• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBKHAN ROJULI STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS. Diterbitkan oleh Mer-C Publishing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUBKHAN ROJULI STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS. Diterbitkan oleh Mer-C Publishing"

Copied!
231
0
0

Teks penuh

(1)

1

SUBKHAN ROJULI

STRATEGI PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN IPS

Diterbitkan oleh Mer-C Publishing

(2)

2

Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS

Penulis: Subkhan Rojuli

Email : subkhan_rojuli@yahoo.com Editor: Johanes Che Parikesit

Tata Letak: Tim Kreatif Mer-C Publishing Sampul: Heru

Diterbitkan Oleh: Mer-C Publishing

Alamat

PT Adhi Sarana Nusantara

Jl. Ulujami Raya no 2 Perdatam Jakarta Selatan 0852-1225-3539

E-mail: mer.c.publishing@gmail.com www.mer-c-publishing.com

Cetakan I

Jakarta, Mer-C Publishing, November 2016 106; 14 x 20 cm

ISBN : 978-602-60510-0-4

Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)

Hak Cipta dilindungi Undang-undang All right reserved

(3)

3

“Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para widyaiswara LAN dan para dosen UPI Bandung yang telah memberi bekal pengetahuan untuk mendukung penulisan buku ini. Penulis sangat menyadari bahwa bahan ajar ini jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan masukan kritik dan saran untuk bahan perbaikan, semoga buku ini dapat bermanfaat”.

(4)

4

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH ... 3 DAFTAR ISI ... 4 BAB I. KONSEP PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN IPS ... 8 A. Pengertian Pembelajaran, IPS dan

Pendidikan IPS ... 8 B. Hakikat, Perspektif dan Tujuan

Pembelajaran Pendidikan IPS .... 10 C. Dimensi Pendidikan IPS ... 15 D. Hubungan Pendidikan IPS dengan

Ilmu-ilmu Sosial ... 19 BAB II. MASALAH PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN IPS ... 20 A. Pengertian Masalah ... 20 B. Jenis-Jenis Masalah Pembelajaran

Pendidikan IPS ... 20 BAB III. KONSEP STRATEGI

(5)

5

A. Konsep Strategi Pembelajaran

Pendidikan IPS………… ... 34 B. Unsur Strategi Pembelajaran… ... 40 C. Dasar Pemilihan Strategi……… . 41 D. Variabel Strategi Pembelajaran… 43 BAB IV. KLASIFIKASI STRATEGI

PEMBELAJARAN PIPS ... 46 A. Strategi Pembelajaran PIPS…… 46 B. Model-Model Pembelajaran…….. 51 C. Pendekatan Pembelajaran ... 58 D. Metode Pembelajaran ... 59 E. Teknik Pembelajaran... 65 BAB V. PENENTUAN STRATEGI

PEMBELAJARAN PIPS ... 66 A. Perbedaan Individu dan Keragaman 66 B. Menangani Siswa di Kelas Yang

Beragam…… ... 77 C. Penentuan Pembelajaran PIPS Dalam

Lingkungan Yang Beragam…… 83 BAB VI. INOVASI PEMBELAJARAN PIPS 112

(6)

6

A. Pengertian Inovasi Pembelajaran

PIPS…… ... 112

B. Peluang Inovasi Pembelajaran PIPS 113 C. Tantangan Inovasi Pembelajaran PIPS114 D. Kendala Inovasi Pembelajaran PIPS 120 E. Arah Inovasi Pembelajaran PIPS 123

BAB VII. TEORI-TEORI YANG MELANDASI PEMBELAJARAN PIPS ... 140

A. Daftar Teori Pembelajaran dan Penemunya…… ... 140

B. Contoh Aplikasi Teori Dalam Pembelajaran PIPS…….. ... 143

1. Teori Kontruktivisme ... 143

2. Teori Experential Learning ... 155

3. Contextual Teaching & Learning 169 4. Work Based Learning... 174

BAB VIII. CONTOH PENELITIAN INOVASI PEMBELAJARAN PIPS ... 182

A. Pendahuluan ... 182

B. Landasan Teori ... 191

(7)

7

DAFTAR PUSTAKA ... 219 BIODATA PENULIS ... 229

(8)

8

BAB I

KONSEP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS

A. Pengertian Pembelajaran, IPS dan Pendidikan IPS Pembelajaran (learning) dapat didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan dan keterampilan berfikir, yang diperoleh melalui pengalaman (Santrock, 2011:266).

Merujuk pada kurikulum 2013 IPS untuk SMP/MTs bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang mengkaji tentang isu-isu social dengan unsur kajiannya dalam konteks peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi (Supardan, 2015 : 17). Sedangkan pengertian IPS di SD adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi dan Ekonomi (Gunawan, 2013 : 48).

Menurut Somantri (2001 : 92) bahwa pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi

(9)

9

dari disiplin ilmu-ilmu social dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

Konsep IPS pada dasarnya merupakan satu konsep keterpaduan sebab IPS hakikatnya merupakan kajian yang diambil dari berbagai disiplin ilmu yang bertujuan agar siswa dapat menjadi warga Negara yang baik dan memilki tanggung jawab dan dapat memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan bagi dirinya (Agus Mulyana dalam Somantri, dkk; 2010 : 112).

Pendidikan IPS bukan merupakan pendidikan disiplin ilmu tetapi adalah suatu kajian tentang masalah-masalah social yang dikemas sedemikian rupa dengan mempertimbangkan factor psikologis perkembangan peserta didik dan beban waktu kurikuler untuk program pendidikan, sedangkan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah sebuah program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam

(10)

10

nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial, maupun ilmu pendidikan (Gunawan, 2013 : 113).

B. Hakikat, Perspektif dan Tujuan Pembelajaran Pendidikan IPS

Hakikat IPS adalah telaah tentang manusia sebagai makhluk social yang selalu hidup bersama dan dunianya (Gunawan, 2013 : 17).

Menurut Ridwan Effendi dalam Somantri, dkk (2010 : 32) alasan mempelajari pendidikan IPS adalah membantu kita untuk memahami bagaimanan hidup bersama dengan yang lain (seperti bertetangga dan berinteraksi dengan lingkungannya, meningkatkan kepedulian dengan masalah sekitar sehingga untuk memupuk nilai-nilai hidup bersama di atas diperlukan sarana, yaitu pelajaran IPS.

Roberta Woolover dan Kathryn P. Scoot (1987) dalam Somantri, dkk (2010 : 39-53) merumuskan ada lima perspektif dalam mengajarkan IPS, yaitu :

(11)

11

1) IPS diajarkan sebagai pewarisan nilai kewarganegaraan, tujuan utamanya adalah mempersiapkan anak didik menjadi warga Negara yang baik.

2) IPS diajarkan sebagai pendidikan ilmu-ilmu social, tujuan utamanya adalah mendidik anak untuk memahami ilmu-ilmu social.

3) IPS diajarkan sebagai reflektif inquiry dengan penekanan terpenting yaitu bagaimana guru memberikan motivasi agar siswa dapat berpikir. 4) IPS diajarkan sebagai pengembangan pribadi

siswa, tujuan utamanya ialah mengembangkan seluruh potensi siswa baik pengetahuan, fisik, social dan emosinya.

5) IPS diajarkan sebagai proses pengambilan keputusan dan tindakan social yang rasional, tujuan utamanya ialah bagaimana siswa diajari untuk dapat membuat keputusan dan tindakan yang rasional.

(12)

12

Pada kurikulum 2013 tujuan pembelajaran IPS dinyatakan sebagai berikut (Widarwati dan Wijayati, E; 2016 : 9) :

1) IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan social dan alam. Disamping itu, tujuan pendidikan IPS menekankan pada pengetahuan tentang bangsanya, semangat kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah NKRI.

2) Muatan pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah yang berbasis pada konsep-konsep terpadu dari berbagai disiplin ilmu untuk tujuan pendidikan adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

(13)

13

3) Pada hakikatnya IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran dalam bentukintegrated social studies. Muatan IPS berasal dari sejarah, ekonomi, geografi, dan sosiologi. Mata pelajaran ini merupakan program pendidikan yang berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu,dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam.

4) Tujuan pendidikan IPS menekankan pada pemahaman tentang bangsa, semangat kebangsaan,patriotisme,dan aktivitas masyarakat dibidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5) Pendidikan IPS menggunakan pendekatan trans-disciplinarity di mana batasbatas disiplin ilmu tidak lagi tampak secara tegas dan jelas,karena konsepkonsep disiplin ilmu berbaur dan/atau terkait dengan permasalahanpermasalahan yang dijumpai di sekitarnya. Kondisi tersebut

(14)

14

memudahkan pembelajaran IPS menjadi pembelajaran yang kontekstual.

6) Pembelajaran IPS diintegrasikan melalui konsep ruang, koneksi antar ruang, dan waktu.

Tujuan pembelajaran pendidikan IPS menurut Suwarma Al-Muchtar (2014, 15-16) adalah mempersiapkan para pelajar menjadi warga Negara yang baik dan mengembangkan kemampuan menggunakan penalaran dalam pengambilan keputusan setiap persoalan yang dihadapi.

Jack R. Fraenkel (1980) dalam Somantri (2010 : 99-100) membagi tujuan IPS dalam empat kategori, yaitu :

1) Pengetahuan, yaitu kemahiran dan pemahaman terhadap sejumlah informasi dan ide-ide.

2) Keterampilan, yaitu pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu sehingga digunakan pengetahuan yang diperolehnya

3) Sikap, yaitu kemahiran, mengembangkan dan menerima keyakinan-keyakinan, interes,

(15)

15

pandangan-pandangan dan kecenderungan tertentu.

4) Nilai, yaitu kemahiran memegang sejumlah komitmen yang mendalam, mendukung ketika sesuatu dianggap penting dengan tindakan yang tepat.

C. Dimensi Pendidikan IPS

Program pendidikan IPS yang komprehensif adalah program yang mencakup empat dimensi (Sapriya, 2014 : 48) yang meliputi :

1) Dimensi pengetahuan (knowledge)

Secara konseptual pengetahuan mencakup : fakta, konsep dan generalisasi yang dipahami oleh siswa. Fakta adalah data yang spesifik tentang peristiwa, objek, orang, dan hal-hal yang terjadi (peristiwa). Konsep merupakan kata-kata atau frase yang mengelompok, berkategori dan memberi arti terhadap kelompok fakta yang berkaitan. Generalisasi merupakan suatu

(16)

16

ungkapan/pernyataan dari dua atau lebih konsep yang saling terkait.

2) Dimensi keterampilan (skills)

Keterampilan yang diperlukan dan menjadi unsur dalam pendidikan IPS adalah keterampilan meneliti, keterampilan berpikir, keterampilan partisipasi social dan keterampilan berkomunikasi. Keterampilan meneliti mencakup aktivitas : mengidentifikasi dan mengungkapkan masalah atau isu, mengumpulkan dan mengolah data, menafsirkan data, menganalisis data, menilai bukti-bukti yang ditemukan, menyimpulkan, menerapkan hasil temuan dalam konteks yang berbeda dan membuat pertimbangan nilai.

Beberapa keterampilan berpikir yang perlu dikembangkan oleh guru di kelas untuk para siswa meliputi : mengkaji dan menilai data secara kritis, merencanakan, merumuskan factor sebab dan akibat, memprediksi hasil daru sesuatu kegiatan atau peristiwa, menyarankan apa yang akan ditimbulkan dari suatu peristiwa atau perbuatan,

(17)

17

curah pendapat (brainstorming), berspekulasi tentang masa depan, menyarankan berbagai solusi alternative dan mengajukan pendapat dari perspektif yang berbeda.

Beberapa keterampilan partisipasi social yang perlu dibelajarkan oleh guru meliputi : mengidentifikasi akibat dari perbuatan dan pengaruh ucapan terhadap orang lain, menunjukkan rasa hormat dan perhatian kepada orang lain, berbagi tugas dan pekerjaan dengan orang lain, berbuat efektif sebagai anggota kelompok, mengambil berbagai peran kelompok, menerima kritik dan saran serta menyesuaikan kemampuan dengan tugas yang harus diselesaikan.

Keterampilan berkomunikasi hendaknya tidak hanya diungkapkan dengan bahasa tulis dan lisan, tetapi siswa diarahkan juga untuk mengungkapkan gagasannya dalam bentuk lain, seperti dalam film, drama, seni, pertunjukan, foto bahkan dalam bentuk peta.

(18)

18

Nilai adalah seperangkat keyakinan atau prinsip perilaku yang telah mempribadi dalam diri seseorang atau kelompok masyarakat tertentu yang terungkap ketika berpikir atau bertindak. Nilai dibedakan atas nilai substantive dan nilai procedural. Nilai substantive adalah keyakinan yang telah dipegang oleh seseorang dan umumnya hasil belajar, bukan sekedar menanamkan atau menyampaikan informasi semata. Nilai-nilai procedural yang perlu dilatih atau dibelajarkan antara lain nilai kemerdekaan, toleransi, kejujuran, menghormati kebenaran dan menghargai pendapat orang lain.

4) Dimensi tindakan (action)

Dimensi tindakan social untuk pembelajaran IPS meliputi tindakan aktivitas, yaitu : percontohan kegiatan dalam memecahkan masalah di kelas seperti cara bernegosiasi dan bekerja sama, berkomunikasi dengan anggota masyarakat dan pengambilan keputusan.

(19)

19

D. Hubungan Pendidikan IPS dengan Ilmu-ilmu Sosial

Kedudukan ilmu-ilmu sosial dalam kaitannya dengan pendidikan IPS, menempatkan ilmu-ilmu sosial sebagai sumber ilmu keilmuan dan materi bahan sajian pendidikan IPS sehingga hubungan keduanya bersifat materiil (Suwarma, 2014 : 17). Implikasinya jika lemah penguasaan dari konsep-konsep disiplin ilmu-ilmu social, maka akan lemah pula potensi/ kemampuan pengembangan pendidikan IPS. Jadi penguasaan ilmu-ilmu tersebut untuk tujuan pendidikan lebih aplikatif dibandingkan dengan mereka yang bergerak dalam ilmu social murni.

(20)

20

BAB II

MASALAH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS

A. Pengertian Masalah

Menurut kerlinger (2006) mendefinisikan masalah sebagai berikut:

1. Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan yang ada dengan yang seharusnya ada

2. Kesenjangan (gap) antara yang seharusnya dengan apa yang terjadi tentang sesuatu hal 3. Kesenjangan antara harapan dan kenyataan

B. Jenis-Jenis Masalah Pembelajaran Pendidikan IPS

1. Masalah Peran dan Kemampuan Guru Pendidikan IPS

Menurut Al-Muchtar (2014, 147-149) rendahnya kadar kualitas pembelajaran IPS dilihat dari dimensi peran dan kemampuan guru antara lain sebagai berikut :

(21)

21

a) Lebih banyak bertindak dan berperan sebagai pelaksana kurikulum daripada pengembang kurikulum pendidikan IPS.

b) Memiliki orientasi yang lebih kuat pada tercapainya target kurikulum, implikasinya lebih menguasai materi pelajaran yang terdapat dalam buku daripada pemahaman terhadap karakteristik peserta didik.

c) Memiliki kemampuan dan keterampilan tentang berbagai pendekatan dan metode pembelajaran, namun kurang memiliki motivasi yang kuat untuk berani menggunakan metode yang bervariasi dalam pembelajaran pendidikan IPS. d) Kurang menguasai teori belajar dan

model-model belajar, sehingga kurang memiliki kekuatan untuk melakukan inovasi pembelajaran dalam pendidikan IPS.

e) Tidak berperan sebagai sumber-sumber informasi penelitian, sehingga pengalaman mengajar belum secara efektif dijadikan bahan

(22)

22

masukan, bagi perbaikan dan rekonstruksi program pengembangan kurikulum

f) Belum dapat bertindak sebagai peneliti dalam pendidikan bidang pembelajaran, implikasinya terdapat kelangkaan teori-teori dan model pembelajaran.

g) Cenderung lebih disebut aspek administratif bersifat formalistik daripada pemikiran dalam memperkuat proses pembelajaran.

h) Kreativitas dalam proses pembelajaran pendidikan IPS terstruktur oleh terbatasnya dukungan sumber daya pendidikan.

i) Budaya pembelajaran pendidikan IPS lebih dipengaruhi oleh rutinitas dan formalistik, daripada akademik dan inovasi pembelajaran. j) Hasil pendidikan tambahan penataran tidak

dapat sepenuhnya dikembangkan dalam praktek pembelajaran pendidikan IPS, karena rutinitas lebih mempengaruhi budaya belajar.

(23)

23

2. Masalah Proses Pembelajaran Pendidikan IPS Menurut Gunawan (2013 : 88, 113) bahwa yang menyebabkan kegagalan pembelajaran IPS di sekolah-sekolah di Indonesia adalah pendidikan IPS di sekolah belum berupaya melaksanakan dan membiasakan pengalaman nilai-nilai kehidupan demokratis, social, kemasyarakatan dengan melibatkan siswa dan komunitas sekolah dalam berbagai aktivitas kelas; pembelajaran lebih menekankan aspek pengetahuan, fakta dan konsep-konsep yang bersifat hafalan belaka; menjemukkan dan membosankan; tidak praktis; begitu syarat materi; hanya menyajikan berbagai informasi sementara siswa tidak satu pun memahaminya; kurang membelajarkan keterampilan berfikir; cenderung untuk indoktrinasi nilai-nilai dari guru sendiri daripada “hidden curriculum” yang ada pada diri siswa yang juga sebenarnya sarat nilai; dan kurang diarahkan pada pembelajaran yang bermakna dan berfungsi bagi kehidupannya sehingga perlu adanya inovasi pembelajaran.

(24)

24

Masalah yang selalu dianggap menarik dalam pembelajaran IPS selama ini, adalah, adalah temuan dari beberapa penelitian (Hasan, 2007 dalam Somantri, dkk; 2010 : 8-9 ) mengisyaratkan bahwa pembelajaran IPS di sekolah selalu disajikan dalam bentuk faktual, konsep yang kering, guru hanya mengejar target pencapaian materi kurikulum, tidak mementingkan proses, karena itu pembelajaran IPS selalu menjenuhkan dan membosankan, dan oleh peserta didik dianggap sebagai pelajaran hanya untuk mereka yang kurang cerdas.

Jika pembelajaran IPS selama ini tetap diteruskan, (terutama hanya menekankan pada informasi, fakta dan hafalan lebih mementingkan isi daripada proses, kurang diarahkan pada proses berfikir (tingkat tinggi), dan kurang diarahkan pada pembelajaran yang bermakna dan berfungsi bagi kehidupannya), maka pembelajaran IPS tidak akan mampu membantu peserta didiknya untuk dapat hidup secara efektif dan produktif dalam

(25)

25

kehidupan masa datang. Oleh karena itu sudah semestinyalah pembelajaran IPS masa kini dan masa depan mengikuti berbagai perkembangan yang terjadi di dunia secara global (Gunawan, R., 2013:88-89).

Pembelajaran lebih banyak disajikan dengan menggunakan metode ceramah bervariasi yang lebih banyak ceramahnya daripada variasinya. Analisis rumusan KBM dalam satuan pelajaran dan model program yang dikembangkan para guru ternyata menunjukkan hal yang sama. Kondisi ini menunjukkan kelemahan dan kerawanan IPS yang berdampak kurang dapat membangkitkan motivasi belajar bagi peserta didik, dan berdampak melemahnya kualitas IPS dari proses maupun belajarnya, lebih jauh peserta didik kurang merasakan manfaat belajar IPS (Al-Muchtar, 2014 : 88).

Proses pembelajaran IPS dianggap membosankan karena peserta didik terpaku ketat di mejanya masing-masing dengan mencatat,

(26)

26

mendengar, menjawab pertanyaan guru atau pun berdiskusi dan kurang diarahkan pada pengumpulan informasi, pemahaman informasi, pengembangan skills/values dan pemantapan skills/values (Hamind Hasan dalam Somantri, dkk; 2010 : 20, 22).

Menurut Al-Muchtar (2014 : 100-101; 142-144) kelemahan proses pembelajaran pendidikan IPS adalah sebagai berikut :

a) Kebiasan guru pendidikan IPS lebih banyak menggunakan pendekatan ekspository daripada inquiry. Dengan menonjolnya metode ceramah ternyata tidak memberikan peluang bagi pengembangan berpikir tingkat tinggi dan pengkajian nilai dari setiap materi pelajaran pendidikan IPS.

b) Proses pembelajaran pendidikan IPS kurang ditunjang dengan pengembangan dan penggunaan media dan alat pembelajaran

(27)

27

c) Proses pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada pengembangan aspek kognitif daripada afektif dan psikomotor

d) Proses pembelajaran pendidikan IPS kurang menyentuh aspek nilai social dan keterampilan social

e) Proses pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada pencurahan isi buku dari pada proses penalaran isi buku

f) Proses pembelajaran pendidikan IPS lebih menempatkan siswa sebagai penerima informasi dalam soal belajar satu arah, daripada melibatkan siswa dalam proses berpikir

g) Proses pembelajaran pendidikan IPS lebih menempatkan guru sebagai sumber informasi yang dominan, disamping terbatasnya penggunaan sumber daya belajar lainnya

h) Proses pembelajaran pendidikan IPS lebih menempatkan guru sebagai sumber informasi, seperti terdapat dalam buku, daripada

(28)

28

kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan nyata

i) Proses pembelajaran pendidikan IPS belum banyak mengakses pada penguatan system nilai keimanan dan ketakwaan

j) Proses pembelajaran pendidikan IPS belum secara tegas mengakses pada penguasaan IPTEK

Hasil penelitian Al-Muchtar juga menyimpulkan bahwa lemahnya kualitas proses pendidikan IPS disebabkan terbatasnya sumber daya belajar pada buku teks, dan keengganan guru untuk menggunakan sumber lain, disebabkan oleh factor social budaya yang cenderung kurang memberikan penghargaan terhadap pendidikan IPS, baik dikalangan guru, peserta didik, dan orang tua sebagai dampak negative dari pandangan dan penghargaan yang lebih baik pada aspek science dan technology secara tidak professional (Al-Muchtar, 2014 : 97).

(29)

29

3. Masalah Evaluasi Dalam Pembelajaran Pendidikan IPS

Kelemahan pendidikan IPS dilihat dari segi evaluasinya, yaitu lebih banyak menekankan kepada kognitif tingkat rendah. Dampaknya kemampuan berpikir tidak berkembang ke tingkat yang lebih tinggi, dan kondisi ini memungkinkan semakin berkembangnya cara belajar menghapal dan menghambat bagi perkembangan cara belajar siswa aktif. Sedangkan aspek nilai kurang banyak disentuh, hal ini disebabkan mengkonstruksi alat evaluasinya dirasakan oleh para guru lebih sulit daripada aspek lainnya. Jenis tes obyektif lebih banyak digunakan, namun konstruksi tesnya masih lemah, sehingga memberikan peluang bagi peserta didik untuk berspekulasi dan tidak hanya menuntut berpikir kritis. (Al-Muchtar, 2014 : 88; 98).

Berdasarkan hasil penelitian Al-Muchtar (2000) dalam menjelaskan bahwa aspek yang dievaluasi terbatas pada apa yang disajikan yang bersumber pada buku teks, tidak dikaitkan dengan

(30)

30

masalah social budaya yang actual, sehingga aspek nilai social budaya tidak disajikan aspek yang dievaluasi dalam IPS. Hal ini menyebabkan rendahnya mutu proses dan hasil belajar IPS, sehingga dampaknya memperkuat kondisi bahwa IPS merupakan pelajaran hapalan (Al-Muchtar ; 2014: 98-99).

Menurut Al-Muchtar (2014 : 100-101) masalah pengembangan evaluasi pembelajaran pendidikan IPS, diantaranya :

a) Evaluasi dilakukan dengan lebih menekankan pada aspek tujuan daripada proses belajar, sehingga pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan nilai/moral secara sadar tidak dijadikan sasaran evaluasi. Hal ini menjadi kelemahan yang menyebabkan rendahnya kualitas proses dan hasil belajar.

b) Hasil evaluasi tidak dijadikan masukan bagi pengembangan program pelajaran selanjutnya. Hal ini memperlihatkan factor manusia lebih

(31)

31

menonjol sebagai titik kritis dari pada factor kurikulumnya.

4. Masalah Budaya Belajar Dalam Pembelajaran Pendidikan IPS

Unsur budaya feodalistik dan paternalistic memberikan dampak negative bagi rendahnya keberanian untuk mengeluarkan pendapat, mengajukan pertanyaan, kritik dan penilaian. Kondisi ini cenderung semakin tumbuh dan berkembang, antara lain disebabkan tidak ada kemauan dan keberanian dari guru untuk melakukan improvisasi dan memanfaatkan unsur budaya itu sebagai potensi dan kekuatan budaya yang dapat dijadikan salah satu aspek pendukung bukan menjadikannya penghambat.

Anggapan iklim belajar yang baik adalah yang tertib dan tidak gaduh sebagai menyebabkan interaksi tatap muka di kelas didominasi oleh guru masih berkembang sejalan tumbuh dan berkembangnya budaya “budaya menghapal dalam

(32)

32

IPS”. Selain itu, anggapan bahwa memenuhi hasil belajar lebih penting daripada proses menyebabkan “belajar” dirasakan sebagai “beban” bukan suatu “kebutuhan” sehingga tidak tumbuh budaya belajar yang menyenangkan. Dampak dari dominasi guru menyebabkan suasana belajar lebih tampak otoriter daripada demokratis, motivasi dan semangat belajar lemah, persaingan sehat dalam prestasi belajar tidak tumbuh. Semangat pengabdian terhadap keberanian dan ilmu pengetahuan serta cara berpikir ilmuwan social tidak tampak terimplementasi dalam budaya belajar IPS. Keberanian bertanya, mengeluarkan pendapat, melakukan penelitian dan mengemukakan kritik serta menghargai pendapat orang lain belum tampak berkembang sebagai budaya belajar (Al-Muchtar, 2014 : 108-109; 118-119).

(33)

33

5. Masalah Sumber Belajar Dalam Pembelajaran Pendidikan IPS

Sumber belajar diartikan sebagai berbagai aspek yang mendukung bagi terselenggaranya proses belajar mengajar, baik berupa perangkat keras maupun perangkat lunak. Penelitian Al-Muchtar mengungkapkan bahwa penggunaan sumber daya belajar dalam IPS masih terbatas. Buku teks merupakan sumber belajar yang paling banyak digunakan baik oleh guru maupun peserta didik. Sumber belajar yang ada dilingkungan sekolah seperti perpustakaan sekolah, majalah dinding, alat peraga belum digunakan secara optimal. Sumber belajar yang ada di lingkungan masyarakat peserta didik seperti media massa, cetak, dan elektronik belum terintegrasi sebagai sebagai sumber belajar IPS (Al-Muchtar, 2014 : 92).

(34)

34

BAB III

KONSEP STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS

A. Konsep Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS Ilmu Pengetahuan Sosial adalah program pembelajaran yang bertujuan untuk membantu dan melatih anak didik, agar mampu memiliki kemampuan untuk mengenal dan menganalisis suatu persoalan dari berbagai sudut pandang yang komprehensif (Supardan, D; 2015 : 17).

Berdasarkan tujuan kurikulum IPS 2013 untuk SMP/MTs menyebutkan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang mempelajari masalah-masalah social dengan obyek kajiannya berupa peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi. Topik yang dipelajari adalah fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat baik masa lalu, masa sekarang, dan kecenderungannya di masa datang. Selain itu, IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sebagai pendidikan

(35)

35

berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan social dan alam (Widarwati dan Wijayati, E; 2016 : 9).Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang mengarahkan pada tujuan pembelajaran di atas.

Menurut Gredler (2011 : 425) belajar didefinisikan sebagai akuisisi representasi simbolis dalam bentuk kode verbal atau visual yang bertindak sebagai pedoman untuk perilaku di masa depan. Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu (Rusman, 2014 : 379).

Istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan, sedangkan strategi yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran disebut strategi pembelajaran (Majid, A; 2014 : 4-6)

(36)

36

Menurut Wina Sanjaya (2013 : 126) strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/ kekuatan dalam pembelajaran. Strategi berbeda dengan metode, strategi menunjukkan kepada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara atau alat yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi dan mencapai tujuan pembelajaran (Rusman, 2014 : 132; Hamzah B. Uno, 2014 : 32).

Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seseorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya diakhir kegiatan belajar (Hamzah B. Uno, 2014 : 2). Strategi pembelajaran berada pada lingkup terluar dari konsep yang meliputi model, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.

(37)

37

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran dan menurut Roy Killen (1998) dalam Sanjaya (2013 : 127) terdapat dua macam pendekatan, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approaches).

Metode pembelajaran lebih bersifat procedural, sedangkan teknik bersifat implementatif yang berisi tahapan tertentu sebagai cara yang digunakan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode berdasarkan gaya masing-masing orang (Sanjaya, 2013 : 127; Hamzah B. Uno, 2014 : 2). Metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.

Berdasarkan penjabaran di atas, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik (Majid, A; 2014 : 24).

Teknik adalah berbagai cara yang secara langsung diterapkan guru untuk menyampaikan materi

(38)

38

kepada siswanya selama proses pembelajaran terjadi di kelas (Yunus Abidin, 2016 : 112). Cara ini berkenaan langsung dengan implementasi kegiatan belajar mengajar yang mencakup aktivitas kelas, tugas dan pengujian dalam kelas yang dilakukan guru.

Gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tersebut disebut taktik. Taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual (Majid, A; 2014 : 24). Misalnya : terdapat dua orang yang sama-sama menggunakan metode ceramah, dalam penyajiannya yang satu diselingi humor sedangkan yang satunya lagi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik.

Keterhubungan antara strategi, model, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini :

(39)

39

Gambar Keterhubungan Dimensi-dimensi Pembelajaran

(Sumber : Yunus Abidin, 2016 : 121)

Berdasarkan gambar di atas teknik pembelajaran berada pada lingkup terdalam yang terlahir dari metode dan pendekatan pembelajaran yang relevan. Sedangkan model pembelajaran dirancang berdasarkan strategi yang tepat. Model pembelajaran dibangun atas pendekatan yang berfungsi sebagai orientasi model, metode

(40)

40

pembelajaran yang berfungsi sebagai sintak, dan teknik yang berfungsi sebagai gambaran implementasi model.

B. Unsur-unsur Strategi Pembelajaran

Newman dan Logan (2003) dalam Sanjaya (2013) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:

a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (output) da sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarkat yang memerlukannya.

b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.

c. Mempertombangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan ditempuh sejak titik awal sampai sasaran.

d. Mempertimbangkan dan menetapkan tolak ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk

(41)

41

mengukur dan meniai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

a. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.

b. Mempertimbangkan dan memilih system pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.

c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-lankah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.

d. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atu kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

C. Dasar Pemilihan Strategi Pembelajaran

Titik tolak penentuan strategi pembelajaran tersebut adalah perumusan tujuan pengajaran secara jelas. Agar siswa dapat melaksanakan kegiatan belajar

(42)

42

mengajar secara optimal, selanjutnya guru harus memikirkan pertanyaan berikut: “Strategi manakah yang paling efektif dan efisien untuk membantu tiap siswa dalam pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.

Langkah yang harus ditempuh antara lain menentukan tujuan dalam arti merumuskan tujuan dengan jelas sehingga dapat diketahui apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa, dalam kondisi yang bagaimana, serta seberapa tingkat keberhasilan yang diharapkan. Pertanyaan inipun tidak mudah dijawab, sebab selain setiap siswa berbeda, juga tiap guru pun mempunyai kemampuan dan kualifikasi yang berbeda pula. Di samping itu, tujuan yang bersifat afektif seperti sikap dan perasaan., lebih sukar untuk diuraikan (dijabarkan) dan diukur. Tujuan yang bersifat kognitif biasanya lebih mudah, strategi yang dipilih guru untuk aspek ini didasarkan pada perhitungan bahwa strategi tersebut akan dapat membentuk sebagian besar siswa untuk mencapai hasil yang optimal.

(43)

43

D. Variabel Strategi Pembelajaran

Faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan strategi pembalajaran ialah; tujuan, bahan pelajaran, alat dan sumber, siswa, dan guru. Gagne mengklasifikasikan hasil-hasil belajar yang membawa implikasi terhadap penggunaan strategi pembelajaran, sebagai berikut :

1) Keterampilan intelektual dengan tahapan-tahapannya:

a) Diskriminasi (mengenal benda konkret).

b) Konsep konkret (mengenal sifat-sifat benda/objek konkret)

c) Konsep terdefinisi (kemampuan memahami konsep terdefinisi)

d) Aturan (kemampuan menggunakan aturan, rumus, hukum/dalil, prinsip)

e) Masalah/aturan tingkat tinggi (kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai aturan)

(44)

44

2) Strategi kognitif (kemampuan memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat,dan berpikir)

3) Informasi verbal (kemampuan menyimpan nama/label, fakta pengetahuan di dalam ingatan). 4) Keterampilan motorik (kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan fisik)

5) Sikap (kemampuan menampilkan perilaku yang bermuatan nilai-nilai)

Yang perlu dipertimbangkan dari faktor siswa di dalam menggunakan strategi belajar mengajar, antara lain:

1) Siswa sebagai pribadi memiliki perbedaan dengan siswa lain.

2) Jumlah siswa yang mengikuti pelajaran.

Dari faktor alat dan sumber yang perlu dipertimbangkan ialah:

1) Jumlah dan karakteristik alat pelajaran dan peraga. 2) Jumlah dan karakteristik sumber pelajaran (bahan

(45)

45

Dari faktor guru yang akan memengaruhi penggunaan strategi pembelajaran ialah kemampuan menguasai bahan pelajaran dan kemampuan mengajarkannya kepada siswa.

(46)

46

BAB IV

KLASIFIKASI STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS

A. Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS

Menurut Supardan (2015 : 201-205) strategi pembelajaran IPS yang mendorong kreativitas ada empat macam :

1) Strategi pembelajaran sosiodrama

Strategi pembelajaran sosiodrama adalah strategi dengan memainkan peran tokoh-tokoh tertentu yang mempunyai nilai-nilai karakteristik kejuangan sehingga ada transfer of learning pada diri pemainnya. Komponen-komponen yang terdapat dalam strategi tersebut adalah : (a) menentukan tujuan pembelajaran, (b) menentukan topik kajian, (c) menentukan/memilih peran, (d) pemeranan adegan, (e) diskusi/evaluasi pemeranan. 2) Strategi pembelajaran sinektik

Merupakan strategi yang menggunakan pikiran yang kreatif dalam menganalogikan dan

(47)

47

menerjemahkan suatu masalah melalui analisis dari berbagai sudut pandang. Terdapat tiga jenis analaogi dalam mencari pemecahan masalah menggunakan strategi pembelajaran sinektetik, yaitu : (a) analogi fantasi, (b) analogi langsung dan (c) analogi pribadi. 3) Strategi pembelajaran studi ekskursi perjalanan

Merupakan pembelajaran kontekstual yang memberikan pengalaman langsung dengan pengamatan tentang fenomena dan kumpulan data di tempat yang dikunjungi. Tujuan pembelajaran ini adalah mempelajari suatu objek sejarah secara konkret, menggunakan pengalaman sensori dan melatih siswa dalam menerapkan metodologi riset. 4) Strategi pembelajaran inkuiri sosial

Merupakan suatu strategi pengembangan kemampuan siswa untuk penyelidikan dan merefleksikan sifat kehidupan social terutama sebagai latihan hidup langsung di masyarakat. Pendekatan strategi ini bertolak dari suatu keyakinan bahwa dalam rangka pengembangan kemampuan siswa secara independen, penyelidikan

(48)

masalah-48

masalah social sangat diperlukan sebagai partisipasi aktif warga negara/warga masyarakat

Menurut Trianto (2015 : 184-187) mengungkapkan strategi pembelajaran IPS meliputi : 1) Strategi urutan penyampaian suksesif, yaitu strategi

pembelajaran dimana guru menyampaikan materi pembelajaran secara berurutan dan mendalam. 2) Strategi penyampaian fakta, yaitu strategi

pembelajaran dimana guru menyampaikan materi dengan menyajikan fakta secara lisan, tulisan atau gambar.

3) Strategi penyampaian konsep, yaitu strategi pembelajaran yang bertujuan mempelajari konsep dengan kegiatan menunjukkan ciri-ciri, unsur, membedakan, membandingkan, menggeneralisasi, dsb.

4) Strategi penyampaian materi pembelajaran prinsip, yaitu strategi pembelajaran dimana guru menyampaikan materi berupa dalil, rumus, hokum, postulat, dan teori.

(49)

49

5) Strategi penyampaian prosedur, yaitu strategi pembelajaran yang bertujuan agar siswa dapat melakukan atau mempraktekan prosedur.

6) Strategi penyampaian materi aspek sikap, yaitu strategi pembelajaran yang meliputi kegiatan pemberian respons, penerimaan suatu nilai, internalisasi, dan penilaian.

Menurut Costa, et. Al. (1985) dalam Supardan (2015 : 194-198) strategi pembelajaran dikelompokkan kedalam empat macam, yaitu :

1) Strategi pembelajaran direktif/strategi langsung Strategi langsung merupakan strategi yang secara langsung berorientasi pada penguasaan materi pembelajaran yang biasanya digunakan guru agar siswa lebih cepat memahami materi pembelajaran, misalnya strategi drill, peta konsep dan strategi menyingkat (Yunus Abidin, 2016 : 120).

2) Strategi pembelajaran mediatif

Strategi mediatif adalah strategi yang mentransformasikan informasi, keterampilan, dan konsep ke dalam arti baru dan praktek serta

(50)

50

memahami proses rasional pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan berpikir kritis secara induktif, misalnya strategi inkuiri social, diskusi, concept attainment, concept formation dan moral reasoning.

3) Strategi pembelajaran generative

Strategi generative adalah strategi yang mendorong siswa untuk belajar kreatif dengan mengujakan gagasan-gagasan yang orisinal, fleksibel, lancer dan elaborative sehingga menghasilkan kombinasi-kombinasi baru yang lebih berguna, logis dan elegan, misalnya strategi problem solving, brainstorming dan sinektetik.

4) Strategi pembelajaran kolaboratif

Strategi kolaboratif merupakan strategi yang menyediakan cara untuk belajar dengan membentuk struktur kelompok siswa untuk membantu berpikir dan memecahkan masalah bersama-sama agar berhasil menyelesaikan tugas, baik akademik dan non akademik, mengerjakan dan menggunakan keterampilan sosial yang dipunyai untuk mencapai

(51)

51

keberhasilan; misalnya strategi belajar kooperatif, role playing, sosiodrama dan simulasi

Menurut Dick dan Carey (1978) dalam Hamzah Uno (2014 : 3) menyebutkan bahwa terdapat lima komponen strategi pembelajaran, yaitu (1) kegiatan pembelajaran pendahuluan; (2) penyampaian informasi; (3) partisipasi peserta didik; (4) tes; dan (5) kegiatan lanjutan.

B. Model-Model Pembelajaran

Pendidikan IPS di SMP merupakan mata pelajaran terpadu yang terdiri dari ekonomi, geografi, sejarah dan sosiologi sehingga dalam penyenggaraan pembelajarannya pun harus menggunakan pendekatan yang berprinsip keterpaduan. Menurut Trianto (2015 : 196-198) mengemukakan model pembelajaran IPS terpadu, meliputi :

1) Model integrasi berdasarkan topik, yaitu pembelajaran yang mengambil satu topik yang terkait dengan satu disipilin ilmu, kemudian

(52)

52

mengaitkannya dengan dikembangkan dengan meninjau dari berbagai disiplin ilmu.

2) Model integrasi berdasarkan potensi umum, yaitu pembelajaran dengan mengembangkan keterpaduan IPS berdasarkan pada potensi utama yang ada di wilayah setempat.

3) Model integrasi berdasarkan permasalahan, yaitu pembelajaran yang berdasarkan permasalahan yang ada kemudian dilanjutkan dengan sudut pandang yang ditinjau dari beberapa factor yang memengaruhinya.

Menurut Joyce, B., Weil, M. & Calhoun, E. (2011) dalam bukunya yang berjudul “Models Of Teaching” model-model pembelajaran dibagi kedalam empat kelompok, yaitu :

1) Model pembelajaran pemrosesan informasi

Model pemrosesan informasi adalah model yang berfokus pada kapsitas intelektual yang didasarkan pada kemampuan siswa untuk mengobservasi, mengolah data, memahami informasi, membentuk konsep-konsep, menerapkan

(53)

53

symbol-simbol verbal dan non verbal, dan memecahkan masalah dengan tujuan utamanya penguasaan metode-metode inkuiri; penguasaan konsep-konsep dan fakta-fakta akademik serta pengembangan skill-skill intelektual umum; misalnya : (1) model berpikir induktif; (2) model pencapaian konsep; (3) model induktif kata bergambar; (4) model penelitian/inkuiri ilmiah; (5) model latihan penelitian; (6) model menghafal; (7) model sinektetik; dan (8) model advance organizer (Miftahul Huda, 2014 : 76-77).

Model ini didasarkan pada teori belajar kognitif Piaget yang berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuan/kecakapan manusia yang terdiri dari : (1) informasi verbal; (2) kecakapan intelektual; (3) strategi kognitif; (4) sikap; dan (5) kecakapan motorik (Rusman, 2014 : 139).

2) Model pembelajaran social atau interaksi sosial Model interaksi social adalah model yang menekankan relasi individu dengan masyarakat dan

(54)

54

orang lain dengan sasaran utamanya adalah membantu siswa belajar bekerja sama, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah, baik sifatnya akademik maupun social dengan tujuan utamanya antara lain : (1) membantu siswa bekerja sama untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah; (2) mengembangkan skill hubungan masyarakat; (3) meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai personal dan social (Miftahul Huda, 2014 : 109-110).

Model ini didasari teori belajar Gestalt yang berpandangan bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh, bukan bagian-bagian.

Model-model yang termasuk dalam kategori ini; misalnya : model kooperatif, pertemuan kelas, pemecahan masalah, model bermain peran, model penelitian yuridis, inkuiri social, penentuan kelompok, jurisprudensial dan simulasi social.

(55)

55

3) Model pembelajaran perilaku

Model pembelajaran perilaku adalah model yang lebih menekankan pada aspek-aspek perubahan perilaku psikologis dan perilaku yang tidak dapat diamati dengan tujuan mengembangkan system yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement) (Rusman, 2014 : 143-144). Contoh rumpun model modifikasi tingkah laku adalah manajemen kontingensi, control diri, relaksasi, pengurangan ketegangan, latihan asertif desensitasi dan latihan langsung.

4) Model pembelajaran personal

Model pembelajaran personal adalah model yang berorientasi terhadap pengembangan diri individu dengan perhatian utamanya pada emosional siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya sehingga menjadikan pribadi siswa yang mampu membentuk hubungan yang harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif (Rusman, 2014 : 142).

(56)

56

Contoh rumpun model personal, antara lain : pengajaran non direktif, latihan kesadaran, sinektik, system-sistem konseptual dan pertemuan kelas.

Menurut Yunus Abidin (2016 : 117-118) model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu konsep yang membantu menjelaskan proses pembelajaran, baik menjelaskan pola pikir maupun pola tindakan pembelajaran tersebut dan secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu, contohnya model sinektik yang termasuk kedalam kelompok model pemrosesan informasi mendasarkan teori kreativitas Gordon. 2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu,

misalnya model berpikir induktif yang termasuk kedalam kelompok model pemrosesan informasi dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.

3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model inkuiri ilmiah yang termasuk kedalam kelompok model

(57)

57

pemrosesan informasi untuk meningkatkan pemahaman social.

4) Memiliki bagian-bagian model dalam pelaksanaannya, yaitu : (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (sintak); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) system social; dan (4) system pendukung. 5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model

pembelajaran. Dampak tersebut meliputi : (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur dan (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

Menurut Rusman (2014 : 133), Wina Sanjaya (2013 : 130) dan Hamzah Uno (2014 : 9) dasar pertimbangan pemilihan strategi dan model pembelajaran adalah :

1) Tujuan yang hendak dicapai (disesuaikan dengan strategi/model)

2) Bahan ( alat/media) atau materi pembelajaran 3) Peserta didik atau siswa, antara lain : tingkat

kematangan, minat, bakat, kondisi dan gaya belajar peserta didik

(58)

58

4) Pertimbangan nonteknis, misalnya efektivitas atau efisiensi model

C. Pendekatan Pembelajaran

Menurut Roy Killen (1998) dalam Rusman (2014, 381-382) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pembelajaran berorientasi pada guru (teacher centered approaches) dan pembelajaran berorientasi pada siswa (student centered approaches).

1) Pendekatan pembelajaran berpusat pada guru

Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru, yaitu pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai obyek dalam belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik, sedangkan guru menempatkan diri sebagai orang yang serba tahu dan sebagai satu-satunya sumber belajar. Pendekatan ini menurunkan metode pembelajaran langsung, pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.

(59)

59

Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa, yaitu pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subyek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern sehingga siswa mempunyai kesempatan terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkan potensinya melalui aktivitas secara langsung sesuai dengan minat dan keinginannya. Pendekatan ini menurunkan metode discovery, inkuiri dan induktif.

Penerapan pembelajaran yang mengaktifkan siswa dapat dilakukan melalui pengembangan berbagai keterampilan belajar esensial secara eklektif yang antara lain sebagai berikut : (1) berkomunikasi lisan dan tertulis secara efektif; (2) berpikir logis, kritis, dan kreatif; (3) rasa ingin tahu; (4) penguasaan teknologi dan informasi; (5) pengembangan personal dan social; (6) belajar mandiri (Rusman, 2014 : 388).

D. Metode Pembelajaran

(60)

60

Menurut Zuhairini (Nasution, 2001:40), dalam memilih metode mengajar seorang guru harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:

a. Kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan kemampuan siswa.

b. Kompetensi pengajar dalam menggunakan metode tersebut.

c. Kesesuaian metode mengajar yang digunakan dalam kemampuan tersedia.

d. Kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan lingkungan pendidikan.

2) Kedudukan metode dalam kegiatan pembelajaran a. Metode sebagai alat motivasi ektrinsik,

karena tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode. b. Metode sebagai strategi pengajaran.

c. Metode sebagai alat sebagai mencapai tujuan. Tujuan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen lainnya tidak diperlukan, salah satunya adalah komponen metode menurut Djamarah (2002:120).

(61)

61

3) Variable metode pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur : tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru. Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi: dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengunaan metode pembelajaran ialah: tujuan, bahan pelajaran, alat dan sumber, siswa dan guru. Gagne mengklasifikasikan hasil-hasil belajar yang membawa implikasi terhadap penggunaan metode pembelajaran, sebagai berikut:

a. Keterampilan intelektual denga tahap-tahapannya:

(62)

62

2. Konsep konkret (mengenal sifat-sifat benda/obyek konkret)

3. Konsep terdefinisi (kemampuan memahami konsep terdefinisi )

4. Aturan (kemampuan menggunakan aturan, rumus, hukum/dalil prinsip). 5. Masalah/aturan tingkat tinggi

(kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai aturan). b. Strategi kognitif (kemampuan memilih dan

mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, menginat, dan berfikir).

c. Informasi verbal (kemampuan menyimpan nama/label, fakta, pengetahuan didalam ingatan).

d. Keterampilan motorik (kemampuan melakukan kegiatan fisik).

e. Sikap (kemampuan menampilkan perilaku yang bermuatan nilai-nilai).

4) Dasar pertimbangan penggunaan metode pembelajaran

(63)

63

Yang menjadi dasar pertimbangan menggunakan metode pembelajaran antara lain sebagai berikut.

a. Faktor siswa

1. Siswa sebagai pribadi tersendiri memiliki perbedaan-perbedaan dari siswa lain. 2. Jumlah siswa yang mengikuti

pembelajaran. b. Faktor dan alat sumber

1. Jumlah dan karakteristik alat pembelajaran dan alat peraga.

2. Jumlah dan karakteristik sumber pelajaran (bahan cetakan dan lingkungan sekitar). c. Faktor guru

1. Kemampuan menguasai bahan pelajaran 2. Kemampuan membelajarkan siswa. 5) Macam-Macam Metode Pembelajaran

Heriawan, A., dkk (2013) mengemukakan macam-macam metode pembelajaran al : ceramah, diskusi, demonstrasi, resitasi, eksperimen, karya wisata,

(64)

64

latihan keterampilan, pemecahan masalah, perancangan assignment, penemuan, inkuiri, audiolingual, komunikatif, produktif, langsung, partisipori, membaca, tematik, kuantum, kerja kelompok kecil, ekspositorik, cooperative learning, mengulang, elaborasi, peta konsep, lesson study, examples non examples, picture and picture, numbered heads together, cooperative script, explicit instruction, lingkaran kecil–besar, integrated reading dan composition, student, facilitator and explaining, talking stick, bertukar pasangan, snowball throwing, artikulasi, mind mapping, STAD, scramble, word square, kata arisan, concept stence, mencari pasangan, take and give, tebak kata, jigsaw, debat, role playing, TGT, seminar, kerja kecil, kerja lapangan, sumbang saran, unit teaching, sosiodrama, kasus, microteaching, simula, dialog, tanya jawab, prileksi, penyajian system regu, musyawarah, infiltrasi, brainstorming, estafet

(65)

65

writing, cerita, permainan, dikte, reciprocal learning praktik, problem terbuka, bernyanyi, think pair and shair, keliling kelompok, panel, musyawarah kerja dan review.

E. Teknik Pembelajaran

Heriawan, A., dkk (2013) mengemukakan macam-macam teknik pembelajaran antara lain : teknik indoktrinasi, teknik moralsioning, teknik meramalkan konsekuensi, teknik klarifikasi, teknik internalisasi, teknik menjelaskan, teknik bertanya, teknik neuro language programe of metaphor, teknik neuro language programe of reframing, teknik neuro language programe of questioning, teknik neuro language programe of anchor, teknik neuro language programe of representational system, teknik think-pair-share, teknik collaborative learning groups, teknik student-led review session, teknik student debate, teknik exam questioning writing, teknik class research symposium dan teknik analyze case studies.

(66)

66

BAB V

PENENTUAN STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS

A. Perbedaan Individu dan Keragaman (Religious, Bahasa. Gender dan Kelas Social)

1) Perbedaan kemampuan dan intelegensi belajar Kemampuan belajar siswa berbeda-beda (misalnya kemampuan bahasa dan matematis). Sedangkan intelegensi menurut Stenberg ada tiga tipe, yaitu (1) intelegensi analitis yang melibatkan proses kognitif individu; (2) intelegensi kreatif adalah insights individu untuk menghadapi berbagai pengalaman; (3) intelegensia praktis adalah kemampuan individu untuk beradaptasi dan membentuk ulang lingkungannya (Richard I. Arends, 2008 : 49).

2) Perbedaan dalam gaya kognitif, gaya belajar dan preferensi belajar

(67)

67

Gaya kognitif ialah cara konsisten yang dilakukan oleh seseorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir dan memecahkan soal (Nasution, 2011 : 94). Sedangkan menurut Richard I. Arends (2008 : 50), perbedaan gaya kognitif adalah perbedaan orang dalam mempersepsi dan memproses informasi.

ii) Gaya belajar

Gaya belajar ialah cara seseorang bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam proses belajar (Nasution, 2011 : 93). Sedangkan perbedaan gaya belajar adalah belajar dalam konteks (in-context) dan belajar di luar konteks (out of context). Belajar dalam konteks artinya anak-anak memperoleh keterampilan dan pengetahuan itu dibutuhkan dalam situasi kehidupan nyata, sedangkan belajar di luar konteks berarti bahwa pembelajaran itu tidak

(68)

68

berhubungan dengan kehidupan riil dan segera (Richard I. Arends, 2008 : 50-51).

Konsep gaya belajar menurut Jacobsen, D.A., Eggen, P. & Kauchak, D. (2009 : 281) memiliki tiga implikasi penting pada guru, yaitu:

a) Konsep tersebut mengingatkan pada kita tentang keharusan untuk mendiversifikasi karena tidak adanya pendekatan pengajaran yang akan disukai oleh semua siswa.

b) Kesadaran akan gaya-gaya belajar dapat meningkatkan sensivitas kita terhadap perbedaan-perbedaan yang ada dalam siswa-siswa kita, membuatnya lebih tampak bahwa kita akan merespons siswa-siswa kita sebagai individu-individu.

c) Konsep ini menyarankan bahwa guru harus mendorong siswa untuk berpikir tentang pola belajarnya sendiri, yang nantinya dapat mengembangkan metakognisi mereka.

(69)

69

Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (2011 : 116-120) ada tiga macam gaya belajar, yaitu :

a) Gaya belajar visual, yaitu belajar dengan cara melihat. Orang yang mempunyai gaya belajar visual mempunyai ciri-ciri : rapi dan teratur; berbicara dengan cepat; perencana dan pengatur jangka panjang yang baik; teliti terhadap detail; mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi; pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka; mengingat apa yang dilihat, daripada apa yang didengar; mengingat dengan asosiasi visual; biasanya tidak terganggu oleh keributan; mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya; pembaca cepat dan tekun; lebih suka membaca daripada dibacakan; membutuhkan pandangan dan

(70)

70

tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek; mencoret-coret tanpa arti selama berbicara ditelepon dan rapat; lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain; sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak; lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato; lebih suka seni daripada music; sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata; dan kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.

b) Gaya belajar auditorial, yaitu belajar dengan cara mendengar. Orang yang mempunyai gaya belajar auditorial mempunyai ciri-ciri : berbicara kepada diri sendiri saat bekerja; mudah terganggu oleh keributan; menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika

(71)

71

membaca; senang membaca dengan keras dan mendengarkan; dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama dan warna suara; merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita; berbicara dalam irama yang terpola; biasanya pembicara yang fasih; lebih suka music daripada seni; belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat; suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar, mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain, lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya; dan lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik. c) Gaya belajar kinestetik, yaitu belajar dengan

cara bergerak, bekerja dan menyentuh. Orang yang mempunyai gaya belajar kinestetik mempunyai ciri-ciri : berbicara dengan

(72)

72

perlahan; menanggapi perhatian fisik; menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka; berdiri dekat ketika berbicara dengan orang; selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak; mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar; belajar melalui manipulasi dan praktek; menghafal dengan cara berjalan dan melihat; menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca; banyak menggunakan isyarat tubuh; tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama; tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah berada di tempat itu; menggunakan kata-kata yang mengandung aksi; menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca; kemungkinan tulisannya jelek; ingin melakukan segala sesuatu; dan menyukai permainan yang menyibukkan. iii) Preferensi belajar

(73)

73

Preferensi belajar adalah modalitas belajar yang dipunyai siswa, yang meliputi perbedaan preferensi terhadap lingkungan belajar (suara, cahaya, pola pengaturan tempat duduk), banyaknya dukungan emosional yang dibutuhkan, dan derajat struktur dan interaksi sebaya (Richard I. Arends, 2008 : 51).

3) Siswa dengan disabilitas

Ada dua persepektif tentang pendekatan yang terbaik untuk diterapkan pada siswa disabilitas :

a) Turnbull (2009) dan Tomlison (1999) dalam Richard I. Arends, (2008 : 55) mengemukakan pendekatan pengajaran yang agak terstruktur dan langsung, menawarkan beberapa rekomendasi di bawah ini :

 Gunakan materi yang sangat terstruktur, beritahukan apa tepatnya yang diharapkan dari siswa, hindari distraksi.

(74)

74

 Berikan alternative untuk penggunaan bahasa tertulis, seperti tape recorders atau tes-tes lisan.

 Harapkan peningkatan dalam jangka panjang  Perkuat perilaku yang baik.

 Berikan umpan balik segera dan kesempatan cukup banyak untuk latihan

b) Curtis & Shaver (1980), Haberman (1991), dan Slavin (1996) dalam Richard I. Arends, (2008 : 55) mengemukakan bahwa pengajaran untuk siswa disabilitas seharusnya didasarkan pada kepentingan mereka dan strategi yang digunakan seharusnya tidak menekankan pada informasi dasar, tetapi meningkatkan kemampuan siswa untuk mengatasi masalah dan untuk berpikir kritis. Mereka merekomendasikan strategi-strategi yang mirip dengan yang direkomendasikan bagi anak-anak berbakat (gifted), seperti investigasi kelompok, problem solving, dan cooperative learning.

(75)

75

4) Siswa gifted (cerdas) dan talented (bertalenta) Kecerdasan didefinisikan sebagai bakat umum untuk belajar atau kemampuan untuk mempelajari dan menggunakan pengetahuan atau keterampilan (Slavin, 2011 : 159). Guru yang ingin membantu siswa mengembangkan aspek-aspek kecerdasan yang berbeda ini harus melakukan hal-hal berikut ini :

a) Menciptakan ruang kelas yang multidimensional dimana siswa dapat sukses dalam cara-cara yang berbeda

b) Memberikan tugas-tugas pembelajaran yang membuka dimensi pembelajaran yang berbeda c) Mendorong siswa untuk mengekspresikan

dirinya dalam cara-cara yang berbeda

d) Membebaskan siswa dalam memperagakan konsep atau keterampilan yang telah mereka kuasai (Gardner & Moran, 2006; Kaornharber & Gardner, 2006 dalam Jacobsen, D.A., Eggen, P. & Kauchak, D., 2009 : 281).

(76)

76

5) Perbedaan budaya, etnis dan ras

Berikut penjelasan mengeni budaya, etnis dan ras menurut Richard I. Arends (2008 : 51) : a) Budaya adalah bagaimana suatu anggota

kelompok berpikir dan cara yang mereka lakukan untuk mengatasi masalah dalam kehidupan kolektif.

b) Etnis mengacu kepada kelompok yang memiliki bahasa dan identitas yang sama, misalnya orang-orang yang memiliki kebangsaan yang sama.

c) Ras adalah istilah yang diberikan kepada kelompok-kelompok yang memiliki cirri-ciri biologis yang sama

6) Keanekaragaman religius 7) Keanekargaman bahasa 8) Perbedaan gender 9) Perbedaan kelas sosial

(77)

77

B. Menangani Siswa di Kelas Yang Beragam

Menurut Richard I. Arends (2008 : 64-69) dalam bukunya yang berjudul “Learning To Teach” cara menangani siswa di kelas dengan ragam ras dan budaya adalah sebagai berikut :

1) Mengembangkan pemahaman cultural dan kesadaran diri

Guru berusaha mengembangkan pemahaman cultural yang lebih luas dan menanamkan kesadaran yang lebih tinggi kepada siswa dengan meningkatkan pengetahuan dan sikap mereka sendiri terhadap orang-orang yang berbeda dengan dirinya dengan mengambil prakarsa untuk belajar tentang berbagai budaya yang direpresentasikan di masyarakat.

2) Menciptakan kurikulum yang relevan secara cultural dan bersifat multikultur.

Menurut James Banks (2001) dalam Richard I. Arends (2008 : 66-67) menciptakan kurikulum tersebut dengan pendekatan - pendekatan :

(78)

78

a) Pendekatan kontribusi, yaitu menggunakan pelajaran untuk membahas pahlawan-pahlawan yang memiliki berbagai budaya, merayakan hari raya yang memiliki berbagai budaya, dan memberikan penghargaan kepada seni, music, sastra, masakan khas, dan bahasa berbagai budaya.

b) Pendekatan aditif, yaitu guru menyusun pelajaran atau unit-unit sampingan tentang kelompok atau budaya tertentu atau membawa literature atau buku yang menunjukkan berbagai perspektig budaya yang berbeda. Berbagai isi, konsep, tema dan perspektif ditambahkan ke kurikulum tanpa mengubah strukturnya.

c) Pendekatan transformasi, yaitu guru mentransformasikan kurikulumnya dengan memasukkan serangkaian konsep yang berhubungan dengan pluralism cultural ke dalam pelajaran-pelajaran yang sedang berlangsung. Pendekatan ini mengidentifikasi

(79)

79

berbagai konsep penting (misalnya pluralism, interdependensi atau komunikasi) yang sesuai dengan subyek atau tingkat kelas tertentu dan kemudian menggunakan konsep ini sebagai dasar pelajaran untuk meningkatkan pemahaman tentang keanekaragaman budaya. Struktur kurikulumnya diubah untuk memungkinkan siswa melihat berbagai konsep, isu, kejadian, dan tema dari perspektif kelompok etnik dan budaya yang beragam. d) Pendekatan tindakan social, yaitu pendekatan

yang mendorong siswa bukan hanya menelaah berbagai masalah yang terkait dengan keanekaragaman, tetapi juga untuk merancang proyek-proyek potensial untuk mengambil tindakan dan mempromosikan keadilan social. Siswa mengambil tindakan tentang berbagai isu social dan mengambil tindakan untuk membantu mengatasinya.

3) Menggunakan pedagogi yang relevan secara kultural

Gambar

Gambar Keterhubungan Dimensi-dimensi  Pembelajaran
Gambar : Zone Proximal Development
Gambar : Belajar Melalui Pengalaman Menurut Dewey  Menurut  model  pembelajaran  dengan  pendekatan yang disampaikan oleh Dewey belajar  adalah  proses  dialekis  yang  mengintegrasikan  pengalaman  dengan  konsep,  observasi  dan  tindakan
Gambar : Target Work Based Learning

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran Terpadu Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Ips Siswa Kelas I Di Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia |

JUDUL: Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Pemahaman IPS Siswa Kelas V Sekolah Dasar..

Penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpkir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di MI Darussaadah Pandeglang.. Jurnal penelitian

Dari deskripsi dan analisis penelitian dapat ditarik kesimpulan, bahwa upaya yang telah dilakukan guru IPS MTs dalam melaksanakan pembelajaran IPS sebagai pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa pendidikan IPS memiliki persepsi pada kategori cukup terhadap pembelajaran kewirausahaan secara teori, agar persepsi mahasiswa IPS

Selanjutnya data disajikan dengan mendeskripsikan hasil penelitian dari objek penelitian pelaksanaan integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS pada SDIT Al-Utsmaniyah

Pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter belum berjalan seperti yang diharapkan, sehingga menyebabkan belum tercapainya kesadaran, pola pikir dan perlaku

Pembelajaran tersebut mmenunjukan bahwa proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS bisa digunakan sebagai lagkah dalam penanaman pendidikan karakter untuk peserta didik.Adanya