• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman (Nyeri) di RSUD.dr.Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman (Nyeri) di RSUD.dr.Pirngadi Medan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar 2.1Pengertian Nyeri

2.1.1 Definisi secara medis

International Association for Study of Pain (1979) mendefinisikan nyeri sebagai

suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun potensial yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan, sedangkan menurut Curton(1983), nyeri merupakan suatu produksi mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan rusak yang menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan nyeri (Presetyo, 2010).

2.1.2 Definisi secara psikologis

Mahon menemukan empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri yaitu, bersifat subjektif, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan (Prasetyo, 2010).

2.1.3 Definisi keperawatan

Nyeri merupakan apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan oleh individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya (Smeltzer & Bare, 2002).

Definisi ini menempatkan seorang pasien sebagai seorang yang ahli di bidang nyeri, karena hanya pasien yang tahu seperti apa nyeri yang dirasakan (Prasetyo, 2010).

2.2 Fisiologi Nyeri

(2)

2.3 Pathways Nyeri

Proses terjadinya nyeri berawal dari tahap transduksi,ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh distimulasi oleh stimulus, seperti biologis, mekanik, termik, radiasi, dan lain-lain. Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanis termal serabut saraf A-delta , sedangkan slowpain dicetuskan oleh serabut saraf C. Serabut saraf A-delta mempunyai

karakteristik menghantarkan nyeri dengan cepat dan bermelienasi, serabut saraf C tidak bermelienasi, berukuran sangat kecil, bersifat lambat dalam menghantarkan nyeri. Serabut A

mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas. Serabut C menyampaikan impuls yang tidak terlokalisasi, visceral, dan terus-menerus. Tahap selanjutnya adalah transmisi, yakni impuls nyeri kemudian ditransmisikan serat afferent (A-delta dan C) ke medulla spinalis melalui dorsal horn, disini impuls akan bersinapsis di substansia glatinosa. Impuls kemudian menyeberang keatas melewati traktus sphinotalamus lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa singgah di formation retikularis membawa impuls fast pain dibagian thalamus dan cortex cerebry inilah individu melokalisir, menggambarkan, dan berespon terhadap nyeri.

Beberapa impuls nyeri ditransmisikan melalui traktus paleospinothalamus pada bagian tengah medulla spinalis. Impuls ini memasuki formation retikularis dan sistem limbik yang mengatur emosi dan kognitif. Slow pain akan membangkitkan emosi, sehingga timbul respon terkejut, tekanan darah meningkat, keringat dingin, jantung berdebar-debar (Prasetyo, 2010).

2.4 Teori Pengontrol Nyeri (Gate Control)

Teori ini menyatakan nyeri dan persepsi nyeri dipengaruhi oleh interaksi dua sistem (Melzack & Wall, 1965) yaitu : substansi glatinosa pada dorsal horn di medulla spinalis dan sistem yang berfungsi sebagai inhibitor (penghambat) pada batang otak. Serabut A-delta berdiameter kecil membawa impuls nyeri cepat, sedangkan serabut C membawa dengan lambat. Serabut A-beta berdiamter lebih lebar membawa impuls yang dihasilkan oleh stimulus taktil. Didalam gelatinosa, impuls ini bertemu pada “gerbang” yang membuka dan menutup berdasarkan siapa yang lebih mendominasi. Apabila serabut nyeri yang berdiameter

(3)

Disamping itu, endhorpin yang merupakan zat penghalang nyeri yang diproduksi secara alami oleh tubuh menghambat transmisi nyeri yang bertindak sebagai neurotransmitter. Kadar endhorpin berbeda pada setiap orang inilah yang menyebabkan

mengapa rasa nyeri setiap orang itu berbeda (Lusianah, Indrayani, & Suratun, 2012).

2.5 Klasifikasi Nyeri

2.5.1 Berdasarkan lama serangannya

- Nyeri akut

Nyeri akut awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengidentifikasikan kerusakan atau cedera telah terjadi. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan. Nyeri akut dapat dijelaskan sebagi nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan (Smeltzer & Bare, 2002). Adapun respon otonom yang muncul yaitu frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup meningkat, tekanan darah meningkat, tegangan otot meningkat, dilatasi pupil meningkat, motilitas gastrointestinal menurun, aliran saliva menurun dan ansietas. Respon yang muncul mengerang, waspada, mengerutkan dahi, menyeringai, dan mengeluh sakit (Prasetyo, 2010).

- Nyeri kronik

Nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan cedera spesifik. Nyeri kronik sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri kronik tidak menimbulkan respon otonom, vital sign dalam batas normal, depresi, keputusasaan, mudah tersinggung, dan menarik diri. Respon yang muncul keterbatasan gerak, kelesuan, penurunan libido, kelemahan, mengeluh sakit ketika dikaji (Prasetyo, 2010).

2.5.2 Berdasarkan tempatnya

- Nyeri cutaneus/superficial

Ada dua macam bentuk nyeri superficial, yang pertama nyeri dengan onset yang

tiba-tiba dan kualitas yang tajam, kedua nyeri dengan onset yang lambat disertai rasa terbakar. Superficial dapat terjadi diseluruh permukaan kulit pasien (Prasetyo, 2010).

- Nyeri somatis

(4)

- Nyeri visceral

Cenderung bersifat difusi (menyebar) sulit untuk dilokalisir, samar-samar, bersifat tumpul, berasal dari abdomen, torak, pelvis, dan iskemik jaringan (Prasetyo, 2010).

- Reffered pain (nyeri alihan)

Diakibatkan gangguan dari visceral atau somatik dalam (otot, ligamen, dan vertebra), keduanya dirasakan menyebar sampai kepermukaan kulit. Contoh pada iskemik miokard, klien mungkin tidak merasakan sebagai nyeri pada jantungnya, akan tetapi merasa

nyeri pada lengan kiri, bahu atau rahangnya (Prasetyo, 2010).

- Nyeri psikogenik

Nyeri yang tidak diketahui secara fisik, timbul karena pengaruh psikologis, mental, emosional, atau perilaku (Prasetyo, 2010).

2.5.3 Nyeri berdasarkan sifatnya

- Incidental pain : nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu hilang.

- Steady pain : nyeri yang timbul dan menetap dirasakan dalam waktu yang

lama.

- Paroxysmal pain : nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat, menetap

lebih kurang 10-15 menit, lalu hilang kemudian muncul kembali (Asmadi, 2008). 2.5.4 Nyeri berdasarkan berat ringannya

- Nyeri ringan : nyeri dengan intensitas rendah.

- Nyeri sedang : nyeri yang menimbulkan reaksi.

- Nyeri berat : nyeri dengan intensitas tinggi (Prasetyo, 2010).

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri :

- Usia

Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri serta belum dapat megucapkan kata-kata dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada kedua orangtuanya. Pada lansia perawat harus

(5)

lebih muda, sehingga analgesik dosis kecil cukup untuk menghilangkan nyeri (Lusina, Indaryani, & Suratun, 2012).

- Jenis kelamin

Penelitian terakhir memperlihatkan hormon seks pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi terhadap nyeri. Hormon testosteron menaikkan ambang nyeri pada percobaan binatang, sedangkan estrogen meningkatkan pengenalan/sensitivitas terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).

- Kebudayaan

Budaya mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri. Namun, budaya dan etnik tidak mempengaruhi resepsi nyeri. Keyakinan suatu budaya yang berbeda yang mengalami nyeri dengan intensitas yang sama dapat tidak melaporkan atau berespon terhadap nyeri dengan cara yang sama. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan seperti menangis yang berlebihan, harapan

budaya pasien mungkin menerima orang untuk menangis ketika nyeri. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mampu memiliki pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien (Smeltzer & Bare, 2002).

- Makna nyeri

Makna nyeri pada individu mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara individu beradaptasi terhadap nyeri. Wanita yang merasakan nyeri saat bersalin akan mempersepsikan nyeri secara berbeda dengan wanita lain yang nyeri karena dipukul suaminya (Prasetyo, 2010).

- Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada tiap individu. Orang yang tertusuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan orang yang terkena luka bakar (Prasetyo, 2010).

- Perhatian

Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri sedangkan distraksi dihubungkan dengan penurunan respon nyeri (Prasetyo, 2010).

- Ansietas

Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri, juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif

(6)

- Keletihan

Keletihan yang dirasakan individu akan meningkatkan sensasi nyeri yang mampu menurunkan koping individu (Prasetyo, 2010).

- Pengalaman sebelumnya

Lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya, ia ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah (Smeltzer & Bare, 2002).

- Dukungan keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri sering membutuhkan dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain. Kehadiran orang terdekat akan meminimalkan kesakitan dan kesepian (Prasetyo, 2010).

2.7 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Nyeri

Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) 1999

membuat standar di dalam penanganan terhadap nyeri, yaitu :

- Mengenali hak-hak klien untuk dapat melakukan pengkajian dan penanganan nyeri yang sesuai.

- Mengkaji keberadaan nyeri pada klien, kemudian menentukan jenis dan intensitas nyeri pada semua klien.

- Mendokumentasikan hasil pengkajian yang telah dilakukan sebagai data dasar untuk pengkajian dan tindak lanjut.

- Meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan di dalam pengkajian dan penanganan nyeri serta mengenalkan pada tenaga kesehatan yang baru tentang teknik pengkajian dan penanganan nyeri.

- Menetapkan kebijakan dan prosedur yang mendukung keefektifan di dalam pelayanan pengobatan nyeri.

- Memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan kepada pasien beserta anggota keluarga mengenai penanganan nyeri yang efektif.

(7)

2.7.1 Pengkajian

Pengkajian nyeri yang terkini, lengkap dan akurat memudahkan perawat dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan (Prasetyo, 2010). Pengkajian keperawatan adalah proses

sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Tujuan dari pengkajian adalah menetapkan data dasar tentang kebutuhan, masalah kesehatan, tujuan, nilai, dan gaya hidup yang dilakukan klien (Potter & Perry, 2005).

Dalam melakukan pengkajian diperlukan keahlian atau skill seperti wawancara, pemeriksaan fisik, dan observasi. Hasil pengumpulan data kemudian diklasifikasikan dalam data subjektif dan objektif (Tarwoto & Wartonah, 2006). Banyak fasilitas kesehatan membuat pengkajian nyeri sebagai tanda vital kelima. Karena nyeri adalah pengalaman subjektif dan dialami secara unik oleh setiap individu, perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri. Frekuensi pengkajian nyeri biasanya bergantung pada upaya pengendalian nyeri yang digunakan dan bergantung pada kondisi klinis. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama yaitu riwayat nyeri untuk mendapatkan fakta klien dan observasi langsung respon klien (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). Berikut komponen yang dapat dikaji oleh perawat :

1. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T)

- Faktor pencetus (P: Provocate)

Faktor ini mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri, maka perawat harus dapat mengeksplor perasaan klien.

- Kualitas (Q: Quality)

Kualitas nyeri merupakan suatu hal yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat : tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, tertusuk dan lain-lain, dimana setiap klien mempunyai kualitas nyeri yang berbeda-beda.

- Lokasi (R: Region)

(8)

nyeri perawat dapat menggunakan petunjuk tubuh seperti proksimal, distal, medial, lateral, dan difusi (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).

- Keparahan (S: Severe)

Dalam hal ini, klien diminta untuk mendeskripsikan nyeri yang ia rasakan sebagi nyeri ringan, sedang atau berat. Namun kesulitannya adalah makna dari istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien serta tidak adanya batasan-batasan khusus yang membedakan antara nyeri ringan, sedang dan berat.

- Durasi (T: Time)

Perawat akan menanyakan pada klien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan : “Kapan nyeri mulai dirasakan ?”, “Sudah berapa lama nyeri dirasakan ?”, ”Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari ?”, ”Seberapa sering nyeri kambuh ?” atau dengan kata-kata lain yang bermakna sama (Prasetyo, 2010).

(9)

mengidentifikasi nyeri yang hebat. Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi disepanjang rentang tersebut (Smeltzer &Bare, 2002). Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat yang dinamakan “oucher”. Seorang anak diminta untuk menunjuk ke sejumlah pilihan gambar untuk mendiskripsikan nyeri (Prasetyo, 2010).

2. Respon fisiologis

Respon fisiologis yang timbul akibat adanya nyeri yaitu :

a. Respon simpatik : peningkatan frekuensi pernapasan, dilatasi saluran bronkiolus, peningkatan frekuensi denyut jantung, vasokontriksi perifer (pucat, peningkatan tekanan darah, peningkatan tegangan otot, peningkatan kadar glukosa darah, dilatasi pupil, dan penurunan motilitas saluran cerna).

b. Respon parasimpatik : pucat, ketegangan otot, penurunan denyut jantung atau tekanan darah, pernapasan cepat dan tidak teratur, mual dan muntah, dan kelemahan atau kelelahan (Prasetyo, 2010).

3. Respon perilaku

Respon perilaku klien terhadap nyeri dapat mencakup penyataan verbal, vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, ataupun perubahan respon terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut dapat menangis, merintih, merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal, atau menarik diri (Smeltzer & Bare, 2002).

4. Respon afektif

Respon ini bervariasi sesuai situasi, derajat, durasi, interpretasi, dan faktor lain. Perawat perlu mengeksplor perasaan ansietas, takut, kelelahan, depresi, dan kegagalan klien (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).

5. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan kita

Klien yang setiap hari merasakan nyeri akan mengalami gangguan dalam kegiatan sehari-harinya. Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui

kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan sehari-hari, sehingga perawat mengetahui sejauh mana ia dapat membantu aktivitas yang dilakukan oleh pasien (Prasetyo, 2010).

6. Persepsi klien terhadap nyeri

(10)

7. Mekanisme adaptasi klien teradap nyeri

Tiap individu memiliki cara masing-masing dalam beradaptasi terhadap nyeri. Dalam hal ini, perawat perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasanya selalu dilakukan klien untuk menurunkan rasa nyeri yang ia rasakan. Apabila cara yang dilakukan oleh klien tersebut efektif, maka perawat dapat memasukkannya dalam rencana tindakan (Prasetyo,

2010).

2.7.2 Analisa data

Analisa data mencakup mengenali pola atau kecenderungan, membandingkan pola ini dengan kesehatan yang normal, dan menarik konklusi tentang respon klien. Perawat memperhatikan pola kecenderungan sambil memeriksa kelompok data. Kelompok data terdiri atas batas karakteristik. Batas karakteristik adalah kriteria klinis yang mendukung adanya kategori diagnostik. Kriteria klinis adalah tanda dan gejala objektif dan subjektif atau faktor risiko (Potter & Perry, 2005).

2.7.3 Rumusan masalah

Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan klien. Bila data pengkajian mulai menunjukkan masalah, perawat diarahkan pada pemilihan diagnosa untuk mengidentifikasi kebutuhan klien, perawat terlebih dahulu menentukan apa masalah kesehatan klien dan apakah masalah tersebut potensial atau aktual (Potter & Perry, 2005).

North American Nursing Diagnosis Assosiation (NANDA, 2001) mencantumkan

diagnosis untuk klien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan yaitu nyeri akut atau nyeri kronik (Kozier, Erb, Berman, &Snyder, 2010). Nyeri akut didefinisikan sebagai “suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun potensial, dengan onset tiba-tiba ataupun lambat, dengan intensitas yang ringan sampai berat dapat diprediksi untuk berakhir dan durasi kurang dari enam bulan” (NANDA, 2001 p.129). Nyeri kronik didefinisikan sebagai “suatu

(11)

2.7.4 Perencanaan

Pengkajian keperawatan dan perumusan diagnosa keperawatan menggali langkah perencanaan dari proses keperawatan. Perencanaan adalah teori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Selama perencanaan, dibuat prioritas.

(12)

B. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS 1. Pengkajian

PROGRAM DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN USU

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

I.BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.S

Jenis kelamin : Perempuan Umur : 50 tahun Status perkawinan : Janda

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA Pekerjaan : IRT Alamat : Belawan Tanggal masuk RS : 28 Mei 2014 No registrasi : RM.13 MB Ruangan/kamar : IMZ Kenanga Golongan darah : 0

Tanggal pengkajian : 02 juni 2014

Tanggal operasi : Tidak ada rencana tindakan operasi Diagnosa medis : CHF FC III – IV ec HHD

II. KELUHAN UTAMA

(13)

III. Riwayat Kesehatan Sekarang A.Provocative/ palliative 1. Apa penyebabnya :

Klien memiliki riwayat tekanan darah yang tidak terkontrol, dari usia 19 tahun klien sudah didiagnosa dengan lemah jantung, klien memiliki kebiasaan makan dengan porsi

sedikit hanya satu porsi kecil dengan lauk harus bersantan (gulai), klien tidak suka makan sayuran, dan klien juga susah untuk tidur.

2.Hal-hal yang memperbaiki keadaan :

Hal-hal yang dapat memperbaiki keadaan klien yaitu dengan meminum obat, merubah posisi ketika nyeri muncul, dan mengusap daerah yang terasa nyeri.

B.Quantity/Quality 1.Bagaimana dirasakan

Nyeri yang dirasakan klien pada daerah dada sebelah kiri seperti tertusuk-tusuk, napas sesak, dan jantung berdebar kuat.

2.Bagaimana dilihat

Ketika nyeri muncul klien tampak memejamkan mata menahankan nyeri, memegangi area yang sakit, dan pulsasi jantung teraba kuat.

C. Region

1.Dimana lokasinya

Klien mengatakan nyeri dirasakan pada daerah dada sebelah kiri 2.Apakah menyebar

Klien mengatakan nyeri yang dirasakan menyebar ke otot selangka (trapezeus). D. Severety

Klien mengatakan derajat nyeri pada angka 6 dan nyeri yang dirasakan sangat mengganggu aktifitas.

E.Time

Klien mengatakan nyeri muncul ketika klien merasa kelelahan, dan terkadang

muncul tanpa ada penyebab.

IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu A.Penyakit yang pernah dialami

(14)

B.Pengobatan/tindakan yang dilakukan

Klien mengatakan berobat ke klinik spesialis jantung dan berobat ke rumah sakit.

C.Pernah dirawat/dioperasi

Klien mengatakan pernah dirawat dirumah sakit Mitra Medika 4 tahun yang lalu.

D.Lama dirawat

Klien mengatakan dirawat lebih kurang satu minggu ketika di rumah sakit Mitra Medika dan sekarang klien dirawat di Rumah Sakit Pirngadi memasuki hari ke lima .

E.Alergi

Klien mengatakan tidak memilki riwayat alergi. F.Imunisasi

Klien mengatakan tidak pernah mendapatkan imunisasi.

V. Riwayat kesehatan keluarga A.Orangtua

Klien mengatakan Ibu klien menderita sakit jantung. B.Saudara kandung

Klien mengatakan tidak ada saudara kandung klien yang mengalami riwayat sakit C.Penyakit turunan yang ada

Pada garis keturunan, keluarga klien memiliki penyakit turunan yaitu hipertensi dan jantung yang diturunkan oleh ibu klien.

D.Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Tidak ada keluarga yang memilki riwayat atau mengalami gangguan jiwa.

E.Anggota keluarga yang meninggal

Anggota keluarga yang meninggal yaitu suami klien, meninggal karena sakit lever 23 tahun silam.

VI. Riwayat keadaan psikososial

A.Persepsi pasien tentang penyakitnya

Klien berpersepsi bahwa penyakit yang dideritanya sekarang berupa teguran dari Yang Maha Kuasa, agar tetap selalu ingat pada_Nya dan mensyukuri bahwa sehat itu merupakan kekayaan.

B.Konsep diri

(15)

Ideal diri : idealnya klien ingin sembuh, agar bisa melaksanakan semua aktivitas rutinnya.

Harga diri : klien cukup dihargai di lingkungan sekitar dan dalam pengambilan keputusan dalam lingkungan keluarga.

Peran : klien berperan sebagai orangtua yang memilki anak tiga, dan sebagai

nenek bagi cucunya, dan dilingkungan masyarakat klien berperan sebagai anggota pengajian ibu-ibu.

Identitas : klien sebagai seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya dan bekerja sebagai ibu rumah tangga.

C. Keadaan emosi

Keadaan emosi klien stabil, mampu memecahkan masalah dengan berdiskusi pada anak atau teman dekatnya.

D. Hubungan sosial

- Orang yang paling berarti : anak adalah orang yang berarti bagi klien.

- Hubungan dengan keluarga : hubungan klien dengan keluarga baik, terlihat ketika klien dirawat di rumah sakit banyak keluarga yang datang menjenguk bergantian.

- Hubungan dengan orang lain : hubungan klien dengan orang lain baik, tampak teman pengajian klien datang menjenguk, dan komunikasi dengan yang lain terjalin dengan baik.

- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : klien tidak memiliki hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, hanya saja saat klien sakit, klien membatasi komunikasinya karena mudah lelah.

E.Spiritual

- Nilai dan keyakinan : klien meyakini Allah SWT sebagai Tuhan yang berkuasa atassegalanya dan hanya kepada-Nya tempat memohon, dan sholat lima waktu merupakan kewajiban yang harus dikerjakan dalam agamanya.

(16)

hospitalisasi klien tidak mampu melaksanakannya dengan

alasan karena sakityang dialaminya.

VII. PEMERIKSAAN FISIK A.Keadaan umum

Tingkat kesadaran composmentis dengan Gaslow Coma Scale (GCS) :15 (E4V5M6), Capilary Refill Time (CRT) kurang dari2 detik, akral dingin, tampak gelisah, kelelahan, tidak

ada pernapasan cuping hidung, edema pada pretibia dengan grade satu (kedalamannya 1 mm dengan waktu kembali 2 detik), detakan jantung dapat terlihat dan dirasakan dengan kuat. Pandangan mata terlihat sayu, wajah yang lelah, mengurangi interaksi dengan orang lain, berperilaku protektif ketika nyeri muncul, dan gelisah.

B.Tanda-tanda vital

- Suhu tubuh : 36,6O C. - Tekanan darah : 120/80 mmHg. - Nadi : 80 x/menit.

- Pernafasan : 20 x/menit.

- Skala nyeri : 6, diukur menggunakan pengukuran skala numerik berdasarkan skala Agancy for Health Care Policy and Research. Clinical Practice and Trauma. U.S Depertement of Health and Human Service

(Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri menimbulkan reaksi fisiologis (akral dingin, kelelahan, gelisah, dan detakan jantung dapat dirasakan dengan kuat) dan psikologis (klien menunjukkan pernyataan verbal, perubahan ekspresi wajah, perubahan gerakan tubuh), klien menunjukkan lokasi nyeri,klien dapat mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perintah dengan baik).

- Tinggi badan : 155 cm. - Berat badan : 40 kg.

C.Pemeriksaan Head to toe Kepala dan rambut

- Bentuk : bulat.

- Ubun-ubun : normal, fontanel berada di tengah, tidak terdapat lesi. - Kulit kepala : bersih.

(17)

- Penyebaran dan keadaan rambut : penyebaran merata, kasar, dengan rambut keriting.

- Bau : normal bau rambut.

- Warna kulit : putih. Wajah

- Warna kulit : sawo matang.

- Struktur wajah : simetris. Mata

- Kelengkapan dan kesimetrisan : normal, simetris antara dextra dan sinistra, strabismus ( - ).

- Palpebra : normal, dapat menutup dan membuka mata, tidak ada kemerahan.

- Konjungtiva dan sklera : konjungtiva tidak anemis, sklera putih tidak ikterik, tidak ada kemerahan.

- Pupil : Isokor (sama kanan kiri) 3 mm, posisi di tengah.

- Kornea dan iris : tidak dilakukan pemeriksaan.

- Visus : tidak dilakukan pemeriksaan.

- Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan. Hidung

- Tulang hidung dan posisi septum nasi : normal, berada di tengah. - Lubang hidung : normal, simetris antara dextra dan

sinistra, tidak ada terpasang selang NGT, tidak

ada terpasang nasal kanul O2.

- Cuping hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung.

Telinga

- Bentuk telinga : simetris antara dextra dan sinistra. - Ukuran telinga : normal.

- Lubang telinga : normal, bersih, tidak ada otitis media.

- Ketajaman pendengaran : normal tidak ada lateralisasi telinga kanan dan kiri. Mulut dan faring

(18)

- Keadaan gusi dan gigi : kurang bersih, tampak flak banyak menempel pada gigi. - Keadaan lidah : lembab.

- Orofaring : normal, tampak klien tidak mengalami gangguan dalam proses menelan.

Leher

- Posisi trakea : berada di tengah.

- Tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

- Suara : jelas namun lemah.

- Kelenjar limfa : tidak ada pembengkakan pada kelenjar limfa. - Vena jugularis : terlihat pembesaran pada vena jugularis.

- Denyut dan nadi karotis : Teraba kuat. Pemeriksaan integumen

- Kebersihan : kulit bersih.

- Kehangatan : akral dingin. - Warna : sawo matang. - Turgor : kembali < 3 detik.

- Kelembaban : kulit teraba kering.

- Kelainan kulit : tidak ada kelainan pada kulit. Pemeriksaan payudara dan ketiak

Payudara simetris antara dextra sinistra, tidak dijumpai massa, tidak ada trauma, dan tidak ada pembengkakan pada aksila.

Pemeriksaan torak/dada

- Inspeksi torak : normal, tidak terdapat lesi dan massa. - Pernafasan : pola nafas reguler 20x/menit.

- Tanda kesulitan bernafas : tidak dijumpai tanda kesulitan bernafas. Pemeriksaan paru

- Palpasi getaran suara : Simetris antara dextra dan sinistra ketika klien bernafas. - Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan.

- Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan. Pemeriksaan jantung

(19)

- Palpasi : pulsasi atau denyutan lebih terasa pada daerah dada jantung sebelah kiri dibandingkan dengan denyutan pada daerah dada jantung sebelah kanan.

- Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan.

- Auskultasi : suara S1 dan S2 normal, Murmur (-), Gallop (-). Pemeriksaan abdomen

- Inspeksi : normal, tidak ada massa, tidak ada truma, bentuk abdomen datar. - Auskultasi : peristaltik 6x/menit.

- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak dijumpai massa, tanda acites (-). - Perkusi : Timpani.

Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya

- Genitalia : rambut pubis ada, lubang uretra normal dengan terpasang kateter

- Anus dan perineum : normal.

Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas

- Kesimetrisan : simetris antara dextra sinistra.

- Kekuatan otot : dextra 5 dan sinistra 5.

- Edema : Grade 1 pada pretibia (kedalaman 1 mm dengan waktu kembali 2 detik)

Pemeriksaan neurologi

- Nervus olfactorius: normosom.

- Nervus optikus : mampu membaca dalam jarak 1 meter.

- Nervus okulamotorik, Troclehar, danAbducen : bola mata dapat melihat

kearah.vertical, horizontal, dan rotatoar, pupil isokor,pupil mengecil ketika diberi rangsangan cahaya.

- Nervus trigeminus: otot masetter dan temporalis sebagai otot mengunyah normal.

- Nervus facialis : klien dapat menggelembungkan pipi, mengerutkan dahi,

tersenyum, dan tertawa.

- Nervus cholearis : klien dapat mendengarkan bunyi arloji.

- Nervus glosofaringeus : uvula berada di tengah, tidak ada tanda meradang.

- Nervus vagus : klien mampu menelan.

- Nervus Accecoris : tidak dilakukan pemeriksaan karena dikhawatirkan klien

mengeluarkan energi lebih.

(20)

Fungsi motorik : klien dapat mengangkat tangan, mengangkat kaki dan memiringkan badan.

Fungsi sensorik : klien mampu membedakan benda yang tumpul dan tajam, dapat meraba benda yang bertekstur halus dan kasar, dapat membedakan panasdan dingin.

Reflek : tidak dilakukan pemeriksaan.

X. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI I.Pola makan dan minum

- Frekuensi makan/hari : 3 kali

- Nafsu/selera makan : kurang, terlihat nasi yang dimakan bersisa ¼

- Nyeri ulu hati : tidak ada

- Alergi : tidak ada riwayat alergi - Mual dan muntah : tidak ada mual dan muntah

- Waktu pemberian makan : pagi pukul 07, siang pukul 12.30, dan sore pukul 18.00 wib

- Jumlah dan jenis makan : jenis makanan yang diberikan yaitu nasi bubur dengan lauk 1 tahu, 1 potong ikan gulai tanpa santan, dan 1 potong buah semangka.

- Waktu pemberian cairan/minum : cairan dibatasi yaitu 1500 ml per 24 jam (termasuk kuah sayuran, susu).

- Masalah makan dan minum : klien kurang nafsu makan .

II.Perawatan diri/personal hygiene

- Kebersihan tubuh : hanya dilap 1x sehari karena hospitalisasi.

- Kebersihan gigi dan mulut : kurang bersih terdapat flak gigi dan karies. - Kebersihan kuku kaki dan tangan : bersih.

III.Pola kegiatan/aktivitas

Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian, dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total.

(21)

Uraian aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit

Selama proses hospitalisasi klien mengatakan ibadahnya terganggu karena ketidakmampuannya dan rasa yang tidak aman serta nyaman.

IV.Pola eliminasi

Buang Air Besar (BAB)

- Pola BAB : konstipasi.

- Karakter feses : saat normal feses berbentuk, dan berwarna kuning.

- Riwayat perdarahan : tidak ada riwayat perdarahan. - BAB terakhir : 5 hari yang lalu.

- Diare : tidak ada.

- Penggunaan laksatif : iya, klien mengonsumsi laxadine 3 kali dalam sehari yaitu diwaktu pagi pukul 06.00 WIB, siang pukul 14.00 WIB, dan malam pukul 22.00 WIB, sebanyak satu sendok makan (5 ml), sehabis makan.

Buang Air Kecil (BAK)

- Pola BAK : rutin dengan terpasang kateter.

- Karakter urin : kuning.

- Kesulitan BAK : tidak ada kesulitan dalam BAK.

- Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : tidak ada riwayat penyakit ginjal.

- Penggunaan diuretik : tidak ada penggunaan diuretik. - Upaya mengatasi masalh : tidak ada.

V.Pola Tidur dan Kebiasaan

- Waktu tidur : klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit durasi tidur klien lebih kurang 4 jam dalam sehari semalam. - Waktu bangun : tidak menentu, terkadang klien terbangun ketika nyeri

muncul.

- Masalah tidur : klien mengatakan sulit untuk istirahat atau tidur karena rasa nyeri yang dirasakannya, klien tidak merasakan kepuasan dalam tidurnya dikarenakan sering terbangun yang disebabkan nyeri yang muncul.

(22)

- Hal-hal yang mempermudah bangun : saat nyeri muncul yang membuat klien merasa tidak nyaman untuk beristirahat.

VI. Mekanisme koping

Adaptif, menyelesaikan masalah dengan berdiskusi dengan anggota keluarga, teman,

(23)

1. Analisa Data

ANALISA DATA

No Data Penyebab Masalah

Keperawatan

1 Ds : klien mengatakan nyeri pada daerah dada kiri dan menyebar ke otot selangka (otot trapezeus) kiri, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri hilang timbul dengan durasi 3-4 menit, klien mengatakan sulit untuk istirahat atau tidur, nyeri bisa muncul ketika klien merasa kelelahan, ketika istirahat, dan terkadang muncul tanpa ada penyebabnya. skala Agancy for Health Care Policy and

Research. Clinical

Practice and Trauma.

U.S Depertement of

Health and Human

Service (Smeltzer &

Bare, 2002)

- Klien tampak meringis kesakitan

Hipertensi yang tidak terkontrol,Arterosklerosis

beban kerja jantung meningkat

hipertrofi otot jantung ( kompensasi karena

akan meningkatkan kontraktilitas jantung )

hipertrofi otot jantung tidak dapat berfungsi

secara normal akan terjadi gagal jantung.

Metabolisme anaerob tinggi, pH sel menurun

Nyeri

(24)

- Klien memegangi daerah yang sakit

- Akral dingin - Keringit dingin - Perubahan pola tidur

- Merubah posisi - Gelisah

- Mengurangi interaksi dengan orang lain

- TD : 120/90 mmHg - HR : 85 x/menit

- RR : 20 x/menit

2 Ds : Klien mengatakan sulit untuk istirahat atau tidur karena rasa nyeri yang dirasakannya, klien tidak merasakan kepuasan dalam tidurnya dikarenakan sering terbangun yang disebabkan nyeri yang muncul dan durasi tidur klien lebih kurang 4 jam dalam sehari semalam.

Do :

- Mata terlihat sayu - Wajah lelah

Congestive Heart Failure

Tekanan hidrostatik >> tekanan osmotik

Perembesan cairan ke alveoli

Edema paru

Resiko pola napas tidak efektif

Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur

(25)

3. Ds : klien mengatakan tidak BAB sudah 5 hari walaupun sudah mengonsumsi obat laksatif,

Do :

- peristaltik usus 6 x/menit

- tidak dapat

mengeluarkan BAB

Curah Jantung menurun

Penurunan supali O2 ke

miokardium

Perubahan metabolisme miokardium

Nyeri dada

Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

Konstipasi

Konstipasi

2. Rumusan Masalah

Setelah anlisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan. Masalah yang muncul berdasarkan prioritas yang didasari kriteria yang harus ditangani dan segera. Berikut beberapa masalah yang muncul berdasarkan analisa data :

a) Nyeri

(26)

3. Diagnosa Keperawatan (Prioritas)

a) Nyeri b/d penurunan suplai darah ke jaringan d/d skala nyeri 6, klien tampak meringis kesakitan, klien memegangi daerah yang sakit, akral dingin, keringit dingin, Perubahan pola tidur, merubah posisi, gelisah, mengurangi interaksi dengan orang lain TD : 120/90 mmHg, HR : 85 x/menit, dan RR : 20 x/ menit.

b) Gangguan pola tidur b/d nyeri d/d klien mengatakan sulit untuk istirahat atau tidur karena rasa nyeri yang dirasakannya, klien tidak merasakan kepuasan dalam tidurnya dikarenakan sering terbangun yang disebabkan nyeri yang muncul dan durasi tidur klien lebih kurang 4 jam dalam sehari semalam, mata terlihat sayu, dan wajah lelah. c) Konstipasi b/d imobilisasi d/d klien mengatakan tidak BAB sudah 5 hari walaupun

(27)

4. Perencanaan

PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL

Hari /

- Klien menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara alternatif untuk meredakan nyeri.

- Menunjukkan tingkat nyeri pasien berada pada skala ringan (skala 1-3).

- Mengenali faktor-faktor yang meningkatkan nyeri dan melakukan tindakan pencegahan nyeri.

Rencana Tindakan Rasional

1) Kolaborasi : pemberian analgesik

- Tentukan lokasi nyeri,

karekteristik, kualitas, dan keparahan sebelum mengobati klien.

- Ikuti prinsip lima benar dalam pemberian obat.

- Kaji riwayat alergi obat.

- Evaluasi efek samping pemberian analgesik secara berkala, khususnya setelah pemberian dosis awal, observasi juga tanda dan gejala dari efek samping yang tidak di inginkan (contoh : sesak, mual, muntah, mulut kering, dan konstipasi).

- Jelaskan tentang peggunaan analgesik, cara menurunkan efek samping, dan keterlibatan dalam

(28)

pengambilan keputusan tentang relif nyeri.

- Evaluasi kemampuan klien dalam mengikuti pemakaian analgesik,

cara, dosis, dan libatkan pasien secara tepat.

2) Modifikasi Perilaku

- Identifikasi sikap dan situasi klien.

- Berikan kenyamanan fisik sebelum berkomunikasi.

- Pertahankan sikap terbuka klien. - Monitor pesan nonverbal klien

dengan melihat respon fisiologis dan repon perilaku klien.

- Ringkas percakapan ketika mengakhiri diskusi.

- Dukung klien berinteraksi dengan yang lain dengan cara yang positif.

3) Peningkatan koping

- Dukung klien berinteraksi dengan yang lain dengan cara yang positif.

- Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan memberikan dukungan.

- Dorong klien merubah pola pandang diri sendiri secara realita.

4) Manejemen medikasi

- Ikuti lima benar dalam manejemen medikasi.

tekanan darah dan meningkatkan

frekuensi jantung.

3) Membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor, perubahan,

atau ancaman yang menghambat

pemunuhan tuntutan dan peran hidup.

4) Memfasilitasi

(29)

- Periksa resep atau obat.

- Perhatikan kadaluwarsa obat pada wadah.

- Dukung klien dalam pengobatan. 5) Manejemen nyeri

- Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, dan faktor pencetus.

- Observasi isyarat nonverbal yang tidak nyaman, khususnya mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif.

- Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk menggali pengalaman nyeri dan menerima respon pasien tentang nyeri.

- Kaji pengetahuan klien dan keyakinan mengenai nyeri.

- Pertimbangkan pengaruh budaya pada respon nyeri.

- Tentukan dampak pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (misal : tidur, nafsu makan, aktivitas, pikiran, perasaan, hubungan dengan yang lain, dll).

- Kaji faktor yang memperbaiki/memperburuk

nyeri.

- Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan memberikan dukungan.

secara aman dan efektif.

(30)

- Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, dan antisipasi letidaknyamanan dari

prosedur.

- Kontrol faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi respon ketidaknyamanan pasien (misal : suhu ruangan, cahaya, bising).

- Kurangi faktor pencetus yang meningkatkan pengalaman nyeri

(misal : ketakutan, kelelahan, menetap, kurang pengetahuan).

- Ajarkan menggunakan teknik nonfarmakologis (misal : relaksasi, hipnosis, terapi musik, distraksi, dan pijat).

6) Kontrak pasien

- Dukung individu untuk

mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan yang dimilkinya.

- Bantu klien mengidentifikasi praktik yang sehat yang ingin diubah.

- Identifikasi dengan klien tujuan perawatan.

- Bantu klien mengidentifikasi realita, dan tujuan yang dicapai.

- Mulai tujuan dengan yang positif.

- Telusuri dengan klien cara untuk evaluasi, dan reward dari tujuan. 7) Bantuan analgesia yang

dikendalikan oleh pasien (Patient

(31)

Controlled Analgesia).

- Beritahu klien dan keluarga untuk memantau intensitas nyeri, kualitas, dan durasi.

- Beritahu klien untuk memantau pernapasan dan tekanan darah.

- Beritahu klien dan keluarga bagaimana penggunaan Patient Controlled Analgesia.

- Rekomendasi regimen BAB untuk menghindari konstipasi.

(32)

5. Pelaksanaan Keperawatan

Hari/tanggal No.

Dx

Implementasi Keperawatan Evaluasi

( SOAP )

Selasa, 03-6-2014

1 1) Memanejemen nyeri

- Mentukan lokasi nyeri, karekteristik, kualitas, dan keparahan.

- Menentukan dampak

pengalam nyeri terhadap kualitas hidup (misal : tidur, nafsu makan, aktivitas, pikiran, perasaan, hubungan dengan yang lain, dll).

- Mengkaji faktor yang memperbaiki/memperburuk nyeri.

- Mengontrol faktor

lingkungan yang mungkin mempengaruhi respon ketidaknyamanan pasien (misal : cahaya dan bising).

- Mengurangi faktor pencetus

yang meningkatkan pengalaman nyeri (misal

:kelelahan, dan posisi yang menetap).

- Mengajarkan menggunakan teknik nonfarmakologis, yaitu relaksasi dengan mengajarkan teknik napas dalam.

2) Memodifikasi perilaku

S : Klien mengatakan nyeri masih sering muncul yang bersifat menusuk-nusuk, menyebar ke otot selangka (otot trapezeus), dan menggaggu waktu istirahat klien.Dalam seharian ini nyeri muncul lebih kurang 7 kali dengan durasi sekitar 2-3 menit.

O : Klien tampak meringis kesakitan, memejamkan mata menahankan sakit, berkeringat dingin, akral

dingin, memegangi area yang sakit, merubah posisi, saat nyeri muncul klien tidak menggunkan teknik relaksasi dan tidak mengikuti arahan dari perawat, masih berfokus pada diri sendiri, skala nyeri 6. Namun, setelah pemberian obat analgesik klien terlihat lebih nyaman.

(33)

- Memberikan kenyamanan fisik sebelum berkomunikasi.

- Memonitor pesan nonverbal klien dengan melihat respon fisiologis dan repon perilaku klien.

- Meringkas percakapan ketika mengakhiri diskusi.

3) Meningkatan koping

- Mendorong klien merubah pola pandang diri sendiri secara realita.

4) Mengkolaborasi pemberian analgesik

- Mengikuti prinsip lima benar dalam pemberian obat.

Menginjeksi ceterolax secara

intravena (IV) melalui

threeway) sebanyak 1 ampul

pukul 16.00 WIB.

- Menjelaskan tentang

Referensi

Dokumen terkait

Alat dan Bahan : Karet gelang dan kartu angka, kartu dadu, dan media lainnya. Langkah

There have been limited studies on the correlation between physical tests (e.g. bushel weight and thousand grain weight) and nutritional value although Sibbald and Price (1976)

Effect of month, regrowth age and time of day on sward height and on the vertical distribution of biomass, bulk density, DM and OM contents in a perennial ryegrass sward..

Menjiplak gambar bentuk geometri dengan menempelkan kertas transparan dan mengikuti bentuknya dengan pensil.

Sejalan dengan keadaan itu maka di samping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD) ,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode brainstorming pada pendekatan konstruktivisme terhadap peningkatan hasil belajar siswa pada pokok bahasan laju reaksi XI

Pengar uh pandangan Fr iedm an j uga dir asak an di I ndonesia, t erlihat dari k ebij ak sanaan der egulasi dan debir ok r at isasi, y ang pada int iny a m engur angi cengk er

Andalan ut am a m engej ar pert um buhan ekonom i t ersebut adalah sekt or indust ri, pert anian, pariw isat a m elalui pengem bangan agroindust ri, peningk at an k et erkait an