OPTIMASI PARAFIN CAIR SEBAGAI EMOLIEN DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM KRIM SUNSCREEN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Ella Puspitasari
NIM : 108114031
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
OPTIMASI PARAFIN CAIR SEBAGAI EMOLIEN DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM KRIM SUNSCREEN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Ella Puspitasari
NIM : 108114031
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
Persetujuan Pembimbing
OPTIMASI PARAFIN CAIR SEBAGAI EMOLIEN DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM KRIM SUNSCREEN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
Skripsi yang diajukan oleh :
Ella Puspitasari
NIM : 108114031
telah disetujui oleh
Pembimbing
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
OPTIMASI PARAFIN CAIR SEBAGAI EMOLIEN DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM KRIM SUNSCREEN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
Oleh :
Ella Puspitasari
NIM : 108114031
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal : ……….
Mengetahui, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt.
Panitia Penguji Tanda tangan
1. Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. ………
2. Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt. ………
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya yang tak sempurna ini kupersembahkan kepada :
“Jesus Christ”
Papa dan Mama tercinta
Ko Welly, Ci Lenny, dan adikku Selly
Teman-teman Angkatan 2010
serta Almamaterku
Jangan terlalu terlena akan pujian, karena
sesungguhnya pujian itu adalah racun bagi
dirimu sendiri.
Ella Puspitasari
Ia membuat segala sesuatu indah pada
waktunya, bahkan Ia memberikan
kekekalan dalam hati mereka.
(Pengkhotbah 3 : 11a)
Nalar hanya akan membawa anda dari A
menuju B, namun imajinasi mampu membawa
anda dari A ke manapun.
Albert Einstein
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 16 Juli 2014 Penulis,
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Ella Puspitasari
Nomor Mahasiswa : 108114031
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
OPTIMASI PARAFIN CAIR SEBAGAI EMOLIEN DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM KRIM SUNSCREEN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 14 Agustus 2014
Yang menyatakan
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih, rahmat, dan
penyertaan-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Parafin Cair sebagai Emolien dan
Gliserin sebagai Humektan dalam Krim Sunscreen Ekstrak Daun Jambu Biji
(Psidium guajava L.) Menggunakan Aplikasi Desain Faktorial” dengan baik.
Penulis mengalami banyaknya kesulitan dan hambatan selama
menyelesaikan skripsi ini. Namun, oleh bantuan dan dukungan dari banyak pihak,
maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kedua Orang tua dan Ko Welly yang telah memberikan kasih sayang,
semangat, dukungan, dan perjuangan untuk membiayai selama penulis
menempuh perkuliahan.
2. Ci Lenny dan Selly, keluarga yang senantiasa mendoakan serta memberikan
dukungan dan semangat kepada penulis.
3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku pembimbing, atas
perhatian, bimbingan, arahan, semangat, dan dukungan yang diberikan
selama penyusunan proposal, penelitian, dan penyusunan skripsi.
5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah
viii
6. Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji yang
telah meluangkan waktunya untuk menguji, sekaligus saran dan kritik yang
diberikan.
7. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt., Ph.D., selaku dosen pembimbing akademik
atas segala perhatian yang diberikan kepada penulis.
8. Pak Musrifin, Pak Wagiran, Mas Bimo, dan laboran-laboran lain atas bantuan
yang diberikan selama penelitian dan menempuh perkuliahan.
9. Sahabat-sahabatku Callista, Kak Ve, Ita, Ci Cici, Ria, Meta, Gita, Irza, dan
Lintang sahabat berbagi cerita yang menguatkan, menghibur, dan mendukung
selama ini.
10.Sahabat-sahabatku satu perjuangan Rani dan Daniel atas dukungan, diskusi,
dan bantuan selama ini, serta kesediaan untuk direpotkan.
11.Semua teman-teman angkatan 2010, khususnya kelas FST A atas
kebersamaan, semangat, dukungan, keceriaan selama ini.
12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis menyadari masih adanya kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang
dimiliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari semua pihak. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan Masalah ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 3
3. Manfaat Penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 4
x
2. Tujuan Khusus ... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5
A. Kulit ... 5
1. Epidermis ... 5
2. Dermis ... 6
B. Sinar Ultraviolet ... 6
C. Daun Jambu Biji ... 7
D. Maserasi ... 9
E. Sunscreen ... 10
F. Sun Protection Factor ... 11
G. Krim ... 12
H. Bahan Formulasi ... 13
1. Parafin Cair ... 13
2. Gliserin ... 13
3. Span 80 ... 14
4. Asam Sterat ... 15
5. Karbopol ... 16
6. Triethanolamine ... 17
7. Nipagin ... 17
I. Uji Sifat Fisik Krim ... 18
1. Viskositas ... 18
2. Daya Sebar ... 18
xi
K. Landasan Teori ... 20
L. Hipotesis ... 21
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22
B. Variabel Penelitian ... 22
1. Variabel Bebas ... 22
2. Variabel Tergantung ... 22
3. Variabel Pengacau Terkendali ... 23
4. Variabel Pengacau Tak Terkendali ... 23
C. Definisi Operasional ... 23
D. Bahan Penelitian ... 25
E. Alat Penelitian ... 25
F. Tata Cara Penelitian ... 26
1. Pembuatan Ekstrak Cair Daun Jambu Biji ... 26
2. Penetapan SPF Ekstrak Daun Jambu Biji dan Jumlah Ekstrak yang Diperlukan untuk Mencapai SPF 30 ... 26
3. Pembuatan Krim ... 27
4. Uji Kualitatif Krim Tipe W/O ... 30
5. Uji pH ... 30
6. Uji Viskositas, Daya Sebar, dan Pergeseran Viskositas ... 30
G. Analisis Hasil ... 31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
xii
B. Penetapan SPF Ekstrak Daun Jambu Biji ... 33
C. Formulasi Krim Sunscreen Ekstrak Daun Jambu Biji ... 34
D. Uji Organoleptis, Kualitatif Krim Tipe W/O, dan Uji pH ... 36
E. Penentuan Level Parafin Cair dan Gliserin ... 36
1. Penentuan Level Parafin Cair ... 37
2. Penentuan Level Gliserin ... 38
F. Uji Sifat Fisik Sediaan Krim Sunscreen ... 39
G. Uji Stabilitas Fisik Sediaan Krim Sunscreen ... 41
H. Pengaruh Gliserin dan Parafin Cair terhadap Viskositas, Daya Sebar, dan Pergeseran Viskositas ... 42
1. Viskositas ... 43
2. Daya Sebar ... 45
3. Pergeseran Viskositas ... 46
I. Optimasi Formula ... 47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN ... 54
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Nilai EE x I pada 290-320 nm ... 11
Tabel II. Rancangan desain faktorial parafin cair dan gliserin ... 27
Tabel III. Level tinggi dan rendah parafin cair dan gliserin ... 27
Tabel IV. Formula standar ... 28
Tabel V. Formula modifikasi ... 27
Tabel VI. Formula rancangan desain faktorial parafin cair dan gliserin ... 29
Tabel VII. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas krim ... 40
Tabel VIII. Uji Shapiro-wilk viskositas ... 43
Tabel IX. Nilai efek parafin cair dan gliserin serta interaksinya terhadap respon viskositas ... 44
Tabel X. Signifikansi efek dengan uji ANOVA viskositas ... 44
Tabel XI. Uji Shapiro-wilk daya sebar ... 45
Tabel XII. Nilai efek parafin cair dan gliserin serta interaksinya terhadap respon daya sebar ... 45
Tabel XIII. Signifikansi efek dengan uji ANOVA daya sebar ... 46
Tabel XIV. Uji Shapiro-wilk pergeseran viskositas ... 46
Tabel XV. Nilai efek parafin cair dan gliserin serta interaksinya terhadap respon pergeseran viskositas ... 47
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Daun dan buah jambu biji ... 7
Gambar 2. Struktur molekul guaijaverin ... 8
Gambar 3. Struktur molekul kuersetin ... 8
Gambar 4. Struktur molekul gliserin ... 13
Gambar 5. Struktur molekul span 80 ... 14
Gambar 6. Struktur molekul asam stearat ... 15
Gambar 7. Unit monomer asam akrilat polimer karbopol ... 16
Gambar 8. Struktur molekul triethanolamine ... 17
Gambar 9. Struktur molekul nipagin ... 17
Gambar 10. Grafik penentuan level parafin cair berdasarkan respon viskositas ... 37
Gambar 11. Grafik penentuan level parafin cair berdasarkan respon daya sebar ... 37
Gambar 12. Grafik penentuan level gliserin berdasarkan respon viskositas ... 38
Gambar 13. Grafik penentuan level gliserin berdasarkan respon daya sebar .. 38
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Determinasi Tumbuhan ... 54
Lampiran 2. Penetapan Nilai SPF ... 55
Lampiran 3. Orientasi Level Kedua Faktor Penelitian ... 56
Lampiran 4. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Krim ... 58
Lampiran 5. Analisis Statistika Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Menggunakan R- 3.1.0 ... 60
xvi
INTISARI
Penggunaan sunscreen bersifat wajib di negara beriklim tropis seperti Indonesia. Salah satu senyawa alami berkhasiat sebagai sunscreen adalah kuersetin dalam daun jambu biji. Maka pada penelitian ini krim sunscreen dibuat dari ekstrak daun jambu biji. Krim sunscreen dikatakan baik apabila efektif dan nyaman diaplikasikan. Beberapa parameternya adalah sifat dan stabilitas fisik sediaan. Parameter sifat fisik adalah viskositas dan daya sebar, dan parameter stabilitas fisik adalah pergeseran viskositas.
Penelitian ini bertujuan mengetahui efek parafin cair sebagai emolien, gliserin sebagai humektan, dan interaksinya terhadap respon yaitu viskositas, pergeseran viskositas, dan daya sebar krim sunscreen ekstrak daun jambu biji. Penelitian ini menggunakan desain faktorial dua faktor yaitu parafin cair dan gliserin serta dua level yaitu level tinggi-rendah. Analisis data statistik menggunakan two-way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui signifikansi (p<0,05) setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji memiliki nilai SPF sebesar 1,0178. Parafin cair, gliserin, dan interaksinya memberikan respon signifikan terhadap viskositas, nilai efek terbesar ditunjukkan oleh parafin cair. Parafin cair memberikan respon signifikan terhadap daya sebar, sedangkan gliserin dan interaksi keduanya tidak signifikan. Maka pada penelitian ini tidak didapatkan area optimum. Pada pergeseran viskositas, parafin cair, gliserin, dan interaksinya tidak memberikan respon signifikan.
xvii
ABSTRACT
Application of sunscreen is required in tropical countries such as Indonesia. One of the natural compounds that efficacious as sunscreen is quercetin in guava leaves. Hence in this study, sunscreen cream made with guava leaf extract. Sunscreen cream can be said proper if it can be effective and comfortable when applied. Some parameters of proper cream are physical properties and physical stability. Parameter of physical properties are viscosity and spreadability, and parameter of physical stability is viscosity shift.
This study aims to determine the effect of liquid paraffin as an emollient, glycerin as a humectant, and its interaction to response, that is viscosity, viscosity shift, and spreadability in sunscreen cream of leaf extracts of guava. This study using a factorial design of two factors, that is liquid paraffin and glycerin and two levels that is high-low. Data were analyzed using two-way ANOVA and statistical analysis performed at 95% confidence interval to determine the significance (p<0.05) of each factor and their interaction influence the effect.
The results showed that leaf extracts of guava has an SPF value for 1,0178. Liquid paraffin, glycerin, and their interactions provide a significant response to the viscosity, the value of the largest effects shown by liquid paraffin. Liquid paraffin gives a significant response to the spreadability, while glycerin and their interaction was not significant. Hence in this study does not obtain the optimum area. In viscosity shift, liquid paraffin, glycerin, and their interaction did not give a significant response.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Indonesia termasuk negara yang beriklim tropis, dimana intensitas sinar
matahari sangat tinggi. Penyinaran sinar matahari yang berlebih pada kulit dapat
menimbulkan dampak negatif yaitu eritema, pencoklatan kulit (tanning) akibat
melanogenesis, sampai kanker kulit. Sinar UV yang menyebabkan reaksi
fisiologis tersebut adalah UV-A dan sinar tampak dari matahari (Tranggono dan
Latifah, 2007). Untuk mengurangi dampak negatif sinar UV maka dapat
digunakan sunscreen, dimana sunscreen dapat memantulkan radiasi maupun mengabsorpsinya sehingga energi radikal bebas UV melemah sebelum dapat
tembus masuk ke dalam kulit (Stanfield, 2003).
Jambu biji adalah tanaman yang banyak ditemukan di negara-negara
tropis, salah satunya Indonesia. Menurut Indriani (2006), daun jambu biji
(Psidium guajava L.) terbukti mengandung flavonoid, tanin, fenolat, dan minyak atsiri. Kuersetin merupakan salah satu jenis flavonoid dalam daun jambu biji. Hal
ini dibuktikan oleh Tachakittirungrod, Ikegami, Okonogi (2007), dimana di
dalam ekstrak daun jambu biji mengandung antioksidan berupa kuersetin.
Kuersetin dapat menyerap UV karena pada strukturnya memiliki gugus kromofor
Sediaan topikal yang digunakan dalam penelitian ini adalah krim, karena
konsistensi dan kekentalannya cocok diaplikasikan pada sediaan sunscreen
dimana cukup untuk mengalami kontak yang lebih lama di kulit. Tipe emulsi krim
yang cocok diaplikasikan untuk sediaan sunscreen adalah tipe W/O atau air dalam
minyak karena tidak mudah tercuci air sehingga tidak mudah hilang dari lapisan
permukaan kulit terutama oleh keringat. Pengaplikasian sediaan sunscreen
dilakukan saat matahari terik dimana suhu lingkungan panas sehingga bisa
menyebabkan hilangnya kelembaban di kulit. Tipe krim W/O memiliki kelebihan
meningkatkan kelembaban kulit lebih baik dibanding O/W.
Sifat fisis dan stabilitas krim bisa dipengaruhi oleh emolien dan humektan
yang umumnya harus ada dalam krim sunscreen sehingga perlu dilakukan optimasi formula. Pada penelitian ini dilakukan optimasi emolien berupa parafin
cair dan humektan berupa gliserin. Emolien adalah bahan yang dipakai untuk
menutup permukaan lapisan korneum sehingga dapat menahan air pada lapisan
korneum (Ifnudin, 2011). Sedangkan humektan adalah pelembab kulit berupa
sediaan higroskopis sehingga mampu menjaga kandungan air di kulit dengan
menarik air ke dalam kulit. Viskositas krim merupakan faktor yang penting dalam
sediaan krim karena jika terlalu kental akan sukar dituang dari kemasan dan sukar
dioleskan pada permukaan kulit. Sedangkan jika viskositas krim terlalu encer
maka bentuk kontak krim dengan kulit akan singkat. Maka dari itu, dalam
penelitian ini dilakukan optimasi parafin cair sebagai emolien dan gliserin sebagai
humektan sehingga nantinya dihasilkan krim yang stabil selama penyimpanan dan
Dalam penelitian ini, optimasi formula yang dilakukan dengan
menggunakan aplikasi desain faktorial. Aplikasi ini memungkinkan pengamatan
kedua faktor secara simultan dan tidak membuat salah satu faktor konstan
sehingga didapatkan pengaruh faktor secara simultan dan interaksinya (Armstrong
dan James, 1996). Desain faktorial bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling
dominan berpengaruh terhadap sifat fisik dan stabilitas krim. Nantinya diharapkan
area optimum dari komposisi parafin cair dan gliserin dalam pembuatan krim
sunscreen ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.).
1. Perumusan Masalah
a. Manakah faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi respon sifat
fisik dan stabilitas krim sunscreen ekstrak daun jambu biji di antara parafin cair, gliserin, dan interaksinya ?
b. Adakah area optimum komposisi parafin cair dan gliserin pada counter plot superimposed dalam pencampuran krim sunscreen ekstrak daun jambu biji ?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan penulis, penelitian
tentang Optimasi Parafin Cair sebagai Emolien dan Gliserin sebagai
Humektan dalam Krim Sunscreen Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava
L.) Menggunakan Aplikasi Desain Faktorial belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoretis. Menambah informasi mengenai bentuk sediaan krim yang berasal dari bahan alam dengan menggunakan gliserin sebagai
humektan dan parafin cair sebagai emolien.
b. Manfaat metodologis. Memberikan informasi mengenai penggunaan desain faktorial dalam mengamati efek parafin cair dan gliserin terhadap
viskositas, daya sebar, dan kestabilan krim ekstrak daun jambu biji.
c. Manfaat praktis. Menghasilkan sediaan krim ekstrak daun jambu biji sebagai sunscreen sehingga pengembangan bahan alam dalam sediaan
formulasi krim dapat ditingkatkan.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Membuat krim dari bahan alam yaitu ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.), dengan parafin cair sebagai emolien dan gliserin sebagai
humektan.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi respon sifat
fisik dan stabilitas krim sunscreen ekstrak daun jambu biji di antara parafin cair, gliserin, dan interaksinya.
b. Mengetahui area optimum komposisi parafin cair dan gliserin pada
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kulit
Kulit adalah lapisan terluar dari tubuh. Kulit memiliki 2 lapisan yaitu :
1. Epidermis yang merupakan lapisan teratas dan tersusun dari jaringan epitel skuamosa bertingkat yang mengalami keratinasi. Dapat digolongkan menjadi
lima lagi dari yang terluar, yaitu :
a. Stratum korneum. Bagian yang memiliki 25-30 lapisan yang terkeratinasi
dan bentuknya semakin gepeng makin mendekati permukaan luar kulit.
Lapisan ini mengalami deskuamasi yaitu pergantian ulang lapisan karena
desakan lapisan dibawahnya (lapisan basal).
b. Stratum lusidium. Bagian yang terdiri dari sel-sel gepeng mati atau hampir
mati, jernih, tembus cahaya, dan berketebalan empat sampai tujuh sel.
c. Stratum granulosum. Bagian yang berfungsi sebagai prekursor
pembentukan keratin (keras dan anti air) dan terdiri tiga sampai lima sel.
d. Stratum spinosum. Bagian yang terdiri dari sel tanduk yang merupakan
bagian penghubung intraseluler.
e. Stratum basalis. Bagian dimana merupakan lapisan yang mengalami
pembelahan sel dengan cepat dan mendorong lapisan diatasnya. Terdapat
melanosit yang berperan dalam pewarnaan kulit. Produksi melanin
meningkat jika terpapar sinar matahari (Sloane, 2004).
Melanin berpengaruh pada warna kulit, semakin banyak melanin
maka warna kulit makin gelap. Melanin diproduksi oleh suatu organel
dalam lapisan basal epidermis yang disebut melanosom. Proses sintesisnya
dinamakan melanogenesis dimana asam aminotrosin dioksidasi menjadi
L-dihidroksifenilalanin lalu menjadi dopakuinon. Dopakuinon pada pH
fisiologis akan mengalami polimerisasi menjadi melanin. Melanin ada 2
macam yaitu eumelanin dan phaeomelanin (Videira, Moura, Magina,
2013).
2. Dermis yang merupakan lapisan jaringan ikat bagian bawah dan mengikat epidermis pada struktur di bawahnya (Sloane, 2004).
Pada stratum spinosum terdapat granul lamellar yang berisi kolestrol,
asam lemak, dan seramida, dimana berfungsi melindungi dari paparan materi
tidak larut air. Kandungan tersebut juga berfungsi menjaga kelembaban kulit atau
mencegah hilangnya natural moisturizing factor (NMF) (Sloane, 2004).
B. Sinar Ultraviolet
Spektrum UV yang berasal dari matahari dan sampai ke permukaan bumi
berkisar antara 300-400 nm, dimana dibagi menjadi 2 yaitu UV-A pada 320-400
nm dan UV-B pada 290-320 nm. Ada juga UV-C yang memiliki panjang
gelombang 200-290 nm yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan tetapi sudah
tersaring oleh lapisan ozon. UV-A dapat menyebabkan melanogenesis, penuaan
dari sunburn akibat energi panas sinar matahari. Efek UV-A lebih banyak dirasakan karena lebih banyak mencapai permukaan bumi dibanding UV-B
(Harry, 1982; Stanfield, 2003).
C. Daun Jambu Biji
Gambar 1. Daun dan buah jambu biji (Parimin, 2005)
Jambu biji (Psidium guajava Linn.) adalah tanaman yang termasuk dalam
keluarga Myrtaceae, berupa perdu bercabang banyak, dikotil, berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Batang jambu biji berkayu keras dan berwarna cokelat
atau cokelat keabu-abuan. Bunga jambu biji berwarna putih, kelopak dan mahkota
bunga masing-masing berjumlah lima dengan benang dan tangkai sari berwarna
putih. Buah jambu biji berwarna hijau sampai kuning muda, berbentuk bulat atau
bulat lonjong, dan warna daging buahnya ada yang merah dan putih. Daun jambu
biji berwarna hijau tua sampai hijau berbelang kuning, berbentuk bulat langsing
sampai oval, degan permukaan yang halus biasa sampai mengkilap. Helai daun
memiliki panjang 5-15 cm dengan lebar 3-6 cm dan panjang tangkai sekitar 3-7
mm (Parimin, 2005).
Gambar 2. Struktur molekul guaijaverin
Daun jambu biji terbukti mengandung saponin, glikosida, terpenoid,
antrakuinon, tanin, flavonoid, dan alkaloid. Salah satu senyawa flavonoid dari
kelompok flavanol yang banyak terkandung adalah kuersetin (3’,4’
-dihidroksiflavonol) sebesar 0,181-0,393%. Di dalam daun jambu biji juga banyak
terdapat turunannya seperti avikularin, guaijaverin, isokuersetin, hiperin,
kuersitrin, kuersetin 3-0-gentiobiosida, kuersetin 4'-glukuronoida. Kandungan
khas dari tanaman maupun daun jambu biji adalah guaijaverin, sedangkan
kandungan sunscreen terbanyak dari daun jambu biji adalah kuersetin (Fahlman, 2010; Okunrobo, Imafidon, Alabi, 2010; Sohafy, Metwalli, Harraz, Omar, 2009).
Kuersetin dapat berfungsi sebagai sunscreen karena menyerap UV-A dan UV-B dimana memiliki gugus hidroksil pada cincin B. Kuersetin dapat
menginduksi oksidasi lipid untuk perlindungan terhadap UV dan bekerja 2 kali
lebih efektif mencegah UV-B daripada UV-A. Penghambatan photosensitization
oleh ketoprofen dan pencegahan efek buruk UV pada sistem biologis dengan
mengurangi sekresi matriks metalloprotease 1 juga merupakan kemampuan yang
dimiliki kuersetin. Kuersetin terbukti stabil dan photoproduct dari kuersetin tidak
toksik. Kuersetin terdekomposisi pada suhu >3170 C. Kuersetin larut dalam etanol
dan aseton (Fahlman, 2009; Fahlman, 2010; ChemCAS, 2014).
Kuersetin memiliki gugus kromofor yang memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi dan auksokrom yang memiliki pasangan elektron bebas. Gugus
fungsi pada kuersetin akan bereaksi dengan radikal bebas dimana akan
mendonorkan elektron pada cincin benzena kuersetin sehingga resonansi
meningkat sehingga radikal bebas akan netral. Gugus fungsi tersebut :
1. o-dihidroksil pada cincin benzena
2. 4-okso pada konjugasi dengan alkena 2,3
3. gugus 3- dan 5-hidroksil (Casagrande et al., 2006).
D. Maserasi
Ekstraksi merupakan proses penyarian zat dari suatu bahan. Metode
ekstraksi yang paling umum dilakukan adalah maserasi. Maserasi adalah ekstraksi
dengan merendam sampel sambil digojog konstan menggunakan pelarut organik
pada temperatur ruangan. Saat direndam maka dinding dan membran sel pecah
karena adanya perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, lalu metabolit
sekunder yang terdapat pada sitoplasma terlarut dalam pelarut organik.
Keuntungan maserasi yaitu jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit (List dan
Schmidt, 1989).
E. Sunscreen
Sunscreen adalah senyawa yang dapat menyerap (chemical) dan atau memantulkan/menghamburkan radiasi UV (physical) dengan membentuk lapisan
buram pada permukaan kulit sehingga mengurangi perusakan UV yang
terpenetrasi pada kulit. Di dalam produk sunscreen, umumnya terdiri dari dua
atau lebih senyawa sunscreen agar lebih luas spektrum absorpsi dari energi UV (Stanfield, 2003).
Sunscreen dibedakan menjadi 3 berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu
sunburn (absorbsi 290-320 nm >95% UV), suntanning (absorbsi 290-320 nm >85% UV), dan sunblock (barrier fisik) (Harry, 1982).
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam perlindungan sunscreen
yaitu produk dapat hilang saat pemakai berkeringat atau berenang dan
penggunaan dalam jumlah yang tepat oleh pemakai. Penggunaan dalam jumlah
yang tepat berhubungan dengan Sun Protection Factor (SPF), sedangkan perhatian akan hilangnya sunscreen saat pemakaian berhubungan dengan
ketahanan produk akan air yang dikenal dengan istilah “water resistant”
F. Sun Protection Factor (SPF)
SPF merupakan derajat dimana produk sunscreen dapat melindungi
terhadap eritema atau sunburn. Nilai SPF didapat dari Ratio Minimal Erythema Dose (MED) dari kulit yang terlindungi sunscreen dengan MED tanpa sunscreen.
MED merupakan dosis paling kecil agar energi UV dapat menghasilkan eritema
yang tampak pada sisi yang terpapar. Di pasaran, rentang SPF bisa dari 2-60,
tetapi menurut FDA Sunscreen Monograph batasnya hanya 30. SPF 2 dapat
mentransmisikan 50% energi sunburning, SPF 15 sebesar 6,7%, SPF 30 sebesar 3,3%, dan SPF 50 sebesar 2% (Stanfield, 2003).
Tabel I. Nilai EE x I pada 290-320 nm (Sayre, Agin, Levee, Marlowe, 1979) Panjang gelombang (nm) EE x I
Perhitungan nilai SPF dengan menggunakan spektrofotometer UV
sebelumnya sudah dilakukan oleh Sayre et al. (1979) dan didapat nilai perkalian antara spektrum efek eritremal dengan intensitas spektrum sinar yang konstan.
Lalu dikembangkan lagi oleh Mansur, Breder, Mansur, Azulay (1986) dan didapat
suatu rumus perhitungan perhitungan matematika sederhana untuk menentukan
nilai SPF (Mansur et al., 1986).
Rumus Mansur :
………...……..…… (1)
Dimana : EE = spektrum efek eritremal
I = intensitas spektrum sinar
A = serapan ekstrak
CF = faktor koreksi (10) (Mansur et al., 1986).
G. Krim
Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat yang dapat berupa emulsi
dari satu atau lebih bahan obat yang larut atau terdispersi dalam basis yang sesuai
dan mengandung air tidak kurang dari 60%. Stabilitas krim dapat rusak jika terjadi
penambahan salah satu fase dengan berlebihan. Terdapat 2 tipe krim yaitu tipe
O/W atau minyak dalam air yang dapat tercuci air dan tipe W/O atau air dalam
minyak yang tidak tercuci air (Syamsuni, 2000).
Terdapat 3 macam ketidakstabilan pada emulsi krim yaitu creaming, koalesen, dan inversi. Creaming merupakan pemecahan emulsi ke fase semula
dimana salah satu memiliki fase dispersi lebih banyak. Koalesen adalah
penggabungan globul-globul yang lebih besar lanjutan dari peristiwa creaming. Dan inversi adalah berubahnya sistem emulsi W/O menjadi O/W atau sebaliknya
H. Bahan Formulasi 1. Parafin cair
Parafin cair atau minyak mineral merupakan campuran cairan jernih
jenuh alifatik dan hidrokarbon siklis dari petroleum. Bentuknya cairan
minyak kental yang transparan, tidak berwarna, dan tidak mempunyai rasa.
Parafin cair memilik titik didih >3600C dan larut dalam aseton, benzena,
kloroform, karbon disulfida eter, petroleum eter, sehingga praktis tidak larut
air. Parafin cair dapat berfungsi sebagai emolien, lubrikan, oleaginous
vehicle, pelarut, dan vaccine adjuvant. Penggunaan parafin cair pada emulsi topikal yaitu 1,0-32,0%. Viskositasnya sebesar 110-230 mPa s pada 200C dan
inkompatibel dengan agen pengoksidasi yang kuat (Rowe, Sheskey, Quinn,
2009).
Dalam krim sistem W/O, kestabilan dapat meningkat dengan tingginya
parafin cair. Rantai panjang parafin cair dapat membentuk jaringan lunak tiga
dimensi padat dimana rantai pendek parafin cair menghentikan lysosorption
(Rieger dan Rhein, 1997).
2. Gliserin
Gambar 4. Struktur molekul gliserin
Gliserin atau gliserol merupakan alkohol trihidrat berupa cairan
higroskopis kental, jernih, meemiliki rasa manis, tidak berwarna, dan berbau.
Gliserin memiliki titik didih 2900C, titik lebur 17,80C, dan viskositasnya
dalam konsentrasi 83% w/w sebesar 111,0 mPa s pada 200C. Kelarutannya
yaitu larut air, metanol, etanol, sehingga praktis tidak larut minyak dan
kloroform. Gliserin dapat berfungsi sebagai bahan pengawet, humektan,
kosolven, pelarut, pemanis, plasticizer, dan agen tonisitas. Gliserin dapat
digunakan sebagai humektan pada <30% dari formulasi dan inkompatibel
dengan agen pengoksidasi kuat (Rowe et al., 2009).
3. Span 80
Gambar 5. Struktur molekul span 80 (U.S. Environmental Protection Agency, 2010)
Surfaktan merupakan senyawa yang dapat mengubah antarmuka
antara berbagai fase. Salah satu tipe surfaktan adalah surfaktan non-ionik
yang tidak mempengaruhi pH sediaan. Pada pengemulsi non-ionik, karbopol
rentang konsentrasi 0,1-0,5% dapat membantu stabilitas (Rieger dan Rhein,
Span 80 atau sorbitan monooleat adalah campuran dari bagian ester
dari sorbitol dan asam lemak anhidrat berupa cairan kental kuning dengan
berat molekul 429 g/mol. Span 80 memiliki nilai keasaman <8, berat jenis
1,01 g/cm3, nilai HLB 4,3, nilai hidroksil 193-209, nilai saponifikasi
149-160, dan viskositas 970-1080 mPa s pada 250C. Span 80 dapat berfungsi
sebagai agen pendispersi, agen pengemulsi, surfaktan non-ionik, agen
pelarut, pengendap, dan pembasah. Span 80 akan menghasilkan emulsi W/O
yang stabil ketika digunakan sendiri pada konsentrasi 1-15% (Rowe et al.,
2009).
4. Asam stearat
Gambar 6. Struktur molekul asam stearat
Asam stearat adalah campuran dari asam stearat dan asam palmitat
berupa padatan putih berkilau. Asam stearat memiliki nilai keasaman
195-212, titik lebur 69-700C, dan nilai saponifikasi 200-220. Kelarutannya yaitu
larut dalam benzena, kloroform, eter, etanol 95%, heksana, sehingga praktis
tidak larut air. Asam stearat dapat berfungsi sebagai agen pengemulsi,
lubrikan kapsul, dan solubilizing agent. Asam stearat yang digunakan dalam sediaan topikal dinetralkan keasamannya dengan senyawa alkali atau
triethanolamine karena dapat mengiritasi selain itu juga dapat membentuk konsistensi yang creamy. Penggunaan asam stearat pada krim yaitu sebesar
20%. Inkompatibilitas asam stearat yaitu dengan sebagian besar hidroksida
logam (Rowe et al., 2009).
5. Karbopol
Gambar 7. Unit monomer asam akrilat polimer karbopol (Rowe et al., 2009)
Karbopol atau karbomer merupakan polimer sintetis dari asam akrilat
dengan bobot molekul besar dimana berikatan silang dengan alil sukrosa atau
alil eter dari pentaeritritol. Bentuknya yaitu bubuk putih higroskopis, asam,
dan sedikit berbau. Karbopol 940 memiliki pH 2,5-4,0 dan viskositas
40000-60000 mPa s (0,5% w/v) dalam air. Karbopol dapat digunakan sebagai bahan
bioadhesive, agen pengemulsi, penstabil, pengendap, penstabil emulsi,
controlled-release agent, rheology modifier, dan tablet binder.
Penggunaannya sebagai agen pengemulsi yaitu 0,1-0,5%. Karbopol
inkompatibel dengan fenol, polimer kationik, asam kuat, dan elektrolit kuat.
Pengawet juga inkompatibel dengan karbopol jika diberikan dalam jumlah
6. Triethanolamine
Gambar 8. Struktur molekul triethanolamine (Rowe et al., 2009)
Triethanolamine (TEA) merupakan amina tersier turunan amonia
terdiri dari kelompok hidroksi berupa cairan kental bening higroskopis tak
berwarna sampai kuning pucat dan sedikit berbau amonia. TEA dapt
digunakan sebagai agen pembasa dan pengemulsi. TEA memiliki pH 10,5
dalam larutan 0,1 N, titik didih 3350C, viskositas 590 mPa s pada 300C dan
bercampur dalam air, metanol, aseton, serta karbon tetraklorida.
Inkompatibilitas TEA yaitu dengan tionil klorida dan asam mineral (Rowe et al., 2009).
7. Nipagin
Gambar 9. Struktur molekul nipagin (Rowe et al., 2009)
Nipagin atau etilparaben merupakan preservatif antimokrobial atau
bahan pengawet berupa bubuk putih tak berbau. Nipagin bekerja efektif pada
pH 4-8 dan lebih aktif mencegah jamur daripada bakteri. Nipagin lebih
mencegah bakteri Gram positif daripada Gram negatif. Nipagin larut dalam
aseton, etanol (1 dalam 1,4), gliserin (1 dalam 200), dan air (1 dalam 910).
Inkompatibilitas nipagin yaitu dengan surfaktan non-ionik dimana
efektifitasnya berkurang karena micelliation (Rowe et al., 2009).
I. Uji Sifat Fisik Krim
1. Viskositas
Viskositas merupakan suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan
untuk mengalir, makin tinggi viskositas akan makin besar tahanannya.
Pengolahan bahan menurut tipe aliran dan deformasinya dibagi menjadi dua
yaitu sistem Newton dan sistem Non-Newton. Semakin besar viskositas maka
daya sebar akan menurun tetapi waktu retensi pada tempat aplikasi
meningkat. Hubungan viskositas dan stabilitas emulsi sampai saat ini sudah
banyak dipelajari dimana berpengaruh signifikan pada krim (Martin,
Swarbick, Cammarata, 1993; Rieger dan Rhein, 1997).
2. Daya Sebar
Daya sebar sediaan topikal berpengaruh pada sudut kontak terhadap
tempat pengaplikasian yang berhubungan dengan koefisien gesekan. Daya
sebar dapat menentukan kemudahan penggunaan dan pelepasan zat aktif. Uji
daya sebar yang paling sering dan mudah dilakukan adalah metode plat
J. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi, suatu teknik untuk
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
variabel bebas. Nantinya akan diperoleh persamaan matematika dan respon harus
bisa dihitung kuantitatif. Desain faktorial banyak digunakan karena ekonomis
dimana dapat mengurangi jumlah penelitian jika tiap faktor diuji terpisah. Desain
faktorial berfungsi untuk mengetahui interaksi antar faktor dan mengetahui faktor
yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap respon tertentu dimana efek
dari faktor berbeda. Uji statistik two-way ANOVA dapat digunakan untuk melihat
faktor yang paling dominan. Tahap awal dalam desain faktorial yaitu menentukan
faktor, level, dan respon yang bisa dihitung kuantitatif. Desain faktorial yang
paling sederhana terdiri dari dua faktor dan dua level yaitu tinggi dan rendah
(Bolton, 1997; Muth, 1999).
Persamaan desain faktorial untuk 2 faktor dan 2 level yaitu :
y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12(XA)(XB) ... (2)
Dimana : y = respon percobaan
(XA)(XB) = level faktor A dan B
b1, b2, b3 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
K. Landasan Teori
Kulit merupakan perlindungan tubuh yang utama. Kulit dapat mengalami
kerusakan oleh lingkungan. Salah satu penyebab kerusakan kulit oleh lingkungan
yang paling sering dialami adalah radiasi sinar UV. Daun jambu biji mengandung
kuersetin yang diketahui dapat menyerap radiasi sinar UV, maka dapat berfungsi
sebagai sunscreen. Selain itu, daun jambu biji juga mengandung banyak antioksidan lain yang bermanfaat bagi kulit.
Salah satu produk sunscreen yang paling sering digunakan adalah krim. Krim merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari dua fase tak bercampur dan
distabilkan dengan adanya surfaktan. Umumnya produk sunscreen mengikuti tipe emulsi W/O, dimana fase dalam air dan fase luarnya minyak sehingga tahan air.
Dalam membuat formulasi suatu krim, parameter yang dilihat adalah viskositas
dan daya sebar. Krim yang memiliki kekentalan tinggi menyebabkan waktu
tahanan pada kulit lebih lama sedangkan daya sebarnya menurun. Sifat fisis dan
kestabilan krim yang baik dapat dihasilkan melalui variasi kombinasi emolien dan
humektan. Selain itu, humektan dapat menjaga kandungan air dan kelembaban
kulit. Emolien dapat menutup permukaan lapisan korneum kulit sehingga dapat
menahan air dan menjaga kelembaban kulit. Gliserin adalah salah satu contoh
humektan dan parafin cair adalah salah satu contoh emolien.
Variasi kombinasi gliserin dan parafin cair memungkinkan berpengaruh
terhadap viskositas dan daya sebar krim yang dapat dievaluasi menggunakan
cair menggunakan dengan menggunakan R-3.1.0 dengan uji two-way ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%.
L. Hipotesis
Variasi jumlah parafin cair, gliserin, serta interaksi antara parafin cair dan
gliserin memberikan efek yang signifikan terhadap daya sebar, viskositas, dan
pergeseran viskositas krim sunscreen ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava L.)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental murni
menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level yang bersifat
eksploratif, yaitu mencari komposisi optimum antara parafin cair sebagai emolien
dan gliserin sebagai humektan dalam formula krim W/O ekstrak daun jambu biji
yang berfungsi sebagai sunscreen. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Teknologi dan Formulasi Sediaan Farmasi, Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia, dan Laboratorium Kimia Analisis Instrumen Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi parafin cair
sebagai emolien dan gliserin sebagai humektan dalam formula krim ekstrak
daun jambu biji (Psidium guajava L.), pada level rendah dan level tinggi.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis krim meliputi
daya sebar dan viskositas serta stabilitas krim setelah penyimpanan berupa
pergeseran viskositas.
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah alat dan bahan
yang digunakan, suhu pemanasan dan pencampuran, kecepatan putar mixer, lama waktu pencampuran, letak krim saat pengukuran daya sebar, lama
penyimpanan, dan wadah penyimpanan.
4. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah lama
pemanasan preparasi bahan, suhu, dan kelembaban udara ruang saat pembuatan
sampai penyimpanan krim.
C. Definisi Operasional
1. Krim adalah sediaan berbentuk setengah padat dimana mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi yaitu ekstrak daun jambu biji di
dalam bahan dasar yang sesuai untuk sediaan sunscreen yaitu tipe emulsi
W/O.
2. Ekstrak daun jambu biji adalah cairan hasil ekstraksi terutama kuersetin dan
turunannya dalam daun jambu biji dengan cara maserasi.
3. Sunscreen adalah senyawa kimia yang dapat menghamburkan, memantulkan
atau menyerap radiasi UV sehingga energi UV akan melemah sebelum
terpenetrasi ke dalam kulit berupa kuersetin dan turunannya.
4. Faktor adalah besaran yang berpengaruh terhadap respon, dalam penelitian ini
digunakan 2 faktor yaitu parafin cair dan gliserin.
5. Level adalah tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat 2 level yaitu
level tinggi dan level rendah yang sebelumnya sudah didapat dari hasil
orientasi. Level rendah parafin cair adalah 5 g dan level tinggi 8 g. Level
rendah gliserin adalah 6 g dan level tinggi 9 g.
6. Emolien adalah bahan yang digunakan untuk pelembab dimana akan menutup
permukaan lapisan korneum kulit sehingga dapat menahan atau menjaga air
pada lapisan korneum kulit, dalam penelitian ini digunakan parafin cair.
7. Humektan adalah bahan dengan tujuan melembabkan kulit bersifat
higroskopis sehingga mampu menjaga kandungan air di kulit dengan menarik
air ke dalam kulit. Dalam penelitian humektan yang digunakan adalah
gliserin.
8. Respon adalah besaran yang dapat diamati dan dikuantifikasikan dari hasil
percobaan, dalam penelitian ini respon yaitu sifat fisik berupa viskositas dan
daya sebar, dan stabilitas fisik berupa pergesaran viskositas krim.
9. Daya sebar adalah kemampuan penyebaran krim pada kulit dimana ujinya
untuk mengetahui kecepatan penyebaran di kulit dan kelunakannya saat
aplikasi.
10. Viskositas adalah tahanan krim sunscreen ekstrak daun jambu biji yang diukur dengan menggunakan viscotester seri VT 04 O-Rion-Japan dan
dinyatakan dalam satuan dPa s.
11. Pergeseran viskositas adalah perubahan viskositas krim sunscreen ekstrak daun jambu biji selama penyimpanan dan dikatakan stabil jika selama 30 hari
12. Efek adalah perubahan yang muncul akibat variasi faktor dan level.
13. Desain faktorial adalah teknik yang memberikan model hubungan antara satu
atau lebih variabel bebas dengan variabel respon dimana variabel bebasnya
berupa dua faktor yaitu parafin cair dan gliserin.
14. Counter plot adalah hasil uji berupa grafik berdasarkan uji viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 30 hari.
15. Counter plot superimposed adalah daerah pertemuan yang memuat semua
arsiran pada counter plot dimana diprediksi sebagai daerah optimum dari variasi parafin cair dan gliserin.
16. Area optimum adalah daerah yang menunjukkan krim memenuhi
standar-standar yang diinginkan yaitu viskositas 170-240 dPa s, daya sebar 4-6 cm,
dan pergeseran viskositas <10% (Lubrizol, 2007; Elizabeth, 2011; Lubrizol,
2011).
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan meliputi etanol 70% dan p.a., ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.), asam stearat (kualitas farmasetis), span 80 (kualitas farmasetis), parafin cair (kualitas farmasetis), gliserin (kualitas farmasetis),
karbopol 940 (kualitas farmasetis), triethanolamine (kualitas farmasetis), nipagin (kualitas farmasetis), pewangi aroma kenzo bunga, dan aqua demineralisata.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan meliputi seperangkat alat gelas, rotary vacuum
evaporator, penyerbuk, mixer merk SHARP EMS-51W, neraca digital Mettler
Toledo AB204 dan Mettler Toledo PC16, cawan porselin, waterbath, stopwatch, termometer, indikator pH, alat pengukur daya sebar, mistar, viscotester seriVT 04
RION-Japan, spektrofotometer UV.
F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan ekstrak cair daun jambu biji
Daun jambu biji segar yang sudah dicuci bersih dikeringkan dalam oven
selama 3,5 jam pada suhu 600C selanjutnya serbuk simpilia dibuat dengan
mesin penggiling. Serbuk simplisia daun jambu biji sebanyak 160 g diekstrak
dengan menggunakan 1,12 L etanol 70% dalam maserator selama 3 hari
dengan sesekali dikocok dan dua kali remaserasi. Ekstrak yang didapat
dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 60-800C hingga bobotnya tetap.
2. Penetapan SPF ekstrak daun jambu biji dan jumlah ekstrak yang diperlukan untuk mencapai SPF 30
Dua ratus lima puluh mg ekstrak ditimbang dan masukkan dalam labu
ukur add volume sampai 25 ml dengan etanol p.a. sehingga didapat 10000
g/ml ekstrak (larutan induk). Satu ml larutan induk diambil dan add volume
sampai 10 ml dengan etanol p.a. dalam labu ukur sehingga didapat 1000
g/ml ekstrak (larutan intermediet). Dua ml larutan intermediet diambil dan
add volume sampai 10 ml dengan etanol p.a. dalam labu ukur sehingga
Larutan uji dilihat serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada
290-320 nm. Nilai serapan dicatat setiap interval 5 nm. Selanjutnya, nilai
SPF dihitung dengan persamaan Mansur :
………..…... (1)
Dimana : EE = spektrum efek eritremal
I = intensitas spektrum sinar
A = serapan ekstrak
CF = faktor koreksi (10)
Lalu, ditentukan ekstrak yang perlu dimasukkan dalam formula krim agar
mencapai SPF 30.
3. Pembuatan krim
a. Formula
Tabel II. Rancangan desain faktorial parafin cair dan gliserin
Formula Parafin cair Gliserin
1 - -
a + -
b - +
ab + +
Tabel III. Level tinggi dan rendah parafin cair dan gliserin
Formula Parafin cair (g) Gliserin (g)
1 5 6
a 8 6
b 5 9
ab 8 9
Tabel IV. Formula standar (Vlaia et al., 2009)
Tabel VI. Formula rancangan desain faktorial parafin cair dan gliserin
b. Cara kerja pembuatan formula
1. Preparasi
Karbopol 940 dikembangkan dalam 21 ml aquadest sehari
sebelum pembuatan formula. Selanjutnya asam stearat dileburkan di
atas waterbath sebelum pencampuran dengan mixer.
2. Pembuatan emulsi W/O
Span 80 dan parafin cair (fase minyak) dicampur lalu
dipanaskan pada suhu 60-80°C. Gliserin dicampur dengan sisa
aquadest (40 ml) yang juga dipanaskan pada suhu 60-80°C.
Selanjutnya campuran gliserin dan aquadest ditambah ekstrak, nipagin,
dan karbopol (fase air) sebelum pencampuran dengan mixer.
Campuran fase minyak dimasukkan dalam wadah lalu
ditambahkan asam stearat sambil diaduk dengan mixer dengan
kecepatan terendah. Lalu segera ditambahkan campuran fase air dan
diaduk dengan mixer dengan kecepatan tertinggi selama 30 menit.
TEA dan pewangi ditambahkan pada menit ke-5.
4. Uji kualitatif krim tipe W/O
Krim yang sudah jadi diambil 1 g lalu ditambah 5 tetes metilen biru
yang sebelumnya sudah diencerkan dengan aquadest 1:7 dan diaduk. Lalu
dilakukan pengamatan kualitatif, untuk tipe emulsi W/O maka krim tidak akan
dapat tercampur dengan metilen biru.
5. Uji pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan indikator universal
setelah sediaan krim sunscreen daun jambu biji dibuat. Nilai pH yang
diinginkan ada pada rentang 4-7, dimana tidak mengiritasi kulit.
6. Uji viskositas, daya sebar , dan pergeseran viskositas
a. Uji viskositas dan pergeserannya. Pengukuran viskositas mengunakan alat
viskometer seri VT 04 RION-Japan dengan cara yaitu krim dimasukkan
dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester dengan rotor nomer 2.
Viskositas krim diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk
viskositas. Uji ini dilakukan 2 kali yaitu hari ke-2 setelah krim selesai
dibuat dan yang kedua setelah disimpan selama 30 hari. Data pada hari ke-2
dapat digunakan pula untuk viskositas dan viskositas awal untuk pergeseran
b. Uji daya sebar. Uji daya sebar krim dilakukan hari ke-2 setelah pembuatan
dengan cara menimbang krim seberat 1 gram, diletakan ditengah horizontal
double plate. Diatas krim diletakkan horizontal double plate lain dan pemberat 125 gram, diamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter
penyebarannya.
G. Analisis Hasil
Data yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa uji sifat fisik meliputi
daya sebar dan viskositas serta stabilitas krim berupa pergeseran viskositas. Efek
parafin cair, gliserin, dan interaksinya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas
krim sunscreen ekstrak daun jambu biji dapat dihitung dengan metode desain faktorial.
Analisis data menggunakan R-3.1.0 dengan uji two-way ANOVA pada
tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis akan menghasilkan nilai p (probability value). Apabila nilai p kurang dari 0,05 maka faktor dan interaksi berpengaruh
signifikan terhadap respon.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Ekstraksi Daun Jambu Biji
Pengumpulan daun jambu biji dilakukan oleh peneliti sendiri di daerah
Berbah, Sleman, sehingga standardisasi simplisia tidak menjadi masalah. Daun
yang dipilih utuh, segar, dan hijau untuk menghindari rusak atau berkurangnya
kandungan kimia. Kondisi tanaman saat pengambilan yaitu tanaman sedang tidak
berbunga maupun berbuah, pengambilan dilakukan pada tanaman yang sama agar
hasil kandungan seragam. Selanjutnya, dilakukan determinasi untuk memastikan
kebenaran spesiesnya. Determinasi dilakukan dengan membandingkan
karakteristik morfologi tanaman dengan kunci determinasi diacu dari pustaka
(Cullen, 2006). Hasilnya menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah
Psidium guajava L. (Lampiran 1).
Daun dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran di permukaan
daun. Dari hasil sortasi basah didapatkan daun sebanyak 340 g. Daun yang sudah
bersih dioven 600C selama 3,5 jam karena dirasa kering selama waktu tersebut.
Pengeringan bertujuan mencegah tumbuhnya jamur, mikroba, maupun reaksi
enzimatis yang mengakibatkan daun membusuk. Daun tidak dikeringkan dengan
bantuan panas matahari karena dikhawatirkan akan mengurangi kandungan zat
sunscreen dan antioksidan dalam daun jambu biji. Zat antioksidan dan sunscreen
dapat terdegradasi oleh sinar matahari sehingga dapat berkurang khasiatnya. Hasil
agar luas permukaannya lebih besar saat ekstraksi sehingga penarikan zat yang
diinginkan dari serbuk simplisia daun jambu biji lebih efektif. Serbuk yang
didapat yaitu sebanyak 160 g.
Serbuk daun jambu biji yang sudah ada dimaserasi dengan etanol 70%.
Menurut Daud, Sadiyah, Rismawati (2011), ekstraksi daun jambu biji dengan
metode maserasi dengan etanol 70% lebih banyak didapatkan senyawa
antioksidan terutama kuersetin dibanding dengan metode ekstraksi sinambung
soxhlet dengan etanol 70%. Etanol juga dapat berfungsi sebagai disinfektan, dimana membunuh kontaminan yang ada pada simplisia seperti jamur atau
bakteri. Remaserasi dilakukan karena kemungkinan masih terdapat senyawa yang
diinginkan yang tertinggal pada ampas karena kesetimbangan antara pelarut
dengan yang terlarut. Selanjutnya dilakukan pemekatan untuk menghilangkan
kandungan etanol dalam ekstrak. Suhu pemekatan yang digunakan pada rentang
70-800C karena titik didih etanol sebesar 78,370C. Hasil pemekatan berupa cairan
berwarna cokelat tua berbau khas sebanyak 294 g.
B. Penetapan SPF Ekstrak Daun Jambu Biji
Menurut Casagrande (2006), kuersetin dapat bertindak sebagai agen
sunscreen karena gugus-gugus fungsi pada strukturnya dapat mendonorkan
elektron pada cincin benzena sehingga meningkatkan jumlah resonansi. Penetapan
nilai SPF dari ekstrak daun jambu biji pada penelitian ini menggunakan
spektrofotometer UV dan dihitung dengan persamaan matematika yang
dikembangkan oleh Mansur et al. (1986) berdasarkan penelitian sebelumnya oleh
Sayre et al. (1979).
Nilai SPF yang didapat yaitu sebesar 1,0718. Banyak ekstrak yang
dimasukkan ke dalam formula agar mencapai SPF 30 dihitung dengan
menghitung pengenceran yang dilakukan. Kandungan ekstrak pada larutan uji
yaitu 200 g/100 ml dengan nilai SPF 1,0718. Maka digunakan rumus
perbandingan SPF 30 dibagi SPF 1,0718 dikali dengan 200 g/100 ml sehingga
didapat bobot ekstrak yang digunakan sebanyak 0,60 g.
C. Formulasi Krim Sunscreen Ekstrak Daun Jambu Biji
Formula yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil modifikasi
dari formula krim W/O/W dalam penelitian Vlaia et al. (2009). Krim W/O/W tidak sesuai digunakan sebagai sunscreen karena cenderung membawa bahan aktif
menuju sistemik, padahal sunscreen bekerja pada lapisan kulit. Krim W/O lebih sesuai untuk sunscreen karena tidak mudah terbilas oleh air selain itu lebih meningkatkan kelembaban lebih baik daripada krim O/W. Bahan-bahan formula
terdiri dari fase minyak dan air. Fase minyak terdiri span 80 sebagai surfaktan tipe
emulsi W/O, asam stearat sebagai agen pengemulsi, parafin cair sebagai emolien.
Fase air terdiri dari dari ekstrak cair daun jambu biji sebagai agen sunscreen, gliserin sebagai humektan, Trietanolamine (TEA) sebagai pembasa, karbopol sebagai penstabil emulsi, nipagin sebagai pengawet, aquadest, dan pewangi.
formula krim Vlaia et al. (2009) juga mengacu dari rentang umum yang dipergunakan dari Rowe et al. (2009)
Span 80 memiliki nilai HLB 4,3 digunakan karena merupakan emulgator
jenis emulsi W/O yang memiliki HLB rendah berkisar 4-6 (Griffin, 1949). Bagian
hidrokarbon molekul span akan berada dalam globul minyak dan radikal sorbitan
akan berada pada fase air. Asam stearat selain sebagai agen pengemulsi juga
membantu membentuk penampilan krim yang bagus yaitu kaku dan mengkilap.
Parafin cair sebagai emolien akan menutup permukaan lapisan korneum sehingga
dapat menahan kandungan air di dalam lapisan korneum. Gliserin sebagai
humektan akan menjaga kandungan air di kulit dengan menarik air ke dalam kulit.
Karbopol 940 berupa polimer sintetis yang dapat mengembangkan
rantai-rantai polimernya membentuk struktur random coil jika berada di dalam air
sehingga bisa digunakan sebagai penstabil emulsi. Karbopol bersifat asam
sehingga dapat menyebabkan iritatif maka digunakan TEA sebagai pembasa.
Selain itu pada pH netral, pada karbopol akan terjadi proses saling tolak menolak
oleh ion pada gugus karboksilat sehingga polimer menjadi kaku dan viskositas
meningkat (Osborne dan Amann, 1990).
Pengawet yang digunakan yaitu nipagin untuk mencegah timbulnya jamur
dan mikroorganisme pada sediaan krim. Pencampuran kedua fase dilakukan
dalam kondisi panas karena mempermudah pembentukan emulsi akibat adanya
energi yang membantu pendispersian yang lebih baik dari satu fase ke fase
lainnya.
D. Uji Organoleptis, Kualitatif Krim Tipe W/O, dan Uji pH
Krim yang dihasilkan berwarna putih mengkilap sedikit kecoklatan dan
berbau harum dari pewangi. Pembuktian bahwa krim yang dihasilkan memiliki
tipe W/O maka digunakan metode pengenceran dengan bantuan pewarnaan
metilen biru. Dalam metode ini sediaan dilarutkan dalam air, jika larut maka
termasuk tipe O/W dan jika tidak larut termasuk tipe W/O. Metilen biru sifatnya
larut air dan ditambahkan untuk mempermudah pengamatan kelarutan. Hasil uji
tipe krim yaitu krim tidak larut dengan air maka termasuk tipe W/O.
Selain itu diuji juga pH krim. Seluruh formula dalam sediaan krim pada
penelitian ini memiliki pH antara 5-6 dengan menggunakan indikator pH
universal. Pengujian ini juga dapat digunakan sebagai parameter kenyamanan dan
keamanan saat penggunaan karena pH kulit berkisar 4-7 (Lambers, Piessens,
Bloem, Pronk, Finkel, 2006).
E. Penentuan Level Parafin Cair dan Gliserin
Pada penelitian ini dilakukan optimasi parafin cair sebagai emolien dan
gliserin sebagai humektan. Parafin cair dapat digunakan sebagai emolien jika
digunakan sebesar 1-32% dan gliserin dapat digunakan sebagai humektan jika
digunakan sebesar <30% (Rowe et al., 2009). Penentuan level diperkirakan dari sisa jumlah keseluruhan bahan-bahan formulasi selain parafin cair dan gliserin
agar persentase aquadest di atas 60% dimana syarat sediaan krim sendiri. Hasil
perhitungan sebanyak 24 gram, sehingga untuk orientasi dibuat level tinggi
1. Penentuan level parafin cair
Penentuan level dilakukan dengan membuat krim sebanyak 9 formula,
dengan variasi jumlah parafin cair yang berbeda. Selanjutnya dilakukan
pengukuran yaitu viskositas dan daya sebar sesudah 2 hari.
Gambar 10. Grafik penentuan level parafin cair berdasarkan respon viskositas
Gambar 11. Grafik penentuan level parafin cair berdasarkan respon daya sebar
Dari grafik 10 dan 11, dipilih level rendah 5 g dan level tingginya 8 g.
Level tersebut dipilih karena antara 5-8 g memiliki respon daya sebar yaitu
4-6 cm dan viskositas yang diinginkan yaitu 170-240 dPa s (Lubrizol, 2007;
Elizabeth, 2011; Lubrizol, 2011).
2. Penentuan level gliserin
Gambar 12. Grafik penentuan level gliserin berdasarkan respon viskositas
Penentuan level dilakukan dengan membuat krim sebanyak 9 formula,
dengan variasi jumlah gliserin yang berbeda. Selanjutnya dilakukan
pengukuran yakni viskositas dan daya sebar sesudah 2 hari.
Dari gambar 12 dan 13, dipilih level rendah 6 g dan level tingginya 9
g. Level tersebut dipilih karena antara 6-9 g memiliki respon daya sebar yaitu
4-6 cm dan viskositas yang diinginkan yaitu 170-240 dPa s.
F. Uji Sifat Fisik Sediaan Krim Sunscreen
Krim harus memenuhi kriteria yang baik agar mudah diterima dan
digunakan masyarakat. Parameter yang dapat digunakan yaitu daya sebar dan
viskositas yang diuji 48 jam sesudah pembuatan. Pengujian dilakukan setelah 48
jam karena setelah rentang waktu tersebut sistem emulsi sudah terbebas dari
pengaruh gaya geser dan energi yang diakibatkan selama proses pembuatan, hal
tersebut dapat mempengaruhi besar viskositas.
Daya sebar adalah kemampuan penyebaran atau pemerataan sediaan saat
diaplikasikan pada kulit. Daya sebar bertanggung jawab akan kemudahan
penggunaan, penghantaran obat ke tempat aksi, pengeluaran sediaan dari
kemasan, dan penerimaan oleh pengguna. Kemudahan pengaplikasian ditunjukkan
ketika sediaan menyebar dengan baik saat dioleskan tanpa tekanan terlalu kuat.
Daya sebar yang diinginkan yaitu 4-6 cm. Daya sebar pada umumnya berbanding
terbalik dengan viskositas, sehingga daya sebar akan meningkat jika viskositas
makin rendah (Grag et al., 2012).
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, dimana semakin besar tahanan maka viskositas juga makin tinggi
(Martin, Swarbick, Cammarata, 1993). Viskositas dapat mempengaruhi
kemudahan krim saat dituang dari kemasan maupun saat proses filling.
Pengukuran dilakukan 48 jam sesudah pembuatan bertujuan membebaskan sistem
dari pengaruh gaya geser dan energi yang ada sesudah pembuatan dimana
mempengaruhi besar viskositas. Viskositas yang diinginkan yaitu 170-240 dPa s.
Tabel VII. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas krim
Formula Viskositas (dPa s) Daya sebar (cm) Pergeseran viskositas (%)
1 24013,23 4,370,15 8,474,64 a 2205,00 4,700,10 7,582,64 b 2455,00 4,400,10 7,434,08 ab 19010,00 4,530,25 9,667,59
Berdasarkan tabel VII, untuk viskositas tertinggi adalah formula b dan
yang terendah adalah formula ab. Seiring dengan peningkatan penggunaan parafin
cair, baik pada level rendah maupun tinggi gliserin cenderung menurunkan respon
viskositas krim karena viskositas parafin cair cenderung mengencerkan krim.
Sementara, peningkatan penggunaan gliserin, pada level rendah parafin cair
cenderung meningkatkan viskositas dan pada level tinggi parafin cair cenderung
menurunkan viskositas. Untuk daya sebar, daya sebar terbesar adalah formula a
dan yang terkecil adalah formula 1. Seiring dengan peningkatan penggunaan
parafin cair, baik pada level rendah maupun tinggi gliserin cenderung menaikkan