1 PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas mata
PENDAHULUAN
Penerapan dibidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran, kurang lebih hanya
20 % pestisida mengenai sasaran sedangkan 80 % lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndromd) dan sebagainya (Sa’id, 1994 Dalam Dessirahma, 2012).
Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan dan eceng gondok, salah satu contoh herbisida yang digunakan adalah herbisida isopropilamina glifosat (IRRI, 1993 Dalam Sihotang, 2012).
Di alam, pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan yang kemudian terangkut ke tempat lain oleh air, angin atau oleh jasad hidup yang berpindah tempat. Dengan masih terdeteksinya residu di alam maka akan menimbulkan ketidakseimbangan 20
20 % pestisida mengenai sasaran sedangkan 80 % lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan PENGARUH HERBISIDA ISOPROPILAMINA GLIFOSAT TERHADAP
FEKUNDITAS DAN VIABILITAS KOKON CACING TANAH Pontoscolex corethrurus Fr. Mull.
Oleh:
Indra Madani 1, Ramadhan Sumarmin 2, Gustina Indriati 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat 1 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat
2 Jurusan Biologi Universitas Negeri Padang
ABSTRACT
The use of herbicides had the adverse impact on non-target organisms being one of the soil biota such as earthworms. One of the herbicide is glyphosate isopropylamine. The aimed of this study to know the influence of Isopropylamine Glyphosate Herbicides to fecundity and viability Earthworm Cocoon (Pontoscolex corethrurus Fr. Mull.). This study was conducted in July-August, 2013, held at the Zoology Laboratory of the Biology Department, Padang State University. This research used Completely Randomized Design (CRD) with 5 treatment, 5 replicates. The treatment were herbicide glyphosate isopropylamine of 0% (A), 0.1% (B), 0.2% (C), 0.3% (D) and 0.4% (E) mixed media. Parameters in this study is the fecundity and viability of earthworm cocoons Pontoscolex corethrurus. The results showed. the average number of cocoons on providing the highest herbicide isopropylamine glyphosate on A (40) and followed by B and C are 14.6 cocoon, D (14.2) and the lowest in the herbicide glyphosate isopropylamine E are 0 cocoon. While the average percentage hatchability earthworm cocoons Pontoscolex corethrurus on providing the highest herbicide glyphosate isopropylamine A, B and C was 100% and the lowest concentrations of D and E are 0%. It can be concluded that the herbicide glyphosate isopropylamine can decrease fecundity cocoon, but had no effect on the viability of cocoons. Based on it, the civil must, to reduce the use of chemical herbicides cause poor soil.
Key words: Isopropylamine Glyphosate Herbicides, Fecundity & Viability Cocoon and Pontoscolex corethrurus Fr. Mull.
1 pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndromd) dan sebagainya (Sa’id, 1994 Dalam Dessirahma, 2012).
Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan dan eceng gondok, salah satu contoh herbisida yang digunakan adalah herbisida isopropilamina glifosat (IRRI, 1993 Dalam Sihotang, 2012).
Di alam, pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan yang kemudian terangkut ke tempat lain oleh air, angin atau oleh jasad hidup yang berpindah tempat. Dengan masih terdeteksinya residu di alam maka akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem yang menyebabkan kematian pada beberapa spesies seperti cacing tanah, ular sawah, katak dan berbagai jenis serangga yang sebenarnya bukan sasaran untuk dibunuh (Ratmawati, 2012).
Pengaruh herbisida round-up yang berbahan aktif isopropilamina glifosat
terhadap cacing tanah adalah isopropilamina glifosat merupakan sebagai racun kontak dan bersifat sistemik. Bahkan dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan mikroba tanah sehingga peranannya dalam mendaur ulang unsur hara menjadi hilang.
Cacing tanah merupakan biota tanah yang banyak dijumpai pada lahan pertanian dan mempunyai peranan yang menguntungkan dalam ekosistem tanah. Cacing tanah juga berperan dalam proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Proses dekomposisi materi organik menyebabkan perubahan struktur tanah sehingga dapat meningkatkan aerasi tanah serta kemampuan tanah menahan air (Nofyan, 2009).
Cacing tanah dapat hidup dengan baik pada pH 6 sampai dengan 7,5, kelembaban 42 sampai dengan 60 % dan suhu 15 sampai dengan 250 C. Faktor yang mempengaruhi kehidupan cacing tanah adalah temperatur atau suhu, aerasi, ketersediaan oksigen (O2),
bahan organik, jenis tanah dan suplai makanan (Ciptanto, 2011). Berdasarkan latar belakang masalah, telah dilakukan penelitian tentang ‘’pengaruh herbisida
1 isopropilamina glifosat terhadap fekunditas dan viabilitas kokon cacing tanah Pontoscolex corethrurus Fr. Mull.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada Juli-Agustus 2013, di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), dengan perlakuan herbisida isopropilamina glifosat yang dicampurkan pupuk kompos sebagai pakan dengan 5 (lima) perlakuan masing-masing perlakuan terdiri dari 5 (lima) ulangan. Alat yang digunakan pada peneltian ini adalah toples plastik berisi 5 liter, polybag berukuran 5 kg, mikro pipet berukuran 2-20 µl, gelas ukur bervolume 10 ml, geklas ukur bervolume 100 ml, batang pengaduk, kain til, karet, cawan petri, spatula, sarbet, masker, sarunng tangan, kertas label, kertas saring, alat-alat tulis, kuas, kantong plastik, baki plastik, incase chamber dan neraca ohaus. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cacing tanah Pontoscolex corethrurus (berumur 6 bulan, dari Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNAND), dedak
padi sebanyak 10 kg, kapur barus, pupuk kompos, air PDAM yang sudah diendapkan selama 3 hari dan herbisida round-up yang berbahan aktif isopropilamina glifosat.
Pada pengamatan fekunditas dan viabilitas kokon cacing tanah
Pontoscolex corethrurus pada
perlakuan herbisida isopropilamina glifosat disiapkan toples plastik berukuran 5 liter sebanyak 25 buah, kemudian diisi dengan media tanam standar sebanyak 1 kg. Selanjutnya masukkan konsentrasi larutan round-up sesuai dengan masing-masing perlakuan kemudian diaduk sampai rata dan masing-masing toples plastik dilapisi dengan polybag dan beri label. Kemudian masukkan cacing tanah sebanyak 4 ekor setiap masing-masing toples plastik dan di permukaan media tanam standar diletakkan pakan (dedak padi) sebanyak 10 gr pada masing-masing perlakuan. Kemudian toples plastik ditutupi dengan menggunakan kain kasa/kain til sebagai ventilasi. Setiap 1 kali 5 hari masing-masing toples plastik disortir cacing tanah dan kokon Pontoscolex corethrurus, kemudian dihitung jumlah kokon yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan
1 selama 4 minggu. Kokon yang dihasilkan setiap toples plastik dari masing-masing perlakuan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah diberi kertas saring yang dilembabkan. Kemudian dihitung jumlah kokon yang menetas dari masing-masing perlakuan.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian perhitungan jumlah kokon yang dihasilkan dan kokon yang menetas pada setiap perlakuan dilakukan analisis varian dengan tingkat kepercayaan 95 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Rata-rata jumlah kokon cacing Pontoscolex corethrurus Fr. Mull. Pada pengamatan fekunditas
perlakuan Rata-rata jumlah kokon A B C D E 40,0a 14,6b 14,6b 14,2b 0,0c
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa jumlah kokon cacing Pontoscolex corethrurus pada A, B, C, D dan E terdapat perbedaan rata-rata jumlah kokon. Pada perlakuan A jumlah kokon 40 merupakan jumlah kokon tertinggi dari pada jumlah
kokon perlakuan lainnya, hal ini berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan jumlah kokon pada perlakuan B, C dan D tidak berbeda nyata. Sementara pada perlakuan E tidak ditemukan kokon karena semua cacing mati.
Tabel 2. Rata-rata persentase viabilitas cacing Pontoscolex corethrurus Fr. Mull.
Perlakuan Rata-rata persentase(%) viabilitas A 100a B 100a C 100a D 0,0b E 0,0b
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa jumlah persentase daya tetas kokon cacing Pontoscolex corethrurus pada perlakuan A, B, C, D dan E terdapat perbedaan rata-rata persentase daya tetas kokon. Pada perlakuan A, B dan C seluruh kokon memiliki rata-rata daya tetas sama yaitu 100 %. Pada perlakuan D semua kokon tidak berhasil menetas.
Dari hasil analisis penelitian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah kokon cacing tanah selama 30 hari pengamatan pada berbagai konsentrasi menunjukkan rata-rata jumlah kokon
1 yang berbeda. Jumlah kokon paling tinggi terlihat pada perlakuan A (tanpa perlakuan) yaitu 40 kokon, sedangkan jumlah kokon yang paling terendah terlihat pada perlakuan E adalah 0 kokon. Perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, C dan D, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan E karena bersifat mematikan atau bersifat toksik kuat dan perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan E.
Bahan aktif herbisida isopropilamina glisofat mampu menurunkan fekunditas atau jumlah kokon dan dapat mempengaruhi oogenesis, karena herbisida isopropilamina glisofat bersifat sistemik dan toksik kuat atau mematikan terhadap cacing tanah.
Menurut Brown (1978 dalam nofyan, 2012), menyatakan bahwa pengaruh herbisida terhadap populasi cacing tanah tergantung pada jenis dan konsentrasi yang digunakan. Pemberian konsentrasi herbisida yang berbeda akan mempengaruhi efek yang berbeda terhadap jaumlah kokon dan daya tetas kokon cacing tanah. Menurut Nofyan (2012), energi dalam tubuh cacing tanah dewasa lebih banyak digunakan untuk produksi
kokon, tetapi jumlah kokon mulai menurun atau berhenti maka energi tersebut digunakan untuk proses pertumbuhan jaringan tubuh cacing tanah. rendahnya jumlah kokon diakibatkan energi yang dimiliki cacing tanah terbatas yang disebabkan media tanah sebagai pakan yang telah terkontaminasi oleh herbisida. rendahnya jumlah kokon cacing tanah selain dipengaruhi oleh jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Menurut sihombing (2000 dalam Nofyan, 2012) jumlah kokon cacing tanah dipengaruhi oleh kepadatan populasi, suhu, kelembaban, derajat keasaman dan kandungan zat makanan.
Tingginya angka produksi kokon, waktu pengembangan pendek dengan keberhasilan penetasan yang tinggi, serta strategi pemuliaan berkelanjutan di epigeic spesies Perionyx exavatus dan Dichogaster modiglianii dan spesies endogeic top soil Pontoscolex corethrurus, Drawida nepalensis dan Lampito mauritii, mengindikasikan kemungkinan kegunaan dalam vermiculture (Bhattacharjee, 2002).
Produksi kokon menurun maupun berhenti selama musim dingin, suhu
1 mempengaruhi masa inkubasi kokon. Dengan peningkatan suhu, masa inkubasi peningkatan pada cacing endogeic yaitu Pontoscolex corethrurus, Polypheretima elongata
dan Drawida nepalensis dan
menurunkan pada cacing epigeic yaitu Perionyx exavatus dan Dichogaster madiglianii dalam rentang antara temperatur 28-32o C dibawah kondisi laboratorium (Bhattacharjee, 2002).
Berdasarkan hasil analisis penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daya tetas kokon paling tinggi terlihat pada perlakuan A, B dan C yaitu 100, sedangkan jumlah daya tetas kokon paling rendah terlihat pada perlakuan E yaitu 0 karena pada pada perlakuan E cacing semuanya mati. Perlakuan A, B dan C tidak berbeda nyata dan dapat dikoleksi, tetapi perlakuan A, B dan C bebeda nyata dengan perlakuan D dan E. Perbedaan persentase daya tetas kokon menunjukkan pengaruh konsentrasi herbisida isopropilamina glifosat karena dapat bersifat toksik kuat terhadap kokon atau bersifat embrio toksik atau mematikan embrio. Perbedaan kokon cacing yang menetas disebabkan oleh perubahan suhu dan
terbatasnya sumber cadangan makanan di dalam kokon tersebut (Nofyan, 2012). Berdasarkan penelitian Chaudhuri (2011), data tentang biologi reproduksi cacing tanah Pontoscolex corethrurus keberhasilan viabilitas atau penetasan kokon tinggi.
Herbisida isopropilamina glifosat masuk melalui saluran pencernaan, kemudian terikat pada plasma (Hemosianin) sehingga terbawa ke dalam hati. Hati menghasilkan vitelin, kemungkinan herbisida isopropilamina glifosat terikat pada vitelin sehingga terdeposit (tersimpan/terkumpul) dalam ovum. Herbisida isopropilamina glifosat secara langsung dapat membunuh embrio yang sedang berkembang.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa herbisida isopropilamina glifosat menurunkan fekunditas kokon cacing tanah dan tidak berpengaruh terhadap viabilitas kokon cacing tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Bhattacharjee, G. dan Chaudhuri, P.S. 2002. Cocoon Production, Morphology, Hatching pattern and Fecundity in seven Tropical
1 Earthworm Species-a Laboratory-Based Investigation. MBB. India. Chaudhuri, P.S. dan bhattacharjee, S.
2011. Reproduktive biology of Eight Tropical Earthworm Species of Rubber Plantation in Tripura, India. MBB. India.
Ciptanto, S. dan U. P. 2011. Mendulang Emas Hitam Melalui Budi Daya Cacing Tanah Disertai Direktori Usaha Cacing Tanah. Yogyakarta.
Dessirahma. 2012. Pencemaran Lingkungan oleh Pestisida. Diakses Tanggal 10 Maret 2013.
Nofyan, E. 2009. Pengaruh Insektisida Karbofuran Terhadap Produksi dan Viabilitas Kokon Cacing Tanah Pontoscolex corethrurus Fr. Mull. Jurnal Penelitian Sains. Edisi Khusus Desember.
Nofyan, E., D. Setiawan dan T.N.A. Safitri. 2012. Pengaruh Insektisida Profenofos terhadap Produksi dan Viabilitas Kokon Cacing Tanah Pontoscolex corethrurus Fr. Mull. Prosiding Semirata BKS PTN-BMIPA.
Ratmawati, I. 2012. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Surabaya. Diakses Tanggal 15 Februari 2013.
Sihotang, B. 2012. Penggunaan Pertanian Berkelanjutan dengan Pertanian Organik. Diakses Tanggal 15 Februari 2013.