• Tidak ada hasil yang ditemukan

Turnitin HAKI Kritik Hadis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Turnitin HAKI Kritik Hadis"

Copied!
680
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI DAN PEMIKIRAN KE”AGAMAAN”

DI MASYARAKAT

(2)
(3)

Pengantar

Prof. Dr. Ris’an Rusli, MA

TRADISI DAN PEMIKIRAN KE”AGAMAAN”

DI MASYARAKAT

Editor:

Sulaiman M. Nur, MA

Lili Kaina, M.Ag

(4)

TRADISI DAN PEMIKIRAN KE”AGAMAAN” DI MASYARAKAT

©2022, Prof. Dr. Ris’an Rusli, dkk.

Cetakan Pertama, Oktober 2022 ISBN:

xii + 668 hlm, 14,5 x 20,5 cm

Penulis : Ris’an Rusli, Sulaiman M. Nur, Lili Kaina, Muhammad Saripudin, Suraiga, Safri Solahuddin, Siti Afidhayanti, Ana Sundari, Fauziah Kamalia, Feby Lestari Safitri, Jeli Rahma Wati, Ma’azzah Chusairi, Fuji purwati, Nilawati, Bayu Pamungkas, Agung Saputra, Zulhelmi, Agung Saputra, Arahdita Handayani Putri, Geven Magenda, Jeri Saputra, Novita Aprilia, Putri Arni, Rizki Amalia, Silvi Anggraini, Wulan Maharani, Yunita, Eza Aziz Al Aina, Vingki Tasalia, Klara Gitadara, Rita Suartika, Fauziah nuraini, Izmawati, Latifah, Malikhatul Kamalia, Nova Andrianop, Putri Rizki Utami, Reni Karlina, Muhammad Ridwan, Jibril Muhammad Nursela, Seraga Santri, Mita Yuliana, Arjuna, Riska Mailinda, Andika Putra, Melinda Julia Nisrin, Apliah, Ferliana Indah Safitri, Aldekum Fatih Rajih, Pathur Rahman, John Supriyanto, Dra. Anisatul Mardiah, Alfi Julizun Azwar, Uswatun Hasanah, Almunadi, Adriansyah, Mugiyono, Sofia Hayati, Nur fitriyana, Wijayah, Murtiningsih, M. Naupal, Jamhari, Ahmad Soleh Sakni, Apriyanti, Yen Fikri Rani, Rahmat Hidayat, Syefriyeni, Yulian Rama Prihandiki, Idrus Alkaf, Halimahtussadiyah, Erika Septiana, Anggi Wahyu Ari, Hedhri Nadhiran, Deddy Ilyas, Kamaruddin, Sulaiman, Lukman Nul Hakim, dkk.

Editor : Sulaiman M. Nur, MA Lili Kaina, M.Ag Tata Letak Isi : Zam Zam Iskandar Desain Sampul : Rasyid Hidayat Bekerjasama

dengan

: Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang Diterbitkan oleh:

Fushpi Press

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah Palembang

Jl. Prof. Zainal Abidin Fikry No. 1 Palembang Email: fushpi_uin@radenfatah.ac.id

(5)

STRUKTURALISASI KEPANITIAAN BUKU

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Ris’an Rusli, MA Pengarah : 1. Dr. Pathur Rahman, M.Ag

2. John Supriyanto, MA

3. Dra. Anisatul Mardiah, M.Ag, Ph.D

Ketua : Sulaiman M. Nur, MA

Sekretaris : Lili Kaina, M. Ag

Anggota : 1. Dr. Lukman Nul Hakim, MA 2. Dr. Halimatussa’diyah, M.Ag 3. Almunadi, MA

4. Herwansyah, MA 5. Jamhari, M.Fil,I

6. Ahmad Soleh Sakni, Lc., MA 7. Dr. Apriyanti, M.Ag

8. Rahmat Hidayat, Lc., M.Phil 9. Adriansyah NZ, MA 10. Nugroho, M.S.I

11. Sofia Hayati,S.Th.I.M.Ag 12. Deddy Ilyas, M.Us

(6)

PENGANTAR EDITOR

Alhamdulillahi rabbi al-‘alamin, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Dengan berkah, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, kita masih diberi limpahan kesehatan untuk senantiasa menjalankan aktivitas, menapaki jalan kehidupan dengan –salah satunya– mencurahkan ide pemikiran dengan menuliskan tinta demi menghasilkan sebuah karya, yang tentunya semua itu hanya untuk mengharapkan ridha-Nya. Di antara sekian banyak karunia-Nya adalah tertuang pada selesainya buku ini yang tidak mungkin terlepas dari kata kekurangan. Buku ini merupakan kajian antologi para mahasiswa dengan dibimbing para dosen yang kredibel di bidangnya tentang tradisi, pemikiran keagamaan, dimasyarakat.

Buku yang sedang anda baca ini merupakan karya mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam yang mengulas berbagai problem yang ada berkaitan dengan agama dan masyarakat. Saat ini, mahasiswa yang ikut peran dalam menyumbang tulisan dalam buku ini adalah mahasiswa dari prodi Aqidah dan Filsafat Islam, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Ilmu Hadis, dan prodi Studi Agama-Agama, UIN Raden Fatah Palembang. Sebagai gambaran umum, uraian dalam buku ini mencakup tiga bab pemabahasan tentang suatu permasalahan. Bab satu, mengulas tentang fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat. Bab dua, membahas berbagai tradisi yang telah mengakar di tengah masyarakat, dan terakhir bab tiga, menjelaskan tentang beberapa problem keagamaan.

Lebih dari itu, selesainya buku ini tidak terlepas dari intervensi banyak pihak. Oleh karena itu, jajaran Laboratorium Terpadu Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam selaku editor, mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada seluruh pihak yang turut serta menjadi bagian dari selesainya buku ini meskipun tidak disebutkan di sini. Akhir kata, selamat menikmati buku

(7)

yang pastinya jauh dari kata sempurna. Dalam waktu yang cukup singkat, kesempurnaan bukanlah sesuatu yang dicari oleh para mahasiswa dalam menulis karyanya. Yang terpenting, temukan dan nikmatilah semangat yang ada dari masing-masing tulisan dan penulisnya. Bersamaan dengan itu, editor juga mengharapkan permohonan maaf atas kekurangan itu semua. Selamat membaca, semoga bermanfaat.

(8)

PENGANTAR DEKAN

Alhamdulillah, setelah melalui proses diskusi, Laboratorium Terpadu Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah Palembang, akhirnya berhasil menyempurnakan buku antologi mahasiswa dengan judul

“Tradisi Dan Pemikiran Ke”Agamaan” Di Masyarakat”. Penyusunan buku ini dilatar belakangi oleh suatu kenyataan bahwa menulis karya ilmiah sebenarnya tidak hanya terkhusus bagi para dosen dalam perguruan tinggi, akan tetapi juga bagi para mahasiswa yang memiliki kemauan dan kemampuan dalam bidang literasi. Terbitnya buku ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para mahasiswa lainnya untuk ikut serta menorehkan sebuah karya brilian tentang suatu problem tertentu yang belum pernah terekspos di ranah publik.

Selain itu pada kesempatan ini, saya menyambut gembira atas kerja keras dan keseriusan para penulis hingga buku ini dapat diterbitkan. Mudah-mudahan buku ini akan menambah khazanah keilmuan dan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para pembaca, khususnya mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Radeh Fatah Palembang. Akhirnya, saya ucapkan banyak terima kasih kepada para penulis yakni mahasiswa, juga dosen pembimbing, editor, dan semua pihak yang turut membantu terselesainya buku ini. Semoga amalnya diterima Allah sebagai amal jariyah dan buku ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Palembang, September 2022

Prof. Dr. Ris’an Rusli, MA

(9)

DAFTAR ISI

Strukturalisasi Kepanitiaan Buku ... v

Pengantar Editor ... vi

Pengantar Dekan ... viii

Daftar Isi ... ix

TRADISI DAN AMALIYAH KE”AGAMA”AN ... 1

• BAGIAN SATU Tradisi Miton dalam Perspektif Hadis... 2

• BAGIAN DUA Tradisi Rumpak-Rumpak di Era Milenial: Studi Bibliografi ... 23

• BAGIAN TIGA Kepercayaan Masyarakat Terhadap Paranormal di Desa Nusa Makmur Kecamatan Air Kumbang ... 31

• BAGIAN EMPAT Tradisi Ketupat dan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Sembilan Puyang (Studi Kasus di Desa Jambu Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim) ... 44

• BAGIAN LIMA “Rajah” dalam Kepercayaan Masyarakat Desa Gunung Mas Kecamatan Belitang Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur ... 58

• BAGIAN ENAM Nilai Estetika dalam Tarian Tradisional Sedulang Setudung di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin ... 69

• BAGIAN TUJUH Pemikiran John Locke Tentang Epistemologi Pengetahuan dan Korelasinyadengan Teknologi Era Society 5.0 ... 89

(10)

• BAGIAN DELAPAN

Fenomenologi Pernikahan se-kufu pada Masyarakat Palembang Komunitas `Alawiyyin dalam Perspektif

Surah Al-Hujarat: 13 ... 108

FENOMENA KE”AGAMA”AN DI MASYARAKAT ... 123

• BAGIAN SATU

Hadis Tentang Perintah Shalat Terhadap Anak Berumur 7 Tahun dan 10 Tahun ... 124

• BAGIAN DUA

“Pakaian Bergambar Saat Sholat” dalam Perspektif Hadis”

(Kajian Ma’anil Hadis dalam Kitab Shahih Bukhari)... 141

• BAGIAN TIGA

Sistem Pengobatan Melalui Media Handphone (Studi Kasus pada Masyarakat Desa Lebung Gajah

Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir) ... 161

• BAGIAN EMPAT

Tanah Yang dijanjikan Tuhan dalam Perspektif Ajaran Paulus

Berdasarkan Galatia 3: 16 ... 175

• BAGIAN LIMA

Fenomena Peningkatan Nilai Religiusitas Mahasiswa Pasca Perkaderan Darul Arqam Dasar Ikatan Mahasiswa

Muhammadiyyah (IMM) Komisariat Fakultas Agama Islam

di Universitas Muhammadiyah Palembang ... 185

• BAGIAN ENAM

Fenomena K-Pop Dikalangan Siswa SMP Negeri 1 Merapi Barat Kabupaten Lahat ... 213

• BAGIAN TUJUH

Makna Wayang dalam Etika Jawa Menurut Perspektif

Franz Magnis Suseno ... 231

• BAGIAN DELAPAN

Konsep Hijab Menurut Murthada Muthahari: Analisis Filosofis .... 248

(11)

• BAGIAN SEMBILAN

Dampak Penggunaan Aplikasi Tiktok Terhadap Akhlak Remaja Kepada Orang Tua di Desa Tanjung Serang Kecamatan Kayuagung Kabupaten OKI ... 267

• BAGIAN SEPULUH

Ngalap Berkah pada Makanan Atau Minuman Sisa Kiai dalam Tinjauan Etika Islam di Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir Sumatera Selatan ... 288

• BAGIAN SEBELAS

Dampak Game Higgs Domino Terhadap Etika Remaja

di Desa Serikembang I Kec. Payaraman ... 303

• BAGIAN DUA BELAS

Pemahaman Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah

Palembang Terhadap Makna Ikhtilath (Studi Living Qur’an) ... 323

• BAGIAN TIGA BELAS

Penafsiran Ayat-Ayat Reproduksi Manusia dalam Tafsir Al-Misbah dan Relevansinya dengan Sains ... 349

• BAGIAN EMPAT BELAS

Kepengelolaan Harta Donasi Anak Yatim (Studi Living Qur’an An-Nisa Ayat 2 di Panti Asuhan Mahabbatul Ummi Palembang) .. 371

• BAGIAN LIMA BELAS

Kemudahan Memperoleh Rezeki Allah (Studi Living Qur’an

pada Komunitas Pedagang Sulit Air Sepakat (SAS) Palembang) ... 388

PEMIKIRAN KE”AGAMA”AN DI MASYARAKAT ... 405

• BAGIAN SATU

Batasan Berpakaian Perempuan dalam Perspektif Agama Kristen (Kitab I Korintus Dalam Bible) ... 406

• BAGIAN DUA

Etika Kepemimpinan dalam Kitab Tibr Masbuk Fi Nashihat

Al-Mulkkarya Imam Al-Ghazali ... 425

(12)

• BAGIAN TIGA

Konsep Kebebasan Manusia dalam Pandangan Karl Jaspers... 442

• BAGIAN EMPAT

Pandangan Jamaah Tabligh Terhadap Khuruj Fi Sabilillah dan Relevansinya Terhadap Ajaran Agama Islam di Kelurahan

Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin ... 461

• BAGIAN LIMA

Pencegahan Penularan Covid-19 dalam Perspektif Al-Qur’an

(Kajian Sosio-Historis) ... 479

• BAGIAN ENAM

Haid Dalam Al-Qur’an (Studi Tafsir Tahlili Terhadap Ayat

Kesehatan Perempuan QS. Al-Baqarah 222 ) ... 509

• BAGIAN TUJUH

Referensi Al-Qur’an Terhadap Praktik Sebambangan

Desa Lekis Rejo ... 532

• BAGIAN DELAPAN

Tumbuhan Obat Menurut Perspektif Al-Qur’an dan Sains ... 554

• BAGIAN SEMBILAN

Kewajiban dan Hak Istri Sebagai Wanita Karir dalam

Perspektif Tafsir Al-Misbah... 572

• BAGIAN SEPULUH

Makna Qana’ah dan Implementasinya di Masa Kini

(Kajian Tafsir Tahlili QS. Al-Hajj [22]: 36) ... 588

• BAGIAN SEBELAS

Konsep Pemborosan Dalam Prespektif Al-Qur’an

(Studi Terhadap Tafsir Al-Munir Karya Wahbah Zuhaili) ... 607

• BAGIAN DUA BELAS

Jodoh dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Tahlil QS. An-Nur Ayat 26) . 627

• BAGIAN TIGA BELAS

Nasionalisame Hamka (Studi Analisis Tafsir Al-Azhar

Karya Hamka Tentang Cinta Tanah Air dan Bela Negara) ... 645

(13)

TRADISI DAN AMALIYAH

KE”AGAMA”AN

(14)

BAGIAN SATU

Tradisi Miton dalam Perspektif Hadis

Muhamad Saripudin Hidayattulloh, Alfi Julizun Azwar Sulaiman Mohammad Nur

Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Abstrak

Artikel ini yang berjudul Tradisi Miton Dalam Perspektif Living Hadis Di Desa Sukamulya Kecamatan Lempuing Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Tradisi Miton merupakan suatu tradisi yang dilakukan pada saat kehamilan anak pertama dimana pada saat usia kandungannya genap berusia tujuh bulan.

Tujuan dari tradisi miton sendiri itu yaitu mendoakan supaya jabang bayi yang sedang dikandung dan juga ibu yang sedang mengandung supaya mendapat kesehatan dan juga kelancaran sampai waktu melahirkan kelak. Jenis peneilitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research). Jenis data dalam penelitian ini ada dua macam,yaitu data primer dan data skunder. Data primer pada penelitian ini merupakan data utama yaitu masyarakat Desa Sukamulya, yang meliputi kepala desa, tokoh adat desa, tokoh Agama dan masyarakat Desa Sukamulya. Sedangkan data skundernya sendiri diambil dari literatur dan dokumen Desa Sukamulya yang ada kaitannya dengan penelitian ini seperti buku-buku, jurnal, dan skripsi.

Dari hasil analisis penulis, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Sukamulya Kecamatan Lempuing Kabupaten Ogan Komering Ilir ini bahwa ternyata masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui dan memahami akan hadis penciptaan manusia. Untuk perayaan tradisi miton di Desa Sukamulya Kecamatan Lempuing Kabupaten Ogan Komering ilir sendiri sampai saat ini masih ada dan masih dirayakan oleh masyarakat setempat.

Kata Kunci: Tradisi, Miton, Pandangan Hadis

(15)

Pendahuluan

Al-’Qur’an dan hadis adalah pedoman hidup dan sumber ajaran Islam, antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Al-’Qur’an sebagai sumber yang memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global, yang perlu dijelaskan lebih lanjut dan terperinci. Disinilah hadis menempati posisinya sebagai penjelas Al-’Qur’an.1 Dalam hukum Islam yang menjadi pedoman setelah Al-

’Qur’an yakni hadis. Hadis bagi umat Islam sebagai suatu yang paling penting karena di dalamnya terungkap berbagai tradisi yang berkembang pada masa Rasulullah Saw.

Tradisi miton atau tingkeban sering dikenal oleh masyarakat sebagai upacara bagi ibu hamil yang dimana usia kandungannya tersebut genap berusia tujuh bulan2 maksud dari tradisi ini agar ibu hamil tersebut dan bayi di dalam kandungannya akan lahir dengan selamat. Tradisi tujuh bulan atau miton ini meminta keselamatan untuk si jabang bayi dan ibunya, tujuannya agar anak yang dikandung terlahir selamat. Tradisi miton ini merupakan warisan nenek moyang yang menyimpan makna dan sejarah di dalamnya terdapat macam-macam do’a untuk keselamatan bayi dan ibu yang mengandungnya, dalam tradisi Jawa saat calon ibu genap berusia tujuh bulan salah satunya tradisi miton yang dirayakan di Desa Sukamulya3. Adapun perayaan tradisi tersebut pada setiap daerah itu berbeda, hal ini disebabkan oleh pengaruh budaya dari luar daerah yang satu dengan daerah lainnya berbeda.

Pelaksanaan tradisi miton ada yang berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam namun kebiasaan terhadap penyelenggaraan tradisi tersebut bukan berdasarkan pada ketentuan ajaran Islam, walaupun Islam tidak ada larangan terhadap tradisi miton.

Hal ini dijelaskan dalam terjemah hadis Arba’in An-Nawawi mengenai tentang penciptaan manusia.

ُدْب َع َلا َق ٍب ْهَو ِنْب ِدْيَز ْنَع ِش َمْع َ ْ

لا ْن َع ِصَو ْح َ ْ لا وُب َ

أ اَنَث َّد َح ِعيِبَّرلا ُنْب ُن َس َح ْلا اَنَث َّد َح ْم ُك َد َح َ

أ َّن ِإ َلا َق ُقو ُدْصَ ْلا ُق ِداَّصلا َوُهَو َمَّل َسَو ِهْيَلَع ُ َّالل ىَّلَص ِ َّالل ُلو ُسَر اَنَثَّدَح ِهَّللا َلْث ِم ًةَغْضُم ُنوُكَي َّمُث َكِلَذ َلْثِم ًةَقَلَع ُنوُكَي َّمُث اًمْوَي َنيِعَبْرَأ ِهِّمُأ ِنْطَب يِف ُهُقْلَخ ُعَمْجُي

1 Idri, Studi Hadis, Jakarta, Kencana, Cet. Ke-1, 2010, hlm. 24

2 Mohdi Abdul Manaf, Buku Pintar Doa dari Kelahiran Hingga Kematian, Semarang, Walisongo Publishing, 2002. h.9

3 Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2013, h. 79-80

(16)

ٌّي ِق َشَو ُهَلَجَأَو ُهَقْزِرَو ُهَلَمَع ْبُتْكا ُهَل ُلاَقُيَو ٍتاَمِلَك ِعَبْر َ

أِب ُر َم ْؤُيَف اًكَلَم ُ َّالل ُثَعْبَي َّمُث َكِلَذ َّلِإ ِةَّن َج لا َنْيَب َو ُهَنْيَب ُنو ُكَي ا َم ى َّت َح ُل َمْعَي ْ َ

ل ْم ُكْن ِم َل ُجَّرلا َّنِإ َف ُحوُّرلا ِهيِف ُخَفْنُي َّمُث ٌديِع َس ْوَأ ِراَّنلا َنْيَبَو ُهَنْيَب ُنوُكَي اَم ىَّتَح ُلَمْعَيَو ِراَّنلا ِلْهَأ ِلَمَعِب ُلَمْعَيَف ُهُباَتِك ِهْيَلَع ُقِب ْسَيَف ٌعاَرِذ )يراخبلا حيحص(

4

ِةَّن َج ْلا ِلْهَأ ِلَمَعِب ُلَمْعَيَف ُباَتِكْلا ِهْيَلَع ُقِب ْسَيَف ٌعاَرِذ َّلِإ

“Telah bercerita kepada kami Al-Hasan bin AR-Rabi’ telah bercerita kepada kami Abu Al-Ahwash dari Al-A’masy dari Zaid bin Wahb berkata ‘Abdullah telah bercerita kepada kami Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam, dia adalah orang yang jujur lagi dibenarkan, bersabda: “Sesungguhnya setiap orang dari kalian dikumpulkan dalam penciptaannya ketika berada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi ‘alaqah (zigot) selama itu pula kemudian menjadi mudlghah (segumpal daging), selama itu pula kemudian Allah mengirim malaikat yang diperintahkan empat ketetapan dan dikatakan kepadanya, tulislah amalnya, rezekinya, ajalnya dan sengsara dan bahagianya lalu ditiupkan ruh kepadanya.

Dan sungguh seseorang dari kalian akan ada yang beramal hingga dirinya berada dekat dengan surga kecuali sejengkal saja lalu dia didahului oleh catatan (ketetapan taqdir) hingga dia beramal dengan amalan penghuni neraka dan ada juga seseorang yang beramal hingga dirinya berada dekat dengan neraka kecuali sejengkal saja lalu dia didahului oleh catatan (ketetapan taqdir) hingga dia beramal dengan amalan penghuni surga”. (HR. Shahih Bukhari)

Hadis di atas menjelaskan tentang bagaimana proses penciptaan manusia itu terjadi. Dimana ketika manusia muncul atau ada di dunia ini memerlukan waktu 120 hari dalam 120 hari tersebut janin mengalami 3 fase perkembangan.

Fase pertama: 40 (empat puluh) hari pertama janin masih berbentuk nutfah (sperma) belum menjadi apa-apa, fase ke-2: 40 (empat puluh) hari selanjutnya lalu berbentuk alaqah (gumpalan darah), fase ke-3: 40 (empat puluh) berikutnya kemudian berbentu mudghah (segumpal daging). Setelah ke-3 fase

4 Hadis Soft, Kitab Permulaan Penciptaan Makhuk, Bab Penjelasan Tentang malaikat, No. 2969

(17)

perkembangan tersebut selesai barulah Allah Swt memerintahkan malaikat Jibril untuk meniupkan ruh ke dalam rahim sang ibu (janin) dan menuliskan 4 perkara yang telah ditentukan, yakni : rezeki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagianya5.

Melihat dari fenomena di atas menarik unntuk mengungkap pemahaman di masyarakat Desa Sukamulya mengenai hadis penciptaan manusia, penelitian ini juga mengobservasikan bagaimana perayaan tradisi miton tersebut di rayakan di Desa Sukamulya. Dalam penelitian ini penulis menyodorkan pertanyaan sebagai acuan penelitian, di antaranya: apakah bapak atau ibu pernah mendengar proses penciptaan manusia dari 40 hari segumpal mani, 40 hari segumpal darah, 40 hari segumpal daging? Dan bagaimana pelaksanaan tradisi miton di Desa Sukamulya?

Pembahasan Hasil

Tradisi dan Budaya di Indonesia

Tradisi berakar dari kata tradition (trodee) yang memiliki arti menyerahkan, menuruskan ataupun turun-temurun.6 Tradisi juga dapat kita pahami sebagai suatu yang turun-temurun dari nenek moyang.7 Tradisi adalah benda meterial ataupun konsep yang berasal dari masa lalu tetapi benar-benar masih ada hingga saat ini, belum dihancurkan, dibuang, ataupun dilupakan. Tradisi dapat menjadi nilai, norma yang diyakini diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya.8 Adapun pengertian tradisi menurut beberapa ahli, yaitu:

5 https://hadispedia-id.cdn.ampproject.org/v/s/hadispedia.id/hadis-tahapan- penciptaan-manusia-dan-amalan-terakhirnya. Diakses pada tanggal 03-November-2021 Pukul 21.52 Wib

6 P.M. Laksono, Tradisi Dalam Struktur Masyarakat Jawa Kerajaan dan Pedesaan, Yogyakarta, Keppel Press, 2009, hlm. 9

7 W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, PN Balai Pustaka, 1985, hlm. 1088 8 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif klasik, modern, Posmodern,

dan Poskolonial, Jakarta, PT. Raja Gravindo Persada, 2012, hlm. 313

(18)

a. Hasan Hanafi, “Tradisi atau turats adalah warisan masa lalu yang masuk pada kita dan masuk ke dalam kebudayaan yang sampai sekarang masih berlaku hingga saat ini.9

b. Piotr Sztompka, “Tradisi adalah kesamaan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lampau tetapi masih ada sampai saat ini dan juga belum dihancurka atau warisan yang benar ataupun warisan masa lalu.”10 c. WJS Poerwadaminto, “Tradisi sebagai segala yang menyangkut kehidupan

masyarakat secara berkesinambungan, misalnya adat istiadat, budaya, bahkan kepercayaan.”11

d. Cannadine, “Tradisi ialah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat zaman dulu yang dijaga dan dilestarikan namun dipengaruhi oleh budaya luar karena adanya modernisasi.”

Sedangkan “Budaya” berasal dari Bahasa Sansekerta “Buddhayah”, yakni bentuk jamak dari “Budhi” (akal). Jadi, budaya adalah suatu hal yang bersangkutan dengan akal. Selain itu juga budaya berarti “budi dan daya” ataupun daya dari budi. Jadi budaya ialah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.12 Dalam bahasa Inggris kebudayaan ialah “culture”, berasal dari kata latin “cultura” bebagai kata benda dan kata kerja (colere dan colo). Kata itu sendiri mempunyai arti mengolah tanah atau bercocok tanam atau bertani. Adapun pengertian budaya atau kebudayaan menurut beberapa para ahli sebagai berikut:

a. Herkovits, “Kebudayaan yaitu bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia”.13

9 Moh. Nur Hakim, IslamTradisi dan Rerofasi Pragmatisme Agama dalam Pemikiran Hasan Hanafi, Malang, Bayu Media Publishing, 2003, hlm. 29

10 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta, Prenada Media Grup, 2007, h. 69

11 Ainun Rofiq, Tradisi Slametan Jawa Dalam Persfektif pendidikan Islam, Attaqwa, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Vol 15, No 2, September 2019, hlm. 96

12 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Berbagai Problem Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000, hlm. 16

13 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Rineka Cipta, 2012, hlm.

144

(19)

b. Beals, “Budaya merupakan satu set cara berpikir dan bertindak yang dipelajari yang mencirikan pengambilan keputusan ataupun sebagai kelompok manusia.

Terhadap lima komponen sistem budaya yang bersangkutan, tradisi budaya yang ditempuh secara kolektif dan aktivitas atau perilaku”.

c. M. Harris, “Budaya ialah gaya hidup yang dipelajari oleh seseorang dalam perasaan, cara berfikir, dan tindakan yang terpola dan juga dilakukan secara berulang-ulang”.14

d. E.B. Tylor “Dalam bukunya Primitive Culture mengatakan, kebudayaan ialah suatu yang kompleks yang mengandung pengetahuan, kesenian, moral, adat-istiadat, hukum, kepercayaan, dan kebiasaan manusia sebagai anggota masyarakat.15

e. Geertz, “Budaya ialah pola pemaknaan yang terwujud dalam suatu bentuk simbolis yang ditransmisikan dengan cara berkomunikasi, mengabadikan, dan juga mengembangkan pengetahuannya mengenai sikap terhadap hidup.16

Jadi jika dilihat dari beberapa pemahaman di atas mengenai sebuah tradisi dan budaya, penulis dapat menyimpulkan bahwa tradisi yakni sesuatu yang sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh orang yang jauh sebelum zamannya kita (nenek oyang) secara turun-temurun kemudian diwariskan melalui zaman ke zaman itu sendiri dan juga dilestarikan. Sehingga sampai saat ini tradisi tersebut masih ada misalnya seperti tradisi Neloni, Ngapati, Miton atau Tingkeban. Yang mana di dalam tradisi tersebut memiliki nilai, norma, dan hukum yang saling berkaitan. Sedangkan budaya merupakan suatu tatanan pengetahuan, pengalaman, nilai, sikap, kepercayaan, makna, Agama, peranan hubungan ruang, waktu, objek-objek materi dan juga milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui

14 Stanley J. Baran, Pengantar Komunikasi Masa Melek Media dan Budaya, tej. S.

Rouli manalu, Jakarta, Erlangga, 2012, hlm. 9

15 Beni Ahmad Saebani, Pengantar Antropologi, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012, hlm. 45

16 Stanley J. Baran, Pengantar Komunikasi Masa Melek Media dan Budaya..., hlm. 12

(20)

usaha individu maupun kelompok. Sedangkan budaya dapat disimpulkan bahwa budaya itu merupakan suatu tatanan pengetahuan, pengalaman, nilai, sikap, kepercayaan, makna, Agama, peranan hubungan ruang, waktu, objek- objek materi dan juga milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu maupun kelompok.

Tradisi-Tradisi di Jawa

Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang diikat oleh norma-norma kehidupan, baik itu karena sejarah tradisi ataupun Agama. Masyarakat Jawa atau tepatnya suku Jawa, menurut antropologi budaya ialah orang yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai dialeknya secara turun-temurun.17 Masyarakat Jawa tentunya tidak terlepas dengan tradisi lingkungan sekitar. Sebagian dari mereka percaya bahwa tradisi yang mereka lestarikan sampai saat ini memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan mereka.18 Bagi orang Jawa, dunia mengandung simbolisme, dari simbol-simbol inilah seseorang merenungkan kondisi manusia dan berkomunikasi dengan Tuhan. Seperti tertulis dalam serat Centhini, “Jika engkau ingin menembus realitas, masuklah ke dalam simbol”.19 Di Jawa sendiri banyak sekali tradisi- tradisi yang bisa dijumpai antara lain:

1. Tradisi Ruwahan

Tradisi ruwahan ini biasanya dikenal dengan istilah Nyadran. Nyadran ialah tradisi Hindhu-Buddha. Kemudian, pada abad ke-15, Wali Songo menggabungkan tradisi tersebut dalam dakwahnya supaya Agama Islam mudah diterima oleh masyarakat. Para wali mencoba meluruskan kepercayaan masyarakat Jawa yang pada waktu itu memuja roh. Menurut Agama Islam, hal yang seperti itu dinilai musyrik. Agar tidak berbenturan dengan tradisi Jawa pada saat itu, maka para

17 Ismawati, Budaya dan Kepercayaan Jawa Masa Pra-Islam, dalam Dorori Amin edisi Islam dan Budaya Jawa, Yogyakarta, Gama Media, 2000, hlm. 3-4

18 Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta, Gama Media, 2002, hlm.

66-68

19 Andrew Beatty, Variasi Agama di Jawa, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hlm.

222

(21)

wali tidak menghapuskan tradisi tersebut. Pada saat itu wali mengisi kegiatan nyadran sesuai dengan ajaran Agama Islam, yaitu dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, tahlil, dan do’a.20

2. Tradisi Sekaten

Tradisi sekaten ini dirayakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Sekaten berasal dari kata “sekati”.Sekati ialah seperangkat gangsa (gamelan) yang diyakini berasal dari Majapahit yang kemudian dimiliki oleh Kerajaan Demak dan dibunyikan selama pelaksanaan sekaten. Pendapat lain mangatakan sekaten berasal dari kata “syahadatain” yang merupakan kalimat untuk menyatakan memeluk Islam.21

3. Tradisi Miton

Miton berasal dari kata “pitu” yang artinya dalam bahasa Jawa yaitu tujuh”. Kata “pitu” disini mengandung do’a dan harapan, semoga kehamilan ini mendapatkan pitulungan atau pertolongan dari Allah Swt, supaya jabang bayi ataupun calon ibu yang mengandung tetap diberikan kesehatan dan juga keselamatan. Miton juga sering dikenal dengan tingkeban, karena acara, perayaan, ataupun pelaksanaan ini berasal dari kisah seorang suami istri yang bernama Ki Sedya dan Ni Satingkeb, yang menjalankan laku prihatin (brata) sampai permohonannya dikabulkan oleh yang Maha Kuasa. Laku prihatin tersebut sampai saat ini dilestarikan menjadi acara atau slametanmiton atau tingkeban”.22

20 Gesta Bayuadhy, Tradisi-Tadisi Adiluhung Para Leluhur Jawa, Cet. Ke-1, Yogyakarta, Dipta, 2015, hlm. 97-98

21 Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Tapas Tandha Yekti, Syiar Islam melalui Sekaten. Wibsite Resmi Http://www.kratonjogja.id, diakses pada tanggal 27 November 2021

22 Sutrisno Sastro Utomo, Upacara Daur Hidup Adat Jawa, Semarang, Effhar Offset, 2005, hlm. 5-7

(22)

Tradisi-Tradisi di Sumatera

Di Sumatera sendiri terdapat banyak sekali peninggalan kebudayaan yang beraneka ragam bentuknya. Ada yang berbentuk nyata misalnya, seni, peninggalan-peninggalan sejarah berupa candi, arca dan masih banyak yang lainnya. Bahkan ada pula yang berbentuk kepercayaan terhadap sesuatu misalnya benda-benda mati, makhluk hidup dan upacara-upacara adat istiadat.

Berikut upacara, adat istiadat, atau tradisi yang ada di Sumatera:

1. Tradisi Hombo Batu (Nias Selatan, Sumatera Utara)

Kata hombo batu terdiri dari dua Suku kata dalam bahasa Nias, kata hombo yaitu kata yang tidak dapat berdiri sendiri apabila tidak ada kata imbuhan misalnya (hoboi, fahombo, atau humobo) berarti melompat.23 Makna kata hombo hakikatnya masih terdapat berbedaan pendapat di antara tokoh adat.

Dalizisokhi Manao, “Hingga saat ini belum banyak catatan ataupun buku yang menulis tentang tradisi Hombo Batu, sehingga makna kata hombo susah untuk diartikan, masyarakat Nias memaknai kata hombo biasanya sebagai “terbang”

misalnya kalimatnya hulowofo sohombo artinya seperti burung yang sedang terbang.

Dimana tradisi ini dirayakan pertama kali di Desa Lahusa Fau merupakan Desa tertua di Kabupaten Nias Selatan.24 Tradisi hombo batu ialah salah satu peninggalan dari para leluhur masyarakat Nias yang dilakukan pada acara-acara adat, seperti acara fangowasa (acara budaya berskala besar), penyambutan tamu, pernikahan kebangsawan, serta pada saat acara pemakaman pemangku adat sebagai penghormatan masyarakat desa.

2. Tradisi Mandi Balimau (Muara Siau, Jambi)

Tradisi mandi balimau ialah sebuah tradisi mandi sebelum akad pernikahan yang menggunakan air yang dicampur jeruk nipis yang diwarikan dari nenek moyang secara turun-temurun di Desa Muara Siau. Mandi baliau ini dilakukan sebelum orang melakukan akad yang dilakukan oleh calon pengantin. Mandi dalam kehidupan sehari-hari dilakukan supaya orang menjadi bersih. Akan

23 Kontjaraningrat, Manusia dan Kebudayan, Jarakta, Djmabatan, 1974, hlm. 2 24 Rebecca, et al, Hombo Batu, Tradisi Nenek Moyang Nias Selatan Kajian

Antropologinguitik, Jurnal Pascasarjana Doktoral Universitas Negeri Jakarta, 2012

(23)

tetapi hakikat dari mandi balimau ini tidak hanya sekedar membersihkan badan tetapi juga untuk membersihkan jiwa. Membersihkan diri dari noda dan dosa serta sifat-sifat yang kurang baik. Adapun limau yang digunakan yakni limau kapas (jeruk nipis), limau kunci, limau sundai, tetapi yang sering digunakan oleh masyarakat Desa Muara Siau adalah limau kapas (jeruk nipis) yang dilakukan tiga hari sebelum akad dimulai. Yakni pada waktu pagi, siang, dan sore hari. Latar belakang diadakannya tradisi mandi balimau ini ialah untuk membersihkan diri secara lahir dan batin, serta untuk menghilangkan hal-hal yang tidak diinginkan sebelum pernikahan. Masyarakat Desa Muara Siau percaya bahwa jika meraka tidak melakukan tradisi balimau ini maka proses akad pernikahannya mereka khawatir akan terjadi sesuatu terhadap calon pengantin serta acaranya tidak berjalan dengan lancar.25

3. Tradisi Suwuk (Berkat, Sumatera Selatan)

Kata suwuk berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti “berhenti”.26 Arti berhenti dalam pengobatan suwuk memiliki makna sebagai berhentinya suatu penyakit yang diterita seseorang. Masyarakat Jawa atau tepatnya suku bangsa Jawa, menurut Antropologi budaya adalah orang yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai dialeknya secara turun-temurun.27 Menurut orang Jawa suwuk diartikan sebagai cara pengobatan tradisional dari seseorang yang dianggap memiliki kemampuan untuk mengobati dan menggunakan mantra (Japa). Mantra (Japa) dibacakan pada media air yang kemudian diminumkan kepada pasien yang sedang menderita suatu penyakit.28

25 Sejarah Tradisi Mandi Balimau di Desa Muara Siau Kecamatan Muara Siau Kota Jambi

26 Http://www.berarti.com/suwuk diakses pada tanggal 30 November 2021 27 Warsito, Antropologi Budaya, Yogyakarta, Ombak (Anggota IKAPI), 2017, hlm.

98

28 Http://kanal3.wordpress.com.cdn.ampproject.org/v/s/kanal3.Wordpress.

com/2012/09/24/sejarah-budaya-suwuk-di-indonesia-dan-proses-pembuatan- air-suwuk/, diakses pad tanggal 30 November 2021

(24)

Dalam sejarahnya, suwuk ini tidak lahir dengan begitu saja di Indonesia.

Pada zaman Walisongo29, salah satu anggotanya, Maulana Ishaq yang berasal dari Samarkand, Rusia Selatan ini ialah seorang ahli pengobatan tradisional.

Salah satu cara pengobatan yang digunakan Maulana Ishaq yakni dengan suwuk.

Tradisi Masyarakat di Desa Sukamulya A. Tradisi Miton

Desa Sukamulya yakni sebuah desa atau kelurahan di wilayah Kec.

Lempuing, Kab. Ogan Komering Ilir, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Hal yang melatar belakangi penamaan Desa Sukamulya yaitu berasal dari nama Kepala Unit dan Kepala Desa sebelumya yang tinggal atau singgah di desa tersebut, sehingga masyarakat setempat ikut menjuluki Sukamulya.

Sebelum tanah yang dihuni atau dijadikannya sebuah desa dengan masyarakat setempat masih sebuah hutan belantara (semak belukar) yang kemudian dibangunlah sebuah desa.30 Dulunya Desa Sukamulya tersebut bernama Unit 6 Pematang Panggang yang terdiri dari 8 Blok yaitu Blok A-H yang terdiri dari 500 Kepala Keluarga (KK) dan 2927 jiwa. Pada tiap-tiap Bloknya dipimpin oleh Kepala Blok dan tiap-tiap Unitnya dipimpin oleh Kepala Unit. Dulu tidak ada yang namanya Kepala Desa (Kades) kecuali daerah Trans dusun masih bernama Priok.31 Barulah pada tahun 1981 desa tersebut ditetapkan menjadi nama Desa Sukamulya dan memiliki Kades.

Desa Sukamulya memiliki iklim yang sama sebagaimana desa-desa pada umumnya di Wilayah Indonesia, yakni iklim penghujan dan juga iklim kemarau. Masyarakat Desa Sukamulya mayoritas bermata pencaharian petani kebun karet. Kondisi sosial masyarakatnya juga sama dengan desa-desa lainnya, tidak begitu banyak perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Hanya saja perbedaannya tersebut yang sering terlihat yaitu kondisi penduduk yang

29 Walisongo adalah Sembilan Wali yang merupakan orang-orang khusus dalam menyebarkan Agama Islam di Jawa.

30 Hasil wawancara dengan Bapak Karsono pada hari Sabtu, 13 Maret 2021 31 Hasil wawancara dengan Bapak Sukiran Selaku Kepala Desa pertama, tentang

Asal-usul Penamaan Desa Sukamulya

(25)

memiliki kepangkatan ia yang menempuh sekolah tinggi dan mempunyai gelar sarjana, kepala sekolah, pegawai negeri, dan juga kepala desa. Mereka biasanya lebih disegani oleh masyarakat lain, seringkali disimpulkan bahwa perbedaan status masyarakat Desa Sukamulya seringkali dibedakan dari pendidikan dan seseorang dalam pemerintahan.

Sutrisno Sastro, “Miton berasal dari kata “pitu” yang artinya dalam bahasa Jawa yaitu tujuh”. Kata “pitu” disini mengandung do’a dan harapan, semoga kehamilan ini mendapatkan pitulungan atau pertolongan dari Allah Swt, supaya jabang bayi ataupun calon ibu yang mengandung tetap diberikan kesehatan dan juga keselamatan. Miton juga sering dikenal dengan tingkeban, karena acara, perayaan, ataupun pelaksanaan ini berasal dari kisah seorang suami istri yang beranama Ki Sedya dan Ni Satingkeb, yang menjalankan laku prihatin (brata) sampai permohonannya dikabulkan oleh yang Maha Kuasa. Laku prihatin tersebut sampai saat ini dilestarikan menjadi acara atau slametanmiton atau tingkeban”.32 Salah satu tradisi yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa khususnya masyarakat di Desa Sukamulya yakni acara miton, nujuh bulan dalam istilah lain biasanya dikenal dengan tingkeban. Acara tersebut dilakukan untuk memanjatkan rasa syukur atas karunia yang telah dianugrahi Allah Swt atas kehamilan calon ibu pada saat usia kehamilannya memasuki 7 bulan. Miton menurut historis tidak terlepas dari cerita zaman Pemerintahan Prabu Jayabaya.

Masyarakat Desa Sukamulya merupakan masyarakat yang kebanyakan penduduknya yakni transmigrasi, pendatang, berasal dari pulau Jawa. Sehingga semua kegiatan yang sifatnya mencerminkan budaya Jawa sampai saat ini masih tetap dirayakan, lestarikan. Misalnya Ngapati, Neloni, Slametan, maupun tradisi-tradisi budaya Jawa yang lain termasuk Miton atau sering dikenal dengan Tingkeban. Tradisi miton di masyarakat Desa Sukamulya menggunakan adat keJawen yang merupakan warisan leluhur seperti slametan. Dalam tradisi slametan ini berbagai macam ritual yang berupa simbol misalnya dengan membuat rujak dengan menggunakan 7 macam buah. Karena di dalam rujak tersebut memiliki filsafat yang tinggi. Dimana calon orang tuanya mengharapkan anak tersebut nantinya bisa berkumpul dan ikut serta berbaur

32 Sutrisno Sastro Utomo, Upacara Daur Hidup Adat Jawa, Semarang, Effhar Offset, 2005, hlm. 5-7

(26)

di dalam masyarakat, selain itu juga dimaksudkan supaya masa depan si anak kelak bisa sukses dan tercukupi kebutuhan finansialnya.33

Melihat dari sejarah di atas tersebut memberikan gambaran mengenai tradisi miton yang merupakan warisan tradisi dan budaya Jawa. Berbagai macam tradisi miton atau tingkeban tersebut masih banyak diselenggarakan oleh masyarakat suku Jawa, termasuk masyarakat Desa Sukamulya. Hal tersebut tidak lepas dari masyarakat Desa Sukamulya yang mana kebanyakan orang transmigrasi, perantauan, pendatang dari Jawa. Miton atau yang sering dikenal oleh banyak orang tingkeban ialah slametan yang diselenggarakan pada bulan ke 7 masa kehamilan pada umumnya hanya dilakukan pada saat mengandung anak pertama. Slametan tersebut hakikatnya meminta atau memohon keselamatan dan juga kesehatan untuk bajang bayi dan calon ibu yang sedang mengandung kelak pada saat telah tiba waktu melahirkan. Disamping itu juga sebagai bentuk rasa syukur akan kehadiran calon penerus keluarga.34

Sudah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat Desa Sukamulya, jika ada seorang ibu hamil mencapai 210 hari (7 bulan), maka diadakannya acara yang disebut dengan miton atau yang sering dikenal dengan tingkeban. Pada masyarakat Muslim, acara tersebut disebut dengan tingkeban karena tepat pada usia 7 bulan salah satu menu yang disediakan sebagai jamuan para undangan yang hadir adalah rujak yang dibuat dari tujuh macam aneka buah-buahan.

Secara umum, berbagai acara atau ritual yang berkaitan dengan ibu hamil, misalnya ngapati (4 bulan), neloni (3 bulan), ataupun miton (7 bulan), dalam istilah arab disebut dengan Walimat al-haml yakni perayaan kehamilan. Pada sebagian masyarakat Muslim pedesaan, jika kehamilannya adalah kehamilan yanng pertama, maka ada yang mengadakan acara dalam bentuk slametan, yang dilaksanakan setiap bulan ganjil. Acara setiap bulan ganjil dilaksanakan dengan tujuan, meminta kepada Allah Swt supaya janin dan juga ibu yang mengandungnya selamat, serta selalu berada dalam kesehatan dan dalam penjagaan Allah Swt. Karena menurut keyakinan sebagian masyarakat

33 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Hanafi selaku Ketua RW di Desa Sukamulya

34 Isni Hermawati, Makna Simbolik Sajen Slametan Miton, Yogyakarta, Jantra, 2007, hlm. 145

(27)

pedesaan, ketika janin berusia tujuh bulan, maka itu termasuk usia yang rawan, dan juga sudah bisa termasuk “wayah” (sudah waktunya) jika keluar, justru jika di bulan genap, yaitu kedelapan itu dianggap “lebih muda” dibandingkan dengan saat usia tujuh bulan. Tetapi walau bagaimanapun interpretasi35 atas keyakinan tersebut, inti dari acara yang dilaksanakan atau dirayakan sesuai dengan kemampuan ekonomi itu bertujuan baik, yaitu menjaga kesehatan, keselamatan dan ketenangan janin ibu dan keluarganya, disamping meminta perlindungan kepada Allah Swt dari berbagai hal buruk yang tidak diinginkan.36

Adapun proses pelaksanaan tradisi miton di Desa Sukamulya ialah dengan mengundang masyarakat yang tidak jauh dari rumah untuk datang kerumah untuk yasinan atau tahlilan bersama supaya ikut mendoakan jabang bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang mengandung supaya diberkan kesehatan, keselamatan, dan kelancaran pada saat telah tiba waktu kelahiran kelak.

Dalam tradisi ini ada bentuk makanan yang disediakan saat berlangsungnya perayaan tradisi miton yakni dengan mengadakan sedekah adapun hadis yang menjelaskan sedekah sebagai berikut:

ُنْب ُّي ِدَع يِنَرَب ْخ َ

أ َلا َق ُةَبْع ُش اَنَث َّد َح َلا َق ٍلاَهْنِم ُنْب ُجا َّج َح اَن َث َّدَح :٥٣ يراخبلا حيحص َلا َق َمَّل َس َو ِهْي َلَع ُ َّالل ىَّلَص ِّيِبَّنلا ْنَع ٍدوُع ْسَم يِبَأ ْنَع َديِزَي َنْب َِّالل َدْبَع ُتْعِم َس َلاَق ٍتِباَث

٣7

ٌةَق َدَص ُهَل َوُهَف اَهُب ِسَتْحَي ِهِلْهَأ ىَلَع ُلُجَّرلا َقَفْنَأ اَذِإ

Shahih Bukhari 53: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Apabila seseorang memberi nafkah untuk keluarganya dengan niat mengharap pahala maka baginya Sedekah.”

35 Interpretasi adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tidak dapat menggunakan simbol-simbol yag sama.

36 Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta, Narasi, 2010, Cet-1, hlm. 83

37 Muhammad bin Ismailal-Bukhari Shahih Bukhari, Riyadh, Baitul afkar ad- Dauliyyah, 1419 H-1998 M, hlm. 34. Dalam kitab iman, bab sesungguhnya amal itu tergantung dengan niat dan pengharapan dan setiap mukmin akan mendapatkan sesuai dengan niatnya. No 53

(28)

Adapun hadis yang serupa dengan hadis sedekah di atas sebagai berikut:

ِنْب َةَيِواَعُم ْنَع َناَمْيَل ُس ْنَع ي ِخَأ يِنَثَّدَح َلاَق ُليِعاَم ْسِإ اَنَثَّدَح:١٣٥١ يراخبلا حيحص َمَّل َس َو ِهْي َلَع ُ َّالل ىَّلَص َّي ِبَّنلا َّنَأُهْنَع ُ َّالل َيِض�َر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع ِباَبُحْلا يِبَأ ْنَع ٍدِّرَزُم يِبَأ ا ًق ِفْن ُم ِطْع َ

أ َّم ُهَّللا ا َم ُه ُد َح َ

أ ُلو ُقَي َف ِن َ

لِز ْنَي ِناَكَلَم َّلِإ ِهيِف ُداَبِعْلا ُحِبْصُي ٍمْوَي ْنِم اَم َلاَق ا ًفَلَت ا ًك ِس ْم ُم ِطْع َ

أ َّم ُهَّللا ُر َخ لا ُلو ُقَي َو ا ًفَل َخ ْ

Shahih Bukhari 1351:Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata: telah menceritakan kepada saya saudaraku dari Sulaiman dari Mu’awiyah bin Abu Muzarrid dari Abu Al Hubab dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata: ‘Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya’, sedangkan yang satunya lagi berkata:

‘Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil)’.”38

Hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw memerintahkan kepada umat manusia untuk saling mengasihi dan cinta kasih karena dengan sedekah dapat membantu orang lain dan mendapatkan keberkahan dan keridhoan Allah Swt dan banyak manfaat yang dirasakan atas ketentuan Allah Swt.

Selain itu, dalam pelasanaan tradisi miton yang ada di Desa Sukamulya tersebut biasanya masyarakat setempat berkumpul bersama dengan tujuan untuk membacakan salah satu surat yang ada di dalam Al-Qur’an, salah satunya yaitu membaca surat yasin adapun keutamaan membaca surat yasin pada malam hari akan mendapat kemudahan malam itu hingga ia berada di waktu pagi, seperti dalam hadis Nabi:

38 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Riyadh, Baitul afkar ad- Dauliyyah, 1419 H-1998 M, hlm. 280. Dalam Kitab Zakat Bab Firman Allah

“Adapun Orang Yang Memberikan Zakatnya Dan Bertaqwa Serta Membenarkan Balasan Yang Baik (Surga), no. 1442.

(29)

ٍد َّم َح ُم وُب أ ٌد ِشاَر اَنَث َّدَح ِباَّهَوْلا ُدْبَع اَنَثَّدَح َةَراَرُز ُنْب وُرْمَع اَنَثَّدَح :٣446 يمرادلا ننس َ َر ْسُي َي ِطْع ُ

أ ُحِب ْصُي َني ِح سي َأَرَق ْنَم ٍساَّبَع ُنْبا َلاَق َلاَق ٍب َشْوَح ِنْب ِرْه َش ْنَع ُّيِناَّم ِحْلا

٣9

َحِبْصُي ىَّتَح ِهِتَلْيَل َر ْسُي َي ِطْع ُ أ ِهِلْي َ

ل ِر ْد َص ي ِف ا َه َ

أَر َق ْن َم َو َي ِض� ْمُي ىَّت َح ِهِمْوَي

Sunan Darimi 3446: Telah menceritakan kepada kami Amr bin Zurarah telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab telah menceritakan kepada kami Rasyid Abu Muhammad Al Himmani dari Syahr bin Hausyab ia berkata; Ibnu Abbas berkata; Barang siapa yang membaca surat Yasin ketika berada di waktu pagi niscaya diberikan kepadanya kemudahan hari itu hingga ia berada di waktu sore, dan barang siapa yang membacanya pada awal malam niscaya diberikan kepadanya kemudahan malam itu hingga ia berada di waktu pagi.

Hadis di atas menjelaskan bahwa jika membaca surat yasin pada pagi hari niscaya akan diberikan kemudahan hingga berada di waktu sore, dan jika membaca yasin pada malam niscaya diberikan kemudahan malam itu sampai berada di waktu pagi.

Dalam pelaksanaan tradisi mitonini juga dilakukan untuk mempererat tali silaturahmi antar warga karena dengan cara seperti ini lah warga bisa bertemu dan berkumpul bersama. Adapun hadis tentang silatuhrahmi sebagai berikut:

ِما َشِه ْنَع َسيِرْدِإ ُنْب ِ َّالل ُدْبَع اَنَثَّدَح َةَبْي َش يِب َ

أ ُنْب ِر ْكَب وُبَأ اَنَث َّدَح:١67٠ ملسم حيحص ٌةَب ِغاَر َي ِهَو َّي َلَع ْتَم ِدَق يِّمُأ َّنِإ ِ َّالل َلو ُسَر اَي ُتْلُق ْتَلاَق َءاَم ْسَأ ْنَع ِهيِبَأ ْنَع َةَوْرُع ِنْب

ْمَعَن َلاَق اَهُل ِص َ أ َف َ

أ ٌةَب ِهاَر ْو َ أ

Shahih Muslim 1670: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris

39 Abdurrahman bin Al Fadhl bin Bahram bin Abdush Shamad Sunan Ad-Darimi,, Darul Kutub al Ilmiyah, Beirut, 2012, Jilid III, h. 244. Dalam Kitab Keutamaan Al-Qur’an, Bab Keutamaan Surat Yasin, no. 3446.

40 Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi Imam Muslim, Shahih Muslim, Beirut:Dar al Fikr, hlm. 390. Dalam Kitab Zakat, Bab Berinfak dan Orang Yang Menahan Harta, no. 1010

(30)

dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Asma` ia berkata: Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu mengunjungiku (karena rindu padaku). Bolehkah aku menyambung silaturahmi dengannya?” beliau menjawab: “Ya.”

Adapun hadis yang serupa dengan hadis silaturahmi di atas sebagai berikut:

ٍنْوَع ُنْبا اَن َثَّدَح َلاَق ٌدِلاَخ اَنَثَّدَح َلاَق ىَلَعَ ْلا ِدْبَع ُنْب ُدَّمَحُم اَنَرَبْخَأ :٢٥٣٥ يئاسنلا ننس َّن ِإ َلا َق َمَّل َسَو ِهْيَلَع ُ َّالل ىَّلَص ِّيِبَّنلا ْنَعٍرِماَع ِنْب َناَمْل َس ْنَع ِحِئاَّرلا ِّمُأ ْنَع َةَصْفَح ْنَع

ٌةَل ِصَو ٌةَقَدَص ِناَتَنْثا ِم ِحَّرلا يِذ ىَلَعَو ٌةَقَدَص ِنيِك ْسِْلا ىَلَع َةَقَدَّصلا

Sunan Nasa’i 2535: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdul A’la dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Khalid dia berkata: Telah mencerikan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Hafshah dari Ummu Ar Raaih dari Salman bin ‘Amir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua: pahala sedekah dan pahala silaturahmi”.41

Hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi sangat lah menganjurkan kepada kita untuk saling bersilaturahmi, karena di dalam silaturahmi tersebut terdapat banyak faedah-faedah yang dapat diteladani salah satunya yaitu memperluas tali persaudaraan dan mempermudah rezeki begitu juga dalam tradisi miton ini salah satunya mengamalkan sunnah Nabi, selain memperluas tali persaudaraan juga untuk mendapatkan ridho Allah Swt, Allah berjanji bagi siapa saja di antara hamba-Nya yang suka menyambung silaturahmi.

Dalam tradisi miton terdapat tiga tahapan, tahapan pertama siraman, tahapan kedua brojolan, tahapan ketiga senthong tengah (ganti busana).

Siraman ialah memandikan, biasanya pada saat memandikan si calon ibu dibawa ke tempat yang terbuat khusus dengan hiasan yang indah.

41 Ahmad bin Ali Syuaib bin Ali bin Sunan Abu Abdirahman An-Nasa’i, Sunan An-Nasa’i, Ar-Riyadh, 1436 H-2015M, hlm. 278. Dalam kitab zakat bab sedekah kepada kerabat, no 2582.

(31)

Sutrisno Utomo, “ketika akan memandikannya ditutuhkan air dari 7 mata air, kemudian diletakan di dalam bak mandi atau ember dan kemudian ditambahkan 3 macam bunga (melati, mawar, dan bunga kenanga).42 Setelah acara siraman selesai maka dilanjutkannya acara selanjutnya yaitu brojolan, acara brojolan sendiri itu yaitu memasukkan dua buah kelapa gading yang dililitkan pada kain yang dipakek si calon ibu. Sementara itu tugas si calon bapak ialah memotong tali yang berada dililitan perut calon ibu tadi dengan menggunakan keris atau juga bisa menggunakan parang yang sudah diberi uraian bunga melati. Setelah rangkaian tersebut selesai, kemudian calon ibu tadi dikeringkan menggunakan handuk dan dibawa ke ruangan tengah untuk diberikan busana atau jarik. Pada saat acara ganti busana, ibu itu menanyakan “sudah cocok belum ibu-ibu”? lalu masyarakat yang hadir serentak menJawab: “belum...”!!!, begitu seterusnya sampai pada kain yang keenam. Setelah berganti dengan menggunakan kain yang terakhir barulah masyarakat yang hadir serentak menJawab: “sudah..”!!!.43 Akhirnya acara tersebut pun selesai kemudian hadirin, tamu undangan yang hadir tadi menyantap sesajen (hidangan) sedikit dan sebagiannya lagi untuk dibawa pulang sebagai mberkat.

Dalam tradisi miton atau yang sering dikenal dengan tingkeban yang ada di suku Jawa tersebut peninggalan nenek moyang datangnya berasal dari kerajaan Kediri, menurut orang Jawa waktu pelaksanaannya sendiri itu tidak bisa sembarangan dimana pada saat akan melakukan tradisi miton sebelumnya tuan rumah akan terlebih dahulu untuk melihat kalender Jawa untuk menentukan hari baik karena konon katanya tidak semua hari itu baik misalnya hari Jum’at.

Dimana hari Jum’at tersebut memiliki pantangan tersendiri untuk merayakan upacara tradisional. pelaksanaanya itu harus berdasarkan peraturan adat yang berlaku, yaitu hari Selasa, Sabtu dan tujuh pada tanggal gasal (tanggal ganjil), dimana pada tanggal tujuh itu melambangkan usia kandungan (7 bulan) dilakukan di siang hari, karena di siang hari tersebut bidadari turun dari kayangan untuk mandi. Sedangkan persiapan pada tradisi miton sendiri

42 Sutrisno Utomo, Upacara Daur Hidup Adat Jawa, Semarang, Effhar Offset, 2005, hlm. 7-8

43 Http://dpad.jogjaprov.go.id/public/article/554/Tradisi_Mitoni_Yogyakarta.Pdf

(32)

biasanya terdiri dari kenduri, sajen siraman, persiapan di tempat mandi, dan senthong tengah.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan tradisi miton di Desa Sukamulya masih memakai adat Jawa seperti melakukan siraman, dan membagikan rujak dengan tujuh aneka buah-buahan untuk diberikan kepada tamu undangan yang akan datang. Pada siang harinya mereka melakukan sima’an atau tadarus Al-Qur’an dengan disimak oleh masyarakat atau jama’ah yang hadir sampai selesai dan pada malam harinya mereka membaca surat Yasin dan tahlilan juga membaca surat yang ada dalam Al-Qur’an surat Maryam, surat Yusuf, surat Al-Waqiah, surat Luqman, surat Muhammad, dan surat Sajadah.

Seluruh amalan yang mereka lakukan diniatkan untuk mendoakan jabang bayi dan ibu yang mengandung supaya kelak anak yang di dalam kandungan sang ibu selalu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya dan juga bisa mentauladani Rosul-Nya.

Penutup

Berdasarkan hasil analisis penelitian tentang data yang sudah terkumpul dalam penulisan ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Bagaimana Pandangan Hadis Terhadap Tradisi Miton?

Daftar Pustaka

Ainun Rofiq, Tradisi Slametan Jawa Dalam Persfektif pendidikan Islam, Attaqwa, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Vol 15, No 2, September 2019 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Berbagai

Problem Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000

Andrew Beatty, Variasi Agama di Jawa, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001 Abdurrahman bin Al Fadhl bin Bahram bin Abdush Shamad Sunan Ad-

Darimi,, Darul Kutub al Ilmiyah, Beirut, 2012, Jilid III, h. 244. Dalam Kitab Keutamaan Al-Qur’an, Bab Keutamaan Surat Yasin, no. 3446.

(33)

Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi Imam Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar al Fikr, h. 390. Dalam Kitab Zakat, Bab Berinfak dan Orang Yang Menahan Harta, no. 1010

Ahmad bin Ali Syuaib bin Ali bin Sunan Abu Abdirahman An-Nasa’i, Sunan An-Nasa’i, Ar-Riyadh, 1436 H-2015M, h. 278. Dalam kitab zakat bab sedekah kepada kerabat, no 2582.

Beni Ahmad Saebani, Pengantar Antropologi, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012 Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta, Gama Media, 2002 Gesta Bayuadhy, Tradisi-Tadisi Adiluhung Para Leluhur Jawa, Cet. Ke-1,

Yogyakarta, Dipta, 2015

Hadis Soft, Kitab Permulaan Penciptaan Makhuk, Bab Penjelasan Tentang malaikat, No. 2969

Idri, Studi Hadis, Jakarta, Kencana, Cet. Ke-1, 2010

Ismawati, Budaya dan Kepercayaan Jawa Masa Pra-Islam, dalam Dorori Amin edisi Islam dan Budaya Jawa, Yogyakarta, Gama Media, 2000

Isni Hermawati, Makna Simbolik Sajen Slametan Miton, Yogyakarta, Jantra, 2007

Kontjaraningrat, Manusia dan Kebudayan, Jakarta, Djmabatan, 1974

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Rineka Cipta, 2012 Mohdi Abdul Manaf, Buku Pintar Doa dari Kelahiran Hingga Kematian,

Semarang, Walisongo Publishing, 2002

Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2013

Moh. Nur Hakim, IslamTradisi dan Rerofasi Pragmatisme Agama dalam Pemikiran Hasan Hanafi, Malang, Bayu Media Publishing, 2003 Muhammad bin Ismail al-Bukhari Shahih Bukhari, Riyadh, Baitul afkar

ad-Dauliyyah, 1419 H-1998 M, h. 34. Dalam kitab iman, bab sesungguhnya amal itu tergantung dengan niat dan pengharapan dan setiap mukmin akan mendapatkan sesuai dengan niatnya. No 53 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Riyadh, Baitul afkar ad- Dauliyyah, 1419 H-1998 M, h. 280. Dalam Kitab Zakat Bab Firman

(34)

Allah “Adapun Orang Yang Memberikan Zakatnya Dan Bertaqwa Serta Membenarkan Balasan Yang Baik (Surga), no. 1442.

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif klasik, modern, Posmodern, dan Poskolonial, Jakarta, PT. Raja Gravindo Persada, 2012

P.M. Laksono, Tradisi Dalam Struktur Masyarakat Jawa Kerajaan dan Pedesaan, Yogyakarta, Keppel Press, 2009

Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta, Prenada Media Grup, 2007 Sutrisno Sastro Utomo, Upacara Daur Hidup Adat Jawa, Semarang, Effhar

Offset, 2005

Stanley J. Baran, Pengantar Komunikasi Masa Melek Media dan Budaya, tej. S.

Rouli manalu, Jakarta, Erlangga, 2012

Sutrisno Sastro Utomo, Upacara Daur Hidup Adat Jawa, Semarang, Effhar Offset, 2005

W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, PN Balai Pustaka, 1985 Warsito, Antropologi Budaya, Yogyakarta, Ombak (Anggota IKAPI), 2017 Https://hadispedia-id.cdn.ampproject.org/v/s/hadispedia.id/hadis-tahapan-

penciptaan-manusia-dan-amalan-terakhirnya. Diakses pada tanggal 03-November-2021 Pukul 21.52 Wib

Http://www.berarti.com/suwuk diakses pada tanggal 30 November 2021

Http://kanal3.wordpress.com.cdn.ampproject.org/v/s/kanal3.Wordpress.

com/2012/09/24/sejarah-budaya-suwuk-di-indonesia-dan-proses- pembuatan-air-suwuk/, diakses pad tanggal 30 November 2021

(35)

BAGIAN DUA

Tradisi Rumpak-Rumpak di Era Milenial:

Studi Bibliografi

Siti Afidhayanti, Mugiyono, Sofia Hayati Prodi Studi Agama-Agama

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan bagaimanatradisi rumpak- rumpak di era milenial. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa tradisi rumpak- rumpak di era milenial ini sudah mulai memudar khususnya dikalangan remaja. Penelelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan data yang bersumber pada data pustaka (bibliografi).Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat pendukung tradisi rumpak-rumpak sebagai sumber literasi maupun bagi pemerintah dan pemuka agama setempat sebagai bahan kajian dan pengambilan kebijakan terkait pelestarian tradisi rumpak-rumpak yang ada di Palembang.

Kata Kunci: Milenial, Rumpak-Rumpak, Tradisi Pendahuluan

Tradisirumpak-rumpak adalah tradisi dalam masyarakat Arab kota Palembang yang diwariskan secara turun temurun sejak tiga abad yang lalu.

Acara rumpak-rumpak dilaksalanakan pada tanggal 1 Syawal selepas sholat Idul Fitri dan tanggal 2 Syawal. Warga masyarakat Arab keturunan melakukan saling- kunjung sesama mereka secara berombongan dari rumah satu kerumah yang lain di sekitar tempat tinggal mereka. Kunjungan pertama pada 1 Syawal biasanya

(36)

dilakukan ke rumah tokoh agama (ustadz/kyai) setempat, lalu dilanjutkan ke rumah kerabat, tetangga dan teman-teman. Momen tersebut dilakukan sebagai bentuk silaturahmi dan bermaaf-maafan kepada seluruh warga setempat, (Purwanti, 2017).

Suatu yang menarik untuk ditelaah terkait dengan rumpak-rumpak adalah mengapa tradisi tersebut masih langgeng dan dipertahankan pada era milenial dimana teknologi informasi dan komunikasi sudah sangat canggih.Di sini, peneliti mencoba menghimpun data yang bersumber pada kepustakaan dalam rangka mengekplorasi perbincangan dan pembahasan yang telah dilakukan terkait tradisi rumpak-rumpak.Hasil penelitian ekploratif ini diharapkan dapat menyajikan berbagai hal tentang rumpak-rumpak dan menemukan jawaban terkait masih langgengnya tradisi itu di era milenial sekarang ini.Sebagai alur logis berjalannya penelitian ini perlu dirancang kerangka berfikir.Kerangka berfikir adalah penjelasan sementara mengenai gejala yang menjadi objek atas permasalahan yang diperlukan dalam metode penelitian.Metode pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan. Setelah itu data dianalisis secara kualitatif-deskriptif (Riyadi, 2018).

Penelitian terdahulu yang relevan antara lain adalah tradisi syawalan sebagai pendekatan dakwah dalam mempererat silaturahmi pada masyarakat.

“Pendekatan Dakwah dalam Mempererat Silaturahim Pada Masyarakat”.

Syawaladalah salah satu bulan yang ada di kalender Islam.Bagi masyarakat Jawa tradisi syawalan diadakan dalam seminggu setelah sholat Idul Fitri atau sampai lebaran ketupat di hari ketujuh bulan Syawal.Tradisi syawalan kini semakin terkenal tak hanya dilakukan oleh umat Islam, namun dilakukan juga oleh masyarakat secara umum dalam ikatan keluarga. Dalam melakukan tradisi ini berbagai kelompok masyarakat memiliki cara masing-masing dalam memaknai lebaran ketupat. Seperti diberbagai tempat yang ada diJawa khususnya di Jawa Timur di namai sebagai kupatan, Ba’da kupat (lebaran kupat) lebaran kacil atau lebaran kedua setelah 1 syawal. Biasanya seminggu setelah 1 syawal.Setiap rumah membuat ketupat dari daun kelapa muda. Setelah dimasak ketupat itu akan diantarkan ke kerabat yang lebih tua yang melambangkan sebuah kebersamaan. Dalam bahasa Jawa ketupat diartikan laku lepat yang mengandung empat makna yaitu lebar,lebur, luber dan labor yang memiliki arti luas, lebur memiliki arti dosa atau kesalahan yang sudah diampuni sedangkan

(37)

luber memiliki makna pemberi pahala yang lebih, dan labur artinya wajah yang bahagia.

Penelitian ini mengunakan metode kualitatif, metode ini menurut peneliti tepat untuk mengidentifikasipermasalahan yang berkenaan dengan tradisi syawalan Penelitian ini bersifat deskriptifyaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi, pemeriksaan keabsahan data, analisis data dan tinjuan pustaka(AZIS EDI SAPUTRA, 2021). Kedua,nama-nama bulan dalam kalender Madura dalam pandangan masyarakat Muslim Sumenep memiliki makna tersendiri. Ritual yang dipahami sebagai upacara keagamaan, sangatlah berkait dengan konsep hari, tanggal dan bulan dalam sebuah kalender, baik pada ritual kematian, ritual peret kandung dan ritual sonat dengan simbol dan makna yang diharapkan berguna dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Penelitian ini mengunakan metode kualitatif, metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara observasi, wawancara, analisis data dan tinjuan pustaka(Mulyadi, 2018).

Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu terletak pada prespektif yang diambil dalam menyimpulkan masalah, metode yang digunakan dalam memecahkan masalah(Riyadi, 2018).Disini Peneliti akan memfokuskan penelitian bagaimanakah tradisi rumpak-rumpak diera milenial saat ini.Yang mana diera milenial ini terdapat hambatan yang cukup signifikan salah satu yaitu memudarnya identitas kultural yang selama ini yang melekat pada diri masyarakat. Disini peneliti mengunakan metode kualitatif menggunakan pendekatan deskriftif dengan metode penelitian bibliografi dengan cara mengadaptasi menganalisis, informasi atau tulisan yang mengenai tradisi rumpak-rumpak(Irianto, 2017).

Metode Penelitian

Metode penelitian ini mengadaptasi metode penelitian bibliografi yakni mencari, menganalisis,membuat interpretasi terhadap informasi atau tulisan tentang rumpak-rumpak.Disini peneliti menggunakan pendekatan deskriftif- kualitatif yakni mendeskripsikan suatu kondisi atau kejadian secara sistematis

(38)

dan akurat.Peneliti tidak mengontrol atau memanipulasi variabel, melainkan hanya bekerja untuk mengamati rumpak-rumpak sebagaimana terdapat pada karya-karya tulis terdahulu. Sumber pustaka yang digunakan sebagai pengumpulan data (Rupadha, 2016) dalam tulisan ini adalah artikel, jurnal atau berita-berita mengenai rumpak-rumpak pada media masa online dan cetak.

Hasil dan Pembahasan Pengertian Tradisi

Tradisi dalam kamus antropologi sama dengan adat istiadat yaitu kebiasaan-kebiasaan yang mengandung sifat magis-religius dari kehidupan suatu masyarakat asli yang mempunyai nilai-nilai budaya, norma-norma,hukum dan aturan-aturan yang sudah matang serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur suatu tindakan sosial.

Tradisi adalah sebuah bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang- ulang dengan cara yang sama. Hal ini menunjukan bahwa seseorang menyukai perbuatan itu.Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus ini nilai dapat memeberikan manfaat bagi sekelompok orang, sehingga masyarakat pun melestarikannya.

Kata “Tradisi”berasal dari bahasa Latin yaitu ‘’Tradere’’yang memiliki makna mentransmisikan dari satu tangan ketangan yang lain agar tetap terlestarikan.Tradisi secara umum biasa dikenal sebagai suatu bentuk kebiasaan yang memiliki rangkaian peristiwa sejarah kuno.Setiap tradisi dikembangkan untuk beberapa tujuan, seperti tujuan politis atau tujuan budaya dalam beberapa masa.

Tradisi merupakan kepercayaan yang biasa disebut dengan istilah animisme dan dinamisme. Animisme memiliki arti percaya kepada roh-roh halus atau roh leluhur, yang cara ritualnya terekspresikan dalam sebuah persembahan di tempat-tempat tertentu yang diangap keramat(rijal Amin, 2017). Dari pemaham tersebut maka dilakukan oleh manusia secara turun temurun dari setiap aspek kehidupannya yang merupakan upaya untuk mengurangi atau meringankan hidup manusia agar dapat dikatakan sebagai “tradisi” yang berarti bahwa hal tersebut adalah menjadi bagian dari kebudayaan. Tradisi dapat berubah, diangkat, ditolak dan dikolaborasikan dengan aneka ragam kegiatan manusia. Lebih khusus

(39)

tradisi yang dapat melahirkan kebudayaan masyarakat dapat diketahui dari wujud dari tradisi itu sendiri.Tradisi adalah kesamaan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini dan belum dihancurkan atau dirusak.

1. Tradisi Rumpak-Rumpak

Tradisi rumpak-rumpak adalah tradisi yang ada di Indonesia merupakan warisan budaya turun temurun sejak ratusan tahun, tradisi ini terletak di kampung Arabatau dikenal dengan Kampung Al-Munawar. Perkampungan berada atau terletak di jalan KH. Azhari Kelurahan 13 Ulu Kecamatan Sebrang Ulu (SU) II Palembang. Tradisi ini juga terdapat di berbagai wilayah di Palembang. Selain di Kampung Arab terdapat juga di kawasan Kuto Kecamatan Ilir Timur (IT) II Palembang tradisi ini dipercaya sudah ada sejak 3 abad lalu oleh masyarakat kampung Arab. Tradisi rumpak-rumpak ini bertujuan untuk memeriahkan momen agama Islam yang selalu di peringati pada tanggal 1 Idul Fitri (1 Syawal).Tradisi yang memiliki makna untuk mempererat tali silaturahmi (sanjo) antar masyarakat dan tokoh agama, tradisi yang dilakukan sesudah sholat Idul Fitri. Usai semua rangkaian prosesi ibadah para jamaah akan mulai tradisi mengitari isi masjid untuk saling bermaaf-maafan dengan jamaah yang ada sambil meresapi makna idul fitri.

Setelah bermaaf-maafan para jamaah dihidangkan makanan untuk dimakan bersama-sama. Setiap tahun pengurus Masjid dan masyarakat menyiapkan makanan ala kadarnya untuk tradisi makan bersama mulai dari makanan kuah kari, daging, nasi aneka makanan lain dan roti. Selesai menyantap hidangan para jamaah lalu bersiap-siap untuk berkunjung kerumah warga kampung Arab. Masyarakat mengunakan alat yang disebut dengan terbangan, terbangan adalah alat musik yang dipukul dengan dua jenis pukulan yaitu pak (buka) dan bing (tutup). Terbangan dipukul dengan berbagai macam irama dan diiringin dengan lantunan syair yang mengandung pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Permainan terbangan ini biasanya dimainkan oleh generasi muda Kota Batu Palembang dan diikuti oleh generasi tua.Rombongan berkunjung dari rumah satu kerumah yang lain. Rumah yang pertama kali dikunjungiadalah rumah tokoh agama setempat, ketika sudah berada di rumah, kita akan melakukan pujian untuk Rasulullah. Biasanya dipimpin oleh orang yang memiliki lantunan suara yang baik. Setelah itu membaca surat

Referensi

Dokumen terkait

0,000/2 < 0,05 sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa Pelayanan memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama

Dengan menggunakan FAHP Extent Analysis akan diperoleh bobot penilaian dari masing-masing kriteria secara lebih objektif, sehingga diharapkan pengambilan keputusan dengan

2) Mintalah kepada para siswa untuk menuliskan sebuah pertanyaan dari bidang studi atau materi yang baru saja diajarkan. Cukup satu pertanyaan saja. Lebih baik

Selain itu perencanaan pengembangan potensi desa kurang cepat seperti pengolahan daerah pinggiran sungai sebagai tempat pemancingan termasuk dalam menggerakkan masyarakat

[r]

Dari hasil rekaman server, user memasukkan data username dan password yang sudah benar, tetapi server juga merekam bahwa mac address dari perangkat 2 tidak sesuai

Pijatan menerapkan susunan atau tekanan tidak tersusun, tegangan, gerakan, atau getaran dengan tangan atau dengan mekanik ditopang kepada jaringan lembut dari badan, mencakup

Ciri-ciri Alat Permainan Edukatif (APE) Tedjasaputra (2007) berpendapat bahwa alat permainan edukatif (APE) memiliki beberapa ciri yaitu: a) dapat dilakukan dalam