• Tidak ada hasil yang ditemukan

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2020"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

NURUL ARFIDHILA NIM. 150403043

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 2 0

(2)

-'1

TRACEABILITYPADA RANTAI

PASOK

I}AGING HALAL

TUGAS SARJAI\IA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

IIURT]L ARFIDHII,A I\trM.150403043

Disetujui Oleh : I)osen Pembimbing

DNPARTEMEN

FAKULT

I]NTVERSITAS

TEKNIK INDUSTRI AS TEKNIK

SUMATERA UTARA

EDAN

2020

M =t

(3)

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJAIIA

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA No.,

{O

/ uNs.2.1. 4.t.4tKuKtzo2o

Karni yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa setelah melakukan : - Evaluasi Hasil Seminar DMFT' Tugas Sarjana

Pemeriksaan Terhadap Perbaikan DRAFT Tugas Sarjana terhadap mahasiswa :

:NI.IRUL ARFIDHILA : 150403043

'

Nama

NIM

Tempat dan tanggal

lahir ,

: LANGKAT, 27 SEPTEMBER 1997

Judut Tugas

Sarjana

: PERANCANGAN SISTEM TRACEABIITY PADA RANTAI

PASOK DAGTNG

HALAL

I

Menetapkan ketentuan

-

ketentuan berikut sebagai hasil evaluasi :

Dapat menerima perbaikan Tugas Sarjana Departemen Teknih lndustri dan kepada penulisnya diizinkan untuk mengikuti Sidang Sarjana

I

Ujian Kolokium yang akan diadakan Departemen Teknik Industri FT USU

Medan,

Ianuai}O20

Tim Pembanding Pembanding I,

Ir. Anizar, M.Kes

raneeil,9;^n"::

zotg

Pembimbing,

W^'

Tgl Efektif : 09 Juli 2018

[Ialaman :ldaril

Pembanding II,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur diucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas sarjana ini dengan baik.

Pembuatan laporan tugas sarjana ini merupakan langkah akhir untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama masa perkuliahan. Selain itu, laporan tugas sarjana ini juga merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Laporan tugas sarjana ini berisi penelitian yang dilakukan di Rumah Potong Hewan Sumatera Utara. Laporan ini menjelaskan tentang tugas sarjana penulis yang berjudul “Traceability pada Rantai Pasok Daging Halal”.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, penulis berharap agar laporan tugas sarjana ini berguna bagi kita semua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENULIS

MEDAN, JANUARI, 2020

(5)

merupakan kebutuhan Muslim dan ketersediaanya merupakan suatu keharusan di negara yang mengakui keberadaan Muslim. Pengaturan penggunaan produk halal di Indonesia, memiliki dua hal yang saling terkait, yaitu sertifikasi dan labelisasi.

Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Indonesia merupakan negara yang memasok daging sapi dari Australia, dimana tiap tahunnya konsumsi daging sapi di Indonesia mencapai ± 500.000 ekor. Perusahaan cattle feedlot Indonesia bekerjasama dengan peternak sapi dari Australia dalam memasok sapi ke Indonesia dan untuk penyembelihan sapi dilakukan di Rumah Potong Hewan yang telah memiliki izin. Saat ini informasi mengenai sapi hanya sampai RPH saja sehingga informasi mengenai kehalalan daging sapi yang telah melalui proses penanganan di RPH belum tersedia. Pada penelitian ini dibangun sistem traceability yang dapat digunakan konsumen untuk mengetahui informasi mengenai daging sapi. Perancangan sistem traceablity menggunakan system development life cycle dan pengembangan sistem menggunakan QR Code dan nantinya konsumen dapat memindai QR Code dengan menggunakan QR Scanner untuk mendapatkan informasi mengenai daging tersebut.

Kata kunci: Halal; Supply Chain; Traceability; System Development Life Cycle, QR Code.

(6)

ABSTRACT

Halal is defined as permitted or not prohibited by Sharak. Halal products are a Muslim necessity and its availability is a requirement in a country that recognizes the existence of Muslims. The regulation on the use of halal products in Indonesia has two interrelated things, namely certification and labeling. Supply chain is a network of companies that jointly work to create and deliver a product to the end user. The activity in the beef supply chain is the process of delivering products that were originally in the form of live beef into beef ready to be marketed from beef cattle breeders to meat consumers. Halal traceability can be used as a medium to track the halal status of a food product, by recording all information on activities in producing products from upstream, namely the origin of raw materials to downstream. This research was conducted. This research was carried out at the Slaughterhouse in North Sumatra by identifying a traceability model in each supply chain. The results showed that there were 13 technical characteristics with the value of Absolute Importance (TKA) and Relative Importance (TKR). The highest value of absolute importance and relative importance is the slaughtering facility used in a clean condition. If the value of interest is greater, the priority of its implementation must be further increased. The design of the traceablity system uses the system development life cycle and the development of the system uses the QR Code.

Keywords: Halal; Supply Chain; Traceability; House of Quality; QR Code.

(7)

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat mengikuti pendidikan di Departemen Teknik Industri USU dengan baik dan dapat menyelesaikan penulisan laporan Tugas Sarjana ini.

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana, banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini, baik bantuan materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua, Ibu Elfa Hanum dan Bapak Edy Yanto Syam atas doa, nasihat, bimbingan dan dukungan moril dan materil, yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi penulis untuk tetap semangat dalam perkuliahan dan penulisan laporan tugas sarjana ini.

2. Ibu Dr. Meilita Tryana Sembiring, ST., MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Bapak Buchari, ST, M.Kes selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku koordinator tugas akhir yang telah memberikan arahan dalam penentuan topik Tugas Sarjana.

5. Ibu Ir. Dini Wahyuni, M.T selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan terhadap judul Tugas Akhir dan banyak meluangkan waktu,

(8)

vii

memberikan ilmu, arahan dan saran kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

6. Bapak Adrin, Bapak Herdiyanto, Bapak Syarifuddin, Ibu Hijrah dan Ibu Sahara selaku Pembimbing Lapangan penulis dan seluruh jajaran staff di PD.

Rumah Potong Hewan, Bapak Ardiansyah dan Ibu Ani selaku staff Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Asahan yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian Tugas Sarjana.

7. Abang, dan adik tercinta, Muharrie Adzwin, M. Farhan Juhanda dan M. Apri Lesmana yang selalu memberikan dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana.

8. Rekan-rekan seperjuangan penelitian di PD. Rumah Potong Hewan, Abang Irwan Budiman, M. Fauzan Rizki, Amrun Hamidi, yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis dalam pengerjaan laporan Tugas Sarjana.

9. Sahabat – sahabat, Titania, Indah, Annisa, Dila, Elizabeth, Novita, Tasya, Fadli, Widyan, Chairul, Awi, Risa, Cici, Evi, Datin dan Faqih yang selalu memberikan dukungan dan semangat serta menghibur penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir.

10. Rekan – rekan seperdopingan, Lamria, Rinaldi dan Yuli yang telah banyak membantu penulis dan memberi dukungan.

11. Saudara sepupu Adinda Lestari

(9)

Kak Ester, Bang Nurmansyah dan Kak Mia yang banyak membantu dan kemudahan administrasi kepada penulis.

13. Teman-teman LIBERTI yang telah berjuang bersama-sama dari awal masuk hingga sekarang.

(10)

ix DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-5 1.3. Tujuan Penelitian ... I-6 1.4. Manfaat Penelitian ... I-6 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi... I-6 1.6. Sistematika Penulisan Laporan ... I-7

II GAMBARAN OBJEK PENELITIAN... II-1 2.1. Rantai Pasok Daging Sapi di Sumatera Utara ... II-1

(11)

BAB HALAMAN 2.1.1. Cattle Feedlot (Tempat Penggemukan Sapi) ... II-2 2.1.2. Gambaran Rumah Potong Hewan ... II-3 2.1.2.1. PD. Rumah Potong Hewan Kota Medan ... II-4 2.1.2.2. UPT. Rumah Potong Hewan Kisaran ... II-6 2.1.3. Distributor... II-6 2.1.4. Pasar ... II-7

III TINJAUAN PUSTAKA ... III-1 3.1. Konsep Supply Chain ... III-1 3.2. Model Supply Chain ... III-4 3.3. Supply Chain Management ... III-7 3.3.1. Tantangan dalam Mengelola Supply Chain ... III-10 3.4. Produk Halal... III-12 3.5. Supply Chain pada Daging Sapi ... III-13 3.6. Traceability ... III-14 3.6.1. Traceability pada Penelusuran Halal ... III-15 3.7. Metode Sampling ... III-18 3.7.1. Probability Sampling ... III-19 3.7.2. Non-Probability Sampling ... III-22 3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas ... III-24

(12)

xi

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.8.1. Pengujian Validitas ... III-24 3.8.2. Pengujian Reliabilitas... III-27 3.8.2.1. Pengujian Stabilitas Instrumen ... III-28 3.8.2.2. Pengujian Konsistensi Internal Instrumen ... III-28 3.9. Quality Function Deployment (QFD) ... III-34 3.9.1. House of Quality (HoQ) ... III-35 3.9.2. Langkah-Langkah Pembuatan HOQ (House Of

Quality)... III-35 3.10. System Development Life Cycle (SLDC) ... III-37 3.10.1. Langkah-langkah SDLC ... III-37

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Tempat Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Variabel penelitian... IV-1 4.5. Kerangka Konseptual ... IV-2 4.6. Metode Pengumpulan Data ... IV-2 4.7. Pembuatan Kuesioner dan Penentuan Jumlah Sampling ... IV-3 4.7.1. Penentuan Jumlah Sampling ... IV-3

(13)

BAB HALAMAN 4.7.2. Pembuatan Kuesioner... IV-4 4.8. Metode Pengolahan Data ... IV-4

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1 5.1. Hasil Kuesioner Terbuka ... V-1

5.1.1. Rekapitulasi Kuesioner Terbuka ... V-1 5.1.2. Modus Kuesioner Terbuka ... V-3 5.2. Hasil Kuesioner Tertutup ... V-5 5.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... V-7 5.3.1. Uji Validitas Kinerja ... V-7 5.3.2. Uji Validitas Tingkat Harapan ... V-9 5.3.3. Uji Reliabilitas Kinerja... V-11 5.3.4. Uji Reliabilitas Harapan ... V-13 5.4. Pengembangan Matriks QFD ... V-17

5.4.1. Klarifikasi Tujuan Pengembangan Karakteristik

Perancangan ... V-17 5.4.2. Penetapan Fungsi ... V-19 5.4.3. Menyusun Kebutuhan ... V-20 5.4.4. Penetapan Karakteristik... V-21 5.4.5. Menetapkan Karakteristik Teknis ... V-25

(14)

xiii

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.4.5.1. Menetapkan Tingkat Hubungan Antara Karakteristik Teknis dengan Kebutuhan

Konsumen ... V-25 5.4.5.2. Menentukan Prioritas Desain Karakteristik

Teknis ... V-26 5.4.5.3. Menentukan Hubungan antara Karakteristik

Teknis ... V-27 5.4.5.4. Membangun Matriks House of Quality ... V-28 5.5. Perancangan Sistem Traceability dengan Menggunakan System

Development Life Cycle ... V-30

VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... VI-1 6.1. Analisa Pengembangan Matriks QFD ... VI-1 6.2. Analisis Alur Sistem Traceability Daging Sapi ... VI-2 6.3. Analisis Perancangan Sistem Traceability dengan

menggunakan System Development Life Cycle ... VI-6 6.4. Usulan yang diberikan ... VI-7

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... VII-1

(15)

BAB HALAMAN 7.2. Saran ... VII-1 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(16)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

3.1. Produksi Daging Sapi Indonesia Periode 2009 - 2018 ... III-14 3.2. Benefit Sistem Traceability ... III-18 5.1. Rekapitulasi Kuesioner Terbuka ... V-2 5.2. Atribut Penyembelihan ... V-3 5.3. Atribut Pengulitan ... V-3 5.4. Atribut Pemisahan ... V-3 5.5. Atribut Pengepakan ... V-4 5.6. Atribut Pendistribusian ... V-4 5.7. Atribut Pemasaran ... V-4 5.8. Atribut Kondisi Pasar ... V-4 5.9. Atribut Ketelusuran ... V-5 5.10. Tabel Rekapitulasi Kuesioner Tertutup Tingkat Kinerja ... V-5 5.11. Tabel Rekapitulasi Kuesioner Tertutup Tingkat Harapan ... V-6 5.12. Uji Validitas Kinerja Penyembelihan ... V-7 5.13. Hasil Pengujian Validitas Kinerja ... V-9 5.14. Uji Validitas Harapan Penyembelihan ... V-9 5.15. Hasil Pengujian Validitas Harapan ... V-11 5.16. Uji Reliabilitas Kinerja Penyembelihan ... V-12 5.17. Rekapitulasi Nilai ... V-12

(17)

TABEL HALAMAN

5.18. Uji Reliabilitas Harapan Penyembelihan ... V-13 5.19. Rekapitulasi Nilai ... V-14 5.20. Total Kinerja Perancangan RPH ... V-15 5.21. Penilaian Tingkat Kinerja RPH ... V-15 5.22. Total Nilai Tingkat Harapan ... V-16 5.23. Penilaian Tingkat Harapan... V-16 5.24. Identifikasi Kebutuhan Konsumen ... V-21 5.25. Nilai Rasio Perbaikan untuk Setiap Variabel Kebutuhan ... V-22 5.26. Hasil Perhitungan Bobot Absolut untuk Setiap Variabel ... V-24 5.27. Nilai Bobot Relatif untuk Setiap Variabel Kebutuhan ... V-24 5.28. Karakteristik Teknis ... V-25 5.29. Hasil Perhitungan Karakteristik Hewan harus dalam Keadaan

Hidup ketika disembelih ... V-26 6.1. Nilai TKA dan TKR Karakteristik Teknis ... VI-1 6.2. Analisis Fungsional Sistem ... VI-6

(18)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Rantai Pasok Daging Sapi ... II-2 2.2. Lokasi Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Kota

Medan ... II-5 2.3. Lokasi Unit Pelayanan Teknis Rumah Potong Hewan

Kisaran ... II-6 3.1. Model Supply Chain ... III-5 3.2. The Interenterprise Supply Chain Model... III-7 3.3. Bentuk Umum Matriks House of Quality ... III-35 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2. Blok Diagram Rancangan Penelitian ... IV-5 5.1. Perbedaan (Gap) yang terjadi antara Nilai Kinerja dan

Harapan ... V-16 5.2. Sub Tujuan berdasarkan Proses di RPH ... V-18 5.3. Sub Tujuan berdasarkan Pasar ... V-18 5.4. Sub Tujuan berdasarkan Aplikasi Penelusuran ... V-18 5.5. Pohon Tujuan Penilaian Kualitas Perancangan ... V-19 5.6. Sistem Input Output ... V-19 5.7. Hubungan Antar Atribut Perancangan Dengan

Karakteristik Teknis ... V-28 5.8. Matriks House of Quality ... V-29

(19)

1.1. Latar Belakang Masalah

Halal menurut Kamus Besar Bahasa Indoensia diartikan sebagai diizinkan atau tidak dilarang oleh syarak. Jika kata halal dikategorikan sebagai kata benda diperoleh istilah ‘penghalalan’ yang memiliki bermacam makna yaitu proses, cara, dan perbuatan menghalalkan. Kata benda lain yang diperoleh dari kata halal lainnya adalah ‘penghalal’ yang bermakna orang yang menghalalkan. Di beberapa surat dalam Al – Quran kata halal dikaitkan dengan perintah kepada umat manusia untuk mengonsumsi segala yang ada di bumi yang halal lagi baik (thoyib) yang disebutkan di dalam Surat Al – Baqarah ayat 168. Masih di surat yang sama di ayat 172 perintah ditujukan khusus kepada orang yang beriman untuk makan dari rezeki yang baik yang telah diberikan Allah SWT (Muna & Sutopo).

Produk halal merupakan kebutuhan muslim dan ketersediaanya merupakan suatu keharusan di negara yang mengakui keberadaan muslim. Agama memainkan salah satu peran yang paling berpengaruh menentukan pilihan makanan. Sementara bisnis halal untuk muslim merupakan bisnis yang berkomitmen dengan agama. Permasalahan produk halal, selain menyangkut bisnis juga menyangkut sains, inovasi dan teknologi serta agama, yang melibatkan beberapa pihak terkait seperti pelaku usaha, saintis dan ahli teknologi serta ahli agama atau ulama (Maryati, Syarief & Hasbullah). Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial untuk produksi dan distribusi barang-barang halal karena

(20)

I-2

Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar di dunia. Survei yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) pada 2010 lalu menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat terhadap produk halal meningkat. Tahun 2009 kepedulian tersebut sebesar 70 persen, lalu meningkat menjadi 92,2 persen di tahun 2010 (Martinench). Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dengan jumlah populasi kurang lebih 200 juta jiwa atau sebesar 88,1% dari total keseluruhan penduduk Indonesia dan menyumbang 12,7% penganut Islam untuk populasi dunia. Indonesia dengan populasi muslim yang sebanyak itu seharusnya bisa menyediakan produk konsumsi yang terjamin kehalalannya (Databoks). Salah satu produk konsumsi yang harus diperhatikan kehalalannya adalah jenis daging-dagingan, seperti daging ayam, daging kambing dan daging sapi. Daging-daging tersebut harus diproses dengan ketentuan yang sesuai dengan syariat Islam, agar aman dan halal ketika dikonsumsi oleh penduduk muslim (Halim & Kurniawati).

Sistem jaminan halal merupakan mekanisme yang harus diterapkan oleh produsen jika mereka ingin mengajukan sertifikasi halal. Pengakuan atas jaminan halal dibutuhkan oleh produsen dan konsumen sebagai jaminan untuk keamanan pangan, kualitas dan karakteristik penting lain yang tidak hanya dinikmati oleh konsumen muslim tetapi juga konsumen non muslim (Ma’rifat & Sari). Untuk mengetahui mengetahui kehalalan dan identitas asal dari suatu produk, maka diperlukan penelusuran (traceability).

(21)

Tracaeability merupakan kemampuan untuk mengikuti dan mendokumentasikan asal dan sejarah produk makanan. Tracaeability melibatkan pengidentifikasian semua prosedur dan praktik yang telah memengaruhi kehidupan produk tertentu, didokumentasikan serta tersedia untuk dilihat oleh pembeli atau peserta rantai suplai lainnya (Montet & Dey). Traceability halal dapat digunakan sebagai media untuk melacak status kehalalan dari suatu produk makanan, dengan cara merekam semua informasi kegiatan dalam menghasilkan produk mulai hulu yaitu asal usul bahan baku sampai dengan hilir (Haryono &

Handayani). Kebutuhan akan produk halal telah meningkat, dan itu memengaruhi betapa pentingnya keterlacakan halal diimplementasikan ke dalam industri makanan saat ini (Ma’rifat & Sari). Sistem treaceability ini mengharuskan seluruh pelaku rantai pasok mengetahui siapa yang memasok ke perusahaan dan kepada siapa produk tersebut dikirimkan, sehingga masing-masing aktor ataupun pelaku memiliki akses informasi baik ke arah hulu (upstream) maupun ke arah hilir (downstream) (Haryono & Handayani). Untuk mengetahui kehalalan dari suatu produk maka perlu diketahui siapa saja pelaku rantai pasok yang terlibat di dalamnya.

Supply Chain Management (SCM) adalah serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan pemasok, produsen, gudang, dan toko secara efisien, sehingga barang dagangan diproduksi dan didistribusikan pada jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, dan pada waktu yang tepat, untuk meminimalkan perluasan biaya sehingga memenuhi persyaratan tingkat layanan. Supply chain terdiri dari semua pihak yang terlibat, secara langsung atau tidak langsung, dalam

(22)

I-4

memenuhi permintaan pelanggan. Supply chain tidak hanya mencakup produsen dan pemasok, tetapi juga pengangkut, gudang, pengecer, dan bahkan pelanggan sendiri. Dalam setiap organisasi, seperti produsen, supply chain mencakup semua fungsi yang terlibat dalam menerima dan mengisi permintaan pelanggan (Bruno).

Untuk memenuhi permintaan pelanggan maka perlu diketahui juga apa yang sebenarnya diinginkan oleh pelanggan yang kemudian keinginan dari pelanggan tersebut akan diidentifikasi untuk melihat prioritas mana harus diutamakan dengan menggunakan Quality Function Deployment.

Quality Function Deployment (QFD) adalah pendekatan sistematis untuk merancang produk berdasarkan kebutuhan dan keinginan consumer. Tujuan utama QFD adalah menerjemahkan kriteria subjektif tentang kualitas menjadi sesuatu yang lebih objektif. Dengan demikian kriteria tersebut dapat diukur secara kuantitatif agar dapat digunakan pada tahap pembuatan produk selanjutnya. QFD juga merupakan metode untuk menentukan bagaimana dan dimana prioritas harus ditetapkan saat proses pengembangan produk (Vincent).

Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan kompleks yang mempunyai disain dan kontruksi khusus yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan.

Ketentuan mengenai Rumah Potong Hewan diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN.240/9/1986 dan ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 tentang rumah pemotongan hewan. Rumah Potong Hewan merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal, sebagai tempat pemotongan hewan yang benar, sebagai

(23)

tempat pemantauan dan survailans penyakit hewan serta zoonosis (penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit) (Tolistiawaty dkk).

Pada saat ini daging hasil sembelihan yang berasal dari RPH dan yang dijual di pasaran tidak memiliki identitas yang jelas dari RPH mana daging tersebut berasal. Hal ini juga yang menjadi persoalan tentang kehalalan daging tersebut. Apabila dilihat dari kondisi pasar daging pada saat ini maka dapat dikatakan pasar daging yang ada kurang baik dari cara pemasarannya, dimana daging-daging yang dipasarkan tidak memiliki wadah khusus dan tidak memiliki identitas yang jelas bagi konsumen darimana daging sapi tersebut berasal.

Daging-daging tersebut di pajang tanpa menggunakan alas atau hanya digantung saja sehingga kondisi ini dapat menyebabkan daging-daging tersebut terkontaminasi hal-hal yang dapat menyebabkan daging menjadi tidak halal. Maka dari itu untuk mengetahui kehalalan daging yang berada di pasar perlu dilakukan perancangan traceability agar konsumen dapat mengetahui informasi mengenai kehalalan daging sapi tersebut.

Pada penelitian ini akan diidentifikasi karakteristik teknis dari teknologi traceability yang akan diadopsi dari tiap tingkatan rantai pasok pada supply chain daging sapi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana merancang sistem treacibility pada rantai

(24)

I-6

pasok daging sapi agar konsumen dapat menelusuri informasi mengenai kehalalan daging sapi.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui mekanisme penanganan daging hasil sembelihan.

2. Mengidentifikasi karakteristik teknis untuk sistem traceability yang akan dibangun.

3. Merancang sistem traceability.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Mahasiswa memahami dan mampu menerapkan kajian Supply Chain pada produk halal.

2. Menjadi bahan masukan bagi perusahaan serta menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

3. Memperkaya bahan kajian di Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan-batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan mulai dari Rumah Potong Hewan hingga pasar.

2. Identifikasi karakteristik teknis traceability menggunakan matriks House of Quality (HOQ).

3. Perancangan sistem traceability dilakukan hingga pendefenisian sistem.

(25)

4. Responden penelitian adalah pekerja pada area produksi, pimpinan perusahaan dan pihak yang mengerti dengan konsep halal.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Responden memahami konsep halal penyembelihan dan penanganan daging sapi.

2. Responden memberikan informasi secara jujur dan tidak dipengaruhi oleh pihak manapun.

1.6. Sistematika Penulisan Laporan

Penulisan laporan dari tugas sarjana akan disajikan dalam Bab I hingga Bab VII. Sistematika penulisan tugas sarjana dapat dilihat sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan berisi tentang latar belakang dilakukannya penelitian

“Perancangan Sistem Traceability pada Rantai pasok Daging Halal”, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi yang digunakan dan sistematika penulisan laporan.

BAB II Gambaran Objek Penelitian memaparkan secara singkat tentang gambaran penelitian, objek dan lokasi.

BAB III Tinjauan Pustaka menyajikan dasar teori dan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian. Adapun teori yang dibahas dalam penelitian ini adalah Quality Function Deployment dan System Development Life Cycle

(26)

I-8

BAB IV Metodologi Penelitian mengemukakan tentang urutan langkah- langkah dalam pemecahan masalah dan penjelasan secara garis besar tentang lokasi penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, variabel penelitian, kerangka konseptual, metode pengumpulan data dan metode pengolahan data.

BAB V Pengumpulan dan Pengolahan Data berisi data yang dikumpulkan selama penelitian yang berhubungan dengan pemecahan permasalahan penelitian. Data yang dikumpulkan yaitu hasil penyebaran kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup. Pengolahan data yang dilakukan adalah uji validitas, uji reliabilitas, pengembangan matriks QFD dan perancangan sistem traceability dengan menggunakan system development life cycle.

BAB VI Analisis dan Pembahasan memuat analisis terhadap hasil dari pengolahan data dan diskusi terhadap pemecahan masalah dalam penelitian. Analisis dan pembahasan yang dilakukan adalah analisis kuesioner, analisis pembangunan matriks QFD dan analisis perancangan sistem traceability dengan menggunakan system development life cycle .

BAB VII Kesimpulan dan Saran berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, serta saran-saran yang bermanfaat bagi perusahaan dan pengembangan penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(27)

2.1. Rantai Pasok Daging Sapi di Sumatera Utara

Sumatera Utara merupakan Provinsi dengan urutan terbesar kelima dalam produksi daging sapi di Indonesia. Menurut Data BPS tahun 2018, jumlah produksi daging sapi Sumatera Utara sebesar 27.498 ton. Sapi-sapi yang beredar di Sumatera Utara merupakan sapi impor yang berasal dari cattle feedlot yang bekerjasama dengan peternak sapi dari Australia dan sapi lokal yang berasal dari peternak lokal.

Cattle feedlot bekerjasama dengan peternak sapi dari Australia dalam memasok sapi ke Indonesia. Sapi-sapi yang dibawa menuju Indonesia berumur 1,5 – 2 tahun dengan berat maksimal 150-200 Kg/ ekor dan kemudian dilakukan penggemukan selama 90-120 hari. Terdapat beberapa perusahaan cattle feedlot di Sumatera Utara, antara lain PT. Indofarm Sukses Makmur, PT. Lembu Andalas Langkat dan PT. Eldira Fauna Asahan.

Sapi-sapi yang telah siap dipotong kemudian dibawa menuju Rumah Potong Hewan sesuai dengan pesanan. Sebelum dilakukan penyembelihan, hewan tersebut dikandangkan dan diistirahatkan serta diberi makan selama ± 12 jam.

Setelah sapi-sapi tersebut selesai disembelih, kemudian hasil sembelihan sapi tersebut dibawa oleh distributor menuju pasar dan dijual eceran di pasar-pasar tradisional di kota Medan. Gambar 2.1. menunjukkan rantai pasok daging sapi.

(28)

II-2

Cattle Feedlot Rumah Potong Hewan Distributor Pasar

Gambar 2.1. Rantai Pasok Daging Sapi

2.1.1. Cattle Feedlot (Tempat Penggemukan Sapi)

Cattle feedlot merupakan suatu tempat penggemukkan sapi dengan sistem pengandangan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu sebelum kemudian sapi dipasarkan. Sapi-sapi cattle feedlot tersebut merupakan sapi lokal maupun impor. Di Sumatera Utara terdapat beberapa cattle feedlot, antara lain:

a. PT. Indofarm Sukses Makmur

PT. Indofarm Sukses Makmur adalah tempat penggemukan sapi yang terletak di Jl. Dusun I, Desa Lantasan Baru, Patumbak, Deli Serdang. Kapasitas yang dimiliki oleh PT. Indofarm Sukses Makmur sebanyak 3000 ekor sapi dengan luas lahan 6 hektar.

b. PT. Lembu Andalas Langkat (PT. LAL)

PT. Lembu Andalas Langkat (PT. LAL) merupakan tempat penggemukan sapi yang terletak di Jl. Dusun IV Pipa 8, Kelurahan Pangkalan Batu, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. PT. Lembu Andalas Langkat tergabung dalam Lembu Jantan Perkasa (LJP) group dengan memiliki 4 feedlot yang tersebar di beberapa daerah. Feedlot yang berada di Pangkalan Susu memiliki kapasitas maksimal sapi sebanyak 2000 ekor, feedlot yang berada di Stabat memiliki kapasitas maksimal sapi sebanyak

(29)

3500 ekor, feedlot yang berada di Tandem memiliki kapasitas maksimal sebanyak 2000 ekor, dan feedlot yang berada di Serang Banten memiliki kapasitas maksimal 12.000 ekor sapi. PT. Lembu Andalas Langkat memiliki 4 supplier sapi yang berada di Australia, yaitu Halin, Austrex, Welat dan ILE.

c. PT. Eldira Fauna Asahan

PT. Eldira Fauna Asahan merupakan tempat penggemukan sapi yang berada di Desa Hessa Air Genting Dusun Empat, Hessa Air Genting, Air Batu, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Kapasitas sapi yang dapat ditampung oleh PT. Eldira Fauna Asahan sebanyak 3000 ekor.

2.1.2. Gambaran Rumah Potong Hewan

Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan suatu bangunan yang memiliki syarat tertentu dan digunakan sebagai tempat pemotongan hewan dengan tujuan untuk dikonsumsi masyarakat umum sesuai dengan SK MENTERI PERTANIAN NO.555/KPts/TN.240/9/1986. RPH merupakan tempat yang diberi wewenang dan diakui untuk mengawasi seluruh proses pemotongan hewan/ ternak yang akan dikonsumsi masyarakat. Jenis hewan yang dilayani untuk jasa pemotongan yaitu kambing, domba, sapi, kerbau dan babi. RPH memiliki fungsi secara umum sebagai fasilitas atau sarana tempat proses penanganan sapi. Seluruh sapi yang berasal dari perusahaan cattle feedlot diharuskan untuk disembelih di RPH, mulai dari proses pemotongan hingga menjadi karkas atau daging sapi dan bagian- bagian lainnya dilakukan di RPH.

(30)

II-4

Saat ini sapi yang dipotong di RPH berasal dari cattle feedlot yang bekerjasama dengan RPH tersebut. Sapi-sapi tersebut hanya dapat dipotong di RPH yang telah memiliki izin setelah diperiksa oleh tim dari Sucofindo. Setiap harinya cattle feedlot mengirim sapi-sapi tersebut ke RPH sesuai dengan jumlah yang telah dipesan. Sapi-sapi tersebut tiba di RPH pada sore hari dan pemotongan sapi dilakukan pada malam harinya. Selanjutnya sapi – sapi yang telah disembelih kemudian didistribusikan kepasar – pasar tradisional.

2.1.2.1. PD. Rumah Potong Hewan Kota Medan

PD. Rumah Potong Hewan didirikan pada tanggal 6 Juli 1992 dan telah disahkan oleh Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara melalui Surat Keputusan Nomor 188.342.071993 tanggal 5 Februari 1993 dan telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Tingkat II Medan Nomor 7 seri D nomor 4 tanggal 13 Maret 1993. Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam jajaran Pemda Tingkat II Medan yang bergerak dalam bidang pemotongan hewan dan kegiatan lain yang berhubungan dengan pemotongan hewan dan usaha pengadaan penyaluran daging yang sehat.

Pendirian Rumah Potong Hewan Kota Medan merupakan hasil kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Selandia Baru yang pembangunannya dilaksanakan pada tahun 1979 dan diresmikan pada tanggal 15 Desember 1984 oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan Republik Indonesia yakni Bapak Prof. Dr. J. H. Hutasoit.

(31)

Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan terletak di Jl. Rumah Potong Hewan Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli, Kota Medan. Batas – batas wilayah RPH Kota Medan adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Jl. Rumah Potong Hewan Mabar b. Sebelah Timur berbatasan dengan perumahan warga

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Mangaan I d. Sebelah Barat berbatasan dengan perumahan warga

Setiap harinya RPH Kota Medan mulai beroperasi pukul 23.00 sampai 04.00 WIB dimana sapi-sapi yang akan disembelih tersebut dikirim oleh pihak cattle feedlot ke RPH pada sore hari sebelum disembelih dan telah melakukan pemeriksaan kesehatan. Jenis hewan yang dilayani untuk jasa pemotongan yaitu kambing, domba, sapi, kerbau dan babi. RPH Kota Medan mampu melayani pemotongan sapi dan kerbau rata-rata sebanyak 25ekor/ hari dan babi sebanyak 120 ekor/ hari.

Lokasi Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Kota Medan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar. 2.2. Lokasi Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Kota Medan

(32)

II-6

2.1.2.2. UPT. Rumah Potong Hewan Kisaran

Unit Pelayanan Teknis Rumah potong hewan Kisaran merupakan suatu perusahaan yang bergerak pada bidang jasa pemotongan ternak yang dinaungi oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Asahan. RPH Kisaran terletak di Kecamatan Kisaran Timur, Kota Kisaran, Asahan. Kegiatan pemotongan sapi pada RPH Kisaran berlangsung pada pukul 03.00 sampai 04.30 WIB. Sapi – sapi yang disembelih pada RPH Kisaran berasal dari Cattle feedlot PT. Eldira Fauna Asahan. Pemotongan sapi dilakukan berkisar antara 3 sampai 4 ekor setiap harinya.

Lokasi Unit Pelayanan Teknis Rumah Potong Hewan Kisaran dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Lokasi Unit Pelayanan Teknis Rumah Potong Hewan Kisaran

2.1.3. Distributor

Distributor (tauke) daging sapi biasa membeli sapi kepada feedlot. Sapi tersebut dipesan setiap hari atau sekaligus untuk beberapa hari sesuai kebutuhan dan kemudian dibawa ataupun diantar menuju rumah potong hewan untuk

(33)

dilakukan penyembelihan. Bila tidak seluruhnya disembelih, biasanya para tauke menitipkan sapinya di RPH dengan membayar sewa kandang dan biaya pakan.

Penyembelihan sapi di rumah potong hewan biasanya dilakukan oleh bilal penyembelihan yang sudah mendapatkan pelatihan penyembelihan sesuai syariat Islam. Selanjutnya untuk pembelahan karkas dibantu oleh karyawan masing- masing yang ikut bersama distributor tersebut. Setelah proses selesai, daging sapi tersebut dibawa menuju pasar dengan menggunakan kendaraan dari masing- masing distributor.

2.1.4. Pasar

Daging sapi yang berasal dari RPH Kota Medan didistribusikan ke beberapa pasar tradisional di kota Medan, antara lain Pasar Simpang Limun, Pasar Medan Johor, Pasar Setiabudi, Pasar Simpang Kuala, dan Pasar Sikambing.

Sedangkan sapi yang berasal dari RPH Kisaran didistribusikan kepasar- pasar tradisional di Kota Kisaran, antara lain Pasar Impres, Pasar Diponegoro dan Pasar Kartini.

Kondisi pasar daging saat ini dapat dikatakan kurang baik dari cara pemasarannya, dimana daging-daging yang dipasarkan tidak memiliki wadah khusus dan tidak memiliki identitas yang jelas bagi konsumen darimana daging sapi tersebut berasal. Daging-daging tersebut dipajang tanpa menggunakan alas atau hanya digantung saja sehingga kondisi ini dapat menyebabkan daging-daging tersebut terkontaminasi hal-hal yang dapat menyebabkan daging tidak halal.

(34)

III-1 BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Konsep Supply Chain

Supply chain terdiri dari semua pihak yang terlibat, secara langsung atau tidak langsung, dalam memenuhi permintaan pelanggan. Supply chain tidak hanya mencakup produsen dan pemasok, tetapi juga pengangkut, gudang, pengecer, dan bahkan pelanggan sendiri. Dalam setiap organisasi, seperti produsen, supply chain mencakup semua fungsi yang terlibat dalam menerima dan mengisi permintaan pelanggan. Fungsi-fungsi ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pengembangan produk baru, pemasaran, operasi, distribusi, keuangan, dan layanan pelanggan.

Supply chain (rantai pasok) adalah suatu sistem melalui mana suatu organisasi itu menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut.

Kata penyaluran mungkin kurang tepat karena dalam istilah supply termasuk juga proses perubahan barang tersebut jadi misalnya dari bahan mentah menjadi barang jadi.

Konsep supply chain adalah juga konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing- masing perusahaan dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara

(35)

intern di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir yang merupakan mata rantai penyediaan barang (Pujawan).

Oleh karena itu, maka supply chain management dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Chain 1 : Suppliers

Jaringan bermula dari sini, dimana merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama dimana mata rantai penyaluran barang akan bermulai. Bahan pertama ini dapat dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies, spare parts dan sebagainya. Supplier ini dapat berjumlah banyak atau sedikit, tetapi supplier’s supplier biasanya berjumlah banyak sekali. Inilah mata rantai yang pertama.

b. Chain 1 - 2 : Suppliers ► Manufacturer

Rantai pertama dihubungkan dengan rantai ke dua yaitu ‘manufacturer’ atau plants atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, mengasembling, merakit, mengkonversikan ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan.

Misalnya inventories bahan baku maupun bahan setengah jadi maupun barang jadi yang berada di pihak suppliers maupun di manufacturer maupun di tempat transit merupakan target untuk penghematan ini. Tidak jarang bahwa

(36)

III-3

antara 40% sampai 60% bahkan lebih penghematan dapat diperoleh dari inventory carrying cost di mata rantai ini.

c. Chain 1 - 2 - 3 : Suppliers ► Manufacturer ► Distributor

Barang yang sudah jadi yang sudah dihasilkan oleh manufacturer harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan kepada gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer.

d. Chain 1 - 2 - 3 - 4 : Supplier ► Manufacturer ► Distributor ► Retail Outlets Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Sekali lagi disini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventories dan biaya gudang dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufacturer maupun kepada toko pengecer (retail outlets).

Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada pelanggan, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.

(37)

e. Chain 1 - 2 - 3 - 4 - 5 : Supplier ► Manufacturer ► Distributor ► Retail Outlets ► Customers

Dari rak-raknya, para pengecer atau retailers ini menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut.

Dalam pengertian outlets ini termasuk toko, warung, department store, super market, toko koperasi, mal, club stores dan sebagainya, yaitu lokasi dimana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan bahwa disini merupakan mata rantai yang terakhir, sebetulnya masih ada lagi yaitu mata rantai dari pembeli (yang mendatangi retail outlet tadi) kepada real customers atau real user, karena pembeli belum tentu pengguna sesungguhnya. Mata rantai supply betul-betul baru berhenti sampai barang yang bersangkutan tiba di pemakai langsung (pemakai yang sebenarnya) dari barang atau jasa

3.2. Model Supply Chain

Dari penjelasan pelaku-pelaku supply chain tersebut di atas, dapat dikembangkan suatu model supply chain, yaitu suatu gambaran plastis mengenai hubungan mata rantai dari pelaku-pelaku tersebut yang dapat berbentuk seperti mata rantai yang terhubung satu dengan yang lain. Model supply chain dikembangkan dengan cukup baik pada tahun 1994 oleh A. T. Kearney seperti tertera pada Gambar 3. 1. di bawah ini.

(38)

III-5

Gambar 3. 1. Model Supply Chain

Dalam ilustrasi ini, suppliers’ suppliers telah dimasukkan untuk menunjukkan hubungan yang lengkap dari sejumlah perusahaan atau organisasi yang bersama-sama mengumpulkan/mencari, merubah dan mendistribusikan barang dan jasa kepada pelanggan terakhir. Salah satu faktor kunci (key factor) untuk mengoptimalisasikan supply chain ialah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pelanggan.

Selama dua dasawarsa terakhir ini, ada 2 (dua) konsep yang banyak digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pergerakan barang tersebut, yang kedua merupakan kelanjutan dari yang kesatu yaitu:

a. Mengurangi jumlah supplier

1) Konsep ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an yang bertujuan mengurangi ketidak-seragaman, biaya-biaya negosiasi dan pelacakan (tracking)

(39)

2) Konsep ini adalah permulaan perubahan kecenderungan dari konsep multiple supplier ke single supplier

3) Dengan demikian maka cara lama yang dahulu dianggap ampuh seperti mencari sourcing dengan cara tender terbuka makin tidak populer, karena tender terbuka tidak menjamin terbatasnya jumlah supplier

4) Paling-paling yang masih cocok dengan perkembangan ini ialah tender diantara supplier yang terbatas jumlahnya

5) Konsep ini berkembang menuju tahap selanjutnya, yaitu tahap yang kedua.

b. Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance

1) Konsep ini dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990-an dan diharapkan masih akan populer pada permulaan abad 21 ini

2) Konsep ini menganggap bahwa hanya dengan supplier partnership, key suppliers untuk barang tertentu merupakan strategic sources yang dapat dihandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan barang dalam supply chain

3) Konsep ini selalu dibarengi dengan konsep perbaikan terus menerus dalam biaya dan mutu barang (continuous improvement in cost and quality). The Interenterprise Supply Chain Model dapat dilihat pada Gambar 3. 2

(40)

III-7

Gambar 3. 2. The Interenterprise Supply Chain Model

Model supply chain tersebut dapat disebut sebagai the Interenterprise Supply Chain Model yang merupakan suatu mata rantai supply, yang dinamakan juga model empat langkah atau the four step model yang terdiri dari unsur-unsur : a. Suppliers (dan sub-suppliers atau suppliers)

b. Manufacturers (plant, yang terdiri dari beberapa unit)

c. Distributors (terdiri dari distribution center, wholesaler dan sebagainya) d. Retailers (yang sangat banyak jumlahnya)

3.3. Supply Chain Management

Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama- sama bekerja untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan

(41)

pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.

Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola.

Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.

Istilah SCM pertama kalo dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Kalau supply chain adalah jaringan fisiknya, yaitu perusahaan–perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa SCM menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi.

Jadi supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner.

SCM yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi supply chain secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan satu pihak bekorban dalam jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan pengertian, kepercayaan dan secara transparan, perusahaan partner harus menjaga informasi tersebut dari pihak-pihak yang bisa menyalahgunakannya.

(42)

III-9

Idealnya hubungan antarpihak pada suatu supply chain berlangsung jangka panjang. Hubungan jangka panjang memungkinkan semua pihak untuk menciptakan kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena hubungan jangka panjang berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk mendapatkan perusahaan partner baru. Dalam banyak kasus, ongkos yang terlibat dalam mengevaluasi calon-calon perusahaan partner bisa cukup besar.

Namun perlu dicatat bahwa orientasi jangka panjang dalam konteks supply chain di lapangan harus tetap diinterpretasikan secara fleksibel. Dalam konteks lingkungan bisnis yang semakin dinamis dewasa ini, ukuran “jangka panjang”

berlaku sangat relative.

Supply chain management tidak identik dengan sebuah software, tetapi banyak software yang bisa digunakan sebagai alat untuk membanu dalam mengelola supply chain.

SCM pada hakekatnya mencakup lingkup pekerjaan dan tanggungjawab yang luas. Bila kembali pada defenisi supply chain dan supply chain management di atas, maka dapat dikatakan secara umum bahwa semua kegiatan yang terkait dengan aliran material, informasi dan uang di sepanjang supply chain adalah kegiatan–kegiatan dalam cakupan SCM. Kebanyakan akademisi maupun praktisi menggolongkan kegiatan mengelola aliran material dan informasi (yang terkait dengan aliran material) adalah kegiatan-kegiatan inti SCM. Apabila mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi SCM adalah:

(43)

a. Kegiatan merancang produk baru (product development)

b. Kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement, purchasing atau supply) c. Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (planning & control) d. Kegiatan melakukan produksi (production)

e. Kegiatan melakukan pengiriman/ distribusi (distribution) f. Kegiatan pengelolaan pengembalian produk/ barang (return)

Keenam klasifikasi tersebut biasanya tercermin dalam bentuk pembagian departemenn atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan functional division karena dikelompokkan sesuai dengan fungsinya.

Umumnya sebuah perusahaan manufaktur akan memiliki bagian pengembangan produk, bagian pembelian atau bagian pengadaan, bagian produksi, bagian perencanaan produksi dan bagian pengiriman atau distribusi barang jadi.

Fungsi supply chain management tidak hanya terbatas pada kegiatan fisik seperti memproduksi dan mengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain, namun juga fungsi-fungsi non fisik seperti membuat perencanaan, melakukan riset pasar, dan sebagainya.

Di sisi lain, fungsi fisik lebih pada kegiatan-kegiatan mendapatkan bahan baku, mengonversi bahan baku dan komponen menjadi produk jadi, menyimpan serta mengirimkannya sampai ke tangan pelanggan.

3.3.1. Tantangan dalam Mengelola Supply Chain

Menglola supply chain bukanlah hal yang mudah. Supply chain melibatkan sangat banyak pihak di dalam maupun di luar sebuah perusahaan serta

(44)

III-11

menangani cakupan kegiatan yang sangat luas. Ditambah lagi dengan ketidakpastian yang ada di sepanjang supply chain serta semakin tingginya persaingan di pasar. Supply chain management membutuhkan pendekatan dan model pengelolaan yang tangguh untuk bisa tetap bertahan dalam dunia bisnis.

Hal di atas ditambah lagi dengan berbagai aturan atau tuntutan dari pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga aspek lingkungan dalam kegiatan supply chain.

a. Kompleksitas struktur supply chain

Supply chain biasanya sangat kompleks, melibatkan banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan. Pihak-pihak tersebut sering kali memiliki kepentingan yang berbeda – beda, bahkan tidak jarang bertentangan (conflicting) antara satu dengan yang lainnya. Di dalam perusahaan sendiri pun perbedaan kepentingan ini sering muncul. Kompleksitas suatu supply chain juga dipengaruhi oleh perbedaan bahasa, zona waktu dan budaya antara satu perusahaan dengan perusahaan lain.

b. Ketidakpastian

Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu supply chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang sudah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan pengaman di sepanjang supply chain. Pengaman ini bisa berupa persediaan, waktu, ataupun kapasitas produksi maupun transportasi. Di sisi lain ketidakpastian sering menyebabkan janji tidak bisa terpenuhi. Dengan kata

(45)

lain, customer service level akan lebih rendah pada situasi dimana ketidakpastian cukup tinggi.

3.4. Produk Halal

Produk halal merupakan kebutuhan muslim dan ketersediaanya merupakan suatu keharusan di negara yang mengakui keberadaan muslim. Industri halal telah berkembang menjadi 1,8 miliar konsumen secara global dengan nilai perkiraan USD 2,1 triliun. Produk makanan halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam, antara lain:

a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.

b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran.

c. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam.

d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasi tidak boleh digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya. Jika pernah digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara syariat Islam.

e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.

Pengaturan penggunaan produk halal di Indonesia, memiliki dua hal yang saling terkait, yaitu sertifikasi dan labelisasi. Sertifikat halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai syariat Islam melalui pemeriksaan yang terperinci oleh LPPOM MUI (untuk pendaftaran sebelum 17

(46)

III-13

Oktober 2019). Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang (Badan POM) (Baharudin). Adapun barang/produk yang mesti disertifikasi halal adalah makanan, minuman, obat, kosmetika, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetika serta barang gunaan yang dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat (UU No 3).

Produk halal juga sedang dicari oleh konsumen non-Muslim. Produk halal tidak khusus untuk konsumen Muslim. Dengan tren saat ini dari orang-orang yang secara aktif mencari makanan yang lebih bersih, lebih aman dan lebih sehat untuk gaya hidup sehat mereka, produk halal menawarkan kepada konsumen pilihan baru yang bebas dari bahan-bahan berbahaya karena merupakan prinsip dasar dalam memproduksi produk halal (Sayekti).

3.5. Supply Chain pada Daging Sapi

Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Distribusi daging sapi yang terjadi dari berbagai Rumah Potong Hewan mendorong para pelaku distribusi seperti pedagang besar dan pedagang pengecer yang berhubungan langsung dengan konsumen melakukan strategi pemasaran dalam melakukan kegiatannya.

Pemasaran dan distribusi daging sapi membutuhkan lembaga pemasaran yang bekerja secara efektif, kerena daging sapi memiliki sifat produk yang mudah rusak (Amirah). Kegiatan dalam rantai pasokan merupakan proses penyampaian produk

(47)

yang awalnya berupa sapi potong hidup menjadi daging sapi yang siap untuk dipasarkan dari peternak sapi potong hingga ke konsumen daging (Emhar).

Kebutuhan daging sapi di Indonesia saat ini dipenuhi dari tiga sumber, yaitu peternakan rakyat (ternak lokal), industri peternakan rakyat (hasil penggemukan sapi ex-import), dan import daging dari luar negeri. Setiap tahun, Indonesia memproduksi daging sapi yang berasal dari kurang lebih 450. 000 ekor sapi. Indonesia saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi karena pertambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional (Awang).

Tabel 3. 1. menunjukkan jumlah produksi daging sapi di Indonesia Periode 2009 – 2018.

Tabel 3. 1. Produksi Daging Sapi Indonesia Periode 2009 - 2018

Sumber: Badan Pusat Statistik

3.6. Traceability

Traceability didefinisikan sebagai kemampuan untuk melacak sejarah, aplikasi atau lokasi dari apa yang sedang dipertimbangkan menurut Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO) dan traceability adalah serangkaian identifikasi yang direkam. Beberapa mendefinisikan traceability sebagai

Tahun Jumlah (Ekor)

2009 409.308

2010 436.450

2011 485.335

2012 508.905

2013 504.819

2014 497.669

2015 506.660

2016 518.484

2017 486.320

2018 496.302

(48)

III-15

kemampuan untuk mengikuti dan mendokumentasikan asal dan sejarah produk makanan (from core genetics to the dinner plate). Traceability melibatkan pengidentifikasian semua prosedur dan praktik yang telah memengaruhi kehidupan produk tertentu, dan didokumentasikan dan tersedia untuk dilihat oleh pembeli atau peserta rantai pasokan lainnya. Traceability menjadi metode penyediaan pasokan makanan yang lebih aman dan menghubungkan produsen dan konsumen (Dwiyitno).

Penerapan sistem traceability telah banyak diterapkan oleh industri untuk memberikan jaminan proteksi pemalsuan merek serta meyakinkan bahwa pengiriman yang dilakukan aman dan terjamin. Di samping itu, sistem traceability adalah bagian penting untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan pengelolaan persediaan antar anggota rantai pasok. Sistem traceability juga dapat digunakan sebagai alat strategis untuk meningkatkan manajemen persediaan. Jenis manfaat yang diperoleh dari sistem traceability diidentifikasi, baik itu berupa manfaat yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif untuk setiap entitas pada rantai pasok.

3.6.1. Traceability pada Penelusuran Halal

Traceability halal dapat digunakan sebagai media untuk melacak status kehalalan dari suatu produk makanan, dengan cara merekam semua informasi kegiatan dalam menghasilkan produk mulai hulu yaitu asal usul bahan baku sampai dengan hilir. Semua kegiatan aliran informasi mulai dari hulu sampai hilir dapat terekam dan terdokumentasi dengan baik sehingga dapat memberikan transparansi terhadap produk halal. Selain itu sistem traceability halal dapat

(49)

menjamin keamanan pangan, kualitas produk dan meningkatkan tingkat kepercayaan konsumen terhadap produk halal (Maulida). Untuk makanan, hal yang paling mudah dilakukan oleh konsumen adalah melihat komposisi produk yang tertera pada label. Meski saat ini juga diduga banyak sekali bahan makanan tambahan yang digunakan produsen pada produk yang dijualnya. Sementara untuk kosmetik dan obat, konsumen menemui kesulitan untuk bisa memastikan apakah produk yang digunakannya benar-benar aman dan halal (Setyaningrum).

Labelisasi halal secara prinsip adalah label yang menginformasikan kepada pengguna produk yang berlabel tersebut, bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi. Dengan demikian produk-produk yang tidak mencantukam label halal pada kemasannya dianggap belum mendapat persetujuan lembaga berwenang untuk diklasifikasikan kedalam daftar produk halal atau dianggap masih diragukan kehalalannya.

Beberapa pakar telah melakukan studi sistem di industri makanan.

Rancangan sistem traceabilty memerlukan identifikasi kebutuhan data.

Penggunaan sistem traceability dapat memberikan banyak manfaat baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif (Setyaningrum).

QR Code adalah bentuk evolusi bar code dari satu dimensi menjadi dua dimensi. Penggunaan QR Code sudah sangat lazim di Jepang. Hal ini dikarenakan kemampuannya menyimpan data yang lebih besar daripada bar code sehingga mampu mengkodekan informasi dalam bahasa Jepang sebab dapat menampung huruf kanji. QR Code telah mendapatkan standardisasi internasional dan

(50)

III-17

standardisasi dari Jepang berupa ISO/IEC18004 dan JIS-X-0510 dan telah digunakan secara luas melalui ponsel di Jepang. QR Code adalah suatu jenis kode matriks atau bar code dua dimensi yang dikembangkan oleh Denso Wave, sebuah divisi Denso Corporation yang merupakan sebuah perusahaan Jepang dan dipublikasikan pada tahun 1994 dengan fungsionalitas utama yaitu dapat dengan mudah dibaca oleh QR Scanner. QR merupakan singkatan dari quick response atau respons cepat yang sesuai dengan tujuannya adalah untuk menyampaikan informasi dengan cepat dan mendapatkan respons yang cepat pula. Berbeda dengan bar code, yang hanya menyimpan informasi secara horizontal, QR Code mampu menyimpan informasi secara horizontal dan vertikal, oleh karena itu secara otomatis QR Code dapat menampung informasi yang lebih banyak daripada bar code (Daulay).

Manfaat yang berkaitan dengan pelaksaan Traceability dapat dikategorikan menjadi empat yaitu terdiri dari pengaturan dan pengawasan (regulatory benefits), pasar dan respon konsumen (market and customer respons), manajeman penarikan dan resiko (recall and risk management), serta rantai pasok (supply chain benefits) (Ginting) seperti tertera pada Tabel 3. 2.

(51)

Tabel 3. 2. Benefit Sistem Traceability

No Jenis Benefit Kualitatif Kuantitatif

1 Regulator Benefits

1. Dapat memenuhi persyaratan peraturan

1. Mengurangi biaya negosiasi

2. Mengurangi biaya kerugian akibat lost control

2. Memudahkan akses dalam beroperasi

3. Mempermudah pelacakan dan penelusuran

4. Mempermudah proses pengaturan dan pamantauan

5. Mengurangi dampak munculnya problem

6. Meningkatkan level keamanan

2

Market and

Customer Responds Benefits

1. Memperbaiki prosedur operasi perusahaan

2. Meningkatkan akurasi kerja

1. Meningkatkan nilai produk

2. Meningkatkan marketshare 3. Mengurangi biaya

produksi

4. Meningkatkan hasil produksi

5. Meningkatkan pendapatan perusahaan.

3

Recall and Risk Management Benefits

1. Meningkatkan reputasi

perusahaan 1. Mengurangi penarikan

produk

2. Mengurangi jumlah kerugian akibat recall product

2. Meningkatkan kepuasan dan kepercayaan konsumen 3. Mengantisipasi permintaan

konsumen terkait food safety

4 Supply Chain Benefits

1. Mengurangi komplain dari konsumen

2. Memperbaiki koordinasi

3. Mengurangi terjadinya kesalahan distribusi

1. Mengurangi penarikan produk

2. Mengurangi biaya

backward transportasi dan distribusi

Sumber: Harwiyanti, dkk

3.7. Metode Sampling

Populasi dapat didefenisikan sebagai keseluruhan anggota atau kelompok yang membentuk objek yang dikenakan investigasi oleh peneliti. Elemen adalah setiap anggota dari populasi. Dengan kata lain, seluruh elemen yang membentuk

(52)

III-19

satu kesatuan karakteristik adalah populasi dan setiap unit dari populasi tersebut adalah elemen dari populasi. Sampel adalah sebuah subset dari populasi. Sebuah subset terdiri dari sejumlah elemen dari populasi yang ditarik sebagai sampel melalui mekanisme tertentu dengan tujuan tertentu. Elemen-elemen yang ditarik dari populasi akan disebut sampel apabila karakteristik yang dimiliki oleh gabungan seluruh elemen-elemen yang ditarik tersebut merepresentasikan karakteristik dari populasi (Abdullah).

Sampling ialah proses penarikan sampel dari populasi melalui mekanisme tertentu sehingga karakteristik populasi dapat diketahui atau didekati. Kata mekanisme tertentu mengandung makna bahwa baik jumlah elemen yang ditarik maupun cara penarikan harus mengikuti atau memenuhi aturan tertentu agar sampel yang diperoleh mampu merepresentasikan karakteristik populasi dari mana sampel tersebut diambil atau ditarik. Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat populer karena manfaatnya yang demikian besar dalam penghematan sumber daya waktu dan biaya dalam kegiatan pengumpulan data.

Sampling sering dilawankan dengan sensus yaitu suatu pengumpulan data secara menyeluruh yaitu seluruh sumber data ditelusuri dan setiap elemen data yang dibutuhkan diambil.

3.7.1. Probability Sampling

Dalam probability sampling, setiap elemen dari populasi diberi kesempatan untuk ditarik menjadi anggota dari sampel. Rancangan atau metode probability sampling ini digunakan apabila faktor keterwakilan (represntiveness)

Gambar

Gambar 2.1. Rantai Pasok Daging Sapi
Gambar 2.3. Lokasi Unit Pelayanan Teknis Rumah Potong Hewan Kisaran
Gambar 3. 1.  Model Supply Chain
Gambar 3. 2.  The Interenterprise Supply Chain Model
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kinerja manufaktur halal pada UMKM Noerlen dengan menggunakan Metode SCOR (Supply Chain Operation Reference dan

Berdasarkan hasil analisis Cause and Effect Diagram yang telah dilakukan, diketahui penyebab kecacatan cacat fisik yaitu mesin rolling mill tidak bekerja optimal, terdapat

Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah mengetahui nilai yang didapat perusahaan dari pengukuran kinerja Green Supply Chain Management dengan menggunakan model

Perbaikan tata letak pabrik diperlukan untuk membuat layout lebih efisien dengan mempertimbangkan faktor derajat kedekatan antar departemen dan frekuensi perpindahan

Berdasarkan tabel 6.6 dapat diperolah usulan perbaikan dari faktor lingkungan, mesin, metode dan manusia dengan metode 5W+1H indikator kecekatan dalam melayani pesanan bahan

Dari hasil uji coba 173 data sampel menggunakan algoritma Naïve Bayes, pola yang dibentuk mempunyai akurasi kecocokan sebesar 70,83% yang artinya pola tersebut efektif

Metode acceptance sampling dengan menggunakan pendekatan logika fuzzy dapat digunakan untuk menentukan penerimaan ataupun penolakan lot bahan baku yang dikirim oleh

Dalam Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data diuraikan data-data yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian yaitu aktivitas pekerja pengangkutan galon, identifikasi