• Tidak ada hasil yang ditemukan

J. K. B Jurnal Kependidikan Betara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "J. K. B Jurnal Kependidikan Betara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

https://e-journal.sdn195pinangmerah.com/index.php/jkb

e-ISSN : 2722-0052

p-ISSN : 2722-029X

J . K . B

Jurnal Kependidikan Betara

Sitasi: Tarisalia, F. S., Irawan, I. D. A., & Fis, T. N. (2020). Studi Pustaka Miskonsepsi Siswa dalam

Konsep Gerak Lurus, Gerak Parabola, dan Gerak Melingkar. Jurnal Kependidikan Betara, 1(4), 208-217.

Studi Pustaka Miskonsepsi Siswa dalam Konsep Gerak

Lurus, Gerak Parabola, dan Gerak Melingkar

Frida Setia Tarisalia*, Ivan Danar Aditya Irawan, dan Try Nada Fis

Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5, Kota Malang, 65145, Indonesia

*E-mail: fridasetia317@gmail.com

1. Pendahuluan

Fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang meupakan hasil dari kegiatan manusia antara lain pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir sehingga menuntut siswa memiliki kemampuan memahami fakta, konsep, prinsip serta hukum fisika (Astuti, 2015; Aththibby, 2015; Sambada, 2012; Supardi dkk., 2015; Wheatley, 1994). Fisika itu sebenarnya menyenangkan dan pemahaman konsep fisika yang baik dapat membantu siswa dalam mencari penyelesaian dari semua masalah fisis yang mereka hadapi (Abdurrahman dkk., 2011; McGrath, 1986; K. Parker, 2001; Sprung, 1996; Sujarwanto dkk., 2014). Namun, kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah fisis tidak selalu mencerminkan pemahaman yang baik karena adanya suatu miskonsepsi. Banyak guru yang frustasi dalam menghadapi miskonsepsi yang terjadi pada siswanya saat pembelajaran fisika (Prather

Received

Juni 2020

Revised

Juni 2020

Accepted for Publication

Juli 2020

Published

Juli 2020

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis konsepsi siswa dalam memahami konsep sederhana pada pelajaran fisika kemudian menentukan solusi untuk meremediasi miskonsepsi tersebut. Data dikumpulkan dengan cara mengkaji jurnal - jurnal nasional dan internasional yang sesuai judul yang diangkat. Berawal dari banyaknya kesalahpahaman konsepsi tentang materi pembelajaran fisika, maka banyak penelitian tentang beberapa siswa yang cenderung mengalami kesalahpahaman. Kemudian diselidiki juga cara yang dapat diterapkan untuk mengatasi miskonsepsi siswa. Metode pembelajaran yang hanya menekankan pada konsep teoritik saja dapat menyebabkan kurangnya pemahaman siswa dalam menguasai konsep sederhana pada pelajaran fisika. Beberapa konsep sederhana yang sering disalahpahami oleh siswa yaitu gerak lurus, gerak parabola, dan gerak melingkar. Oleh sebab itu kami mengangkat judul remediasi miskonsepsi siswa dalam pembelajaran gerak lurus, gerak parabola, dan gerak melingkar.

Keywords: misconceptions, straight motion, parabolic motion, circular motion.

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis konsepsi siswa dalam memahami konsep sederhana pada pelajaran fisika kemudian menentukan solusi untuk meremediasi miskonsepsi tersebut. Data dikumpulkan dengan cara mengkaji jurnal - jurnal nasional dan internasional yang sesuai judul yang diangkat. Berawal dari banyaknya kesalahpahaman konsepsi tentang materi pembelajaran fisika, maka banyak penelitian tentang beberapa siswa yang cenderung mengalami kesalahpahaman. Kemudian diselidiki juga cara yang dapat diterapkan untuk mengatasi miskonsepsi siswa. Metode pembelajaran yang hanya menekankan pada konsep teoritik saja dapat menyebabkan kurangnya pemahaman siswa dalam menguasai konsep sederhana pada pelajaran fisika. Beberapa konsep sederhana yang sering disalahpahami oleh siswa yaitu gerak lurus, gerak parabola, dan gerak melingkar. Oleh sebab itu kami mengangkat judul remediasi miskonsepsi siswa dalam pembelajaran gerak lurus, gerak parabola, dan gerak melingkar.

(2)

209 dkk., 2002). Sebenarnya, miskonsepsi dapat dialami oleh siapapun (Alfisyahrina dkk., 2015; Febriana dkk., 2017; Karl dkk., 2012; Khairunnisa dkk., 2018; Metal dkk., 2018; Saputra, 2019) dan bukan hanya pada mata pelajaran fisika, tetapi seluruh mata pelajaran dapat berpeluang siswa mendapat miskonsepsi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan beberapa siswa cenderung mengalami kesalahpahaman atau miskonsepsi (Atasoy dkk., 2011). Salah satunya adalah seluruh kerangka konseptual siswa berangkat dari pengalaman mereka sehari-hari. Namun, seringkali pemahaman intuitif mereka tentang dunia di sekitar mereka, tidak sesuai dengan konsep ilmiah (Sarlina, 2015). Pemahaman intuitif keliru tersebut mereka bawa ke dalam kelas dan mereka sangat yakin akan kebenaran pemahaman mereka, dan pada saat guru menerangkan konsepsi yang benar mereka cenderung menolak dan mempertahankan pemikiran intuitif keliru yang mereka miliki (Fajar & Supardi, 2012; Hidayatulloh dkk., 2015; Zuhri, 2015; Zulia Witanecahya, 2015).

Banyak penelitian yang telah berfokus pada kesalahpahaman siswa tentang fisika. Dan hasilnya, telah banyak ditemukan miskonsepsi baik dari siswa sekolah menengah maupun sekolah tinggi (Adisendjaja & Romlah, 2007). Miskonsepsi atau yang biasa disebut dengan salah konsep dapat didefinisikan sebagai konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima pakar dalam bidang tersebut (Sarlina, 2015). Ada beberapa sumber yang mungkin dapat menyebabkan miskonsepsi terjadi pada siswa yaitu dari pemahaman intuitif (Alwan, 2011) siswa itu sendiri, dari guru dan/atau dari buku. Atau sebenarnya sumber yang mereka baca atau mereka dengar itu benar tetapi mereka menangkapnya dengan pemahaman yang lain. Tentunya pemahaman-pemahaman yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah ini harus segera ditindaklanjuti oleh tenaga pendidik karena miskonsepsi pada siswa mengganggu mereka dalam memproses data atau informasi baru yang mereka terima (Atasoy dkk., 2011). Siswa yang mendapatkan miskonsepsi di awal cenderung konsisten dengan “kesalahpahaman” yang mereka miliki dan cenderung sulit untuk diubah (Fajar & Supardi, 2012; Hidayatulloh dkk., 2015; Taqwa & Pilendia, 2018; Zuhri, 2015; Zulia Witanecahya, 2015).

Akhir dari pembelajaran fisika yaitu agar peserta didik mengalami perubahan dalam konteks peningkatan perilaku (Taqwa, 2015; Taqwa & Pilendia, 2018) dan peserta didik memahami ide pokok, konsep serta prinsip fisika secara luas, menyeluruh dan mendalam (Sutopo, 2014; Taqwa & Pilendia, 2018). Miskonsepsi tidak hanya dapat terjadi pada konsep yang terkesan rumit dan kompleks, namun dapat juga terjadi pada konsep sederhana seperti kinematika (McCloskey, 1982) yang meliputi gerak lurus, gerak parabola, dan gerak melingkar. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat pemahaman dan kemampuan siswa terhadap fisika masih rendah (Afolabi & Akinbobola, 2009; Taqwa & Pilendia, 2018) yang ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang menjelaskan konsep kinematika dengan keliru serta masih rendahnya rata-rata skor nilai siswa pada ujian fisika terutama kinematika. Maka dengan penulisan artikel ini, diharapkan dapat dijadikan suatu referensi bagi guru dalam memahami kesulitan yang dialami oleh siswanya dan agar tercipta suatu proses pembelajaran yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran fisika yang dianggap sukar.

2. Pembahasan

2.1 Miskonsepsi Gerak Lurus

Konsep gerak dalam fisika dipelajari dalam mekanika yang mempejari gerak suatu objek atau benda. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa konsep gerak merupakan kesalahpahaman yang umum dialami oleh siswa maupun guru. Kesalahpahaman tersebut dapat terjadi akibat ilmu yang didapat dari pengamatan siswa dalam kehidupan sehari-hari sebelum siswa tersebut mengetahui teorinya di lembaga pendidikan atau sekolah (Mufit, 2018). Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan menunjukan bahwa banyak kesalahpahaman siswa mengenai gerak lurus. Hamdani menyatakan bahwa ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi miskonsepsi, diantaranya mengidentifikasi miskonsepsi, mencari penyebab terjadinya miskonsepsi, dan menemukan atau mencari solusi untuk memperbaiki miskonsepsi (Artiawati dkk., 2016). Berdasarkan beberapa jurnal yang telah dikaji, peneliti menggunakan metode yang berbeda-beda dalam menganalisis kesalahpahaman siswa pada gerak lurus. Metodenya yaitu Three tier-test, Four-Tier Test, tes pemahaman konsep, tes diagnostik, analisis video melalui program tracker, serta pre-test dan post-test.

Berdasarkan metode yang digunakan oleh peneliti, dapat diidentifikasi mengenai kesalahpahaman siswa dalam materi gerak lurus. Konsep yang sering disalahpahami oleh siswa yaitu banyak siswa beranggapan bahwa percepatan benda akan nol hanya ketika benda dalam keadaan diam.

(3)

210 Padahal selain diam, percepatan benda bisa juga nol ketika kecepatan benda konstan. Kemudian, berdasarkan penelitian lainnya, miskonsepsi yang terjadi adalah siswa berasumsi bahwa tidak ada kecepatan yang bernilai negatif. Apabila kecepatan benda negatif maka benda dalam keadaan diam (Artiawati dkk., 2016). Kesalahpahaman lainnya adalah siswa kesulitan dalam membedakan antara konsep kelajuan dan kecepatan. Hal ini dapat terjadi karena siswa belum mampu dalam menentukan jarak dan perpindahannya (Setyono dkk., 2016). Selain itu, banyak siswa yang berpikir bahwa apabila benda bergarak dalam waktu dan percepatan yang sama maka jarak tempuhnya juga akan sama (Kamaluddin & Fihrin, 2016).

Siswa juga mengalami kesulitan dalam konsep grafik kinematika linier (Bollen dkk., 2016). Siswa beranggapan bahwa kurva dalam grafik menggambarkan kecepatan objek, meskipun grafik ditulis pada sumbu vertikal dan menggambarkan posisi objek bukan kecepatan objek. Hal ini terjadi karena siswa masih belum mengerti grafik hubungan antara posisi dengan waktu, kecepatan dengan waktu, dan percepatan dengan waktu dalam gerakan garis lurus, serta siswa tidak mengerti arah gerakan benda jika digambarkan pada grafik. Dengan demikian, siswa juga mengalami kesulitan dalam menafsirkan grafik gerak suatu benda (Sari, 2014).

Kesalahpahaman siswa dapat diluruskan atau dibenarkan dengan beberapa solusi yang telah diuji coba. Solusi yang dapat diterapkan untuk mengurangi kesalahpahaman dalam materi gerak lurus dari tiap peneliti berbeda-beda, yaitu dengan remediasi (Yolanda, 2017) dan mengembangkan tes formatif berbasis game (Sari, 2014). Solusi yang telah diuji coba tersebut dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah ataupun lembaga pendidikan lainnya .

2.2 Miskonsepsi Gerak Parabola

Gerak parabola adalah gerak dua dimensi (Kowalik & Murty, 1993; Menq dkk., 1991; G. W. Parker, 1977; Rosales dkk., 2014; Wilson dkk., 1992) yang bergerak membentuk sudut elevasi (θ) dengan sumbu x atau sumbu y (Novandy & Yoon, 2007). Gerak parabola dapat diuraikan dalam dua arah, yaitu arah vertikal yang merupakan gerak lurus berubah beraturan (GLBB) dan arah horizontal yang merupakan gerak lurus beraturan (GLB) (Afifah dkk., 2015). Gerak parabola selalu mempunyai kecepatan awal, tetapi tidak berarti setiap gerakan yang mempunyai kecepatan awal termasuk gerak parabola. Perhatikan skema gerak parabola pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema gerak parabola

Berdasarkan gambar tersebut, pada sumbu x besarnya v0x didapatkan dari rumusan v0x = v0 cos θ

dan besarnya v0x = v1x = v2x = v3x = v4x. Sedangkan pada sumbu y besarnya v0y ditentukan dengan rumus

v0y= v0 sin θ. Kemudian untuk menentukan besarnya vy ditentukan dengan rumus vy = v0y – gt = v0 sin

θ – gt.

Dari penelitian tentang gerak parabola yang pernah dilakukan Rahayu (2015) menyatakan bahwa prosentase siswa yang paham terhadap konsep secara keseluruhan sebesar 51% dan prosentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep gerak parabola sebesar 44,25%. Selain itu 4,75% siswa tidak paham terhadap konsep yang dibahas (Rahayu, 2015). Karena kinematika memiliki sifat yang sangat kompleks, banyak siswa mengalami kesulitan untuk mengembangkan pemahaman konseptual mereka

(4)

211 tentang perbedaan penting pada prinsip - prinsip kinematika seperti posisi, kecepatan, percepatan, dan waktu dalam satu dimensi (Knight, 2004). Miskonsepsi yang terjadi pada materi gerak parabola yaitu: 1. Siswa masih sulit memahami mengapa kecepatan pada sumbu y di puncak suatu proyektil

(parabola) adalah nol, meskipun percepatannya tidak nol. Mereka berpikir, jika kecepatan nol maka percepatannya juga harus nol (Kamaluddin & Fihrin, 2016; Yuwono dkk., 2014).

2. Ketika sebuah bola diberikan kecepatan horizontal saat mendekati tebing, siswa berpikir bahwa bola akan bergerak secara horizontal selama beberapa waktu setelah melewati tepi tebing sebelum mulai jatuh (Trudel & Métioui, 2015).

3. Banyak siswa berpikir jika benda sedang berada di puncak parabola, maka benda tersebut tidak memiliki kecepatan atau diam dalam waktu yang singkat. Padahal dalam konsep gerak parabola benda tersebut tetap bergerak secara horizontal saat berada pada puncak parabola (Haris, 2016). 4. Kebanyakan siswa beranggapan bahwa suatu objek bergerak memiliki kecepatan positif jika berada

di atas grafik posisi xy, dan memiliki kecepatan negatif saat terletak di bawah grafik (Mudau, 2014). 5. Siswa beranggapan bahwa kecepatan sumbu x pada gerak parabola selalu berubah ubah karena

dipengaruhi oleh adanya percepatan gravitasi bumi.

2.3 Miskonsepsi Gerak Melingkar

Siswa seringkali memiliki pemikiran yang kurang tepat mengenai konsep - konsep dalam fisika (Brown, 1992; Hein, 1999; Helm, 1980; Ivowi, 1984; Kusairi & Zulaikah, 2017; Lestari dkk., 2017; Maulini dkk., 2016; Ola Adeniyi, 1985; Saehana & Kasim, 2011; Tayubi, 2005; Treagust, 1988; Utami dkk., 2014; Yunita & Sahala, 2016; Zulvita & Halim, 2017). Salah satu konsep yang disalahpahami oleh siswa adalah gerak melingkar beraturan(Fadaei & Mora, 2015; Firmansyah, 2016; Fitrianingrum, 2013; Galili & Bar, 1992; Hermann & Lewis, 2003; Mashood & Singh, 2012; Searle, 1985; Wulandari dkk., 2014; Yolenta & Sutrisno, 2014). Gerak melingkar yaitu suatu gerakan benda yang lintasan gerak benda tersebut berupa sebuah lingkaran dan mengelilingi suatu titik tertentu (titik sumbu putar). Sedangkan gerak melingkar beraturan adalah gerakan benda yang lintasan geraknya berbentuk lingkaran dengan kelajuan konstan serta arah kecepatannya tegak lurus terhadap arah percepatannya (percepatan sentripetal). Pada gerak melingkar ini terdapat beberapa istilah yang familiar, misalnya frekuensi dan periode. Frekuensi adalah banyaknya putaran yang dapat dilakukan benda dalam waktu satu detik dan memiliki satuan Hertz (Hz). Periode yaitu waktu yang diperlukan benda dalam mencapai satu putaran penuh dan memiliki satuan sekon karena merujuk pada besaran waktu.

Sebenarnya contoh dari gerak melingkar ini sendiri banyak berada di lingkungan siswa misalnya roda pada sepeda. Sepeda merupakan salah satu alat transportasi darat yang menggunakan tenaga manusia untuk menjalankannya (Supriadi dkk., 2017). Selain ban sepeda, contoh dari gerak melingkar yang ada di lingkungan siswa adalah gerak pada roda yang dimainkan oleh hamster, komedi putar, kipas angin, jam, blender (Putra, 2019), dan masih banyak contoh lain di dunia nyata yang terdapat di lingkungan sekitar siswa tentang gerak melingkar. Selain itu prinsip gerak melingkar juga banyak diterapkan pada mesin-mesin dan dapat dikatakan bahwa prinsip gerak melingkar ini sangat membantu kehidupan manusia, sehingga penting bagi kita untuk mempelajarinya.

Miskonsepsi siswa yang pertama tentang gerak melingkar adalah siswa beranggapan bahwa tidak semua gerak rotasi harus melingkar (Mashood & Singh, 2012). Jelas konsepsi tersebut tidak tepat karena semua gerakan rotasi itu melingkar. Pengertian rotasi sendiri adalah gerakan benda pada bidang datar yang lintasannya berbentuk lingkaran. Gerakan rotasi benda ini bertumpu pada sebuah poros. Siswa beranggapan bahwa tidak semua gerak rotasi harus melingkar dikarenakan oleh anggapan siswa bahwa rotasi hanya pada porosnya dan tidak bergerak melingkar seperti rotasi pada bulan dan bumi yang hanya bertumpu pada poros. Anggapan tersebut tentu akan memicu kesulitan mendalam bagi siswa yang akan memperdalam pengetahuannya tentang gerak rotasi.

Miskonsepsi lain tentang gerak melingkar beraturan adalah para siswa menganggap bahwa kelajuan dan kecepatan dalam gerak melingkar adalah sama (Canlas, 2016). Terdapat perbedaan yang signifikan sebenarnya pada konsep kecepatan dan kelajuan jika kita dapat meneliti dengan lebih jeli. Kita telah mengetahui bahwa kecepatan adalah besaran vektor (Setiadi, 2013; Utomo, 2014) sedangkan kelajuan adalah besaran skalar. Dalam gerak melingkar beraturan, dikatakan bahwa benda bergerak melingkar dengan kelajuan yang tetap, tetapi kecepatan linier benda yang bergerak melingkar beraturan selalu berubah-ubah arah setiap saat. Hal tersebut dikarenakan percepatan sentripetal yang memiliki arah tegak lurus terhadap lintasan benda yang bergerak melingkar dan selalu memiliki arah menuju

(5)

212 pusat lingkaran. Itulah yang menyebabkan arah kecepatan linier benda yang bergerak melingkar beraturan arahnya berubah-ubah setiap saatnya.

Miskonsepsi selanjutnya tentang gerak melingkar adalah siswa menganggap bahwa gaya sentripetal dan gaya sentrifugal merupakan pasangan aksi reaksi (Suma, 2015; Wulandari dkk., 2014). Pada saat kita mengikat sebuah beban kecil di tali kemudian diputar, maka beban kecil tersebut akan bergerak melingkar. Beban tersebut bisa bergerak melingkar karena ada gaya sentripetal yang menuju pusat lingkaran. Walaupun ada gaya yang menuju pusat lingkaran, beban kecil tersebut tidak dapat menuju pusat lingkaran dikarenakan adanya gaya fiksi yang disebut gaya sentrifugal. Gaya sentripetal dan gaya sentrifugal bukanlah aksi reaksi, karena aksi reaksi bekerja pada benda 2 benda yang berinteraksi (berbeda). Sedangkan gaya sentripetal dan gaya sentrifugal pada saat kita memutar beban kecil tersebut hanya bekerja pada beban tersebut.

Ada salah satu istilah dalam gerak melingkar yaitu gerak melingkar beraturan atau biasa disingkat dengan GMB. Gerak melingkar beraturan ini merupakan gerak benda dengan lintasan berbentuk lingkaran (Yolenta & Sutrisno, 2014) yang kecepatan sudutnya selalu konstan. Ada beberapa konsep yang berkaitan erat dengan konsep gerak melingkar beraturan ini antara lain periode, frekuensi, kecepatan sudut, kecepatan linier, percepatan sentripetal (Astutuk, 2017). Pada keenam konsep sederhana tersebut ditemukan banyak miskonsepsi yang terjadi pada siswa.

Konsep pertama yang berkaitan dengan gerak melingkar beraturan yang siswa mengalami miskonsepsi di dalamnya adalah konsep periode. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nuraisah (2009) beberapa siswa memiliki miskpnsepsi terhadap konsep periode. Adapun anggapan yang direkam oleh Nuraisah (2009) siswa beranggapan bahwa periode berbanding lurus dengan banyaknya jumlah putaran yang dialami benda. Sebagian siswa lain beranggapan bahwa periode adalah lamanya waktu yang diperlukan benda saat berlangsungnya gerak melingkar beraturan, artinya saat awal benda tersebut mulai melingkar hingga saat benda berhenti melingkar. Sedangkan sebagian siswa lainnya beranggapan bahwa dua buah benda bergerak melingkar beraturan dengan waktu tempuh yang sama menyebabkan perbedaan periode benda dalam waktu yang sama namun banyaknya putaran yang dilakukan benda berbeda(Yolenta & Sutrisno, 2014).

Konsep selanjutnya yang diteliti oleh Nuraisah (2009) pada siswa adalah frekuensi. Sebagian siswa yang memiliki miskonsepsi terhadap konsep frekuensi beranggapan bahwa frekuensi akan berbanding lurus dengan waktu tempuh. Sebagian siswa lain beranggapan bahwa frekuensi merupakan banyaknya putaran yang dilalui benda selama terjadinya gerak melingkar, artinya saat benda mulai bergerak melingkar sampai benda berhenti bergerak. Sebagian siswa lain beranggapan bahwa perbedaan frekuensi antara dua benda yang bergerak melingkar beraturan dengan jumlah putaran sama namun waktu tempuh yang berbeda disebabkan oleh jumlah putaran kedua benda tersebut sama (Yolenta & Sutrisno, 2014).

Konsep berikutnya yang Nuraisah (2009) teliti tentang pemahaman siswa pada konsep tersebut adalah kecepatan sudut dan kecepatan linier. Ada 3 sub bagian tentang kecepatan linier yang diteliti oleh Nuraisah (2009) yang beberapa siswa mengalami miskonsepsi di dalamnya. Bagian yang pertama adalah siswa menganggap bahwa kecepatan linier benda merupakan besaran vektor yang memiliki nilai dan arah. Bagian kedua adalah siswa mengalami miskonsepsi saat menentukan arah kecepatan linier partikel pada benda yang bergerak melingkar beraturan pada bidang datar. Bagian yang ketiga adalah siswa dihadapkan pada soal yang mengilustrasikan sebuah bola yang diikat dengan tali, kemudian tali tersebut diputar-putar hingga terjadi gerak melingkar ,dan tiba-tiba tali yang mengikat bola tersebut putus, siswa mengalami miskonsepsi saat menentukan kemana arah jatuh bola tersebut. Siswa juga mengalami miskonsepsi pada konsep kecepatan sudut. Beberapa siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep kecepatan sudut beranggapan bahwa arah dari kecepatan sudut ini tegak lurus terhadap jari-jari lintasan benda yang bergerak melingkar beraturan. Sebagian siswa lain yang beranggapan bahwa kecepatan sudut tegak lurus terhadap jari-jari lintasan menyertakan pernyataan bahwa hal tersebut yang menyebabkan kecepatan sudut searah dengan arah putaran benda. Sebagian siswa lain menyatakan pernyataan yang sama bahwa arah kecepatan sudut tegak lurus jari-jari lintasan dengan alasan kecepatan sudut tersebut yang menyebabkan kecepatan sudut menuju ke pusat lingkaran. Sebagian siswa menyatakan bahwa kecepatan sudut memiliki arah ke pusat lingkaran (lintasan). Sebagian siswa lain menyatakan keterangan yang sama mengenai arah kecepatan sudut menuju pusat dengan menyertakan keterangan hal tersebut yang menyebabkan kecepatan sudut searah dengan putaran benda. Sebagian siswa lain yang memiliki anggapan kecepatan sudut mengarah ke pusat lingkaran

(6)

213 menyatakan bahwa hal tersebut menyebabkan kecepatan sudut menyinggung jari-jari lintasan benda (lingkaran) (Yolenta & Sutrisno, 2014).

Konsep lain yang Nuraisah (2009) kaji pemahaman siswanya terhadap konsep ini adalah percepatan sentripetal. Siswa yang mengalami miskonsepsi menyatakan bahwa pada gerak melingkar beraturan, laju benda yang konstan menyebabkan tidak adanya percepatan yang dialami benda karena tidak ada perubahan kecepatan. Sebagian siswa lain menyatakan bahwa pada gerak melingkar beraturan, arah percepatan sentripetal searah dengan kecepatan linier partikel benda yang bergerak melingkar. Kemudian siswa yang memiliki miskonsepsi percepatan sentripetal juga memiliki anggapan bahwa pada gerak melingkar beraturan, laju benda yang konstan menyebabkan benda mengalami percepatan yang mengarah ke pusat lingkaran (Yolenta & Sutrisno, 2014).

2.4 Solusi Remediasi Miskonsepsi Siswa

Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk mengurangi miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Solusi pertama yaitu dengan remediasi miskonsepsi dengan pendekatan pembelajaran kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD). Remediasi yaitu Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa, Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut dan Mencari perlakuan yang tepat dengan cara meremediasi kembali materi yang telah diajarkan. Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dengan melakukan pendekatan pembelajaran kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD) terjadi kompetisi setiap siswa untuk menjadi juara, dan sangat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar, kesalahan dan miskonsepsi yang selama ini salah, serta siswa lebih berani dalam mengajukan argumen selama diskusi berlangsung. STAD membantu terciptanya pembelajaran yang interaktif, menyenangkan, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Solusi ini mendapat respon baik dari siswa setelah remediasi menggunakan pembelajaran STAD (Yolanda, 2017).

Solusi kedua yaitu dengan pengembangan tes formatif berbasis game pada perangkat bergerak untuk kompetensi dasar menganalisis hubungan antara gerakan benda pada gerak lurus. Dengan pengembangan tes formatif berbasis game, diharapkan siswa menjadi lebih termotivasi dalam belajar fisika. Kelebihan dari game berbasis kuis yaitu mampu memberikan feedback dalam waktu yang singkat, yaitu setelah siswa selesai memainkan kuis akan mendapat feedback. Kemudian dapat memberi pembahasan soal yang dijawab oleh siswa yang bersifat mengarahkan siswa, membantu guru dalam melaksanakan penilaian formatif pada saat mengajar kompetensi dasar menganalisis hubungan antara gerakan benda pada gerak lurus sehingga tidak mengganggu alokasi waktu yang telah disusun dalam perangkat pembelajaran, serta membantu siswa dalam memantapkan konsep yang dimiliki siswa. Solusi pengembangan ini dapat dikatakan layak untuk digunakan sebagai tes formatif yang berdampak pada peningkatan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran fisika di sekolah (Sari, 2014).

Solusi ketiga adalah menerapkan model learning cycle (siklus belajar) (Taufiq, 2012). Model learning cycle ini merupakan strategi mengajar yang mengadaptasi model konstruktivis. Berdasarkan paradigma konstruktivistik, belajar ialah suatu proses mengatur diri dalam menyelesaikan permasalahan kognitif yang muncul berdasarkan pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi. Oleh karena itu, belajar merupakan suatu kegiatan aktif pembelajaran untuk membangun pengetahuan. Model learning cycle dibagi menjadi lima fase (5E) yang meliputi: engagement (menarik perhatian),

exploration (eksplorasi), explanation (penjelasan), elaboration/extension (perluasan), dan evaluation

(evaluasi).

3. Kesimpulan dan Saran

Fisika merupakan satu cabang dari ilmu pengetahuan yang di dalamnya mengandung konsep – konsep yang harus dipahami oleh siswa. Dalam fisika, gerak dipelajari dalam mekanika. Mekanika merupakan konsep yang sangat kompleks sehingga timbul berbagai miskonsepsi di kalangan siswa. Miskonsepsi dalam mekanika yang sering terjadi adalah pada meteri gerak terutama gerak lurus, gerak parabola, dan gerak melingkar. Dalam miskonsepsi pada gerak lurus dan gerak parabola, yang biasanya terjadi adalah siswa sulit mengidentifikasi besaran kecepatan, percepatan, jarak, dan perpindahan. Sedangkan pada gerak melingkar, siswa biasanya kesulitan dalam mengidentifikasi besaran dalam gerak melingkar misalnya periode, frekuensi, kelajuan, kecepatan, percepatan sentripetal, gaya sentripetal, dan gaya

(7)

214 sentrifugal. Dalam melaksanakan penelitian tentang miskonsepsi yang dialami oleh siswa, setiap peneliti memiliki metode yang berbeda - beda dalam mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa dan juga memiliki solusi yang berbeda dalam mengurangi (meremediasi) miskonsepsi yang dialami oleh siswa tersebut.

Peneliti yang menggunakan metode mengkaji ilmiah, sebaiknya dalam mencari rujukan pada

platform yang terpecaya. Dalam mengkaji ilmiah, peneliti dituntut untuk lebih banyak membaca. Untuk

mencari rujukan sebaiknya peneliti membaca cepat dan mencari poin pentingnya. Kemudian untuk mendapatkan rujukan yang tepat dan sesuai tema yang diangkat yaitu dengan membaca cermat dan mulai menandai poin yang benar-benar penting untuk dijadikan panutan.

Daftar Rujukan

Abdurrahman, A., Liliasari, L., Rusli, A., & Waldrip, B. (2011). Implementasi pembelajaran berbasis multi representasi untuk peningkatan penguasaan konsep fisika kuantum. Cakrawala Pendidikan, 1.

Adisendjaja, Y. H., & Romlah, O. (2007). Kesalahan dan Miskonsepsi. Bio-UPI, 1-13.

Afifah, D. N., Yulianawati, D., Agustina, N., Lestari, R. D. S., & Nugraha, M. G. (2015). Metode Sederhana Menentukan Percepatan Gravitasi Bumi Menggunakan Aplikasi Tracker Pada Gerak Parabola Sebagai Media dalam Pembelajaran Fisika SMA. Prosiding Seminar Nasional Inovasi

dan Pembelajaran Sains, Bandung.

Afolabi, F., & Akinbobola, A. O. (2009). Constructivist problem based learning technique and the academic achievement of physics students with low ability level in Nigerian secondary schools.

Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education, 1(1).

Alfisyahrina, F., Djudin, T., & Mursyid, S. (2015). Remediasi Miskonsepsi siswa pada materi Suhu dan Kalor menggunakan Model PBL di MAN. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 4(9).

Alwan, A. A. (2011). Misconception of heat and temperature Among physics students. Procedia -

Social and Behavioral Sciences, 12, 600–614. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.02.074

Artiawati, P. R., Mulyani, R., & Kurniawan, Y. (2016). Identifikasi Kuantitas Siswa Yang Miskonsepsi Menggunakan Three Tier-Test Pada Materi Gerak Lurus Beraturan (GLB). JIPF (Jurnal Ilmu

Pendidikan Fisika), 1(1), 13–15.

Astuti, S. P. (2015). Pengaruh kemampuan awal dan minat belajar terhadap prestasi belajar fisika.

Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 5(1).

Astutuk, W. (2017). Pengembangan instrumen three-tier multiple choice diagnostic test untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa SMA materi gerak melingkar beraturan. UIN Walisongo: Skripsi tidak diterbitkan.

Atasoy, S., Kucuk, M., & Akdeniz, A. R. (2011). Remedying science student teachers’ misconceptions of force and motion using worksheets based on constructivist learning theory. Energy Education

Science and Technology Part B: Social and Educational Studies, 3(4), 653-668.

Aththibby, A. R. (2015). Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Berbasis Animasi Flash Topik Bahasan Usaha Dan Energi. Jurnal Pendidikan Fisika, 3(2).

Bollen, L., De Cock, M., Zuza, K., Guisasola, J., & van Kampen, P. (2016). Generalizing a categorization of students’ interpretations of linear kinematics graphs. Physical Review Physics

Education Research, 12(1), 010108.

Brown, D. E. (1992). Using examples and analogies to remediate misconceptions in physics: Factors influencing conceptual change. Journal of Research in Science Teaching, 29(1), 17–34.

Canlas, I. P. (2016). University Students’ Alternative Conceptions On Circular Motion. International

Journal of Scientific & Technology Research, 5(03).

Fadaei, A. S., & Mora, C. (2015). An investigation about misconceptions in force and motion in high school. US-china education review, 5(1), 38–45.

Supriadi, B., Faizah, S., & Bachtiar, R. W. (2017). Kajian Gerak Melingkar Pada Sepeda sebagai Rancangan Bahan Ajar Fisika SMA. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fisika, 2(1). Fajar, D. M., & Supardi, Z. A. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry

Learning) Terhadap Penurunan Miskonsepsi Pada Materi Listrik Dinamis Kelas X SMAN 2 Jombang. Inovasi Pendidikan Fisika, 2(2).

(8)

215 Febriana, F., Tiur, H., & Mursyid, S. (2018). Wawancara Klinis dalam Bahasa Ibu Untuk Meremediasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Cahaya di SD. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran

Khatulistiwa, 7(7).

Firmansyah, J. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Generatif untuk Mengurangi Miskonsepsi pada Materi Gerak Melingkar. Jurnal Serambi Akademica, 4(1).

Fitrianingrum, N. (2013). Analisis Miskonsepsi Gerak Melingkar pada Buku Sekolah Elektronik (BSE) Fisika Sma Kelas X Semester I. Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Sebelas Maret, 1(1), 73-80.

Galili, I., & Bar, V. (1992). Motion implies force: Where to expect vestiges of the misconception?

International Journal of Science Education, 14(1), 63–81.

Haris, V. (2016). Identifikasi Miskonsepsi Materi Mekanika Dengan Menggunakan CRI (Certainty of Response Index). Ta’dib, 16(1).

Hein, T. L. (1999). Using writing to confront student misconceptions in physics. European Journal of

Physics, 20(3), 137.

Helm, H. (1980). Misconceptions in physics amongst South African students. Physics Education, 15(2), 92.

Hermann, R., & Lewis, B. F. (2003). Moon misconceptions. The Science Teacher, 70(8), 51.

Hidayatulloh, M., Humairoh, F., Wachidah, U., Iswati, D. A., & Suliyanah, S. (2015). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Untuk Mereduksi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Rangkaian Listrik Dengan Scientific Approach. Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA), 5(1), 28–32. Ivowi, U. M. O. (1984). Misconceptions in Physics amongst Nigerian Secondary School Students.

Physics Education, 19(6), 279–285.

Kamaluddin, H., & Fihrin, H. (2016). Analisis Pemahaman Konsep Gerak Lurus pada Siswa SMA Negeri di Kota Palu. JPFT (Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online), 4(3).

Karl, S. A., Toonen, R. J., Grant, W. S., & Bowen, B. W. (2012). Common misconceptions in molecular ecology: Echoes of the modern synthesis. Molecular Ecology, 21(17), 4171–4189.

Khairunnisa, K., Djudin, T., & Oktavianty, E. (2018). Mengintegrasikan Remediasi Miskonsepsi Menggunakan Model Conceptual Cange Tipe Ecirr dalam Pembelajaran Getaran Harmonis.

Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 7(5).

Kowalik, Z., & Murty, T. S. (1993). Numerical simulation of two‐dimensional tsunami runup. Marine

Geodesy, 16(2), 87–100.

Kusairi, S., & Zulaikah, S. (2017). Diagnosis Miskonsepsi Siswa SMA di Kota Malang pada Konsep Suhu dan Kalor Menggunakan Three Tier Test. Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi, 2(3), 95–105.

Lestari, P. A. S., Rahayu, S., & Hikmawati, H. (2017). Profil Miskonsepsi Siswa Kelas X Smkn 4 Mataram pada Materi Pokok Suhu, Kalor, dan Perpindahan Kalor. Jurnal Pendidikan Fisika dan

Teknologi, 1(3), 146–153.

Mashood, K. K., & Singh, V. A. (2012). An inventory on rotational kinematics of a particle: Unravelling misconceptions and pitfalls in reasoning. European Journal of Physics, 33(5), 1301.

Maulini, S., Kurniawan, Y., & Muliyani, R. (2016). The Three Tier-Test untuk Mengungkap Kuantitas Siswa Yang Miskonsepsi Pada Konsep Gaya Pegas. JIPF (Jurnal Ilmu Pendidikan Fisika), 1(2), 42–44.

McCloskey, M. (1982). Naive Theories of Motion. National Ins. Of Education, 1-53. McGrath, S. (1986). Fun with Physics. Washington DC:National Geographic Society.

Menq, C.-H., Chidamparam, P., & Griffin, J. H. (1991). Friction damping of two-dimensional motion and its application in vibration control. Journal of sound and vibration, 144(3), 427–447. Metal, S., Sitompul, S. S., & Mursyid, S. (2018). Penggunaan Conceptual Change Text Berbantuan Alat

Peraga Untuk Meremediasi Miskonsepsi Materi Fluida Dinamis di SMA. Jurnal Pendidikan dan

Pembelajaran Khatulistiwa, 7(9), 1-9.

Mudau, A. V. (2014). Pragmatic Review of Literature Associated with Projectile Motion Perceived as Difficult to Teach by Some South African Teachers. Mediterranean Journal of Social Sciences, 5(8), 441.

Mufit, F. (2018). The Study of Misconceptions on Motion’s Concept and Remediate Using Real Experiment Video Analysis. ACER-N, 2278-2291.

(9)

216 Novandy, B., & Yoon, J.-W. (2007). Development of gait rehabilitation robot driven by upper limb

motion. 2007 International Conference on Control, Automation and Systems, 2383–2388. Ola Adeniyi, E. (1985). Misconceptions of selected ecological concepts held by some Nigerian students.

Journal of Biological Education, 19(4), 311–316.

Parker, G. W. (1977). Projectile motion with air resistance quadratic in the speed. American Journal of Physics, 45(7), 606–610.

Parker, K. (2001). Physics... Fun? Physics Education, 36(1), 9.

Prather, E. E., Slater, T. F., & Offerdahl, E. G. (2002). Hints of a Fundamental Misconception in Cosmology. Astronomy Education Review, 1(2), 28–34. https://doi.org/10.3847/AER2002003 Putra, R. A. (2019). Pemanfaatan LM393 IR Sensor Module Sebagai Pengukur Kecepatan Rotasi

Berbasis Mikrokontroler. Jurnal Hadron, 1(1), 12–15.

Rahayu, S. (2015). Pengembangan Tes Diagnostik Pilihan Ganda Dua Tingkat untuk Mengidentifikasi

Miskonsepsi pada Konsep Gerak Dua Dimensi. UIN Jakarta: Skripsi tidak diterbitkan.

Rosales, J., Guía, M., Gómez, F., Aguilar, F., & Martínez, J. (2014). Two dimensional fractional projectile motion in a resisting medium. Open Physics, 12(7), 517–520.

Saehana, S., & Kasim, S. (2011). Studi awal miskonsepsi mekanika pada guru fisika sma di kota palu.

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14.

Sambada, D. (2012). Peranan kreativitas siswa terhadap kemampuan memecahkan masalah fisika dalam pembelajaran kontekstual. Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA), 2(2), 37–47. Saputra, O. (2019). Identifikasi Miskonsepsi Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) pada Topik Fluida

Dinamis. Jurnal Kreatif Online, 7(3).

Sari, E. P. (2014). Pengembangan Tes Formatif Berbasis Game pada Perangkat Bergerak untuk

Kompetensi Dasar Menganalisis Hubungan Antara Gaya, Massa, dan Gerakan Benda pada Gerak Lurus bagi Siswa SMA. SKRIPSI Jurusan Fisika-Fakultas MIPA UM.

Sarlina, S. (2015). Miskonsepsi Siswa Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat Siswa Kelas X5 Sma Negeri 11 Makassar. MaPan: Jurnal Matematika dan

Pembelajaran, 3(2), 194–209.

Searle, P. (1985). Circular motion concepts of first year engineering students. Research in Science

Education, 15(1), 140–150.

Setiadi, I. (2013). Pendefinisian metoda pengukuran kecepatan gerak pellet senapan angin. Fakultas Teknik UNPAS: Skripsi tidak diterbirkan.

Setyono, A., Nugroho, S. E., & Yulianti, I. (2016). Analisis Kesulitan Siswa dalam Memecahkan Masalah Fisika Berbentuk Grafik. UPEJ Unnes Physics Education Journal, 5(3), 32–39. Sprung, B. (1996). Physics Is Fun, Physics Is Important, and Physics Belongs in the Early Childhood

Curriculum. Young Children, 51(5), 29–33.

Sujarwanto, E., Hidayat, A., & Wartono, W. (2014). Kemampuan pemecahan masalah fisika pada modeling instruction pada siswa SMA kelas XI. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 3(1).

Suma, K. (2015). Miskonsepsi siswa SMA di Bali tentang dinamika. Prosiding Seminar Nasional

MIPA.

Supardi, S. U., Leonard, L., Suhendri, H., & Rismurdiyati, R. (2015). Pengaruh Media Pembelajaran dan Minat Belajar terhadap Hasil Belajar Fisika. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 2(1). Sutopo. (2014). Miskonsepsi pada Optika Geometri dan Remediasinya. J-TEQIP, 5(2), 356-368. Taqwa, M. R. A. (2015). Hubungan Gaya Belajar Visual, Auditorial, dan Kinestetik dengan Hasil

Belajar Siswa pada Materi Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar Kelas XI IPA SMAN Se-Kota Jambi. Seminar Nasional Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Taqwa, M. R. A., & Pilendia, D. (2018). Kekeliruan Memahami Konsep Gaya, Apakah Pasti Miskonsepsi?. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Integrasinya. 01(02).

Taufiq, M. (2012). Remediasi miskonsepsi mahasiswa calon guru fisika pada konsep gaya melalui penerapan model siklus belajar (learning cycle) 5E. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 1(2). Tayubi, Y. R. (2005). Identifikasi miskonsepsi pada konsep-konsep fisika menggunakan Certainty of

Response Index (CRI). Mimbar Pendidikan, 3(24), 4–9.

Treagust, D. F. (1988). Development and use of diagnostic tests to evaluate students’ misconceptions in science. International journal of science education, 10(2), 159–169.

(10)

217 Trudel, L., & Métioui, A. (2015). Guidelines in The Design of a Teaching-Learning Sequence About

Parabolic Motion from an Historical Perspective. Education, 5(8).

Utami, R., Djudin, T., & Arsyid, S. B. (2014). Remediasi Miskonsepsi pada Fluida Statis Melalui Model Pembelajaran TGT Berbantuan Mind Mapping di SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 3(12).

Utomo, K. S. (2014). Redifinisi besaran kerja, daya, dan energi sebagai besaran vektor. Jurnal Teknik

Sipil dan Perencanaan, 16(1), 39–50.

Wheatley, M. J. (1994). Leadership and the new science: Learning about organization from an orderly universe. National Ins. Of Education.

Wilson, H. R., Ferrera, V. P., & Yo, C. (1992). A psychophysically motivated model for two-dimensional motion perception. Visual neuroscience, 9(1), 79–97.

Wulandari, Y. A., Sudarmi, M., & Rondonuwu, F. S. (2014). Remediasi Miskonsepsi Tentang Gaya

Setripetal dan Gaya Sentripugal pada Gerak Melingkar Beraturan Menggunakan Metode Demonstrasi Sederhana. Skripsi). Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan

Matematika Universitas Kristen Satya Wacana.

Yolanda, Y. (2017). Remediasi Miskonsepsi Kinematika Gerak Lurus dengan Pendekatan STAD.

Science and Physics Education Journal (SPEJ), 1(1), 39–48.

Yolenta, D., & Sutrisno, L. (2014). Deskripsi Miskonsepsi Siswa SMA Sekecamatan Kapuas Tentang Gerak Melingkar Beraturan Menggunakan Three-Tier Test. Jurnal Pendidikan dan

Pembelajaran, 4(3).

Yunita, M., & Sahala, S. (2016). Miskonsepsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 teluk Batang pada materi kalor dan perpindahannya. Jurnal pendidikan dan pembelajaran, 5(2).

Yuwono, R. T., Tandililing, E., & Oktavianty, E. (2014). Remediasi Miskonsepsi Siswa melalui Pembelajaran Problem Posing pada Materi Gerak Parabola. Jurnal Pendidikan dan

Pembelajaran, 3(6).

Zuhri, S. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry Learning) Menggunakan PhET Simulation Untuk Menurunkan Miskonsepsi Siswa Kelas XI pada Materi Fluida Statis di SMAN Kesamben Jombang. Inovasi Pendidikan Fisika, 3(3).

Zulia Witanecahya, S. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) untuk Mengurangi Miskonsepsi Siswa Kelas X SMAN 2 Ponorogo pada Pokok Bahasan Perpindahan Panas. Inovasi Pendidikan Fisika, 3(3).

Zulvita, R., & Halim, A. (2017). Identifikasi dan remediasi miskonsepsi konsep hukum newton dengan menggunakan metode eksperimen di man darussalam. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan

Gambar

Gambar 1. Skema gerak parabola

Referensi

Dokumen terkait

Apabila suatu benda bergerak dengan konstan pada suatu lintasan garis lurus, maka dikatakan bahwa benda tersebut bergerak lurus beraturan pada GLB, kecepatan

Berdasarkan data yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3, secara umum menunjukkan bahwa implementasi pelatihan berbasis masalah ini efektif dalam meningkatkan kemampuan

Karena besar kecepatan alias kelajuan dan arah kecepatan selalu konstan maka bisa dikatakan bahwa benda bergerak pada lintasan lurus dengan kelajuan konstan. Misalnya sebuah mobil

Kegiatan dalam penelitian ini terdiri atas tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.Teknik pengumpulan data menggunakan teknik obeservasi

Hasil dari review jurnal keenam belas didapatkan hasil bahwa setelah diterapkan model pembelajaran PBL terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki

Analisis yang dilakukan adalah dengan mencari persentase rata-rata untuk masing-masing indikator keterampilan berpikir kritis tiap butir soal, presentase skor total

Gerak melingkar beraturan adalah gerak suatu benda yang menem- puh lintasan melingkar dengan besar kecepatan tetap.. Percepatan sentripetal adalah percepatan yang selalu tegak

Selain itu juga berdasarkan hasil penelitian dari berbagai sumber, pendapat beberapa siswa serta para guru pengajar fisika bahwa pelajaran fisika tidak begitu disukai oleh