• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Berpakaian Saat Beribadah

Dalam dokumen Turnitin HAKI Kritik Hadis (Halaman 161-173)

dalam Perspektif Hadis” (Kajian Ma’anil Hadis dalam Kitab Shahih Bukhari)

1. Etika Berpakaian Saat Beribadah

Untuk menunaikan ibadah solat, sangat dianjurkan untuk menggunakan pakaian yang bersih, sopan, wangi dan pantas. Menurut Syaik Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menyatakan bahwa pakaian yang digunakan ketika sholat hendaklah memiliki empat kreteria diantaranya: tebal, bersih dari najis, halal dipakai, dan aman.151

a) Mengunakan pakaian yang tebal

Pakaian tebal atau tidak tembus oleh kulit pada tubuh. Iman Ja’far as Shadiq berkata: janganlah kamu mengenakan pakaian yang tipis ketikan sholat yang dapat melihatkan kulit kalian di balik pakaian.

150 Dr. Albert M.Hutapea, Keajaiban-keajaiban Dalam Tubuh Manusia, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm, 122.

151 Muhammad Jawad Muqhiyah, Fiqih Ja’far, cet ke-1, Jakarta:Lenterm, 1995, hlm 135

b) Bebas dari najis

Dalam Islam juga memperhatikan aspek kebersihan, Islam merupakan agama yang sangat mencintai kebersihan dalam segala aspek. Baik dalam beribadah maupun dalam keseharian. Sehingga Islam mengatur dan memberikan tata cara khusus terhadap pakaian terhindar dari najis saat beribadah. Allah Swt telah menepatkan faktor suci (bersih) sebagai faktor penting dalam menunaikan ibadah solat. Oleh karena itu, tidak diterimanya ibadah solat seseorang jika tidak dalam keadaan suci (bersih).

c) Halal saat digunakan

Pakaian yang digunakan saat beribadah saat solat haruslah pakaian yang halal. Maksud halal di sini merupakan pakaian yang tidak terbuat dari kulit hewan yang haramkan dalam ajaran Islam, seperti: binatang buas, ular, maupun binatang laut yang tidak boleh dimakan, walaupun hewan-hewan tersebut telah disamak (dibersihkan) sampai suci.

d) Tidak mengunakan pakaian yang ketat

Dalam melakukan ibadah solat, seseorang muslim dilarang mengunakan pakaian yang ketat atau yang bisa memperlihatkan bentuk tubuh pemakai.

Saat melakukan ibadah di masjid maupun dirumah seseorang dianjurkan untuk memakai pakaian yang baik dan pantas. Menggunakan pakaian yang baik dan pantas saat beribadah, semua ini dilakukan guna saat melakukan ibadah seorang muslim ketika beribadah kepada Allah Swt terlihat dalam keadaan bersih, rapi dan berberpenampilan terbaiknya.

Rasulullah Saw bersabda: “jika salah sesorang di antara kamu sholat, hendaklah ia memakai kedua pakaiannya, karena Allah lebih berhak dihadapi dengan cara menghiasi diri. Jika ia tidak memiliki dua pakaian, maka hendaklah ia memakai izar (sarung) dalam sholatnya.” (HR. al-Thabrani dan al-Bayhaqi)152Sholat merupakan interaksi langsung antara seorang hamba

152 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, cet. Ke-3, Beirut: Dar al-Fikr, 1974, hlm 133.

dengan Rab-Nya. Dengan memanjatkan firman-firmannya, dzikt, dan do’a kepada-Nya. Maka hendaknya seorang hamba yang ingi menunaikan ibadah sholat haruslah ia dalam kondisi terbaik, baik suci badan, pakaian dan tempat.

Menurut Ustaz H Fachruddin Lahmuddin S.Ag. M.Pd mengatakan bahwa hendaklah seorang muslim yang hendak memunaikan ibadah sholat berpakaian yang rapi dan bersih, tidak sopan rasanya jika seorang hamba yang hendak menunaikan ibadah sholat menggunakan pakaian yang tidak pantas.. menurutnya memang tidak ada larangan dalam syariat mengenai pakaian sebatas anjuran syariat. Tapi, secara etika dan adab tidak sopan rasanya bahkan dengan tidak sengaja seseorang itu tidak menjaga kewibawaan Allah Swt. Seharusnya kita ketika menghadap Allah Swt hendaklah memilih pakaian terbaik.

Redaksi Hadis

Seperti yang telah dijelaskan secara singkat di latar belakang diatas , bahwa Nabi Saw tidak menyukai umatnya untuk menggunakan pakain bermotif

“bergambar” ketika sholat karena gambar tersebut akan menganggu konstrasi saat sholat.

Sebagaimana sabda Nabi Saw:

ُ َّالل ى َّل َص َّي ِبَّنلا َّنَأ َة َشِئاَع ْنَع َةَوْرُع ْنَع ِّيِرْهُّزلا ْنَع ُناَيْف ُس اَنَثَّدَح َلاَق ُةَبْيَتُق اَنَثَّدَح يِب َ

أ ى َ

ل ِإ اَهِب اوُب َه ْذا ِهِذَه ُم َلْعَأ ي ِنْتَلَغ َش َلاَقَف ٌم َلْعَأ اَهَل ٍةَصيِمَخ يِف ىَّلَص َمَّل َسَو ِهْيَلَع

ٍةَّيِنا َجِب ْنَأِب يِنوُتْأَو ٍمْهَج

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri dari ‘Urwah dari ‘Aisyah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan mengenakan baju yang ada gambarnya, lalu beliau bersabda: “Gambar-gambar pada pakaian ini menggangguku. Kembalikanlah kepada Abu Jahm, agar

dia mengganti dengan pakaian yang terbuat dari bulu kasar yang tidak bergambar.”153

Dalam hadis lain juga diriwayatkan oleh Aisyah:

ٍس َنَأ ْنَع ٍبْيَهُص ُنْب ِزيِزَعْلا ُدْبَع اَنَثَّدَح ِثِراَوْلا ُدْبَع اَنَثَّدَح َةَر َسْيَم ُنْب ُناَرْمِع اَنَثَّدَح ِهْي َلَع ُ َّالل ىَّلَص ُّي ِبَّنلا اَهَل َلاَقَف اَهِتْيَب َبِناَج ِهِب ْتَرَت َس َة َشِئاَعِل ٌماَرِق َناَك َلاَق ُهْنَع ُ َّالل َيِض�َر

يِت َ

ل َص ي ِف يِل ُضِرْع َت ُهُريِواَصَت ُلاَزَت َل ُهَّنِإَف يِّنَع ي ِطيِمَأ َمَّل َسَو

Telah menceritakan kepada kami Imran bin Maisarah telah menceritakan kepada kami Abdul Warits telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas radliallahu ‘anhu dia berkata:

“Bahwa Aisyah memiliki sehelai kain yang bergambar dan digunakan sebagai tabir rumahnya, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Singkirkanlah ia dariku, karena gambarnya selalu memalingkanku dalam shalat.”154

Pemahaman Secara Bahasa

Dalam memahami suatu hadis setidaknya diperlukan dua cara yang perlu ditempuh diantaranya pemahaman hadis secara teks dan pemahaman hadis secara kontekstualisasi. Pemahaman teks yakni merupakan pemahaman hadis melalui teks hadis yang dipahami dengan pendekatan bahasa. Hal ini perlu dilakukan guna dalam sebuah teks hadis, karena hadis merupakan bahasa arab yang perlu pemahaman makna hadis yang mengandung kata yang gharib dan juga dapat dilihat adanya ilat dan syadz. Sehingga dengan pendekatan kebahasaan dapat dipahami makna atau maksud hadis yang sebenarnya.

153 Bukhari, Shahih Bukhari.., hlm 156. Kitab Adzan Bab Menoleh Saat Sholat Hadis No 752. Lihat juga: Baqi, Shahih al-Bukhari.., jilid 1, hlm 545.

154 al-Bukhari, Shahih Bukhari, hlm 1156 Dalam Kitab Pakaian Bab Dimakruhkan Sholat Dengan Pakaian Bergambar Hadis No 5959. Lihat juga:Baqi, Shahih Bukhar..i, jilid 5, hlm 132.

يِت ل َص ْن َع َ

(sholatku) yang berasal dari kata

ة ل َص َ

yang berarti sholat yang mengganggu kekhusyuan dalam sholat, dimana dalam hadis tersebut jelaskan bahwa Nabi Saw terganggu sholatnya ketika menggunakan pakaian bergambar.155

ي ِنَنِت ْف َت ْنَأ ُفاَخَأَف ِة َلَّصلا يِف اَنَأَو اَهِمَلَع

(karena sesungguhnya aku melihat gambarnya dalam sholat, maka hampir-hampir membuatku terfitnah (terganggu), dalam lafadz hadis ini harus dipandukan dengan mengatakan bahwa riwayat dengan lafadz

ي ِنْتَه ل ْ َ

أ

(menggangguku) dipahami dengan konteks dengan lafadz

ْت َداَك

(hampir-hampir). Dengan demikian pengunaan lafadz pertama untuk memberikan gambaran kejadian yang hampir terjadi bukan berarti telah benar-benar terjadi. Dapat juga dipahami bahwa makna kata tersebut dengan lafadz

ُضِرْع َت

(nampak)yang berarti terbayang-bayang bertujuan bahwasannya lafadz ini menjelaskan bahwa sholat tidak rusak di karena Nabi Saw tidak mengentikan sholatnya dan tidak pula mengulanginya.156

Pandangan Ulama Syarah Hadis.

Ibnu Daqiq al Id menjelaskan bahwa, “dalam riwayat ini menjelaskan bahwa sikap Nabi Saw yang segera melakukan suatu kemaslahatan sholat dengan menghilangkan semua yang dapat merusak.” Makna al-Khamishah kepada Abu Jahm tidak mesti digunakan ketika hendak sholat. Hal ini serupa dengan sabda beliau terkait pakaian dari Utharid, dimana beliau mengutus Umar, seraya berkata,”sesungguhmya aku tidak mengirimnya padamu untuk engkau pakai”.157

155 Amiruddin, Penjelasan Kitab Shahih Bukhari.., hlm, 61. Lihat juga: al- al-Asqolani, Syarah Shahih al-Bukhari, jilid 1.., hlm 483

156 Amiruddin, Penjelas Kitab Shahih Bukhari, jilid 3.., hlm 62-63. Lihat juga: al-Asqolani, Syarah Shahih al-Bukhari, jilid 1 di tahqiq oleh Hasan Abdul Mannan, hlm 389-390

157 Amiruddin, Penjelas Kitab Shahih Bukhari, jilid 3.., hlm 62. Lihat juga: al-Asqolani, Syarah Shahih al-Bukhari, jilid 1.., hlm 389-390

Menurut mazhab Hanafi, boleh sholat mengunakan pakaian bergambar apabila gambar pada pakaian tersebut kecil atau terpotong karena Nabi Saw hanya memrintahkan lepaskan karena telah menganggu beliau ketika sholat.158

Pendekatan Asbabul Wurud

Hadis-hadis merupakan landasan hukum yang juga perlu kajian penafsiran berupa historis yang jelas, fungsi yang jelas dan konteks historis yang jelas.

Karena itu dalam hal ini, konteks historis sangat dibutuhkan adalah asbabul wurud hadis.159

Pada hadis tentang pakaian bergambar, peneliti telah menemukan tentang asbabul wurud hadis sholat dengan pakaian bergambar, tetapi penulis menemukan satu asbabul wurud yang mungkin memiliki makna yang serupa diantaranya:

Hadis tentang meletakkan barang bergambar di dalam rumah.

Seperti yang terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari dalam hadis no 4873 yang diriwayatkan oleh Aisyah: bahwa dia pernah membeli sehelai tikar yang dipenuhi dengan gambar-gambar. Dan tikar itu pun dilihat oleh Rasulullah Saw, dan waktu itu beliau berada di dekat sisi pintu masuk. Lalu Aisyah mengerti bahwa beliau tidak menyukai telihat raut wajah beliau. Aisyah berkata: ya Rasulullah, aku bertaubat kepada Allah Swt dan kepada Rasulullah Saw.

Apakah gerangan dosa yang saya lakukan? Rasulullah menjawab:” mengapa tikar bergambar ini ada di sini? Aisyah menjawab: “aku membelikannya agar engaku mau duduk di atasnya atau engaku jadikan bantal kepala, Nabi bersabda:

“sesungguhnya pemilik gambar ini akan disiksa di hari kiamat, lalu berkata kepadanya: hidupkanlah apa yang kamu ciptakan. Kemudian beliau bersabda

158 Amiruddin, penjelas kitab Shahih Bukhari,jilid 28..,hlm 915. Lihat juga: al-Asqolani, Syarah Shahih al-Bukhari, jilid 10..,hlm390

159 Ulin Ni’am masruri, Metode Syarah Hadis, Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015, hlm, 219

“sesungguhnya rumah yang (dipajang) di dalamnya gambar, tidak akan masuk malaikat di dalamnya”.160

Pemahaman Hadis Pakaian Bergambar Saat Sholat.

Berdasarkan dari hasil penelusuran terhadap hadis sholat dengan pakaian bergambar di dalam kitab shahih al-Bukhari. Nabi Saw melarang seseorang mengenakan pakaian bergambar saat sholat, baik itu terdapat pada pakaian, hordeng tirai pada jendela maupun hiasan rumah yang terdapat corak gambar pernyataann Nabi Saw dalam hadis tersebut bukan bertujuan melarang atau membatalkan sholat, hal ini dapat dipahami bahwasannya Nabi Saw takut jika unsur gambar pada pakaian tersebut dapat melalaikan kehusyu’an dalam sholat.

Tidak dipungkiri lagi sholat merupakan tiang agama bagi umat Islam yang merupakan perintah langsung dari Allah Saw yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Sehingga sholat memiliki tujuan yakni ruhnya sholat yaitu khusyu saat sholat. Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mencapai ruhnya sholat (khusyu saat solat). Terdapat dua macam ganguan ketika melalukan ibadah sholat, adalah ganguan pada telinga yaitu gangguan pada suara dan mata yakni gangguan pada pandangan.

(sholat dengan memakai bergambar). Secara kata makna hadis ini bersifat Zhahir atau umum, dimana dalam hadis diatas Nabi Saw menyebutkan kata

“bergambar” yang disertai pada pakaian. Menurut pendapat dari mazhab Hanafi bahwasanya boleh sholat seseorang memakai pakaian yang apabila terdapat gambar yang kecil atau terpotong kepalanya.

Pada dasarnya hukum berpakaian adalah boleh, semua orang bebas memilih jenis pakaian yang ia inginkan, baik yang bergambar maupun berwarna. Namun ada beberapa indikasi yang menjadikan gambar pada pakaian itu menjadi dilarang.

Menurut pandangan ulama Hanafiyah dan Malikiyah yang berpendapat bahwa, menggunakan pakaian bergambar hukumnya makruh apabila

160 Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi ad-Dimasyiqi, Asbabul Wurud 1: Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul, Terj. M. Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, hlm, 466

menggunakan pakaian bergambar mahkluk hidup baik digunakan saat sholat maupun dalam beraktifitas. Akan tetapi jika pakaian tersebut dilapisi dengan kain lain maka dibolehkan. Sedangkan menurut imam Syafi’i menganggap bahwa menggunakan pakaian bergambar itu dibolehkan.

Pada umumnya Islam tidak mengatakan bahwa sholat menggunakan pakaian bergambar itu larang, artinya sholat menggunakan pakaian bergambar itu sah-sah saja di gunakan. Tetapi karena dalam ajaran agama Islam adanya etika dan aturan dalam berpakaian, maka rasanya kurang pantas jika seorang hamba melakukan ibadah sholat dengan pakaian bergambar apalagi pakaian bergambar mahkluk hidup.

Kontekstualisasi Hadis Nabi Saw Pada Masa Sekarang.

Kontekstualisasi Hadis Nabi Pada Masa Sekarang Untuk memahami sebuah hadis kita tidak hanya memahami hadis secara teks hadis saja, melainkan kita juga harus memahami hadis dari segi konteks sosial kultural pada masa nabi dan pada masa sekarang. Sehingga hadis-hadis Nabi Saw sebagi penjelas bagi al-Quran diharapkan dapat memberikan inpirasi dalam membantu menyelesaikan promble-promble yang terjadi pada masa sekarang. Karena bagaimana pun dalam pembaharuan pemikiran islam harus mengacu pada landasan ajaran agama Islam yakni al-Qur’an dan hadis.161 Dalam memahami hadis secara kontekstual pendekatan asbabul wurud sangat penting guna untuk memahami hadis yang disampaikan oleh Nabi Saw, banyak yang bersifat kasuistik, kultural bahkan temporal. Oleh karena itu pendekatan konteks historis timbulnya suatu hadis sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami makna suatu hadis.

Sebagaimana tentang persoalan di masyarakat sekarang terhadap pemahaman terkait hadis Nabi Saw terhadap mengunakan pakaian bergambar ketika sholat. Sehingga dalam pemikiran terhadap makna menggunakan pakaian bergambar mengalami banyak perubahan antara perkembangan pada masa dulu dengan masa sekarang.

a. Pada Masa Nabi Saw

161 Said Agil Munawwar, Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud: Studi Kritik Hadis Nabi Pendekatan Sosia-Historis-Kontekstual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hlm, 25-26

Dilihat dari riwayat suatu hadis terkait hadis berpakaian bergambar ketika sholat. Bahwasanya Nabi Saw melarang seorang muslim menggunakan pakaian bergambar ketika sholat. Hal ini sebagaimana banyak ditemukan riwayat hadis yang ditemukan terkait permasalahan tersebut. Larangan tersebut di tujuan pada setiap kaum muslim yang hendak menunaikan ibadah sholat, hal ini bertujuan guna agar setiap seorang muslim yang hendak menunaikan ibadah sholat dapat khusyu ketika sholat. Karena gambar yang terdapat pada pakaian tersebut dapat menganggu konsentrasi seseorang ketika sholat.

b. Pada Masa Sekarang.

Pakaian secara khusus diartikan sebagai gaya hidup dalam berpakaian yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk menghadiri kegiatan tertentu dengan tujuan untuk menunjang penampilan. Pakaian merupakan gaya yang populer dari suatu budaya atau merupakan suatu mode.

Mode sangat dekat dengan gaya, seiring dengan perkembangan gaya hidup sesorang dapat menjadi indikator atau faktor penentu tingkat status sosial seseorang.

Pada era 2000-an perkembangan pakaian seseorang muncul dari ekspresi yang ada pada diri sesorang yang menjadikan gaya khas. Saat ini banyak desainer yang membuat pakaian yang modern. Hal ini dapat dilihat banyaknya jenis bentuk ragam pakaian yang mudah untuk ditemukan. Salah satunya yakni tren pakaian bergambar seperti gambar harimau, kuda, burung, pohon, rumah, bunga, mobil,motor dan lain sebagainya yang banyak diminati oleh masyarakat.

Tren pakaian bergambar merupakan suatu hal yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat. Baik dikalangan anak mudah maupun orang tua juga banyak yang menggunakan pakaian tersebut. Sehubungan dengan fenomena yang banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat terkait dengan pakaian bergambar yang bertujuan untuk membuat pakaian lebih menarik dan indah saat dipandang orang lain.Dalam hal ini sebagaimana yang sering dijumpai bahwa sebagian banyak orang sholat dimasjid mengunakan pakaian bermotif, berwarna, bahkan bergambar seperti gambar hewan, tanaman, kendaraan yang dibentuk menjadi pakain batik. Sehubungan dengan penomena yang sedang terjadi dalam masyarakat, tidak hanya persoalan pakaian bergambar

tetapi banyak kebiasaan masyarakat, seperti dalam membangun masjid lebih terpokus pada keindahan dan kemewahan. Hal ini terjadi dimana dalam pembangunan masjid masyarakat banyak memberikan karya seni seperti menambahkan ukiran, kaligrafi, poto atau lukisan orang mendirikan masjid, memasangkan hordeng pada jendela yang bermotif, memberikan corat pada sajadah, mukenah, peci, sarung dan lain sebagainya.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam perkembangan era globalisasi, bahwasannya banyak perubahan pemikiran. Dimana masyarakat di era ini lebih mengutamakan faktor-faktor keindahan dan kemewahan sehingga baik dalam prosedur pembuatan pakaian maupun dalam pembangunan bangunan, masyarakat lebih mengedepankan nilai keindahan.

Dari hasil pemaran diatas, dapat dipahami bahwa di era sekrang ini bahwasannya dalam masyarakat pengunaan gambar atau lukisan itu sudah menjadi kebisaan. Dimana masyarakat beranggapan bahwa lukisan atau gambar yang terdapat dalam pakaian, atau pada benda lain. digunakan hanya untuk hiasan atau desain agar terlihat lebih indah dan enak untuk dipandang oleh mata saja tidak ada unsur lain.

Penutup

Dari hadis-hadis tentang pakaian bergambar dalam sholat dapatlah dipahami bahwa menggunakan pakian bergambar ketika sholat itu dibolehkan, selagi gambar pada pakain tersebut tidak mengganggu seseorang dalam beribadah. Tapi jika gambar pada pakaian itu dapat menganggu seseorang dalam sholat maka makruh hukumnya menggunakan pakaian tersebut. sebab asal hukum berpakaian adalah mubah (boleh), baik itu digunakan ketika sholat maupun dalam beraktivitas sehari-hari terlepas itu pakaian bergambar atau tidak, adapun kontekstualisasinya bahwa menggunakan pakaian bergambar ketika sholat dibolehkan, tetapi sebagai makhluk beragama yang mempunyai etika dan aturan. Alangkah baiknya jika kita ketika hendak sholat mengenakan pakaian yang rapi dan bersih yang tidak berlebihan karena itu akan lebih baik bagi diri di hadapan Allah Swt. Sebab sholat merupakan suatu interaksi antara mahkluk dengan Rabb-Nya.

Daftar Pustaka

al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari, Riyadh, Baitul Afkar ad-Dauliyyah, 1419 H – 1998 M

an-Naysaburi, Muslim Hajjaj, Shahih Muslim, naskah di tahqiq oleh Abu Shuhaib al-Karomi, Riyadh Baitul Afkar ad-Dauliyyah, jilid 1, Cet-1, 1419 H- 1998 M.

Andi Muhammad, Jilbab Kok Gitu? Korelasi Hijab Indonesia, Solo: Maktabah Ta’awuniyah, 2008.

Ahmad, Arifuddin, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi, Jakarta: Insan Cemelang, tth

al-Hafidz, Ibnu Hajar al-Asqalani al-Imam, Fathul Baari, jilid 4, terj. Amiruddin, Penjelasan Kitab Shahih Bukhari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2014.

al-Asqolani, al-Hafidz Ibnu Hajar, Syarah Shahih al-Bukhari, jilid 2, di tahqiq oleh Hasan Abdul Mannan, Baitul Akfar ad-Dauliyah, tth

az-Zabidi, Imam, Ringkasan Hadis Shahih al-Bukhari, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.

ad-Dimasyiqi, Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi, Asbabul Wurud 1: Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul, Terj. M. Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim, Jakarta: Kalam Mulia, 1994

Baqi, Muhammad Faud Abdul, Shahih Bukhari julid I, Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2010.

Baqi, Muhammad Fa’ud Abdul, Mutiaran Hadis Shahih Bukhari Muslim, Surabaya: PT Bima Ilmu, 2017.

Ghofur, Waryono Abdul, Hidup Bersama al-Qur’an: Jawaban al-Qur’an Terhadap Problematika Sosial, Yogyakarta: Pustaka Rihlah, 2007

Hatta, Ahmad, Al-Qur’an tajwid dan Terjemah, Bandung: CV Penerbit Diponogoro, 2014

Hutapea, Albert M., Keajaiban-keajaiban Dalam Tubuh Manusia, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Muqhiyah, Muhammad Jawad, Fiqih Ja’far, cet ke-1, Jakarta:Lenterm, 1995.

Masruri, Ulin Ni’am, Metode Syarah Hadis, Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015.

Musthafa, Maraghi, Ahmad, Tafsir Maraghi, cet. Ke-3, Beirut: Dar al-Fikr, 1974.

Nordholt, Henk Schulte, Outward Appearances: Trend, Indetitas, Kepentingan, Yogyakarta: Lkis, 2005.

Purnomo, Heri, Dilema Wanita Di Era Modern, Jakarta: Mustaqim, 2002 Rahmawati, Indah, Inspirasi Desain Busan Muslim, Bekasi: Laskar Aksara

Reid, Antony, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2014.

Sunarto, Ahmad, dkk, Terjemah Shahih al-Bukhari, Semarang: CV. Asy Syifah, jilid 1, 1992.

BAGIAN TIGA

Sistem Pengobatan Melalui Media Handphone

Dalam dokumen Turnitin HAKI Kritik Hadis (Halaman 161-173)