• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI MANAJERIAL KEPALA RUANGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DIRUANG MPKP DAN NONMPKP RSUD BUDHI ASIH

JAKARTA

Tesis

Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Oleh : DUMAULI 0606026755

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2008

(2)

HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI MANAJERIAL KEPALA RUANGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DIRUANG MPKP DAN NONMPKP RSUD BUDHI ASIH

JAKARTA

TESIS

Oleh : DUMAULI 0606026755

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2008

(3)
(4)
(5)

Dumauli

Hubungan Persepsi Perawat Pelaksana Tentang Pelaksanaan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan Dengan Kinerja Perawat Di ruang MPKP dan Non MPKP Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta

Xiv + 119 hal, 31 tabel, 2 skema, 4 lampiran ABSTRAK

Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Beberapa variable yang berhubungan dengan kinerja adalah fungsi manajerial kepala ruangan.

RSUD Budhi Asih merupakan rumah sakit milik Pemda DKI yang selalu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, salah satunya dengan melaksanakan MPKP di 3 ruang rawat inap. Namun sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan dengan kinerja perawat di ruang MPKP dan NonMPKP. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk mengatahui hubungan persepsi perawat pelaksana tentang pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan dengan kinerja perawat di ruang MPKP dan non MPKP Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta. Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi perawat pelaksana yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 109 perawat, sedangkan metode pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner. Analisa hubungan antar variabel dilakukan melalui uji kai kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengawasan kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana diruang MPKP, adanya hubungan yang bermakna antara fungsi pengarahan kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana diruang MPKP, adanya hubungan yang bermakna antara fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana diruang NonMPKP. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja perawat diruang MPKP adalah fungsi pengarahan, sedangkan di ruang Non MPKP adalah fungsi pengorganisasian. Usulan dari hasil penelitian ini bagi Pimpinan Rumah Sakit dan Kepala Bidang Keperawatan perlunya membentuk tim mutu keperawatan, pemberdayaan kepala ruangan, menerapkan standar kompetensi kepala ruangan, pengembangan sumber daya keperawatan. Bagi peneliti lebih lanjut perlu dilakukan penelitian lain untuk menjawab fenomena secara spesifik melalui rancangan penelitian lain yang ada kaitannya dengan kinerja perawat.

Kata kunci: fungsi manajemen, kinerja Daftar Bacaan: 51 (1985 – 2007)

(6)

Dumauli

Related between Executor Nurse Perception on Managerial Function Implementation of Room Head and Nurse Performance at MPKP and Non MPKP Room of RSUD Budhi Asih in Jakarta

xiv + 119 pages, 31 tables, 2 figures, 4 appendices

ABSTRACT

Performance is a result target level on special duty implementation. Some variables which related to performance are managerial function of room head. RSUD Budhi Asih is a hospital of district government at DKI which always increases nursing care quality. One of them is MPKP implementation at 3 inpatient rooms. But until now it has not been done a research of managerial function implementation of room head by nurse performance at MPKP and non MPKP room. This research is descriptive research by a cross sectional design. Purpose of this research is to find related between executor nurse perception on managerial function implementation of room head and nurse performance at MPKP and non MPKP room of RSUD Budhi Asih in Jakarta.

This research samples are all executor nurses population who fulfilled an inclusion criterion, they are almost 109 nurses, while collecting data used a questionnaire instrument method. Analysis of related each variable have been done by kai square test. Research result indicated that there was no good relationship between planning function, organizational, observation of room head on executor nurse performance at MPKP room. There was a good relation between planning function, organizational, observation of room head on executor nurse performance at Non MPKP room.

Dominant factor which effects of nurse performance at MPKP room is guidance function, while at Non MPKP room is an organizational function. From this research result, it was suggested for head of hospital and head of nursing department and room head to form a quality nursing team, enabling of room head, applying room head competency, developing of nursing resource. For next researcher, it is important to do by other research for answering phenomenon specifically by the other research design concerning with nurse performance.

Keywords: management function, performance References: 51 (1985 - 2007)

(7)

dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Hubungan persepsi perawat pelaksana tentang pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan dengan kinerja perawat di ruang MPKP dan NonMPKP RSUD Budhi Asih Jakarta”.

Dengan rasa hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya, peneliti mengucapkan terimakasih atas bimbingan, arahan serta dukungan doa kepada:

1. Ibu Dewi Irawati, MA., Ph.D selaku selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

2. Dra. Juniati Sahar, Ph.D selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

3. Ibu Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D, selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan serta semangat dalam penyusunan thesis ini.

4. Bapak Drs. Sutanto Priyo Hastono, MKes., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi penelit dalam penyusunan thesis ini.

5. Direktur RSUD Budhi Asih beserta jajarannya, teman-teman dibagian keperawatan dan bagian admisi yang telah membantu dan memfasilitasi jalannya penelitian.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Pasca Sarjan FIK-UI Jakarta khususnya Eda Uly Agustine yang selalu memberikan semangat dan keceriaan serta ibu Suratun, teman senasib saat pelaksanaan matrikulasi.

(8)

8. Keluarga besarku, Opung Dortua, Opa dan Oma Do, kakak-kakak beserta keponakanku tersayang yang selalu mendoakan.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka peneliti sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun untuk kesempurnaan hasil penelitian ini.

Depok, Juli 2008

Penulis

(9)

Nama : Dumauli

Tempat/tanggal lahir : Duri, 17 Pebruari 1974 Nama Ayah : Pasaribu

Nama Ibu : Simanjuntak

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1986 : Tamat SDN 04 Dumai, Riau 2. Tahun 1989 : Tamat SMPN 01 Dumai, Riau 3. Tahun 1992 : Tamat SMAN 01 Dumai, Riau 4. Tahun 1995 : Tamat D3 Akper St Carolus Jakarta 5. Tahun 1999 : Tamat S1 FKM UI Jakarta

6. Tahun 2006 : Mengikuti Program Pasca Sarjana FIK UI Jakarta

RIWAYAT PEKERJAAN

1. 1995 – Sekarang : Pegawai RSUD Budhi Asih Jakarta

(10)

LEMBAR JUDUL...i

LEMBAR PERSETUJUAN ………...…ii

ABSTRAK...iii

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP...vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR SKEMA ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I : PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ... ...1

B. Rumusan Masalah...10

C. Tujuan Penelitian ...11

D. Manfaat Penelitian ...12

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Manajemen Kepala Ruangan ...13

1. Pengertian Manajemen Kepala Ruangan ...13

2. Fungsi-fungsi Manajemen Kepala Ruangan ...14

3. Kepala Ruangan ………...……...…...20

B. Kinerja Perawat...22

1. Pengertian ...22

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ...23

3. Penilaian Kinerja Perawat ...31

4. Tujuan dan manfaat penilaian kinerja perawat ...32

5. Pengukuran kinerja perawat ...33

C. Model Praktik Keperawatan Profesional ...37

1. MPKP di Luar negeri dan di Indonesia ...38

2. Tingkatan MPKP ...40

3. Hasil yang dicapai ...41

BAB III : KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFENISI OPERASIONAL...46

A. Kerangka Konsep Penelitian ...46

(11)

A. Desain Penelitian ...54

B. Populasi ...54

C. Sampel ...55

D. Tempat Penelitian ...56

E. Waktu Penelitian ...56

F. Etika Penelitian ...56

G. Alat pengumpulan Data ...57

H. Prosedur Pegolahan Data ...59

I. Pengolahan Dan Analisis Data...62

J. Analisis Data ...63

BAB V : HASIL PENELITIAN ...66

A. Analisis Univariat...66

B. Analisis Bivariat...75

C. Analisis Multivariat...87

BAB VI : PEMBAHASAN...94

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil ……….………..94

B. Keterbatasan Penelitian ...113

C. Implikasi Untuk Keperawatan ...114

BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN …….………116

A. Kesimpulan ……….……….….……….…116

B. Saran……….…..……….……117 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

3.1 Definisi Operasional Variabel Independen …... 49

4.1 Distribusi Responden Ruang MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta ... 55

4.2 Distribusi Responden Ruang Non MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta ... 55

5.1 Distribusi Responden Menurut Umur di RSUD Budhi Asih Jakarta...67

5.2 Distribusi Responden Menurut Kategori Umur di RSUD Budhi Asih Jakarta...67

5.3 Distribusi Responden Menurut Lama Kerja di RSUD Budhi Asih Jakarta...68

5.4 Distribusi Responden Menurut Katagori Lama Kerja di RSUD Budhi Asih Jakarta...69

5.5 Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan di RSUD Budhi Asih Jakarta...69

5.6 Distribusi Responden Menurut Fungsi Manajerial di RS Budhi Asih Jakarta ...71

5.7 Distribusi Responden Menurut Kategori Fungsi Manajerial di RS Budhi Asih Jakarta ...72

5.8 Distribusi Responden Menurut Kinerja di RSUD Budhi Asih Jakarta ...74

5.9 Distribusi Responden Menurut Katagori Kinerja di RSUD Budhi Asih Jakarta ...75

5.10 Distribusi Responden Menurut Perencanaan dan Kinerja pada Ruang MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta...76

5.11 Distribusi Responden Menurut Fungsi Perencanaan dan Kinerja pada Ruang Non MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta...77

5.12 Distribusi Responden Menurut Fungsi Pengorganisasian dan Kinerja pada Ruang MPKP di RSUD Budhi Asih Jakarta...78

5.13 Distribusi Responden Menurut Fungsi Pengorganisasian dan Kinerja pada Ruang Non MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta...79

5.14 Distribusi Responden Menurut Fungsi Pengarahan dan Kinerja pada Ruang MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta ...80

(13)

pada Ruang MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta ... 81 5.17 Distribusi Responden Menurut Pengawasan dan Kinerja pada Ruang

Non MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta ...82 5.18 Distribusi Responden Menurut Umur dan Kinerja pada Ruang MPKP

RSUD Budhi Asih Jakarta ...83 5.19 Distribusi Responden Menurut Umur dan Kinerja pada Ruang Non MPKP

RSUD Budhi Asih Jakarta ...84 5.20 Distribusi Responden Menurut Lama Kerja dan Kinerja pada Ruang MPKP

RSUD Budhi Asih Jakarta ...85 5.21 Distribusi Responden Menurut Lama Kerja dan Kinerja pada Ruang

Non MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta ...85 5.22 Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan dan Kinerja pada Ruang

MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta ...86 5.23 Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan dan Kinerja pada Ruang

Non MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta ...87 5.24 Nilai p dari Uji Regresi Logistik Sederhana untuk Kandidat Model ...87 5.25 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda dengan Fungsi Manajemen

pada Ruang MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta...88 5.26 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda dengan Fungsi Manajemen: Perencanaan dan Pengarahan pada Ruang MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta...89 5.27 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda dengan Fungsi Manajemen: Pengarahan dan Pengawasan pada Ruang MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta...89 5.28 Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda dengan Fungsi Manajemen

pada Ruang MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta...90 5.29 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda dengan Fungsi Manajemen:

Pengorganisasian,Pengarahan dan Pengawasan pada Ruang Non MPKP

(14)

Jakarta...92 5.31 Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda pada Ruang Non MPKP

RSUD Budhi Asih Jakarta ...92

(15)

2.1 Variabel yang mempengaruhi Perilaku dan Kinerja ... 24 3.1 Kerangka konsep ... 47

(16)

D. Struktur Organisasi RSUD Budhi Asih C. Surat Permohonan Izin Penelitian

B. Surat Permohonan peninjauan Penelitian

(17)

Struktur Organisasi

Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih DIREKTUR

DIKLITBANG

KERS

SPI PEMASARAN & SIRS SPM

SUB BAGIAN TATA USAHA

URUSAN UMUM

URUSAN KEPEGA

WAIAN SEKSI

KEUANGAN

STAF SIE KEUANGAN STAF SEKSI

PENUNJANG MEDIS SEKSI PENUNJANG

MEDIS

URUSAN REKAM MEDIS URUSAN RUMAH

TANGGA

SEKSI PELAYANAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

SUB SEKSI KEPERAWAT

AN SUB SEKSI

PELAYANAN MEDIS

KOMITE MEDIK

(18)

Pebruari Maret April Mei Juni Jul i NO KEGIATAN

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1 Penyusunan proposal

2 Seminar proposal 3 Uji coba instrumen

4 Pelaksanaan penelitian 5 Pengolahan & analisa data 6 Seminar hasil penelitian

7 Penyusunan laporan hasil 8 Ujian akhir

9 Pengumpulan laporan thesis

(19)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 telah didukung dengan adanya kebijakan Pengembangan Tenaga Kesehatan tahun 2000-2010.

Dalam Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 telah ditetapkan bahwa salah satu dari program pembangunan kesehatan adalah program sumber daya manusia kesehatan. Tujuan dari program ini adalah meningkatkan jumlah dan mutu tenaga kesehatan, sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan (Rachmat, 2006).

Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dinyatakan bahwa setiap upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan harus disertai dengan peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75%

pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat (Gillies, 1994; Swansburg & Swansburg, 1999). Peningkatan mutu pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh kinerja perawat. Oleh karena itu, sumber daya keperawatan yang profesional sangat dibutuhkan agar dapat menghasilkan kinerja yang profesional pula.

(20)

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Mangkuprawira, 2007). Kinerja dapat merupakan penampilan individu, kelompok kerja personil maupun organisasi, tidak terbatas hanya pada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga pada keseluruhan jajaran personil dalam organisasi (Gibson,1996; Ilyas, 2002;

Simanjuntak, 2005).

Menurut Simanjuntak (2005) deskripsi dari kinerja terdiri dari 3 (tiga) komponen penting, yaitu: tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja, dan ukuran digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan, sedangkan penilaian, secara reguler dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja. Ketiga kompenen tersebut akan mengarahkan personel untuk berorientasi dan berperilaku kerja terhadap tujuan yang hendak dicapai.

Untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan, maka perlu dilakukan penilaian kinerja (Illyas, 2002; Ruky, 2001). Penilaian kinerja disebut juga Performance appraisal, merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (Swanburg,

(21)

1987 dalam Nursalam, 2002). Penilaian kinerja dalam organisasi adalah proses ketika organisasi mengevaluasi hasil kerja atau prestasi kerja para karyawan (Sarwoto, 2002). Seorang manajer dapat mendukung anggota timnya melalui penilaian kinerja dari pada mendikte mereka dan akan menjadi lebih penting jika dihargai sebagai suatu proses transformasional dari pada sebagai suatu proses penilaian (Amstrong, 2003).

Para manajer keperawatan harus dapat menjamin bahwa pelayanan yang diberikan oleh para pelaksana keperawatan adalah pelayanan yang aman, nyaman dan bermutu (Nurachmah, 2001, Asuhan keperawatan bermutu di Rumah Sakit, ¶ 9, http://www.pdpersi.co.id, diperoleh tanggal 5 Januari 2008). Dengan melakukan penilaian kinerja, para manajer dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing individu serta potensi yang dimiliki, sehingga dapat disuusun program peningkatan produktivitas organisasi, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatkan mutu yang diberikan (Simanjuntak, 2005).

Berbagai alat ukur telah digunakan dalam melakukan penilaian kinerja karyawan keperawatan. Huber (2000), menyatakan bahwa model penilaian keperawatan berdasarkan praktek keperawatan profesional, dapat dievaluasi dengan menggunakan alat penilaian kinerja. Penilaian kinerja perawat yang telah ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2004), didasarkan pada standar praktik keperawatan yang mengacu dalam proses keperawatan,

(22)

meliputi: Pengkajian keperawatan, Diagnosa, Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan. Standar praktik keperawatan merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, dan menilai pencapaian mutu pelayanan keperawatan kepada pasien (Nursalam, 2002).

Secara teoritis ada 3 (tiga) kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja (Illyas, 2002), yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis.

Kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari variabel organisasi.

Simanjuntak (2005) menyatakan kemampuan pemimpin dalam melaksanakan peran dan fungsinya sangat dominan dalam meningkatkan kinerja karyawan, meningkatkan kemampuan dan keterampilan, baik melalui program pendidikan dan pelatihan maupun rotasi jabatan atau penugasan khusus. Hasil penelitian Kurniadi (2006) didapatkan nilai kinerja perawat pelaksana di Rumkital Dr.

Mintoharjo 50% baik kemampuan kepala ruangan dalam menerapkan manajemen keperawatan menemukan fungsi perencanaan, pengorganisasian dan pengarahan lebih besar tidak baik dari pada baik. Faktor penentu kinerja yang utama adalah fungsi pengorganisasian, artinya pengorganisasian harus dilaksanakan dengan baik agar kinerja perawat akan baik.

Pelaksanaan fungsi manajemen oleh para manajer bertujuan untuk memberikan kemudahan, memfasilitasi dan mendorong semua pekerja agar dapat menaikkan kinerjanya secara optimal. Manajemen berperan melakukan fungsi-fungsi

(23)

(Simanjuntak, 2005), antara lain: merumuskan visi dan misi organisasi, menyusun struktur organisasi, merencanakan dan mengadakan sarana dan peralatan kerja, mengkoordinasikan pelaksanaan tugas diunit organisasi, serta mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas disemua unit organisasi. Dengan demikian, peran dan dukungan dari manajemen turut mempengaruhi kinerja yang dilakukan oleh setiap personil dalam organisasi.

Ada banyak pendapat tentang fungsi manajemen. Menurut Sabarguna (2005), fungsi manajemen pada dasarnya terdiri dari Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pelaksanaan (Actuating), Pengendalian (Controlling), dan Evaluasi (Evaluation). Sedangkan Terry (1976, dalam Siswanto, 2007) menyatakan bahwa fungsi manajemen terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Perbedaan tersebut dikarenakan beberapa hal, antara lain: kompleksnya organisasi karena jumlahnya sangat banyak, mencampur adukkan fungsi dan kegiatan pekerjaan, kadang-kadang diselipkan soal teknik dan kemahiran diantara fungsi-fungsi manajer. Namun yang paling mendasar untuk diketahui adalah pengertian fungsi-fungsi dan aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan pada fungsi fundamental itu sendiri (Hasibuan, 2006).

RSUD Budhi Asih berdasarkan SK MenKes No.434/MenKes/SK/IV/2007 merupakan rumah sakit tipe B non pendidikan milik Pemda DKI Jakarta yang menerima rujukan bagi masyarakat tidak mampu dan pasien Kejadian Luar Biasa

(24)

(KLB): DBD, gizi buruk dan lumpuh layu. Lokasi rumah sakit yang strategis dan mudah dijangkau, memudahkan pasien untuk datang kerumah sakit. Kondisi tersebut membuat pelayanan yang dilakukan rumah sakit selalu ramai baik dibagian rawat jalan maupun rawat inap. Berdasarkan data pasien yang diperoleh di bagian front office, sebagian besar pasien yang dirawat berasal dari Jakarta dan dari luar Jakarta, seperti: Bekasi, Bogor dan Depok.

Dengan Visi ”Menyenangkan pelanggan dengan mutu imternasional bernuansa hotelmall”, rumah sakit selalu berusaha meningkatkan dan mengembangkan pelayanan yang diberikan, antara lain: melakukan perpindahan lokasi / gedung dengan kapasitas tempat tidur dari 143 menjadi 224 tempat tidur, penambahan ruang pelayanan poliklinik dan laboratorium, dan penambahan jumlah SDM dibeberapa bagian termasuk keperawatan. Pimpinan bersama-sama kepala keperawatan melakukan inhouse trainning DIII Keperawatan bagi seluruh perawat dirumah sakit, melakukan pelatihan pelayanan prima bagi seluruh tenaga, dan mengikuti seminar-seminar / pelatihan yang berkaitan dengan keperawatan.

Namun demikian, masih ada beberapa bagian dari pelayanan yang dirasakan belum sesuai dengan tuntutan pasien yang dapat diketahui melalui keluhan yang diterima mengenai pelayanan rumah sakit.

Cakupan pelayanan rumah sakit: Bed Occupational Rate (BOR) diatas 75%, lama hari rawat (LOS) 3-4 hari, menunjukkan bahwa pemanfaatan sarana pelayanan

(25)

rumah sakit tergolong tinggi. Pemberian asuhan keperawatan di RSUD Budhi Asih ditujukan pada asuhan yang profesional dengan mengembangkan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) pada tahun 2005 di salah satu ruang rawat sebagai unit percontohan ( pilot project ), dan pada tahun berikutnya dibuka pada 2 (dua) ruangan lain. Hingga saat ini sudah 3 (tiga) ruangan yang menerapkan MPKP dari 9 (sembilan) ruang rawat inap RSUD Budhi Asih.

Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) merupakan suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan yang diperlukan (Hoffart & Woods, 1996, dalam Sitorus, 2006). Terdapat 4 tingkatan MPKP, yaitu: MPKP tingkat III, MPKP tingkat II, MPKP tingkat I, dan MPKP tingkat Pemula. Di RSUD Budhi Asih MPKP yang dikembangkan adalah MPKP Pemula, dengan metode pemberian asuhan keperawatan modifikasi keperawatan primer. Sedangkan ruangan yang belum melaksanakan model PKP (non MPKP) merujuk pada ketiga ruang MPKP dengan metode pemberian asuhan keperawatan tim-fungsional.

Informasi dari 4 (empat) orang perawat pelaksana diruang Non MPKP menyatakan bahwa pekerjaan diruangan dilakukan bersama-sama, pembagian pasien oleh ketua tim belum berjalan rutin terutama dinas sore dan malam.

Permasalahan yang berhubungan dengan pemberian asuhan ditindak lanjuti saat

(26)

itu juga, atau pada saat pergantin shift. Kepala ruangan terlibat langsung dalam pemberian asuhan keperawatan, seperti memberikan resep obat pasien, dan mengikuti visite dokter. Metode penugasan tim dirasakan belum optimal terutama pada malam hari, karena perawat yang bertugas sedikit sedangkan pasien yang dirawat cukup banyak. Pernyataan ini diperkuat oleh salah seorang kepala ruangan, bahwa keterlibatannya dalam pemberian asuhan keperawatan masih tinggi karena adanya keterbatasan tenaga. Akibatnya, konsentrasi kerja terbagi- bagi, kepala ruangan tidak dapat mengawasi pekerjaan perawat pelaksana secara menyeluruh karena tuntutan pekerjaan diruangan yang cukup tinggi.

Informasi yang didapatkan oleh peneliti dari 3 (tiga) orang perawat pelaksana diruang MPKP menyatakan ada perbedaan yang terjadi pada sistem kerja diruangan setelah penerapan MPKP, dimana perawat primer melakukan pembagian tugas sebelum mulai bekerja kepada perawat pelaksana. Dengan adanya pembagian tugas tersebut, perawat mengetahui siapa pasien yang akan dirawatnya dan apa yang akan dilakukan bagi pasiennya, pekerjaan lebih terarah, perkembangan pasien dapat dipantau, pasien mengenal perawat yang bertanggung jawab terhadap pelayanan yang diberikan kepadanya. Apabila ada kendala yang ditemui, dibahas bersama-sama pada pre / post conference. Walaupun kepala ruangan masih melakukan kegiatan fungsional ruangan, seperti: mengikuti visite dokter, akan tetapi perawat primer memegang tanggung jawab lebih besar terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

(27)

Dari hasil kegiatan residensi yang dilakukan oleh Chanafi (2005) dan Harmini (2006) terkait dengan pelatihan MPKP di RSUD Budhi Asih diketahui respon perawat terhadap penerapan MPKP sangat positif. Dengan adanya pembagian tugas yang jelas, perawat pelaksana mengetahui siapa pasien yang dirawatnya, kolaborasi perawat-dokter semakin baik, perawat primer merasakan akontabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan kepala ruangan merasakan pekerjaan yang dilakukan lebih terorganisir dan terarah. Implemenasi MPKP dirasakan dapat memberi dampak yang positif terhadap kepuasan pasien, perawat dan petugas lain. Menurut penelitian Triasih (2007), perawat yang memiliki kepuasan kerja terhadap pekerjaannya memiliki kecenderungan 4.22 kali lebih besar menampilkan kinerja yang baik bila dibandingkan dengan perawat yang memiliki ketidakpuasan kerja terhadap pekerjaannya.

Berdasarkan informasi tersebut, peneliti mengasumsikan bahwa perawat yang bekerja diruang MPKP akan mempunyai kepuasan kerja yang lebih tinggi yang berdampak terhadap peningkatan kinerja, sesuai dengan pernyataan model partner-lawyer (Donnelly, Gibson and Invancevich: 1994), bahwa kinerja individu pada dasarnya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dan dipengaruhi oleh kepuasan kerja.

Pentingnya dilakukan penelitian ini sebagai cara untuk mengidentifikasi pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan yang dipersepsikan oleh perawat

(28)

pelaksana dan hubungannya dengan kinerja perawat diruang MPKP dan Non MPKP, kemudian melihat apakah ada perbedaan hubungan tersebut antara ruang MPKP dan Non MPKP. Penelitian yang berhubungan dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD Budhi Asih belum pernah dilakukan, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hubungan persepsi perawat pelaksana tentang pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan yang dengan kinerja perawat diruang MPKP dan Non MPKP di RSUD Budhi Asih Jakarta.

B. Rumusan Masalah

Peningkatan cakupan pelayanan diduga berhubungan erat dengan pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan, kinerja perawat dan pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP). Dapat diasumsikan bahwa fungsi manajerial dan kinerja perawat belum optimal terutama diruang NonMPKP. Sementara belum ada informasi yang jelas yang mengungkapkan aspek yang spesifik berkaitan dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah sakit Budhi Asih Jakarta.

Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan maka perlu dilakukan pengkajian tentang kinerja perawat pelaksana dan mengidentifikasi hubungan pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan terhadap kinerja perawat di RSUD Budhi Asih. Masalah penelitian yang peneliti rumuskan adalah : “Apakah ada hubungan pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD Budhi Asih, dan apakah ada perbedaan hubungan tersebut antara ruang MPKP dan Non MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta?”

(29)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan persepsi perawat pelaksana tentang pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan dengan kinerja perawat di ruang MPKP dan non MPKP Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden yang meliputi: umur, status perkawinan, lama kerja di Ruang MPKP dan NonMPKP Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta.

b. Mengetahui persepsi perawat pelaksana tentang pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian) diruang MPKP dan Non MPKP Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta.

c. Mengetahui kinerja perawat diruang MPKP dan Non MPKP Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta.

d. Mengetahui hubungan persepsi perawat pelaksana tentang pelaksanaan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dengan kinerja perawat diruang MPKP dan Non MPKP Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta.

e. Mengetahui hubungan karakteristik responden yang meliputi: umur, status perkawinan, lama kerja dengan kinerja perawat diruang MPKP dan Non MPKP Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta.

(30)

f. Mengetahui komponen fungsi manajerial kepala ruangan yang paling berpengaruh di ruang MPKP dan Non MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta.

g. Mengetahui perbedaan model hubungan persepsi perawat pelaksana tentang pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan dengan kinerja perawat diruang MPKP dan Non MPKP RSUD Budhi Asih Jakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk manajemen Rumah Sakit tempat penelitian

Sebagai bahan masukan bagi pihak manajemen rumah sakit dalam meningkatkan kinerja bawahan melalui penerapan fungsi manajerial kepala ruangan yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian, sehingga pelayanan yang diberikan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, khususnya diruang MPKP dan NonMPKP.

2. Untuk Perkembangan Ilmu Keperawatan

Sebagai masukan untuk melatih kepekaan terhadap kesenjangan yang ada antara teori dan praktek dilapangan, memperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang ilmu manajemen khususnya mengenai pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan dan kinerja perawat. Penelitian ini dapat digunakan sebaga informasi awal untuk penelitian selanjutnya dan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain yang berminat pada lingkup yang sama, terkait dengan aspek pelaksanaan fungsi manajerial kepala ruangan dan kinerja perawat.

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, akan diuraikan teori-teori dan konsep yang mendukung penelitian, yaitu manajemen kepala ruangan, kinerja, dan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP).

A. Manajemen Kepala Ruangan

Penerapan fungsi-fungsi manajemen kepala ruangan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengertian Manajemen

Menurut Gitosudarmo dan Mulyono, (2001), manajemen merupakan proses pemanfaatan sumberdaya dalam kegiatan organisasi melalui upaya orang lain untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Istilah proses menggambarkan fungsi-fungsi yang berjalan terus atau kegiatan utama yang dilakukan untuk para manajer. Fungsi-fungsi ini lazimnya disebut merancang, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan (Robbins &

Coulter,1999).

Hasibuan (2003) menyatakan manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara

(32)

efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan. Harsey & Blanchard (1997, dalam La Monica,1998) menyatakan manajemen adalah bekerja dengan dan melalui individu dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.

Kesimpulan dari beberapa definisi diatas bahwa manajemen keperawatan adalah pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman, kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Fungsi-fungsi Manajemen Kepala Ruangan

Fungsi manajemen menurut Sabarguna (2005) pada dasarnya terdiri dari Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pelaksanaan (Actuating), Pengendalian (Controlling), dan Evaluasi (Evaluation). Gillies (1994) menyatakan manajemen terdiri dari Planning, Organizing, staffing, directing, dan Controlling. Menurut Terry (1976, dalam Siswanto, 2007), fungsi manajemen terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Perbedaan pendapat tersebut diatas antara lain dikarenakan adanya pengembangan fungsi-fungsi manajemen lainnya, dan tidak adanya persamaan terminologi diantara ratusan pengarang yang menyangkut konsep yang sama. Namun yang paling mendasar untuk diketahui adalah pengertian fungsi-fungsi dan aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan pada fungsi fundamental itu sendiri (Hasibuan, 2006).

(33)

Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli manajemen diatas, dapat disimpulkan fungsi-fungsi manajemen kepala ruangan sebagai suatu proses yang terdiri dari Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pelaksanaan (Actuating), Pengendalian (Controlling), dan Evaluasi (Evaluation) dalam memberikan pelayanan keperawatan untuk mencapai tujuan organisasi. Berikut akan dijelaskan pekerjaan kepala ruangan sebagai seorang manajer berdasarkan fungsi-fungsi manajemen (Terry, 2006):

a. Perencanaan (Planning).

Perencanaan (Planning) merupakan fungsi pertama dari manajemen.

Keberhasilan pelaksanaan kegiatan bergantung dari rencana yang telah disusun dengan baik. Rencana yang tidak disusun dengan jelas dan terukur, akan mengakibatkan kesulitan dalam memperkirakan apakah upaya yang dilakukan berhasil atau tidak. Dengan demikian perencanaan mempunyai peranan penting dalam keseluruhan proses manajemen (Gillies, 1995).

Dalam fungsi perencanaan, manajer memiliki deskripsi pekerjaan sebagai berikut: mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi;

menunjukkan visi; menetapkan, mendeskripsikan, dan menjelaskan tujuan;

memperkirakan; menetapkan syarat dan dugaan tentang kinerja;

menetapkan dan menjelaskan tugas-tugas untuk mencapai tujuan;

menetapkan rencana penyelesaian; menetapkan kebijakan; merencanakan

(34)

standart-standart dan metode penyelesaian; mengetahui lebih dahulu permasalahan yang akan datang dan mungkin terjadi (Terry, dalam Siswanto, 2007; Marquis & Houston,2000).

b. Pengorganisasian (Organizing).

Menurut Terry (dalam Wijono, 1997), pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan perilaku yang efektif antara masing- masing orang sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien dan memperoleh kepuasan diri dalam melaksanakan tugas-tugas terpilih didalam kondisi lingkungan yang ada untuk mencapi tujuan dan sasaran.

Hal yang penting didalam pengorganisasian adalah pengelompokan organisasi, pembagian tugas, mengadaptasikan staf dengan lingkungan pekerjaan secara penuh dimana mereka akan bekerja (Swansburg &

Swansburg, 1999).

Dalam fungsi pengorganisasian, manajer memiliki deskripsi pekerjaan sebagai berikut: mendeskripsikan pekerjaan dalam tugas pelaksanaan;

mengklasifikasikan tugas pelaksanaan dalam pekerjaan operasional;

mengumpulkan pekerjaan operasional; mengumpulkan pekerjaan operasional dalam kesatuan yang berhubungan dan dapat dikelola;

menetapkan syarat pekerjaan; mengkaji dan menempatkan individu pada pekerjaan yang tepat; mendelegasikan otoritas yang tepat kepada masing-

(35)

masing manajemen; memberikan fasilitas ketenagakerjaan dan sumber daya lainnya; menyesuaikan organisasi ditinjau dari sudut hasil pengendalian (Terry, dalam Siswanto, 2007).

c. Pengarahan (Actuating).

Pengarahan / Pelaksanaan (Actuating) adalah fungsi yang teramat penting dalam manajemen. Seringkali diketahui perencanaan dan pengorganisasiannya bagus, namun dikarenakan kurangnya kemampuan pelaksanaan, hasil kegiatan suatu pekerjaan belum seperti diharapkan (Wijono, 1997). Actuating atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang dilakukan seorang manajer dalam mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian, agar tujuan-tujuan dapat tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi penghargaan, memimpin, mengembangkan dan memberi kompensasi kepada mereka (Terry, 2006).

Dalam fungsi pengarahan, manajer memiliki deskripsi pekerjaan sebagai berikut: memberitahu dan menjelaskan tujuan kepada para bawahan;

mengelola dan mengajak para bawahan untuk bekerja semaksimal mungkin; membimbing bawahan untuk mencapai standart operasional (pelaksanaan); mengembangkan bawahan guna merealisasikan

(36)

kemungkinan sepenuhnya; memberikan orang hak untuk mendengarkan;

memuji dan memberikan sanksi secara adil; memberi hadiah melalui penghargaan dan pembayaran untuk pekerjaan yang diselesaikan dengan baik; memperbaiki usaha penggerakan dipandang dari sudut pengendalian (Terry, dalam Siswanto, 2007).

d. Pengawasan (Controlling).

Controlling merupakan tahap terakhir dari proses manajemen. Menurut Fayol (dalam Swansburg, 1999), pengendalian merupakan pemeriksaan tentang segala sesuatu yang dilaksanakan sesuai degan rencana yang telah disepakati, instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditentukan dengan tujuan menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi.

Dalam fungsi pengendalian, manajer memiliki deskripsi pekerjaan sebagai berikut: membandingkan hasil dengan rencana pada umumnya; menilai hasil dengan standart hasil pelaksanaan; menciptakan alat yang efektif untuk mengukur pelaksanaan; memberitahukan alat pengukur;

memudahkan data yang detail dalam bentuk yang menunjukkan perbandingan dan pertentangan; menganjurkan tindakan perbaikan apabila diperlukan; memberitahukan anggota tentang interpretasi yang

(37)

bertanggung jawab; menyesuaikan pengendalian dengan hasil (Terry, dalam Siswanto, 2007).

Handoko (2003) berpendapat perbedaan tingkatan manajer akan membedakan pula fungsi-fungsi manajemen yang dilaksanakan. Ada 2 (dua) fungsi utama manajemen yaitu; manajemen administratif dan manajemen operatif.

Manajemen administratif lebih berurusan dengan penetapan tujuan dan kemudian perencanaan, penyusunan kepegawaian, dan pengawasan kegiatan- kegiatan yang terkoordinasi untuk mencapai tujuan. Sementara manajemen operatif mencakup kegiatan memotivasi, supervisi dan komunikasi dengan para karyawan untuk mengarahkan mereka mencapai hasil-hasil yang efektif.

Semakin tinggi tingkatannya, maka para manajer akan lebih terlibat dengan manajemen administratif. Namun tidak ada posisi manajemen yang hanya melaksanakan salah satu dari fungsi manajemen. Semua tingkatan mempunyai kedua unsur tersebut.

Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang keperawatan yang terdiri dari tiga tingkatan manajerial (Gillies, 1995) yaitu: 1)manajer puncak, adalah Direktur keperawatan yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan organisasi dalam lingkup luas dan perencanaan strategis berdasarkan misi organisasi. 2)manajer menengah, adalah pengelola keperawatan yang membantu manajer puncak untuk menyusun kebijakan, ketentuan, peraturan

(38)

untuk karyawan dan perencanaan jangka menengah. 3)manajer bawah adalah pengelola keperawatan yang langsung mengelola pelayanan keperawatan dengan mengatur jadwal perencanaan harian dan mingguan untuk pemberian asuhan keperawatan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Kepala Ruangan dan Ketua tim

Hasil penelitian tentang kemampuan manajerial kepala ruangan yang dilakukan oleh Suhendar (2004) di ruang rawat inap RSU Kota Banjar Jawa Barat menemukan 65.6% responden mempersepsikan fungsi perencanaan kepala ruangan kurang baik, 55.2% responden mempersepsikan fungsi pengorganisasian kurang baik, 66.7% responden mempersepsikan fungsi pengarahan kurang baik, sedangkan fungsi pengawasan kepala ruangan dipersepsikan 54.2% responden baik. Penelitian yang sama yang dilakukan Kurniadi (2006) menemukan bahwa kemampuan manajerial kepala ruangan pada fungsi perencanaan lebih besar tidak baik dari pada baik, fungsi pengorganisasian lebih besar tidak baik dari pada baik, fungsi pengawasan lebih besar tidak baik dari pada baik, dan fungsi pengendalian lebih besar tidak baik dari pada baik.

3. Kepala Ruangan

Kepala ruangan adalah seorang tenaga keperawatan yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan pelayanan

(39)

keperawatan di ruang rawat (Depkes. R.I, 1999). Kepala ruangan juga bertanggung jawab terhadap kelancaran asuhan keperawatan seluruh pasien dalam unit yang dikekolanya, peraturan dan penempatan tenaga keperawatan dalam unitnya serta mempunyai keterampilan klinik dan mampu menjadi manajer yang baik (Ganong, 1980).

Seorang kepala ruangan harus memiliki persyaratan pendidikan minimal Ahli Madya Keperawatan, telah mengikuti pelatihan manajemen pelayanan keperawatan, pengalaman kerja sebagai perawat pelaksana 3 – 5 tahun, sehat jasmani dan rohani (Depkes. R.I, 1999).

Dalam melaksanakan tugasnya, kepala ruangan bertanggung jawab kepada kepala instalasi perawatan terhadap hal-hal (Depkes. R.I, 1999): Kebenaran dan ketepatan program kebutuhan tenaga keperawatan, kebenaran dan ketepatan program pengembangan pelayanan keperawatan, keobjektivan dan kebenaran penilaian kinerja tenaga keperawatan, kelancaran kegiatan orientasi perawat baru. kebenaran dan ketepatan protap / Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan keperawatan, kebenaran dan ketepatan laporan berkala pelaksanan pelayanan keperawatan, kebenaran dan ketepatan kebutuhan penggunaan alat, kebenaran dan ketepatan pelaksanaan program bimbingan mahasiswa institusi pendidikan keperawatan.

(40)

Tugas pokok kepala ruangan adalah mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan diruang rawat yang berada diwilayah tanggung jawabnya.

Kepala ruangan mempunyai wewenang (Depkes R.I, 1999): 1). Meminta informasi dan pengarahan kepada atasan, 2). Memberi petunjuk dan bimbingan pelaksanaan tugas staff keperawatan, 3). Mengawasi, mengendalikan dan menilai pendayagunaan tenaga keperawatan diruang rawat, 4). Menandatangani surat dan dokumen yang ditetapkan menjadi wewenang kepala ruangan, 5). Menghadiri rapat berkala dengan kepala instalasi / kepala seksi / kepala rumah sakit untuk kelancaran pelayanan keperawatan.

B. Kinerja Perawat

1. Pengertian Kinerja Perawat

Mangkuprawira (2007) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Pengertian kinerja menurut Ilyas (2002) adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Simanjuntak (2005), kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja dapat merupakan penampilan individu, kelompok kerja personil maupun organisasi,

(41)

tidak terbatas hanya pada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga pada keseluruhan jajaran personil dalam organisasi (Gibson,1996; Ilyas, 2002; Simanjuntak, 2005).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan asuhan keperawatan secara keseluruhan selama periode tertentu dibandingkan dengan standart- standart atau kriteria yang telah disepakati bersama .

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat

Kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara teoritis ada 3 (tiga) kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja (Gibson, 1999; Illyas, 2002; Simanjuntak, 2005), yaitu: 1). variabel individu; meliputi kemampuan dan keterampilan mental dan fisik, latar belakang keluarga, tingkat sosial dan pengalaman, umur, etnis, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan dan lama kerja, 2). variabel organisasi; meliputi sumber daya, iklim organisasi, imbalan, struktur, desain pekerjaan, supervisi kontrol, 3).variabel psikologis, meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Ketiga variabel tersebut dapat dilihat pada skema 2.1 berikut:

(42)

Skema 2.1 Variabel yang mempengaruhi Perilaku dan Kinerja

VARIABEL ORGANISASI

• Sumber daya

• Kepemimpinan

• Imbalan

• Struktur

• Disain pekerjaan

• Supervisi VARIABEL INDIVIDU

• Kemampuan &

Keterampilan: Mental dan fisik

• Latar belakang:

keluarga, tingkat sosial, pengalaman

• Demografis: umur, etnis, jenis kelamin,

pendidikan, status perkawinan, lama kerja

PERILAKU INDIVIDU (apa yang dikerjakan)

KINERJA (hasil yang diharapkan) PSIKOLOGIS

• Persepsi

• Sikap

• Kepribadian

• Belajar

• Motivasi

Sumber: Gibson (1996); Illyas (2002); Simanjuntak (2005)

Dari ketiga variabel kinerja individu tersebut diatas, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

a. Variabel Individu;

Karakteristik Individu meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan dan lama kerja, mempunyai efek tidak langsung pada perilaku

(43)

dan kinerja individu (Illyas, 2002). Berikut akan dijelaskan karakteristik individu sebagai berikut:

1). Umur

Faktor umur seringkali dikaitkan dengan kinerja. Ada keyakinan bahwa kinerja semakin merosot dengan meningkatnya usia. Keyakinan tersebut dapat dijadikan alasan oleh banyak organisasi untuk mengukur produktivitas seseorang (Robbins, 2006). Menurut Dessler (1998), umur produktif adalah pada usia 25 tahun yang merupakan awal individu berkarir, usia 25 – 30 tahun merupakan tahap penentu seseorang untuk memilih bidang pekerjaan yang sesuai dengan karir, dan puncak karir terjadi pada usia 40 tahun. Pada usia diatas 40 tahun sudah terjadi penurunan karir.

Hasil penelitian yang dilakukan Kurniadi (2006) menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan kinerja perawat pelaksana, namun penelitian yang dilakukan Simamora (2005) menemukan tidak adanya hubungan antara umur dengan kinerja perawat pelaksana. Menurut Siagian (2003), kaitan umur dengan tingkat kedewasaan psikologis menunjukkan kematangan jiwa , yaitu: semakin bijaksana, mampu mengendalikan emosi dan berpikir rasional, toleran terhadap perbedaan pandangan dan perilaku.

(44)

2). Pendidikan

Pendidikan adalah proses penyampaian informasi kepada seseorang untuk mendapatkan perubahan perilaku (Notoatmojo, 2005).

Pendidikan merupakan bagian dari investasi sumberdaya manusia (human investment). Semakin lama waktu yang digunakan seseorang untuk pendidikan, semakin tinggi kemampuan atau kompetensinya melakukan pekerjaan, dan dengan demikian semakin tinggi kinerjanya (Simanjuntak, 2005). Menurut Siagian (2003), semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula keinginan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.

3). Status Perkawinan

Menurut Robbin (2006), karyawan yang sudah menikah mempunyai tingkat keabsenan yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaan mereka dibandingkan dengan karyawan yang tidak menikah.

Perkawinan menuntut tanggung jawab lebih besar yang mungkin membuat pekerjaan tetap lebih berharga dan penting. Hal senada juga dinyatakan oleh Siagian (2003), bahwa status perkawinan berpengaruh tehadap perilaku karyawan dalam kehidupan organisasi baik secara positif maupun negatif.

(45)

4). Lama Kerja

Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa masa kerja yang belum cukup lama akan menimbulkan hal yang kurang baik terhadap pekerjaan karena karyawan belum mengenal dan menghayati pekerjaannya.

Sedangkan masa kerja yang terlalu lama bisa menimbulkan kebosanan.

Pada individu dengan masa kerja 5 (lima) tahun merupakan masa yang cocok bagi individu untuk menetapkan pekerjaannya (Dessler, 1998).

Menurut Robbins (2006), jika kita mendefinisikan senioritas sebagai masa kerja seseorang pada pekerjaan tertentu, ada hubungan yang positif antara senioritas dengan produktifitas seseorang. Hasil penelitian yang dilakukan Lusiani (2006), menunjukkan adanya hubungan bermakna antara lama kerja dengan kinerja (P value = 0.025), hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan (2001) di Rumah Sakit Gatot Soebroto Jakarta, dimana terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kinerja.

b. Variabel organisasi

Organisasi menurut Gibson (1999) berefek tidak langsung terhadap kinerja individu. Kinerja setiap pekerja, kinerja unit-unit kerja dan kinerja perusahaan dapat ditingkatkan melalui dukungan organisasi. Dukungan organisasi dan pelaksanaan fungsi manajemen bertujuan untuk

(46)

memberikan kemudahan, memfasilitasi dan mendorong semua pekerja agar dapat menaikkan kinerjanya secara optimal (Simanjuntak, 2005).

1) Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi orang lain untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan menurut Samsudin (2006) adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerjasama dibawah kepemimpinannya sebagai satu tim untuk mencapai tujuan tertentu. Peran pemimpin sangat penting dan dominan dalam meningkatkan kinerja karyawan, meningkatkan kemampuan dan keterampilan, baik melalui program pendidikan dan pelatihan maupun rotasi jabatan atau penugasan khusus (Simanjuntak, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Rahmayati (2002) tentang hubungan kepemimpinan dengan kinerja perawat, menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara variabel kepemimpinan dengan kinerja perawat pelaksana di RSAB Harapan Kita Jakarta dengan nilai r = 0.107 ( p <

0.05; 95% CI ).

2) Imbalan

Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada organisasi. Imbalan

(47)

yang diberikan antara lain berupa: pemberian penghargaan dan atau uang; pemberian bonus yang lebih besar bagi karyawan yang kinerjanya lebih baik daripada karyawan lain; dan atau percepatan kenaikan pangkat atau gaji (Simanjuntak, 2005). Kopelman (1986, dalam Illyas, 2002) menyatakan bahwa imbalan akan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja individu.

3) Struktur Organisasi

Sutarto (2000) menyatakan struktur organisasi menunjukkan garis kewenangan dan rentang kendali dari suatu organisasi yang akan menentukan ruang lingkup kegiatan dan tanggung jawab setiap individu. Struktur organisasi memudahkan dalam mengendalikan kinerja karyawan, dimana karyawan tidak dapat membuat pilihan yang mutlak bebas dalam melakukan suatu pekerjaan dan cara mengerjakannya. Makin jelas wewenang dan tugas yang harus dicapai, maka diharapkan tingkat otonomi yang ditampilkan makin kuat.

4) Desain pekerjaan

Simanjuntak (2005) menyatakan desain pekerjaan dirumuskan melalui analisis jabatan dengan menguraikan visi, misi dan tujuan organisasi.

Analisis jabatan menghimpun informasi mengenai karakteristik

(48)

pekerjaan, serta kewenangan dan tanggung jawab orang yang menjalankan jabatan tersebut. Produk akhir dari analisis jabatan adalah deskripsi tertulis dari persyaratan aktual suatu pekerjaan. Sebab itu analisis jabatan sering disebut analisis pekerjaan atau job analysis, analisis aktivitas atau analisis tugas (Samsudin, 2006).

5) Supervisi dan Kontrol

Supervisi dan kontrol pada negara maju tidak berperan secara bermakna terhadap kinerja. Hal ini dikarenakan tingkat kinerja pada negara maju sudah pada tingkat yang optimum, sehingga tidak membutuhkan kontrol dan supervisi yang ketat dari atasan dan organisasi (Illyas, 2002). Di Indonesia dan negara-negara berkembang, supervisi dan kontrol masih sangat penting pengaruhnya terhasap kinerja individu. Penelitian yang dilakukan Illyas mengenai determinan kinerja dokter PTT (1998) ditemukan hubungan yang bermakna antara supervisi atasan dengan kinerja doker PTT.

c. Variabel Psikologis

Variabel psikologis menurut Gibson (1987, dalam Illyas, 2002) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis merupakan hal yang komplek, sulit diukur, dan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian

(49)

dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya, dan keterampilan berbeda satu dengan yang lainnya.

Persepsi pada variabel psikologis digunakan untuk mengartikan berbagai macam masukan yang diterima individu untuk dapat ditafsirkan oleh panca indera, dan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Robbins (2006) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar bermakna bagi lingkungan sekitar. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan sering mereka berkomunikasi sehingga semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. Menurut Sobur (2003), persepsi seseorang dapat berasal dari perilaku persepsi, obyek atau target yang dipersepsikan dan faktor dari konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan.

3. Penilaian Kinerja Perawat.

Penilaian kinerja dalam organisasi adalah proses ketika organisasi mengevaluasi hasil kerja atau prestasi kerja para karyawan (Sarwoto, 2002).

Penilaian kinerja disebut juga Performance appraisal, merupakan komponen utama kegiatan pengawasan atau evaluasi dari manajemen keperawatan.

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer

(50)

perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (Swanburg, 1987 dalam Nursalam, 2002).

Huber (2000) menyatakan penilaian kinerja dalam organisasi adalah merupakan strategi fundamental dan proses berkelanjutan organisasi dalam mengevaluasi hasil kerja atau prestasi kerja para karyawan untuk mencapai keuntungan kompetitif melalui mobilisasi sumber daya manusia yang murni.

Penilaian kinerja merupakan salah satu kerangka dimana manajer dapat mendukung anggota timnya dari pada mendikte mereka dan akan menjadi lebih penting jika dihargai sebagai suatu proses trasformasional dari pada sebagai suatu proses penilaian (Amstrong, 2003). Dengan dilakukannya penilaian kinerja, berarti suatu organisasi telah memanfaatkan secara baik sumber daya manusia yang ada dalam organisasi (Samsudin, 2006).

4. Tujuan dan manfaat penilaian kinerja perawat.

Tujuan dilakukan penilaian kinerja pada perawat (Murray & Dicroce, 1999), yaitu: mempertahankan perawatan dengan tingkat kompetensi yang aman, memenuhi tujuan organisasi, membantu pengembangan kearah profesional, dan mengembangkan ide untuk riset keperawatan klinik.

Menurut Illyas (2002) dan Soeroso (2003), penilaian kinerja mempunyai tujuan, yaitu: 1). Menilai kemampuan perawat, 2).peningkatan dan

(51)

pengembangan perawat, 3).mengukur tanggung jawab perawat, 4).merupakan informasi dalam memperimbangkan promosi dan penetapan gaji, 5).memberikan umpan balik bagi para manajer maupun perawat pelaksana untuk melakukan evaluasi diri dan meninjau kembali perilaku yang ditampilkan selama ini, 6).memotivasi perawat menghasilkan mutu asuhan keperawatan yang berkualitas, 7).memperbaiki kinerja, 8).merupakan alat yang dapat dipercaya oleh manajemen keperawatan dalam mengontrol SDM dan produktivitas, 9).sebagai rencana pengembangan dan motivasi kerja, promosi, penghargaan, dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan bagi individu perawat.

5. Pengukuran kinerja perawat

Dalam organisasi rumah sakit yang menyediakan pelayanan kesehatan, perlu memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga profesional.

Proses penilaian kinerja bagi tenaga profesional menjadi bagian penting dari proses manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Hasil dari interaksi yang komplek dan agregasi dari kinerja seluruh individu dalam organisasi merupakan kinerja organisasi (Illyas, 2002).

Huber (2000), menyatakan bahwa model penilaian keperawatan berdasarkan praktek keperawatan profesional, dapat dievaluasi dengan menggunakan alat penilaian kinerja. Salah satu alat tersebut dirancang berdasarkan area praktik

(52)

keperawatan, yaitu: proses keperawatan, praktik kolaboratif, kepemimpinan manajemen, pengembangan profesional dan pendidikan berkelanjutan.

Tahapan-tahapan dalam proses keperawatan terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi ( Craven & Hirnle, 2000; Huber 2000).

Penilaian kinerja perawat pelaksana yang telah ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2004), didasarkan pada standar praktik keperawatan profesional yang terdiri dari: Standar I (Pengkajian), standar II (Diagnosa Keperawatan), standar III (Perencanaan Keperawatan), Standar IV (Implementasi), dan Standar V (Evaluasi Keperawatan). Berikut akan dijelaskan mengenai standar praktik keperawatan profesional:

a. Standart I: Pengkajian Keperawatan.

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat dan berkesinambungan. Kegiatan mengumpulakan data dari berbagai sumber melalui observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan interpretasi data pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi dan lain-lain). Sumber data berasal dari klien, keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan rekam medis, dan catatan lain. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi sistem kesehatan klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status biologis

(53)

psiko-sosio-spiritual, respon terhadap terapi dan harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal.

b. Standart II: Diagnosa Keperawatan.

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Proses diagnosa terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien dan perumusan diagnosa keperawatan.

Identifikasi hasil ditetapkan untuk mencapai tujuan dari tindakan keperawatan yang diformulasikan berdasarkan pada kebutuhan klien yang dapat diukur dan realistis (Craven & Hirnle, 2000).

c. Standart III: Perencanaan Keperawatan.

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien. Perencanaan dibuat apabila diagnosa telah diprioritaskan dan tujuan serta hasil yang diharapkan telah ditetapkan. Perawat bekerja sama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan. Perencanaan keperawatan mencakup 4 (empat) unsur yaitu: observasi, monitoring, terapi keperawatan, dan pendidikan kesehatan.

(54)

d. Standart IV: Implementasi Keperawatan.

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana keperawatan. Dalam implementasi, perawat bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, bekolaborasi dengan tim kesehatan, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien, memberikan pendidikan kesehatan, mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.

e. Standart V: Evaluasi Keperawatan.

Perawat mengevaluasi kemajuan terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Pada tahap ini perawat menyelidiki mengapa perencanaan keperawatan berhasil atau gagal dilaksanakan (Craven & Hirnle, 2000). Perawat menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan dan mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

(55)

C. Model Praktik Keperawatan Profesional

Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) diartikan sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan yang diperlukan (Hoffart & Woods, 1996, dalam Sitorus, 2005). Melalui pengembangan model ini terdapat otonomi & akontabilitas perawat, pengembangan profesional dan penekanan pada mutu asuhan keperawatan.

Ada 4 (empat) unsur yang menjadi karakteristik model (Sitorus, 2007), yaitu:

1)penetapan jumlah tenaga keperawatan; dimana jumlah tenaga ditetapkan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien, 2)penetapan jenis tenaga keperawatan; jenis tenaga yang memberikan asuhan keperawatan terdiri dari Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Kepala ruang rawat bertanggung jawab terhadap manajemen pelayanan keperawatan diruang rawat, peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuan dan terdapat tanggung jawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan, 3)penetapan standar rencana asuhan keperawatan, dan 4)penggunaan metode modifikasi keperawatan primer; terdapat satu orang perawat profesional (PP) yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan.

(56)

1. MPKP di Luar Negeri dan di Indonesia

Diberbagai negara, beberapa rumah sakit juga melakukan berbagai kegiatan berupa pengembangan model praktik keperawatan profesional (MPKP), walaupun dalam bentuk dan istilah yang berbeda-beda, antara lain (Sitorus, 2005): Professional Practice Model (Lowa Veterans Home, 1967), Unit Level Self Management Model (John Hopkins Hospital, 1981), dan Shared Governance (St. Luke’s Hospital, 1988). Pada prinsipnya, keseluruhan model ini menekankan adanya otonomi dan akuntabilitas profesi dalam memberikan asuhan keperawatan.

Pengembangan MPKP yang ada diberbagai negara lebih menekankan pada aspek proses praktik keperawatan, karena struktur yang dimiliki sudah memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional. Sedangkan di Indonesia, aspek struktur juga masih menjadi penekanan yang utama selain aspek proses karena mayoritas tenaga keperawatan yang memberikan asuhan adalah lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (Sitorus, 2005).

MPKP di Indonesia pertama kali dikembangkan oleh Sitorus di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada Juli 1997. MPKP ini juga telah diimplementasikan di Rumah Sakit Jiwa Bogor dan di berbagai rumah sakit jiwa di Indonesia antara lain: Rumah Sakit Jiwa Lawang, Pakem, Semarang, Magelang, Solo, dan RSUD Duren Sawit. MPKP yang dibentuk adalah MPKP tingkat transisi

(57)

dan MPKP pemula (Keliat, 2006). Metode penugasan yang dilakukan adalah modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim). Penetapan metode ini didasarkan beberapa alasan: a).

Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena sebagai perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 keperawatan atau setara, b). Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim, c).

Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas dan akontabilitas asuhan keperawatan terdapat pada perawat primer (Sitorus, 2005).

Rumah Sakit Budhi Asih mengembangkan MPKP pertama kali tahun 2005 dengan tingkat MPKP pemula. Pembentukan MPKP dimulai pada 1 (satu) unit rawat inap sebagai unit percontohan. Perawat yang ditempatkan diruang MPKP dipilih melalui proses seleksi dengan melakukan tes pengetahuan dan keterampilan, dan memenuhi kualifikasi pendidikan sesuai kriteria yang telah ditetapkan: kepala ruangan S1 keperawatan, dan minimal DIII Keperawatan untuk perawat pelaksana. Penentuan jumlah tenaga ditetapkan berdasarkan BOR unit dan rata-rata tingkat ketergantungan pasien. Standard rencana keperawatan yang ada dilakukan revisi dan dikembangkan berdasarkan 10 (sepuluh) masalah prioritas yang sering ditemui diruangan. Metoda pemberian asuhan keperawatan menggunakan modifikasi keperawatan primer. Dari hasil

(58)

pengembangan terdapat peningkatan terhadap mutu pelayanan yang diberikan, sehingga pada tahun berikutnya MPKP dibuka untuk 2 (dua) unit ruang rawat lainnya. Hingga saat ini ada 3 unit ruang rawat inap yang menjadi model PKP.

2. Tingkatan MPKP

Sitorus dalam seminar dan lokakarya nasional di Jakarta (2007) menyatakan bahwa terdapat 4 tingkatan MPKP yang dikembangkan di Indonesia, yaitu:

a. MPKP tingkat III; tenaga perawat yang akan bekerja di ruangan ini semua profesional dan ada yang sudah doktor keperawatan klinik (konsultan), metode penugasan menggunakan manajemen kasus, dan melakukan riset eksperimen lebih banyak.

b. MPKP tingkat II; tenaga perawat yang bekerja di ruangan ini mempunyai ners spesialis keperawatan (1:10 Perawat primer), perawat primer (PP) adalah SKp/Ners dengan perbandingan 1:9-10 pasien, perawat assosiet minimal D III keperawatan, metode penugasan menggunakan manajemen kasus atau modifikasi keperawatan primer, melakukan riset eksperimen dan riset deskriptif.

c. MPKP tingkat I; tenaga perawat yang bekerja di ruangan ini mempunyai ners spesialis keperawatan sebagai Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer (PP) adalah SKp/Ners dengan pengalaman kerja minimal 2 tahun, perawat assosiet minimal D III keperawatan, metode penugasan

(59)

menggunakan modifikasi keperawatan primer, dan melakukan riset deskriptif.

d. MPKP Pemula (MPKPP) tenaga perawat yang bekerja di ruangan ini minimal D III sebagai Perawat Primer (PP) dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun, metode penugasan menggunakan modifikasi keperawatan primer, Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula.

3. Hasil yang dicapai

Implementasi MPKP yang dilakukan dirumah sakit di Indonesia terbukti dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang diberikan. Menurut Sitorus yang menjadi pembicara dalam seminar dan lokakarya Nasional MPKP menyatakan setelah implementasi MPKP berjalan selama 10 tahun di RSCM, manfaatnya dapat dirasakan oleh rumah sakit, yaitu meningkatkan kepuasan pasien dan peningkatan kepatuhan perawat pada standar. Hal senada dinyatakan oleh Amiyanti dalam seminar MPKP FIK-UI (2007) bahwa implementasi MPKP yang dilaksanakan di RSCM menunjukkan peningkatan hasil dilihat dari: 1)aspek stuktur; tercapainya ketenagaan keperawatan yang menopang pemberian asuhan secara profesional, 2)aspek Proses; kepuasan kerja perawat meningkat (98,8%), perawat primer merasakan kebanggaan profesional dan mempunyai otonomi yang tinggi, perawat assosiet merasa ilmu pengetahuan dan semangat semakin tinggi, 3)aspek Outcome; terjadi

(60)

peningkatan kepuasan pasien / keluarga sebesar 57,9% (Sitorus, 2005), pasien merasa lebih diperhatikan dan lebih puas dirawat diruang MPKP dibanding ruang VIP, Infeksi nosokomial menurun 4,1%, ILI menurun sebesar 2,9% dari 8,2%, tindakan kolaborasi menjadi lebih baik.

Implementasi MPKP yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Bogor menunjukkan hasil BOR meningkat, ALOS menurun, angka lari pasien menurun. Pada penelitian yang dilakukan diruang srikandi sebelum dan sesudah MPKP terdapat peningkatan kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan keperawatan sebesar 85,7%. Ini menunjukkan bahwa dengan MPKP pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan bermutu baik (Keliat, 2006).

Di RSUD Budhi Asih, implemenasi MPKP memberikan dampak yang positif terhadap kepuasan pasien, perawat dan petugas lain. Cakupan pelayanan rumah sakit: BOR diatas 75%, LOS 3-4 hari. Dari hasil kegiatan residensi yang dilakukan oleh Chanafi (2005) dan Harmini (2006) terkait dengan pelatihan MPKP di RSUD Budhi Asih diketahui bahwa pembagian tugas masing-masing perawat jadi semakin jelas, kolaborasi perawat-dokter semakin baik, perawat primer merasakan akontabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan kepala ruangan merasakan pekerjaan yang dilakukan lebih terorganisir.

Implemenasi MPKP dirasakan dapat memberi dampak yang positif terhadap kepuasan pasien, perawat dan petugas lain.

Gambar

Tabel 3.1  Definisi Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Tujuannya adalah untuk memahami manajemen SDM yang meliputi penerapan fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan atau pelaksanaan, dan

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan pengembangan dari proses sistematis dalam fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh informasi tentang (1) perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan yang dilakukan oleh kepala madrasah; (2)

Manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan melalui fungsi-fungsinya yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Kajian ini penting untuk untuk

Sukses Hasil Alam Nusaindo mengatur kegiatan tersebut dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, prosedur

• George R.Terry : Proses perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing), pengarahan (Actuating) dan pengawasan (Controlling).. • Luther M Gulick :

Berdasarkan hasil pembahasan sesuai dengan fungsi manajemen, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan memberikan pengaruh, serta pengawasan, terlihat

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan; 1 kompetensi manajerial bidang kurikulum oleh kepala sekolah SMKN Kota Sawahlunto, dalam hal: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,