• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi Era Society 5.0

Dalam dokumen Turnitin HAKI Kritik Hadis (Halaman 101-120)

Geven Magenda, Ris’an Rusli, Yen Fikri Rani Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam

UIN Raden Fatah Palembang

Abstrak

Epistemologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan. Dalam kajiannya membahas tentang bagaimana ilmu pengetahuan dapat diperoleh manusia.

Pengetahuan adalah kekayaan kelimpahan indra yang secara langsung atau tidak langsung menambah kemajuan hidup. Saat ini kemajuan teknologi era society 5.0 adalah keseluruhan populasi yang dapat menyelesaikan sebagian dari kesulitan dan masalah sosial yang ada disekitar mereka, dengan menggunakan berbagai macam perkembangan teknologi yang dari dulu dikembangkan tujuannya mempermudah dalam mendapatkan keilmuan dalam pengetahuan.

Menurut John Locke semua pengetahuan berasal dari pengalaman, sehingga menjadi ilmu, sumber utama ilmu menurutnya adalah pengalaman atau empiris.

Sekarang orang-orang belum sepenuhnya mengetahui seperti apa epistemologi pengetahuan John Locke dalam persfektif filsafat dan hubungannya dengan teknologi era society 5.0 dan apakah konsep Locke mengenai epistemologi sama dengan konsep teknologi society 5.0 dalam bidang perkembangan pengetahuan.

Dalam hal tersebut memiliki hubungan dan merupakan salah satu cikal bakal dari ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini, hal inilah yang menjadi bahan kajian dalam karya ini.

Kata Kunci : Epistemologi John Locke, Teknologi Society 5.0

Pendahuluan

Filsafat selalu mengalami perkembangan, dalam perkembangannya terjadi beberapa fase. Fase pertama Filsafat Kuno, pada fase ini ada penyesuaian terhadap cara berpikir mitosentris, khususnya perspektif yang banyak bergantung pada legenda untuk memperjelas keanehan-keanehan alam(Ali Maksum, 2008). Fase kedua ialah abad pertengahan sering disebut masa skolastik masa tersebut diliputi pemikiran keagamaan khususnya Kekristenan.

Paham ini lebih menekankan pada penggunaan akal (rasio) untuk memperoleh sebuah pengetahuan.Selanjutnya fase ketiga, Fase Renaisains. Renaisans telah membangkitkan kembali cita-cita, alam pemikiran, filsafat hidup yang kemudian menstrukturisasi standar dunia modern seperti optimisme, hedonisme, naturalisme dan individualisme(Rico et al., 2021)they have to be mechanically air-conditioned to achieve the required thermal comfort for worshippers especially in harsh climatic regions. This paper describes the physical and operating characteristics typical for the intermittently occupied mosques as well as the results of the thermal optimization of a medium size mosque in the two hot-dry and hot-humid Saudi Arabian cities of Riyadh and Jeddah. The analysis utilizes a direct search optimization technique that is coupled to an hourly energy simulation program. Based on that, design guidelines are presented for the optimum thermal performance of mosques in these two cities in addition to other design and operating factors that need to be considered for mosques in general. © 2009 The Author (s. Fase keempat fase kontemporer. Peningkatan filsafat ilmu pada fase ini terlihat dengan munculnya pemikir-pemikir yang telah memberikan naungan lain bagi kemajuan Filsafat Ilmu pengetahuan akhir-akhir ini(Mohammad Sholihin, 2007).

Pengertian filsafat yang sangat luas bersamaan dengan masa-masa awal kemajuan filsafat, didefinisikan sebagai segala sesuatu usaha dalam mencari kebenaran, mencintai kebijaksanaan, dan kebijaksanaan dengan segala dampaknya. Sesuatu yang sudah dianggap benar pada fase itu para pemikir berusaha mencari lagi objek kebenaran lain dari hasil peristiwa atau pengalaman tersebut.

Locke menjelaskan pengetahuan itu ada dua, ada lahiriah dan batiniah.

Lahiriah ini adalah apa yang dicapai oleh Indra, persentuhannya dengan realitas eksternal kemudian pencapaian kepada rasio untuk diolah dianalisa

diklasifikasi lalu kemudian disimpulkan, itulah yang disebut proses batiniah, menurut John Locke dengan demikian didalam rasionalis itu adalah sebetulnya sumber pengetahuannya tetaplah datang dari indra tetaplah datang dari proses pengalaman.

Penelitian ini berupaya membahas konsep pemikiran epistemologi John Locke mengenai filsafat ilmu tentang babak baru manusia mendapatkan ilmunya, dalam karyanyaAn Essay Concerning Human Understanding sumber pengetahuan itu adalah dari alam yang diangkut oleh indera, yang itu kemudian disebut sebagai istilahnya lahiriah. Jadi apa yang manusia tangkap dari luar, yang manusia capai melalui indra dan pengalaman disebut sebagai lahiriah, kemudian berikutnya lahiriah ini diteruskan oleh proses pengetahuan kepada rasio-rasio, yang kemudian melakukan penyimpulan-penyimpulan yang melakukan pengklasifikasian, yang melakukan generalisasi-generalisasi akhirnya menghasilakn terobosan yang baru.

Dilain hal teknologi society 5.0 memiliki beberapa fase Revolusi Industri pertama dimulai sekira tahun 1784 dengan penemuan mesin uap periode ini ditandai dengan mekanisasi industri dan penggunaan mesin-mesin bertenaga uap, revolusi industri kedua dimulai sekira tahun 1870 revolusi ini ditandai dengan penggunaan tenaga listrik munculnya lini produksi dan perkembangan transportasi secara masal, revolusi industri ketiga dimulai pada tahun 1969 dikenal pula dengan istilah revolusi digital ciri utamanya adalah mulai dikenalnya otomatisasi penggunaan alat-alat elektronik dan juga penggunaan komputer, revolusi industri keempat berawal pada abad ke-21 pada revolusi ini dikenal istilah cyber physicalsystem yang merupakan integrasi antara fisika sistem komputasi dan juga network atau komunikasi (Tsabit Azinar Ahmad, 2020).

Dalam perkembangan teknologi society 5.0 memiliki corak khas akan pengetahuan semua berkembang mengukuti fase-fasenya, memperbaharui sesuatu yang belum ada dan yang sudah ada yang dulunya sudah dianggap benar tetapi pemikir atau ilmuan mencari dan menemukan hal lain untuk merubah hal tersebut menjadi lebih baik dalam objeknya. Pembaharuan tersebut berpangkal dari hasil riset kejadian pada fase-fase terdahulu dikembangkan berdasarkan pengalaman, dan akhirnya munculah teknologi society 5.0 tersebut seperti contoh teknologi WEB hampir semua informasi ada disana.

Penelitian ini berupaya unutk membahas bagaimana pemikiran John Locke tentang epistemologi pengetahuan, seperti apa epistemologi pengetahuan pemikiran John Locke dalam persfektif filsafat, dan korelasi epistemologi pengetahuan dalam pemikiran John Locke dan teknologi era society 5.0. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan implikasi manfaat, baik teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk pengayaan pengetahuan mengenai epistemologi dan teknologi society 5.0 dalam keilmuan semua lini. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk landasar keilmuan sehari-hari bahwa perkembangan tersebut tak lepas dari hasi pengalaman terdahulu.

Terdapat beberapa kajian yang membahas mengenai epistemologi, namun belum ada tulisan yang membahas secara khusus tentang pemikiran John Locke epistemologi pengetahuan dan korelasinya teknologi society 5.0.

Matthew Priselac, dalam artikel Internet Encyclopedia of Philosophy.

menjelaskan bahwa,John Locke menegaskan bahwa pengetahuan tentang dunia luar tidak dilandaskan pada kesimpulan atau penalaran, juga tidak didasarkan pada cerminan pada ide-ide dan sudah ada dalam pikiran. Sebaliknya, itu digapai melewati pengalaman inderawi(Predy et al., 2019).

Monovatra Predy Rezky, dalam jurnal yang ditulis dengan judul Generasi Milenial yang siap menghadapi Era Revolusi Digital (Society 5.0 dan Revolusi Industri 4.0) di bidang pendidikan melalui pengembangan sumber daya manusia.

Menegaskan bahwa era milenial sangat erat kaitannya dengan Revolusi Industri 4.0 atau Revolusi Industri Generasi Keempat. Dimana revolusi ini berpusat pada contoh digitalisasi dan robotisasi di semua bagian keberadaan manusia.

Banyak kalangan yang tidak mengetahui perubahan tersebut, khususnya di kalangan pendidik, padahal hal tersebut merupakan tantangan bagi kaum muda atau milenial saat ini. Apalagi dalam keadaan seperti sekarang ini, era milenial memiliki kesulitan tersendiri dalam menghadapi masa-masa revolusi digital society 5.0 dan Revolusi Industri 4.0 (Predy et al., 2019).

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah beberapa peneliti hanya membahas satu objek saja seperti contoh terkhusus hanya membahas John Locke saja atau society 5.0 saja, dan dalam penelitian ini berupaya melihat kesamaan konsep pengetahuan kedua objek tersebut.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau biasa disebut library research. Sehingga penyusunan penelitian ini memfokuskan pembahasan melalui buku-buku, artikel, berita dan lainnya yang memiliki kaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini. Adapun data pokok adalah buku An Essay Concerning Human Understanding by John Locke, dan buku Guru Milenial dan Tantangan Society 5.0. by Richadus Eko Indrajit.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Epistemologi Pengetahuan dalam Pemikiran John Locke

Ada kata-kata yang sangat terkenal mengenai Epistemologi, No Man’s Knowledge Here Can Go Beyond His Experience dalam bahasa Indonesia artinya tidak ada pengetahuan manusia yang bisa melampaui pengalamannya.

Terlepas dari seberapa dalam pengalamannya, itu harus dibatasi pada latar belakangnya, apakah itu pengalaman sendiri atau pengalaman membaca buku atau peluang pertumbuhan dari siapa orang tersebut belajar, selain pengalaman manusia(Locke, 1690).

Dalam pencapaian pengetahuan terdapat proses pengalaman, pengalaman ini menurut John lock terbagi dua, ada pengalaman lahiriah ada pengalaman batiniah.Pengalaman ini nanti menurut John lock terbagi dua ada pengalaman lahiriah ada pengalaman batiniah. Pengalaman lahiriah itu pengalaman yang kita alami langsung melalui panca indra, pengalaman lahiriah ini disebut sensasi, jadi pengalaman yang kita dapat lewat bantuan panca indra misalnya tentang suara dapat diperoleh dari telinga, tentang warna dapat diperoleh dari mata dan seterusnya ini namanya pengalaman lahiriah.

Pengalaman ini nanti menurut John lock terbagi dua ada pengalaman lahiriah ada pengalaman batiniah. Pengalaman lahiriah itu pengalaman yang kita alami langsung melalui panca indra, pengalaman lahiriah ini disebut sensasi, jadi pengalaman yang kita dapat lewat bantuan panca indra misalnya tentang suara dapat diperoleh dari telinga, tentang warna dapat diperoleh dari mata dan seterusnya ini namanya pengalaman lahiriah (Simon Petrus L. Tjahjadi, 2004).

Berikut ini adalah pengalaman batiniah, pengalaman batiniah ini tidak lagi menggunakan panca indera tapi kegiatan pikiran, kegiatan mental pengalaman

batin yaitu ketika manusia ingin sesuatu, meyakini sesuatu, melakukan sesuatu itu, pengalaman batiniah lahir dari lanjutkan pengalaman lahiriah, data-data yang peroleh dari pengalaman lahiriah terus dipikirkan dengan akal, aktivitas berpikir ini nanti akan melahirkan pengalaman batiniah, mungkin jadi ragu, mungkin jadi yakin, mungkin jadi menginginkan sesuatu, dan seterusnya ini namanya pengalaman batiniah manusia itu kosong pengetahuannya berasal dari pengalaman-pengalaman ini ada yang lahiriah ada yang batiniah(Locke, 1690).

Pertemuan batiniah memunculkan ide. Terdapat dua, pemikiran langsung dan ada pemikiran tidak langsung, pemikiran dasar dan pemikiran kompleks, campuran wawasan lahiriah dan pengalaman batiniah, seperti contoh, meja yang warnanya biru, kemudian berpikir tentang meja biru itu lahirlah ide tentang ada meja yang warnanya biru ini namanya simpel sederhana. Tapi ada juga yang kompleks, yang kompleks ini kerja akal untuk mengelola gagasan-gagasan simple, mungkin digabung-gabungkan, mungkin dibanding-bandingkan, dihubung-hubungkan ini namanya kompleks ideas. Misalnya ini ada meja warnanya biru tingginya pas untuk orang duduk, itu berarti enaknya meja ini dibuatkan sandaran sehingga sekaligus kursi sekaligus meja, ini namanya gagasan kompleks, dengan bahan gagasan-gagasan yang simpel, sebelumnya dikomparasi dengan pengetahuan sebelumnya, dibandingkan, dianalisis, digabungkan, dipisahkan terus muncul gagasan yang baru, ini namanya kompleks ide-ide. Gagasan yang kompleks kumpulan dari gagasan-gagasan sebelumnya yang melahirkan ide yang baru. Jadi manusia itu Tabula Rasa seperti kertas putih pengetahuannya didapat dari pengalaman itu ada pengalaman lahiriah dan batiniah yang ini pertemuan antara pengalaman lahir yang dan batiniah melahirkan ide atau gagasan yang gagasan itu ada yang simple ada yang kompleks (Locke, 1690).

Manusia mengalami sesuatu yang lahiriah maupun yang batiniah, yang dialami apa yang dialami itu objek, yang di luar dirinya objek ini punya kualitas punya ciri. Ciri-ciri inilah yang ditangkap oleh panca indra maupun oleh akal.

Ciri ada tiga level yang pertama ciri-ciri kualitas primer, yang kedua kualitas sekunder, dan yang ketiga kualitas tersier(Simon Petrus L. Tjahjadi, 2004).

Hal primer ini adalah sifat-sifat, ciri-ciri kualitas, yang sifatnya objektif tidak tergantung manusia misalnya bentuknya, jumlahnya, dan lain sebagainya. Jadi Ini tidak tergantung manusia sifatnya objektif beratnya, panjangnya, lebarnya, tidak tergantung manusia. Contoh objektif laptop ini panjang sekitar 30 cm, lebarnya

sekitar 20 cm inikan objektif, tidak tergantung subjek yang membaca saya dia kenyataan seperti apa adanya, bisa diukur hari ini banyak orang bilang bahwa apa saja objektivitas itu, ada dalam ranah objektif dan subjektif, yang subjek tidak bisa intervensi, kalau laptop ini panjangnya 30 cm, kalau mau saya bilang ini panjangnya 1 meter, orang-orang ketawa gak jelas segini kok seandainya dia 31, 32 cm, tapi kalau orang ngomong panjangnya 100 cm, orang itu akan dianggap salah, kenapa bisa diukur secara objektif, hal ini kualitas primer, jadi inilah yang ditangkap dengan panca indra (Fahruddin Faiz, 2020).

Berikutnya yang kedua kualitas sekunder, kalau sebelumnya yang primer sifatnya objektif yang sekunder ini kebalikannya sifatnya subjektif, kalau sudah berarti apa tidak tergantung pada subjeknya, objeknya sendiri bisa tidak ada, ini yang merasakan yang mengalami langsung ini biasanya sekunder, misalnya saya merabat meja menurut saya meja ini halus itu pesanku hasil tangkapan ku, bisa Jadi kalau orang lain meraba meja ini dengan kesannya sendiri mungkin tidak terlalu halus, mungkin dia bilang kalau kayak gini kau harus biasa saja itu berarti apa penyataan tentang halus tidak halus, kasar atau tidak kasar, ternyata level kualitas sekunder. Contoh kalau temen-temen liat lawan jenismu bisanya rambutnya panjang ya kalau rambut panjan kualitas objektif tapi kalau cantik ya cantik enggak cantik itu hubungannya dengan kualitas sekunder yang subjektif mungkin menurutmu sangat cantik menurutku cantik menurut dia nggak terlalu cantik biasa aja begitu, kenapa level ini level kualitas sekunder kenyataan yang subjektif, bagimu cantik tapi yang lain ternyata sangat cantik, itu kan beda ternyata cara menanggapinya ini namanya kenyataan yang subjek tapi kalau kulitnya putih, rambutnya panjang, matanya biru, ini kenyataan objektif.

Ketiga tersier, kalau ini tidak bersumber dari panca indra tapi sudah diolah oleh akal, jadi akal yang memilih memutuskan mempertimbangkan dan seterusnya kalau ini sudah lebih panjang sudah diolah lebih jauh oleh akal.

Misalnya dia yang ngambil menurut saya cantik, tapi setelah saya pikir-pikir, lagi setelah saya bandingkan dengan temannya yang itu telah saya lihat, Saya bandingkan dengan artis di TV saya putuskan nggak terlalu cantik, itu sudah level selanjutnya tersier(Fahruddin Faiz, 2020).

Menurut Locke, objek di dunia nyata di luar diri manusia itu mempengaruhi panca indra masuk ke dalam kesadaran kemudian melahirkan gagasan. Keluar rumah kemudian melihat ada batu besar, batu itu menampilkan dirinya dengan

ide-ide tertentu makanya bisa ada batu besar di pinggir jalan itu berarti apa batu ini masuk dalam diri kemudian memunculkan ide-ide tertentu dalam diri manusia yang membunyikan keberadaan dia itu manusia jadi dia muncul dalam diri manusia dalam bentuk ide. Jadi hubungannya apa antara ide dengan objek-objek itulah yang mendorong lahirnya ide dalam pikiran manusia. Berarti ide yang ada dalam kepala manusia itu adalah representasi dari objek yang berasal dari luar diri manusia, gagasan batu yang ada di kepala itu mewakili batunya sendiri yang ada di depan rumah di hubungan antara ide dan objek.

Ide-ide tadi kalau saling dihubungkan kemudian membentuk sebuah pemahaman tertentu lahirlah namanya pengetahuan, kalau masih lama sepotong-sepotong. Tapi kalau dikaitkan ide akan melahirkan pengetahuan, misalnya ide batu besar di jalan sambungkan dengan kebutuhan orang untuk lewat di jalan itu melahirkan pengetahuan bahwa batu itu mengganggu orang lewat berarti apa pengetahuan jikalau batu besar itu mengganggu orang lewat itu gabungan antara ide tentang satu dengan ide tentang kebutuhan orang untuk lewat jalan itu yang sekarang nggak bisa karena tertutup itu ternyata pengetahuan itu adalah pemahaman atau persepsi bahwa hasil hubungan antara ide-ide baik dalam bentuk kesesuaian maupun ketidak sesuaian (Locke, 1690).

Sekarang konsekuensi-konsekuensi lanjutannya dari teori sebelumnya.

Berarti apa tentang pengetahuan manusia ini, berarti pengetahuan manusia itu hakekatnya terbatas, dimana batas pengetahuan manusia kalau di teorinya John Locke sebelumnya berarti atas pengetahuannya manusia itu ada di tiga hal, yang pertama pengetahuan dibatasi oleh banyaknya ide yang manusia miliki, pengetahuan sebelumnya kan sumbernya ide-ide yang ditahu kan berarti pengetahuan manusia akan kisah semakin luas kalau ide-ide juga semakin luas, semakin banyak ide di kepala semakin mungkin lahir gagasan-gagasan yang baru.

Ide manusia itu terbatas, dibatasi oleh pengalamannya keterbatasan pengalaman menyebabkan keterbatasan-keterbatasan ide menyebabkan keterbatasan pengetahuan, kembali lagi ke asumsi awal sebelumnya ternyata manusia itu dibatasi oleh pengalamannya. makanya Alquran itu menyuruh siru fil ardhi ayo jelajahilah muka bumi ini biar semakin banyak pengalaman, kalau tidak sempat tidak punya biaya membaca yang banyak buku itu jendelanya dunia kalau hari ini bisa juga diwakili oleh Google, oleh semua tahunmu itu kan sama

yang hadir di depan panca indra manusia jadi pengetahuannya manusia itu adalah ide yang dia miliki ide dia dibatasi oleh pengalamannya dan pengalaman dia terbatasi oleh objek yang hadir di depan panca indra (Fahruddin Faiz, 2020).

Epistemologi teramat penting bagi teori yang mengarahkan peristiwa pada sumber pengetahuan, awal dari pengetahuan, batas, sifat, teknik dan fakta. Filsafat ilmu memeriksa kualitas pengetahuan logis dan bagaimana mendapatkannya.

Dengan berkonsentrasi pada epistemologi dan teori ilmu pengetahuan, individu dapat mengenal pengetahuan dan ilmu pengetahuan serta memanfaatkan strategi yang tepat dalam memperoleh pengetahuan dan mengetahui realitas suatu ilmu dilihat dari substansinya.

Menurut John Locke perkembangan dan peningkatan proses pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari kemajuan filsafat dari satu perspektif dan pengetahuan di sisi lain. Oleh karena itu, sudut pandang filosofis harus dilihat bukan sebagai ide seperti yang dipahami sekarang, yaitu ide logis yang umumnya didasarkan pada aktivitas dan premis teoritisnya, tetapi harus ditemukan dalam kemajuan menuju perbaikan tanpa henti.

Gagasan John Locke membagi beberapa standar mendasar untuk semua maksud dan tujuan dengan beberapa angka yang berbeda. Memang, logika dan empirisme adalah dua cara berpikir yang dimulai dari yang sama, lebih spesifik bahwa orang tidak dapat mengetahui protes secara lugas namun lebih menangkap kesan yang diberikan oleh objek. Perbedaan antara kedua aliran tersebut adalah dalam hal impresi, jika penangkapan impresi terjadi melalui akal disebut logika, dan jika melalui indra disebut empirisme.Peningkatan lebih lanjut dari ide dan filsafat tidak dapat dipisahkan dari dua aliran yang signifikan.

Perbaikan ini biasanya tidak muncul sebagai kumpulan pertimbangan, namun juga bisa muncul sebagai oposisi dari pemikiran inovatif terhadap yang lama yang dianggap sudah terpasang, meskipun tidak luar biasa untuk komponen lama untuk dilindungi atau diberikan. sesuatu yang lain sepenuhnya berarti (Aceng, 2011).

Jadi proses hitungnya tetaplah proses yang empiris yang melalui satu proses tahapan pengetahuannya, itu satu pendapat yang dilancarkan oleh Locke, bagaimana kemudian pengetahuan ini dicapai bagi manusia. Dalam pandangan John Locke sumber pengetahuan itu adalah dari alam yang diangkut oleh indera, yang itu kemudian disebut sebagai istilahnya sensasi. Jadi apa yang

manusia tangkap dari luar, yang manusia capai melalui indera dan pengalaman disebut sebagai sensasi, kemudian berikutnya sensasi ini diteruskan oleh proses pengetahuan kepada rasio-rasio, yang kemudian melakukan penyimpulan-penyimpulan yang melakukan pengklasifikasikan, yang melakukan generalisasi-generalisasi. Jadi setelah indera ini mengumpulkan berbagai jenis api misalnya, api dari lilin itu panas kemudian dari kompor panas dari api bakar sampah kertas untuk panas maka kemudian fakultas rasio membuat suatu kesimpulan bahwa api itu, adalah panas proses penyimpulan yang dilakukan rasio, itulah yang disebut oleh John Locke sebagai refleksi jadi pengetahuan itu ada dua.

ada sensasi dan refleksi. Sensasi ini adalah apa yang dicapai oleh indera, persentuhannya dengan realitas eksternal kemudian pencapaian itu dikirim kepada rasio untuk diolah dianalisa diklasifikasi lalu kemudian disimpulkan, itulah yang disebut proses refleksi. Menurut John Locke dengan demikian didalam rasionalis itu adalah sebetulnya sumber pengetahuannya tetaplah datang dari indra tetaplah datang dari proses pengalaman.

Epistemologi Pengetahuan Pemikiran John Locke dalam Persektif Filsafat Dalam bidang filsafat, kajian epistemologis adalah bagaimana cara mendapatkan ilmu pengetahuan. Pada hakikatnya, ada tiga metode untuk mendapatkan pengetahuan yang sahih. Pertama berlandasakan terhadap rasio dalam ranah filsafat yang dikenal penganut paham rasionalisme. Seperti yang ditunjukkan oleh paham ini, kebenaran diperoleh melalui pikiran. Paman ini mendahulukan pengalaman. Kedua, dilihat dari pengalaman yang didapat melalui alam empiris. pengetahuan manusia tidak diperoleh melewati pemikiran teoretis namun melewati pengalaman konkret. Dengan memperhatikan gejala alam dan gejala sosial, orang bisa mendapatkan melalui pemikiran induktif.

Ketiga, melalui intuisi dan wahyu (Gulo, 2003)causing the pole inequality relations between men and women. Therefore, in this study wanted to dismantle the detail view of some theories, both social and feminist about gender relations in the family. Each of these theories (structural functional, conflict and feminist.

Pengetahuan yang didapatkan dari nabi-nabi yang memperoleh wahyu dari Tuhan. Kebenaran pengetahuan wahyu bersafat absolut.

Dalam pemikiran ini John Locke masuk kedalam pengetahuan berdasarkan pada empiris. Seluruh teknik Cartisian akhirnya diuji oleh John Locke. Ini menyangkal kehadiran jiwa dari dalam. pernyataan ini melahirkan induksi

sebagai jenis perkembangan yang kuat. John Locke adalah induksi pengangkut sosok gerbong dalam cara berpikir. Sebuah cara yang mengatur bahwa semua pengetahuan manusia datang dari sesuatu yang didapat berdasarkan indera, melalui pengalaman, sepanjang garis-garis jiwa bawaan dan disimpulkan, yang diterima Descrates tidak benar. John Locke dengan tegas menerima bahwa jiwa manusia saat memasuki dunia menyerupai kertas putih (Tabularasa).

pengetahuan yang terkandung dalam jiwa manusia benar-benar datang sebagai fakta. Pengakuan manusia akan relatif banyaknya perjumpaan yang ia lalui (bau, rasa, rasa, pendengar) berubah menjadi alasan adanya pikiran yang lugas. Namun, otak bukanlah hal yang terlepas dari apa pun yang datang dari luar. Beberapa proses terjadi dalam jiwa. pengetahuan yang berasal dari indera ditangani dengan berpikir, menerima, bertanya dan dengan cara ini memunculkan apa yang disebut pemikiran. Eksperimen muncul sebagai respons terhadap logika Rene Descartes(Bertrand Russell, 2007).

Rene Descartes, dengan prinsip keraguan-raguan atau skeptis. Untuk memperoleh, orang pada awalnya harus mempertanyakan suatu pengetahuan, dengan pedoman ketidakpastian orang akan bertanya serta lalu mencari empiris tadi. Proses mencari kebenaran itu lalu membentuk nalar bekerja(Nunu Burhanuddin, 2019). Saat nalar bekerja serta manusia telah berpikir, maka hakekatnya la lagi berfilsafat serta sadar ternyata dirinya ada.

Dalam kepemilikan eksperimen John Locke, pandangan itu mengalami pergeseran sudut. Jika pada saat Descrates orang menemukan bahwa pengetahuan yang paling penting tidak datang sebagai kognitif. Maka, pada saat itu, seperti yang ditunjukkan oleh Locke, pengalaman berubah menjadi dasar pemikiran dari semua pengetahuan. Namun, metode berpikir dihadapkan pada persoalan yang selama ini belum cukup diselesaikan dengan penalaran.

Masalahnya adalah menunjukkan bagaimana mengetahui tentang beberapa pilihan yang berbeda dari individu sendiri dan aktivitas dari jiwa yang sebenarnya.

John Locke dengan tegas menekankan bahwa hal utama yang dapat dilihat orang adalah kemampuan langsung atau pengalaman. John Locke meminta agar pengetahuan dapat berkembang, tanpa wawasan penelitian tidak ada kemajuan. Hasilnya adalah bahwa pengetahuan harus disimpulkan dan tugas harus melampaui subjek, sains terdiri dari kalimat kombinasi yang disimpulkan.

Dalam dokumen Turnitin HAKI Kritik Hadis (Halaman 101-120)