak-anak yang cacat tubuh dan mental atau yang berkondisi sosial lemah akibat suatu keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan dan perlakuan khusus.

6) Agar supaya kepribadiannya tumbuh secara optimal dan harmonis, anak-anak memerlukan kasih sayang dan pengertian. Sedapat mungkin mereka harus dibesarkan di bawah asuhan dan tanggung jawab orang tua mereka sendiri, dan bagaimana pun harus diusahakan agar mereka tetap berada dalam suasana penuh kasih sayang, sehat jasmani dan rohani. Anak-anak di bawah usia lima belas tahun tidak dibenarkan terpisah dari ibunya. Masyarakat dan penguasa yang berwenang, berkewajiban memberikan perawatan khusus kepada anak-anak yang tidak mampu. Diharapkan agar pemerintah atau pihak yang lain memberikan bantuan pembiayaan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga besar.

7) Anak-anak berhak untuk mendapatkan pendidikan wajib secara cuma-cuma sekurang-kurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkan mereka, atas dasar kesempatan

(34)

yang sama, untuk mengembangkan kemampuannya, pendapat pribadinya dan perasaan tanggung jawab moral dan sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarkat yang berguna.

Kepentingan-kepentingan anak haruslah dijadikan dasar pedoman oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dan pendidikan anak yang bersangkutan. Pertama-tama tanggung jawab tersebut terletak pada orang tua mereka. Anak-anak harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain dan berekreasi, yang harus diarahkan untuk tujuan pendidikan. Masyarakat dan penguasa yang berwenang harus berusaha meningkatkan hak ini.

8) Dalam keadaan apapun, anak-anak harus didahulukan dalam menerima perlindungan dan pertolongan.

9) Anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk penyia-nyiaan, kekejaman dan penindasan. Dalam bentuk apapun, mereka tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan apapun, mereka tidak boleh menjadi “Bagian Perdagangan”.

10) Anak-anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk diskriminasi lainnya. Mereka harus dibesarkan di dalam semangat yang penuh pengertian, toleransi dan persahabatan antar bangsa, perdamaian serta persaudaraan semesta dan penuh kesadaran tenaga dan bakatnya harus diabadikan kepada sesama manusia.

(35)

3. Perlindungan Dalam Islam

Pada dasarnya semua ketentuan hukum Islam (syari’ah) baik yang berupa perintah maupun larangan, sebagaimana tertera dalam al-Quran dan Sunnah, mempunyai tujuan tertentu. Tidak ada satu ketentuan pun dalam syariah yang tidak mempunyai tujuan. Hukum Islam datang ke dunia membawa misi yang sangat mulia, yaitu sebagai rahmat bagi seluruh manusia di muka bumi. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah Q.S.

Yunus (10): 57





























19

Artinya :

Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S Yunus (10): 57)

Selain itu Islam juga menghendaki adanya sebuah perlindungan terhadap keturunan yang akan datang, yang merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menyambung usaha yang masih terbengkalai, cita-cita yang belum terlaksana sepenuhnya dan selanjutnya memelihara apa yang telah ada dan mengusahakan supaya bisa lebih maju dan sempurna.20

19Al-Qur’an, 10:57.

20Fachruddin HS, Membentuk Moral Bimbingan Al-Qur’an (Bandung : PT. Bina Aksara, 1985), 1.

(36)

Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 9 :































21

Artinya :

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (Q.S An-Nisa’ : 9)

Pembuat syariah (Allah dan Rasul-Nya) menetapkan syariah bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan umum, memberikan kemanfaatan, dan menghindarkan kemafsadatan bagi umat manusia.22 Dilihat dari sudut kerasulan Nabi Muhammad SAW, dapat diketahui bahwa syariat Islam diturunkan oleh Allah adalah untuk mewujudkan kesejahteraan manusia secara keseluruhan.23

Maqasid Syari’ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat- ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia.

Sebagaimana dikemukakan oleh Abu Ishaq al-Syatibi bahwa tujuan pokok disyariatkan hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akherat.24

21Al-Qur’an, 4:9.

22Khairul Umam dan Ahyar Aminudin, Ushul Fiqih (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2001), 127.

23Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Jakarta : Rajawali Press, 2006), 121.

24Abu Ishaq al-Syatibi, Al-Muwafaqat (Beirut : Darul Ma’rifah, 1997), jilid 1-2, 324.

(37)

Lebih lanjut Abu Ishaq al-Syatibi melaporkan hasil penelitian para ulama terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah bahwa hukum- hukum disyariatkan Allah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun akhirat kelak. Kemaslahatan yang akan diwujudkan itu menurut al-Syatibi terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu kebutuhan al-dharuriyat, kebutuhan al-hajiyat, dan kebutuhan al- tahsiniyat.25

Dicanangkanlah tiga skala prioritas yang berbeda tapi saling melengkapi: al-dharuriyyat, al-hajiyyat dan al-tahsiniyyat. Salah satu diantara ketiga skala tersebut, yaitu dharuriyyat (tujuan-tujuan primer) bermakna sebagai tujuan yang harus ada, dan jika tidak ada akan menghancurkan kehidupan secara total.26

Di dalam prioritas al-dharuriyat ada lima kepentingan yang harus dilindungi: agama, jiwa, akal, harta dan kesinambungan. Secara substansial, ketentuan dan ukuran mengenai perlindungan hukum terhadap anak akan diulas dengan kesepakatan para ahli ushul bahwa syariat Islam bertujuan untuk memelihara 5 hal yakni: (1) memelihara agama (hifdzud al-din), (2) memelihara jiwa (hifdzud al-nafs), (3) memelihara akal (hifdzud al-‘aql), (4) memelihara keturunanan (hifdzud al-nasl), dan (5) memelihara harta (hifdzud al-mal).27

25Ibid., 324.

26Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al-Syatibi (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1996), 71.

27Ibid., 72.

(38)

4. TinjauanTes Keperawanan

Secara fisik, keperawanan dikaitkan dengan adanya hymen (selaput dara) yang berada di mulut vagina perempuan. Selaput tersebut sangat tipis dan hanya merupakan membran lembut, bahkan sebenarnya secara biologis tidak berfungsi. Sayangnya, justru membran ini memiliki beban kultural yang berat, karena keberadaannya dinilai sebagai bukti kesucian/

kegadisan seorang perempuan.

Selaput dara telah lama dijadikan tanda keperawanan wanita.

Padahal, kepercayaan yang mengatakan bahwa karena selaput dara menghalangi bagian depan vagina, maka harus tetap berada di situ selama wanita tersebut tidak melakukan hubungan seks, terlalu dibesar-besarkan, terutama dalam kebudayaan di mana keperawanan wanita sangat dihargai.

Merupakan fakta ilmiah bahwa selaput dara dapat terpisah karena alasan-alasan tertentu. Selaput ini dapat terkoyak bila tubuh diregangkan secara berlebihan, contohnya saat melakukan kegiatan fisik (olahraga).

Selaput dara juga mungkin saja bisa terkoyak ketika memasukkan tampon saat menstruasi atau melalui masturbasi. Singkatnya, selaput dara yang tidak utuh bukan merupakan indikasi pasti pernah melakukan hubungan seks.28

Dari kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa jika seorang perempuan masih suci, maka perempuan tersebut akan berdarah pada saat melakukan hubungan intim pada malam pertama. Ini tidak sepenuhnya

28Fritz H.S. Damanik, “Menguak Makna Keperawanan Bagi Siswi SMA (Sekolah Menengah Atas)”, Harmoni Sosial,1 (September 2006), 29.

(39)

benar, karena tergantung pada elastisitas dan bentuk fisiologis hymen (selaput dara). Bila sangat tipis, darah yang keluar juga sangat sedikit sehingga nyaris tak terlihat. Pada dasarnya, bentuk selaput dara berbeda secara individual, juga derajat kelembutan serta fleksibilitasnya.29

Selain itu banyak mitos berkembang seputar masalah keperawanan, antara lain keperawanan bisa dilihat dari bentuk pinggul, dan cara berjalan, perempuan yang masih perawan adalah bila mengeluarkan darah saat bersebadan pertama kali, perempuan yang tidak perawan kehilangan harga diri seumur hidupnya. Mitos tadi lantas ditegaskan oleh konstruksi sosial masyarakat, atau dilegitimasi keberadaannya oleh adat istiadat maupun ajaran agama. Akibatnya, perempuan semakin terpojok, hampir tanpa kesempatan untuk mendudukkan persoalan pada proporsi sewajarnya.

29Ibid, 29-30.

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena itu data-data yang disajikan dalam bentuk kata-kata.1 Selain itu penelitian kualitatif juga menelaah fenomena sosial dan budaya dalam suasana yang berlangsung secara wajar/alamiah.2 Dalam penelitian ini fenomena yang terjadi adalah usaha pemerintah kabupaten Jember untuk memberikan perlindungan hukum bagi anak SMA dengan cara mewacanakan sebuah Raperda tes keperawanan siswi yang dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah.

Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian studi kasus, yaitu bentuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia didalamnya. Studi kasus dapat dilakukan terhadap individu (misalnya suatu keluarga), segolongan manusia (guru, karyawan), lingkungan hidup manusia (desa, sektor kota) dan lain sebagainya. Bahan studi kasus dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti laporan pengamatan, catatan pribadi, kitab harian atau biografi orang yang diselidiki, laporan atau keterangan dari orang yang banyak tahu tentang hal itu.3 Dalam penelitian ini peneliti meneliti kasus yang terjadi di kabupaten Jember, yakni tentang wacana raperda DPRD Jember tentang tes keperawanan yang dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah.

1Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatf: Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 4.

2Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif – Kuantitatif (Malang : UIN-Maliki Press, 2010), 178.

3S. Nasution, Metode Research: Penelitian Ilmiah (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), 27-28.

(41)

B. Lokasi Penelitian

Penelitian skripsi ini dilakukan di kabupaten Jember. Lebih tepatnya di pemerintahan DPRD Jember. Peneliti melakukan penelitian di DPRD Jember karena kasus wacana tes keperawanan yang dijadikan syarat kelulusan siswi sekolah muncul dari wacana salah satu anggota DPRD Jember. Kantor DPRD Jember beralamatkan di jl. Kalimantan nomor 86 Jember.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian atau informan adalah orang yang diminta untuk memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Jadi, subyek penelitian itu merupakan sumber informasi yang digali untuk mengungkap fakta-fakta di lapangan.4

Subyek penelitian atau informan utama dalam penelitian ini adalah anggota DPRD Jember yaitu Habib Isa Mahdi dan Mufti Ali dari anggota komisi D DPRD Jember. Habib Isa dan Mufti Ali merupakan pelopor munculnya Raperda tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah.

Selain responden utama ada responden pendukung yang peneliti pilih. Antara lain perwakilan MUI dan dari salah satu organisasi Islam Nahdlatul Ulama’

dan Muhammadiyah, guru, dokter ahli dari salah satu rumah sakit perwakilan di Jember, siswi SMP atau SMA dan para tokoh masyarakat yang dinilai mampu memberikan informasi dan pendapat tentang wacana anggota DPRD Jember.

4Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek: Edisi Revisi V (Jakarta Rineka Cipta, 2006), 145.

(42)

D. Jenis Data dan Sumber Data a. Jenis Data

Berdasarkan sumbernya jenis data dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung diambil dari lokasi atau (dari sumbernya) dan masih memerlukan analisa lebih lanjut.5 Data primer dalam penelitian ini adalah wawancara dengan anggota DPRD Jember yang merupakan pelopor munculnya wacana tes keperawanan sebagai syarat kelulusan siswi sekolah, yakni Habib Isa Mahdi dan Mufti Ali.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang dapat diperoleh dari atau berasal dari bahan perpustakan, misalnya buku-buku literatur.6 Data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data pendukung seperti data yang diperoleh dari wawancara dengan anggota DPRD Jember lainnya dan juga para tokoh organisasi Islam, guru, siswi, dan orang tua. Selain itu juga di dukung dengan referensi atau literatur buku-buku yang berhubungan dengan teori-teori serta juga yang berhubungan dengan fokus penelitian.

5Subagyo Joko , Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta:Rineka Cipta, 1999), 86.

6Ibid., 87.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat kondisi angin yang seperti ini bisa dikatakan pada tanggal 9 November 2017 hujan berpotensi turun dalam waktu yang cukup lama sebab pergerakan angin seperti mendapat

Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada ekstrak kasar daun daruju Acanthus illicofolius dengan perlakuan A 0 atau dengan ekstraksi menggunakan

Sebagian ahli ilmu berkata nasihat adalah perhatian hati terhadap yang dinasihati siapa pun dia. Nasihat adalah salah satu cara dari al-mau’izhah al-hasanah yang

Maka hal yang harus di lakukan adalah mencari informasi sebanyak mungkin mengenai profil perusahaan tersebut bisa melalui media search engine, yellowpages, forum atau referensi

Hal ini memberikan makna bahwa variabel bebas yang terdiri dari kepemilikan manajerial (X1), kepemilikan institusional (X2) dan profitabilitas yang diproksi dengan

Kelengkapan dan kualitas bahan koordinasi, mutasi pegawai, analisis jabatan, analisis kinerja organisasi, analisis beban kerja, administrasi jabatan fungsional,

Hamzah al-Fansuri (cod. 7291: 62) ketika membahas tentang quyud yang beliau ertikan sebagai ikatan iaitu segala rupa yang dapat diinderawi dan dapat diperkatakan oleh

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung koroner disamping hipertensi dan merokok. Kebiasaan makan individu..