• Tidak ada hasil yang ditemukan

J. K. B Jurnal Kependidikan Betara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "J. K. B Jurnal Kependidikan Betara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

https://e-journal.sdn195pinangmerah.com/index.php/jkb

J . K . B

Jurnal Kependidikan Betara

Sitasi: Kurniawan, R. M., & Aprodita, F. (2020). Analisis Keterampilan Berpikir kritis Mahasiswa

pada Materi Kinematika. Jurnal Kependidikan Betara, 1(2), 63-73.

Analisis Keterampilan Berpikir kritis Mahasiswa pada Materi

Kinematika

Rizqiana Mauliasari Kurniawan1,*, Febrina Aprodita2

1Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang, Jl. Cakrawala No.5, Kota Malang, 65145, Indonesia 2Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, FKIP,Universitas Mulawarman, Jl. Muara Pahu Kampus Gn.

Kelua, Kota Samarinda, 75119 , Indonesia

*E-mail: Rizqiana1703216@students.um.ac.id

1. Pendahuluan

Kehidupan pada abad ke-21 ini, menuntut agar semua orang mampu menguasai berbagai keterampilan. Adapun keterampilan-keterampilan penting yang harus dikuasai seseorang pada abad ke-21 menurut (Zubaidah, 2016) mencakup learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together, dimana ke-empat keterampilan tersebut masih relevan dengan empat pilar Received

Februari 2020

Revised

Maret 2020

Accepted for Publication

Maret 2020

Published

Maret 2020

Abstract

This research is a quantitative-qualitative descriptive study that aims to describe students' critical thinking skills on kinematics material. The population in this study were students of physics education program 2018 State University of Malang and the sample of this study was randomly selected with a simple random sampling technique of 36 students. The study was conducted by distributing questions of critical thinking skills tests consisting of 5 problem descriptions. The analysis is done by finding the average percentage for each indicator of critical thinking skills for each item, the percentage of total average scores obtained by students, and the percentage of students who answered correctly about the critical thinking skills test. The results of the study found an average total score of critical thinking skills of 47.22% with the percentage of each indicator namely indicator 1 at 66.67%, indicator 2 at 67.91%, indicator 3 at 23.61%, indicator 4 at 49.30%, and indicator 5 of 46.61%. Students have the most difficulty when solving problems in making induction analyzing parabolic motion on an inclined plane.

Keywords: critical thinking skills, deduction, induction, kinematics

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif-kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi kinematika. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi pendidikan fisika 2018 Universitas Negeri Malang dan sampel penelitian ini dipilih secara acak dengan teknik simple random sampling sebanyak 36 mahasiswa. Penelitian dilakukan dengan membagikan soal tes keterampilan berpikir kritis yang terdiri dari 5 soal uraian. Analisis yang dilakukan adalah dengan mencari persentase rata-rata untuk masing-masing indikator keterampilan berpikir kritis tiap butir soal, presentase skor total rata-rata yang diperoleh mahasiswa, dan persentase siswa yang menjawab benar soal tes keterampilan berpikir kritis. Hasil dari penelitian didapatkan rata-rata skor total keterampilan berpikir kritis sebesar 47,22% dengan persentase dari setiap indikatornya yaitu indikator 1 sebesar 66,67%, indikator 2 sebesar 67,91%, indikator 3 sebesar 23,61%, indikator 4 sebesar 49,30%, dan indikator 5 sebesar 46,61%. Mahasiswa paling banyak mengalami kesulitan ketika memecahkan persoalan dalam membuat induksi menganalisis gerak parabola pada bidang miring.

(2)

64 kehidupan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh ASEAN Business Outlook Survey pada tahun 2014 (dalam Ngasuko, 2015), Indonesia dianggap sebagai negara yang memiliki sumber daya manusia dengan kualitas yang rendah dibandingkan negara-negara yang lain. Hal ini masih menjadi tugas bagi pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu melalui bidang pendidikan.

Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok yang memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Sebagai salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan, menurut (Rumi, 2017) pendidikan IPA, khususnya fisika diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis, dan berinisiatif dalam menghadapi isu di masyarakat akibat adanya perkembangan teknologi. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan merupakan suatu usaha untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar dan terencana agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, maupun negara (INDONESIA, 2006).

Menurut US-Based Partnership for 21st Century Skills (dalam Utami, Siahaan, & Setiawan,

2018) , kompetensi-kompetensi atau keterampilan-keterampilan yang diperlukan pada abad ke-21 agar seseorang mampu menghadapi Revolusi Industri 4.0 terdiri dari empat keterampilan, yang meliputi Communication, Collaboration, Critical Thinking, dan Creativity yang selanjutnya dikenal dengan “The 4Cs”. Salah satu dari empat kompetensi tersebut yang dianggap dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan baik adalah Critical Thingking atau berpikir kritis. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 yang disampaikan oleh Mukhlisuddin (dalam Ayuningsih & Dwijayani, 2019) yaitu diharapkan agar peserta didik mampu memiliki karakter berpikir kritis, mampu memecahkan masalah, inofatif, kreatif, dan produktif .

Berpikir kritis merupakan sebuah cara berpikir secara reflektif dan beralasan yang difokuskan pada pengambilan keputusan untuk memecahkan sebuah masalah. Menurut Ennis (dalam Thomson, 2009) berpikir kritis diartikan sebagai sebuah proses yang dalam proses pengungkapan tujuannya dilengkapi dengan alasan yang tegas tentang suatu kepercayaan dan kegiatan yang telah dilakukan. Di dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran fisika, mahasiswa diharapkan mampu memiliki kemampuan berpikir kritis dalam menerima materi di dalam kelas. Hal tersebut dikarenakan berpikir kritis merupakan sebuah proses yang jelas serta terarah. Menurut (Labibah & Ernawati, 2017) keterampilan berpikir kritis dapat digunakan mahasiswa dalam kegiatan-keguatan belajar yang membutuhkan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika yaitu untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan analisis siswa atau mahasiswa terhadap lingkungan sekitarnya.

Berpikir kritis sebagai salah satu proses berpikir tingkat tinggi dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual fisika pada mahasiswa sehingga dianggap sebagai salah satu proses berpikir konseptual tingkat tinggi. Menurut (Pradana, Parno, & Handayanto, 2017) mahasiswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi dapat menjadi konsumen sains yang kritis sehingga dapat menanggapi serta mengikuti perkembangan sains yang terjadi. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis mahasiswa di Indonesia masih tergolong rendah. Pendapat ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Amrullah & Suwarjo, 2018) yang menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru fisika hanya berada pada nilai 24,60 yang termasuk dalam kategori sangat rendah. Begitupula hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh (Fakhriyah, 2014) yang menyatakan bahwa beberapa mahasiswa PGSD FKIP UMK yang masih sulit dalam bekerja secara berkelompok, berkomunikasi, memecahkan masalah ketika diajukan contoh suatu permasalahan nyata, serta belum bisa mengambil keputusan sebagai solusi yang tepat dari suatu permasalahan. Rendahnya keterampilan berpikir kritis pada mahasiswa juga ditunjukkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Kirana & Kusairi, 2019) yang menyatakan bahwa rata-rata keterampilan berpikir kritis mahasiswa fisika semester awal berada pada angka 31,12 yang tergolong sangat rendah dibandingkan rata-rata mahasiswa semester akhir yang berada pada angka 47,06 yang tergolong rendah.

(3)

65 Kinematika, merupakan salah satu mata kuliah yang sangat penting yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Kinematika adalah bidang ilmu fisika yang menjelaskan gerak benda, yang deskripsinya dapat melalui representasi verbal, diagram, grafik, dan persamaan matematika (Anwar & Ramadhan, n.d.). Pengajaran kinematika ditujukan untuk mengembangkan penguasaan konsep tentang gerak benda agar seseorang dapat memahami atau menjelaskan gejala gerak dari benda-benda nyata yang terlihat di alam. Bentuk gerakan benda dapat diketahui dengan menelaah persamaan, diagram, dan grafik dari konsep dasar tersebut sebagai fungsi waktu. Menurut (Kirana & Kusairi, 2019) kesulitan mahasiswa dalam mempelajari kinematika terletak pada menginterpretasikan grafik. Mahasiswa tidak dapat menghubungkan grafik yang telah dibuat dengan garis-garis yang sesuai dengan konsep fisika yang mendasarinya. Berdasarkan permasalahan di atas, perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai keterampilan berpikir kritis mahasiswa pada materi kinematika. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterampilan berpikir kritis mahasiswa pada materi kinematika.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian jenis deskriptif kualitatif-kuantitatif. Lokasi penelitian bertempat di Universitas Negeri Malang. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa jurusan fisika dengan sampel yang dipilih menggunakan teknik random sampling sebanyak 36 mahasiswa program studi pendidikan fisika angkatan 2018. Penelitian ini dilaksanakan 8 November 2019 di Gedung O8 ruang 403. Untuk memperoleh data keterampilan berpikir kritis digunakan instrumen berbentuk tes tulis essay yang terdiri dari 5 soal yang telah divalidasi oleh dua ahli sedangkan data yang diperoleh berupa data kualitatif berupa jawaban dari soal essay yang nantinya diubah menjadi data kuantitatif. Setiap butir soal memuat satu sub indikator berpikir kritis menurut Ennis. Indikator keterampilan berpikir kritis menurut Ennis (dalam Permana, 2018) terdiri dari 12 indikator yang kemudian dikelompokkan dalam 5 aspek keterampilan berpikir kritis seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.

Hasil dari tes tulis yang telah dinilai berdasarkan rubrik penilaian Ennis (1985) kemudian dihitung persentase skor keterampilan berpikir kritis mahasiswa dan persentase skor benar untuk masing-masing indikator tiap butir soal. Adapun skala persentase kategori keterampilan berpikir kritis menurut (Hasibuan, 2016) disajikan dalam tabel 2.

Tabel 1. Indikator Berpikir Kritis

Keterampilan Berpikir Kritis Sub Keterampilan Berpikir Kritis 1. Memberikan penjelasan sederhana (Elementary

clarification) 1. Memfokuskan pertanyaan 2. Menganalisis argumentasi

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang

2. Membangun keterampilan dasar (Basic support) 1. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria suatu sumber)

2. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi

3. Menyimpulkan (Inference) 1. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

2. Membuat induksi dan mempertimbangkan induksi 3. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan 4. Membuat penjelasan lebih lanjut (Advanced

clarification) 1. Mendefiniskan istilah, mempertimbangkan definisi

2. Mengidentifikasi asumsi 5. Strategi dan taktik (Strategies and tactics) 1. Memutuskan suatu tindakan

(4)

66

Tabel 2. Interpretasi Kategori Kemampuan Berpikir Kritis

Persentase Kategori 89 < X ≤ 100% Sangat tinggi 79 < X ≤ 89% Tinggi 64 < X ≤ 79% Sedang 54 < X ≤ 64% Rendah X ≤ 54% Sangat Rendah

3. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis dan pengolaan data skor rata-rata, keterampilan berpikir kritis mahasiswa pendidikan fisika Universitas Negeri Malang angkatan 2018 pada materi kinematika disajikan oleh gambar berikut.

Gambar 1. Persentase rata-rata setiap indikator

Berdasarkan gambar 1 terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa masih tergolong rendah. Secara keseluruhan hal ini ditunjukkan dengan persentase skor rata-rata yang didapatkan mahasiswa adalah sebesar 47,22%. Persentase skor rata-rata setiap indikator yang paling tinggi terdapat pada indikator pertama yaitu menganalisis argumentasi sebesar 66,67%. Kemudian dapat dilihat pula indikator kedua memiliki persentase rata-rata sebesar 47,91%, indikator keempat sebesar 49,30%, indikator kelima sebesar 48,61% dan indikator terendah yaitu indikator ketiga sebesar 23,61%. Hal tersebut menunjukkan bahwa indikator kedua sampai kelima masih tergolong ke dalam kategori sangat rendah.

Rendahnya keterampilan berpikir kritis mahasiswa pada materi kinematika juga ditunjukkan dalam gambar persentase mahasiswa yang menjawab soal dengan benar sebagai berikut.

(5)

67

Gambar 2. Persentase Mahasiswa Menjawab Soal Benar

Dari gambar 2 dapat diketahui bahwa dari total 36 mahasiswa yang menjawab dengan benar soal keterampilan berpikir kritis pada tiap indikatornya tidak mencapai 50%. Pada soal nomor 1 indikator pertama, hanya 36,11% mahasiswa yang dapat menganalisis argumen dengan benar mengenai pernyataan tentang bola yang dilempar secara vertikal ke atas hingga mencapai titik tertinggi. Namun, masih banyak juga mahasiswa yang hanya mampu menjawab di salah satu pertanyaan saja walaupun sudah disertai alas an yang sesuai. Pembahasan lebih rinci mengenai jawaban mahasiswa disampaikan berdasarkan jawaban mahasiswa pada tabel 3.

Tabel 3. Jawaban mahasiswa soal nomor 1

Bola berhenti sesaat pada titik tertingginya saat bola dilemparkan secara vertikal ke atas SEBAB

Bola tidak mengalami percepatan pada saat di titik tertinggi.

Pertanyaan Jawaban benar Jawaban mahasiswa secara

umum Apakah kedua pernyataan itu

benar? Jelaskan! • Pernyataan pertama benar karena pada titik tertinggi bola mencapai kecepatan minimum (titik balik). • Pernyataan kedua salah karena di titik tertinggi masih dipengaruhi oleh percepatan gravitasi.

• Pernyataan pertama benar • Pernyataan kedua salah

karena saat titik tertinggi, bola tidak memiliki kecepatan namun dipengaruhi percepatan gravitasi sehingga dapat jatuh ke bawah.

(6)

68 Soal nomor 2 indikator kedua juga memiliki persentase yang sama dengan soal nomor 1. Hanya 36,11% mahasiswa yang dapat membuat deduksi hubungan antara ketinggian dengan waktu bola untuk mencapai titik tertinggi dalam gerak parabola. Pada soal nomor 2 ini, kebanyakan mahasiswa tidak dapat merumuskan permasalahan tentang gerak parabola sehingga mahasiswa tidak dapat menyimpulkan atau membuat deduksi dari pernyataan yang telah diberikan. Pembahasan lebih rinci disampaikan berdasarkan jawaban mahasiswa pada tabel 4.

Tabel 4. Jawaban mahasiswa soal nomor 2

Nazar melakukan percobaan gerak parabola dengan menendang bola sebanyak tiga kali seperti pada gambar berikut.

Pertanyaan Jawaban benar Jawaban mahasiswa secara

umum Jika ketinggian maksimum yang

dicapai oleh masing-percobaan adalah h, maka urutkan waktu terlama-tercepat selama di udara serta berikan alasannya. Pada proses tersebut abaikan gaya hambat udara

Menjawab benar dengan alasan yang tepat serta kuat pada topik parabola

Menghitung waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik tertinggi pada gerak parabola terdapat persamaan 𝑡=√2ℎ𝑔 Sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu yang dibutuhkan suatu benda untuk mencpai titik tertinggi hanya dipengaruhi oleh ketinggian maksimum yang dapat dicapai oleh benda tersebut. Pada gambar tersebut Nampak bahwa ketinggian yang dicapai dari 3 benda adalah sama sehingga tiga benda tersebut memiliki waktu yang sama selama di udara.

Mahasiswa dapat memberikan alasan yang tepat akan tetapi tidak diperkuat dengan persamaan yang tepat

Berdasarkan persamaan di atas hanya dipengaruhi oleh dan sehingga waktu yang dibtuhkan adalah sama.

(7)

69 Soal yang paling banyak dijawab dengan salah adalah soal nomor 3 indikator ketiga. Hal ini ditunjukkan dengan persentase mahasiswa yang menjawab benar hanya sebesar 11,11%. Hanya 4 mahasiswa yang mampu mencari waktu yang dibutuhkan bola untuk sampai di titik B menggunakan persamaan yang benar dan menganalisis hubungannya dengan waktu yang dibutuhkan bola untuk sampai di titik C dengan menggunakan persamaan yang tepat pula. Sedangkan mahasiswa lainnya hanya dapat menjawab sebagian dari pertanyaan pertama mengenai gerak parabola pada bidang miring dan sebagian besar mahasiswa yaitu sebanyak 22 mahasiswa tidak dapat menjawab pertanyaan nomor 3. Ketidakbisaan mahasiswa menjawab pertanyaan pada nomor 3 disebabkan karena siswa tidak mampu menganalisis gerak parabola pada bidang miring. Pembahasan lebih rinci disampaikan berdasarkan jawaban siswa pada tabel 5.

Tabel 5. Jawaban mahasiswa soal nomor 3

Rama menembakkan bola dari dasar bidang miring dengan kecepatan v membentuk sudut elevasi θ terhadap bidang miring yang memiliki kemiringan α seperti pada gambar

Pertanyaan Jawaban benar Jawaban mahasiswa secara

umum Bagaimana waktu yang

dibutuhkan untuk menempuh titik B dan C?

Jika hambatan udara yang bekerja pada sistem diabaikan. Buatlah kesimpulan terkait waktu tempuh bola untuk mencapai titik B dan C

Waktu yang dibutuhkan bola untuk sampai di titik B dapat dihitung melalui persamaan berikut 𝑣𝑡𝑦=𝑣𝑜𝑦−𝑔𝑠𝑖𝑛(𝛼)𝑡𝐵 0=𝑣𝑦−𝑔𝑠𝑖𝑛(𝛼)𝑡𝐵 𝑣𝑠𝑖𝑛(𝜃)𝑔𝑐𝑜𝑠(𝛼)=𝑡𝐵

Hal ini dikarenakan sumbu x pada gerakan parabola tersebut telah diproyeksikan terhadap bidang miring. Sehingga waktu yang dibutuhkan bola untuk sampai di titik C adalah dua kali lipat dari waktu yang dibutuhkan bola untuk mencapai titik B

𝑡𝐶=2𝑣𝑠𝑖𝑛(𝜃)𝑔𝑐𝑜𝑠(𝛼)

Siswa tidak menjawab pertanyaan dan hanya menuliskan diketahui saja.

(8)

70 Pada soal nomor 4 indikator keempat, sebanyak 36,11% mahasiswa dapat membuat pertanyaan beserta jawabannya mengenai peristiwa dua bola yang dilempar ke atas secara bersamaan dengan kelajuan yang berbeda. Namun, pada soal ini masih banyak mahasiswa yang membuat pertanyaan saja dimana jawaban sudah tertera dalam soal. Pembahasan lebih rinci disampaikan berdasarkan jawaban siswa pada tabel 6.

Tabel 6. Jawaban mahasiswa soal nomor 4

Bola A dan bola B dilempar ke atas secara bermsaan dengan kelajuan berturut-turut adalah 10 m/s dan 20 m/s.

Pertanyaan Jawaban benar Jawaban mahasiswa

Buatlah pertanyaan beserta jawabannya mengenai peristiwa tersebut!

Siswa dapat membuat

pertanyaan yang sesuai dengan pernyataan dan menjawab dengan tepat

CONTOH

Bola manakah yang mencapai ketinggian maksimum lebih dulu?

Jawaban :

Bola yang mencapai ketinggian maksimum lebih dulu yakni bola A.

hal ini dapat disebabkan karena bola A memiliki kecepatan yang lebih kecil dari pada bola B sehingga membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk mencapai titik tertingginya

Membuat pertanyaan dimana jawabannya sudah tertera pada soal

(9)

71 Persentase mahasiswa menjawab soal dengan benar ditunjukkan pada persentase soal nomor 5 indikator kelima, yaitu sebesar 40,54%. Pada soal ini, mahasiswa sudah dapat menjawab pertanyaan dengan benar disertai alasan yang tepat mengenai grafik GLB hubungan antara jarak dan waktu. Pembahasan lebih rinci disampaikan berdasarkan jawaban siswa pada tabel 7.

Tabel 7. Jawaban mahasiswa soal nomor 5

Dina mengamati Sara sebagai benda I yang sedang mengejar Eka sebagai benda II sehingga menghasilkan grafik seperti berikut menurut pandangan Dina

Pertanyaan Jawaban benar Jawaban mahasiswa

Berdasarkan gambar pada grafik di atas Dina menyimpulkan bahwa Sara bergerak lebih cepat dibandingkan Eka. Bagaimana pendapatmu mengenai apa yang disimpulkan Dina?

Siswa menjawab benar dengan alasan yang tepat

CONTOH

Tidak setuju dengan kesimpulan Dina.

Pada grafik terlihat dengan jelas bahwa benda II menempuh jarak atau perpindahan yang lebih besar pada waktu yang sama

dibandingkan dengan benda I. Hal ini dapat disimpulkan bahwa gerak benda II lebih cepat dibanding benda I

Siswa menjawab benar dengan alasan yang tepat Keduanya bergerak dengan titik awal yang sama, namun Eka memiliki kecepatan yang lebih besar daripada Sarah. Hal ini dapat terlihat dari gradient garis II yang lebih curam,

menandakan bahwa gradiennya lebih besar, maka kecepatan Eka > kecepatan Sarah.

Dari hasil analisis rata-rata persentase tiap indikator, keterampilan berpikir krtis mahasiswa pada materi kinematika berada pada tingkatan sedang untuk indikator pertama yaitu menganalisis argumen. Sedangkan keterampilan berpikir kritis berada pada tingkatan sangat rendah untuk indikator kedua yaitu membuat deduksi, indikator ketiga yaitu membuat induksi, indikator keempat yaitu bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan/atau pertanyaan menantang, serta indikator kelima yaitu mengidentifikasi aumsi-asumsi. Berdasarkan analisis dari skor tiap indikator, peneliti menmukan bahwa mahasiswa mengalami kesulitan dalam membuat membuat induksi karena sebagian besar mahasiswa tidak dapat merumuskan permasalahan tentang parabola yang ditunjukkan dengan rendahnya persentase skor rata-rata indikator ketiga. Selain itu, rendahnya keterampilan berpikir kritis ini juga disebabkan karena mahasiswa tidak terbiasa menganalisis permasalahan pada suatu kasus. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kirana & Kusairi (2019). Namun, terdapat perbedaan pada hasil analisis dengan penelitian ini. Pada penelitian ini diketahui bahwa indicator yang memiliki persentase terendah adalah indikator ketiga yaitu membuat induksi dari analisis gerak parabola pada bidang miring. Sedangkan indikator dengan persentase tertinggi terdapat pada indikator kelima, yaitu mengidentifikasi asumsi-asumsi dari analisis grafik GLB hubungan antara jarak dan waktu pada gambar yang mana berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Kirana & Kusairi, 2019) walaupun besar persentasenya tidak jauh berbeda. Rendahnya persentase mahasiswa yang dapat menjawab soal dengan benar dalam penelitian ini.

4. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis mahasiswa fisika pada materi kinematika masih tergolong sedang untuk indikator pertama. Sedangkan untuk indikator kedua, ketiga, keempat, dan kelima masih sangat rendah. Hal tersebut diketahui dari rata-rata persentase yang diperoleh dari setiap indikatornya yaitu indikator

(10)

72 pertama sebesar 66,67%, yaitu menganalisis argumen. Kemudian dapat dilihat pula indikator kedua, membuat deduksi memiliki persentase rata-rata sebesar 47,91%, indikator terendah yaitu indikator ketiga yaitu membuat induksi sebesar 23,61%, indikator 4 bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi sebesar 49,30%, dan indikator kelima mengidentifikasi asumsi-asumsi sebesar 48,61% . Mahasiswa banyak mengalami kesulitan saat mengerjakan butir soal ketiga yaitu membuat deduksi dari analisis gerak parabola pada bidang miring.

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti memberi saran kepada mahasiswa agar terbiasa menganalisis permasalahan pada suatu kasus. Mahasiswa juga harus banyak berlatih menyimpulkan suatu permasalahan secara umum ke khusus maupun secara khusus menjadi umum agar dapat membuat induksi dan deduksi dengan baik. Selain itu, mahasiswa juga harus terbiasa memberikan alasan atas jawabannya dan dapat mempertanggungjawabkan apa yang sudah dikerjakan.

Ucapan Terima Kasih

Terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan naskah artikel ini. Pertama, saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Reyza Arief Taqwa, M.Pd selaku dosen mata kuliah Penilaian Pendidikan Fisika yang telah membimbing dan memberi masukan terhadap artikel ini. Kedua, mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang angkatan 2018 yang telah bersedia dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini. Ketiga, anggota kelompok 2 materi berpikir kritis yang telah membantu saya dalam mengerjakan artikel ini.

Daftar Rujukan

Amrullah, K., & Suwarjo, S. (2018). The effectiveness of the cooperative problem-based learning in improving the elementary school students’ critical thinking skills and interpersonal intelligence. Jurnal Prima Edukasia, 6(1), 66–77.

Anwar, K., & Ramadhan, M. F. (n.d.). Pengaruh Metode Eksperimen terhadap Penguasaan Grafik Kinematika Konsep GLB dan GLBB pada Mahasiswa Fisika Universitas Muhammadiyah Mataram.

Ayuningsih, N. P. M., & Dwijayani, N. M. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran Treffinger Berorientasi Kearifan Lokal Berbantuan Tugas Berjenjang Terhadap Self Efficacy Dan Kompetensi Strategis Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 10(1).

Fakhriyah, F. (2014). Penerapan Problem Based Learning dalam Upaya Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 3(1).

Hasibuan, S. H. (2016). Analysis Of Critical Thinking Skills Class X Smk Patronage State North Sumatra Province Academic Year 2015. Saung-Guru, 511.

Indonesia, P. R. (2006). Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Kirana, I. E., & Kusairi, S. (2019). Profil Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA dalam Kasus Grafik Kinematika Satu Dimensi. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 4(3), 363–368.

Labibah, R. M., & Ernawati, T. (2017). Pengaruh Penggunaan Peta Konsep terhadap Hasil Belajar IPA Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis. Natural: Jurnal Ilmiah Pendidikan IPA, 4(2), 19– 25.

Ngasuko, T. A. (2015). Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Tersedia: Http://Www. Kemenkeu. Go. Id/En/Node/48, 120, 19.

Permana, N. D. (2018). Penerapan Model Pebelajaran Learning Cycle 7E Berbantuan Website Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Kinematika Gerak Lurus. Journal of Natural Science and Integration, 1(1).

Pradana, S. D. S., Parno, P., & Handayanto, S. K. (2017). Pengembangan tes kemampuan berpikir kritis pada materi Optik Geometri untuk mahasiswa Fisika. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, 21(1), 51–64.

Rumi, E. (2017). Meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis menggunakan problem solving. NATURAL: Jurnal Ilmiah Pendidikan IPA, 4(2), 41–47.

(11)

73 Utami, S. N., Siahaan, P., & Setiawan, A. (2018). Development of instrument critical and creative thinking skills on fluids motion. International Conference on Mathematics and Science Education of Universitas Pendidikan Indonesia, 3, 209–212.

Zubaidah, S. (2016). Keterampilan abad ke-21: Keterampilan yang diajarkan melalui pembelajaran. Seminar Nasional Pendidikan Dengan Tema “Isu-Isu Strategis Pembelajaran MIPA Abad, 21.

Gambar

Gambar 1. Persentase rata-rata setiap indikator
Gambar 2. Persentase Mahasiswa Menjawab Soal Benar
Tabel 4. Jawaban mahasiswa soal nomor 2
Tabel 5. Jawaban mahasiswa soal nomor 3

Referensi

Dokumen terkait

Siswa yang memilih opsi C (arah panah no 3) sebanyak 9 siswa (12%) beranggapan bahwa arah dari resultan gaya yang bekerja pada kondisi II adalah sesuai dengan arah gerak

Berdasarkan data yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3, secara umum menunjukkan bahwa implementasi pelatihan berbasis masalah ini efektif dalam meningkatkan kemampuan

Diagram Nilai Rata-rata &lt;g&gt; Keterampilan Berpikir Kritis ….……... Diagram Rata-rata Skor Tes Awal Keterampilan Berpikir

Kegiatan dalam penelitian ini terdiri atas tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.Teknik pengumpulan data menggunakan teknik obeservasi

4.2 Persentase Skor untuk Setiap Sub Indikator Keterampilan Berpikir Kritis (KBKr) pada Setiap Kelompok Siswa

Misalnya yaitu pada materi kinematika gerak khususnya pada gerak lurus masih banyak terjadi miskonsepsi yang dialami siswa seperti; dari hasil penelitian yang dilakukan

Adapun pembahasan dalam artikel ini meliputi pengertian dari miskonsepsi, miskonsepsi siswa dan mahasiswa yang menganggap jarak dan perpindahan adalah sama, miskonsepsi

Selain itu juga berdasarkan hasil penelitian dari berbagai sumber, pendapat beberapa siswa serta para guru pengajar fisika bahwa pelajaran fisika tidak begitu disukai oleh