1
PROPOSAL
PENELITIAN DOSEN PEMULA UNIVERSITAS LAMPUNG
MAPPING GEN IGFBP-3 TERHADAP PERTUMBUHAN DAGING PADA SAPI KRUI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAGING
TERNAK LOKAL DALAM UPAYA
PENGEMBANGAN PLASMA NUTFAH UNGGULAN LAMPUNG
JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL... 1
DAFTAR ISI...2
RINGKASAN...3
BAB 1 PENDAHULUAN...4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…...6
State of Art...10
Road Map Penelitian...11
BAB 3 METODE PENELITIAN ...12
Diagram Alir Metode Pelaksanaan Penelitian...14
BAB 4 RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN...15
DAFTAR PUSTAKA...17
3
RINGKASAN
Kabupaten Pesisir Barat merupakan daerah yang memiliki jenis sapi lokal, yaitu Sapi Krui. Sapi Krui perlu dilestarikan sebagai plasma nutfah sapi yang berasal dari Pesisir Barat, terlebih masyarakat Pesisir Barat juga terbiasa mengkonsumsi daging sapi, baik dalam acara adat ataupun kehidupan sehari-hari sehingga perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan daging bagi masyarakat serta upaya untuk mendukung program swasembada daging nasional. Perkembangan pesat yang terjadi pada bidang bioteknologi molekular belakangan ini memberi solusi untuk melakukan seleksi sapi potong pada taraf molekular. Hal ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan marka polimorfik DNA yang dapat difungsikan sebagai gen kandidat untuk menseleksi sejumlah sifat kuantitatif bernilai ekonomis tinggi sejak awal. Gen Insuline-like Growth Factor Binding Protein-3 (IGFBP-3) adalah hormon yang berperan dalam pertumbuhan, dan telah dibuktikan dengan adanya peningkatan laju pertumbuhan dan komposisi karkas. Mapping Gen IGFBP-3 terhadap sifat pertumbuhan pada ternak potong dapat dilihat dengan mengaitkan antara polimorfisme gen IGFBP-3 terhadap sifat pertumbuhan daging. Apabila marka polimorfik DNA sifat pertumbuhan daging Sapi Krui dapat diketahui, maka akan sangat efektif untuk membantu program seleksi melalui gen mana yang palingng efektif dan paling berpengaruh terhadap pertumbuhan daging akan dipilih dan dikembangkan sejak awal sehingga dapat dilihat pemetaan gen terhadap pertumbuhan dagingnya. Penemuan ini sangat strategis, efektif, ekonomis dan memberikan dampak positif yang cukup besar bagi ilmu pengetahuan, serta penerapannya bagi perkembangan bagi peternakan sapi Krui di Pesisir Barat.
Penelitian ini merupakan penelitian dasar yang terdiri atas 30 ekor sampel sapi Krui, diambil sampel darah dan data kuantitatifnya. Tujuan penelitian adalah untuk memetakan gen IGFBP-3 terhadap pertumbuhan daging Sapi Krui di Kabupaten Pesisir Barat untuk meningkatkan produksi daging ternal lokal dalam upaya pengembangan plasma nuthfah Unggulan Lampung. Tahapan metode yang dilakukan yaitu dengan pengambilan data kuantitatif dan sampel darah di Kabupaten Pesisir Barat, selanjutnya sampel darah dianalisis secara molekuler di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Universitas Lampung. Analisis data dilakukan dengan standarisasi menggunakan faktor koreksi data kualitatif dan Rancangan acak Lengkap Pola Searah (One way ANOVA). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memetakan gen IGFBP-3 terhadap sifat pertumbuhan daging pada Sapi Krui untuk meningkatkan produksi daging ternak lokal dalam upaya pengembangan plasma nutfah unggulan Lampung.
Kata Kunci: Mapping gen, IGFBP-3, pertumbuhan daging, sapi Krui.
4
BAB 1. PENDAHULUAN
Latar belakang
Kabupaten Pesisir Barat merupakan daerah agraris dengan mata pencaharian pokok penduduknya di sektor pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan.
Pada sektor Peternakan, masyarakat Pesisir Barat memelihara sapi jenis sapi lokal yang telah mengalami perkembangbiakan secara alami di daerah tersebut.
Masyarakat Pesisir Barat menyebutnya dengan “Sapi Krui” atau “Jawi Peghia”.
Sapi Krui perlu dilestarikan sebagai plasma nutfah atau genetik asli sapi ya ng berasal dari Pesisir Barat, karena semakin lama keberadaan Sapi Krui akan semakin langka apabila tidak diperhatikan, terlebih masyarakat Pesisir Barat juga terbiasa mengkonsumsi sapi, baik dalam acara adat ataupun kehidupan sehari-hari, sehingga perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan daging, khususnya bagi masyarakat pesisir barat dan umumnya untuk mendukung program swasembada daging nasional.
Perkembangan pesat yang terjadi pada bidang bioteknologi molekular belakangan ini memberi solusi untuk melakukan seleksi sapi potong pada taraf molekular. Hal ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan marka polimorfik DNA yang dapat difungsikan sebagai gen‐gen kandidat untuk menseleksi sejumlah sifat kuantitatif bernilai ekonomis tinggi sejak awal. Gen‐gen kandidat tersebut jika dikorelasikan dengan sejumlah parameter pertumbuhan dan produksi dapat membantu dalam estimasi nilai pemuliaan yaitu sifat pertumbuhan daging, sehingga dapat dipakai sebagai pelengkap pada prosedur seleksi konvensional (Hartatik et al., 2010).
Gen IGFBP-3 berperan dalam pertumbuhan daging, dan telah dibuktikan
dengan adanya peningkatan laju pertumbuhan dan komposisi karkas setelah
diberikan hormone IGFBP-3. Terkait dengan fungsi tersebut, gen tersebut
digunakan sebagai salah satu kandidat kuat marker genetik untuk sifat pertumbuha n
daging. Sifat tersebut merupakan aspek yang paling diperhatikan dalam
peningkatan mutu genetik ternak potong.
5
Pemetaan antara gen hormon IGFBP-3 terhadap sifat pertumbuhan pada ternak
potong dapat dilihat dengan mengaitkan antara polimorfisme gen hormon IGFBP- 3 terhadap sifat pertumbuhan daging.
Berdasarkan uraian diatas, sangat perlu untuk dilakukan Mapping Gen
IGFBP-3 terhadap Pertumbuhan Daging Sapi Krui untuk meningkatkan
pertumbuhan daging ternak lokal dalam upaya pengembangan plasma
nuthfah unggulan Lampung. Apabila marka polimorfik DNA sifat pertumbuha n
daging Sapi Krui dapat diketahui, maka akan sangat efektif untuk membantu
program seleksi, dimana yang memiliki genotype yang paling berpengaruh terhadap
pertumbuhan bobot daging akan dipilih dan dikembangkan sejak awal sehingga
diperoleh pemetaan gen terhadap pertumbuhan daging sapi Krui. Penemuan ini
sangat strategis, efektif, ekonomis dan memberikan dampak positif yang cukup
besar bagi ilmu pengetahuan, serta penerapannya bagi Pengembangan Sapi Krui
sebagai sapi lokal plasma nuthfah Kabupaten Pesisir Barat.
6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Krui
Sapi Krui memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil dibandingkan bangsa sapi lainnya namun mampu bertahan hidup pada suhu lingkungan yang tinggi dan pakan berkualitas rendah. Populasi sapi Krui di Pesisir Barat mencapai 10.777 ekor (Badan Pusat Statistik, 2017). Sebagian besar sapi-sapi di Kabupaten Pesisir Barat adalah sapi lokal yang dinamakan Sapi Krui . Sapi tersebut dipelihara secara semi intensif, pada siang hari digembalakan dan pada sore hari dikandangkan pada malam hari. Sapi Krui memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil dibandingka n bangsa sapi lainnya namun mampu bertahan hidup pada suhu lingkungan yang tinggi dan pakan berkualitas rendah (Prawira, 2015).
Tabel 1. Populasi Sapi di Kabupaten Pesisir Barat pada 2017
Kecamatan Sapi Potong (ekor)
Pesisir Selatan 3.402
Ngaras 588
Bengkunat 1.258
Ngambur 1.673
Pesisir Tengah 688
Karya Penggawa 361
Way Krui 262 262
Krui Selatan 927 927
Pesisir Utara 326 326
Lemong 336
Pulai Pisang 104 104
(Sumber: BPS Kabupaten Pesisir Barat, 2017)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daging
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan daging adalah faktor genetik, fisiologis dan faktor lingkungan. Pada faktor genetik, secara umum perbedaan antar bangsa sapi disebabkan oleh perbedaan genetik yang mengatur suatu sifat. Variasi dalam sifat produksi pada setiap individu sapi pada bangsa yang sama disebabkan karena faktor keturunan dan hereditas. Perbedaan kemampuan produksi antar bangsa sapi mencerminkan perbedaan genetik dalam artian perbedaan frekuensi gen yang mengatur kuantitas dan kualitas produksi (Soeharsono, 2008).
Genetika Molekular
DNA adalah materi genetik, yang terdapat di dalam kromosom dan
7
merupakan bahan baku dalam analisis genetika molekuler. (Warwick et al., 1983).
Gen adalah unit terkecil dalam pewarisan sifat yang bertanggungjawab untuk menggerakkan semua reaksi biokimia pada tubuh (Lasley, 1978). DNA yang mempunyai bentuk spiral (helix) ganda yang terpilin tersebut, kedua rantai nukleotidanya terpilin melilit satu sama lain untuk membentuk heliks ganda. Kedua rantai disambung menjadi satu dengan ikatan hidrogen antara basa-basa dan tersusun dengan sudut siku-siku sepanjang sumbu rantai polinukleotida. Tulang punggung yang berupa gula-fosfat terdapat di luar spiral. Ciri lain adalah bahwa kedua rantai spiral ganda tersebut berorientasi pada polaritas yang berlawanan (antiparallel) dari segi ikatan dengan fosfat-deoksiribosa 3’-5’ yang satu disebut 5’
3’, sedang yang lain sebagai 3’ 5’ (Hardjosubroto, 1998).
Selanjutnya menurut Hardjosubroto (1998) Ciri model yang paling penting adalah terbentuknya pasangan spesifik pada basanya, dikenal adanya dua pasangan basa yang bersifat melengkapi, yaitu A-T dan G-C, yang membentuk ikatan stabil dalam struktur spiral ganda. Hasilnya, urutan nukleotida dalam satu untaian mendikte urutan nukleotida yang lain, dengan kata lain, kedua untai itu bersifat saling mengisi. Pasangan basa A-T mempunyai dua ikatan hidrogen dan pasangan G-C mempunyai tiga ikatan hidrogen. Kecuali itu, jumlah total purin selalu sama dengan jumlah total pirimidin, atau tegasnya adenine selalu sama dengan thymine ( A = T ) dan guanine selalu sama dengan cytosine ( G = C ). Jadi, untuk DNA yang berantai ganda itu berlaku persamaan A + G = C + T . Namun, jumlah A + T tidaklah harus sama dengan jumlah dari G + C.
Noor (2000), setiap untaian DNA disusun oleh ribuan unit nukleotida. Setiap nukleotida disusun oleh basa nitrogen, gula deoksiribosa (deoxyribose) dan asam fosfat. Masing-masing basa nitrogen dihubungkan dengan gula ribosa dengan ikatan glikosidik. Gugus gula di dalam asam nukleat dihubungkan satu sama lain dengan ikatan fosfodiester. Secara spesifik, gugus 3’-hidroksil (3’-OH) pada satu nukleotida diesterifikasi pada gugus fosfat, membentuk 5’-hidroksi. Rantai gula yang dihubungkan oleh ikatan fosfodiester merupakan backbond asam nukleat.
Backbone bersifat konstan di dalam asam nukleat, sedangkan basa nitrogen
bervariasi antar monomer. Dua basa nitrogen merupakan derivatif dari purin yang
terdiri dari adenine (A) dan guanine (G), serta pirimidin yang terdiri dari cytosine
(C) dan thymine (T). Setiap basa DNA dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Ketiga
ikatan yang terdapat dalam struktur DNA ini membentuk heliks ganda atau double
8
helix (Smith-Keary, 1991; Berg et al., 2007; Suryo, 2005; Bourne, 2003). Total
kromosom yang terdapat dalam inti sel dinamakan genom, dan urutan DNA dari genom tersebut dinamakan DNA genom.
Berg et al. (2007) gen adalah unit terkecil dari genom yang mengkode protein. Gen yang mengkode protein merupakan serangkaian basa DNA yang mengkode sekuen asam amino molekul protein spesifik. Setiap tiga basa DNA (kodon) menentukan asam amino yang terekspresi sebagai protein. O’Neil (2005) dalam Maylinda (2007), tidak semua urutan basa pada untai DNA mengandung kode genetik. Bagian yang mengandung kode genetik tersebut dinamakan ekson.
Sekitar
seperempat bagian dari seluruh DNA disebut intron.
Gen berjajar-jajar sepanjang kromosom, sehingga kromosom merupakan suatu jajaran gen yang berderet-deret secara linear seperti kalung manik-manik. Gen merupakan unit pewaris sifat yang keberadaannya dapat diketahui dari pengaruhnya terhadap sifat fenotipnya. Posisi gen di dalam kromosom adalah tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa gen membentuk suatu pola tertentu sepanjang kromosom (Hardjosubroto, 1998).
Pemetaan gen ditujukan untuk meningkatkan produktivitas, dan banyak cara yang telah diusahakan untuk menemukan lokasi suatu gen dan sekarang telah ditemukan metode yang paling baik, yaitu bantuan DNA marker atau penciri DNA, dan karena informasi yang diperoleh dengan metode ini pada tingkatan DNA yang merupakan unit keturunan terkecil, maka seleksi berdasarkan marker ini diharapkan terbebas dari faktor lingkungan, sehingga hasilnya betul-betul akurat dan dalam program seleksi, dengan demikian tersedianya bioteknologi rekayasa genetika dapat meningkatkan akurasi seleksi (Hardjosubroto, 1998).
Gen Insulin-like Growth Factor Binding Protein-3 (IGFBP-3)
Insuline-like Growth Factor Binding Protein-3 (IGFBP-3) adalah salah satu
dari enam IGFBPs yang mengatur pengikatan IGF-I dengan sekelompok IGF-I
reseptor tirosin kinase (Kelley et al., 1996 dalam Kuemmerle et al., 2004). Dengan
modulasi pengikatan IGF-I untuk reseptor, setiap IGFBPs bisa menghambat atau
meningkatkan IGF-I untuk merangsang pertumbuhan. IGFBP-3 adalah 40 – 45 kDa
glikoprotein sebagian besar diproduksi oleh hati dan kebanyakan IGFBP terdapat
pada serum (Cohen et al., 1993; Shimasaki and Ling, 1991 dalam Kuemmerle et
9
al., 2004 ). Menurut Curi et al. (2004) somatotropic axis yang terdiri dari gen
hormon pertumbuhan (GH), IGF-I dan IGF-II, dan GHBP, IGFBP 1-6 dan reseptor (GHRHR, GHR, IGF-IR, dan IGF-IIR), memainkan peran penting dalam metabolisme dan fisiologi pertumbuhan mamalia. Dan menurut Seo et al. (2001), IGF-I dan IGFBP3 terlibat dalam regulasi pertumbuhan dan diferensiasi pada mamalia. Menurut Bale and Conover (1992) gen IGFBP-3 ini bekerja pada perkembangan, pertumbuhan, dan reproduksi. Gen Insuline-like Growth Factor Binding Proteins-3 (IGFBP-3) adalah struktur gen yang bertanggungjawab pada berbagai pengaruh pada sistem Insuline-like Growth Factor (IGF).
IGFBP-3 memainkan beberapa peranan penting contohnya berfungs i sebagai pengantar yang membawa IGFs dan mengatur efflux (penghabisan) dari sistem vaskular (Zapf et al., 1984 dalam Wang et al., 2009).
IGFBP-3 ini mengatur jarak metabolisme dan menyediakan jaringan dan tipe sel- spesifik lokasi IGFs, IGFBP-3 juga langsung mengatur pengikatan reseptor sehingga IGFBP-3 tersebut akhirnya mengatur aksi biologi dari IGFs dan itu memberikan efek fungsi seluler yang independen pada IGFs (Wang et al., 2009).
IGF-1 dan IGFBP-3 positif berhubungan dengan angka pertumbuhan, intake pakan, dan gain : rasio pakan (Owens et al., 1999 dalam Wang et al., 2009).
Pemetaan gen IGFBP-3 terhadap pertumbuhan daging
Yip et al. (1999) mendeskripsikan bahwa mapping gen adalah adanya variasi frekuensi alel pada lokus dalam satu gen. Banyak penelitian telah dilakukan dalam usaha menentukan hubungan pemetaan gen dengan sifat-sifat produksi.
Apabila hubungan itu dapat diketemukan dan hubungan itu cukup erat serta merupakan sifat khas dari seluruh populasi, maka dapat digunakan untuk seleksi sebagai indikator produktivitas. Salah satu cara untuk mengetahui adanya polimorfisme yaitu melalui metode PCR-RLFP. Metode ini diawali dengan amplifikasi DNA. Proses amplifikasi molekul DNA umumnya menggunakan teknik reaksi berantai polymerase atau PCR merupakan suatu perbanyakan molekul DNA dengan ukuran tertentu secara in vitro melalui mekanisme perubahan suhu (Sulandari dan Zein, 2003) dan memperbanyak fragment DNA yang diapit oleh pasangan primer. Proses PCR melibatkan sepasang primer dan membutuhka n kondisi yang tertentu (Innis dan Gelfand, 1990).
Hasil PCR selanjutnya didigesti dengan enzim restriksi. Metode lanjutan ini
10
disebut RLFP yang merupakan kondisi dimana beberapa lokasi kromosom
terdeteksi dalam ukuran dan jumlah restriction fragment yang berbeda (sering menunjukkan ada atau tidaknya restriction site). PCR-RLFP merupakan teknik perbanyakan suatu fragment DNA tertentu untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan restriction site pada suatu fragment DNA antar individu dalam suatu keluarga atau populasi (Griffiths et al., 2003) Metode PCR-RLFP digunakan untuk melihat polimorfisme dalam organisme yang menggunakan suatu enzim pemotong tertentu. Sifat enzim yang spesifik, maka enzim akan memotong situs tertentu yang dikenali oleh enzim ini. Proses ini menyebabkan terbentuknya fragment-fragment DNA yang berbeda ukurannya dari satu organisme ke organisme lainnya (Suryanto, 2003).
State of Art
Salah satu mapping gen T/C (thymine/cytosine) pada ekson kedua IGFBP-3 terdeteksi pada tiga bangsa (Chinese Simmental, Nanyang, dan Luxi Yellow).
Frekuensi alel sebesar 0,7237 (alel A) dan 0,2763 (alel B). Lokus IGFBP-3 menunjukkan adanya hubungan dengan dalam dada, lingkar dada pada umur 24 bulan dan 36 bulan. Ternak dengan genotip BB mempunyai dalam dada yang paling besar (24,86 ± 0,47 cm) pada umur 24 bulan dan (27,50 ± 0,63 cm) pada umur 36 bulan.
Lingkar dada paling besar untuk individu dengan genotip BB (171,33 ± 1,84 cm) diikuti dengan genotip AB (166,68 ± 1,13 cm) (P<0,05) dan genotip AA (127, 06 ± 1,50) pada umur 36 bulan (Gao et al., 2009).
Hasil penelitian Hartatik et al.(2010) tentang Mapping gen pada analis is
hubungan antara tipe alel dengan sifat pertumbuhan pada sapi PO diperoleh hasil
bahwa genotype CT gen mempunyai efek yang signifikan terhadap pertumbuha n
daging, dimana sapi yang memiliki genotype CT merupakan individu yang unggul
dalam pertumbuhan daging.
11
Tabel 2. Frekuensi genotype dan alel C/T pada pada Sapi
Bangsa Sapi
N Genotype Alel Sumber
CC CT TT C T
Bali Pesisir Aceh Limousine Simmental Grati Ongole Madura
47 133
41 22 18 43 114
49
0,00 0,05 0,00 0,41 0,77 0,16 0,43 0,23
0,00 0,30 0,00 0,45 0,23 0,35 0,50 0,22
1,00 0,65 1,00 0,14 0,00 0,49 0,07 0,55
0,00 0,20 0,00 0,64 0,89 0,34 0,74 0,44
1,00 0,80 1,00 0,36 0,11 0,66 0,26 0,56
Jakaria et al., 2009 Jakaria et al., 2007
Putra et al 2013 Jakaria et al., 2009 Jakaria et al., 2009 Maylinda, 2007 Hartatik et al., 2010 Hartatik et al., 2010
Road Map PenelitianBelum dilakukan
Pengembangan Sapi Krui sebagai Plasma Nutfah Asli
Lampung
Status Anatomi dan Fisiologis Karakteristik Morfologi Sudah dilakukan
Sudah dilakukan
Sudah dilakukan Komponen Karkas dan Daging
Sudah dilakukan Karakteristik Sifat Pertumbuhan
Belum dilakukan
Mapping Gen IGFBP-3 terhadap Pertumbuhan Daging pada Sapi Krui untuk
Meningkatkan Produksi Daging Ternak Lokal Plasma
Nutfah Unggulan Lampung
12
BAB 3. METODE PENELITIAN
Tahap 1. Pengumpulan Data dan pengambilan sampel darah
Pengumpulan data dilakukan di Kabupaten Pesisir Barat. Data yang digunakan adalah data 30 ekor sapi Krui yang meliputi: bobot lahir, bobot sapih dan bobot pertumbuhan setiap periode. Standarisasi data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan faktor koreksi jenis kelamin dan umur induk (Hardjosubroto, 1994).
Setelah data terkumpul dan standarisasi selesai, selanjutnya dilakukan pengambila n sampel darah terhadap 30 ekor sapi. Sampel dianalisis di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Universitas Lampung.
Tahap 2. Analisis Molekular DNA Analisis molekuler DNA meliputi:
a. Isolasi DNA
Isolasi DNA dari darah sapi menggunakan metode ekstraksi SDS-PK yang merupakan modifikasi dari metode Sambrook et al. (1989). Hasil isolasi di elektroforesis dan dilihat secara visual menggunakan sinar Ultraviolet (UV).
b. Amplifikasi DNA
Amplifikasi fragment DNA spesifikdengan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Hasil dilihat secara visual menggunakan sinar UV.
c. Deteksi Pemetaan gen dengan Metode PCR-RLFP
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polimorphism (PCR-RLFP) dilakukan pada target gen GH. Hasil dilihat secara visual dengan menggunakan UV trans-illuminator. Produk PCR yang dikenali oleh enzim tersebut maka akan terdapat tiga kemungkinan hasil digesti, yaitu: terbentuk dua pita menunjukkan genotip CC, tiga pita menunjukkan genotip CT, dan satu pita menunjukkan genotip TT, (Sun, et al., 2003; Maucilla et al., 1997; Choudhary, et al., 2004).
(Kumar et al., 2006)
13
Analisis Data
Perhitungan frekuensi alel
Frekuensi alel dan genotip dihitung dengan rumus sebagai berikut (Warwick et al., 1983):
Frekuensi alel A = ∑ lokus A/∑(lokus A+lokus B) Frekuensi alel B = ∑ lokus B/∑(lokus A+lokus B)
Frekuensi genotip AA = (∑genotip AA/∑individu dalam populasi)x100%
Frekuensi genotip AB = (∑genotip AB/∑individu dalam populasi)x100%
Frekuensi genotip BB = (∑genotip BB/∑individu dalam populasi)x100%
Bila hasil penghitungan frekuensi alel terbanyak dari gen IGFBP-3 yang ditemukan pada populasi sapi yang diteliti tidak melebihi 0,99 (Harris, 1994) maka gen IGFBP-3 tersebut dikategorikan polimorfik.
Mapping Gen IGFBP-3 terhadap sifat Pertumbuhan sapi Krui untuk meningkatkan
produksi daging ternak lokal
Pemetaan gen IGFBP-3 terhadap sifat pertumbuhan daging dihitung dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah (Completely Randomized Design One Way Classification) dengan mencari hubungan antara hasil polimorfisme gen IGFBP-3 terhadap data pertumbuhan, dengan model matematika sebagai berikut:
Yij = µ +
i+ e
ijKeterangan:
Yij = observasi
µ = rata-rata populasi
i
= efek perlakuan ke-i
e
ik= random error percobaan
14
Diagram Alir Metode Pelaksanaan Penelitian
Survey dan observasi di Kab.Pesisir Barat
Pengambilan data
Standarisasi data
Koleksi darah
Isolasi DNA Genome
Amplifikasi gen IGFBP-3
Mapping Gen IGFBP-3 terhadap Pertumbuhan Daging pada Sapi Krui
untuk Meningkatkan Produksi Daging Ternak Lokal dalam Upaya Pengembangan Plasma Nutfah Unggulan Lampung
Publikasi Jurnal
(Luaran yang dihasilkan adalah Jurnal ilmiah
Internasional : Advances Animal and Veterinary Science)
15
BAB 4. RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4. 1. Anggaran Biaya
No Uraian Jumlah (Rp)
1 Pengadaan alat dan bahan (maks 50%) 6.000.000,00 2 Biaya perjalanan penelitian (maks 40%) 4.000.000,00
3 ATK/ BHP (maks 20%) 2.000.000,00
4 Laporan/ Diseminasi/Publikasi (maks 20%)
3.000.000,00
Total 15.000.000,00
Rincian Biaya
No. Alat dan Bahan Jumlah Biaya/satuan (Rp)
Total (Rp)
1
Sekuensing produk PCR-RLFP 30 150.000,00 4.500.000,00
2
PCR kit 1 unit 500.000,00 500.000,00
3
Primer 1 unit 300.000.00 300.000,00
4 Vacutainer 1 unit 300.000,00 300.000,00
5
EDTA 1 unit 150.000,00 150.000,00
6
Falcon 50 ml 1 unit 250.000,00 250.000,00
Subtotal
6.000.000,00
No. Perjalanan Jumlah Biaya/satuan
(Rp)
Total (Rp)
1
Perjalanan ke Kab. Pesisir Barat
2
2.000.000,004.000.000,00
Subtotal 4.000.000,00
1 Kertas dan Tinta 1 Rim 150.000,00 150.000,00
2
NaCl 100 ml 100.000,00 100.000,00
3
Ethidium Bromide 10 ml,
PROM EGA
380.000,00 380.000,00
4
Buffer 1x TBE 100 gr 250.000,00 250.000,00
16
5
Loading Dye 1 ml 150.000,00 150.000,00
6
Buffer 10x TBE 1 unit,
PROM EGA
320.000,00 320.000,00
7
30% Acrylamid 2 unit 150.000,00 300.000,00
8
Temed 25 ml,
molecul ar bio,
SIAL
350.000,00 350.000,00
Subtotal 2.000.000,00
No. Jenis pengeluaran Jumlah Harga satuan Total
1 Pembuatan laporan 1 500.000,00 500.000,00
2 Biaya Seminar Nasional 1 1.000.000,00 1.000.000,00
3 Biaya Jurnal Nasional/
Internasional
1 1.500.000,00 1.500.000,00
Subtotal
3.000.000,00
4. 2. Jadwal Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan selama enam bulan, dengan rencana pelaksanaan kegiatan berdasarkan matriks berikut:
No Rincian Kegiatan Waktu pelaksanaan (bulan ke-)
1 2 3 4 5 6
1 Persiapan 2 Penelitian
Pra penelitian
Pelaksanaan penelitian
Analisis Laboratorium
3 Analisis data 4 Laporan
5 Publikasi Jurnal
(Jurnal ilmiahInternasional : Advances
Animal and Veterinary Science)17
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2017. Populasi sapi Pesisir Barat. Available at:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=
24&no=4. Accession date: 19/02/2020.
Bale, L.K., Conover, C.A., 1992. Regulation of Insulin- like Growth Factor Binding Protein-3 Messenger Ribonucleic Acid Expression by Insulin- like Growth Factor I. Endocrinology 131, 608–614.
Berg, J. M., J. L. Tymoczko, and L. Stryer. 2007. Biochemistry. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Bourne, Philip E., Helge Weissig. 2003. Structural Bioinformatics. Wiley-Liss, Inc., Hoboken, New Jersey.
Choudhary V. 2004. Molecular studies on leptin and insulin- like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3) genes in cattle. PhD thesis, Indian Veterinar y Researc Institute (Deemed University), Izatnagar, Bareilly,India.
Curi, R. A., H. N. Oliveira, A. C. Silveira, and C. R. Lopes. 2004. Effects of polymorphic microsatellites in the regulatory region of IGF1 and GHR on growth and carcass traits in beef cattle. J. Anim. Genet. 6: 58-62.
Gao, X., SHI, Ming-yan., XU Xiu-rong, LI Jun-ya., REN Hong-yan and XU Shang- zhong. 2009. Sequence Variations in the Bovine IGF-I and IGFBP-3 Genes and Their Association with Growth and Development Traits in Chinese Beef Cattle. Sciencedirect, Agricultural Sciences in China, 8 (6): 717-722
Griffiths, A. J. E., J. H. Miller, D. T. Suzuki, R. C. Lewontin, and W. M. Gilbart.
2003. An introduction to Genetic Analysis. 7
thed. W. H. Freeman and Company, USA.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di lapanagan. Grasindo, Jakarta.
______. 1998. Genetika Hewan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harris, H. 1994. Dasar-Dasar Genetika Biokemis Manusia. Edisi ketiga, dperbaharui penerjemah : dr. Abdul Salam M Sufro, Ph.D. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hartatik, T., Sumadi, H. Mulyadi, dan R. D. M. Sari. 2010. Pemanfaatan Teknologi DNA untuk Analisis Genetik Sapi Lokal. Laporan Hibah Laboratorium, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Innis, M. A and G. Gelfand. 1990. Optimazition of PCRs. In: PCR Protocols, A
Guide to methods and applications. Editors: M. A. Innis, D. H. Gelfand, J.
18
J. Sninsky, T. J. White. Academic Press, Inc. California. P. 3-12
Jakaria, D. D, R. R.Noor, H. Martojo. 2007. Evaluasi Keragaman Genetik Gen Hormon Pertumbuhan (GH) pada Sapi Pesisisr Sumatra Barat dengan Penciri PCR-RLFP. J. Indonesian Trop. Anim. Agric. 30(2):1-10.
Jakaria, D. D, R. R.Noor, H. Martojo, D. Duryadi and B. Tappa. 2009. Identifica t io n of Growth Hormone (GH) gene MSp1 and AluI loci polymorphism in beef cattle. Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural Univers it y.
Proceedings, the 1st International Seminar of Animal Industry, Bogor, Indonesia. November 23-24, 2009. P. 42-47.
Kuemmerle, J.F., Karnam S. Murthy, and Jennifer G. Bowers. 2004. IGFBP-3 activates TGF β-receptors and directly inhibits growth in human intestina l smooth muscle cells. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol 287: G795–
G802, 2004
Kumar, P., V. Choudhary., K. Ganesh Kumar., T.K.Bhattacharya., B.Bhusha n., Arjava Sharma., and A.Mishra. 2006. Nucleotide sequencing and DNA polymorphism studies on IGFBP-3 gene in sheep and its comparison with cattle and buffalo. Sciencedirect, Small Ruminant Research 64 : 285-292.
Lasley, J. F. 1978. Genetics of Livestock Improvement. 3rd ed. Prentice hall, Inc.
Englewood. Cliffs, New Jersey.
Maciulla J.H., Zhang H.M., DeNise S.K. (1997) A novel polymorphism in the bovine insulin-like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3) gene. Anim.
Genet., 28,375.
Maylinda, S. 2007. Marker Genetik Penentu Potensi Produksi Susu Pada Sapi Perah
Impor dan Lokal di Grati Pasuruan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
19
Noor, R. R. 2000. Genetika Ternak. Cetakan Kedua. Penebar Swadaya, Jakarta.
O’Neil D, 2005. Molecular Level of Genetics. Behavioral Sciences Department, Palomar College, San Marcos, California. Available at:
http://anthro.palomar.edu/biobasis/bio_5.htm.
Prawira, H. 2015. Potensi pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol. 3(4): 250-255.
Putra W., T. Hartatik and Sumadi. 2014. Growth Hormone Gene Genotyping by MSp1 Restriction Enzyme and PCR-RLFP Methods in Aceh Cattle Breed at Indrapuri District of Aceh Province. Biodiversitas. UNS, Surakarta.
Sambrook J., E. F. Fritsch, and T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning, A Laboratory manual. Cold Spring Harbour Laboratory Press: Cold Spring Harbour, USA.
Seo D S, Yun J S, KangW J, Jeon G J, Hong K C, Ko Y. 2001. Association of insulin-like growth hormone (IGF-I) gene polymorphism with serum IGF- I concentration and body weight in Korean native Ogol chicken. Asian- Australian Journal of Animal Sciences, 14, 915-921.
Smith-Keary, P. 1991. Molecular Genetics. The Macmillan Press, Ltd. London, UK.
Soeharsono, 2008. Laktasi. Produksi dan Peranan Air Susu Bagi Kehidupan Manusia. Widya, Padjadjaran
Sulandari, S. dan M. S dan Soeradji. 1990. Peternakan Umum. CV Yasaguna, Jakarta.
Sulandari, S. dan M. S. A. Zein. 2003. Panduan Praktis Laboratorium DNA. Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi- LIPI, Cibinong.
Sun, W., H. Chen., X. Lei., C., Lei., R. Li., L., Zan., S. Hu. 2003. Polymorphisms of Insulin- like Growth Factor Binding Protein 3 Gene and Its Associations with Several Carcass Traits in Qinchuan Cattle. Hereditas. Vol. 25 Issue 5, p511- 516. 6 p.
Suryanto, D. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui Beberapa Teknik Genetika Molekular. USU Digital Library. Available at:
http://library.usu.ac.id/download/fmipa/biologi-dwis.pdf
20