STUDI EKSPLORATORI: PERILAKU SEKSUAL
ONLINE
DAN GAMBARAN KONSEKUENSINYA PADA REMAJA
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Arisa Theresia
NIM: 089114116
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
Motto
“Biarkan kayakinan kamu menggantung mengambang 5 cm di depan kening kamu dan sehabis itu yang pelu kamu lakukan hanya...
Kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang lebih sering menatap keatas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, dan mulut
yang akan selalu berdoa.” (novel 5 cm)
“Man Jadda Wajadda”, siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil
PERSEMBAHAN
Semua hasil kerja keras ini saya persembahkan untuk:
Tuhan Yesus, demi kemuliaan namaNya
Orang tua dan keluarga tercinta
Para dosen dan guruku
STUDI EKSPLORATORI: PERILAKU SEKSUAL ONLINE DAN
GAMBARAN KONSEKUENSINYA PADA REMAJA
Arisa Theresia
ABSTRAK
Remaja merupakan kelompok terbesar yang memanfaatkan perkembangan teknologi internet. Mereka menggunakan internet untuk segala aktivitas dalam kehidupannya termasuk untuk mengeksplorasi seksualitas. Perilaku mengkeksplorasi seksualitas ini disebut perilaku seksual
online. Perilaku ini menimbulkan konsekuensi, positif maupun negatif pada remaja. Penelitian mengenai perilaku seksual online telah ada sejak beberapa tahun lalu. Meskipun demikian, bentuk perilaku seksual online belum begitu jelas, demikian juga halnya dengan konsekuensi yang diterima remaja, walaupun perilaku tersebut telah dianggap berbahaya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari variasi perilaku seksual online dan konsekuensinya berdasarkan sudut pandang remaja sendiri sebagai kelompok yang paling banyak mengalami dampak negatif internet. Penelitian ini bersifat eksploratori. Metode yang digunakan yaitu FGD, untuk mencari istilah familiar, dan angket pertanyaan terbuka untuk mengeksplorasi variasi perilaku seksual online dan konsekuensinya. Partisipan dalam penelitian adalah remaja dengan rentang umur 13 tahun-17 tahun. Data dianalisis dengan teknik analisis tematik. Penelitian ini menemukan dua kategori besar perilaku seksual online yaitu perilaku yang bersifat interaktif dan non interaktif, yang terbagi atas 6 kategori tema yaitu terlibat konten seksualitas, mencari informasi berkaitan seksulitas, sex online, sexting, sexual text, dan prositusi online. Sedangkan konsekuensi terbagi atas konsekuensi pada mental, intensi melakukan perilaku seksual, resiko perilaku seksual, performa akademik, dan relasi interpersonal. Dari sejumlah tema perilaku dan konsekuensi yang ditemukan, terlibat konten seksualitas online (81,30%) dan konsekuensi negatif pada mental (63,77%) yang paling banyak dilakukan dan dirasakan oleh remaja. Penelitian ini merupakan langkah awal untuk meneliti mengenai tema mengenai perilaku seksual online karena topik ini merupakan topik yang cukup baru di Indonesia.
EXPLORATORY STUDY: ADOLESCENTS’ SEXUAL ONLINE
BEHAVIOR AND ITS CONSEQUENCES
Arisa Theresia
ABSTRACT
Adolescents is the biggest group who use development of internet technology. They use internet in their various activities, including exploring sexuality. The terminology for the activity to explore sexuality is online sexual behaviour. The activity has both negative and positive consequences to adolescents. Researches focusing on sexual online behaviour have been conducted since a few years ago. However, the form of online sexual behaviour has not been clear, neither has its consequence towards adolescents, although the behaviour is considered to be dangerous. Therefore, this research is also aimed to find variations of online sexual behaviour and their consequences based on adolescents’ view as the group who gets internet negative effect the most. This research is exploratory research. The method used in this research was FGD, to find familiar terminology, and open questionnaire to explore variations of sexual online behaviour and the consequences. The participants in this research are those between 13-17 years old. The data was analyzed using thematic analysis technique. This research found two big categories of sexual online behaviour; they were interactive and non interactive behaviour, which were divided into six theme categories: being involved in sexuality content, searching for information related to sexuality, online sex, sexting, sexual text, and online prostitution. Meanwhile, the consequences were divided into consequence to psychological condition, intention to have sexual behaviour, risk of sexual behaviour, academic performance, and interpersonal relation. Among those behaviour themes and consequences, involving in online sexuality content (81.30%) and negative consequence on psychological condition (63.77%) were found to be the most common of what adolescents do and feel. This research is early to find theme on sexual online behaviour because the topic is quite new in Indonesia.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa hingga akhirnya penulisan
skripsi yang berjudul “STUDI ESKPLORATORI: PERILAKU SEKSUAL
ONLINE DAN GAMBARAN KONSEKUENSINYA PADA REMAJA” dapat
diselesaikan dengan baik oleh penulis.
Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik melalui bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karenanya, izinkanlah penulis untuk mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dekan Dr. Ch. Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan Sempai yang memberikan nasihat dan
kata-kata motivasi untuk para mahasiswa dan kenshi Kempo,
khususnya Dojo USD.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Sylvia C., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan dorongan semangat dan bimbingan selama penulis
menjalani perkuliahan.
4. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, nasihat dan
dorongan, serta semangat kepada penulis.
5. Dosen penguji atas kritik, saran, dan bimbingannya yang mendorong
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah berbagi ilmu dan
pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
7. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi (Mas Gandung, Bu Nanik, Pak
Gie, Mas Muji, dan Mas Doni). Terimakasih atas bantuannya,
sehingga proses studi dapat berjalan lancar.
8. Kedua orangtua, kakak, adik, tante, om, para sepupu dan seluruh
keluarga besar yang selalu memberikan dukungan, doa, keceriaan,
kenyamanan dan hal-hal yang terbaik bagi penulis.
9. Mbak Haksi Mayawati, S.Psi yang memberikan saran, masukan,
pembelajaran, dorongan semangat dan dukungan seorang teman
selama penulis berproses dalam skripsi.
10.Teman-teman senasib seperjuangan dan sebimbingan, Priscilla Pritha,
Jose, Difka Arafiani, Winas Romanastiti, Mario Heimbach, dan
Vincent Haryanto, yang telah banyak memberikan masukan, saran,
bantuan coding dan analisis, serta dukungan karena memperjuangkan
hal yang sama .
11.Sahabat-sahabat hebat yang selalu menemani penulis dalam kuliah
ataupun bersenang-senang di Jogja: Pritha, Arum, Mya, Anna, Galuh,
Dicky. Terimakasih untuk selalu memaklumi, mengingatkan, dan
menemani penulis selama ini.
12.Adrianus Madika, Olivia Tamtomo, Anthony Marindra, Faustinus
Mikael, Kranji, yang selalu membuat penulis selalu ingin cepat
kembali ke Bekasi. Terima kasih atas persahabatan, dukungan, celaan
dan motivasi yang kalian berikan dengan cara yang berbeda dan
menyenangkan .
13.Para suster, kakak-kakak alumni, kak Yuris, kak Fabi, kak Bella,
teman-teman seunit St.pieter ( Wiwit dan Eta), UBB, unit 7, dan
seluruh warga asrama Syantikara yang menjadi seperti rumah dan
keluarga bagi penulis selama di Jogja.
14.Seluruh teman-teman penulis di Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma, Juwi, Wina, Gita, Berta, Icot, Shinto, Tinna, Puji, Noni, dll.
15.Para Sempai dan kenshi Kempo USD yang telah memberikan waktu
dan dukungan untuk penulis mengerjakan skripsi
16.Para Guru dan murid SD Kanisius Gayam, SMK BOPKRI 1, SMAN 1
Ngemplak, siswi-sisiwi “kece” asrama Stella Duce II, dan para remaja
GKI Gejayan, yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini
17. Twitter! yang memberikan inspirasi, kelegaan, dan tempat untuk
penulis berekreasi secara online
18.Seluruh pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, terima kasih
banyak atas doa dan dukungan selama ini.
Yogyakarta, 1 Juni 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xvii
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah…………... 1
B. Rumusan Masalah... 8
C. Tujuan Penelitian... 9
D. Manfaat Penelitian... 9
1. Manfaat Teoritis... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11
A. Internet... 11
1. Definisi Online... 11
B. Perilaku Seksual Online...... 11
1. Definisi Perilaku Seksual Online... 11
2. Jenis-jenis Perilaku Seksual Online... 12
3. Motivasi Melakukan Perilaku Seksual Online... 13
4. Kasus-kasus Terkait Dengan Perilaku Seksual Seseorang di Internet... 14
a. Unwanted sexual solicitation..... 14
b. Harrashment... 14
c. Unwanted exposure to pornography... 15
d. Penyakit menular seksual dan HIV... 15
5. Faktor Resiko Perilaku Seksual Online.... 16
6. Gambaran Konsekuensi Perilaku Seksual Online.... 16
C. Remaja... 17
1. Pengertian Remaja... 17
2. Perubahan yang Terjadi Pada Masa Remaja... 18
a. Perkembangan Fisik... 18
b. Perkembangan Kognitif... 18
c. Perkembangan Psikososial... 19
D. Dinamika Perilaku Seksual Online dan Konsekuensinya
Pada Remaja... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26
A. Strategi Penelitian... 26
B. Fokus Penelitian... 27
C. Metode Pengumpulan Data... 27
1. Instrumen... 27
2. Partisipan... 28
3. Teknik Sampling... 28
a. FGD... 28
b. Angket Pertanyaan Terbuka... 29
4. Tahap-tahap Penelitian... 29
a. FGD... 29
b. Angket Pertanyaan Terbuka... 32
D. Prosedur Analisis Data... 32
E. Kredibilitas Penelitian... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35
A. Pelaksanaan Penelitian... 35
1. Pelaksanaan FGD... 36
2. Pelaksanaan Angket Terbuka... 38
B. Karakteristik Partisipan... 40
C. Pelaksanaan Analisis Data... 41
E. Hasil Penelitian... 43
1. Bentuk Perilaku Seksual Online... 43
2. Bentuk Konsekuensi Perilaku Seksual Online... 50
F. Pembahasan... 55
1. Perilaku Seksual Online... 55
2. Konsekuensi... 62
BAB V PENUTUP... 65
A. Kesimpulan... 65
B. Kekuatan Penelitian... 66
C. Kelemahan Penelitian... 67
D. Saran... 67
1. Penelitian selanjutnya... 67
2. Orang Tua... 68
3. Psikolog atau Proffesional Helper... 68
DAFTAR PUSTAKA... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Pertanyaan FGD... 30
Tabel 2. Proses Pelaksanaan Penelitian... 36
Tabel 3. Proses Pengambilan Data FGD... 37
Tabel 4. Proses Pengambilan Data Kuisioner... 38
Tabel 5. Variasi Partisipan... 41
Tabel 6. Pelaksanaan Analisis Data... 42
Tabel 7. Perilaku Seksual Online... 45
Tabel 8. Perilaku Seksual Online berdasarkan FGD... 49
Tabel 9. Bentuk Konsekuensi Perilaku Seksual Online... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed Consent ... ... 76
Lampiran 2. Verbatim FGD Kelompok Puteri... 77
Lampiran 3. Verbatim FGD Kelompok Putera... 95
Lampiran 4. Angket Pertanyaan Terbuka... 133
Lampiran 5. Tabel Open Coding Perilaku Seksual Online... 136
Lampiran 6. Tabel Axial Coding Perilaku Seksual Online... 137
Lampiran 7. Tabel Open Coding Konsekuensi Perilaku Seksual Online... 138
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi internet di Indonesia mengalami
peningkatan yang signifikan sejak tahun 2006 hingga saat ini. Hal ini terbukti
dengan jumlah pengguna internet yang terus bertambah dari tahun ke tahun.
Data mengenai jumlah pengguna internet di Indonesia versi PT. Telkom
mencatat bahwa terdapat peningkatan jumlah pengguna sekitar 20 juta
pengguna dari tahun 2006 hingga tahun 2010 (Grafik eksponensial, 2011) dan
berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),
pada tahun 2012 pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta pengguna
(Wahyudi, 2012). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa internet
merupakan teknologi yang cukup berpengaruh dan memiliki peminat yang
cukup besar di Indonesia.
Internet memberikan suatu cara baru untuk berkomunikasi, terutama
berkomunikasi dengan seseorang yang cukup jauh secara geografis. Internet
juga dipandang sebagai dunia yang tanpa batas karena fitur-fitur khusus yang
dimilikinya, seperti kemudahan untuk diakses, mudah digunakan, dan tidak
memakan banyak biaya (Carvalheira & Gomes, 2003). Internet pun dapat
menjangkau wilayah yang lebih luas dan cepat dalam penyebaran informasi,
dibandingkan dengan komunikasi lain seperti telepon dan televisi (Rui &
dapat memanfaatkan internet tidak hanya untuk berkomunikasi, tetapi juga
untuk pendidikan, pekerjaan dan segala aspek hidupnya (William & Merten,
2008).
Jutaan orang mengakses internet (online) setiap harinya, dan dari
jumlah tersebut, remaja merupakan kelompok pengguna yang paling cepat
meningkat dalam menggunakan internet dibandingkan kelompok umur
lainnya (Marcum, Ricketts & Higgins, 2010). Menurut situs surat kabar
Kompas, pengguna terbesar internet adalah remaja yang berusia 15-19 tahun
(Dewi, 2009). Remaja menggunakan internet untuk membantu tugas sekolah,
hiburan, browsing informasi, dan berkomunikasi dengan orang lain (Bargh, &
McKenna, 2004). Di samping hal itu, remaja juga menggunakan internet
untuk mengeksplorasi rasa penasaran tentang seksualitas (Baumgartner,
Valkenburg, & Peter, 2010 ; Valkenburg & Peter, 2010)
Remaja dan seksualitas merupakan dua hal yang memiliki kaitan
cukup kuat. Masa remaja merupakan masa puncak dari keingintahuan tentang
materi seksualitas (Baumgartner et al., 2010; Valkenburg & Peter, 2010).
Efek dari perkembangan seksualitas tersebut adalah munculnya kebutuhan
remaja untuk mengeksplorasi seksualitas di internet. Hal ini juga sejalan
dengan yang disebutkan oleh Cooper et al. dalam jurnal yang ditulis
Carvalheira dan Gomes (2003) bahwa internet memiliki pengaruh yang cukup
signifikan terhadap seksualitas sehingga mungkin menjadi penyebab revolusi
Perilaku mengeksplorasi seksualitas di internet disebut sebagai
perilaku seksual online. Perilaku tersebut termasuk aktivitas yang melibatkan
seksualitas dengan tujuan sebagai hiburan, eksplorasi, mencari dukungan,
pendidikan, dan mencari pasangan untuk relasi romantis (Cooper &
Griffin-Shelley dalam Sevcikova, 2010). Namun, perilaku ini seringkali
menimbulkan konsekuensi negatif di samping konsekuensi positif bagi
remaja yang melakukan perilaku ini.
Berbagai dampak negatif dari perilaku seksual online telah disebutkan
dalam beberapa penelitian seperti kasus cyberbullying, online harrashment,
unwanted exposure sexual material and unwanted sexual solicitation
(Mitchell, Wolak, & Finkelhor, 2007; Ybarra, Finkelhor, & Mitchell, 2009;
Ybarra & Mitchell, 2008). Di Indonesia sendiri, kasus mengenai internet dan
seksualitas juga terjadi. Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak
menyebutkan bahwa anak-anak berusia 14 dan 15 tahun dijadikan
pelampiasan kebutuhan biologis seorang melalui Facebook (Affan, 2012).
Selain itu, dalam Konferensi Internasional “Kejahatan Seksual Terhadap
Anak secara Online” dinyatakan bahwa kejahatan seksual online merupakan
kasus kejahatan baru dan rentan terjadi pada negara yang belum memiliki
perundang-undangan yang kuat, seperti Filipina (Kejahatan seksual “online”
mengancam, 2012).
Menyikapi dampak-dampak negatif yang terjadi pada remaja terkait
dengan perilakunya di internet, Baumgartner et al. (2010) melakukan
berisiko dengan persepsi remaja tentang perilaku tersebut. Penelitian tersebut
menggunakan empat buah aitem untuk melihat perilaku seksual online
berisiko pada remaja. Keempat aitem tersebut meliputi mencari seseorang via
online untuk membicarakan seksualitas, mencari seseorang via online untuk
berhubungan seksual, mengirim foto atau video intim kepada orang lain yang
sedang online, dan memberikan informasi pribadi berupa nomor telepon dan
alamat kepada orang lain via online. Empat aitem tersebut bukan didapat dari
skala terstandar tentang perilaku seksual online berisiko, melainkan didapat
dari penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa perilaku-perilaku
tersebut seringkali dilaporkan menimbulkan dampak negatif (McFarlene et
al.. 2002; Mitchell et al, 2007, 2008; Ybarra et al. 2007, 2008, 2009;
Pujazon-Zazik et al. 2012; Atkinson & Newton, 2010, Mitchell et al. dalam
Baumgartner et al, 2010). Metode yang digunakan oleh Baumgartner et al.
(2010) adalah studi longitudinal dua gelombang.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan hasil yang inkonsisten.
Secara cross sectional perilaku seksual online berisiko berkaitan dengan
persepsi keterlibatan teman sebaya, persepsi resiko, persepsi manfaat dan
persepsi kerentanan. Secara longitudinal, hanya persepsi keterlibatan teman
sebaya, resiko, dan kerentanan yang berkaitan dengan perilaku seksual online
berisiko, sedangkan persepsi manfaat tidak berkaitan. Kekuatan asosiasi
ketiga persepsi tersebut dengan perilaku seksual online berisiko pun lemah.
Menurut Baumgartner et al. (2010), salah satu alasan persepsi manfaat
perilaku seksual online berisiko belum sangat jelas bagi remaja. Selain itu,
interpretasi hasil mengenai asosiasi antara perilaku seksual online berisiko
dan persepsi remaja tentang hal tersebut masih sangat terbatas karena
kuesioner perilaku seksual online berisiko yang digunakan hanya terdiri atas
empat aitem yang belum teruji validasinya. Ketiadaan skala perilaku seksual
online berisiko yang tervalidasi ini disebabkan karena topik tersebut masih
cukup baru dan masih jarang diteliti (Baumgartner et al. 2010).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai dampak negatif internet
dan kasus kejahatan seksual online yang muncul, maka penelitian mengenai
perilaku seksual online berisiko dirasa penting untuk dikembangkan. Salah
satu pengembangan penelitian adalah menemukan variasi perilaku seksual
online berisiko. Hal ini berdasarkan saran dan kelemahan yang disampaikan
oleh Baumgartner et al. (2012) dalam jurnalnya.
Perilaku seksual online berisiko dispesifikasikan sebagai pemberian
informasi secara intim atau seksual dengan seseorang yang hanya dikenal
sebatas online. Perilaku ini dikatakan berisiko karena menimbulkan
konsekuensi negatif bagi orang yang melakukan perilaku tersebut
(Baumgartner et al. 2010).
Perilaku seksual online berisiko merupakan subtema dari perilaku
seksual online. Perilaku seksual online sendiri terbagi atas dua sub tema yaitu
perilaku seksual online tidak berisiko dan perilaku seksual online berisiko.
online berisiko, penting untuk mengetahui variasi perilaku seksual online
terlebih dahulu.
Penelitian mengenai perilaku seksual online telah ada sejak beberapa
tahun yang lalu. Mayoritas penelitian menggunakan metode kuantitatif.
Dalam beberapa penelitian tersebut misalnya meneliti mengenai perilaku
seksual online dan relasinya dengan kecenderungan adiksi seksual dan
perilaku bermasalah (Dew et al. 2006; Carvalheira & Gomes, 2003), relasinya
dengan perilaku seksual offline (Sevcikova & Konecny, 2011), relasinya
dengan kepuasan seksual dan masalah seksual pada pria yang telah menikah
(Cooper et al. 2001; 2002) serta relasinya dengan kerentanan seseorang untuk
terkena penyakit menular seksual (McFarlane, Bull, & Rietmeijer. 2002).
Dari penelitian-penelitian tersebut, menunjukkan bahwa perilaku
seksual online merupakan perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang
bermasalah, seperti kecenderungan adiksi seks, atau seseorang yang memiliki
masalah dengan kepuasan seksual sendiri. Namun, perilaku seksual online
yang tidak mengacu pada perilaku bermasalah belum diketahui. Hal ini pun
juga terlihat di Indonesia yang kebanyakan penelitian meneliti tentang
pornografi, namun tidak memberikan gambaran perilaku seksual online
secara lebih komprehensif.
Ketiadaan perilaku seksual online yang jelas, juga terlihat pada
skala-skala yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian yang
dilakukan Dew et al (2006) dan Carvalheira dan Gomes (2003) misalnya,
melihat relasi perilaku seksual online dengan kecenderungan adiksi dan
masalah perilaku. Skala yang terdapat dalam penelitian Sevcikova dan
Konecny (2011) juga berbeda dengan skala perilaku seksual online lainnya.
Dalam skala tersebut tidak menyertakan item “menonton video seksual”
karena perilaku tersebut tidak bersifat interaktif. Hal ini yang akhirnya
mempengaruhi interpretasi hasil penelitian.
Skala lain yang mengukur perilaku seksual online adalah Internet
Sexual Screening Test (ISST) dan seperti yang disebutkan oleh pembuatnya
yaitu Delmonico (Delmonico & Miller, 2003), skala ini masih dalam
pengembangan validitas dan reliabilitas. Hal ini menandakan bahwa
skala-skala yang digunakan dalam penelitian-penelitian diatas kebanyakan
merupakan skala yang belum teruji validitas dan reliabilitas dan belum tentu
dapat mengukur perilaku seksual online yang sama ketika skala tersebut
digunakan dalam penelitian lainnya.
Menanggapi hal tersebut, peneliti merasa penting untuk mengadakan
penelitian mengenai variasi perilaku seksual online dengan lebih jelas.
Penelitian ini dilakukan dengan mengeksplorasi variasi perilaku seksual
online yang dilakukan oleh remaja menurut sudut pandang remaja sendiri.
Alasan peneliti menggunakan subjek remaja adalah kebanyakan penelitian
perilaku seksual online meneliti subjek dewasa atau dewasa awal. Sedangkan
untuk remaja masih sangat sedikit padahal remaja diketahui sebagai
kelompok yang paling dekat dengan internet dan sering menggunakan
variasi berdasarkan remaja juga adalah mendapatkan variasi perilaku yang
benar-benar hadir di kehidupan remaja sehingga lebih representatif, dan
diharapkan dapat memberikan penjelasan hasil yang lebih komprehensif dan
tepat sasaran.
Selain untuk menemukan variasi perilaku seksual online, penting juga
untuk mengetahui konsekuensi yang mungkin muncul ketika remaja
melakukan perilaku seksual online. Hal ini terkait dengan dampak negatif dan
kasus kejahatan seksual yang banyak menimpa remaja. Penelitian mengenai
konsekuensi perilaku seksual online juga disarankan dalam penelitian
Baumgartner et al. (2010) karena konsekuensi positif maupun negatif yang
didapat oleh remaja belum begitu jelas walaupun perilaku tersebut ada yang
dianggap berbahaya.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah:
1. Perilaku apa saja yang termasuk perilaku seksual online yang
dilakukan oleh remaja?
2. Bentuk konsekuensi apa saja, positif maupun negatif, yang dialami
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan secara
online
2. Mengetahui konsekuensi-konsekuensi yang dialami oleh remaja
setelah melakukan perilaku seksual online tersebut
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a). Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi literatur penelitian
perilaku seksual online sebelumnya yang mayoritas menggunakan
metode kuantitatif dan pada subjek yang dewasa atau sudah
menikah serta mengacu pada kecenderungan adiksi. Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai persepsi remaja tentang konsekuensi perilaku seksual
online, seperti yang disarankan pada penelitian sebelumnya
(Baumgartner et al., 2010)
b). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi literatur
mengenai perilaku seksual online dan konsekuensinya dari sudut
pandang remaja, dalam bidang ilmu sosial terutama psikologi
sosial, khususnya di Indonesia. Hal ini terkait dengan kerentanan
penelitian sebelumnya lebih mengacu pada pornografi dan bukan
pada perilaku menggunakan internet yang lebih spesifik.
2. Manfaat Praktis
a). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
perilaku remaja yang dalam menggunakan internet kepada orang
tua, professional helper, dan pengambil kebijakan sehingga
pihak-pihak tersebut mampu menjadi faktor protektif dengan
mengarahkan dan membuat kebijakan yang melindungi remaja dari
dampak negatif internet. Hal ini juga berdasarkan kenyataan bahwa
banyak orang tua yang tidak mengetahui bahwa anaknya telah
menjadi korban kejahatan seksual online dan bahwa kejahatan
seksual online rentan terjadi pada negara yang memiliki
perundang-undangan yang belum kuat (Kejahatan seksual “online”
mengancam, 2012)
b). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran perilaku dan
konsekuensi yang remaja rasakan sehingga remaja dapat
berhati-hati dalam menggunakan internet agar tidak mengalami
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Internet
1.Definisi Online
Kata Online berasal dari bahasa Inggris yang dapat diartikan
terhubung. Menurut kamus elektronika Inggris-Indonesia (Wasito, 1997),
online berkaitan dengan kemampuan pengguna untuk berinteraksi dengan
komputer.
B. Perilaku Seksual Online
1. Definisi Perilaku Seksual Online
Perilaku seksual online menurut Dew, Brubaker, dan Hays (2006)
adalah segala perilaku dalam menggunakan internet untuk berbagai
aktivitas yang melibatkan aktivitas seksual, biasanya dalam bentuk teks,
audio, dan gambar. Perilaku tersebut dapat berupa melihat dan
mengunduh material seksual secara online dan menggunakan internet
untuk mencari pasangan seksual. Menurut Cooper dan Griffin (dalam
Sevcikova & Konecny, 2010) perilaku seksual online merupakan segala
perilaku mengakses materi seksual untuk berbagai tujuan seperti hiburan,
eksplorasi, mencari dukungan sosial, dan mencari pasangan. Perilaku
seksual di internet ini disebut juga sebagai cybersex dalam penelitian
2.Jenis-jenis Perilaku Seksual Online
Penelitian mengenai perilaku seksual online telah ada sejak
beberapa tahun yang lalu dan mayoritas menggunakan metode kuantitatif.
Meskipun demikian, jarang ditemukan jurnal penelitian perilaku seksual
online yang menggunakan skala pengukuran perilaku seksual online yang
sama. Penelitian-penelitian tersebut memiliki variasi perilaku seksual
online yang berbeda.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Dew et al. (2006) tentang
perilaku seksual online pada pria yang telah menikah, menggunakan jenis
perilaku berikut untuk melihat perilaku seksual online:
a. Berbagi gambar seksual
b. Membeli material seksual
c. Mengunduh materi erotis
d. Diskusi mengenai seksualitas, dan
e. Mencari pasangan seksual
Jenis perilaku ini walaupun hampir sama, namun agak berbeda
dengan perilaku yang digunakan pada penelitian Sevcikova et al (2011).
Penelitian ini melihat keterkaitan antara pengalaman perilaku seksual
offline dengan perilaku seksual online. Peneliti membatasi perilaku seksual
online yang interaktif dan non-interaktif. Perilaku seksual interaktif adalah
perilaku seksual online yang bertujuan untuk berkomunikasi dengan orang
lain dan mendapatkan umpan balik dari perilaku tersebut. Sedangkan non
balik dari orang lain, misalnya melihat video seksual. Sevcikova dan
Konecny (2011) hanya menggunakan perilaku seksual online yang
interaktif. Berikut jenis perilaku seksual online menurut Sevcikova et al
(2011):
a. Mengakses informasi terkait dengan seksualitas di internet
b. Membicarakan hal seksual
c. Membicarakan tentang pengalaman seksual
d. Saling bertukar foto erotis
e. Berhubungan seksual di internet.
3. Motivasi Melakukan Perilaku Seksual Online
Motivasi seseorang melakukan perilaku seksual online telah
menjadi fokus perhatian pada beberapa penelitian. Beberapa penelitian
perilaku seksual online menyebutkan bahwa alasan seseorang melakukan
perilaku seksual adalah ketidakmampuan seseorang untuk melakukan hal
tersebut dengan pasangan romantisnya di dunia nyata atau tidak dapat
menemukan pasangan seksual secara offline (Carvalheira & Gomes, 2003;
Dew et al. 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Cooper et al. (2001) menemukan
bahwa alasan seseorang melakukan perilaku seksual online adalah untuk
distraksi dari aktivitas rutin kehidupan. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Sevcikova dan Konecny (2011) menemukan bahwa remaja
menggunakan internet untuk aktivitas seksual dibandingkan remaja yang
tidak memiliki pengalaman dalam aktivitas seksual offline.
4. Kasus-kasus terkait dengan perilaku seksual seseorang di internet
Beberapa penelitian melaporkan tentang kasus-kasus yang
menimpa remaja yang menggunakan internet. Kasus-kasus ini merupakan
kasus yang menimpa remaja secara tidak sengaja, atau perilaku yang
menimpa remaja yang memang menggunakan internet untuk
mengeksplorasi seksualitas.
a. Unwanted sexual solicitation
Unwanted sexual solicitation didefinisikan sebagai
permintaan untuk terlibat dalam aktivitas seksual atau pembicaraan
seksual atau memberi informasi pribadi mengenai seksualitas
secara tidak diinginkan. Perilaku ini biasanya dilakukan oleh orang
dewasa (18 tahun ke atas) (Mitchell, et al. 2007). Kebanyakan
kasus ini relatif terbatas pada interaksi online dan tidak sampai
pada pertemuan tatap muka (Mitchell, Finkelhor, Wolak, 2007).
b. Harassment
Harrassment didefinisikan sebagai perlakuan atau perilaku
menyerang (bukan permintaan seksual) mengirimkan gambar
secara online ke remaja atau posting online tentang remaja agar
dilihat oleh orang lain (Mitchell, et al. 2007). Hal ini bertujuan
c. Unwanted exposure to pornography
Unwanted exposure to pornography didefinisikan sebagai
munculnya gambar porno tanpa dicari atau tanpa bermaksud untuk
mencari gambar tersebut. Hal ini terjadi atau didapatkan ketika,
misalnya sedang melakukan pencarian, mengakses e-mail, atau
melalui link-link pesan di instan messenger (Mitchell, et al. 2007).
d. Penyakit menular seksual dan HIV
Hasil penelitian yang dilakukan oleh McFarlane, Bull,
Rietmeijer (2002) menyatakan bahwa orang muda yang mencari
pasangan seksual secara online memiliki kemungkinan yang
signifikan untuk terkena risiko penyakit menular seksual
dibandingkan dengan seseorang yang mencari pasangan seksual
tidak melalui online. Resiko ini terjadi karena biasanya
orang-orang yang mencari pasangan seksual secara online adalah seorang
homoseksual yang mencari pasangan sesama jenis. Selain itu,
orang muda yang mencari pasangan seksual melalui internet
memiliki pola karakteristik yang berbeda ketika melakukan
hubungan seksual dibandingkan seseorang yang menemukan
5. Faktor Risiko Perilaku Seksual Online
Berdasarkan penelitian Ybarra (2004), remaja yang rentan
mengalami dampak negatif peilaku seksual online dapat dilihat
berdasarkan karakteristik remaja itu sendiri, yaitu:
a. Memiliki hubungan yang tidak akrab dengan orang tua,
atau tingkat konflik dengan orang tua tinggi
b. Rendahnya pengawasan dari orang tua
c. Depresi dan memiliki masalah dalam menjalin suatu
hubungan
d. Seorang homoseksual atau remaja yang masih belum jelas
dengan orientasi seksualnya.
6. Gambaran Konsekuensi Perilaku Seksual Online
Beberapa studi menyatakan bahwa tidak ada konsekuensi negatif
yang ditimbulkan kepada mayoritas individu yang melakukan perilaku
seksual online (Cooper, 2002; Carvalheira, 2003). Namun, ada pula
penelitian yang menyatakan bahwa perilaku seksual online menimbulkan
internet abuse atau kejahatan internet (Morahan-Martin & Schumacher
dalam Carvalheira, 2003).
Cooper et al. (1999) menyebutkan dalam jurnalnya bahwa
seseorang yang terlibat dalam perilaku seksual online tidak akan
mengalami konsekuensi negatif, bila itu dilakukan dengan tujuan untuk
yang melakukan perilaku seksual online namun ia memiliki karakteristik
sifat dengan tipe depresif dan reaktif. Konsekuensi yang akan dialami
adalah masalah tidur dan perasaan senang sekaligus berdosa ketika
melakukan masturbasi saat melakukan perilaku seksual online.
Menurut Cooper et al (2001), perilaku seksual online dapat
menimbulkan konsekuensi berupa masalah hubungan romantis di dunia
nyata. Hal ini karena seseorang yang melakukan perilaku seksual online
mengindikasikan bahwa ia jarang melakukan hubungan seksual
sesungguhnya dengan pasangan atau perasaan kurang puas ketika
melakukannya. Pengaruh terhadap perilaku seksual online dengan masalah
hubungan relasi romantis juga terkait dengan ketidakmampuan seseorang
dalam menyelesaikan masalah atau mengembangkan penyelesaian yang
adaptif dalam hubungan ketika di dunia nyata. Hal ini karena orang yang
terbiasa melakukan perilaku seksual secara online terbiasa menyelesaikan
masalah dengan „mudah‟ karena tidak harus bertatap muka dan dituntut
untuk melakukan penyelesaian seperti di dunia nyata.
C. Remaja
1.Pengertian Remaja
Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak
dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum,
serta perkembangan kognitif sosial (Desmita, 2007).
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah
atas 3, yaitu 12 tahun hingga 15 tahun merupakan masa remaja awal, 15
tahun hingga 18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan usia 18 tahun
hingga 21 tahun merupakan masa remaja akhir.
Masa remaja awal umumnya sudah memasuki jenjang sekolah
menengah pertama (SMP), sedangkan masa remaja tengah memasuki
jenjang sekolah menengah atas (SMA), dan masa remaja akhir memasuki
bangku kuliah atau bekerja.
2. Perubahan yang terjadi pada masa remaja
Seperti yang telah disebutkan di atas, remaja adalah adalah fase
antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan
fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial.
a. Perkembangan Fisik
Perubahan fisik merupakan gejala primer dalam
pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap
perubahan-perubahan psikologis (Sarwono dalam Desmita, 2007).
Perubahan-perubahan fisik pada remaja meliputi Perubahan-perubahan tinggi dan berat,
perubahan dalam proposi tubuh, dan perubahan pubertas yang
ditandai dengan kematangan kerangka dan seksualitas.
b. Perkembangan Kognitif
Selama masa remaja pertumbuhan otak mencapai
kesempurnaan. Oleh karena itu, kapasitas untuk memperoleh dan
masa remaja (Mussen, Conger, & Kagan dalam Desmita, 2007).
Sistem saraf yang berfungsi memproses informasi juga berkembang
dengan cepat. Pada masa ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf
Prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau
celah sentral). Perkembangan Prontal lobe sangat berpengaruh
terhadap kemampuan kognitif remaja sehingga mereka
mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu
tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru.
Di samping itu, remaja juga memiliki kemampuan untuk
memahami pemikiran sendiri dan pemikiran orang lain sehingga
remaja mulai dapat membayangkan apa yang dipikirkan oleh orang
tentang dirinya.
c. Perkembangan Psikososial
Perkembangan fisik dan perkembangan kognitif pada
remaja berpengaruh terhadap perkembangan psikososialnya.
Perubahan psikososial meliputi perkembangan individuasi dan
identitas, perkembangan hubungan dengan orang tua,
perkembangan hubungan dengan teman sebaya, perkembangan
seksualitas, perkembangan proaktivitas, dan perkembangan
resiliensi.
Dari perkembangan-perkembangan tersebut salah satu
fenomena yang menonjol adalah perkembangan seksualitas. Masa
mengenai fantasi seksual dan realitas seksual (Santrock, dalam
Desmita, 2007). Dorongan seksual pada masa remaja ini sangat
tinggi dan bahkan lebih tinggi dari dorongan seksual orang dewasa.
Untuk melepaskan diri dari ketegangan seksual tersebut, para
remaja mencoba mengekspresikan dorongan seksualnya dalam
berbagai bentuk tingkah laku seksual, mulai dari melakukan
aktivitas pacaran, berkencan, bercumbu sampai dengan melakukan
kontak seksual.
3. Pengaruh Internet Pada Perkembangan Seksualitas dan Identitas
Remaja
Seksualitas dan identitas pribadi merupakan salah satu hal kunci
permasalahan remaja (Weinsten & Rosen dalam Subrahmanyam, Smahel,
& Greenfield, 2006). Konsekuensi dari hal ini ialah banyak remaja yang
menghabiskan waktu untuk membicarakan masalah seksualitas, bercanda
mengenai hal seksual, dan mengidentifikasi orientasi seksual (Rice dalam
Subrahmanyam et al, 2006).
Selama remaja, tingkat aktivitas seksual meningkat sesuai usia.
Namun, selain perkembangan seksualitas, remaja juga harus mencapai
perkembangan identitas yang konsisten dan stabil. Identitas yang konsisten
tersebut terkait dengan jenis kelamin, seksual, moral, politik dan identitas
religius (Subrahmanyam, 2006). Hal-hal yang mempengaruhi
pasangan romantis. Remaja biasa membicarakan masalah seksualitasnya
dengan teman sebaya atau kekasihnya. Oleh karena itu, teman sebaya dan
pasangan romantis merupakan orang yang berperan penting dalam perilaku
dan sikap seksual seseorang (Subrahmanyam, 2006).
Kemajuan teknologi dapat membuat remaja berkomunikasi dengan
teman sebaya atau pasangan romantis melalui internet. Satu dari tiga
remaja lebih senang menggunakan komunikasi online dibandingkan
komunikasi tatap muka untuk membicarakan topik yang intim seperti
cinta, seks, dan hal lain yang sekiranya dianggap memalukan (Schouren,
Valkenburg, & Peter dalam Valkenburg & Peter, 2011).
Dengan internet, remaja juga mendapatkan hal-hal yang dibutuhkan
untuk perkembangan identitas dan perkembangan seksual. Sebagai faktor
pengaruh perkembangan identitas, internet mempengaruhi kejelasan
konsep diri dan penghargaan diri selama remaja. Pengaruh pada konsep
diri misalnya, dengan internet, remaja dapat berkomunikasi dengan orang
lain yang berbeda latar belakang dengannya, sehingga dapat menstimulasi
kejelasan konsep diri. Namun, di sisi lain, internet juga diasosiakan dengan
konsep diri yang tidak stabil, karena terkait dengan perasaan kesepian.
Demikian halnya dengan pengaruh internet dan penghargaan diri pada
remaja, yang dapat membuat lebih baik atau malah memiliki penghargaan
diri yang rendah (Valkenburg & Peter, 2011).
Sebagai faktor pengaruh perkembangan seksualitas, internet
Eksplorasi ini bisa dilakukan misalnya dengan komunikasi dengan teman
sebaya, pasangan romantis, atau orang lain. Dunia online memberikan
ruang gerak yang lebih luas untuk remaja melakukan eksplorasi seksualitas
(Valkenburg & Peter, 2011).
D. Dinamika Perilaku Seksual Online dan Konsekuensinya Pada Remaja
Remaja, seksualitas, dan internet, tiga hal ini merupakan hal yang erat
kaitannya saat ini. Perkembangan seksualitas yang signifikan selama masa
remaja membuat remaja memiliki keinginan untuk mengeksplorasi
seksualitasnya. Hal ini penting untuk dilakukan bagi remaja karena terkait
dengan identitas seksualnya pula. Dengan berkembangnya teknologi internet,
remaja memanfaatkannya untuk mengembangkan identitas seksualnya secara
online dan menemukan tempat baru untuk melampiaskan hasrat seksualnya.
Perilaku mengeksplorasi seksualitas melalui media dilakukan para remaja
karena terdorong oleh hasrat seksual yang cukup besar akibat pertumbuhan
hormon pada saat remaja (Knight, 2004). Selain itu perilaku ini sebagai
kompensasi karena para orang tua dan guru merasa malu dan tidak dapat
memenuhi keingintahuan remaja terkait seksualitas karena masih dianggap
tabu (Sarwono, 2005).
Perilaku remaja mengeksplorasi perilaku seksual ini disebut sebagai
perilaku seksual online. Perilaku ini bisa dilakukan untuk tujuan hiburan,
pendidikan, pencarian dukungan sosial, dan mencari pasangan romantis
Beberapa penelitian yang terkait dengan remaja dan perilaku seksual
online menyebutkan bahwa internet menjadi tempat yang lebih nyaman bagi
remaja untuk mengeksplorasi seksualitasnya. Hal ini karena media internet
bersifat anonim sehingga remaja tidak perlu merasa mendapatkan stigma atau
merasa malu, untuk mengeksplorasi mengenai masalah seksualitas
(Carvalheira & Gomes, 2003; Cooper et al. 1999; Dew et al. 2006).
Namun, seringkali perilaku ini dianggap berbahaya karena beberapa
kasus yang dilaporkan seperti unwanted sexual solicitation, harrashment,
unwanted exposure to pornography, dan penyakit menular seksual
menimbulkan dampak negatif bagi remaja sendiri. Hal terkait dengan perilaku
remaja di internet (Mitchell et al., 2007).
Berdasarkan penelitian, kasus-kasus tersebut paling banyak menimpa
remaja dengan rentang umur 13-17 tahun. Remaja yang rentan mengalami
kasus tersebut adalah remaja yang tidak memiliki hubungan akrab dengan
orang tua, rendahnya pengawasan dari orang tua, mengalami depresi,
memiliki masalah dalam hubungan dan seorang homoseksual atau seseorang
yang belum jelas dengan orientasi seksualnya (Ybarra, 2004).
Penelitian mengenai perilaku seksual online telah dilakukan beberapa
tahun yang lalu. Penelitian terkait dengan motivasi seseorang melakukan
perilaku ini menemukan bahwa seseorang yang melakukan perilaku seksual
online biasanya tidak mampu untuk menemukan pasangan romantis di dunia
nyata atau telah berpengalaman melakukan perilaku seksual di dunia nyata
Dari penelitian-penelitian yang telah ada, metode yang banyak
digunakan adalah kuantitatif dengan self-report, yang diadministrasikan
dengan komputer (Sevcikova & Konency, 2011; Dew et al. 2003; Carvalheira
& Gomes, 2006) dan metode analisis isi akun sosial media atau chat room
yang diakses oleh remaja (Subrahmanyam et al. 2006 ; William & Merten,
2008). Namun, dari beberapa penelitian kuantitatif tersebut, tidak ada alat
pengukuran tetap yang digunakan.
Ketiadaaan alat pengukuran tetap yang digunakan untuk mengukur
perilaku seksual online disebabkan skala-skala yang telah digunakan pada
penelitian sebelumnya belum teruji validitas dan reliabilitasnya
(Baumgartner, 2010; Delmonico & Miller, 2003) Hal ini disampaikan secara
eksplisit oleh pembuatnya. Selain itu, item perilaku seksual online dalam
skala tersebut inkonsisten antara skala yang satu dengan skala yang lainnya
(Carvalheira & Gomes, 2003; Cooper et al. 2001;2002; Dew et al., 2006;
Sevcikova & Konecny, 2011). Hal ini mengindikasikan bahwa variasi
perilaku seksual online belum diketahui secara jelas.
Berdasarkan review literatur dan keterbatasan penelitian sebelumnya,
pada penelitian ini, peneliti akan meneliti mengenai variasi perilaku seksual
online pada remaja dan gambaran konsekuensinya. Hasil dari penelitian ini
dapat bermanfaat untuk penyusunan alat ukur mengenai perilaku seksual
online dan perilaku seksual online berisiko yang merupakan topik baru
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan bottom up
kualitatif. Variasi perilaku seksual online dan konsekuensinya diperoleh
berdasarkan persepsi remaja sendiri. Hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan kredibilitas temuan variasi perilaku seksual online dan
konsekuensinya pada remaja. Metode ini berpotensi untuk mengatasi
kelemahan penelitian sebelumnya yang mendapatkan variasi item
berdasarkan review literatur bahwa perilaku tersebut dilakukan oleh remaja
(Baumgartner, 2010).
Penelitian mengenai perilaku remaja dan internet menjadi salah satu
hal yang disarankan karena kemunculan internet membawa manfaat yang
berbanding lurus dengan risiko yang didapat (Livingstone & Brake, 2009;
Weiss & Samenow, 2010). Banyak orang tua yang tidak mengerti akan
kerentanan anaknya mengalami risiko karena remaja biasanya melakukan
kegiatan di internet sebagai kegiatan pribadi dan tidak ingin diketahui oleh
orang tua (Livingstone & Brake, 2009). Hal ini yang pada akhirnya akan
menimbulkan keterkejutan orang tua ketika anaknya telah menjadi sasaran
korban kejahatan seksual online (Kompas, 2012). Oleh karena itu, penelitian
ini dirasa akan memberikan manfaat di Indonesia, karena literatur mengenai
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Strategi Penelitian
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk dalam penelitian
eksploratori. Penelitian eksploratori adalah penelitian awal yang bertujuan
untuk lebih mengeksplorasi lagi topik atau masalah yang akan diteliti karena
topik tersebut merupakan topik yang baru atau belum banyak diteliti
(Neuman, 2000).
Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
menggunakan alat pengumpulan data berupa diskusi kelompok terfokus atau
Focus Group Discussion (FGD) dan angket dengan pertanyaan terbuka.
Metode FGD digunakan untuk mencari istilah familiar di kalangan remaja
mengenai “perilaku seksual online”, sedangkan metode angket untuk
menemukan variasi perilaku seksual online dan konsekuensi dari perilaku
tersebut.
Dasar pemilihan dua metode ini adalah metode ini cukup strategis
untuk penelitian eksploratif (Neuman, 2000). Metode ini mengizinkan
partisipan untuk mengemukakan segala pendapatnya mengenai jenis perilaku
seksual online dan konsekuensi yang diterima setelah melakukan perilaku
tersebut. Kelebihan dari menggunakan metode ini adalah jawaban yang
ditemukan lebih variatif dan sifat temuan lebih kredibel karena ditemukan di
B. Fokus Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perilaku-perilaku
seksual online yang dilakukan oleh remaja dan memberikan gambaran
mengenai konsekuensi positif maupun negatif yang diterima remaja setelah
melakukan perilaku seksual online.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Instrumen
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan FGD dan angket
pertanyaan terbuka sebagai instrumen pengumpulan data. FGD atau
diskusi kelompok terfokus adalah sebuah diskusi yang dirancang dengan
baik untuk mempereoleh persepsi dalam bidang perhatiannya pada
lingkungan yang permisif dan yang tidak menekan (Krueger, 1988).
Wawancara kelompok pada dasarnya adalah teknik pengumpulan data
kualitatif yang wawancaranya dipandu oleh moderator dengan cara yang
terstruktur maupun yang tidak terstruktur, tergantung pada maksud dan
tujuan wawancara (Denzim & Lincoln dalam Moleong, 2006). Sedangkan
angket pertanyaan terbuka adalah angket yang pertanyaannya dapat
dijawab secara bebas oleh partisipan dalam menyampaikan informasi yang
diungkapkan oleh peneliti. Jawaban bebas maksudnya adalah uraian
berupa pendapat, hasil pemikiran, tanggapan, dan lain-lain (Nawawi &
2. Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja putri dan putera
dengan rentang usia 13-17 tahun. Pemilihan ini didasarkan atas hasil
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa remaja yang berusia 14-17
tahun yang paling berisiko mengalami konsekuensi negatif dari internet
(Ybarra et al., 2007; Mitchell et al., 2007).
3. Teknik Sampling
a. FGD
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam proses
FGD adalah teknik snowball sampling. Snowball sampling dilakukan
dengan cara satu orang partisipan memberikan nama partisipan kedua,
dan partisipan kedua akan memberikan nama untuk partisipan ketiga
dan seterusnya untuk menjadi partisipan dalam penelitian (Vogt dalam
Atkinson & Flint, 2001). Dalam penelitian ini, peneliti menghubungi
seorang remaja untuk menanyakan nama remaja lain yang bersedia
menjadi partisipan. Remaja tersebut kemudian memberikan
nama-nama remaja lain, sehingga didapatkan sejumlah remaja (6-8 orang)
yang akan berpartisipasi dalam FGD.
Snowball sampling dapat diaplikasikan untuk dua jenis tujuan
utama, yaitu sebagai metode informal mendapatkan target populasi
mengenai individu dalam populasi yang sulit untuk didapatkan
(Snijders; Faugier & Sergeant dalam Atkinson & Flint, 2001).
Alasan menggunakan teknik snowball sampling pada
penelitian ini dikarenakan topik diskusi cukup sensitif dan tidak
banyak orang yang bersedia menjadi partisipan dalam FGD untuk
topik tersebut. Oleh karena itu teknik ini diharapkan dapat mengatasi
kekurangan tersebut.
b. Angket pertanyaan terbuka
Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel Quota
Sampling ketika proses penyebaran angket terbuka. Peneliti
menentukan jumlah partisipan sekitar 200 remaja. Penentuan jumlah
didasarkan bahwa jumlah tersebut dianggap cukup dapat mewakili
sebuah penelitian yang bersifat eksploratif. Hal ini terlihat dari
beberapa penelitian eksploratif sebelumnya (Indraswari, Taqiyudin,
Yuniarti, Faturochman, & Kim, 2012; Kurnianingsih, Yuniarti, &
Kim, 2012; Rarasati, Hakim, & Yuniarti, 2012).
4. Tahap-Tahap Penelitian
a. FGD
Pengumpulan data pertama kali dilakukan dengan metode
1. FGD dilakukan pada 2 kelompok, yaitu remaja putera dan
puteri, dengan jenjang pendidikan SMA. Jumlah partisipan
6-8 orang per kelompok sehingga total partisipan antara
12-18 orang. FGD dilaksanakan di tiap kelompok dan di
tempat yang telah ditentukan oleh masing-masing
kelompok partisipan.
2. Setiap kelompok FGD akan dipandu oleh seorang
moderator dengan jenis kelamin yang sama dengan jenis
kelamin partisipan dalam kelompok tersebut. Hal ini
dilakukan agar partisipan merasa nyaman ketika
berdiskusi dan dapat terbuka mengenai topik diskusi.
Moderator telah terlatih dan cukup memahami topik
diskusi dengan baik sehingga diharapkan dapat
membawakan materi dengan baik.
3. Di dalam setiap kelompok diskusi, moderator akan
membawakan set pertanyan yang sama dan sebisa
mungkin dengan urutan yang sama. Berikut adalah daftar
pertanyaan yang akan diajukan
Tabel 1
Daftar Pertanyaan FGD
Jenis Pertanyaan Pertanyaan
Jenis Pertanyaan Pertanyaan
Opening Di mana tempat Anda biasa mengakses internet?
Transition Apa saja yang Anda lakukan ketika online?
Key Sekarang tuliskan dalam selembar
kertas, menurut Anda, perilaku-perilaku apa saja yang dilakukan ketika online yang berhubungan dengan seksualitas?
Key Perilaku tersebut biasa
dilakukannya seperti apa?
Key Apa saja hasil yang muncul bila
melakukan perilaku tersebut? (menunjuk perilaku satu persatu)
Key Menurut Anda, dampak apa yang
terjadi pada orang yang melakukan hal tersebut?
rasakan ketika telah melakukan perilaku tersebut?
Key Menurut kalian, apakah banyak
remaja yang mengalami hal tersebut?
Key Sepengetahuan Anda, apa yang
mereka lakukan setelah
mendapatkan pengalaman yang negatif dari melakukan perilaku tersebut?
Key Istilah apa yang biasa dipakai
remaja untuk menyebut perilaku online yang terkait seksualitas tersebut?
Jenis Pertanyaan Pertanyaan
kalian, hal-hal penting mengenai perilaku seksual online yang terlewatkan dalam pembicaraan ini?
4. Diskusi yang terjadi hanya antar partisipan, sedangkan
moderator hanya mengarahkan diskusi. Diskusi selesai
ketika tidak ada hal baru yang ditemukan, dan mencapai
konsensus. Estimasi waktu diskusi 60-90 menit. Percakapan
keseluruhan ketika diskusi akan direkam dengan
menggunakan alat perekam dan dicatat oleh notulis.
b. Angket Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan yang terdapat di angket hampir sama dengan
pertanyaan ketika di FGD. Namun, pertanyaan di angket
menggunakan istilah yang disebutkan oleh remaja ketika proses
FGD yang maknanya hampir sama seperti istilah “perilaku
seksual online”. Angket dibagikan kepada partisipan yang
memenuhi kriteria yang ditentukan.
D. Prosedur Analisis Data
Data yang telah diperoleh ini akan dianalisis dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
tidak lagi memunculkan kategori baru ketika pengkategorian.
Setiap kategori disusun oleh subkategori yang disebut
“properties” yang merepresentasikan berbagai perspektif tentang
kategori tersebut.
b. Tahap axial coding. Pada tahap ini, peneliti berusaha membangun
keterkaitan antara kategori-kategori yang ada, juga antara kategori
dan subkategori. Tujuan pada tahap ini adalah mendapatkan
kategori sentral yg menjadi pusat.
c. Tahap selective coding. Pada tahap ini peneliti mengintegrasikan
dan menyaring teori yang dibuat. Pada tahap ini kategori-kategori
yang ada disusun menjadi sebuah figur yang mempresentasikan
model teoritis mengenai proses/topik yang dipelajari (Creswell,
2007), yang pada penelitian ini adalah perilaku seksual online
berisiko.
E. Kredibilitas Penelitian
Di dalam metode penelitian kualitatif, dikenal beberapa cara untuk
meningkatkan kredibilitas atau derajad kepercayaan suatu penelitian. Maka
dari itu peneliti menggunakan cara sebagai berikut (Moleong, 2006):
-Member checking. Member checking adalah teknik validasi yang
dilakukan dengan peneliti mendiskusikan kembali hasil proses diskusi
hasil yang ditangkap oleh peneliti dan hasil yang ditangkap oleh
partisipan.
Dalam penelitian ini, proses member checking dilakukan pada proses
FGD. Moderator akan mengulas kembali hasil proses diskusi dan partisipan
memeriksa kesesuain ulasan dengan proses diskusi yang telah dilakukan
-Triangulasi. Triangulasi adalah teknik validasi yang dilakukan oleh
peneliti bersama-sama dengan rekan mahasiswa lain yang cukup
tahu mengenai topik yang diteliti atau dosen untuk melakukan
pemeriksaan terhadap analisis yang telah dilakukan. Triangulasi
data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan proses sebagai
berikut:
a. Peneliti melakukan coding bersama dengan rekan mahasiswa yang
cukup tahu mengenai topik penelitian
b. Hasil coding akan diperiksa kembali ketepatannya oleh rekan
peneliti dan dosen pembimbing
c. Melakukan perubahan coding bila diperlukan
d. Memeriksa kembali hasil coding, hingga coding dirasa sudah tepat
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan dua metode pengambilan data, yaitu
FGD dan penyebaran kuesioner dengan pertanyaan terbuka. Kelompok
partisipan FGD perempuan berjumlah 9 orang yang berasal dari satu sekolah
yang sama, sedangkan kelompok laki-laki berjumlah 6 orang dan berasal dari
sekolah yang berbeda-beda dengan tingkat pendidikan kelas III SMA. Di
dalam kelompok laki-laki semua partisipan telah saling mengenal sebelumnya
walaupun dari sekolah yang berbeda-beda. Mayoritas partisipan berusia 17
tahun.
Responden untuk pengisian kuesioner merupakan siswa-siswi dengan
tingkat pendidikan kelas II SMP hingga kelas III SMA/SMK. Penyebaran
kuesioner dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan bekerjasama dengan
sekolah-sekolah dan remaja yang ditemui di tempat-tempat umum, seperti
kafe, atau dititipkan pada remaja yang merupakan rekan peneliti.
Berikut proses keseluruhan yang dilakukan peneliti selama melakukan
Tabel 2
Proses Pelaksanaan Penelitian
No. Kegiatan
1 Persiapan FGD
2 Melakukan FGD bersama kelompok remaja putri 3 Menulis verbatim kelompok putri
4 Melakukan FGD bersama kelompok remaja putera 5 Menulis verbatim kelompok putera
6 Mempersiapkan angket terbuka 7 Menyebarkan angket terbuka 8 Entry data angket terbuka
9 Analisis tematik data angket terbuka 10 Analisis verbatim FGD
11 Membandingkan kedua hasil analisis, menyesuaikan hasil analisis FGD dengan hasil analisis angket, dan menambahkan perilaku dan konsekuensi yang ada pada FGD ke dalam hasil keseluruhan.
1. Pelaksanaan FGD
Partisipan pada proses FGD didapatkan dengan teknik snowball
sampling. Tujuannya adalah mendapatkan partisipan yang cukup familiar
dengan perilaku seksual online. Partisipan berasal dari sekolah yang
terletak di lingkungan pedesaan dan pinggir kota.
FGD bertujuan untuk mencari istilah lain dari perilaku seksual
online, untuk kepentingan pembuatan angket terbuka. Remaja putera dan
Tabel 3
Proses Pengambilan Data FGD
2. Tanggal Kegiatan Tempat Catatan
3. Pelaksanaan Angket Terbuka
Setelah mendapatkan istilah yang sama dari dua kelompok laki-laki
dan perempuan, peneliti kemudian mulai proses pembuatan kuesioner
dengan pertanyaan terbuka dan proses izin kerjasama dengan
sekolah-sekolah. Berikut keterangan proses angket secara rinci:
Tabel 4
Proses Pengambilan Data Kuisioner
Tanggal Kegiatan Tempat Catatan
Tanggal Kegiatan Tempat Catatan
Dalam proses pembuatan kuesioner beberapa kali mengalami revisi
yang dilakukan oleh peneliti dan dosen pembimbing. Hasil dari revisi ini
diharapkan pertanyaan lebih familiar, jelas, tidak memaksa dan tidak
Berikut instruksi pada angket terbuka:
1. Menjawab pertanyaan :
“Di bawah ini terdapat pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui
aktivitas yang sering dilakukan oleh remaja saat online terkait
dengan seksualitas. Saya berharap kamu dapat menuliskan
sebanyak-sebanyaknya aktivitas yang kamu ketahui. Aktivitas
tersebut bisa berupa yang biasa dilakukan oleh remaja-remaja
pada umumnya atau aktivitas yang kamu lakukan sendiri.
jawablah dengan spontan dan jelas. Kamu tidak perlu merasa
malu atau tidak pantas untuk menuliskan aktivitas yang kamu
ketahui”. Dan “Hal-hal apa saja yang mungkin
dirasakan/dialami/terjadi pada remaja setelah melakukan hal-hal
“mesum” tersebut?”
2. Kuesioner diberikan di dalam amplop dan diharapkan ketika
responden mengembalikan juga dalam keadaan amplop tertutup.
Tujuan hal tersebut adalah untuk memastikan kepada para
responden bahwa apa yang ditulisnya merupakan hal rahasia
sehingga responden merasa terlindungi, bebas dan nyaman ketika
mengisi kuesioner.
B. Karakteristik Partisipan
Jumlah total kuesioner yang disebar adalah 399 kuesioner, dan jumlah
demikian dapat dikatakan bahwa jumlah angket kembali cukup besar.
Kuesioner kosong 1,48% dan kuesioner dengan jawaban yang irrelevant
27,9%, sehingga data yang dianalisis ada 258 responden (76,78%). Jumlah
responden perempuan sekitar 43,02%, responden laki-laki 51,93% dan
5,03% tidak diketahui jenis kelamin dan usianya.
Tabel 5
Variasi Partisipan
Variasi usia Perempuan Laki-laki %
12 tahun 4 - 1.55
13 tahun 14 14 10.85
14 tahun 23 38 23.64
15 tahun 14 28 16.28
16 tahun 27 23 19,38%
17 tahun 24 22 17.83
18 tahun 5 6 4.26
19 tahun - 2 0.78
20 tahun - 1 0.39
Total 111 134 94.95
Lain-lain 13 5.05
TOTAL 258 100.00
C. Pelaksanaan Analisis Data
Peneliti melakukan analisis kualitatif dan melakukan reanalisis data
bersama dua rekan peneliti yang cukup memahami topik mengenai perilaku
seksual remaja. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas dari
hasil analisis yang telah dilakukan. Proses ini dilakukan dalam 5 kali