3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif cross sectional
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Juli 2013 -Januari 2015.
3.3 Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah penderita polip hidung berdasarkan hasil biopsi histopatologi dari Departeman Patologi Anatomi yang datang berobat ke Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Juli 2013 – Januari 2015.
3.3.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian pada penelitian ini adalah penderita dengan diagnosis polip hidung yang telah dilakukan tindakan biopsi jaringan polip periode Juli 2013 sampai dengan Januari 2015. Jaringan polip diambil sebagai sampel penelitian.
Kriteria Inklusi:
1. Penderita yang didiagnosis polip hidung yang telah dilakukan biopsi hidung
2. Penderita yang bebas kortikosteroid minimal 10 hari dan bebas antihistamin minimal 1 minggu.
27
Kriteria eksklusi:
1. Jaringan yang rusak dan tidak dapat diproses lebih lanjut
3.3.3 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara total sampling.
3.4 Variabel Penelitian
1. Polip hidung 2. Jenis kelamin 3. Umur
4. Stadium
5. Tipe histopatologi 6. Ekspresi Interleukin 5
3.5 Definisi Operasional
1. Polip hidung
Definisi : massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan dimana diagnosa ditegakkan secara histopatologi oleh dokter spesialis patologi anatomi.
Cara ukur : pemeriksaan rinoskopi anterior, pemeriksaan endoskopi
Alat ukur : massa di kavum nasi
Hasil ukur : terdapat polip atau tidak terdapat polip Skala ukur : nominal
2. Jenis kelamin
Definisi : sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis Cara ukur : anamnesis
Alat ukur : hasil wawancara langsung terhadap pasien Hasil ukur : laki-laki/perempuan
3. Umur
Definisi : usia yang dihitung dalam tahun dan perhitungannya berdasarkan kalender masehi. Cara ukur : anamnesis
Alat ukur : hasil wawancara langsung terhadap pasien Hasil ukur : dalam tahun
Skala ukur : ordinal (<40 thn, ≥ 40thn) 4. Stadium
Definisi : derajat polip hidung berdasarkan besar dan perluasan polip hidung
Cara ukur : pemeriksaan polip hidung berdasarkan Mackay and Lund. Pengklasifikasian ini digunakan PERHATI KL Indonesia
Alat ukur : nasoendoskopi merk Storz Hasil ukur :
0 : Tidak ada polip
1 : Polip terbatas pada meatus media
2 : Polip sudah keluar dari meatus media tetapi belum memenuhi rongga hidung
3 : Polip yang massif (memenuhi rongga hidung) Skala ukur : ordinal
5. Klasifikasi histopatologi polip hidung
Definisi : gambaran histopatologi polip hidung menurut Hellquist tahun 1996, sebagai berikut :
- tipe I : Edematous, Eosinophilic Polyp (Allergic Polyp)
- tipe II : Chronic Inflammatory Polyp (Fibroinflammatory Polyp) - tipe III : Polyp with Hyperplasia of Seromucinous Glands - tipe IV : Polyp with Stromal Atypia
Cara ukur : pemeriksaan histopatologi berdasarkan Hellquist tahun 1996. Pengklasifikasian ini digunakan PERHATI KL Indonesia
29
Hasil ukur : tipe I, tipe II, tipe III, tipe IV Skala ukur : nominal
6. Ekspresi Interleukin-5
Definisi : jumlah sel epitel polip hidung dengan inti dan sitoplasma berwarna coklat pada pemeriksaan immunohistokimia.
Cara ukur : menilai jumlah sel melalui mikroskop dengan pembesaran 400x dengan pewarnaan imunohistokimia yang menggunakan antibodi poliklonal kelinci IL-5 (H-85) santa cruz biotechnology
Alat ukur : Jaringan polip hidung
Hasil ukur : penilaian imunoreaktifitas IL-5 dinilai dengan mengalikan hasil skor luas dengan skor intensitas sehingga didapatkan skor imunoreaktif IL-5. Skor intensitas (intensitas pewarnaan) IL-5 dinilai :
0 : berarti negatif
2 : sedang
3 : kuat.
Skor luas (tingkat pewarnaan) IL-5 dinilai : 0 : berarti negatif
1 : pewarnaan positif < 10% jumlah sel 2 : pewarnaan positif 10-50% jumlah sel 3 : pewarnaan positif > 50% jumlah sel
Menurut persentase area pewarnaan positif dibandingkan dengan keseluruhan area polip hidung pada 1-3 lapangan pandang yang dinilai.
Skor intensitas dan skor luas dikalikan untuk memperoleh skor akhir (skor imunoreaktif). Skor imunoreaktif 4 atau lebih dinilai positif atau overexpression (Tan & Putti, 2005).
Hasil ukur skor immunoreaktif: - Ekspresi IL-5 negatif : 0 – 3
31
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1 Alat penelitian
Penelitian ini membutuhkan beberapa peralatan sebagai berikut: 1. Status penelitian.
2. Alat untuk biopsi
Blakesley nasal foscep lurus/bengkok, endoskopi kaku, 4 mm, 00. 3. Sistem visualisasi immunohistokimia (Envision kit), mesin
pemotong jaringan (microtome), silanized slide, mikroskop cahaya (Olympus®).
3.6.2 Bahan penelitian
1. Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan polip hidung dalam bentuk blok parafin. Bahan jaringan diperiksa secara imunohistokimia dengan menilai imunoreaktifitas IL-5.
2. Untuk pemeriksaan hispatologi
Formalin 10%, blok parafin, aqua destilata, hematoxyllin-eosin. 3. Untuk pemeriksaan immunohistokimia Xylol, alkohol absolut,
alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%,H202 0,5% dalam methanol,Phosphat Buffer Saline (PBS), antibodi IL-5 (The Envision+Dual link system dari Santacruz®), antibodi sekunder, Envision, Choromogen Diamino Benzidine (DAB), Lathium Carbonat jenuh, Tris EBTA, Hematoxylin, Aqua destillata.
3.6.3 Proses pewarnaan hematoksilin eosin
dH2O selama 5 menit dan dikering-anginkan. Inkubasi kembali dengan xylol sebanyak dua kali masing-masing selama 2 menit kemudian dilakukan mounting dengan entelan dan tutup dengan cover glass.
3.6.4 Prosedur kerja pewarnaan imunohistokimia IL-5
1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5menit 2. Rehidrasi (Alkohol absolute, Alkohol 96%,
Alkohol 80%, Alkohol 70%)
@ 4menit
3. Cuci dengan air mengalir 5 menit 4. Masukkan slide ke dalam PT Santa cruz
Retrieval : set up Preheat 65°C, Running time 98°C selama 15 menit.
± 1 jam
5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4
5 menit
6. Blocking dengan peroxidase block 5-10 menit 7. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit 8. Blocking dengan Normal Horse Serum (NHS)
3%
15 menit
9. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit 10. Inkubasi dengan Antibodi IL-5 dengan
pengenceran 1:40
1 jam
11. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 /Tween 20
5 menit
12. Santacruz Real Envision Rabbit/Mouse 30 menit 13. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS)
pH 7,4 /Tween 20
5-10 menit
14. DAB+Substrat Chromogen solution dengan pengenceran 20 µL DAB : 1000 µL substrat (tahan 5 hari di suhu 2-8°C setelah dicampur)
5 menit
33
18. Lithium carbonat (5% dlm aqua) 2 menit 19. Cuci dengan air mengalir 5 menit 20. Dehidrasi (Alkohol 80%, Alkohol 96%, Alkohol
Absolute)
@5 menit
21. Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @5 menit 22. Mounting + cover glass
3.7 Kerangka Kerja
Jaringan Polip Hidung
Histopatologi
Tipe I Allergic Polyp
TipeII Fibroinflammatory
Polyp
Tipe III Polyp with Hyperplasia of
Seromucinous Glands
Tipe IV Polyp with StromalAtypia
Pemeriksaan Imunohistokimia untuk IL-5
Ekspresi Positif
3.8 Cara Pengumpulan Data
Data diambil dari hasil pemeriksaan di DepartemenT.H.T.K.L. RSUP H. Adam Malik Medan dan pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.9 Cara Analisis Data
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengambilan sampel penelitian didapat dari rongga hidung penderita pada saat dilakukan biopsi untuk menentukan diagnosis polip hidung. Data penelitiannya adalah seluruh kasus polip hidung yang dilakukan tindakan biopsi di RSUP H. Adam Malik Medan sejak Juli 2013 sampai Januari 2015 yaitu sebanyak 33 subjek. Dari 33 subjek tersebut semua memenuhi kriteria untuk subjek penelitian dan dijumpai polip hidung unilateral sebanyak 4 penderita. Gambaran histopatologi polip hidung diperiksa dengan teknik pewarnaan hematoksilin eosin dan ekspresi IL-5 diperiksa dengan teknik pewarnaan imunohistokimia yang dilakukan oleh seorang spesialis patologi anatomi di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) Medan.
4.1 Hasil analisis
Berdasarkan pemeriksaan didapat gambaran umum subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan jenis kelamin.
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 22 66,7
Perempuan 11 33,3
Total 33 100,0
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan umur
Kelompok Umur (Tahun) N %
< 40 ≥ 40
12 21
36,4 63,6
Total 33 100,0
Dari tabel 4.2 dapat dilihat kelompok umur terbanyak adalah ≥ 40 yaitu 21 (63,6%) penderita. Usia termuda 18 tahun dan usia tertua 78 tahun. Dimana usia rerata 46 tahun.
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan stadium.
Stadium N %
1 1 3,0
2 18 54,6
3 14 42,4
Total 33 100,0
Dari tabel 4.3 dapat dilihat ukuran polip hidung sesuai dengan pembagian menurut Mackay and Lund terbanyak pada derajat 2 (54,6%), derajat 3 (42,4%), dan derajat 1 (3,0%).
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan histopatologi.
Histopatologi Polip Hidung N %
Tipe I 23 69,7
Tipe II 10 30,3
Tipe III 0 0
Tipe IV 0 0
37
Dari tabel 4.4 dapat dilihat tipe histopatologi terbanyak adalah tipe I sebanyak 23 (69,7%) penderita, sementara tipe II sebanyak 10 (30,3%) penderita. Tipe III dan tipe IV tidak dijumpai pada penderita polip hidung.
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan ekspresi IL-5.
Ekpresi IL-5 N %
Tidak overekspresi Overekspresi
11 22
33,3 66,7
Total 33 100,0
Dari tabel 4.5 dapat dilihat ekspresi IL-5 terbanyak adalah overekspresi sebanyak 22 (66,7%) penderita dan tidak overekspresi sebanyak 11 (33,3%) penderita.
A B
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi ekspresi IL-5 berdasarkan histopatologi. overekspresi pada tipe II sebanyak 5 (22,7%) penderita.
A B
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi IL-5 pada polip hidung di RSUP H. Adam Malik. Penelitian ini menggunakan sampel penelitian sebanyak 33 polip hidung yang didapatkan dari biopsi terhadap penderita polip hidung di poliklinik THT-KL RSUP.H. Adam Malik Medan. Gambaran histopatologi polip diperiksa dengan tehnik pewarnaan hematoksilin eosin dan ekspresi IL-5 diperiksa dengan pemeriksaan imunohistokimia di laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
pada proporsi yang hampir sama, masing-masing 51,2% dan 48,8%. Menurut penelitian Farrukh et al (2014) pada 55 penderita polip hidung, dijumpai 35 penderita laki- laki, 20 penderita perempuan.
Ferguson dan Orlandi (2006) mengatakan bahwa insiden polip hidung meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan puncaknya pada usia 50 ke atas. Polip hidung jarang dijumpai pada usia kurang dari 20 tahun dimana frekuensi laki-laki lebih banyak daripada perempuan (Bachert & Robillard, 2005). Banerji et al (2010) melaporkan frekuensi penderita polip laki-laki dan perempuan hampir sama dimana umur terbanyak adalah 40-60 tahun dimana 30% dari penderita polip adalah perokok. Secara umum laki - laki lebih sering terpapar polusi atau oleh zat- zat yang berisiko dapat menyebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas, seperti rokok, lingkungan kerja. Faktor inilah yang mungkin berhubungan dengan kejadian lebih banyaknya penderita polip laki – laki dibandingkan perempuan (Mudassir, 2012).
Pada penelitian yang kami lakukan dijumpai laki-laki lebih banyak daripada perempuan karena pada saat penelitian ini dilakukan terbanyak penderita yang datang adalah jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Dimana pekerjaannya bekerja di luar rumah sehingga lebih banyak terpapar debu dan polusi.
Penderita polip hidung juga sering dihubungkan dengan asma dimana terjadi peningkatan resiko empat kali lebih besar pasien asma yang berusia lebih dari 40 tahun untuk menderita polip hidung dibandingkan usia dibawah 40 tahun. Polip ini dapat terjadi setelah 10 tahun menderita asma (Ahmad & Ayeh, 2012).
41
al (2014) melaporkan ukuran polip terbanyak derajat 3 (60%) diikuti derajat 2 sebanyak 40%. Stadium ini sudah mulai timbul keluhan pada pasien seperti hidung tersumbat dan hidung berair.
Pada penelitian ini berdasarkan tipe histopatologi dijumpai penderita polip hidung terbanyak tipe I (69,7%) diikuti polip tipe II (30,3%). Tidak dijumpai polip tipe adenomatosa dan tipe atipik. Hellquist (1996) mengatakan bahwa polip tipe IV oleh dokter spesialis patologi anatomi disimpulkan sebagai suatu karsinoma sinonasal.
Temuan pada penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Couto et al (2008) mendapatkan polip hidung terbanyak tipe I sebanyak 56 kasus (73%) diikuti tipe II sebanyak 16 kasus (18%) dan tipe III sebanyak 6 kasus (6,77%) sedangkan tipe IV sebanyak 2 kasus (2,3%). Tikaram et al tahun 2012 di Medical Center Universitas Malaya yang mendapatkan polip tipe eosinofilik sebanyak 51,25% dan tipe neutrofilik sebanyak 48,5%. Arif et al (2014) mendapatkan polip hidung terbanyak tipe II sebanyak 50% diikuti tipe I sebanyak 40% dan tipe III sebanyak 10% sedangkan tipe IV sebanyak 0%. Penelitian Munir di Rumah sakit Adam Malik Medan pada tahun 2005 melaporkan hasil polip hidung tipe I sebanyak 62%, tipe II sebanyak 23%, tipe III sebanyak 12%, dan tipe IV sebanyak 3%. Hal ini berbeda dengan penelitian Jareonscharsi et al di Thailand 2002 melaporkan penderita polip tipe I sebanyak 17 (11,7%), 118 penderita (81,4%) yang Tipe II, 9 penderita (6,2%) yang Tipe III, dan 1 penderita (0,7%) adalah tipe IV. Syuhada et al melaporkan polip hidung dominan eosinofil sebanyak 32,8 % dan noneosinofil sebanyak 67,2%. Hasil ini berbeda dengan etnik Kaukasian dengan polip hidung tipe eosinofilik mencapai 63-95%. Mekanisme patogenetik yang mendasari perbedaan ini masih belum diketahui. Apakah perbedaan ini karena faktor ras, genetik, atau perbedaan geografis (Valera, et al., 2011). Lacroix et al (2002) melaporkan tidak ada perbedaan yang besar dari tipe histopatologi pada penderita polip hidung di Afrika, Cina dan Kaukasian.
di Korea menunjukkan bahwa polip hidung eosinofilik telah meningkat dari 24% dari total polip hidung pada tahun 1993-1994 menjadi 50,9% di2010-2.012 (Kim, et al., 2013). Ini menimbulkan kemungkinan bahwa jenis polip hidung dipengaruhi oleh unsur-unsur patogenesis yang berbeda yang lebih umum di daerah itu dan faktor genetik berperan dalam terbentuknya polip eosinofil pada penduduk Asia (Mahdavinia, et al., 2015). Hal ini juga menjelaskan variasi dari patofisiologi terjadinya polip hidung berbeda pada populasi asia dan caucasian, namun penelitian mengenai etnik dan ras masih sangat terbatas (Pearman, et al., 2010).
Dari penelitian ini dijumpai penderita polip yang mengalami overekspresi sebanyak 22 (66,7%). Menurut penelitian Rui et al (2002) dijumpai konsentrasi IL-5 yang meningkat signifikan dari pada jaringan polip hidung dibandingkan dengan mukosa konka penderita polip hidung. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dari konsentrasi IL-5 pada mukosa konka penderita polip hidung dan kontrol (penderita yang tidak menderita polip hidung). Bechert et al (1997) melaporkan dijumpai peningkatan yang bermakna dari ekspresi IL-5 dari jaringan polip hidung dibandingkan mukosa, tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna dari sitokin lain. Hirschberg et al (2003) juga melaporkan dijumpai peningkatan yang bermakna dari ekspresi IL-5 pada jaringan polip hidung dibandingkan dengan mukosa normal dan tidak ada perbedaan yang bermakna antara polip atopik dan nonatopik. Dijumpai juga ekpresi IL-5 yang positif pada eosinofil di lamina propria polip hidung tetapi tidak dijumpai pada mukosa normal. Penelitian Wang (2008) tentang beberapa ekspresi gen yang dijumpai pada polip hidung selama 10-20 tahun. IL-5 adalah salah satu gen inflamasi yang memiliki ekspresi positif (over ekspresi).
43
melaporkan ekspresi IL-5 dominan dijumpai pada eosinofil, sedikit terekspresi pada netrofil dan limfosit dan tidak dijumpai ekspresinya pada sel epitel. Akumulasi eosinofil pada polip hidung melalui beberapa mekanisme seperti meningkatnya migrasi ke jaringan atau lamanya usia hidup eosinofil. IL-5 merupakan sitokin yang penting untuk migrasi dan mempengaruhi lamanya usia hidup eosinofil.
Peric et al (2013) melaporkan dijumpainya peningkatan yang bermakna ekspresi IL-5, IL-6, dan IL-10 dari sekret hidung penderita polip hidung dengan asma dibandingkan dengan penderita polip hidung tanpa asma. Peric juga menemukan bahwa polip hidung atopi memiliki jumlah eosinofil lebih tinggi secara bermakna daripada polip non atopi dan rinitis alergi. Ekspresi IL-5 pada sekret hidung penderita polip dengan alergi lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan penderita polip hidung nonatopik. Ini menunjukkan bahwa IL-5 mempunyai peran penting dalam patofisiologi polip hidung terutama polip hidung alergi (Peric, et al., 2011).
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Pada penelitian ini dijumpai penderita polip hidung berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan persentase 66,7% dan 33,3%. Secara umum laki - laki lebih sering terpapar polusi atau oleh zat- zat yang berisiko dapat menyebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas, seperti rokok, lingkungan kerja.
2. Penderita dengan usia ≥ 40 tahun dua kali lebih banyak
dibandingkan penderita yang berusia < 40 tahun. Penderita polip hidung juga sering dihubungkan dengan asma dimana terjadi peningkatan resiko empat kali lebih besar pasien asma yang berusia lebih dari 40 tahun untuk menderita polip hidung dibandingkan usia dibawah 40 tahun.
3. Dijumpai ukuran polip hidung stadium 2 sebesar 54,6%. Pada stadium 2 telah mulai timbul keluhan pada pasien seperti hidung tersumbat dan hidung berair.
4. Tipe histopatologi terbanyak adalah tipe I sebanyak 23 (69,7%) penderita.
5. Pasien yang mengalami overekspresi (positif) IL-5 sebanyak 22 (66,7%) penderita. IL-5 merupakan salah satu sitokin yang meningkat pada polip hidung.
45
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dengan pemeriksaan imunohistokimia terhadap sitokin lainnya untuk menentukan peran sitokin lain dan interaksi biologi molekuler pada polip hidung.